Anda di halaman 1dari 52

MATA UJI : MSDM

MATERI I
1. Konsep Dasar MSDM
a. Pengertian Manajemen : Menurut pandangan beliau, pengertian manajemen adalah
suatu proses atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang manajer dalam
mengkoordinasikan sumber daya manusia, sumber daya material, dan sumber daya
finansial untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif.
b. Pengertian SDM : Menurut pendapat beliau, pengertian sumber daya manusia adalah
sebagai berikut:
"Sumber Daya Manusia (SDM) adalah segala potensi yang dimiliki oleh individu atau
kelompok individu dalam suatu organisasi, yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan organisasi tersebut. Potensi SDM mencakup aspek pengetahuan, keterampilan,
sikap, kepribadian, dan pengalaman yang dimiliki oleh individu atau kelompok
individu, serta dapat dikembangkan melalui pendidikan, pelatihan, pengembangan
karir, dan pengelolaan yang efektif."
c. Pengertian MSDM : Menurut Drs. Malayu S.P Hasibuan (2009:10) “MSDM adalah
ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.”
d. Fungsi – fungsi MSDM : Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan (2009:21-27) mengemukakan
“Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian.

e. Model-Model MSDM : Berikut adalah beberapa model MSDM menurut Drs. H Malayu
S. P. Hasibuan:
1. Model Klasik
Model ini mengacu pada pendekatan konvensional atau tradisional dalam
mengelola sumber daya manusia, di mana peran utama MSDM adalah
pengelolaan administrasi, seperti penggajian, kehadiran, cuti, dan lain
sebagainya. Pada model klasik ini, MSDM cenderung bersifat taktis dan
lebih menitikberatkan pada fungsi operasional.
2. Model Modern
Model ini menekankan pada pentingnya peran strategis MSDM dalam
mencapai tujuan organisasi. MSDM dianggap sebagai mitra strategis bagi
manajemen puncak dalam merencanakan, mengembangkan, dan mengelola
sumber daya manusia agar dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Model ini lebih mengintegrasikan MSDM
dengan strategi bisnis organisasi dan mengakui pentingnya pengembangan
potensi dan kompetensi sumber daya manusia.
3. Model Kontemporer
Model ini menggabungkan antara pendekatan klasik dan modern dalam
mengelola sumber daya manusia. Model kontemporer menekankan pada
pengelolaan sumber daya manusia yang holistik, yang mencakup
pengelolaan administrasi serta pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi. Model ini mengakui
pentingnya mengintegrasikan MSDM dengan strategi bisnis dan
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi pengembangan karyawan.
4. Model Kelembagaan
Model ini menekankan pada pentingnya membangun sistem, kebijakan, dan
prosedur yang formal dalam mengelola sumber daya manusia. Model
kelembagaan mencakup pengaturan kebijakan, peraturan, dan struktur
organisasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia. Model
ini mengacu pada pendekatan yang terstruktur dan formal dalam mengelola
sumber daya manusia dalam organisasi.
5. Model Keberagaman
Model ini mengakui pentingnya mengelola keberagaman dalam sumber daya
manusia, baik dalam hal perbedaan budaya, gender, agama, dan lain
sebagainya. Model keberagaman menekankan pada inklusi, penghargaan
terhadap perbedaan, dan manajemen keberagaman dalam organisasi. Model
ini mencakup pengelolaan diversitas dalam rekrutmen, pengembangan, dan
manajemen kinerja karyawan
f. Pendektan-pendekatan MSDM :
"Pendekatan-Pendekatan MSDM" atau "The Approaches of Human Resource
Management". Beberapa pendekatan tersebut antara lain:

1. Pendekatan Behavioristik: Pendekatan ini menekankan pada perilaku


karyawan dalam organisasi. Fokus utamanya adalah pada pengamatan dan
pengukuran perilaku karyawan, termasuk motivasi, komunikasi,
kepemimpinan, dan dinamika kelompok kerja. Pendekatan ini menganggap
bahwa perilaku karyawan dapat diprediksi dan dikelola untuk meningkatkan
kinerja organisasi.

2. Pendekatan Kualitatif: Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek


kualitatif dalam MSDM, seperti analisis pekerjaan, perencanaan sumber daya
manusia, rekrutmen, seleksi, dan evaluasi kinerja. Pendekatan ini lebih
berfokus pada perencanaan jangka panjang dan pengelolaan sumber daya
manusia secara holistik.

3. Pendekatan Kuantitatif: Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek


kuantitatif dalam MSDM, seperti pengukuran kinerja, analisis data,
peramalan kebutuhan sumber daya manusia, dan pengelolaan kompensasi.
Pendekatan ini lebih berfokus pada penggunaan data dan angka dalam
pengambilan keputusan manajemen sumber daya manusia.

4. Pendekatan Sistem: Pendekatan ini melihat organisasi sebagai sistem yang


kompleks, di mana manusia merupakan salah satu komponen yang sangat
penting. Pendekatan ini menekankan pada hubungan antara bagian-bagian
dalam organisasi, serta bagaimana pengelolaan sumber daya manusia harus
diintegrasikan dalam sistem organisasi secara keseluruhan.
5. Pendekatan Strategis: Pendekatan ini melibatkan perencanaan dan
pengelolaan sumber daya manusia secara strategis untuk mencapai tujuan
organisasi. Pendekatan ini menekankan pada pemahaman dan
pengintegrasian MSDM dalam strategi organisasi yang lebih luas, termasuk
pengembangan kebijakan, perencanaan suksesi, dan manajemen perubahan

g. Berikut adalah beberapa komponen MSDM menurut Drs. H. Malayu S. P. Hasibuan:

1. Kebijakan dan Strategi MSDM: Komponen ini mencakup perencanaan dan


pengembangan kebijakan serta strategi yang berkaitan dengan pengelolaan
sumber daya manusia. Hal ini meliputi penetapan tujuan, kebijakan
rekrutmen, seleksi, penempatan, pelatihan, pengembangan karir,
kompensasi, dan manajemen kinerja.
2. Prosedur MSDM: Komponen ini berhubungan dengan penyusunan
prosedur dan metode yang terstandarisasi dalam pengelolaan sumber daya
manusia, seperti prosedur rekrutmen dan seleksi, prosedur penggajian,
prosedur penilaian kinerja, prosedur promosi, dan prosedur pengelolaan
konflik.
3. Struktur Organisasi: Komponen ini melibatkan desain dan pengaturan
struktur organisasi yang efektif untuk mendukung pengelolaan sumber daya
manusia. Struktur organisasi yang baik harus memastikan ada pembagian
tugas dan tanggung jawab yang jelas, hierarki yang jelas, dan hubungan
antar unit yang baik dalam konteks MSDM.
4. Budaya Organisasi: Komponen ini mencakup nilai-nilai, norma, kebijakan,
dan tradisi yang ada dalam organisasi dan berpengaruh terhadap
pengelolaan sumber daya manusia. Budaya organisasi yang baik harus
mendorong kebijakan dan praktik MSDM yang positif, seperti penghargaan
terhadap kinerja yang baik, keberagaman, dan kerjasama antar karyawan.
5. Sistem Informasi MSDM: Komponen ini berhubungan dengan penggunaan
teknologi informasi dalam pengelolaan sumber daya manusia, seperti
sistem informasi manajemen sumber daya manusia (SIMSDM) yang
digunakan untuk mengelola data karyawan, mengelola absensi, mengelola
kinerja, dan lain-lain.
6. Tenaga Kerja: Komponen ini merujuk pada karyawan sebagai sumber daya
manusia utama dalam organisasi. Pengelolaan karyawan melibatkan
perencanaan kebutuhan tenaga kerja, rekrutmen, seleksi, penempatan,
pelatihan, pengembangan karir, pengelolaan kinerja, dan manajemen
hubungan industrial.
7. Kondisi Eksternal: Komponen ini mencakup faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi pengelolaan sumber daya manusia, seperti peraturan
perundang-undangan yang berlaku, lingkungan bisnis, kondisi ekonomi,
persaingan pasar kerja, dan faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi
strategi dan kebijakan MSDM dalam organisasi.

2. PENGADAAN TENAGA KERJA


a. Analisis Jabatan
1. Pengertian Analisis Jabatan : Analisis jabatan menurut T. Hani Handoko
adalah suatu proses sistematis yang dilakukan untuk memahami dan
mengidentifikasi tugas, tanggung jawab, kualifikasi, dan kriteria sukses yang
terkait dengan suatu jabatan di dalam organisasi.

2. Deskripsi dan spesifikasi jabatan ( pengertian dan contoh) : T. Hani Handoko


mengemukakan bahwa deskripsi jabatan adalah suatu dokumen tertulis yang
berisi uraian tugas, tanggung jawab, kualifikasi, dan standar kinerja yang
diharapkan dari pemegang jabatan. Sedangkan spesifikasi jabatan adalah
suatu daftar kualifikasi, kompetensi, pendidikan, pengalaman kerja, dan
atribut pribadi yang diperlukan untuk dapat mengemban tugas dan tanggung
jawab dalam suatu jabatan.

Berikut adalah contoh deskripsi dan spesifikasi jabatan berdasarkan konsep


yang dikemukakan oleh T. Hani Handoko:

Contoh Deskripsi Jabatan: Manajer Pemasaran

Judul Jabatan: Manajer Pemasaran


Tugas Utama:

1. Merencanakan dan melaksanakan strategi pemasaran perusahaan.


2. Mengelola tim pemasaran dalam menjalankan program pemasaran.
3. Mengidentifikasi peluang pasar dan mengembangkan strategi untuk
meningkatkan pangsa pasar.
4. Mengelola anggaran pemasaran dan melakukan analisis ROI (Return
on Investment).
5. Menyusun dan melaksanakan program promosi, branding, dan iklan
perusahaan.
6. Memonitor dan menganalisis hasil pemasaran serta memberikan
laporan kepada manajemen.

Tanggung Jawab:

1. Bertanggung jawab atas pencapaian target penjualan dan pangsa


pasar perusahaan.
2. Mengkoordinasi tim pemasaran dalam mengimplementasikan
strategi pemasaran.
3. Menjalin hubungan dengan mitra bisnis, pelanggan, dan pihak
eksternal terkait.
4. Menganalisis dan menginterpretasikan data pasar untuk
mengidentifikasi peluang dan tantangan.
5. Mengawasi dan mengelola anggaran pemasaran perusahaan.
6. Melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap program pemasaran
yang dijalankan.
Kualifikasi:

1. Pendidikan minimal S1, diutamakan dalam bidang pemasaran atau


bisnis.
2. Pengalaman kerja minimal 5 tahun di bidang pemasaran, diutamakan
sebagai manajer pemasaran.
3. Memiliki pemahaman yang baik tentang strategi pemasaran,
branding, dan promosi.
4. Kemampuan komunikasi dan negosiasi yang baik.
5. Kemampuan analisis pasar dan pemahaman konsumen yang baik.
6. Mampu mengelola tim, berorientasi pada pencapaian target, dan
berorientasi pada hasil.

Contoh Spesifikasi Jabatan: Manajer Pemasaran

1. Pendidikan: Sarjana (S1) di bidang pemasaran atau bisnis.


2. Pengalaman Kerja: Minimal 5 tahun pengalaman kerja di bidang
pemasaran, diutamakan sebagai manajer pemasaran.
3. Kompetensi:
• Pemahaman yang baik tentang strategi pemasaran, branding, dan
promosi.
• Kemampuan komunikasi dan negosiasi yang baik.
• Kemampuan analisis pasar dan pemahaman konsumen yang
baik.
• Kemampuan kepemimpinan dan manajemen tim.
• Berorientasi pada pencapaian target dan hasil.

4. Atribut Pribadi:
• Kreatif dan inovatif

3. Tujuan Analisis Jabatan : Menurut T. Hani Handoko, seorang pakar


manajemen dan sumber daya manusia, tujuan dari analisis jabatan adalah
sebagai berikut:
1. Menyusun Deskripsi Jabatan: Analisis jabatan bertujuan untuk
menyusun deskripsi jabatan yang jelas dan terperinci. Deskripsi
jabatan ini akan mencakup informasi mengenai tugas, tanggung
jawab, kualifikasi, dan kriteria kinerja yang diharapkan dari pekerja
yang mengisi jabatan tersebut. Deskripsi jabatan yang baik akan
membantu dalam rekrutmen, seleksi, dan penempatan karyawan yang
sesuai dengan kebutuhan organisasi.
2. Menyusun Spesifikasi Jabatan: Analisis jabatan juga bertujuan untuk
menyusun spesifikasi jabatan yang diperlukan. Spesifikasi jabatan ini
akan mencakup kualifikasi pendidikan, pengalaman kerja,
keterampilan, dan karakteristik pribadi yang diperlukan untuk dapat
menjalankan jabatan tersebut dengan baik. Spesifikasi jabatan yang
jelas akan membantu dalam proses seleksi dan penilaian kinerja
karyawan.
3. Penentuan Gaji dan Tunjangan: Analisis jabatan digunakan sebagai
dasar dalam menentukan gaji dan tunjangan yang diberikan kepada
karyawan. Dengan mengetahui kompleksitas dan tanggung jawab
dari suatu jabatan, organisasi dapat menetapkan kompensasi yang
sesuai untuk mendorong motivasi dan kepuasan kerja karyawan.
4. Perencanaan Kebutuhan SDM: Analisis jabatan juga digunakan untuk
perencanaan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di masa depan.
Dengan mengetahui tugas dan tanggung jawab dari suatu jabatan,
organisasi dapat merencanakan kebutuhan SDM yang dibutuhkan
untuk menghadapi tantangan bisnis di masa yang akan datang.
5. Pengembangan Karyawan: Analisis jabatan dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengidentifikasi kekurangan keterampilan atau
kompetensi karyawan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab
jabatannya. Informasi tersebut dapat digunakan untuk merencanakan
program pengembangan karyawan yang sesuai agar mereka dapat
meningkatkan kinerja dan kontribusi mereka dalam organisasi.
6. Evaluasi Kinerja: Analisis jabatan dapat digunakan sebagai dasar
dalam proses evaluasi kinerja karyawan. Dengan mengetahui kriteria
kinerja yang diharapkan dari suatu jabatan, organisasi dapat menilai
sejauh mana karyawan telah mencapai target kinerja yang telah
ditetapkan.
7. Peningkatan Efisiensi Organisasi: Analisis jabatan dapat membantu
organisasi dalam memahami struktur organisasi, tugas, dan tanggung
jawab dari setiap jabatan. Hal ini dapat membantu dalam
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam struktur
organisasi, menghindari tumpang tindih tugas, dan meningkatkan
efisiensi kerja.

Dengan demikian, analisis jabatan menurut T. Hani Handoko bertujuan


untuk menyusun deskripsi jabatan yang jelas, menentukan spesifikasi
jabatan, menentukan gaji dan tunjangan, merencanakan kebutuhan.

4. Tahap- tahap dasar analisis jabatan : Berikut adalah tahap-tahap analisis


jabatan menurut T. Hani Handoko:

1. Identifikasi Jabatan: Tahap pertama dalam analisis jabatan adalah


mengidentifikasi jabatan yang akan dianalisis. Identifikasi jabatan
melibatkan penentuan jabatan mana yang akan dianalisis dan apa
tujuannya. Pada tahap ini, perlu ditentukan jabatan apa yang akan
menjadi fokus analisis, serta tujuan dan batasan analisis jabatan
tersebut.

2. Pengumpulan Data: Tahap berikutnya adalah mengumpulkan data


yang diperlukan untuk analisis jabatan. Data yang diperlukan dapat
berupa deskripsi pekerjaan, tugas dan tanggung jawab, kualifikasi,
dan kompetensi yang dibutuhkan untuk jabatan yang sedang
dianalisis. Data juga dapat diperoleh melalui wawancara, observasi
langsung, atau pengamatan terhadap pekerja yang sedang
menjalankan jabatan tersebut.

3. Analisis Data: Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah


melakukan analisis terhadap data yang telah diperoleh. Analisis dapat
dilakukan dengan menggunakan metode-metode yang telah
ditentukan oleh T. Hani Handoko, seperti metode deskripsi jabatan,
metode peringkat, metode skala penilaian, atau metode
perbandingan.

4. Penyusunan Laporan: Setelah analisis data selesai, tahap berikutnya


adalah menyusun laporan analisis jabatan. Laporan ini berisi hasil
analisis jabatan, termasuk deskripsi pekerjaan, tugas dan tanggung
jawab, kualifikasi, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk jabatan
tersebut. Laporan ini juga dapat berisi rekomendasi terkait perbaikan
atau pengembangan jabatan yang dianalisis.

5. Validasi: Tahap terakhir dalam analisis jabatan menurut T. Hani


Handoko adalah validasi, yaitu menguji kembali hasil analisis jabatan
yang telah dilakukan. Validasi dapat melibatkan pemeriksaan ulang
terhadap data yang telah diperoleh, wawancara dengan pemegang
jabatan, atau diskusi dengan pihak terkait untuk memastikan hasil
analisis jabatan yang akurat dan relevan.

