Anda di halaman 1dari 107

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA DI KOTA BIMA

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERIODE (NTB)

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi syarat-Syarat Meraih
Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

FITRIADI FAUZAN
1113084000049

EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Fitriadi Fauzan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 6 Februari 1996
Alamat : JL. Raden Fatah No. 92 RT/RW 001/06 Ciledug
Nomor Handphone : 081382689241
Email : Fitriadifauzan06@gmail.com

Latarbelakang Keluarga
Nama Ayah : M. Said Karim
Tempat Tanggal Lahir : Bima, 12 April 1958
Nama Ibu : Juariah Sarbini
Tempat Tanggal Lahir : Bima, 12 Juli 1962\
Alamat : JL. Raden Fatah No. 92 RT/RW 001/06 Ciledug
Anak Ke – dari - : 2 dari 2 bersaudara

Pendidikan Formal
1. SDN Parung Serab : 2001 - 2007
2. SMPN 1 Tangerang Selatan : 2007 - 2010
3. SMAN 5 Tangerang Selatan : 2010 - 2013
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2013 - 2019
ABSTRAK

Sektor pariwisata merupakan sektor yang menjadi andalan pada masa sekarang sebagai
pendongkrak perekonomian daerah maupun nasional. Daerah-daerah yang memiliki potensi terus
dikembangkan dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat potensi daerah Kota Bima, Nusa Tenggara Barat dalam bidang pariwisata. Metode
penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan teknik analisa data
menggunakan wawancara, dokumentasi, Location Quotient (LQ), Analisis shift share, tipologi
Klassen, serta analisis SWOT terkait potensi pariwisata di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari analisis Location Quotient (LQ) yang menjadi sektor basis
dengan nilai LQ > 1 ada 11 sektor termasuk sub sektor pendukung pariwisata, yakni sub sektor
penyediaan akomodasi dan makan minum.
Berdasarkan analisis shift share, untuk tahun 2018 sub sektor pariwisata yang diambil
dari sub sektor penyediaan akomodasi dan makan minum memiliki nilai sebesar -68,82 yang
berarti bahwa sub sektor ini akan berjalan lambat. Berdasarkan analisis tipologi Klassen untuk
sub sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebagai pendukung sektor pariwisata,
tipologi Klassen memiliki interpretasi Si < S dan Gi > G yang diartikan bahwa sektor tersebut
merupakan sektor potensial dan masih dapat dikembangkan dengan kontribusi sebanyak 4,6%
bagi Provinsi NTB. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa peran pemerintah melalui
perencanaan kota terhadap sektor pariwisata hasrus lebih ditingkatkan dalam rangka mendukung
kunjungan wisata ke Kota Bima untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun daerah.

Kata kunci : Potensi Pariwisata, Location Quotient (LQ), Analisis shift share, tipologi Klassen,
analisis SWOT, Kota Bima
ABSTRACT

The tourism sector is a sector that is a mainstay at present as a booster for regional and national
economies. Regions that have the potential developed into tourism areas continue to be
developed by the region, especially related to regional economies. This study aims to see the
potential of the City of Bima, West Nusa Tenggara in the field of tourism. The research method
uses quantitative and qualitative methods with data analysis techniques using interviews,
documentation, Location Quotient (LQ), shift share analysis, Klassen typology, and SWOT
analysis related to tourism potential in the City of Bima, West Nusa Tenggara. The results
showed that from the Location Quotient (LQ) analysis which became the base sector with a LQ
value > 1 there were 11 sectors including the supporting tourism sector, namely the
accommodation and food supply sector. Based on shift share analysis, for 2018 the tourism sub-
sector taken from the accommodation and food and beverage supply sub-sector has a value of -
68.82 which means that this sub-sector will run slowly. Based on Klassen's typology analysis for
the accommodation and food and beverage supply sub-sector as a supporter of the tourism
sector, Klassen's typology has an interpretation of Si < S and Gi > G which means that the
sector is a potential sector and can still be developed with a contribution of 4.6% for NTB
Province . The results of the SWOT analysis show that the role of the government through urban
planning on the tourism sector must be further enhanced in order to support tourist visits to the
City of Bima relation in society and regional economic increasing.

Keyword : Tourism potential, Location Quotient (LQ), shift share analysis, Klassen tiphology,
SWOT analysis, Bima city
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Potensi Sektor Pariwisata di Kota Bima,
Nusa Tenggara Barat”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai syarat-
syarat guna mencapai gelar sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan doa dari orang-orang terdekat penulis.
Oleh karena itu, peulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, M. Said dan Ibunda Juariah Sarbini yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tiada henti-hentinya.
2. Kakak-kakak dan adik-adik tersayang, Mulia Arista Sari yang telah memberikan
dukungan serta motivasi kepada penulis.
3. Bapak xxxxxxx selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang
bermanfaat selama masa perkuliahan.
5. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan memberikan semangat di setiap
kesulitan dalam penyelesaian skripsi dan memberikan arti kebersamaan yang berarti bagi
penulis.

Penulis memahami bawasannya tak ada satupun di dunia ini yang sempurna, tak ter kecuali
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca berkenan memberikan saran
dan masukan serta kritik yang membangun guna memberikan koreksi bagi penulis Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak khusus nya dalam bidang
manajemen pada skripsi ini.

Jakarta, Agustus 2019

Fitriadi Fauzan
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... .... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... .... iii
LEMBAR LULUS UJI KOMPREHENSIF ............................................... .... iii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... .... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... .... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... .... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... .... vi
DAFTAR ISI................................................................................................... ... vii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... .... xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 13
C. Pembatasan Masalah ................................................................ 13
D. Perumusan Masalah ................................................................. 14
E. Tujuan Penelitian ..................................................................... 14
F. Manfaat Penelitian ................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR


A. Analisis dan Potensi ........................................................... 16
B. Pariwisata ........................................................................... 17
C. Jenis Pariwisata .................................................................. 19
D. Pengembangan Pariwisata ................................................. 21
E. Pariwisata da Pengembangan Ekonomi ............................. 25
F. Teori Basis Ekonomi.......................................................... 27
G. Analisis Location Quotient (LQ) ....................................... 28
H. Analisis Shift Share .......................................................... 30
I. Analisis Tipologi Klassen .................................................. 31
J. Analisis SWOT .................................................................. 32
K. Penelitian Terdahulu ........................................................ 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat Penelitian .............................................................. 36
B. Pendekatan Penelitian ....................................................... 36
C. Metode Penelitian ............................................................. 36
D. Metode Analisis Deskriptif ............................................... 37
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 38
1. Data primer ....................................................................... 38
2. Data sekunder ................................................................... 39
F. Sumber informasi .............................................................. 39
G. Teknik Pemeriksaan dan Keabsahan Data ........................ 40
H. Fokus Penelitian ................................................................ 41
I. Teknik Analisa Data ......................................................... 41

BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian .................................. 45
B. Hasil Penelitian ....................................................................... 52
1. Analisa Location Quotient (LQ) ....................................... 53
2. Analisis shif share ............................................................. 57
3. Analisis Tipologi Klassen ................................................... 59
4. Analisis SWOT ................................................................ 65
a. Analisis SWOT Pantai Lawata ............... 65
b. Analisis SWOT Obyek daya tarik wisata alam kota bima ...............
81
c. Analisis SWOT Obyek daya tarik wisata alam kota bima ...............
89
d. Analisis SWOT Pariwisata kota bima ............... ........ 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................. 94
B. Saran ....................................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 97


LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman


1.1 Data kunjungan wisman tahun 2018 ......................................................... 1
1.2. Pendapatan negara sektor pariwisata ........................................................ 2
1.3. Urutan sektor penghasil devisa terbesar tahun 2018................................. 2
1.4. Data kunjungan turis secara global dan prediksinya................................. 3
1.5. Kontribusi pariwisata terhadap PDB ........................................................ 3
1.6. Provinsi Nusa Tenggara Barat .................................................................. 7
1.7. Kunjungan wisatawan Prov. NTB ............................................................ 8
1.8. Jumlah obyek wisata NTB 2018 ............................................................... 8
4.1. Kota Bima, Provinsi NTB ......................................................................... 45
4.2. Lambang dan moto Kota Bima ................................................................. 49
4.3. Jumlah wisatawan ke kota Bima ............................................................... 52
4.4. Citra satelit pantai Lawata ...................................................................... 64
4.5. Sarana pendukung di pantai Lawata ......................................................... 68
4.6. Sarana transportasi menuju pantai Lawata ............................................... 71
4.7. Sarana jalan menuju pantai Lawata .......................................................... 73
DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman


2.1 Karakteristik Tipologi Klassen ................................................................. 31
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 34
3.1 Karakteristik Tipologi Klassen .................................................................. 44
4.1 Luas wilayah kota Bima dirinci per Kecamatan ........................................ 51
4.2. Ibukota kecamatan dan jumlah kelurahan di kota Bima ........................... 52
4.3. PDRB Prov. NTB periode 2016-2018 ...................................................... 53
4.4. PDRB Kota Bima periode 2016-2018 ...................................................... 54
4.5. Nilai Location Quotient (LQ) Kota Bima Periode 2016-2018 ................. 54
4.6. Jumlah Wisatawan Prov. NTB Periode 2016-2018 .................................. 56
4.7. Jumlah Wisatawan Kota Bima Periode 2016-2018................................... 56
4.8. Persentase Jumlah Wisatawan Periode 2016-2018.................................... 56
4.9. Laju Pertumbuhan PDRB Periode 2016-2018........................................... 58
4.10. Analisis shift share berdasarkan PAD..................................................... 59
4.11. Karakteristik tipologi Klassen................................................................... 60
4.12. Penentuan tipologi Klassen sektor-sektor PDRB.................................... 60
4.13. Penentuan tipologi Klassen berdasarkan PAD........................................ 62
4.14. Obyek Daya Tarik Wisata Alam Kota Bima........................................ 63
4.15. Analisis SWOT Pantai Lawata................................................................ 77
4.16. Analisis SWOT Obyek Daya Tarik Wisata Budaya Kota Bima........... 90
4.17. Analisis SWOT Pariwisata Kota Bima.................................................... 92
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Adanya daya tarik pada suatu daerah dapat dijadikan sebagai tempat tujuan wisata.
Terdapatnya daerah tujuan wisata tersebut dapat menjadi penarik datangnya wisatawan untuk
berkunjung, baik wisatawan lokal, domestik maupun mancanegara. Kedatangan wisatawan
tersebut dapat memberikan pemasukan bagi daerah tersebut. Pemasukan akan didapat dari uang
yang dibelanjakan dan dikeluarkan untuk akomodasi wisatawan selama berada di daerah yang
mereka datangi. Dalam perspektif ekonomi pembangunan, kunjungan wisatawan dapat
meningkatkan taraf perekonomian masyarakat setempat khususnya dan daerah secara umum.
Menurut Rai Utama (2017:11), pariwisata dapat berdampak langsung terhadap perekonomian
daerah. Dampak tersebut dapat dilihat dari adanya pertukaran valuta asing, pendapatan
pemerintah (pajak pendapatan dan cukai barang masuk), penyerapan tenaga kerja, pembangunan
infrastruktur, dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Sumber: Kemenpar, 2019


Gambar 1.1. Data kunjungan wisman tahun 2018
Manahati Zebua (2016:188) menyebutkan bahwa pembangunan dan pengembangan
pariwisata sering disebut akan memberikan hasil yang berlipat ganda (multiplier effect) pada
berbagai pembangunan sektor lain sebagai efek ekonomi. Menurut menpar Arief Yahya (2019,
idntimes.com) pariwisata berhasil meningkatkan PAD di sebagian besar daerah nusantara.
1
Sumber: Kembudpar, 2018
Gambar 1.2. Pendapatan negara sektor pariwisata
Gambar 1.1 menjelaskan data jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebanyak 1.405.554
orang dengan pendapatan devisa dari sektor pariwisata yang diperoleh sebanyak $ 16,1 juta yang
ditampilkan pada gambar 1.2. Hal tersebut menjadikan pariwisata menjadi sektor unggulan
setelah ekspor kelapa sawit.

Sumber: Data BPS dan Kemenperindag diolah, 2018


Gambar 1.3. Urutan sektor penghasil devisa terbesar tahun 2018
Intensitas wisata yang semakin meningkat telah menjadi sumber pendapatan yang potensial
bagi negara (Shidarta, dkk., 2018:271). Menurut LIPI (2018), sektor pariwisata mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional dengan angka di atas sektor lainnya (www.lipi.go.id).

Berdasarkan data UNWTO (2017), pendapatan secara global dari sektor pariwisata
mencapai $1.340 billion dengan kunjungan turis sebanyak 1.326 million. Menurut WTTC
(World Travel & Travel Council) pada tahun 2018, sektor pariwisata tumbuh sebesar 3,9%
dengan memberikan kontribusi $8,8 trillion serta memberikan 319 million lapangan pekerjaan
bagi perekonomian dunia.

Gambar 1.4. Data kunjungan turis secara global dan prediksinya


Gambar 1.1 menggambarkan bahwa pangsa pasar sektor pariwisata untuk kawasan Asia-pasifik
menempati urutan teratas secara global. Untuk Indonesia, kunjungan wisman mencapai 16 juta
orang dengan devisa yang terserap sebanyak $17,6 miliar (www.ekbis.sindonews.com).
Indonesia menempati ranking 70 pada 2013 naik menjadi ranking 50 pada 2015 dan ranking 42
pada 2017 berdasarkan Tourism Index, yang dikeluarkan oleh World Travel and Tourism
Council (WTTC).

Sumber: Kemenpar, 2019


Gambar 1.5. Kontribusi pariwisata terhadap PDB
Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) adalah
jumlah produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi pada suatu daerah di
saat tertentu. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan alat pengukur dari pertumbuhan
ekonomi. PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di
dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari
produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang
bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara
tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam
negeri atau tidak. Gambar 1.5 memperlihatkan bahwa sektor pariwisata menyumbang devisa
sebesar 224 triliun rupiah dengan realisasi pada PDB sebanyak 5,25% pada tahun 2018. Hal ini
tentunya dapat menjadi gambaran bahwa pariwisata dapat menjadi salah satu penggerak
perekonomian nasional. Pemerintah melalui Kementrian Pariwisata menargetkan kunjungan
wisatawan sebanyak 20 juta orang wisatawan dengan proyeksi pendapatan sekitar Rp. 280 triliun
(Kemenpar.go.id).
Tidak hanya berpengaruh pada Produk Domestik Bruto, sektor pariwisata secara langsung
juga akan mempengaruhi pendapatan asli daerah tempat daerah tujuan wisata berada. PAD dapat
merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri atau Permendagri No. 37 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam peraturan
tersebut, Pendapatan Asli Daerah menjadi salah satu bagian dari Pendapatan Daerah yang
dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran dan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. PAD yang dapat diperoleh
oleh pemerintah daerah terkait pariwisata berasal dari pajak dan retribusi komponen-komponen
yang berhubungan dengan jalannya pariwisata serta pengelolaan daerah tujuan wisata. Sebagai
contoh, Pada 2017 lalu, PAD Kabupaten Banyuwangi dari sektor pariwisata mencapai Rp 22
miliar. Lalu pada 2018, PAD dari sektor pariwisata mencapai Rp 29 miliar
(https://travel.detik.com/travel-news/d-4602950). Dinas Pariwisata Kota Palembang, Sumatera
Selatan mencatat sumbangan pendapatan asli daerah dari bisnis sektor pariwisata sepanjang 2018
cukup besar mencapai Rp185 miliar (http://www.neraca.co.id/article/113504).
Berbeda dari sudut pandang ekonomi, sektor pariwisata dapat dipandang dari sisi suatu
kebutuhan manusia. Maslow (1970) mengungkapkan teori kebutuhan dasar manusia, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan penghargaan dan
kebutuhan aktualisasi diri. Dari sudut pandang teori tersebut, teori kebutuhan Maslow menjadi
dasar penting bagi manusia dalam hal motivasi untuk bepergian (travel) dan umumnya dalam hal
pariwisata (Mokhtarian, dkk., 2015:6). Travelling merupakan kebutuhan manusia disebabkan
adanya eksistensi/aktualisasi seseorang pada suatu tempat, menambah wawasan serta sebagai
sarana hiburan. Banyaknya destinasi wisata dari negara-negara di dunia membuat orang-orang
untuk berlibur. Berdasarkan hasil Indonesia E-Tourism Summit (IETS) 2013 di Bali, travelling
menjadi kebutuhan kedua orang Indonesia setelah kebutuhan pokok (www.liputan6.com).
Pariwisata di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dewasa ini seiring
dengan kemajuan teknologi. Pariwisata merupakan sumber devisa negara setelah pajak dan
migas. Pengembangan pariwisata harus merupakan pengembangan yang berencana secara
menyeluruh, sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat baik dari segi
ekonomi, sosial dan budaya. Oleh karena itu, diperlukan adanya keterpaduan dan sinergi yang
meliputi :
1. Integrasi perencanaan sektor secara horizontal. Yang dimaksud perencanaan horizontal
yaitu memadukan serta mensinergikan perencanaan dari berbagai sektor yang
menghasilkan keuntungan bagi daerah itu sendiri seperti pertanian dan konservasi yang
berada di hulu, perikanan, pariwisata, perhubungan laut, industri maritim, pertambangan
lepas pantai, konservasi laut dan sektor pengembangan kota.
2. Integrasi perencaan sektor secara vertikal yaitu integrasi kebijakan- kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah daerah guna mengatur pengelolaan potensi yang ada dan
perencanaan mulai dari tingkat yang terendah yang meliputi tingkat desa, Kecamatan,
Kabupaten kota, Provinsi, sampai tingkat nasional.
3. Integrasi antara ekosistem dengan laut. Hal ini diprioritaskan dengan menggunakan
kombinasi pendekatan batas ekologis. Dengan demikian, dampak dari suatu kegiatan di
pesisir seperti potensi pariwisata bahari maupun wisata pendukung lainnya perlu di
perhitungkan dalam pengelolaan daerah pesisir.
4. Integrasi Sains dan teknologi dengan menejemen yang didasarkan pada input data dan
informasi ilmiah yang valid untuk alternatif dalam mempertimbangkan kondisi yang ada,
karakteristik sosial ekonomi budaya kelembagaan dan bio-geofisik lingkungan setempat.
5. Integrasi serta kerjasama antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat guna
mengendalikan faktor-faktor penyebab kerusakan sumber daya pesisir maupun ekosistem
laut yang ada di dalamnya yang bersifat lintas Negara. Dengan tercapainya hal di atas
akan menciptakan simbiosis mutualisme yang pastinya akan sangat menguntungkan bagi
kedua belah pihak yaitu pemerintah pusat dengan daerah serta pemerintah daerah dengan
aspek kesejahteraan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Pengembangan pariwisata harus memperhatikan kelestarian, lingkungan (ekologis), aspek
sosial, ekonomi, budaya, politik, hukum dan kelembagaan serta pertahanan keamanan dalam
ruang lingkup yang mencakup daerah maupun nasional. Ironisnya, dalam pengembangan sebagai
industri, pariwisata telah menyebabkan dampak negatif akibat pengelolaan yang belum terpadu.
Sebagai contoh, meningkatnya penderita HIV dan AIDS akibat pembangunan hotel-hotel
penyedia hiburan malam di sekitar wilayah wisata. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hotel-
hotel atau bangunan-bangunan penyedia tempat penginapan merupakan salah satu faktor
penunjang pariwisata. Sebagai contoh, Pantai Karabia yang terletak di Teluk Mexico telah
menghancurkan daerah pesisir yang meliputi pantai serta pulau-pulau kecil di dalamnya yang
sebenarnya merupakan salah satu daya tarik mendatangkan wisatawan.
Provinsi Nusa Tenggara Barat yang terdiri dari dua pulau merupakan salah satu provinsi
yang memiliki kekayaan alam yang berpotensi dijadikan daerah tujuan wisata. Letaknya yang
bersebelahan dengan pulau dewata dapat menjadikan Nusa Tenggara Barat menjadi tujuan
wisata potensial bagi wisatawan asing dan domestik. Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas
dua pulau besar, yaitu Lombok dan Sumbawa dan dikelilingi oleh 280 pulau-pulau kecil.
Luas wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 49.312,19 km2 teriri dari daratan
seluas 20.153,15 Km2 (40,87%) dan perairan laut seluas 29.159,04 Km2 (59,13%) dengan
panjang garis pantai 2.333 km. Luas Pulau Sumbawa mencapai 15.414,5 km2 (23,51%).
Berdasarkan data statistik dari lembaga meteorologi, temperatur maksimum berkisar antara 30,9°
– 32,1° C, dan temperatur minimum berkisar antara 20,6° - 24,5°C. Sebagai daerah tropis, Nusa
Tenggara Barat mempunyai rata-rata kelembaban yang relatif tinggi, yaitu antara 48-95%. Letak
dan kondisi Geografis Nusa Tenggara Barat terletak antara Barat - Timur 115° 46' – 119O 5'
Bujur Timur Utara - Selatan 8° 10' – 9O 5' Lintang Selatan dengan Batas Wilayah sebelah Utara
dengan Laut Jawa dan Laut Flores sedangkan sebelah Selatan Dengan Samudra Indonesia.
Sebelah Barat dengan Selat Lombok (Prov. Bali) dan sebelah Timur berbatasan dengan Selat
Sape (Prov. NTT).
Gambar 1.6. Provinsi Nusa Tenggara Barat