5. Aspek-aspek yang diperhatikan dalam analisis jabatan : T. Hani Handoko,


seorang pakar manajemen di Indonesia, mengemukakan beberapa aspek
yang perlu diperhatikan dalam analisis jabatan, antara lain:

1. Tugas dan Tanggung Jawab: Aspek ini berkaitan dengan tugas-tugas


yang harus dilakukan oleh pemegang jabatan serta tanggung jawab
yang melekat pada jabatan tersebut. Hal ini mencakup deskripsi yang
jelas mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya,
dan hasil yang diharapkan.
2. Kualifikasi dan Kemampuan: Aspek ini melibatkan kualifikasi dan
kemampuan yang diperlukan oleh pemegang jabatan untuk
menjalankan tugas-tugasnya secara efektif. Kualifikasi meliputi
pendidikan, pengalaman kerja, sertifikasi, dan keterampilan khusus
yang diperlukan untuk jabatan tersebut.
3. Wewenang dan Tanggung Jawab: Aspek ini menyangkut tingkat
wewenang yang dimiliki oleh pemegang jabatan serta batasan-
batasan yang melekat pada jabatan tersebut. Hal ini mencakup
keputusan yang dapat diambil, izin untuk mengatur sumber daya,
serta akuntabilitas atas tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
4. Hubungan Kerja: Aspek ini melibatkan interaksi dan kerjasama
dengan pihak lain di dalam dan di luar organisasi. Hal ini mencakup
hubungan dengan atasan, bawahan, rekan kerja, dan pihak eksternal
yang terkait dengan jabatan tersebut.
5. Lingkungan Kerja: Aspek ini mencakup kondisi fisik dan psikologis
di tempat kerja yang dapat mempengaruhi kinerja pemegang jabatan.
Hal ini mencakup faktor-faktor seperti lingkungan fisik, peralatan
kerja, kebijakan organisasi, budaya kerja, dan dukungan yang tersedia
untuk pemegang jabatan.
6. Pengawasan dan Evaluasi: Aspek ini melibatkan pengawasan dan
evaluasi kinerja pemegang jabatan untuk memastikan pencapaian
tujuan organisasi. Hal ini mencakup sistem pengawasan yang
diterapkan, indikator kinerja, serta prosedur evaluasi yang digunakan
untuk mengukur kinerja pemegang jabatan.
7. Kompetensi dan Pengembangan: Aspek ini berhubungan dengan
kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan oleh
pemegang jabatan serta peluang pengembangan karir yang tersedia.
Hal ini mencakup identifikasi kompetensi yang diperlukan, rencana
pengembangan, serta pelatihan dan pengembangan yang diberikan
kepada pemegang jabatan.
6. Langkah-langkah utama dalam analisis jabatan : Berikut adalah langkah-
langkah utama dalam analisis jabatan menurut pendekatan yang
dikemukakan oleh T. Hani Handoko:

1. Identifikasi Tujuan dan Ruang Lingkup Analisis Jabatan: Langkah


pertama dalam analisis jabatan adalah mengidentifikasi tujuan dan
ruang lingkup analisis. Tujuan analisis jabatan dapat bervariasi,
seperti untuk mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dilakukan
dalam suatu jabatan, menggali kompetensi yang diperlukan,
mengukur tingkat tanggung jawab, atau menentukan tingkat upah
yang sesuai.
2. Pengumpulan Data: Langkah berikutnya adalah mengumpulkan data
tentang jabatan yang akan dianalisis. Data ini dapat diperoleh melalui
berbagai cara, seperti observasi langsung, wawancara dengan pekerja
yang menduduki jabatan tersebut, atau melalui studi dokumen seperti
deskripsi pekerjaan, petunjuk kerja, dan laporan kinerja.
3. Identifikasi Tugas dan Tanggung Jawab: Setelah data terkumpul,
langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi tugas-tugas dan
tanggung jawab yang harus dilakukan dalam jabatan tersebut. Tugas-
tugas tersebut dapat diuraikan secara rinci dan spesifik, mencakup
aktivitas sehari-hari, keputusan yang harus diambil, serta interaksi
dengan pihak lain dalam organisasi.
4. Penentuan Kualifikasi dan Kompetensi: Langkah selanjutnya adalah
menentukan kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk
menduduki jabatan tersebut. Hal ini melibatkan identifikasi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas yang telah diidentifikasi sebelumnya.
5. Penyusunan Deskripsi Jabatan: Setelah tugas-tugas, tanggung jawab,
serta kualifikasi dan kompetensi telah diidentifikasi, langkah
berikutnya adalah menyusun deskripsi jabatan secara komprehensif.
Deskripsi jabatan harus mencakup informasi tentang tugas-tugas,
tanggung jawab, kualifikasi, kompetensi, serta faktor-faktor lain yang
relevan dengan jabatan tersebut.
6. Evaluasi Jabatan: Langkah terakhir dalam analisis jabatan menurut T.
Hani Handoko adalah evaluasi jabatan. Evaluasi jabatan dilakukan
untuk menentukan nilai relatif dari suatu jabatan dalam hierarki
organisasi. Dalam langkah ini, jabatan-jabatan yang telah dianalisis
akan diberikan peringkat atau nilai berdasarkan faktor-faktor yang
relevan seperti kompleksitas tugas, tingkat tanggung jawab, dan
kualifikasi yang diperlukan.

7. Jenis analisis jabatan :


Berdasarkan pemikirannya, terdapat beberapa jenis analisis jabatan yang
dapat dilakukan, antara lain:

1. Analisis Jabatan Deskriptif: Jenis analisis jabatan ini bertujuan untuk


menggambarkan jabatan secara rinci dan terperinci, termasuk tugas,
tanggung jawab, kualifikasi, kompetensi, hubungan kerja, dan syarat
fisik yang diperlukan untuk menjalankan jabatan tersebut. Analisis
jabatan deskriptif ini bertujuan untuk menyusun deskripsi jabatan
yang jelas dan rinci sebagai dasar untuk mengelola jabatan dan
memahami peran serta kontribusi jabatan dalam organisasi.

2. Analisis Jabatan Peringkat: Jenis analisis jabatan ini bertujuan untuk


mengkategorikan jabatan berdasarkan tingkat kepentingan,
kompleksitas, dan tanggung jawabnya. Dalam analisis jabatan
peringkat, jabatan-jabatan diberi peringkat atau klasifikasi tertentu
berdasarkan tingkat kerumitan, skala gaji, atau tingkat struktural
dalam organisasi.

3. Analisis Jabatan Fungsional: Jenis analisis jabatan ini bertujuan


untuk mengidentifikasi dan menganalisis peran, tanggung jawab, dan
kualifikasi jabatan dalam satu fungsi tertentu dalam organisasi,
seperti pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, atau produksi.
Analisis jabatan fungsional ini dapat membantu dalam merencanakan
karier dan pengembangan karyawan dalam suatu fungsi tertentu.

4. Analisis Jabatan Berorientasi Kualifikasi: Jenis analisis jabatan ini


fokus pada penilaian kualifikasi atau persyaratan yang diperlukan
untuk menjalankan suatu jabatan. Analisis jabatan berorientasi
kualifikasi ini akan mengidentifikasi kualifikasi pendidikan,
pengalaman kerja, kompetensi, dan sertifikasi yang diperlukan untuk
mengisi jabatan tersebut.

Analisis Jabatan Berorientasi Perilaku: Jenis analisis jabatan ini lebih


berfokus pada perilaku atau kompetensi yang diperlukan dalam menjalankan
suatu jabatan, seperti kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, kerjasama
tim, kreativitas, atau adaptabilitas. Analisis jabatan berorientasi perilaku ini
akan mengidentifikasi kompetensi atau perilaku yang harus dimiliki oleh
seorang pekerja untuk sukses dalam jabatan tersebut.

8. Kegunaan informasi analisis jabatan : Beberapa kegunaan informasi analisis


jabatan menurut T. Hani Handoko antara lain:

1. Pengambilan Keputusan Strategis: Informasi analisis jabatan dapat


digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan strategis
terkait pengelolaan sumber daya manusia. Dengan menganalisis
jabatan secara komprehensif, organisasi dapat memahami secara rinci
tugas, tanggung jawab, kualifikasi, dan kompetensi yang dibutuhkan
untuk setiap jabatan. Informasi ini dapat digunakan untuk membuat
kebijakan perencanaan karir, pengembangan karyawan, serta
penetapan kebijakan kompensasi dan insentif.
2. Penilaian Kinerja: Informasi analisis jabatan dapat digunakan sebagai
dasar dalam menilai kinerja karyawan. Dengan memahami tugas dan
tanggung jawab yang terkait dengan jabatan, organisasi dapat
mengukur kinerja karyawan berdasarkan standar yang telah
ditetapkan dalam analisis jabatan. Hal ini dapat membantu organisasi
dalam memberikan umpan balik dan penghargaan yang objektif
kepada karyawan berdasarkan pencapaian mereka dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang terkait dengan jabatan
mereka.
3. Perencanaan Pengembangan Karyawan: Informasi analisis jabatan
dapat digunakan untuk merencanakan program pengembangan
karyawan. Dengan memahami kualifikasi dan kompetensi yang
diperlukan untuk setiap jabatan, organisasi dapat mengidentifikasi
kesenjangan dalam kualifikasi karyawan saat ini dan kebutuhan yang
diharapkan untuk jabatan tersebut. Informasi ini dapat digunakan
untuk merancang program pengembangan karyawan, seperti
pelatihan dan pengembangan, mentoring, atau program rotasi jabatan,
yang dapat membantu karyawan mengembangkan keterampilan dan
kompetensi yang diperlukan untuk jabatan mereka.
4. Pemilihan dan Perekrutan: Informasi analisis jabatan dapat digunakan
sebagai dasar dalam proses pemilihan dan perekrutan karyawan baru.
Dengan memahami tugas, tanggung jawab, dan kualifikasi yang
dibutuhkan untuk setiap jabatan, organisasi dapat merancang proses
seleksi yang efektif dan objektif. Informasi analisis jabatan dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kandidat yang sesuai dengan
persyaratan jabatan, menggambarkan ekspektasi kinerja kepada calon
karyawan, serta membantu dalam pengambilan keputusan dalam
proses seleksi.
5. Pengelolaan Kompensasi: Informasi analisis jabatan dapat digunakan
sebagai dasar dalam pengelolaan kompensasi karyawan. Dengan
memahami tugas, tanggung jawab, dan tingkat kesulitan yang terkait
dengan setiap jabatan, organisasi dapat menggambarkan secara
objektif tingkat gaji, tunjangan, dan insentif yang sesuai untuk setiap
jabatan. Informasi ini dapat digunakan untuk merancang program
kompensasi yang adil dan berbasis pada kinerja, serta untuk
menghindari bias dan ketidakadilan dalam pengelolaan

b. Perencanaan SDM :
1) Pengertian perencanaan SDM : Menurut T. Hani Handoko, perencanaan
SDM adalah suatu proses yang melibatkan identifikasi dan pengaturan
berbagai aspek terkait sumber daya manusia dalam organisasi untuk
mencapai tujuan strategis jangka panjang organisasi tersebut. Perencanaan
SDM melibatkan pengumpulan, analisis, dan penggunaan informasi tentang
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi, serta menyusun rencana
yang komprehensif dan terpadu untuk mengoptimalkan penggunaan sumber
daya manusia tersebut.
2) Berbagai penyebab timbulnya permintaan SDM : berikut beberapa penyebab
timbulnya permintaan sumber daya manusia (SDM) menurut T. Hani
Handoko:
1. Pertumbuhan Organisasi: Jika suatu organisasi mengalami
pertumbuhan baik itu dalam hal ekspansi bisnis, perluasan pasar, atau
peningkatan kapasitas produksi, maka akan timbul permintaan
terhadap SDM yang baru. Organisasi membutuhkan karyawan
tambahan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang lebih besar.
2. Perubahan Teknologi: Perubahan teknologi dapat mempengaruhi
permintaan SDM. Pengenalan teknologi baru atau perubahan dalam
metode kerja dapat mengharuskan organisasi untuk mencari
karyawan yang memiliki keterampilan teknis baru atau berkompeten
dalam penggunaan teknologi tersebut.
3. Perubahan Struktural: Perubahan dalam struktur organisasi seperti
restrukturisasi, merger, atau akuisisi dapat mempengaruhi permintaan
SDM. Proses penggabungan atau restrukturisasi organisasi dapat
memerlukan pengadaan karyawan baru untuk mengisi posisi yang
baru dibentuk atau untuk menggantikan karyawan yang
diberhentikan.
4. Perubahan Demografi: Perubahan dalam demografi suatu wilayah
atau pasar kerja, seperti pertumbuhan penduduk, perubahan tren
migrasi, atau perubahan dalam pola pekerjaan, dapat mempengaruhi
permintaan SDM. Organisasi perlu menyesuaikan jumlah dan jenis
karyawan yang mereka butuhkan berdasarkan perubahan demografi
ini.
5. Kebutuhan Kualifikasi dan Keterampilan: Perkembangan pasar kerja
yang terus berubah mengharuskan organisasi untuk terus menghadapi
kebutuhan kualifikasi dan keterampilan yang baru. Permintaan
terhadap SDM dapat timbul akibat kebutuhan akan karyawan dengan
kualifikasi dan keterampilan khusus yang diperlukan untuk
memenuhi tuntutan bisnis dan pasar.
6. Perubahan Regulasi: Perubahan dalam regulasi atau kebijakan
pemerintah dapat mempengaruhi permintaan SDM. Misalnya,
pengenalan undang-undang baru yang mempengaruhi pasar kerja
atau perubahan dalam peraturan imigrasi dapat mempengaruhi
permintaan terhadap karyawan lokal atau asing.

3) Analisis kebutuhan SDM : tingkat absensi + tingkat turn over : Analisis


kebutuhan SDM (Sumber Daya Manusia) yang melibatkan tingkat absensi
dan tingkat turnover merupakan langkah penting dalam manajemen SDM
suatu organisasi. Menurut T. Hani Handoko, seorang pakar manajemen SDM
yang terkenal di Indonesia, analisis ini dapat memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang kondisi organisasi dan dapat membantu dalam
pengambilan keputusan terkait manajemen tenaga kerja.

1. Tingkat Absensi: Absensi merujuk pada kehadiran karyawan di


tempat kerja. Tingkat absensi yang tinggi dapat menjadi indikator
adanya masalah dalam organisasi. Analisis tingkat absensi dapat
memberikan informasi tentang tingkat kedisiplinan, kepuasan kerja,
dan kesejahteraan karyawan. Tingkat absensi yang tinggi dapat
mengindikasikan adanya masalah dalam manajemen karyawan,
seperti kurangnya motivasi, tidak adanya penghargaan yang
memadai, atau masalah kesehatan yang mempengaruhi kehadiran
karyawan di tempat kerja.
2. Tingkat Turnover: Turnover merujuk pada perputaran karyawan
dalam suatu organisasi. Tingkat turnover yang tinggi dapat menjadi
indikator adanya masalah dalam manajemen SDM, seperti masalah
rekrutmen, seleksi, pengembangan, dan retensi karyawan. Tingkat
turnover yang tinggi dapat mengakibatkan biaya yang tinggi bagi
organisasi, seperti biaya rekrutmen, pelatihan, dan hilangnya
pengetahuan dan pengalaman karyawan yang keluar.
4) Teknik Teknik peramalan SDM : Beberapa teknik peramalan SDM yang
diperkenalkan oleh T. Hani Handoko antara lain:

1. Analisis Trend: Teknik ini melibatkan analisis data historis yang ada
untuk mengidentifikasi tren atau pola perilaku sumber daya manusia
dalam organisasi. Data historis dapat berupa jumlah karyawan,
turnover, tingkat absensi, atau indikator lain yang relevan. Dari
analisis trend, dapat diperoleh informasi mengenai kecenderungan
pertumbuhan atau penurunan jumlah karyawan di masa depan.

2. Analisis Rasio: Teknik ini menggunakan rasio atau perbandingan


antara beberapa variabel yang berkaitan dengan sumber daya
manusia, misalnya rasio jumlah karyawan terhadap omset
perusahaan, rasio tingkat turnover terhadap jumlah karyawan, atau
rasio produktivitas terhadap jumlah karyawan. Dari analisis rasio ini,
dapat diperoleh informasi mengenai hubungan antara variabel-
variabel tersebut dan dapat digunakan untuk memperkirakan
kebutuhan tenaga kerja di masa depan.

3. Metode Regresi: Teknik ini menggunakan analisis regresi untuk


mengidentifikasi hubungan antara satu atau lebih variabel
independen yang berkaitan dengan sumber daya manusia dengan
variabel dependen, yaitu kebutuhan tenaga kerja di masa depan.
Metode regresi dapat digunakan untuk mengestimasi angka
kebutuhan tenaga kerja berdasarkan variabel-variabel yang berkaitan.

4. Delphi Technique: Teknik ini melibatkan konsultasi dengan sejumlah


ahli atau pakar dalam bidang SDM untuk mengumpulkan pandangan
mereka mengenai perkiraan kebutuhan tenaga kerja di masa depan.
Para ahli memberikan pendapat mereka secara tertulis dan hasilnya
dianalisis untuk memperoleh perkiraan yang konsisten.

5. Metode Peramalan Kualitatif: Teknik ini menggunakan pendekatan


kualitatif, seperti wawancara, observasi, atau analisis dokumen,
untuk mengumpulkan data yang relevan dengan kebutuhan tenaga
kerja di masa depan. Data yang diperoleh dianalisis secara subjektif
untuk memperoleh perkiraan kebutuhan tenaga kerja.