Sumber: Disparbud Prov. NTB, 2018


Gambar 1.7. Kunjungan wisatawan Prov. NTB

Dari gambar 1.7. memperlihatkan bahwa jumlah kunjungan wisman pada triwulan I
sebanyak 288.892 orang dan wisnus sebanyak 328.556 orang. Pada triwulan II, wisman sebanyak
572.512 orang dan wisnus sebanyak 953.671 orang. Pada triwulan III wisman sebanyak 241.668
orang dan wisnus sebanyak 378.730 orang. Dan pada triwulan IV wisman sebanyak 101.484
orang dan wisnus sebanyak 158.261 orang. Total wisman pada tahun 2018 sebanyak 1.204.556
orang dan wisnus sebanyak 1.819.218 orang. Dengan jumlah wisatawan yang berkunjung
tersebut, Provinsi NTB mendapatkan PAD sebanyak Rp. 1,6 triliun dengan pemasukan dari
sektor pariwisata sebesar Rp. 1,7 triliun.

Sumber: Disparbud Prov. NTB, 2018


Gambar 1.8. Jumlah obyek wisata NTB 2018
Provinsi NTB melalui Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 menetapkan kawasan
strategis daerah (KSPD) yang terdiri dari 11 kawasan, 4 KSPD di pulau Lombok dan 7 KSPD di
pulau Sumbawa. KSPD pulau Lombok : kawasan Mataram Metro, kawasan Senggigi-Tiga gili,
kawasan Kuta-Mandalika, kawasan Rasimas-Sembalun. KSPD pulau Sumbawa: kawasan
Alasutan, kawasan Pototano-Maluk, kawasan Batu Hijau-Dodorinti, kawasan Samota, kawasan
Hu‟u, kawasan teluk Bima dan kawasan Waworada-Sape. Menurut data dinas pariwisata
propinsi NTB, perolehan devisa dari sektor pariwisata pada tahun 2018 mencapai 16 miliar dolar
AS dari target 17 miliar dolar AS. Untuk tahun 2019, target perolehan devisa pariwisata dipatok
pada angka 17,6 miliar dolar AS (www.dpr.go.id).
Selaras dengan tujuan dari target pendapatan sektor pariwisata Provinsi NTB, Kota Bima
sebagai salah satu daerah juga berupaya untuk mendukung misi tersebut. Selain sebagai salah
satu daerah penyumbang pendapatan provinsi, Kota Bima juga mengusahakan sektor pariwisata
bagi daerahnya sendiri dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya. Kota Bima merupakan
salah satu Daerah Otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terletak di bagian timur Pulau
Sumbawa pada posisi 118°41'00"-118°48'00" Bujur Timur dan 8°20'00"-8°30'00" Lintang
Selatan. Kota Bima memiliki areal tanah berupa: persawahan seluas 1.923 hektar (94,90%
merupakan sawah irigasi), hutan seluas 13.154 ha, tegalan dan kebun seluas 3.632 ha, ladang dan
huma seluas 1.225 ha dan wilayah pesisir pantai sepanjang 26 km. Secara umum kondisi tanah di
Kota Bima didominasi oleh gunung batu, hal ini menyebabkan rata-rata masyarakatnya bertani
dengan menanam jagung dan tanaman keras lainnya. Tingkat curah hujan rata-rata 132,58 mm
dengan hari hujan: rata-rata 10.08 hari/bulan. Sementara matahari bersinar terik sepanjang
musim dengan rata-rata intensitas penyinaran rata-rata 21 °C sampai 30,8 °C.
Kota Bima memiliki beberapa daerah tujuan wisata, yaitu :
1. Wisata alam : gunung Pundu Nence, gua Ringi Ncanga, air terjun Busu, air terjun
Maronci
2. Wisata pantai: pantai Sonumbe, pantai Kolo, pantai Ule, pantai Amahami, Pantai
Lawata, pantai Kalaki, pantai So Ati, pantai Buntu
3. Wisata budaya: tenun songket di Rambadompu
4. Wisata sejarah: museum Asi Mbojo (Istana Bima) di Rasanae Barat
5. Wisata kuliner: Uta Maju (daging rusa)

Gambar 1.9. Kota Bima, Provinsi NTB


PAD Kota Bima pada tahun 2018 mencapai Rp. 35 miliar dengan kontribusi sektor
pariwisata mencapai Rp. 1,7 miliar dengan banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara
sebanyak 1.152.022 orang dan wisatawan nusantara sebanyak 36.465 orang. Hal ini tentunya
menandakan bahwa sektor pariwisata di Kota Bima sangat menjanjikan untuk dikembangkan
dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah.
Untuk menjadikan suatu daerah menjadi daerah tujuan wisata, tentunya tidak terlepas dari
peran masyarakat setempat khususnya dan peran pemerintah daerah serta para pelaku sektor
pariwisata. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, sarana, prasarana dan fasilitas pendukung
wisata harus dapat terpenuhi. Sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah
(RIPPDa) Kota Bima:
1. Merancang sebuah Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah yang Komprehensif,
terpadu dan berkelanjutan serta berdaya saing yang sesuai dengan karakteristik fisik dan
non fisik daerah, serta nilai-nilai agama dan budaya masyarakat setempat
2. Memberikan arah kebijakan dalam membangun kepariwisataan yang dilandasi dengan
kebijakan pembangunan serta memberikan pedoman tentang perencanaan yang
dibutuhkan dalam pembangunan pariwisata
3. Memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai pembangunan potensi kebudayaan
dan pariwisata yang meliputi daya tarik wisata, usaha sarana wisata, usaha jasa wisata
dan usaha lain pendukung pariwisata
4. menjadi acuan bagi seluruh stakeholder pariwisata agar dapat bekerjasama secara positif
dalam mekanisme kerjasama untuk pembangunan kepariwisataan
Dalam RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah) 2018-2023 Kota Bima,
sektor pariwisata mendapat dukungan karena pengembangan kawasan pesisir dengan konsep
Kota Tepian Air sedang diangkat sebagai isu strategis. Pembangunan terminal tipe A untuk
AKAP, pembangunan sarana parkir, pembukaan dan perawatan jalan juga menjadi isu strategis
yang menjadi perhatian pemerintah Daerah Kota Bima.
Menurut Middleton (2019:58), ada lima komponen yang harus ada dalam produk wisata,
yaitu :
1. Atraksi wisata di daerah tujuan wisata; natural attraction, built attraction, cultural
attraction, social attraction
2. Fasilitas dan pelayanan di daerah tujuan wisata
3. Aksebilitas menuju daerah tujuan wisata
4. Image daerah tujuan wisata
5. Harga yang dikenakan pada konsumen
Pengembangan sektor pariwisata ini tidak dapat serta merta terwujud dengan lancar dan
baik. Seperti sektor lain yang dikembangkan, pengembangan sektor pariwisata tidak dapat
terlepas dari adanya kekurangan dan hambatan. Menurut Bappenas, luasnya wilayah Indonesia,
biaya besar untuk sarana prasarana, serta kemampuan sumber daya manusia pada sektor
pariwisata menjadi kendala penting bagi pengembangan pariwisata Indonesia
(www.bappenas.go.id). Hal serupa diungkapkan oleh Singgalen, dkk. (2018:175) bahwa
permasalahan pengembangan pariwisata disebabkan oleh manusia, alam dan pendanaan. Tenaga
terampil, infrastruktur serta bencana alam dapat menghambat pengembangan pariwisata.
Target pemerintah daerah Kota Bima sesuai dengan tema pengembangan pariwisata,
“Pembangunan Wisata Berbasis Edukasi, Rekreasi dan Gaya Hidup Aktif”, antara lain :
1. Meningkatnya kualitas ODTW bahari dan ODTW sejarah dan budaya
2. Meningkatnya kualitas infrastruktur dan fasilitas penunjang pariwisata
3. bertambahnya kawasan wisata baru di kota bima
4. meningkatnya kunjungan wisata di kota bima
5. meningkatnya kontribusi positif sektor pariwisata terhadap perekonomian
masyarakat
6. meningkatnya kontribusi positif sektor pariwisata terhadap sosial budaya
masyarakat kota bima
7. memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan alam
Permasalahan yang terjadi di Kota Bima dalam mengembangkan potensi pariwisata
diungkapkan oleh Walikota Bima, antara lain fasilitas pendukung (air bersih dan listrik),
kebijakan pemerintah, serta aspek keamanan dan kenyamanan (www.bimakini.com). Kota Bima
merupakan Kota kedua terkecil setelah Kota Mataram dengan luas hanya 222,25 Km2 sebanyak
0,45% dari luas Provinsi NTB dengan topografi dataran sebanyak 95% yang kebanyakan adalah
kebun dan ladang dengan kondisi tanah didominasi oleh gunung batu. Permasalahan pada sektor
pariwisata Kota Bima yang dapat diungkapkan oleh penulis yang pertama adalah topografi tanah
yang tidak rata dimana pada umumnya sarana jalan, penunjang jalan, sarana umum (toilet umum,
tempat ibadah, sarana parkir, tempat istirahat), pusat cinderamata dan oleh-oleh, serta
transportasi menjadi kendala. Sedangkan untuk destinasi wisata berupa pantai, sarana dermaga,
air bersih dan listrik yang biasanya menjadi kendala. Adat istiadat serta sumber daya manusia
terampil menjadi kendala yang dihadapi berikutnya. Menurut Ahmad dan Argubi (2018), Hampir
semua daya tarik wisata yang ada di Kota Bima belum dikemas secara menarik, padahal minat
masyarakat untuk mengunjungi daya tarik wisata sangat besar. Dengan demikian upaya untuk
meningkatkan mutu dan layanan daya tarik wisata di Kota Bima perlu terus dilakukan. Menuru
Kadis Dikbud NTB, Muh. Suruji (2018), pengembangan pariwisata dan pendidikan belum
berjalan seiring, SMK khusus pariwisata belum ada (www.suarantb.com).
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul, :”Analisis Potensi Sektor Pariwisata di Kota Bima Provinsi Nusa
Tenggara Barat”.

B. Identifikasi Masalah
1. Target pendapatan daerah sektor pariwisata belum tercapai
2. Penentuan sektor-sektor basis dan non-basis sebagai pendukung sektor pariwisata belum
jelas
3. Sektor pariwisata belum maksimal dalam mendukung laju pertumbuhan ekonomi lokal
4. Kontribusi sektor pariwisata terhadap PAD dan PDRB belum maksimal
5. Daerah-daerah tujuan wisata masih banyak yang berpotensi untuk dikembangkan
6. Pembangunan sarana dan fasilitas pendukung daerah tujuan wisata masih belum
maksimal
7. Ketersediaan sumber daya manusia pendukung pariwisata masih minim
8. Promosi daerah tujuan wisata yang potensial belum ada

C. Batasan Masalah
1. Penelitian ini menggunakan Location Quotient (LQ) dalam menentukan sektor basis dan
non basis terkait sektor pariwisata di Kota Bima
2. Penelitian ini menggunakan Analisis shif share dalam menentukan perkembangan sektor
pariwisata di Kota Bima
3. Penelitian ini menggunakan Analisis Tipologi Klassen dalam menentukan pertumbuhan
ekonomi terkait sektor pariwisata di Kota Bima
4. Penelitian ini menggunakan analisis SWOT potensi sektor pariwisata di Kota Bima
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan identifikasi masalah, permasalahan dalam penelitian dapat dibuat
sebagai berikut:
1. “Bagaimana Location Quotient (LQ) dalam mengklasifikasikan sub sektor basis dan non
basis terkait sektor pariwisata di Kota Bima?”
2. “Bagaimana Analisis shift share dalam menentukan perkembangan sektor pariwisata di
Kota Bima?”
3. “Bagaimana Analisis Tipologi Klassen dalam menentukan pertumbuhan ekonomi terkait
sektor pariwisata di Kota Bima?”
4. “Bagaimana analisis SWOT potensi sektor pariwisata di Kota Bima?”
E. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan sub sektor basis dan non basis terkait
sektor pariwisata di Kota Bima menggunakan analisis location quotient (LQ)
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan sektor pariwisata di Kota Bima
menggunakan analisis shift share
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi terkait sektor pariwisata
di Kota Bima menggunakan analisis Tipologi Klassen
4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sektor pariwisata di Kota Bima
menggunakan analisis SWOT
F. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini bermanfaat bagi penulis dalam menambah ilmu, pengetahuan serta
wawasan dalam mengembangkan potensi pariwisata terkait jurusan yang penulis ambil,
yakni ekonomi pembangunan
2. Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat di lingkungan daerah tujuan wisata yang akan
dikembangkan untuk mengetahui strategi pengembangan potensi wisata di daerah
tersebut
3. Penelitian ini bermanfaat bagi Pemerintah Kota Bima khususnya Dinas Pariwisata
sebagai bahan masukan dan informasi terkait pengembangan daerah tujuan wisata
4. Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat khususnya peneliti dan praktisi terkait
kepariwisataan, pembangunan daerah sebagai penambah informasi serta dalam
melakukan penelitian lanjutan dari penelitian ini
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis dan Potensi


Analisis atau analisa berasal dari kata Yunani kuno “analusis” yang berarti melepaskan.
Analusis terbentuk dari dua suku kata, yaitu “ana” yang berarti kembali, dan “luein” yang berarti
melepas, jika digabungkan maka artinya adalah melepas kembali atau menguraikan. Kata
“analusis” ini diserap kedalam bahasa inggris menjadi “analysis”, yang kemudian juga diserap
juga ke dalam bahasa Indonesia menjadi “analisis”. Menurut Komaruddin (2001:53) seperti
dikutip oleh Junaidi (2015:3), analisis adalah kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu
keseluruhan menjadi komponen sehinga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya
satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu.
Analisis/ana·li·sis/ n 1 penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan
sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya,
dan sebagainya); 2 Man penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian
itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman
arti keseluruhan; 3 penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya; 4 pemecahan persoalan yang
dimulai dengan dugaan akan kebenarannya.
Potensi/po·ten·si/ /poténsi/ n kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk
dikembangkan; kekuatan; kesanggupan; daya. Menurut Munroe (2016:21), potensial merupakan
kemampuan yang terbengkalai, kekayaan yang belum diolah, keindahan yang masih
tersembunyi, daya tarik yang masih tertutup, kekuatan yang masih tertutup. Menurut Ensiklopedi
Indonesia, Potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.
Potensi adalah kemampuan yang belum dibukakan, kuasa yang tersimpan, kekuatan yang belum
tersentuh, keberhasilan yang belum digunakan, karunia yang tersembunyi atau dengan kata lain
potensi adalah kemampuan atau kekuatan atau daya, dimana potensi dapat merupakan bawaan
atau bakat dan hasil stimulus atau latihan dalam perkembangan (www.abihafiz.wordpress.com).