6. Metode Peramalan Kuantitatif: Teknik ini menggunakan pendekatan


kuantitatif, seperti statistik atau analisis data, untuk mengumpulkan
dan menganalisis data historis yang relevan dengan kebutuhan tenaga
kerja di masa depan. Metode peramalan kuantitatif dapat melibatkan
penggunaan teknik matematika atau statistik, seperti time series
analysis, analisis regresi, atau model matematika lainnya untuk
memperoleh perkiraan kebutuhan tenaga kerja

c. Penarikan tenaga kerja :


1) Pengertian penarikan pegawai : Menurut T. Hani Handoko, seorang pakar
manajemen sumber daya manusia (SDM) asal Indonesia, penarikan pegawai
adalah suatu proses yang melibatkan pencarian, seleksi, dan penerimaan
sumber daya manusia yang potensial dan berkualitas untuk mengisi posisi
yang dibutuhkan dalam suatu organisasi. Dalam proses penarikan pegawai,
organisasi akan melakukan langkah-langkah untuk mengidentifikasi calon
pegawai yang sesuai dengan kualifikasi, kemampuan, dan kebutuhan
organisasi, serta melakukan seleksi untuk memilih pegawai yang paling
cocok untuk posisi yang tersedia.
2) Dasar penarikan pegawai : Berikut adalah beberapa dasar penarikan pegawai
menurut T. Hani Handoko:
1. Perencanaan Penarikan Pegawai: Menurut Hani Handoko,
penarikan pegawai harus dimulai dengan perencanaan yang matang.
Hal ini melibatkan identifikasi kebutuhan organisasi dalam hal
jumlah, jenis, dan kualifikasi pegawai yang diperlukan.
Perencanaan yang baik akan membantu organisasi dalam
mengidentifikasi sumber daya manusia yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan organisasi.
2. Seleksi Sumber Daya Manusia: Hani Handoko menekankan
pentingnya seleksi sumber daya manusia yang baik dalam proses
penarikan pegawai. Seleksi yang baik akan membantu memilih
calon pegawai yang memiliki kualifikasi, kompetensi, dan potensi
yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Proses seleksi yang baik
juga akan mengurangi risiko penerimaan pegawai yang tidak sesuai
dengan posisi yang ada.
3. Pemasaran Organisasi: Hani Handoko menyatakan bahwa
penarikan pegawai juga melibatkan pemasaran organisasi sebagai
tempat kerja yang menarik bagi calon pegawai. Organisasi harus
mempromosikan citra positif dan keunggulan sebagai tempat kerja
yang menarik, sehingga dapat mengundang minat calon pegawai
untuk bergabung. Pemasaran organisasi dapat dilakukan melalui
berbagai saluran, seperti media sosial, website perusahaan, dan
kegiatan promosi lainnya.
4. Diversifikasi dan Inklusi: Hani Handoko juga menekankan
pentingnya diversifikasi dan inklusi dalam penarikan pegawai.
Diversifikasi mengacu pada upaya untuk memperoleh variasi dalam
hal karakteristik pegawai, seperti latar belakang etnis, gender, dan
keberagaman lainnya. Inklusi mengacu pada upaya untuk
menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, di mana setiap pegawai
merasa dihargai dan diterima tanpa memandang perbedaan.
Penarikan pegawai yang inklusif akan meningkatkan keragaman
dalam organisasi dan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif.
5. Evaluasi Hasil Penarikan Pegawai: Hani Handoko menekankan
pentingnya melakukan evaluasi terhadap hasil penarikan pegawai.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur efektivitas proses penarikan
pegawai, serta memperbaiki proses penarikan pegawai di masa
depan. Evaluasi dapat melibatkan pengukuran kualitas pegawai
yang direkrut, tingkat retensi pegawai, serta penilaian terhadap
performa dan kontribusi pegawai dalam organisasi
3) Sumber-sumber penarikan pegawai : Berikut adalah beberapa sumber
penarikan pegawai menurut T. Hani Handoko:
1. Internal Promotion (promosi internal): Penarikan pegawai dari
dalam organisasi yang sudah ada, di mana pegawai yang berprestasi
dan memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk naik jabatan atau
berpindah ke posisi yang lebih tinggi dalam organisasi.
2. Rekomendasi Karyawan (employee referral): Penarikan pegawai
melalui rekomendasi dari karyawan yang sudah ada dalam
organisasi. Biasanya, organisasi memberikan insentif kepada
karyawan yang berhasil merekomendasikan calon pegawai yang
kemudian direkrut.
3. Pengumuman Internal (internal announcement): Penarikan pegawai
melalui pengumuman yang diberikan secara internal di dalam
organisasi, baik melalui papan pengumuman, email, atau media
internal lainnya. Pegawai yang berminat dan memenuhi syarat dapat
mengajukan diri sebagai calon pegawai yang direkrut.
4. Pusat Karir (career center): Penarikan pegawai melalui pusat karir
yang dikelola oleh organisasi atau lembaga terkait. Pusat karir ini
berfungsi sebagai tempat para calon pegawai mencari informasi
tentang lowongan pekerjaan dan mengajukan lamaran kerja.
5. Job Fair (pesta kerja): Penarikan pegawai melalui pameran atau
acara khusus yang diadakan oleh organisasi atau pihak ketiga, di
mana organisasi dapat berinteraksi langsung dengan para calon
pegawai potensial yang menghadiri acara tersebut.
6. Rekrutmen Online (online recruitment): Penarikan pegawai melalui
media online, seperti situs web rekrutmen, portal kerja, atau media
sosial. Organisasi dapat memasang iklan lowongan pekerjaan atau
mengundang calon pegawai untuk mengirimkan lamaran secara
online.
7. Seleksi Eksternal (external selection): Penarikan pegawai dari luar
organisasi melalui proses seleksi yang melibatkan tes, wawancara,
atau penilaian lainnya untuk menemukan calon pegawai yang paling
sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan oleh
organisasi.
8. Kampus (campus recruitment): Penarikan pegawai melalui
kerjasama dengan institusi pendidikan, seperti universitas atau
perguruan tinggi, di mana organisasi menghadiri acara karir di
kampus atau melakukan seleksi langsung terhadap lulusan yang
potensial.
4) Kendala-kendala penarikan pegawai : kendala yang mungkin diidentifikasi
oleh T. Hani Handoko, antara lain:
1. Persaingan pasar kerja yang ketat: T. Hani Handoko mungkin
menganggap bahwa persaingan di pasar kerja yang ketat dapat
menjadi kendala dalam penarikan pegawai. Ketika persaingan untuk
mendapatkan pekerjaan yang baik tinggi, perusahaan harus bersaing
dengan perusahaan lain untuk menarik calon pegawai yang
berkualitas. Hal ini dapat mempengaruhi proses penarikan pegawai,
mengingat calon pegawai memiliki banyak pilihan dan perusahaan
harus mampu menawarkan paket remunerasi dan fasilitas yang
kompetitif agar bisa bersaing.
2. Kualifikasi pegawai yang tidak sesuai: T. Hani Handoko mungkin
menganggap bahwa salah satu kendala dalam penarikan pegawai
adalah kesulitan menemukan calon pegawai yang memiliki
kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses
seleksi dan rekrutmen yang cermat harus dilakukan untuk
memastikan bahwa calon pegawai memiliki kualifikasi yang
diperlukan, termasuk keterampilan, pengalaman, dan pendidikan
yang relevan.
3. Tren perputaran pegawai yang tinggi: T. Hani Handoko mungkin
menganggap bahwa perputaran pegawai yang tinggi atau tingkat
turnover yang tinggi dapat menjadi kendala dalam penarikan
pegawai. Jika perusahaan menghadapi masalah perputaran pegawai
yang tinggi, maka mereka harus terus-menerus mencari pengganti
untuk posisi yang kosong, yang dapat mengganggu kelancaran
operasional perusahaan dan meningkatkan biaya rekrutmen.
4. Branding perusahaan yang kurang menarik: T. Hani Handoko
mungkin menganggap bahwa branding perusahaan yang kurang
menarik atau kurang dikenal oleh calon pegawai dapat menjadi
kendala dalam penarikan pegawai. Perusahaan dengan citra yang
buruk atau kurang terkenal mungkin kesulitan menarik calon
pegawai yang berkualitas. Oleh karena itu, perusahaan perlu
memperkuat branding mereka sebagai tempat kerja yang menarik
dan mempromosikan nilai-nilai perusahaan yang menarik bagi calon
pegawai.
5. Keterbatasan anggaran rekrutmen: T. Hani Handoko mungkin
menganggap bahwa keterbatasan anggaran rekrutmen dapat
menjadi kendala dalam penarikan pegawai. Proses rekrutmen yang
efektif memerlukan biaya yang signifikan, termasuk biaya
pemasangan iklan lowongan kerja, biaya seleksi, dan biaya
onboarding bagi pegawai baru. Jika perusahaan memiliki anggaran
rekrutmen yang terbatas, mereka mungkin harus mencari cara yang
lebih kreatif dan efisien untuk menarik pegawai berkualitas.
6. Kurangnya sumber daya internal untuk penarikan pegawai: T. Hani
Handoko mungkin menganggap bahwa kurangnya sumber daya
internal, seperti tim rekrutmen yang terlatih atau sistem manajemen
talenta yang efektif, dapat menjadi kendala dalam penarikan

5) Metode-metode / Saluran-saluran penarikan pegawai : Menurut T. Hani


Handoko, terdapat empat saluran penarikan pegawai yang dapat dilakukan
oleh suatu organisasi. Keempat saluran penarikan pegawai tersebut adalah:
1. Saluran Formal Internal: Penarikan pegawai dilakukan melalui
saluran formal yang sudah ada di dalam organisasi. Saluran ini
mencakup proses perekrutan pegawai yang dilakukan dari
kalangan pegawai yang sudah ada di dalam organisasi, seperti
promosi atau rotasi jabatan. Keuntungan dari saluran ini adalah
pegawai yang dipromosikan atau dipindahkan sudah memiliki
pemahaman yang cukup terhadap organisasi dan budaya kerjanya.
2. Saluran Formal Eksternal: Penarikan pegawai dilakukan melalui
saluran formal dari luar organisasi, seperti melalui iklan lowongan
kerja, perekrutan melalui agen pencari kerja, atau rekrutmen dari
institusi pendidikan. Saluran ini dapat membantu organisasi untuk
mendapatkan pegawai dengan keterampilan atau pengalaman
tertentu yang belum dimiliki oleh pegawai yang sudah ada di
dalam organisasi.
3. Saluran Informal Internal: Penarikan pegawai dilakukan melalui
saluran informal yang ada di dalam organisasi, seperti pengajuan
kandidat dari pegawai yang sudah ada atau referensi dari pegawai
yang sudah bekerja di dalam organisasi. Saluran informal ini dapat
memanfaatkan jaringan internal yang ada di dalam organisasi
untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
4. Saluran Informal Eksternal: Penarikan pegawai dilakukan melalui
saluran informal dari luar organisasi, seperti pengajuan kandidat
dari pihak eksternal atau referensi dari pihak eksternal, seperti
rekan bisnis, rekan profesional, atau teman pribadi. Saluran ini
dapat membantu organisasi untuk mendapatkan pegawai yang
mungkin tidak ditemukan melalui saluran formal.
d. Seleksi pegawai ;
1) Pengertian Seleksi : Hani Handoko menyatakan bahwa seleksi adalah suatu
proses yang kompleks yang melibatkan pengumpulan, penilaian, dan
pemilihan data mengenai calon karyawan. Proses seleksi tersebut bertujuan
untuk mengidentifikasi individu yang memiliki kompetensi, keterampilan,
pengetahuan, pengalaman, dan potensi yang diperlukan untuk dapat
menjalankan tugas-tugas pekerjaan dengan baik. Seleksi juga bertujuan
untuk memastikan bahwa individu yang dipilih adalah individu yang paling
sesuai dengan nilai, budaya, dan strategi organisasi.
2) Teknik-teknik / langkah-langkah seleksi pegawai : Berikut adalah beberapa
teknik atau langkah-langkah seleksi pegawai yang dapat diambil dari
pandangan T. Hani Handoko:
1. Menyusun Profil Jabatan: Langkah pertama dalam seleksi pegawai
adalah menyusun profil jabatan yang jelas dan terperinci. Profil
jabatan harus mencakup tanggung jawab, kualifikasi, kompetensi,
dan kriteria lain yang diperlukan untuk posisi yang sedang dibuka.
2. Pengumuman Lowongan: Setelah profil jabatan selesai disusun,
langkah selanjutnya adalah mengumumkan lowongan kepada calon
pelamar. Pengumuman ini dapat dilakukan melalui media internal
perusahaan atau media eksternal seperti portal karir, situs web, atau
media sosial.
3. Seleksi Administratif: Setelah pendaftaran ditutup, dilakukan
seleksi administratif untuk menyaring calon pelamar yang
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam profil jabatan.
Langkah ini melibatkan pengecekan dokumen seperti CV, surat
lamaran, dan dokumen pendukung lainnya.
4. Tes Seleksi: Calon pelamar yang lolos seleksi administratif
kemudian akan mengikuti berbagai tes seleksi sesuai dengan profil
jabatan yang dibutuhkan, seperti tes kemampuan verbal, tes
kemampuan numerik, tes kepribadian, atau tes kompetensi teknis.
5. Wawancara: Calon pelamar yang telah melewati tes seleksi dapat
diundang untuk mengikuti wawancara. Wawancara dapat dilakukan
dalam berbagai format, seperti wawancara individu, wawancara
panel, atau wawancara bersama dengan tim penilai.
6. Referensi: Setelah wawancara, dapat dilakukan pemeriksaan
referensi terhadap calon pelamar yang dianggap cocok. Referensi
dapat diperoleh dari mantan atasan, rekan kerja, atau pihak yang
memiliki hubungan bisnis dengan calon pelamar.
7. Penilaian Akhir: Setelah seluruh tahap seleksi selesai, tim seleksi
akan melakukan penilaian akhir untuk menentukan calon pegawai
yang paling sesuai dengan profil jabatan yang dibutuhkan. Penilaian
ini dapat berdasarkan hasil tes, wawancara, dan pemeriksaan
referensi.
8. Keputusan dan Penawaran Kerja: Calon pegawai yang dinyatakan
lolos seleksi akan diberikan penawaran kerja. Penawaran kerja harus
disampaikan secara tertulis, dan berisi informasi mengenai gaji,
tunjangan, fasilitas, dan persyaratan lainnya.
9. Follow-up: Setelah diterima, calon pegawai yang telah diterima
harus diberikan follow-up untuk persiapan awal sebelum mulai
bekerja, seperti pemberian orientasi, pengenalan lingkungan kerja,
dan pengaturan administrasi pegawai baru.

3) Pendekatan-pendekatan seleksi pegawai :


Berikut adalah beberapa pendekatan seleksi pegawai menurut T. Hani
Handoko:

1. Pendekatan Kualifikasi
Pendekatan ini menekankan pada kualifikasi atau kompetensi yang
dimiliki oleh calon pegawai. Calon pegawai dievaluasi berdasarkan
pendidikan, pengalaman kerja, keahlian, dan keterampilan yang
relevan dengan posisi yang akan diisi. Pendekatan kualifikasi ini
cenderung objektif karena menggunakan kriteria yang dapat diukur
untuk mengevaluasi calon pegawai.

2. Pendekatan Psikologi
Pendekatan ini menitikberatkan pada aspek psikologis calon
pegawai, seperti kepribadian, minat, nilai-nilai, dan motivasi. Metode
yang digunakan dalam pendekatan ini antara lain tes psikologi,
wawancara psikologi, atau penilaian perilaku. Pendekatan ini
bertujuan untuk memahami karakteristik psikologis calon pegawai
yang dapat mempengaruhi kinerja mereka di tempat kerja.

3. Pendekatan Sosial
Pendekatan ini memperhatikan hubungan sosial dan kemampuan
berkomunikasi calon pegawai. Calon pegawai dievaluasi berdasarkan
kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan orang lain, bekerja
dalam tim, serta memahami dan mengelola dinamika sosial di
lingkungan kerja. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan
ini antara lain simulasi situasi sosial, tes kepemimpinan, atau
penilaian kemampuan berkomunikasi.

4. Pendekatan Proses
Pendekatan ini menekankan pada proses seleksi sebagai suatu sistem
yang terintegrasi. Proses seleksi dilihat sebagai serangkaian langkah
yang saling terkait, dimulai dari perencanaan seleksi, pengumuman
lowongan, penerimaan lamaran, penilaian, hingga pengambilan
keputusan akhir. Pendekatan ini memastikan bahwa setiap tahap
dalam proses seleksi dilakukan secara teliti dan obyektif, serta
mengikuti prinsip-prinsip yang telah ditetapkan

4) Tingkatan seleksi : T. Hani Handoko, dalam bukunya yang terkenal


"Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia", mengemukakan bahwa
seleksi pegawai dapat dilakukan dalam empat tingkatan, yaitu sebagai
berikut:
1. Seleksi Administratif Tingkatan pertama dalam seleksi pegawai
menurut T. Hani Handoko adalah seleksi administratif. Pada
tingkatan ini, calon pegawai akan dinilai berdasarkan persyaratan
administratif yang telah ditetapkan, seperti kelengkapan dokumen,
kualifikasi pendidikan, pengalaman kerja, serta kompetensi-
kompetensi yang diperlukan untuk jabatan yang dilamar.
2. Seleksi Psikologi Tingkatan kedua adalah seleksi psikologi, di mana
calon pegawai akan dinilai berdasarkan aspek psikologisnya. Proses
seleksi ini melibatkan tes psikologi, seperti tes kepribadian, tes
intelegensi, serta tes keterampilan dan kemampuan lainnya yang
relevan dengan jabatan yang dilamar. Tujuan dari seleksi psikologi
adalah untuk mengidentifikasi kesesuaian antara karakteristik
psikologis calon pegawai dengan tuntutan pekerjaan yang akan
diemban.
3. Seleksi Wawancara Tingkatan ketiga adalah seleksi wawancara. Pada
tahap ini, calon pegawai yang telah melewati seleksi administratif dan
seleksi psikologi akan diwawancarai oleh pihak perusahaan.
Wawancara dilakukan untuk menggali informasi lebih lanjut tentang
pengalaman kerja, motivasi, serta kualifikasi calon pegawai. Selain
itu, wawancara juga dapat digunakan untuk menguji kemampuan
berkomunikasi dan kemampuan interpersonal calon pegawai.
4. Seleksi Kesehatan dan Kesesuaian Jabatan Tingkatan terakhir adalah
seleksi kesehatan dan kesesuaian jabatan. Pada tahap ini, calon
pegawai akan menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
bahwa mereka dalam kondisi fisik dan mental yang baik untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab yang akan diemban. Selain
itu, seleksi kesehatan juga dapat digunakan untuk memastikan
kesesuaian antara kondisi kesehatan calon pegawai dengan tuntutan
pekerjaan yang akan dijalankan.