16
B. Pariwisata
Menurut etimologi, kata tour berasal dari bahasa Latin „tornare‟ dan Yunani „tornos,‟
mempunyai arti „lingkaran; pergerakan mengelilingi titik pusat‟. Imbuhan -ism berarti aksi atau
proses, sedangkan imbuhan -ist menyatakan melakukan aksi. Penggabungan kata tour dan
imbuhan -ism dan -ist berarti aksi dari pergerakan di sekitar lingkaran. Seperti lingkaran, wisata
merepresentasikan perjalanan yang bersifat kembali lagi, yakni perilaku meninggalkan/pergi
kemudian kembali pada titik awal, orang yang melakukan perjalanan tersebut disebut dengan
turis.
Menurut UU No. 10 Tahun 2009, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam
jangka waktu sementara. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan
Pemerintah Daerah. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata
dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang
dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daerah tujuan
pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada
dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas
umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi
terwujudnya kepariwisataan.
Pariwisata/pa·ri·wi·sa·ta/ n yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi;
pelancongan; turisme. Menurut Raju (2012:2) pariwisata muncul dari pergerakan orang ke suatu
tempat dan mereka menetap di tempat tersebut pada berbagai tempat tujuan. Pariwisata memiliki
elemen perjalanan ke tempat tujuan serta menetap dan beraktivitas pada tujuan tersebut.
Kegiatan perjalanan serta menginap berada di luar tempat tinggal dan tempat kerja. Pergerakan
ke tempat tujuan bersifat sementara, dalam jangka pendek dan akan kembali ke tempat semula
dalam waktu beberapa hari, minggu atau bulan. Lickorish dan Jenkins (1997:2) pariwisata
menyiratkan bahwa seseorang melakukan perjalanan yang mungkin kurang dari sehari (day
tripper / pengunjung); atau perjalanan dalam batas nasional/wisata domestik; atau mungkin
perjalanan yang melintasi batas internasional/wisata internasional.
Pariwisata adalah kegiatan yang terjadi ketika orang menyeberang perbatasan untuk liburan
atau bisnis dan tinggal setidaknya 24 jam tetapi kurang dari satu tahun (Mill and Morrison,
1998: 2). Menurut WTO atau World Tourism Organization, Pariwisata adalah kegiatan manusia
yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya.
Prof. Salah Wahab dalam Yoeti (2008:116) Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang
mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya,
sebagai sektor yang komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri
kerajinan tangan dan cinderamata, penginapan dan transportasi. Spillane (1982:20) dalam
Ahmad dan Rio (2015:567) mengemukakan bahwa pariwisata adalah kegiatan melakukan
perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu,
memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan
lain-lain.
Baggio (2013:3) menjelaskan karakteristik dari pariwisata antara lain:
 Pergerakan orang-orang ke suatu tujuan dibedakan menjadi perjalanan (journey) dan
menetap (stay) di luar dari tempat tinggal dan pekerjaan
 Perpindahan dilakukan secara sementara dengan durasi relatif singkat, yang berbeda dari
migrasi
 Melakukan aktivitas berbeda dari orang-orang di daerah yang dikunjungi
 Maksud dari pariwisata adalah rekreasi, bukan untuk mencari tempat tinggal permanen
atau bekerja di tempat yang dikunjungi
 Pariwisata merupakan penjabaran dari kegiatan kesenangan dengan menggunakan uang,
waktu bebas dan keinginan sendiri
C. Jenis pariwisata
Berkunjung ke suatu tempat untuk wisata bagi semua orang merupakan kegiatan yang
menyenangkan. Bagi sebagian orang, wisata akan lebih menyenangkan dan meningkatkan nilai
wisata bagi dirinya apabila mereka melakukan wisata atau mengunjungi tempat-tempat tertentu
yang memiliki atraksi atau ciri khas tertentu. Hal ini dipengaruhi dari jenis-jenis pariwisata yang
dikehendaki masing-masing pengunjung wisata.
Adapun berbagai jenis pariwisata berdasarkan motif perjalanan wisata (Yoeti, 2008:127),
yaitu:
1. Wisata budaya, motivasinya untuk mengetahui dan mempelajari kebudayaan tertentu
2. Wisata perjalanan, umumnya berpergian menikmati keindahan alam
3. Wisata kesehatan dan rekreasi, motifasinya mengunjungi lokasi untuk bersantai dan
menikmati serta menyegarkan wisatawan akan kondisi jasmani dan rohani
4. Wisata olahraga, motifasinya untuk berolahraga seperti mendaki gunung, berburu, atau
ikut serta dalam kegiatan olahraga seperti Olympiade
5. Wisata komersil untuk urusan dagang, motivasinya mengunjungi pameran-pameran atau
pekan raya atau festival yang bersifat komersial menyangkut kebutuhan atau profesi dari
wisatawan tersebut
6. Wisata maritim, motivasinya menyaksikan keindahan laut, pantai, sungai dan danau
Berbagai jenis pariwisata berdasarkan letak geografis :
1. Pariwisata lokal (local tourism)
2. Pariwisata regional (regional tourism)
3. Pariwisata nasional (national tourism)
4. Pariwisata regional-internasional
5. Kepariwisataan dunia (international tourism)
Menurut Ismayanti (2012:10) jenis wisata dibagi menjadi beberapa jenis yakni sebagai
berikut:
1. Wisata Kuliner. Wisata untuk mengenyangkan dan memanjakan perut pengunjung
dengan aneka ragam masakan khas, juga untuk mendapatkan pengalaman menarik dari
sensasi kuliner daerah
2. Wisata Olahraga. Wisata yang dipadukan dengan kegiatan olahraga. Kegiatan wisata ini
berupa kegiatan olahraga aktif yang membuat pengunjung melakukan gerakan olah
tubuh. Selain itu, pengunjung juga dapat hanya menjadi penikmat dan pecinta olahraga
saja
3. Wisata komersial. Wisatawan yang melakukan perjalanan untuk mengunjungi pameran-
pameran dan festival yang bersifat komersial seperti pameran industri, pameran dagang
dan sebagainya
4. Wisata bahari. Wisata yang dikaitkan dengan dengan pantai, air laut, dan pulau
5. Wisata industri. Perjalanan yang dilakukan oleh rombongan orang-orang awam ke suatu
tempat perindustrian dengan maksud dan tujuan untuk melihat proses industri
6. Wisata Bulan Madu. Perjalanan yang dilakukan pasangan pengantin baru dengan
fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan
7. Wisata Cagar Alam. Wisata yang mengkhususkan ke tempat atau cagar alam, Taman
lindung, pegunungan, hutan daerah dan sebagainya, yang kelestariannya dilindungi oleh
Undang-Undang.
Menurut AH Mir (2008, dalam Pineda dan Brebbia, 2016:67), tujuan utama dari suatu
perjalanan dapat menentukan bentuk dan jenis dari wisata.
1. Archeological tourism. Bentuk alternatif dari wisata budaya dengan tujuan
mempromosikan dan melestarikan sejarah arkeologi
2. Cultural heritage tourism. Wisata warisan budaya merupakan yang terbanyak di dunia.
Wisata yang menunjukkan identitas suatu daerah
3. Pilgrimage tourism. Dalam hal keagamaan dan spiritual, ziarah merupakan perjalanan
panjang dalam pencarian moral dan batin. Wisata ziarah merupakan bagian penting bagi
pengikut keagamaan
4. Adventure tourism. Bagian dari wisata yang melibatkan eksplorasi perjalanan yang
eksotik, dimana traveler mengharapkan apa yang tidak diharapkan berupa tantangan
5. Agri tourism. Merupakan liburan di pertanian. Pengunjung dapat hanya melihat maupun
terlibat dalam proses pertanian
6. Atomic tourism. Berkaitan dengan tempat atau situs sejarah atom
7. Bookstore tourism. Merupakan bagian dari wisata budaya yang mempromosikan toko
buku yang berada dalam destinasi wisata
8. Disaster tourism. Aksi perjalanan ke daerah bencana untuk melihat proses pemulihan,
maupun peninggalan bencana
9. Drug tourism. Pengenalan jenis obat terlarang maupun penggunannya
10. Excursions. Perjalanan sekelompok orang untuk kesenangan atau tujuan pendidikan ke
suatu tempat
11. Garden tourism. Kunjungan ke kebun botani atau taman bersejarah
12. Medical tourism. Perjalanan yang bertujuan melihat praktik medis
13. Shark tourism. Kunjungan ke habitat hiu
14. Space tourism. Kunjungan untuk mempelajari perihal terkait pesawat dan luar angkasa
15. Eco-tourism. Industri wisata terkait lingkungan dan budaya lokal
16. Water tourism. Wisata air
17. Wild life tourism. Wisata di alam bebas
18. Wine tourism. Wisata pengolahan minuman anggur