3. PENGEMBANGAN TENAGA KERJA


a. Pendidikan dan pelatihan :
1) Pengertian Pendidikan, pengertian pelatihan dan perbedaan nya : Berikut
adalah pengertian pendidikan dan pengertian pelatihan menurut T. Hani
Handoko:
1. Pendidikan adalah suatu proses yang melibatkan transfer pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dari satu individu atau kelompok individu
kepada individu atau kelompok individu lainnya, melalui metode dan
teknik yang terorganisir. Pendidikan bertujuan untuk menghasilkan
perubahan yang positif dalam perilaku, pemahaman, dan pemikiran
individu atau kelompok individu yang sedang belajar.
2. Pelatihan adalah suatu proses yang melibatkan pemberian
pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman khusus kepada individu
atau kelompok individu, untuk meningkatkan kompetensi atau
keterampilan mereka dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan atau
kegiatan tertentu. Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kinerja
individu atau kelompok individu dalam lingkungan kerja atau kegiatan
tertentu.
Dalam pandangannya, terdapat perbedaan antara pendidikan dan pelatihan,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendidikan: Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang lebih
luas dan komprehensif yang bertujuan untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap individu secara
menyeluruh. Pendidikan cenderung bersifat formal dan sistematis,
melibatkan proses belajar-mengajar di lembaga pendidikan seperti
sekolah, universitas, atau institusi pendidikan lainnya. Pendidikan
dapat mencakup berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, seni,
budaya, dan sejarah.
2. Pelatihan: Pelatihan, di sisi lain, adalah suatu proses yang lebih spesifik
dan terfokus pada pengembangan keterampilan atau kompetensi
tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan
tertentu. Pelatihan cenderung bersifat praktis dan berorientasi pada
aplikasi langsung dalam konteks pekerjaan atau pekerjaan tertentu.
Pelatihan dapat dilakukan di dalam atau di luar lingkungan kerja, dan
dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan keterampilan teknis, pelatihan
kepemimpinan, pelatihan pemasaran, dan sebagainya.
3. Fokus: Pendidikan cenderung lebih berfokus pada pengembangan
pengetahuan, pemahaman konseptual, dan pengembangan sikap serta
nilai-nilai, sedangkan pelatihan lebih fokus pada pengembangan
keterampilan yang spesifik dan dapat diterapkan secara praktis dalam
konteks kerja atau pekerjaan tertentu.
4. Tujuan: Tujuan pendidikan umumnya lebih jangka panjang, dengan
fokus pada pengembangan individu secara menyeluruh dan
pembentukan pribadi yang lebih baik. Sedangkan tujuan pelatihan
umumnya lebih spesifik dan jangka pendek, dengan fokus pada
meningkatkan keterampilan individu dalam konteks pekerjaan atau
tugas tertentu.
5. Metode: Metode pendidikan cenderung lebih beragam, melibatkan
proses pembelajaran formal, seperti pengajaran kelas, diskusi, riset,
dan penilaian. Sedangkan metode pelatihan cenderung lebih praktis
dan langsung, melibatkan pelatihan langsung, simulasi, latihan
keterampilan, dan evaluasi kinerja

2) Komponen-komponen Pendidikan dan pelatihan : Menurut T. Hani


Handoko, komponen-komponen pendidikan dan pelatihan terdiri dari:
1. Tujuan (Objectives): Tujuan pendidikan dan pelatihan harus jelas dan
spesifik. Tujuan ini harus dapat menggambarkan apa yang ingin
dicapai melalui pendidikan dan pelatihan, baik dalam hal pengetahuan,
keterampilan, maupun sikap.
2. Materi (Material): Materi pendidikan dan pelatihan harus relevan dan
sesuai dengan kebutuhan peserta. Materi harus disusun dengan baik
dan disajikan secara sistematis agar dapat dipahami dengan mudah oleh
peserta.
3. Metode (Methods): Metode yang digunakan dalam pendidikan dan
pelatihan harus efektif dan dapat menghasilkan hasil yang diinginkan.
Metode yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik peserta, materi
yang disampaikan, serta lingkungan pendidikan dan pelatihan.
4. Media (Media): Media yang digunakan dalam pendidikan dan
pelatihan dapat beragam, seperti buku, modul, video, presentasi,
simulasi, atau metode pembelajaran lainnya. Pemilihan media harus
memperhatikan keefektifan dan keefisienan dalam menyampaikan
materi kepada peserta.
5. Pengajar/Fasilitator (Instructor/Facilitator): Pengajar atau fasilitator
pendidikan dan pelatihan harus memiliki kompetensi yang cukup
dalam bidang yang diajarkan. Pengajar harus mampu menyampaikan
materi dengan baik, memahami kebutuhan peserta, dan dapat
mengelola proses pembelajaran dengan efektif.
6. Peserta (Participants): Peserta pendidikan dan pelatihan adalah
komponen penting dalam proses pendidikan dan pelatihan. Peserta
harus memiliki motivasi dan minat dalam mengikuti pendidikan dan
pelatihan, serta aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
7. Evaluasi (Evaluation): Evaluasi pendidikan dan pelatihan digunakan
untuk mengukur pencapaian tujuan pembelajaran. Evaluasi dapat
dilakukan secara formatif (sepanjang proses pendidikan dan pelatihan)
dan sumatif (setelah proses pendidikan dan pelatihan selesai). Evaluasi
dapat menggunakan berbagai metode, seperti tes, observasi, atau
penilaian kinerja.
8. Lingkungan (Environment): Lingkungan pendidikan dan pelatihan
harus mendukung proses pembelajaran. Lingkungan yang kondusif
dapat mencakup fasilitas fisik, sarana dan prasarana, serta iklim
organisasi yang mendukung pembelajaran
3) Berikut adalah beberapa poin penting mengenai analisis kebutuhan
pendidikan dan pelatihan menurut T. Hani Handoko:
1. Identifikasi Kebutuhan: Analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan
harus dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang jelas. Hal ini
melibatkan pengumpulan data mengenai keterampilan, pengetahuan,
dan kompetensi yang diperlukan oleh karyawan dalam organisasi. Data
dapat diperoleh melalui survei, wawancara, atau observasi langsung.
2. Prioritaskan Kebutuhan: Setelah identifikasi kebutuhan dilakukan,
langkah selanjutnya adalah menggolongkan kebutuhan tersebut
berdasarkan prioritas. T. Hani Handoko menekankan pentingnya
menentukan kebutuhan yang paling kritis dan strategis bagi organisasi
agar pendidikan dan pelatihan yang diberikan dapat efektif dan efisien.
3. Sesuaikan dengan Tujuan Organisasi: Analisis kebutuhan pendidikan
dan pelatihan harus selaras dengan tujuan organisasi. T. Hani Handoko
menekankan bahwa pendidikan dan pelatihan harus dirancang untuk
memastikan pencapaian tujuan organisasi, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
4. Identifikasi Metode dan Materi Pembelajaran: Setelah kebutuhan
diprioritaskan, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi metode dan
materi pembelajaran yang sesuai. Metode pembelajaran dapat
beragam, seperti pelatihan klasikal, pelatihan on-the-job, pelatihan
online, atau kombinasi dari beberapa metode. Materi pembelajaran
harus disesuaikan dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi
sebelumnya.
5. Evaluasi dan Penyempurnaan: T. Hani Handoko menekankan
pentingnya evaluasi terhadap pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
serta dampaknya terhadap karyawan dan organisasi. Evaluasi ini dapat
dilakukan melalui pengukuran hasil pembelajaran, feedback dari
peserta, dan observasi langsung. Setelah evaluasi dilakukan, langkah
selanjutnya adalah melakukan penyempurnaan untuk memastikan
efektivitas dan efisiensi dari program pendidikan dan pelatihan.
6. Perencanaan Anggaran: Perencanaan anggaran juga merupakan bagian
penting dari analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan. T. Hani
Handoko menekankan pentingnya alokasi anggaran yang memadai
untuk pendidikan dan pelatihan sebagai investasi jangka panjang bagi
organisasi.
7. Dukungan Top Manajemen: T. Hani Handoko menekankan pentingnya
dukungan dari top manajemen dalam pelaksanaan analisis kebutuhan
pendidikan dan pelatihan. Top manajemen harus memberikan
komitmen dan dukungan yang kuat terhadap program pendidikan dan
pelatihan sebagai
4) Tujuan Pendidikan dan pelatihan : Menurut T. Hani Handoko, tujuan
pendidikan dan pelatihan adalah untuk mengembangkan kompetensi atau
keterampilan karyawan agar dapat menghadapi tantangan dan tuntutan
pekerjaan yang semakin kompleks. Tujuan pendidikan dan pelatihan
menurut T. Hani Handoko antara lain:
1. Meningkatkan Produktivitas
2. Pengembangan Karir
3. Peningkatan Kualitas Karyawan
4. Penyesuaian dengan Perubahan
5. Peningkatan Kepuasan Kerja
6. Pengembangan Kepemimpinan
5) Metode-metode Pendidikan dan pelatihan : Berikut adalah beberapa metode
pendidikan dan pelatihan menurut T. Hani Handoko:
1. Pelatihan On-the-Job (OJT): Metode ini melibatkan pembelajaran
langsung di tempat kerja, di mana karyawan dapat belajar sambil
bekerja. OJT dapat mencakup mentoring, pelatihan kerja yang berbasis
pada proyek, atau rotasi kerja untuk menggali berbagai pengalaman.
2. Pelatihan Kelompok: Metode ini melibatkan pelatihan dalam kelompok
dengan pendekatan kolaboratif. Kelompok dapat belajar dari
pengalaman satu sama lain, saling berdiskusi, berbagi ide, dan
berpartisipasi dalam latihan berbasis kelompok.
3. Pelatihan In-Class: Metode ini melibatkan pelatihan yang disampaikan
dalam kelas atau ruang belajar dengan pendekatan yang lebih formal,
seperti kuliah, presentasi, atau diskusi terstruktur.
4. Role Playing: Metode ini melibatkan simulasi peran, di mana peserta
pelatihan berperan sebagai karakter dalam situasi tertentu untuk
mempraktikkan keterampilan atau pengetahuan yang diperlukan.
5. Studi Kasus: Metode ini melibatkan pembelajaran dari kasus nyata atau
skenario yang terjadi dalam konteks organisasi atau lingkungan kerja
untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang
situasi dan solusi yang mungkin.
6. E-Learning: Metode ini melibatkan penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi untuk memberikan pelatihan melalui platform digital,
seperti modul pembelajaran online, video tutorial, atau platform
pembelajaran berbasis web.
7. Coaching dan Mentoring: Metode ini melibatkan pendekatan satu lawan
satu, di mana seorang individu yang lebih berpengalaman (coach atau
mentor) memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan kepada
individu yang sedang dilatih.
8. Program Rotasi Kerja: Metode ini melibatkan pemberian kesempatan
bagi karyawan untuk bekerja di berbagai posisi atau departemen dalam
organisasi untuk mengembangkan pemahaman yang holistik tentang
operasional dan kinerja organisasi.
9. Pelatihan Berbasis Proyek: Metode ini melibatkan pelatihan yang
terfokus pada proyek nyata atau tugas yang relevan dengan pekerjaan
karyawan. Karyawan akan belajar sambil melakukan proyek, sehingga
dapat mengaplikasikan langsung keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan.
10. Pelatihan Berkelanjutan: Metode ini melibatkan pendekatan
berkesinambungan dalam pelatihan, di mana karyawan diberikan
kesempatan untuk mengikuti pelatihan secara berkala untuk
memperbarui dan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka.
6) Evaluasi Pendidikan dan pelatihan :
1. Evaluasi Hasil (Outcome): Menurut T. Hani Handoko, evaluasi
pendidikan dan pelatihan haruslah difokuskan pada hasil yang dicapai
oleh peserta, seperti peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang relevan dengan tujuan pendidikan atau pelatihan tersebut. Evaluasi
hasil dapat dilakukan melalui tes, tugas, atau penilaian lain yang
mengukur pencapaian peserta setelah mengikuti pendidikan atau
pelatihan.

2. Evaluasi Proses: Selain hasil, T. Hani Handoko juga menekankan


pentingnya evaluasi terhadap proses pendidikan atau pelatihan itu
sendiri. Evaluasi proses mencakup penilaian terhadap metode, materi,
pengajar, dan fasilitas yang digunakan dalam pendidikan atau pelatihan.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pendidikan atau
pelatihan berjalan efektif dan efisien, serta dapat ditingkatkan secara
kontinu.

3. Evaluasi Kepuasan Peserta: Menurut T. Hani Handoko, evaluasi


pendidikan dan pelatihan juga harus melibatkan penilaian terhadap
kepuasan peserta terhadap pendidikan atau pelatihan yang diikuti.
Kepuasan peserta dapat diukur melalui survei atau wawancara yang
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta merasa puas dengan
materi, metode, dan pengajar yang disajikan dalam pendidikan atau
pelatihan.

4. Evaluasi Dampak Organisasi: Selain fokus pada peserta, T. Hani


Handoko juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap dampak
pendidikan atau pelatihan terhadap organisasi atau perusahaan. Evaluasi
ini bertujuan untuk menilai sejauh mana pendidikan atau pelatihan telah
berdampak positif terhadap kinerja organisasi, peningkatan
produktivitas, atau peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh
peserta yang telah mengikuti pendidikan atau pelatihan.
5. Penggunaan Hasil Evaluasi: Menurut T. Hani Handoko, hasil evaluasi
pendidikan atau pelatihan harus digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan yang berorientasi pada perbaikan dan pengembangan. Hasil
evaluasi yang telah diperoleh harus dianalisis dan dipahami untuk
mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki dalam
program pendidikan atau pelatihan yang telah dilaksanakan.
b. Penilaian prestasi kerja
1) Pengertian prestasi kerja dan penilaian prestasi kerja : Pengertian prestasi
kerja menurut T. Hani Handoko, seorang pakar manajemen asal Indonesia,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Prestasi kerja adalah hasil yang diperoleh oleh seorang karyawan atau
pegawai dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, atau pekerjaan
yang telah dipercayakan kepadanya, yang diukur berdasarkan
pencapaian atau kualitas hasil kerja yang diinginkan atau diharapkan
oleh atasan, perusahaan, atau organisasi tempat karyawan atau
pegawai tersebut bekerja. Prestasi kerja dapat dinilai melalui
berbagai indikator, seperti produktivitas, efisiensi, kualitas kerja,
kuantitas kerja, ketepatan waktu, inovasi, kreativitas, kepemimpinan,
serta kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi atau
perusahaan.
• Menurut T. Hani Handoko, penilaian prestasi kerja adalah suatu
proses sistematis dalam mengukur kinerja karyawan berdasarkan
standar atau kriteria yang telah ditetapkan oleh organisasi atau
perusahaan, guna menilai sejauh mana karyawan telah mencapai
target atau hasil kerja yang diharapkan.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja : kepribadian karyawan,
kemampuan dan keterampilan karyawan,lingkungan kerja, insentif dan
pengakuan, keseimbangan kehidupan kerja, dukungan dari atasan, kebijakan
organisasi.
3) Kegunaan-kegunaan penilaian prestasi kerja : evaluasi kinerja, pengambilan
keputusan,peningkatan kinerja, pengembangan karyawan, penilaian
kebijakan pengajian, pengelolaan kinerja.
4) Metode-metode penilaian prestasi kerja: Beberapa metode penilaian prestasi
kerja menurut T. Hani Handoko antara lain:
1. Metode Penilaian Grafik: Metode ini menggunakan grafik atau bagan
sebagai alat untuk memvisualisasikan pencapaian prestasi kerja
karyawan. Grafik tersebut biasanya berisi indikator-indikator kinerja
yang dinilai, dan karyawan akan diberi penilaian berdasarkan
pencapaian mereka terhadap indikator-indikator tersebut.
2. Metode Penilaian Skala: Metode ini menggunakan skala penilaian
yang telah ditetapkan sebelumnya untuk menilai prestasi kerja
karyawan. Skala penilaian dapat berbentuk angka atau kata-kata,
seperti skala 1-5 atau skala "sangat baik", "baik", "cukup", "kurang",
dan "sangat kurang".
3. Metode Penilaian Peringkat: Metode ini melibatkan peringkat atau
perbandingan antara karyawan satu dengan yang lain berdasarkan
prestasi kerja mereka. Karyawan diberi peringkat atau perbandingan
berdasarkan urutan atau tingkat pencapaian prestasi kerja mereka, yang
dapat digunakan untuk menentukan urutan atau ranking karyawan
dalam hal prestasi kerja.
4. Metode Penilaian Checklist: Metode ini menggunakan daftar cek atau
checklist yang berisi kriteria atau indikator prestasi kerja yang harus
dinilai. Penilai akan mengecek atau memberikan tanda pada daftar cek
berdasarkan pencapaian karyawan terhadap indikator-indikator
tersebut.
5. Metode Penilaian Self-Assessment: Metode ini melibatkan penilaian
diri oleh karyawan terhadap pencapaian prestasi kerjanya sendiri.
Karyawan akan diminta untuk menilai dirinya sendiri berdasarkan
kriteria atau indikator yang telah ditetapkan sebelumnya, yang
kemudian dapat digunakan sebagai masukan dalam proses penilaian
prestasi kerja.
6. Metode Penilaian 360 Derajat: Metode ini melibatkan penilaian dari
berbagai pihak yang memiliki hubungan dengan karyawan, seperti
atasan, bawahan, rekan kerja, dan karyawan itu sendiri. Penilaian
dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh, yang mencakup
berbagai aspek prestasi kerja dan kualitas pribadi karyawan.
7. Metode Penilaian Berbasis Kinerja: Metode ini menggunakan data dan
fakta objektif terkait kinerja kerja karyawan, seperti capaian target,
jumlah produksi, atau hasil kualitas kerja sebagai dasar untuk menilai
prestasi kerja karyawan.

5) Ruang lingkup penilaian parestasi kerja : Berikut adalah ruang lingkup


penilaian prestasi kerja menurut T. Hani Handoko:
• Kompetensi: Handoko juga menekankan pentingnya menilai
kompetensi atau kemampuan kerja seorang karyawan. Kompetensi
melibatkan penilaian terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap
kerja yang dimiliki oleh karyawan. Penilaian kompetensi dapat
dilakukan melalui tes, observasi, atau penilaian diri oleh karyawan itu
sendiri.
• Perilaku Kerja: Selain hasil kerja dan kompetensi, Handoko juga
menyarankan untuk menilai perilaku kerja karyawan. Perilaku kerja
melibatkan aspek seperti kedisiplinan, kerjasama, inisiatif, etika
kerja, dan sikap terhadap atasan, rekan kerja, dan pekerjaan itu
sendiri. Penilaian perilaku kerja dapat dilakukan melalui observasi,
pengamatan, dan umpan balik dari atasan, rekan kerja, atau
pelanggan.
• Pengembangan Potensi: Handoko juga menganggap penting untuk
menilai potensi pengembangan karyawan. Penilaian potensi
melibatkan identifikasi potensi karir dan pengembangan karyawan
untuk meningkatkan kualitas dan kapabilitas mereka di masa depan.
Penilaian potensi dapat melibatkan identifikasi kekuatan, kelemahan,
minat, dan ambisi karyawan, serta perencanaan pengembangan karir
yang sesuai.
• Konteks Kerja: Menurut Handoko, penilaian prestasi kerja harus
dilakukan dengan mempertimbangkan konteks kerja karyawan.
Konteks kerja melibatkan faktor-faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan, seperti lingkungan kerja, kondisi
kerja, sumber daya yang tersedia, dan peran serta tanggung jawab
dalam organisasi. Penilaian prestasi kerja yang baik harus
mempertimbangkan faktor-faktor konteks kerja ini untuk
menghindari penilaian yang tidak adil atau tidak akurat.