D. Pengembangan Pariwisata
Pengembangan suatu daerah menjadi destinasi wisata bukanlah proses yang mudah. Banyak
pertimbangan yang harus dilakukan, baik oleh masyarakat, pemerintah daerah, pengelola
maupun pemerintah pusat.
Menurut Bhatia (2012:222), suatu pemerintahan sebelum mengembangkan sektor pariwisata
harus memperhatikan isu-isu :
1. Pertumbuhan rata-rata sektor pariwisata, apakah akan dikembangkan menjadi wisata
massal, dikembangkan perlahan, atau selektif
2. Peran sektor pariwisata bagi perekonomian nasional, serta kesesuaian perkembangan dan
pertumbuhannya mengacu pada perencanaan pengembangan nasional, regional dan lokal
3. Aturan atau undang-undang untuk sektor publik dan private dalam pengembangan
industri pariwisata
4. Aturan atau undang-undang untuk pelaku usaha domestik dan asing
5. Kebijakan yang akan dibuat, apakah sama dengan industri lainnya atau adanya kebijakan
khusus
6. Kebijakan pengembangan industri pariwisata, apakah jangka panjang atau jangka pendek
Menurut UN-WTO (2011), tanggung jawab pemerintah dalam penentuan kebijakan sektor
pariwisata berada dalam beberapa hal berikut:
1. Menentukan kebijakan operasional bagi sektor publik dan swasta
2. Menentukan kebijakan leglislasi, regulasi dan kontrol, pelesatarian lingkungan dan
budaya
3. Kebijakan pembangunan infrastruktur pariwisata
4. Kebijakan pembangunan kualitas SDM penunjang sektor pariwisata
5. Implementasi kebijakan pariwisata, yakni evaluasi kekayaan pariwisata, identifikasi dan
kategorisasi produk wisata unggulan dan kompetitif, menentukan persyaratan dan
ketentuan penyediaan infrastruktur pada keragaman pariwisata, serta mengelaborasi
program pembiayaan dalam aktivitas pariwisata

Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDa) Kota Bima:


5. Merancang sebuah Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah yang Komprehensif,
terpadu dan berkelanjutan serta berdaya saing yang sesuai dengan karakteristik fisik dan
non fisik daerah, serta nilai-nilai agama dan budaya masyarakat setempat
6. Memberikan arah kebijakan dalam membangun kepariwisataan yang dilandasi dengan
kebijakan pembangunan serta memberikan pedoman tentang perencanaan yang
dibutuhkan dalam pembangunan pariwisata
7. Memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai pembangunan potensi kebudayaan
dan pariwisata yang meliputi daya tarik wisata, usaha sarana wisata, usaha jasa wisata
dan usaha lain pendukung pariwisata
8. menjadi acuan bagi seluruh stakeholder pariwisata agar dapat bekerjasama secara positif
dalam mekanisme kerjasama untuk pembangunan kepariwisataan
Menurut Bhatia (2012:227), dalam perencanaan pengembangan pariwisata, hal pertama
yang harus dilakukan adalah menentukan tujuan (establishing objectives). Hal ini merupakan
dasar dari pengembangan pariwisata, dimana pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan
standar hidup dari masyarakat di daerah tujuan wisata, meningkatkan investasi daerah dan
mendongkrak perekonomian nasional. Konsep perencanaan menyediakan pandangan dalam
mengembangkan pariwisata masa depan. Konsep perencanaan biasanya memuat, tujuan
perencaan, pemilihan tempat wisata, fasilitas yang dibutuhkan, atraksi pendukung, penggunaan
lahan serta kontrolnya, biaya yang dibutuhkan serta kebijakan yang mendukung. Hal kedua
adalah perencanaan tata ruang (territorial planning). Pengembangan dan pembangunan daerah
wisata harus sesuai dengan kebijakan rencana tata ruang wilayah yang sudah dibuat oleh
pemerintah daerah, jangan sampai menyalahi atau mengganggu pembangunan daerah yang sudah
direncanakan. Hal berikutnya adalah pemasaran (marketing and promotion). Pemasaran dan
promosi daerah wisata yang baik dapat menarik wisatawan lebih menikmati dan terkesan dengan
paket pariwisata yang tersedia. Pemasaran dan promosi dilakukan dengan berbagai saluran
komunikasi, seperti katalog, iklan, public relations, dsb. Hal berikutnya adalah melakukan
monitoring progress. Hal ini terkait dengan pantauan secara periodik untuk menilai keunggulan
dan kelemahan pada proses perencanaan yang telah dilakukan serta solusinya. Hal kelima yang
diperhatikan adalah environmental planning. Pengembangan dan pembangunan sektor pariwisata
harus memperhatikan aspek lingkungan, kebijakan yang baik dapat melestarikan lingkungan
wisata dan lingkungan hidup manusia. Hal terakhir adalah pertimbangan kapasitas dan
berkelanjutan (carrying capacity and sustainability). Pengembangan dan pembangunan sektor
pariwisata harus memperhatikan kapasitas wisatawan yang dapat ditampung serta
memperhatikan pengembangan yang berkelanjutan. Wisatawan yang berkunjung ke hutan hujan
yang masih liar harus dibatasi karena dapat mengganggu ekosistem.
Menurut Middleton (2019:58), ada lima komponen yang harus ada dalam produk wisata,
yaitu :
6. Atraksi wisata di daerah tujuan wisata; natural attraction, built attraction, cultural
attraction, social attraction
7. Fasilitas dan pelayanan di daerah tujuan wisata
8. Aksebilitas menuju daerah tujuan wisata
9. Image daerah tujuan wisata
10. Harga yang dikenakan pada konsumen

Unsur-unsur pariwisata menurut Pendit (1994) dalam Putra (2019:15) antara lain:
1. Akomodasi. Merupakan tempat tinggal sementara bagi pengunjung. Sekarang telah
berkembang luas ke arah pemenuhan kebutuhan dasar lainnya seperti makan, perjalanan,
rekreasi, dsb.
2. Jasa boga dan restoran. Pengadaan makanan dan minuman secara komersial pada saat
berwisata maupun untuk di bawa pulang
3. Transportasi dan jasa angkutan. Angkutan menuju atau di dalam destinasi wisata untuk
memudahkan pergerakan pengunjung
4. Atraksi wisata. Kegiatan yang dapat menarik minat pengunjung, baik dilihat saja maupun
dilakukan pengunjung
5. Cinderamata. Barang-barang khas destinasi wisata yang dapat dibawa oleh pengunjung
6. Biro perjalanan. Badan usaha pelayanan dalam proses wisata
Yoeti (2008 : 164), mengemukakan tiga kriteria yang menentukan bagi suatu objek wisata;
1) Something To See, adalah objek wisata harus mempunyai sesuatu yang dapat dilihat atau
ditonton oleh pengunjung atau daya tarik khusus yang mampu untuk menarik minat wisatawan
yang berkunjung; 2) Something To Do, adalah sarana bagi wisatawan untuk melakukan sesuatu
yang berguna, memberikan perasaan senang, bahagia, relax; 3) Something To Buy, merupakan
fasilitas bagi wisatawan untuk membeli sesuatu yang digunakan pada saat itu ataupun sebagai
cinderamata.
Konsep pembangunan pariwisata menurut McIntosh dan Goeldner (1990) dalam Judisseno
(2017:65)
1. Perspektif sejarah yang memahami pariwisata dengan melihat perkembangan pariwisata
dari masa ke masa
2. Perspektif ekonomi yang melihat pariwisata sebagai pertemuan suplai dan kebutuhan
yang menggerakkan perekonomian suatu negara dilihat dari sisi devisa, ketenagakerjaan,
upah dan gaji dan dampak ekonomi lainnya
3. Perspektif sosial yang melihat pariwisata atas dasar interaksi sosial antara wisatawan dan
masyarakat lokal
4. Perspektif produk dan jasa pariwisata mulai dari penciptaan, pemasaran dan
pendistribusiannya sampai ke tangan wisatawan
5. Perspektif geografis yang melihat pariwisata dari sisi spasial (jarak) meliputi aspek jarak,
waktu, batas wilayah
6. Perspektif manajerial yang membahas pariwisata dari sisi kegiatan pengelolaan industri
pariwisata secara umum

E. Pariwisata dan Pengembangan Ekonomi


Pembangunan sektor pariwisata dilakukan dengan mendayagunakan sumberdaya pariwisata
yang ada untuk dimanfaatkan sebagai sumber kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan.
Perkembangan yang pesat dari komponen-komponen pariwisata yang berperan dalam
membangun berbagai kegiatan pariwisata, dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Beberapa komponen ekonomi pariwisata yang mempengaruhi pendapatan nasional diantaranya
pengeluaran wisatawan nusantara pengeluaran wisatawan mancanegara, investasi dari
pemerintah atau swasta di sektor pariwisata, pengeluaran promosi pariwisata, dan pengeluaran
usaha bidang pariwisata (Hermawan, 2012).
Peningkatan kunjungan wisatawan ke Indonesia membuat sektor pariwisata dalam negeri
mampu berperan dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber penerimaan negara yang
diperoleh dari konsumsi wisatawan selama melakukan kunjungan ke daerah tujuan wisata di
Indonesia (Singagerda, 2014). Potensi wisata ini dikembangkan dan dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk memperoleh devisa negara. Dari komoditas-komoditas ekspor terbesar di
Indonesia pada tahun 2010-2014, pariwisata menghasilkan devisa dengan rata-rata 9.299,79 juta
USD. Pada tahun 2014, nilai ekspor pariwisata sebesar 11 166.13 juta USD menempati posisi
keempat setelah komoditas minyak dan gas bumi, batu bara, dan minyak kelapa sawit.
Dengan demikian, industri pariwisata dapat memainkan peran sebagai katalis penting bagi
pembangunan wilayah. Bagian terbesar dari prasarana yang dibutuhkan industri ini, seperti
halnya jalan, bandara, telekomunikasi, memberikan sumbangan langsung bagi pembangunan
perekonomian pada umumnya, dimana industri pariwisata itu dikembangkan. Kedatangan
wisatawan mancanegara atau nusantara merupakan sumber penerimaan bagi daerah atau negara,
baik dalam bentuk devisa atau penerimaan pajak dan retribusi lainnya, di samping dapat
meningkatkan kesempatan kerja. Dalam kebijaksanaan tahun 1980-an dimana industri pariwisata
ditetapkan sebagai sektor prioritas dalam bidang ekonomi bagi penerimaan devisa dan
pembukaan lapangan kerja, Indonesia telah mengambil posisi kebijakasanaan strategis
mendahului kabanyakan pesaing Indonesia di forum internasional. Untuk menggali potensi
industri pariwisata di Indonesia secara efektif untuk bersinergi secara menyeluruh di tingkat
nasional, mencakup semua pihak terkait dikembangkan tanpa penundaan lebih lanjut, meliputi
semua sub-sektor utama dalam industri pariwisata seperti: kalangan pengembangan kawasan
wisata, industri perhotelan, sistem transportasi wisata (terutama maskapai penerbangan), jasa
biro perjalanan wisata, pemasaran dan promosi, dan pengembangan sumberdaya manusia (Yoeti,
2008).
Pariwisata merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara, karena
mendorong perkembangan beberapa sektor perekonomian nasional (Yoeti, 2008:67), misalnya:
a) Peningkatan kegiatan perekonomian sebagai akibat dibangunnya prasarana dan sarana demi
pengembangan pariwisata, sehingga memungkinkan orang-orang melakukan aktivitas
ekonominya dari suatu tempat ke tempat lainnya, baik dalam satu wilayah negara tertentu,
maupun dalam kawasan internasional sekali pun. b) Meningkatkan industri-industri baru yang
erat kaitannya dengan pariwisata seperti misalnya: transportasi, akomodasi, yang akhirnya akan
menciptakan permintaan baru seperti: trasportasi wisatawan dan perlengkapan hotel. c)
Meningkatkan hasil pertanian dan peternakan untuk kebutuhan hotel dan restoran, seperti sayur,
buah-buahan, bunga, telur, daging, dan lainnya karena semakin banyaknya orang yang
melakukan perjalanan wisata. d) Meningkatkan permintaan terhadap souvenir, kerajinan tangan,
dan lainlain. e) Memperluas barang-barang lokal untuk lebih dikenal oleh dunia internasional
termasuk makanan dan minuman, seperti: Ukiran Jepara, Patung Bali, Batik Pekalongan, atau
Sate Madura. f) Meningkatkan perolehan devisa negara sehingga dapat mengurangi beban defisit
neraca pembayaran. g) Memberikan kesempatan kerja, kesempatan berusaha, peningkatan
penerimaan pajak bagi pemerintah, dan peningkatan pendapatan nasional. h) Mempercepat
perputaran perekonomian pada negara penerima kunjungan wisatawan. i) Dampak pengganda
yang ditimbulkan dari pengeluaran wisatawan, sehingga memberi dampak positif bagi
pertumbuhan daerah tujuan wisata yang dikunjungi wisatawan.

F. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)


Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi
suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah
(Ananda, 2018:31). Teori basis ini di golongkan kedalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor
non basis. Sektor basis merupakan sektor yang melakukan aktifitas berorientasi ekspor keluar
batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Sektor basis memiliki peran penggerak utama
(primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin
maju pertumbuhan wilayah. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis menimbulkan efek
ganda dalam perekonomian regional.
Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian bersangkutan. Luas lingkup produksi dan
pemasaran bersifat lokal. Inti dari teori ini adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah
ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Strategi pembangunan daerah yang berdasarkan teori ini
adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar
secara nasionaal maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan
hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan
didirikan di daerah tersebut.
Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah digunakan analisis Location quotient
(LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sector basis atau
unggulan dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan
peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perkonomian regional. LQ menggunakan rasio total
nilai PDRB di suatu daerah (kabupaten/kota) dibandingkan dengan rasio PDRB pada sektor yang
sama di wilayah referensi (provinsi/nasional).
G. Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis location quotient (LQ) merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui
sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di wilayah tertentu yang memanfaatkan
sektor basis atau leading sector. Location quotient menghitung perbandingan share output sektor
i di kota atau kabupaten dan share out sektor i di provinsi. Sektor unggulan disini berarti sektor
bisnis yang tidak akan habis apabila dieksploitasi oleh pemerintah wilayah. Menurut Hood
(Ananda, 2018:61), menyatakan bahwa location quotient adalah suatu alat pengembangan
ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ
merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai
langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemicu pertumbuhan. LQ
mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan
perbandingan. Teknik LQ banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah
pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan
ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sektor
suatu kegiatan ekonomi industri. Dasar pembahasannya sering difokuskan pada aspek tenaga
kerja dan pendapatan.

LQij : indeks/koefisien location quotient sektor i di kota/kabupaten j


Xij : PDRB sektor i di kota/kabupaten j
Xi : PDRB sektor i di Provinsi acuan
RVj : Total PDRB di kota/kabupaten j
RV : Total PDRB Provinsi
Jika hasil perhitungan di formulasi di atas menghasilkan:
1. LQ > 1 artinya, komoditas itu menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan.
Komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasilnya tidak saja dapat memenuhi
kebutuhan di wialyah bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar wilayah.
2. LQ = 1 komoditas itu tergolong non-basis, tida memiliki keunggulan komparatif.
Produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu
untuk diekspor.
3. LQ < 1 komoditas ini juga termasuk non-basis. Produksi komoditas di suatu wilayah
tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan atau impor dari luar.

H. Analisis Shift Share


Esteban-Marquillas (Hutchinson dan Chong, 2016:34) melakukan modifikasi dari analisis
shift share klasik dengan cara mendefinisikan kembali kedudukan kenggulan kompetitif sebagai
komponen ketiga dari teknik shift share klasik dan menciptakan komponen shift share yang ke
empat yaitu pengaruh alokasi (Aij). Analisis shif share merupakan metode yang digunakan untuk
melihat perkembangan dari sektor perekonomian suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi
yang lain dan perkembangan sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor
lain. Metode perhitungan SS beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi atau nilai tambah suatu
daerah (Dij) dipengaruhi oleh tiga komponen utama yaitu regional share (Nij), pertumbuhan
sektoral (proportional shift), dan pertumbuhan daya saing wilayah (differential shift).
Perhitungan analisis shift share adalah sebagai berikut.