6) Unsur-unsur yang dinilai : Kuantitas: Unsur ini mengacu pada seberapa


banyak karyawan telah menghasilkan atau menyelesaikan tugas yang
diberikan dalam periode penilaian. Kuantitas bisa diukur dalam bentuk
jumlah produk yang diproduksi, jumlah proyek yang diselesaikan, atau
jumlah tugas yang berhasil diselesaikan.
• Kualitas: Unsur ini mengacu pada seberapa baik hasil kerja yang
dihasilkan oleh karyawan. Kualitas bisa diukur dalam bentuk
keakuratan, ketepatan waktu, atau standar kualitas yang telah
ditetapkan.
• Inisiatif: Unsur ini mengacu pada kemampuan karyawan untuk
mengambil inisiatif dan tanggung jawab dalam pekerjaan mereka.
Inisiatif bisa diukur dalam bentuk kemampuan untuk menghadapi
tantangan, mengidentifikasi dan memecahkan masalah, serta
memberikan kontribusi baru untuk perusahaan.
• Kerjasama: Unsur ini mengacu pada kemampuan karyawan untuk
bekerja dalam tim dan berkolaborasi dengan rekan kerja lainnya.
Kerjasama bisa diukur dalam bentuk kemampuan untuk berbagi
pengetahuan, memberikan dukungan kepada rekan kerja, dan
berkontribusi dalam mencapai tujuan tim.
• Kedisiplinan: Unsur ini mengacu pada ketaatan karyawan terhadap
aturan dan prosedur perusahaan, termasuk kehadiran yang baik,
ketaatan terhadap jadwal kerja, serta pemenuhan tugas sesuai dengan
target yang ditetapkan.
• Sikap kerja: Unsur ini mengacu pada sikap positif karyawan terhadap
pekerjaan, seperti motivasi, antusiasme, dan dedikasi dalam
menjalankan tugas-tugas mereka.
• Kemampuan belajar dan beradaptasi: Unsur ini mengacu pada
kemampuan karyawan untuk terus belajar, mengembangkan
keterampilan baru, dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan
kerja yang terjadi.
• Etika kerja: Unsur ini mengacu pada perilaku etis karyawan dalam
menjalankan tugas-tugas mereka, termasuk integritas, kejujuran, dan
tanggung jawab.
• Hasil kerja: Unsur ini mengacu pada pencapaian hasil kerja karyawan
dalam mencapai target atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
7) Kendala-kendala/masalah dalam penilaian : Beberapa kendala dalam
penilaian prestasi kerja menurut T. Hani Handoko antara lain:
• Subyektivitas: Penilaian prestasi kerja dapat menjadi subyektif
karena dipengaruhi oleh pandangan, preferensi, atau penilaian pribadi
dari penilai. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakadilan dalam
penilaian prestasi kerja karena penilai mungkin tidak mampu
melakukan penilaian yang obyektif dan adil terhadap kinerja
karyawan.
• Bias penilai: Penilai seringkali terpengaruh oleh bias pribadi atau bias
sosial dalam melakukan penilaian prestasi kerja. Bias ini dapat
meliputi bias ras, gender, usia, atau kesamaan minat antara penilai
dan karyawan yang dinilai. Hal ini dapat mengakibatkan penilaian
yang tidak akurat dan tidak objektif.
• Keterbatasan informasi: Penilaian prestasi kerja memerlukan data dan
informasi yang akurat tentang kinerja karyawan. Namun, seringkali
informasi yang diperoleh untuk penilaian prestasi kerja terbatas dan
tidak lengkap. Hal ini dapat menyebabkan penilaian yang tidak akurat
dan tidak komprehensif tentang kinerja karyawan.
• Kurangnya standar penilaian yang jelas: Penilaian prestasi kerja harus
didasarkan pada standar yang jelas dan obyektif. Namun, dalam
beberapa kasus, standar penilaian yang digunakan tidak jelas atau
tidak konsisten. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan dalam
penilaian antara penilai yang berbeda, serta penilaian yang tidak
akurat dan tidak konsisten terhadap kinerja karyawan.
• Kurangnya keterlibatan karyawan: Karyawan yang dinilai harus
terlibat dalam proses penilaian prestasi kerja untuk memastikan
keadilan dan akurasi penilaian. Namun, dalam beberapa kasus,
karyawan tidak diberikan kesempatan untuk memberikan masukan
atau memberikan umpan balik terhadap penilaian mereka. Hal ini
dapat mengakibatkan kurangnya keberagaman sudut pandang dan
kurangnya akuntabilitas dalam penilaian prestasi kerja.
• Kurangnya pelatihan penilai: Penilaian prestasi kerja memerlukan
keterampilan khusus dalam mengumpulkan data, mengobservasi, dan
membuat penilaian yang obyektif. Namun, seringkali penilai tidak
dilibatkan dalam pelatihan yang cukup untuk meningkatkan
keterampilan penilaian mereka. Hal ini dapat mengakibatkan
penilaian yang tidak akurat dan tidak obyektif terhadap kinerja
karyawan.

c. Pengembangan Karier
1) Pengertian karier : menurut T. Hani Handoko, karier adalah suatu perjalanan
yang mencakup berbagai tahap, mulai dari awal karier hingga puncak karier,
yang dapat mencakup berbagai bidang, industri, dan posisi. Karier juga
melibatkan pencapaian tujuan, peningkatan kompetensi, peningkatan
tanggung jawab, dan pengembangan diri sebagai individu yang professional
dan kompeten dalam bidangnya.
2) Jalur Karier : Menurut pandangan T. Hani Handoko, jalur karier seseorang
dapat dilihat sebagai perjalanan berkelanjutan dalam mencapai tujuan karier
yang diinginkan. Berikut adalah beberapa konsep yang dapat diambil dari
pandangan T. Hani Handoko tentang jalur karier:
• Perencanaan Karier: T. Hani Handoko menekankan pentingnya
perencanaan karier yang baik. Menurutnya, seorang individu
seharusnya memiliki visi, misi, dan tujuan karier yang jelas untuk
membantu dalam mengarahkan langkah-langkah karier yang akan
diambil.
• Pengembangan Diri: T. Hani Handoko menganggap pengembangan
diri sebagai faktor kunci dalam jalur karier. Pengembangan diri dapat
mencakup peningkatan keterampilan, peningkatan pengetahuan, dan
pemahaman yang lebih baik tentang potensi diri.
• Pendidikan dan Pelatihan: T. Hani Handoko menekankan pentingnya
pendidikan dan pelatihan dalam pengembangan karier. Menurutnya,
individu perlu terus belajar dan mengikuti pelatihan yang relevan
untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan
dalam bidang pekerjaan mereka.
• Pengalaman Kerja: T. Hani Handoko menganggap pengalaman kerja
sebagai salah satu faktor penting dalam jalur karier. Pengalaman kerja
yang beragam dan relevan dapat membantu individu untuk
mengembangkan keterampilan, memahami industri atau sektor kerja
tertentu, serta membangun jaringan profesional.
• Mobilitas Karier: T. Hani Handoko mengakui pentingnya mobilitas
karier dalam mencapai tujuan karier. Mobilitas karier dapat berarti
pindah ke posisi yang lebih tinggi dalam organisasi, atau berpindah
dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk mengembangkan
keterampilan dan pengalaman yang lebih luas.
• Networking: T. Hani Handoko menggarisbawahi pentingnya
membangun jaringan profesional yang kuat untuk memperluas
peluang karier. Menurutnya, menjalin hubungan yang baik dengan
rekan kerja, atasan, atau profesional di bidang yang sama dapat
membuka pintu peluang karier yang lebih luas.
• Pengambilan Keputusan: T. Hani Handoko menekankan pentingnya
kemampuan pengambilan keputusan yang baik dalam jalur karier.
Menurutnya, individu perlu mampu mengambil keputusan yang
bijaksana dan strategis dalam menghadapi pilihan-pilihan karier yang
kompleks.
• Komitmen dan Kerja Keras: T. Hani Handoko mengakui pentingnya
komitmen dan kerja keras dalam mencapai sukses dalam jalur karier.
Menurutnya, individu perlu memiliki tekad dan kedisiplinan untuk
menghadapi tantangan, menghadapi rintangan, dan terus bekerja
keras untuk mencapai tujuan karier yang diinginkan.
3) Sasaran-sasaran karier : Beberapa sasaran karier menurut T. Hani Handoko
antara lain:
• Pengembangan Pribadi: Sasaran ini mencakup pengembangan
kompetensi, keterampilan, dan pengetahuan pribadi yang relevan
dengan pekerjaan yang diinginkan. Ini melibatkan belajar secara terus-
menerus, berpartisipasi dalam pelatihan dan pengembangan, serta
meningkatkan keahlian dalam bidang yang diminati.
• Peningkatan Kinerja: Sasaran ini berfokus pada peningkatan kinerja
kerja yang dapat diukur dengan indikator pencapaian target kerja,
pencapaian hasil yang diharapkan, dan peningkatan kontribusi
terhadap organisasi. Ini melibatkan mengambil tanggung jawab yang
lebih besar, mencapai target kinerja yang ditetapkan, dan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pekerjaan.
• Pengembangan Karier: Sasaran ini melibatkan perencanaan karier
jangka panjang, mencapai posisi yang diinginkan, dan membangun
reputasi yang baik dalam bidang pekerjaan tertentu. Ini melibatkan
identifikasi peluang karier, pengambilan keputusan yang bijaksana
dalam memilih jalur karier yang tepat, dan mengambil tindakan yang
diperlukan untuk mencapainya.
• Pengakuan dan Penghargaan: Sasaran ini mencakup pengakuan dan
penghargaan atas kontribusi yang diberikan dalam pekerjaan. Ini
melibatkan menjadi karyawan yang diakui dan dihargai oleh atasan,
rekan kerja, dan organisasi secara keseluruhan. Ini dapat dicapai
dengan melakukan pekerjaan dengan baik, mencapai pencapaian yang
signifikan, dan berkontribusi dalam proyek atau inisiatif organisasi.
• Keseimbangan Hidup dan Kerja: Sasaran ini berfokus pada mencapai
keseimbangan yang sehat antara kehidupan pribadi dan kerja. Ini
melibatkan mengatur waktu dengan bijaksana, menghindari kelelahan
yang berlebihan, menjaga kesehatan fisik dan mental, serta menjaga
hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman.
• Kepemimpinan dan Pengembangan Tim: Sasaran ini melibatkan
pengembangan keterampilan kepemimpinan dan kemampuan dalam
memimpin tim kerja. Ini melibatkan memimpin dengan contoh,
mengelola konflik, memotivasi anggota tim, dan membangun
hubungan kerjasama yang baik dengan rekan kerja.

4) Bentuk Pengembangan karier pegawai : Beberapa bentuk pengembangan


karier menurut T. Hani Handoko antara lain:
• Rotasi Pekerjaan: Bentuk pengembangan karier ini melibatkan
perpindahan karyawan dari satu posisi atau departemen ke posisi atau
departemen lain dalam organisasi. Rotasi pekerjaan ini dapat
membantu karyawan untuk memperoleh pengalaman yang lebih luas
dan beragam, serta meningkatkan pemahaman mereka tentang
berbagai aspek organisasi. Dengan demikian, karyawan dapat
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam
berbagai bidang.
• Pendidikan dan Pelatihan: Bentuk pengembangan karier ini melibatkan
penyediaan pendidikan dan pelatihan kepada karyawan untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi mereka.
Pelatihan dapat dilakukan secara internal oleh organisasi atau melalui
lembaga eksternal. Pendidikan dan pelatihan dapat membantu
karyawan untuk menghadapi tuntutan pekerjaan yang semakin
kompleks dan meningkatkan kualifikasi mereka untuk posisi yang
lebih tinggi dalam organisasi.
• Mentoring dan Bimbingan: Bentuk pengembangan karier ini
melibatkan pendekatan satu lawan satu antara karyawan yang lebih
berpengalaman (mentor) dan karyawan yang kurang berpengalaman
(mentee). Melalui mentoring dan bimbingan, karyawan dapat
memperoleh nasihat, panduan, dan dukungan dalam menghadapi
tantangan karier mereka. Mentoring dapat membantu mentee untuk
mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan wawasan baru, serta
memperluas jaringan profesional mereka.
• Penghargaan dan Promosi: Bentuk pengembangan karier ini
melibatkan pengakuan terhadap pencapaian dan kontribusi karyawan
dalam organisasi. Penghargaan dapat berupa penghargaan finansial,
promosi, atau peningkatan tanggung jawab. Penghargaan dan promosi
dapat menjadi motivasi bagi karyawan untuk terus mengembangkan
diri mereka, meningkatkan kinerja, dan meraih pencapaian yang lebih
tinggi dalam karier mereka.
• Pengembangan Kepemimpinan: Bentuk pengembangan karier ini
melibatkan peningkatan keterampilan kepemimpinan dan manajerial
karyawan. Hal ini bisa dilakukan melalui program pengembangan
kepemimpinan, pelatihan manajemen, atau penugasan khusus dalam
proyek-proyek kepemimpinan. Pengembangan kepemimpinan dapat
membantu karyawan yang berpotensi menjadi pemimpin yang efektif
di masa depan, dan mempersiapkan mereka untuk posisi manajerial
yang lebih tinggi dalam organisas

4. KOMPENSASI
a. Pengertian kompensasi : Menurut DR. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Drs.,
M.SI., P.Si., seorang pakar dalam bidang manajemen sumber daya manusia,
kompensasi dapat didefinisikan sebagai ganti rugi yang diberikan oleh perusahaan
kepada karyawan sebagai imbalan atas kontribusi mereka dalam pencapaian tujuan
organisasi. Kompensasi melibatkan segala bentuk pembayaran dan manfaat yang
diberikan kepada karyawan, baik dalam bentuk finansial maupun non-finansial,
sebagai balas jasa atas pekerjaan yang dilakukan.

b. Jenis-jenis kompensasi : Berikut adalah beberapa jenis kompensasi menurut DR.


A.A. Anwar Prabu Mangkunegara:
• Kompensasi Finansial: Merupakan bentuk kompensasi yang diberikan
kepada karyawan dalam bentuk uang atau tunai. Jenis kompensasi finansial
meliputi gaji, upah, bonus, tunjangan, komisi, dan fasilitas lainnya yang
bersifat finansial.
• Kompensasi Non-Finansial: Merupakan bentuk kompensasi yang tidak
bersifat finansial atau tidak berhubungan dengan uang. Kompensasi non-
finansial meliputi pengakuan, penghargaan, promosi, pelatihan,
pengembangan karir, kebijakan kerja yang fleksibel, dan lingkungan kerja
yang baik.
• Kompensasi Langsung: Merupakan bentuk kompensasi yang diberikan
langsung kepada karyawan sebagai pengganti pekerjaan yang dilakukan.
Kompensasi langsung meliputi gaji pokok, upah, dan bonus yang diterima
secara teratur.
• Kompensasi Tidak Langsung: Merupakan bentuk kompensasi yang tidak
diberikan langsung kepada karyawan, namun diberikan dalam bentuk
fasilitas atau layanan yang dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Kompensasi tidak langsung meliputi tunjangan kesehatan, tunjangan
pensiun, asuransi kesehatan, cuti, dan liburan.
• Kompensasi Moneter: Merupakan bentuk kompensasi yang berhubungan
dengan uang atau uang tunai yang diberikan kepada karyawan. Kompensasi
moneter meliputi gaji pokok, upah, bonus, dan komisi.
• Kompensasi Non-Moneter: Merupakan bentuk kompensasi yang tidak
berhubungan dengan uang atau uang tunai, namun dapat memberikan nilai
tambah bagi karyawan. Kompensasi non-moneter meliputi pengakuan,
penghargaan, promosi, pelatihan, dan pengembangan karir.
• Kompensasi Primer: Merupakan bentuk kompensasi yang diberikan kepada
karyawan sebagai pengganti pekerjaan yang dilakukan. Kompensasi primer
meliputi gaji pokok, upah, dan bonus yang diterima secara teratur.
• Kompensasi Sekunder: Merupakan bentuk kompensasi yang diberikan
sebagai tambahan dari kompensasi primer. Kompensasi sekunder meliputi
tunjangan kesehatan, tunjangan pensiun, asuransi kesehatan, cuti, liburan,
dan fasilitas lainnya yang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan.

c. Metode kompensasi : Berikut adalah beberapa metode kompensasi yang


dikemukakan oleh DR. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara:
• Metode Gaji dan Upah: Metode ini merupakan metode kompensasi yang
paling umum digunakan dalam praktik bisnis. Gaji dan upah diberikan
kepada karyawan berdasarkan posisi, jabatan, atau tingkat keahlian yang
dimiliki. Metode ini biasanya melibatkan penetapan standar gaji dan upah,
serta penyesuaian berdasarkan performa kerja, pengalaman, dan kebijakan
perusahaan.
• Metode Insentif: Metode ini mengaitkan kompensasi dengan pencapaian
target atau kinerja kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Karyawan akan
menerima tambahan kompensasi berdasarkan pencapaian target yang telah
ditentukan, seperti penjualan, produksi, atau pencapaian individu lainnya.
Metode ini bertujuan untuk memotivasi karyawan untuk mencapai hasil yang
lebih baik.
• Metode Tunjangan: Metode ini memberikan kompensasi dalam bentuk
tunjangan khusus kepada karyawan berdasarkan kondisi atau kebijakan
perusahaan tertentu, seperti tunjangan transportasi, tunjangan perumahan,
tunjangan pendidikan, dan tunjangan lainnya. Tujuannya adalah untuk
memberikan penghargaan kepada karyawan yang memenuhi syarat tertentu
atau memiliki kebutuhan khusus.
• Metode Keuntungan Bersama: Metode ini mengaitkan kompensasi karyawan
dengan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Karyawan akan
menerima sebagian dari keuntungan perusahaan sebagai bentuk penghargaan
atas kontribusi mereka terhadap pencapaian keuntungan perusahaan. Metode
ini bertujuan untuk memotivasi karyawan untuk berkontribusi secara
maksimal dalam pencapaian tujuan perusahaan.
• Metode Bonus: Metode ini memberikan kompensasi dalam bentuk bonus
kepada karyawan sebagai bentuk penghargaan atas pencapaian target kinerja
tertentu, seperti pencapaian target penjualan, pencapaian target produksi,
atau pencapaian target keuangan. Bonus biasanya diberikan sebagai
tambahan dari gaji dan upah yang sudah diterima oleh karyawan.
• Metode Saham atau Saham Bonus: Metode ini memberikan kompensasi
kepada karyawan dalam bentuk saham atau saham bonus perusahaan.
Karyawan akan diberikan saham atau saham bonus sebagai bentuk
kepemilikan perusahaan atau sebagai penghargaan atas pencapaian kinerja
kerja yang baik. Tujuannya adalah untuk mengikat karyawan dengan
perusahaan dan mendorong mereka untuk berkinerja lebih baik.

d. System kompensasi : Menurut DR. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, sistem


kompensasi harus didesain dan dikelola dengan baik untuk memotivasi,
mempertahankan, dan menghargai karyawan sehingga mereka tetap bersemangat
dalam bekerja dan berkontribusi secara maksimal.
Berikut adalah beberapa prinsip dasar sistem kompensasi menurut DR. A.A.
Anwar Prabu Mangkunegara:
• Keadilan Internal: Sistem kompensasi harus adil dalam internal organisasi,
artinya gaji dan imbalan yang diberikan kepada karyawan harus sebanding
dengan perbedaan tingkat pekerjaan, tanggung jawab, dan kontribusi yang
diberikan oleh karyawan tersebut.
• Keadilan Eksternal: Sistem kompensasi harus adil dalam eksternal
organisasi, artinya gaji dan imbalan yang diberikan kepada karyawan harus
sebanding dengan pasar tenaga kerja, yaitu mengacu pada standar upah dan
imbalan yang berlaku di industri atau sektor yang sama.
• Keterkaitan antara Kinerja dan Kompensasi: Sistem kompensasi harus
memperhitungkan kinerja karyawan sebagai dasar dalam menentukan
besaran gaji dan imbalan yang diberikan. Karyawan yang berkinerja tinggi
harus mendapatkan imbalan yang lebih tinggi pula, sebagai bentuk
penghargaan atas kontribusi mereka.
• Fleksibilitas: Sistem kompensasi harus fleksibel dan dapat disesuaikan
dengan perubahan internal dan eksternal organisasi, serta dinamika pasar
tenaga kerja. Hal ini dapat mencakup penyesuaian gaji, insentif, atau bentuk
imbalan lainnya sesuai dengan kebijakan organisasi dan kondisi lingkungan
bisnis.
• Transparansi dan Komunikasi: Sistem kompensasi harus transparan dan
komunikatif, artinya karyawan harus memahami bagaimana sistem
kompensasi bekerja, kriteria penentuan gaji dan imbalan, serta harapan yang
diharapkan dari kinerja mereka. Komunikasi yang baik tentang sistem
kompensasi dapat membantu meminimalkan ketidakpuasan dan konflik yang
mungkin timbul.
• Berbasis pada Nilai dan Budaya Organisasi: Sistem kompensasi harus selaras
dengan nilai dan budaya organisasi, sehingga dapat memotivasi karyawan
untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh organisasi.
Sistem kompensasi yang konsisten dengan nilai dan budaya organisasi dapat
membantu membangun ikatan emosional dan komitmen karyawan terhadap
organisasi.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi : Berikut adalah beberapa faktor


kompensasi menurut DR. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara:
• Upah/Gaji: Upah atau gaji yang diterima oleh karyawan menjadi salah satu
faktor penting dalam kompensasi. Karyawan yang merasa bahwa upah atau
gajinya adil dan sesuai dengan kontribusinya dalam organisasi cenderung
lebih puas dengan pekerjaannya.
• Tunjangan: Tunjangan atau fasilitas tambahan yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawan seperti tunjangan kesehatan, tunjangan
transportasi, atau tunjangan pensiun dapat menjadi faktor kompensasi yang
signifikan dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
• Insentif: Insentif berbasis kinerja seperti bonus atau komisi dapat menjadi
motivasi bagi karyawan untuk bekerja lebih keras dan mencapai target kerja
yang telah ditetapkan. Insentif yang adil dan berbasis prestasi dapat
meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
• Keseimbangan Kerja-Hidup: Faktor keseimbangan antara pekerjaan dan
kehidupan pribadi juga dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Karyawan yang diberikan fleksibilitas dalam mengatur waktu kerja, cuti, atau
bekerja dari rumah cenderung lebih puas dengan pekerjaannya.
• Pengakuan dan Penghargaan: Pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja
yang dicapai oleh karyawan dapat menjadi faktor kompensasi yang penting.
Pengakuan atas kontribusi karyawan, baik berupa pujian, penghargaan, atau
promosi, dapat meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi karyawan untuk
bekerja lebih baik.
• Peluang Pengembangan Karir: Peluang untuk mengembangkan karir di
dalam organisasi, seperti pelatihan, pendidikan, atau promosi, dapat menjadi
faktor penting dalam kompensasi. Karyawan yang melihat adanya peluang
pengembangan karir cenderung lebih puas dengan pekerjaannya dan
memiliki motivasi untuk meningkatkan kinerja kerja.
• Keadilan dan Kebijakan Kompensasi: Keadilan dalam pengelolaan
kompensasi, termasuk kebijakan-kebijakan yang transparan, konsisten, dan
adil dalam menentukan besaran kompensasi, dapat mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan. Karyawan yang merasa bahwa sistem kompensasi yang
diterapkan di organisasi mereka adil cenderung lebih puas dengan
pekerjaannya.

f. Teori upah insentif : Teori upah insentif menurut Dr. A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara, Drs., M.Si., P.Si. adalah teori yang mengemukakan tentang
penggunaan insentif sebagai salah satu bentuk kompensasi kepada karyawan untuk
meningkatkan kinerja mereka di dalam organisasi. Dr. A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara adalah seorang akademisi dan praktisi manajemen sumber daya
manusia yang terkenal di Indonesia.
• Menurut teori ini, upah insentif dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi
karyawan agar bekerja lebih baik dan mencapai target kinerja yang telah
ditetapkan. Insentif dapat berbentuk uang, bonus, penghargaan, atau manfaat
lainnya yang diberikan kepada karyawan sebagai tambahan dari gaji pokok
mereka. Tujuan dari pemberian insentif ini adalah untuk memperkuat hubungan
antara kinerja karyawan dan penghargaan yang diterima sebagai hasil dari
kinerja tersebut
5. PENGINTEGRASIAN
a. Pengertian pengintegrasian : Pengertian pengintegrasian menurut DR. A.A. Anwar
Prabu Mangkunegara, Drs., M.SI., P.Si., seorang pakar dalam bidang manajemen
sumber daya manusia di Indonesia, dapat dijelaskan sebagai proses menggabungkan
atau menyatukan berbagai unsur, aspek, atau komponen yang berbeda dalam suatu
kesatuan yang utuh, harmonis, dan terkoordinasi. Pengintegrasian dapat dilakukan
dalam berbagai konteks, seperti dalam pengelolaan sumber daya manusia,
organisasi, sistem, atau proses bisnis.
b. Tujuan pengintegrasian : DR. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, seorang akademisi
dan praktisi manajemen yang terkenal di Indonesia, memiliki pandangan bahwa
pengintegrasian dalam konteks manajemen bertujuan untuk mencapai beberapa hal,
antara lain:
• Efisiensi: Pengintegrasian dapat mengurangi duplikasi atau tumpang tindih dalam
sistem atau proses yang ada, sehingga sumber daya dapat dimanfaatkan secara
lebih efisien. Dengan mengintegrasikan berbagai komponen yang ada, waktu,
tenaga, dan sumber daya lainnya dapat digunakan secara optimal untuk mencapai
hasil yang optimal.
• Efektivitas: Pengintegrasian juga bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
sistem atau proses yang ada. Dengan menggabungkan berbagai elemen yang
saling melengkapi, sistem atau proses dapat bekerja secara lebih efektif dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
• Sinergi: Pengintegrasian dapat mencapai sinergi, yaitu pencapaian hasil yang
lebih besar daripada yang dapat dicapai secara individu oleh masing-masing
komponen atau elemen. Dengan mengintegrasikan berbagai aspek atau elemen
yang berbeda, mereka dapat saling melengkapi dan meningkatkan kinerja
keseluruhan sistem.
• Koordinasi: Pengintegrasian juga bertujuan untuk meningkatkan koordinasi
antara berbagai bagian atau unit dalam sistem. Dengan mengintegrasikan
berbagai elemen yang ada, komunikasi, kolaborasi, dan koordinasi antara
berbagai pihak dapat ditingkatkan, sehingga keseluruhan sistem dapat berjalan
dengan lebih harmonis.
• Keberlanjutan: Pengintegrasian juga dapat berkontribusi pada keberlanjutan
sistem atau proses yang ada. Dengan menggabungkan berbagai aspek atau elemen
yang relevan, sistem dapat berfungsi secara berkelanjutan dalam jangka panjang,
menghadapi perubahan atau tantangan yang mungkin muncul di masa depan.

c. Prinsip pengintegrasian : Menurut Dr. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, prinsip


pengintegrasian dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Sinergi: Prinsip ini mengacu pada penggabungan dan koordinasi antara
berbagai unsur atau komponen yang ada dalam organisasi atau sistem. Sinergi
menciptakan efek positif yang lebih besar daripada total sumbangan masing-
masing unsur secara individu. Dalam prakteknya, sinergi dapat dicapai melalui
kolaborasi yang baik antara departemen, tim, atau individu dalam organisasi.
• Koordinasi: Prinsip ini mengedepankan pentingnya koordinasi yang efektif
antara berbagai fungsi, aktivitas, atau unit kerja dalam organisasi. Koordinasi
yang baik memastikan bahwa semua unsur atau komponen bergerak dalam
arah yang sama untuk mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan.
Koordinasi dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik, pemantauan yang
berkelanjutan, dan pengaturan yang tepat.
• Harmonisasi: Prinsip ini menekankan pentingnya menciptakan keselarasan
atau keselamatan antara berbagai kebijakan, prosedur, atau keputusan yang
diambil dalam organisasi. Harmonisasi menciptakan konsistensi dan
keselarasan dalam menghadapi perubahan atau tantangan yang dihadapi oleh
organisasi.
• Sistemik: Prinsip ini melibatkan pemahaman dan pendekatan yang holistik
terhadap pengelolaan organisasi atau sistem. Dalam prakteknya, pengelolaan
organisasi tidak hanya melibatkan perhatian pada bagian-bagian individu,
tetapi juga memperhatikan hubungan dan interaksi antara bagian-bagian
tersebut. Pendekatan sistemik memastikan bahwa tindakan yang diambil
dalam satu area tidak merusak area lain, dan mempertimbangkan dampak
jangka panjang pada organisasi secara keseluruhan.
• Optimalisasi: Prinsip ini mengarahkan pada pencapaian hasil yang optimal
atau efisien dalam pengelolaan organisasi atau sistem. Prinsip ini
mengedepankan penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien, serta
mengoptimalkan peluang dan potensi yang ada dalam organisasi atau sistem.

d. Metode pengintegrasian : Beberapa metode pengintegrasian yang dikemukakan oleh


Dr. Anwar Prabu Mangkunegara antara lain:
1. Metode Integrasi Fungsional: Metode ini mengacu pada integrasi antara
fungsi-fungsi organisasi dalam mencapai tujuan bersama. Dr. Anwar Prabu
Mangkunegara mengemukakan bahwa integrasi fungsional melibatkan
koordinasi dan kolaborasi antara berbagai departemen atau unit kerja dalam
organisasi, sehingga kegiatan organisasi dapat berjalan dengan sinergi dan
efektif.
2. Metode Integrasi Struktural: Metode ini berkaitan dengan pengaturan struktur
organisasi secara terintegrasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dr. Anwar
Prabu Mangkunegara mengemukakan bahwa pengaturan struktur organisasi
yang baik dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan adaptabilitas
organisasi dalam menghadapi perubahan lingkungan.
3. Metode Integrasi Kebijakan: Metode ini melibatkan pengintegrasian
kebijakan-kebijakan organisasi yang bersifat menyeluruh dan saling
mendukung. Dr. Anwar Prabu Mangkunegara menekankan pentingnya
keselarasan dan konsistensi kebijakan organisasi untuk mencapai keseluruhan
tujuan organisasi.
4. Metode Integrasi Budaya: Metode ini melibatkan integrasi nilai-nilai, norma,
dan budaya organisasi dalam mengarahkan perilaku dan tindakan anggota
organisasi. Dr. Anwar Prabu Mangkunegara menekankan pentingnya
membangun budaya organisasi yang kuat dan kohesif untuk meningkatkan
kebersamaan, loyalitas, dan kinerja anggota organisasi.
5. Metode Integrasi Sumber Daya Manusia: Metode ini melibatkan pengelolaan
sumber daya manusia secara terintegrasi, termasuk dalam hal perekrutan,
seleksi, pengembangan, pengelolaan kinerja, dan penghargaan karyawan. Dr.
Anwar Prabu Mangkunegara mengemukakan bahwa pengelolaan sumber daya
manusia yang efektif dapat meningkatkan kualitas, kompetensi, dan motivasi
karyawan dalam mencapai tujuan organisasi

1) Hubungan antar manusia : Beberapa pandangan T. Hani Handoko tentang


hubungan antar manusia antara lain:
Salah satu konsep penting yang dikemukakan oleh T. Hani Handoko adalah
tentang hubungan antar manusia, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Hubungan antar manusia bersifat timbal balik: Menurut T. Hani


Handoko, hubungan antar manusia bersifat timbal balik, artinya
setiap individu dalam hubungan saling mempengaruhi dan
memengaruhi satu sama lain. Tidak ada hubungan yang hanya satu
arah, tetapi setiap tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh satu
individu akan berdampak pada individu lain dalam hubungan
tersebut.

• Hubungan antar manusia melibatkan interaksi: Hubungan antar


manusia melibatkan interaksi antara individu-individu yang terlibat
dalam hubungan tersebut. Interaksi ini dapat berupa komunikasi
verbal maupun nonverbal, pertukaran informasi, pengaruh sosial, dan
dinamika emosi antara individu yang terlibat.

• Hubungan antar manusia dipengaruhi oleh persepsi: T. Hani


Handoko juga menganggap bahwa persepsi atau cara individu
melihat dan memahami satu sama lain sangat mempengaruhi
hubungan antar manusia. Persepsi yang berbeda dapat menghasilkan
interpretasi yang berbeda pula, yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi dinamika hubungan antar manusia.

• Hubungan antar manusia membutuhkan kepercayaan: Kepercayaan


merupakan faktor penting dalam hubungan antar manusia menurut T.
Hani Handoko. Hubungan yang baik membutuhkan kepercayaan
yang diberikan satu sama lain, baik dalam hal komunikasi,
komitmen, dan keterbukaan emosional. Kepercayaan dapat menjadi
dasar untuk membangun hubungan yang kokoh dan harmonis.

• Hubungan antar manusia dipengaruhi oleh faktor budaya dan


lingkungan: Menurut T. Hani Handoko, faktor budaya dan
lingkungan juga mempengaruhi hubungan antar manusia. Setiap
individu membawa nilai-nilai budaya dan pengalaman lingkungan
yang berbeda, yang dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi,
memahami, dan merespons satu sama lain.

• Hubungan antar manusia membutuhkan komunikasi yang efektif: T.


Hani Handoko juga menekankan pentingnya komunikasi yang efektif
dalam hubungan antar manusia. Komunikasi yang jujur, terbuka, dan
saling mendengarkan menjadi kunci dalam memahami dan
merespons perasaan, kebutuhan, dan harapan satu sama lain.
2) Metode Pengintegrasian :
a. Pengertian Motivasi : Dalam pandangan T. Hani Handoko, motivasi
dapat diartikan sebagai dorongan internal yang mendorong individu
untuk bertindak dan berperilaku secara tertentu. Dorongan ini dapat
berasal dari kebutuhan, keinginan, atau tujuan yang ingin dicapai
oleh individu.

b. Tujuan Motivasi : Menurut T. Hani Handoko, tujuan motivasi adalah


sebagai berikut:
• Meningkatkan Kinerja: Motivasi bertujuan untuk
meningkatkan kinerja seseorang dalam mencapai tujuan dan
meraih prestasi. Ketika seseorang termotivasi, ia akan
memiliki dorongan kuat untuk berusaha lebih keras,
menghadapi tantangan, dan melakukan yang terbaik dalam
segala hal yang dilakukannya.
• Memotivasi Perilaku Positif: Tujuan motivasi juga termasuk
dalam mengarahkan perilaku positif dan menghindari perilaku
negatif. Dengan motivasi yang tepat, seseorang dapat
memotivasi dirinya sendiri atau orang lain untuk mengadopsi
perilaku yang menguntungkan, seperti belajar dengan giat,
berpikir kreatif, atau berinteraksi secara sosial yang sehat.
• Memuaskan Kebutuhan Psikologis: T. Hani Handoko juga
mengemukakan bahwa motivasi bertujuan untuk memuaskan
kebutuhan psikologis individu, seperti kebutuhan akan
pencapaian, pengakuan, otonomi, afiliasi, dan lain
sebagainya. Motivasi yang kuat dapat mendorong seseorang
untuk mencari pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini, sehingga
meningkatkan kesejahteraan psikologis dan kepuasan hidup.
• Menghadapi Tantangan dan Rintangan: Tujuan motivasi juga
termasuk dalam membantu seseorang menghadapi tantangan
dan rintangan dalam mencapai tujuan. Ketika menghadapi
hambatan atau kesulitan, motivasi yang kuat dapat membantu
seseorang untuk tidak menyerah, tetapi justru menghadapinya
dengan keyakinan dan tekad untuk mencapainya.
• Mengarahkan Perilaku Menuju Tujuan: Motivasi bertujuan
untuk mengarahkan perilaku seseorang menuju pencapaian
tujuan yang diinginkan. Dengan adanya motivasi yang kuat,
seseorang akan memiliki fokus dan keterikatan emosional
yang tinggi terhadap tujuannya, sehingga akan lebih
termotivasi untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna
mencapainya.
• Mengoptimalkan Potensi: Tujuan motivasi juga termasuk
dalam mengoptimalkan potensi individu. Ketika seseorang
termotivasi, ia akan merasa didorong untuk menggali dan
mengoptimalkan potensi terbaik yang dimilikinya untuk
mencapai hasil yang optimal dalam berbagai aspek kehidupan,
baik itu dalam karir, pendidikan, hubungan, maupun
pengembangan diri.

c. Asas Motivasi : Berikut adalah asas-asas motivasi menurut T. Hani


Handoko:
• Asas Kebutuhan (Need Principle): Asas ini menyatakan
bahwa motivasi muncul dari kebutuhan-kebutuhan yang
dimiliki oleh individu. Ketika individu merasa memiliki
kebutuhan yang belum terpenuhi, motivasi akan muncul untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Contohnya, kebutuhan fisik
seperti makanan, minuman, dan tempat tinggal, serta
kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan,
prestasi, dan kasih sayang.
• Asas Harapan (Expectancy Principle): Asas ini menyatakan
bahwa motivasi muncul ketika individu percaya bahwa upaya
yang dilakukan akan menghasilkan hasil yang diharapkan.
Artinya, individu akan termotivasi untuk melakukan suatu
tindakan jika mereka percaya bahwa tindakan tersebut akan
membawa mereka menuju tujuan yang diinginkan. Harapan
akan hasil yang positif akan memperkuat motivasi individu.
• Asas Nilai (Valence Principle): Asas ini menyatakan bahwa
motivasi dipengaruhi oleh nilai-nilai atau preferensi individu
terhadap tujuan yang ingin dicapai. Ketika individu
menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai memiliki nilai
yang penting atau positif bagi mereka, maka motivasi untuk
mencapai tujuan tersebut akan meningkat. Sebaliknya, jika
tujuan tersebut dianggap tidak bernilai atau negatif, maka
motivasi akan menurun.
• Asas Kepuasan (Satisfaction Principle): Asas ini menyatakan
bahwa motivasi dapat muncul ketika individu merasa puas
dengan pencapaian yang telah dicapai. Ketika individu merasa
bahwa upaya yang telah dilakukan telah membuahkan hasil
yang memuaskan, maka motivasi untuk mencapai tujuan
berikutnya akan muncul. Sebaliknya, ketidakpuasan terhadap
hasil yang dicapai dapat mengurangi motivasi untuk mencapai
tujuan berikutnya.
• Asas Pendorong Eksternal (External Stimulus Principle):
Asas ini menyatakan bahwa motivasi dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal seperti hadiah, hukuman, atau
penghargaan dari pihak luar. Faktor-faktor eksternal ini dapat
menjadi pendorong atau pemicu motivasi individu untuk
berperilaku atau bertindak secara tertentu.

d. Model-model Motivasi : menurut T. Hani Handoko:


• Model Motivasi MAW (Motivation and Achievement Wheel)
Model ini menggambarkan hubungan antara motivasi, tujuan,
tindakan, dan hasil. Menurut model ini, motivasi adalah
pendorong yang mendorong seseorang untuk bertindak
menuju pencapaian tujuan. Motivasi dapat datang dari dalam
diri (motivasi intrinsik) atau dari luar diri (motivasi
ekstrinsik). Tujuan yang jelas dan spesifik menjadi pemicu
motivasi, sedangkan tindakan yang konsisten akan
menghasilkan hasil yang diinginkan.
• Model Motivasi 3M (Model Motivation, Method, Mindset)
Model ini menekankan pentingnya tiga faktor dalam
mencapai motivasi yang berkelanjutan, yaitu motivasi
(motivation), metode atau strategi (method), dan pola pikir
atau mindset (mindset). Menurut model ini, untuk mencapai
motivasi yang kuat, seseorang perlu memiliki motivasi yang
jelas, mengaplikasikan metode atau strategi yang efektif, dan
mengadopsi pola pikir yang positif dan menguntungkan.
• Model Motivasi 4D (Model Desire, Dream, Discipline,
Dedication) Model ini menggambarkan empat langkah dalam
mencapai motivasi yang tinggi. Pertama, memiliki hasrat atau
keinginan yang kuat (desire) untuk mencapai tujuan. Kedua,
bermimpi (dream) tentang apa yang ingin dicapai sebagai
sumber inspirasi. Ketiga, memiliki disiplin (discipline) dalam
menjalankan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Dan keempat, memiliki dedikasi
(dedication) atau komitmen yang tinggi untuk menjalani
proses pencapaian tujuan, walaupun menghadapi tantangan
dan hambatan.
• Model Motivasi 5K (Model Kekuatan, Kehendak, Kebiasaan,
Keberanian, Kebahagiaan) Model ini menekankan lima faktor
penting dalam membangun motivasi yang berkelanjutan.
Pertama, menggali dan memahami kekuatan (strength) yang
dimiliki sebagai sumber motivasi. Kedua, mengasah
kehendak (will) untuk mempertahankan motivasi dalam
menghadapi cobaan. Ketiga, membangun kebiasaan (habit)
yang mendukung pencapaian tujuan. Keempat, memiliki
keberanian (courage) dalam menghadapi tantangan dan
menghadapi ketakutan. Dan kelima, mencapai kebahagiaan
(happiness) melalui pencapaian tujuan yang diinginkan.

e. Jenis-jenis motivasi : Beberapa jenis motivasi menurut T. Hani


Handoko antara lain:
• Motivasi Intrinsik: Motivasi yang berasal dari dalam diri
individu. Individu merasa termotivasi karena merasa
terpuaskan, mendapat pengakuan, atau merasa berprestasi
dalam diri sendiri. Contoh dari motivasi intrinsik adalah
ketika seseorang melakukan suatu kegiatan karena hobi atau
minat pribadi.
• Motivasi Ekstrinsik: Motivasi yang berasal dari faktor
eksternal, seperti hadiah, pujian, atau ganjaran dari pihak lain.
Individu merasa termotivasi karena ingin memperoleh hadiah
atau menghindari hukuman. Contoh dari motivasi ekstrinsik
adalah ketika seseorang bekerja keras karena ingin
mendapatkan promosi atau bonus.
• Motivasi Afiliatif: Motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan
individu untuk bersosialisasi, berinteraksi, dan menjadi
bagian dari kelompok atau komunitas. Individu merasa
termotivasi karena ingin merasa diterima, dicintai, atau diakui
oleh orang lain. Contoh dari motivasi afiliatif adalah ketika
seseorang merasa termotivasi untuk bergabung dalam
kelompok kerja atau organisasi sosial karena ingin
bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.
• Motivasi Prestasi: Motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan
individu untuk meraih prestasi dan keberhasilan dalam hal
pencapaian pribadi. Individu merasa termotivasi karena ingin
meraih pengakuan, prestise, atau pencapaian yang tinggi
dalam suatu bidang. Contoh dari motivasi prestasi adalah
ketika seseorang merasa termotivasi untuk mencapai target
penjualan yang tinggi atau meraih gelar akademik tertentu.
• Motivasi Keberagaman: Motivasi yang berkaitan dengan
kebutuhan individu untuk menghadapi perubahan, tantangan,
dan variasi dalam kehidupan. Individu merasa termotivasi
karena ingin mengatasi hal-hal baru, menggali potensi diri,
atau menghadapi tantangan yang menantang. Contoh dari
motivasi keberagaman adalah ketika seseorang merasa
termotivasi untuk mencoba hal-hal baru, menghadapi
tantangan yang berbeda, atau menghadapi perubahan dalam
pekerjaan atau kehidupan pribadi.

f. Teori-teori motivasi : Berikut adalah beberapa teori motivasi menurut


T. Hani Handoko:
• Teori Hierarchy of Needs (Teori Hirarki Kebutuhan): T. Hani
Handoko mengadopsi teori ini dari Abraham Maslow, yang
menyatakan bahwa motivasi manusia didorong oleh
kebutuhan-kebutuhan yang berjenjang. Menurut Handoko,
individu akan terdorong untuk mencapai kebutuhan dasar
seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan
sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi
diri.
• Teori Expectancy (Teori Harapan): Teori ini menyatakan
bahwa motivasi individu dipengaruhi oleh harapan mereka
terhadap hasil yang akan dicapai dari tindakan tertentu.
Handoko menekankan pentingnya kejelasan dalam tujuan
yang diharapkan, kemampuan individu untuk mencapai tujuan
tersebut, serta nilai atau penghargaan yang diperoleh dari
mencapai tujuan tersebut.
• Teori Equity (Teori Keadilan): Teori ini berfokus pada
persepsi individu terhadap adil atau tidaknya perlakuan yang
diterima dalam konteks kerja. Handoko berpendapat bahwa
motivasi individu dapat dipengaruhi oleh perasaan mereka
tentang keadilan dalam distribusi penghargaan, upah, dan
perlakuan dalam lingkungan kerja.
• Teori Goal Setting (Teori Pengaturan Tujuan): Teori ini
menyatakan bahwa pengaturan tujuan yang jelas dan ambisius
dapat meningkatkan motivasi individu untuk mencapai tujuan
tersebut. Handoko menekankan pentingnya pengaturan tujuan
yang spesifik, terukur, dicapai, realistis, dan berbatasan waktu
(SMART) untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan.
• Teori Reinforcement (Teori Penguatan): Teori ini berfokus
pada pengaruh penguatan positif atau negatif terhadap
motivasi individu. Handoko mengemukakan bahwa individu
akan cenderung untuk melakukan tindakan yang diberikan
penguatan positif atau dihindari dari tindakan yang diberikan
penguatan negatif, sehingga mempengaruhi motivasi mereka
dalam bekerja.
3) Kepemimpinan
a. Pengertian kepemimpinan : Menurut T. Hani Handoko, seorang ahli
dalam bidang manajemen dan organisasi di Indonesia,
kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan,
penggerakan, dan pengkoordinasian kegiatan anggota-anggota
kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien. Dalam pengertian ini,
kepemimpinan dipandang sebagai suatu proses dinamis yang
melibatkan kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, dan
menggerakkan anggota kelompok atau organisasi agar berkinerja
optimal dalam mencapai tujuan bersama.
b. Gaya kepemimpinan Berikut adalah beberapa gaya kepemimpinan
menurut T. Hani Handoko:
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter Gaya kepemimpinan otoriter
adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin mengambil
keputusan sendiri tanpa banyak melibatkan bawahan. Pemimpin
dengan gaya ini cenderung memberikan instruksi yang jelas dan
mengharapkan bawahan untuk mengikuti perintah dengan
disiplin. Pemimpin otoriter seringkali mengontrol penuh
keputusan dan tindakan dalam organisasi.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis Gaya kepemimpinan
demokratis adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin
melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Pemimpin
dengan gaya ini mendorong partisipasi aktif dari bawahan dalam
menyusun kebijakan dan mengambil keputusan yang
mempengaruhi mereka. Pemimpin demokratis cenderung
memahami pendapat dan pandangan bawahan sebelum membuat
keputusan akhir.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire Gaya kepemimpinan laissez-
faire adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin memberikan
kebebasan yang besar kepada bawahan dalam mengambil
keputusan dan bertindak. Pemimpin dengan gaya ini cenderung
memberikan otonomi penuh kepada bawahan dalam
menjalankan tugas mereka tanpa banyak campur tangan dari
pemimpin. Pemimpin laissez-faire seringkali memberikan ruang
kreativitas dan inisiatif kepada bawahan.
4. Gaya Kepemimpinan Transformasional Gaya kepemimpinan
transformasional adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin
menginspirasi dan memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan
yang lebih tinggi dan mengembangkan potensi mereka.
Pemimpin transformasional cenderung mengkomunikasikan visi
yang jelas, membangun hubungan yang kuat dengan bawahan,
dan mendorong inovasi dan perubahan dalam organisasi.
5. Gaya Kepemimpinan Transaksional Gaya kepemimpinan
transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin
berfokus pada pemenuhan tugas dan pencapaian target yang telah
ditetapkan. Pemimpin transaksional cenderung menggunakan
penghargaan atau hukuman sebagai alat untuk memotivasi
bawahan dalam mencapai hasil yang diinginkan. Pemimpin ini
cenderung memantau kinerja bawahan secara terperinci dan
memberikan umpan balik yang spesifik.
4) Disiplin kerja
1) Pengertian Disiplin kerja :Menurut Dr. A.A. Anwar Prabu , pengertian
disiplin kerja adalah suatu sikap mental atau perilaku yang menunjukkan
kesungguhan, kepatuhan, dan ketaatan seseorang dalam menjalankan
tugas-tugasnya sesuai dengan peraturan, norma, aturan, dan prosedur
yang berlaku di tempat kerja.
2) Macam-macam disiplin kerja :
1. Disiplin Kerja Formal: Merujuk pada aturan dan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam peraturan perusahaan atau regulasi yang berlaku.
Disiplin kerja formal mencakup waktu kerja, kehadiran, ketaatan
terhadap tata tertib, serta penggunaan peralatan dan fasilitas kerja
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Disiplin Kerja Individual: Mengacu pada kualitas kerja dan perilaku
individu dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Disiplin
kerja individual mencakup kualitas hasil kerja, inisiatif, tanggung
jawab, dan etika kerja.
3. Disiplin Kerja Kelompok: Merujuk pada kerjasama dan interaksi
antar anggota tim atau kelompok kerja dalam mencapai tujuan
bersama. Disiplin kerja kelompok mencakup kerjasama, komunikasi
yang efektif, dukungan terhadap rekan kerja, serta partisipasi dalam
kegiatan tim.
4. Disiplin Kerja Etis: Mengacu pada prinsip-prinsip etika dalam
menjalankan pekerjaan, seperti integritas, kejujuran, dan moralitas.
Disiplin kerja etis mencakup perilaku yang sesuai dengan nilai dan
norma organisasi, serta tindakan yang patut dan bertanggung jawab
dalam menjalankan tugas.
5. Disiplin Kerja Produktif: Merujuk pada efisiensi dan efektivitas
dalam melakukan pekerjaan. Disiplin kerja produktif mencakup
pengelolaan waktu yang baik, pengaturan prioritas, serta penggunaan
sumber daya secara optimal untuk mencapai hasil kerja yang
maksimal.
6. Disiplin Kerja Kreatif: Mengacu pada kemampuan untuk berpikir
kreatif dan menghasilkan solusi inovatif dalam menjalankan tugas.
Disiplin kerja kreatif mencakup kemampuan untuk beradaptasi,
berinovasi, dan menghadapi perubahan dalam lingkungan kerja.
7. Disiplin Kerja Belajar: Merujuk pada kemampuan untuk terus belajar
dan mengembangkan diri dalam pekerjaan. Disiplin kerja belajar
mencakup kesediaan untuk meningkatkan kompetensi dan
pengetahuan, serta kemampuan untuk mengikuti perubahan dan
perkembangan dalam bidang kerja.
3) Teknik pelaksanaan disiplin kerja : Dr. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara
adalah seorang akademisi Indonesia yang dikenal sebagai pakar dalam
bidang manajemen sumber daya manusia dan administrasi bisnis. Beliau
memiliki beberapa pandangan tentang teknik pelaksanaan disiplin kerja yang
bisa dijelaskan sebagai berikut:
a. Menggunakan pendekatan preventif: Menurut Dr. A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara, pendekatan preventif harus menjadi prioritas dalam
pelaksanaan disiplin kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
pemahaman yang jelas tentang kebijakan, prosedur, dan aturan kerja
kepada seluruh karyawan sebelum pekerjaan dimulai. Selain itu, perlu
dilakukan pengawasan yang ketat untuk mencegah adanya pelanggaran
disiplin kerja.
b. Penerapan sistem pengendalian internal: Dr. A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara menyebutkan pentingnya penerapan sistem
pengendalian internal yang baik dalam organisasi. Hal ini termasuk
pengaturan tugas dan tanggung jawab yang jelas, pemberian otorisasi
yang tepat, serta pemantauan kinerja secara berkala. Dengan sistem
pengendalian internal yang baik, karyawan akan tahu apa yang
diharapkan dari mereka dan diharapkan dapat meningkatkan disiplin
kerja.
c. Pembinaan komunikasi yang efektif: Menurut Dr. A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara, komunikasi yang efektif antara atasan dan bawahan
sangat penting dalam menciptakan disiplin kerja yang baik. Atasan
harus mampu memberikan arahan dan umpan balik yang jelas kepada
bawahan, serta mampu mendengarkan masukan dan keluhan dari
bawahan. Dengan komunikasi yang baik, karyawan akan merasa
dihargai dan termotivasi untuk bekerja dengan disiplin.
d. Memberikan sanksi yang tepat: Dr. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara
mengatakan bahwa memberikan sanksi yang tepat merupakan bagian
penting dari pelaksanaan disiplin kerja. Sanksi harus diberikan sesuai
dengan tingkat pelanggaran dan harus konsisten diterapkan untuk
semua karyawan. Namun, sanksi harus diberikan dengan bijaksana,
adil, dan harus diikuti dengan pembinaan dan pendekatan yang
humanis agar karyawan dapat belajar dari kesalahan mereka.
e. Memberikan motivasi yang tepat: Dr. A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara menyebutkan bahwa motivasi juga merupakan faktor
penting dalam pelaksanaan disiplin kerja. Karyawan yang termotivasi
akan cenderung lebih disiplin dalam menjalankan tugas mereka. Oleh
karena itu, manajer harus memberikan motivasi yang tepat, seperti
pengakuan atas prestasi kerja, peluang pengembangan karir, dan
imbalan yang sesuai, untuk mendorong karyawan untuk tetap disiplin
dalam bekerja.

4) Kepuasan kerja
1) Pengertian kepuasan kerja: T. Hani Handoko, seorang ahli manajemen
asal Indonesia, menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi
subjektif di mana seorang individu merasa puas atau senang terhadap
pekerjaannya berdasarkan penilaian pribadi mereka terhadap
pengalaman, harapan, dan kebutuhan mereka terhadap pekerjaan
tersebut. Menurut Handoko, kepuasan kerja melibatkan persepsi
individu terhadap sejauh mana pekerjaan mereka memenuhi
ekspektasi, keinginan, dan kebutuhan mereka yang mungkin berbeda-
beda dari individu ke individu.
2) Variabel-variabel kepuasan kerja : T. Hani Handoko, terdapat beberapa
variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Beberapa di
antaranya adalah:
• Keadilan dalam organisasi: Kepuasan kerja dipengaruhi oleh
persepsi karyawan tentang adanya keadilan dalam organisasi, baik
itu keadilan distributif (distributive justice), keadilan prosedural
(procedural justice), dan keadilan interaksional (interactional
justice). Karyawan yang merasa diperlakukan secara adil dalam
hal pembagian sumber daya, proses pengambilan keputusan, dan
interaksi dengan atasan dan rekan kerja cenderung memiliki
kepuasan kerja yang tinggi.
• Gaya kepemimpinan: Gaya kepemimpinan atasan juga dapat
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan
yang otoriter, kurang partisipatif, atau tidak mendukung dapat
menurunkan kepuasan kerja karyawan, sedangkan gaya
kepemimpinan yang demokratis, partisipatif, dan memberdayakan
dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
• Kondisi kerja: Faktor-faktor seperti beban kerja yang wajar,
lingkungan kerja yang nyaman, dukungan sumber daya kerja yang
cukup, dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi dan
karier juga dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
• Kepuasan terhadap kompensasi: Kepuasan kerja karyawan juga
dapat dipengaruhi oleh keadilan dan kepuasan terhadap
kompensasi yang diterima, baik itu gaji, tunjangan, bonus, dan
fasilitas lainnya. Karyawan yang merasa kompensasinya adil dan
memadai cenderung memiliki kepuasan kerja yang tinggi.
• Hubungan sosial di tempat kerja: Hubungan sosial yang baik
antara karyawan dengan atasan dan rekan kerja juga dapat
mempengaruhi kepuasan kerja. Karyawan yang memiliki
hubungan sosial yang harmonis, saling mendukung, dan saling
menghargai di tempat kerja cenderung memiliki kepuasan kerja
yang tinggi.
• Pengakuan dan penghargaan: Pengakuan dan penghargaan
terhadap kinerja dan kontribusi karyawan juga dapat
mempengaruhi kepuasan kerja. Karyawan yang mendapatkan
pengakuan dan penghargaan yang layak atas kerja keras dan
pencapaian yang mereka capai cenderung memiliki kepuasan kerja
yang tinggi.
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja : T. Hani Handoko,
seorang pakar dalam bidang manajemen sumber daya manusia (SDM)
di Indonesia, telah mengidentifikasi beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja. Berikut adalah beberapa faktor
tersebut:
1. Gaji dan kompensasi: Gaji dan kompensasi yang adil dan sesuai
dengan kontribusi serta tanggung jawab karyawan dapat
mempengaruhi kepuasan kerja. Karyawan yang merasa bahwa
mereka diberi penghargaan yang layak atas kerja keras mereka
cenderung lebih puas dengan pekerjaan mereka.
2. Lingkungan kerja: Lingkungan kerja yang nyaman, aman, dan
mendukung dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor seperti
hubungan antar rekan kerja, dukungan dari atasan, dan budaya
organisasi yang positif dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan.
3. Kesempatan pengembangan karir: Karyawan yang merasa
memiliki kesempatan untuk mengembangkan karir mereka,
seperti melalui pelatihan dan pengembangan, promosi, atau
rotasi kerja, cenderung lebih puas dengan pekerjaan mereka.
Karyawan ingin merasa bahwa mereka memiliki masa depan
yang cerah dalam organisasi tempat mereka bekerja.
4. Pengakuan dan penghargaan: Pengakuan dan penghargaan atas
prestasi kerja karyawan dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
Karyawan yang merasa diakui dan dihargai atas kontribusi
mereka cenderung lebih puas dengan pekerjaan mereka.
5. Kebijakan organisasi: Kebijakan organisasi yang adil dan
konsisten, seperti kebijakan kompensasi, kebijakan promosi, dan
kebijakan penilaian kinerja, dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan. Kebijakan yang transparan dan diterapkan dengan
konsisten dapat membantu karyawan merasa bahwa mereka
diperlakukan dengan adil.
6. Keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi: Karyawan yang
memiliki keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi
cenderung lebih puas dengan pekerjaan mereka. Kebijakan
fleksibilitas kerja, dukungan terhadap kehidupan pribadi
karyawan, dan kesempatan untuk beristirahat dan berlibur dapat
mempengaruhi kepuasan kerja.
7. Tantangan kerja: Karyawan yang merasa pekerjaan mereka
menantang dan memberikan peluang untuk mengembangkan
keterampilan dan kemampuan mereka cenderung lebih puas
dengan pekerjaan mereka. Tantangan kerja yang sesuai dengan
kompetensi karyawan dapat meningkatkan kepuasan kerja
mereka.
8. Kepemimpinan: Gaya kepemimpinan atasan dapat
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Kepemimpinan yang
inspiratif, mendukung, dan adil dapat meningkatkan kepuasan
kerja karyawan.

4) Pengukuran kepuasan kerja : Salah satu model yang dikembangkan


oleh T. Hani Handoko dalam pengukuran kepuasan kerja adalah model
yang berfokus pada aspek-aspek berikut:
• Kondisi Fisik Kerja: Model ini mengukur kepuasan kerja
berdasarkan kondisi fisik tempat kerja, seperti kebersihan,
kenyamanan, dan kelayakan fasilitas yang disediakan oleh
perusahaan.
• Kepuasan terhadap Gaji dan Tunjangan: Model ini mengukur
kepuasan kerja berdasarkan gaji dan tunjangan yang diterima oleh
karyawan, termasuk keadilan gaji dan kecukupan tunjangan sesuai
dengan tuntutan pekerjaan.
• Hubungan Kerja: Model ini mengukur kepuasan kerja berdasarkan
hubungan antara karyawan dengan atasan, rekan kerja, dan
bawahan, serta dukungan sosial yang diberikan oleh perusahaan.
• Kepuasan terhadap Kebijakan Perusahaan: Model ini mengukur
kepuasan kerja berdasarkan kebijakan-kebijakan yang diterapkan
oleh perusahaan, seperti kebijakan promosi, kebijakan
kesejahteraan karyawan, dan kebijakan penghargaan dan
pengakuan.
• Pengakuan terhadap Prestasi Kerja: Model ini mengukur kepuasan
kerja berdasarkan pengakuan dan apresiasi yang diberikan oleh
perusahaan terhadap prestasi kerja karyawan, seperti penghargaan,
promosi, dan kesempatan pengembangan karir.
• Kepuasan terhadap Tantangan Kerja: Model ini mengukur
kepuasan kerja berdasarkan tantangan dan peluang yang diberikan
oleh pekerjaan, seperti kesempatan untuk belajar, berkembang,
dan menghadapi tantangan yang menantang.
• Kepuasan terhadap Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi:
Model ini mengukur kepuasan kerja berdasarkan keseimbangan
antara pekerjaan dan kehidupan pribadi karyawan, termasuk
fleksibilitas kerja, dukungan untuk kehidupan pribadi, dan
pengelolaan waktu kerja yang seimbang.

6. PEMELIHARAAN TANAGA KERJA


a. Kesejahteraan karyawan
1) Pengertian kesejahteraan : Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan memberikan pengertian
bahwa kesejahteraan merupakan kondisi di mana kebutuhan hidup seseorang
terpenuhi dengan baik, baik secara materiil maupun non-materiil. Kesejahteraan
di dalam konteks organisasi seringkali dikaitkan dengan kesejahteraan karyawan
atau kesejahteraan pegawai, di mana terdapat upaya untuk memenuhi kebutuhan
karyawan yang lebih dari sekedar gaji atau upah yang diterima. Kesejahteraan
karyawan juga dapat mencakup aspek-aspek seperti lingkungan kerja yang sehat
dan aman, peluang untuk meningkatkan keterampilan dan karir, serta dukungan
untuk keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi.

2) Tujuan pemberian kesejahteraan : rs. H. Malayu S.P. Hasibuan menyebutkan


beberapa jenis kesejahteraan yang dapat diberikan oleh organisasi kepada
karyawan. Beberapa jenis kesejahteraan tersebut antara lain:
1. Kesejahteraan fisik: Meliputi aspek-aspek seperti kesehatan dan keselamatan
kerja, kantin atau makanan gratis, transportasi, dan perumahan atau fasilitas
penginapan.
2. Kesejahteraan psikologis: Meliputi aspek-aspek seperti konseling atau
dukungan psikologis, program kesehatan mental, dan program manajemen
stres.
3. Kesejahteraan sosial: Meliputi aspek-aspek seperti kesempatan berpartisipasi
dalam program sosial, seperti acara-acara amal atau kegiatan sosial lainnya,
serta kebijakan yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan
kehidupan pribadi karyawan.
4. Kesejahteraan finansial: Meliputi aspek-aspek seperti gaji dan tunjangan,
jaminan sosial, program pensiun, dan insentif atau bonus.
5. Kesejahteraan karir: Meliputi aspek-aspek seperti pelatihan dan
pengembangan, kesempatan promosi, dan rencana karir yang jelas.
6. Kesejahteraan lingkungan: Meliputi aspek-aspek seperti lingkungan kerja
yang sehat dan aman, fasilitas olahraga atau rekreasi, dan program
lingkungan yang mendukung keberlanjutan
3) Jenis-jenis kesejahteraan: Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan menyebutkan beberapa
jenis kesejahteraan yang dapat diberikan oleh organisasi kepada karyawan.
Beberapa jenis kesejahteraan tersebut antara lain:
1. Kesejahteraan fisik: Meliputi aspek-aspek seperti kesehatan dan keselamatan
kerja, kantin atau makanan gratis, transportasi, dan perumahan atau fasilitas
penginapan.
2. Kesejahteraan psikologis: Meliputi aspek-aspek seperti konseling atau
dukungan psikologis, program kesehatan mental, dan program manajemen
stres.
3. Kesejahteraan sosial: Meliputi aspek-aspek seperti kesempatan berpartisipasi
dalam program sosial, seperti acara-acara amal atau kegiatan sosial lainnya,
serta kebijakan yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan
kehidupan pribadi karyawan.
4. Kesejahteraan finansial: Meliputi aspek-aspek seperti gaji dan tunjangan,
jaminan sosial, program pensiun, dan insentif atau bonus.
5. Kesejahteraan karir: Meliputi aspek-aspek seperti pelatihan dan
pengembangan, kesempatan promosi, dan rencana karir yang jelas.
6. Kesejahteraan lingkungan: Meliputi aspek-aspek seperti lingkungan kerja
yang sehat dan aman, fasilitas olahraga atau rekreasi, dan program
lingkungan yang mendukung keberlanjutan.
b. Kesehatan dan keselamatan kerja Dalam bukunya, Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan
menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagian dari upaya untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi karyawan. Kesehatan kerja
berkaitan dengan upaya untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja, sedangkan keselamatan kerja
berkaitan dengan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera pada
karyawan saat bekerja.
Beberapa hal yang termasuk dalam upaya kesehatan dan keselamatan kerja antara
lain adalah:
1.Pemeriksaan kesehatan berkala
2. Pelatihan dan edukasi tentang keselamatan kerja
3. Penggunaan peralatan keselamatan yang sesuai
4. Penanganan bahan kimia dan limbah secara aman
5. Pencegahan kecelakaan kerja
Penanganan keadaan darurat seperti kebakaran atau bencana alam
Dengan menjaga kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, perusahaan dapat
meningkatkan produktivitas karyawan dan mengurangi biaya yang dikeluarkan
untuk pengobatan dan ganti rugi akibat kecelakaan atau gangguan kesehatan yang
terjadi di tempat kerja.
c. Komunikasi kerja Dalam bukunya yang berjudul "Manajemen Sumber Daya
Manusia", Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan juga membahas tentang komunikasi kerja.
Menurutnya, komunikasi kerja merupakan proses penyampaian pesan atau informasi
antara atasan dan bawahan, atau antar karyawan di dalam organisasi guna mencapai
tujuan bersama.

Hasibuan menjelaskan bahwa komunikasi kerja terdiri dari dua jenis, yaitu formal
dan informal. Komunikasi formal terjadi dalam kerangka aturan atau prosedur
tertentu, misalnya dalam bentuk rapat, memo, atau surat resmi. Sedangkan
komunikasi informal terjadi di luar kerangka aturan atau prosedur, misalnya
percakapan di antara karyawan saat istirahat atau acara santai di luar jam kerja.

Hasibuan juga menekankan pentingnya komunikasi kerja yang efektif untuk


menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan harmonis. Komunikasi yang efektif
dapat membantu menghindari terjadinya konflik di antara karyawan, meningkatkan
produktivitas kerja, dan memperkuat hubungan antara atasan dan bawahan.
7. PEMBERHENTIAN TENAGA KERJA
a. Pengertian pemberhentian pegawai : Dalam bukunya yang berjudul "Manajemen
Sumber Daya Manusia", Drs. H. Malayu S. P. Hasibuan memberikan pengertian
pemberhentian pegawai sebagai suatu keputusan manajemen untuk mengakhiri
hubungan kerja antara perusahaan dengan pegawainya. Pemberhentian pegawai
dapat dilakukan secara sukarela (resign) atau diputuskan oleh perusahaan
(termination).

Pemberhentian pegawai yang dilakukan oleh perusahaan dapat disebabkan oleh


berbagai faktor, seperti penurunan kinerja, pelanggaran disiplin kerja, kebijakan
perusahaan yang berubah, penggabungan atau pemisahan bisnis, restrukturisasi
perusahaan, atau faktor ekonomi yang memaksa perusahaan untuk melakukan
pengurangan tenaga kerja.

Dalam melakukan pemberhentian pegawai, perusahaan harus memperhatikan


ketentuan-ketentuan yang berlaku, seperti peraturan perundang-undangan,
perjanjian kerja, kebijakan perusahaan, serta etika dan moralitas yang berlaku dalam
lingkungan kerja. Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan dampak dari
pemberhentian pegawai terhadap pegawai yang bersangkutan, serta reputasi
perusahaan di mata masyarakat dan calon karyawan.

Pemberhentian pegawai yang dilakukan dengan tepat dapat membantu perusahaan


untuk mengoptimalkan kinerja organisasi, meningkatkan efisiensi dan efektivitas,
serta meningkatkan kepuasan karyawan yang tetap bekerja di perusahaan. Namun,
jika pemberhentian pegawai dilakukan secara tidak tepat, dapat menimbulkan
konflik dan dampak negatif bagi perusahaan dan karyawan yang terkena dampaknya.
Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan pemberhentian pegawai dengan hati-
hati dan memperhatikan segala aspek yang terkait.
b. Bentuk-bentuk pemberhentian pegawai : Dalam bukunya "Manajemen Sumber Daya
Manusia", Drs. H. Malayu S. P. Hasibuan mengemukakan bahwa terdapat beberapa
bentuk pemberhentian pegawai, yaitu:
1. Resign
Resign adalah bentuk pemberhentian pegawai yang dilakukan secara sukarela oleh
pegawai. Pada umumnya, resign dilakukan karena alasan pribadi atau profesional,
seperti ingin mencari pengalaman baru atau ingin berhenti bekerja untuk mengurus
keluarga.
2. Termination
Termination adalah bentuk pemberhentian pegawai yang dilakukan oleh perusahaan
karena berbagai alasan, seperti pelanggaran disiplin kerja, penurunan kinerja,
kebijakan perusahaan yang berubah, restrukturisasi perusahaan, atau faktor ekonomi
yang memaksa perusahaan untuk melakukan pengurangan tenaga kerja. Termination
dapat dilakukan dengan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, tergantung pada
aturan perusahaan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Layoff
Layoff adalah bentuk pemberhentian pegawai yang dilakukan oleh perusahaan
sebagai upaya pengurangan tenaga kerja secara besar-besaran. Layoff dapat
dilakukan karena berbagai faktor, seperti penurunan permintaan pasar,
penggabungan atau pemisahan bisnis, atau faktor ekonomi yang memaksa
perusahaan untuk melakukan pengurangan tenaga kerja. Layoff umumnya dilakukan
dengan memberikan kompensasi dan tunjangan kepada pegawai yang terkena
dampaknya.
4. Early Retirement
Early retirement adalah bentuk pemberhentian pegawai yang dilakukan dengan cara
mengajak pegawai untuk pensiun lebih awal dari batas usia pensiun yang telah
ditentukan. Early retirement dapat dilakukan sebagai upaya pengurangan tenaga
kerja atau sebagai program penghargaan kepada pegawai yang telah bekerja lama di
perusahaan.
5. Dismissal
Dismissal adalah bentuk pemberhentian pegawai yang dilakukan oleh perusahaan
karena pelanggaran yang berat, seperti melakukan tindakan korupsi, kecurangan,
atau pelanggaran hukum lainnya. Dismissal dilakukan dengan cara mengakhiri
kontrak kerja pegawai secara sepihak dan tanpa memberikan kompensasi atau
tunjangan apapun kepada pegawai yang terkena dampaknya.
6. Dalam melakukan pemberhentian pegawai, perusahaan harus memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga etika serta
moralitas yang berlaku dalam lingkungan kerja. Perusahaan harus memastikan
bahwa proses pemberhentian dilakukan secara adil dan transparan, serta
memberikan kompensasi dan tunjangan yang layak kepada pegawai yang terkena
dampaknya.

Anda mungkin juga menyukai