Dij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten disebabkan oleh pengaruh


pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Nij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten disebabkan oleh pengaruh
pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Mij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten disebabkan oleh pengaruh
pertumbuhan sektor i Provinsi
Cij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten disebabkan oleh keunggulan
komparatif sektor i di Kota/Kabupaten
Eij = PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten
rij = laju pertumbuhan sektor i di daerah j (Kota/Kabupaten)
rin = laju pertumbuhan sektor i di daerah n (Provinsi)
rn = laju pertumbuhan PDRB di daerah n (Provinsi)

I. Analisis Tipologi Klassen


Tipologi Klassen mendasarkan pengelompokkan suatu sektor di suatu wilayah dengan cara
membandingkan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut dengan pertumbuhan ekonomi wilayah
yang lebih luas dan membandingkan pangsa sektor tersebut dengan nilai rata–ratanya di tingkat yang
lebih luas (Hidayat, 2017:69). Hasil analisis Tipologi Klassen akan menunjukkan posisi pertumbuhan
dan pangsa sektor tersebut dalam membentuk perekonomian di suatu wilayah. Untuk melihat potensi
ekonomi di suatu wilayah digunakan pendekatan pertumbuhan sektoral dan kontribusinya terhadap
perekonomian di suatu wilayah. Melalui metode ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur
pertumbuhan dari sektor ekonomi yang berbeda, yaitu: sektor unggulan dan tumbuh pesat, sektor
unggulan tapi pertumbuhannya tertekan, sektor potensial yang berkembang cepat, dan sektor yang
tidak potensial.

Tabel 2.1.
Karakteristik tipologi Klassen
Gi:Pertumbuhan sektor i di wilayah analisis
G: Pertumbuhan sektor i di wilayah referensi
Si: Kontribusi sektor i di wilayah analisis
S: Kontribusi sektor i di wilayah referensi

J. Analisis SWOT
Analisis SWOT menurut Kotler dan Keller (2012:63) diartikan sebagai evaluasi terhadap
keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Sedangkan menurut Rangkuti
(2013:19), analisis SWOT diartikan sebagai analisa yang didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
1. Kekuatan (strength) adalah keterampilan atau keunggulan terhadap pesaing yang dimiliki
oleh perusahaan atau organisasi. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya
keuangan, citra, kepemimpinan pasar, hubungan pembeli dengan pemasok, dan faktor-
faktor lain.
2. Kelemahan (weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya,
keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan
atau organisasi.
3. Peluang (opportunity) adalah situasi yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan
atau organisasi. Identifikasi segmen pasar yang tadinya terabaikan, perubahan pada
situasi persaingan atau peraturan, perubahan teknologi, serta membaiknya hubungan
dengan pembeli atau pemasok dapat memberikan peluang bagi perusahaan atau
organisasi.
4. Ancaman (threath) adalah keadaan yang tidak menguntungkan dalam lingkungan
perusahaan atau organisasi. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang
yang diinginkan organisasi. Masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar,
meningkatnya kekuatan tawar-menawar pembeli atau pemasok penting, perubahan
teknologi serta peraturan baru atau yang direvisi dapat menjadi ancaman bagi
keberhasilan perusahaan
Metode analisis SWOT merupakan metode analisis yang paling dasar dalam melakukan
analisis strategi, yang bermanfaat untuk mengetahui suatu permasalahan ataupun suatu topik dari
4 empat sisi yang berbeda. Hasil dari analisis ini biasanya berupa arahan ataupun rekomendasi
untuk mempertahankan kekuatan dan untuk menambah keuntungan suatu perusahaan tau
organisasi dari segi peluang yang ada, sambil mengurangi kekurangan yang dimiliki dan juga
menghindari berbagai ancaman yang terjadi.
Jika digunakan dengan baik dan benar, maka analisis ini akan dapat digunakan untuk
membantu melihat sisi-sisi yang terabaikankan atau tidak terlihat dari sebuah perusahaan atau
organisasi. Dari uraian di atas tadi, analisis SWOT adalah instrumen yang bermanfaat dalam
melakukan analisis strategi dalam manajemen perusahaan atau organisasi .Analisis ini berperan
sebagai alat untuk meminimalisir kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam suatu
perusahaan atau organisasi serta menekan dampak dari ancaman yang timbul dan harus dihadapi.
Analisis SWOT dalam Kepariwisataan dapat di manfaatkan untuk merumuskan arahan dan
skenario dalam perkembangan pariwisata baik dalam skala mikro sampai skala makro yang
saling berhubungan, artinya SWOT dapat merumuskan secara rasional dan berurutan sesuai
dengan tujuan keperluanya sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran mengenai permasalahan yang perlu diindikasikan untuk
pengembangan industri pariwisata.
2. Menganalisis hubungan antar isu pengembangan industri pariwisata.
3. Memberikan skenario dan arahan keadaan sekarang dan masa datang yang akan dituju bagi
pengembangan industri pariwisata.
Dari hasil analisis SWOT akan dihasilkan beberapa manfaat yang akan di gunakan untuk
perencanaan dan pengembangan industri pariwisata.
Menurut Ferrel dan Harline (2011:58), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk
mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal
(kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis
SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan
membantu perusahaan mencapai tujuaannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan
yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan. Analisis
SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha
penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka/paduan sistematis
dalam diskusi untuk membahas kondisi alternatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan
perusahaan.

K. Penelitian Terdahulu
Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan yang akan dilakukan. Di bawah ini peneliti
akan memberikan kesimpulan hasil penelitian yang pernah dilakukan.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Peneliti Metode penelititan Hasil penelitian

Syarif ahmad dan Adi Deskriptif disimpulkan bahwa : 1). Sarana dan
Hidayat Argubi, 2018, kualitatif dan prasarana pariwisata di Kota Bima
“Pengembangan kuantitatif meliputi sarana kesehatan,
transportasi, air bersih, energi,
Pariwisata Kota Bima perbankan, pos, telekomunikasi, dan
Sebagai daerah usaha sarana dan jasa pariwisata
Transit Wisata serta potensi daya tarik wisata di
Alternatif” Kota Bima yang melimpah; 2).
Strategi pengembangan pariwisata
Kota Bima sebagai daerah transit
wisata alternatif terdapat dua yaitu
strategi umum dan strategi alternatif.
3). Program-program yang
dirancang untuk pengembangan
Kota Bima sebagai daerah tujuan
wisata meliputi: program
penyusunan blok kawasan, program
pengembangan produk wisata,
program inventarisasi daya tarik
wisata, program peningkatan
keamanan melalui Sistem Keamanan
Lingkungan (Siskamling),
pembangunan hotel berbintang,
meningkatkan akses ke Kawasan
Kolo, rencana pengembangan sarana
wisata tirta, penyediaan fasilitas
toilet dan kamar mandi umum,
penyediaan ruang terbuka (open
space), memperluas pangsa pasar,
melakukan promosi melalui Biro
Perjalanan Wisata, melakukan
promosi melalui internet dan media
lainnya, mendirikan TIC (Tourism
Information Centre),
Nurul Islamy, 2019, Deskriptif Location Quotient (LQ), Analisis
Analisis Sektor kuantitatif Shift–Share, dan Tipologi Klassen.
Potensial, Dapatkah Berdasarkan tiga metode tersebut
diperoleh hasil bahwa dari delapan
Pariwisata Menjadi kategori unggulan, tiga
Lokomotif Baru diantaranya merupakan kategori
Ekonomi Nusa yang menyokong pariwisata di NTB
Tenggara Barat? yakni lapangan usaha
Transportasi dan Pergudangan, Real
Estate dan Jasa–jasa. Kategori
penting lainnya yaitu
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum; Konstruksi; dan
Perdagangan berpotensi lebih
digenjot untuk semakin
meningkatkan perekonomian NTB.
Bagi pengusaha, kategori
unggulan yang menyokong
pariwisata tersebut dapat “dilirik”
untuk investasi di masa
mendatang.
Ristina Wahyu Astuti, Analisis fixed Hasil penelitian menunjukkan
2018, effect model bahwa periode tahun 2011-2016
Analisis Pengaruh variabel sektor pertanian,
sektor pertanian, pariwisata, investasi dan tenaga
pariwisata, investasi kerja secara bersama-sama
dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap petumbuhan terhadap pertumbuhan ekonomi.
ekonomi pada
kabupaten/kota di
provinsi Nusa
tenggara Barat tahun
2011-2016

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat.

B. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena

penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah. Pada penelitian dengan metode kualitatif,
data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif (Sugiyono, 2016:15). Pendekatan

kualitatif dimulai dengan memunculkan pertanyaan dan serangkaian prosedur, pengumpulan data

diperoleh dari responden, analisis data dibangun dari khusus ke umum, kemudian peneliti

membuat interpretasi data tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti menganalisis

opini, penilaian, sikap dan gejala-gejala dari analisis potensi sektor pariwisata di Kota Bima

Provinsi Nusa Tenggara Barat.

C. Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2016:9) metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu dimana cara ilmiah tersebut mengandung penjelasan bahwa

kegiatan penelitian tersebut didasarkan pada ciri - ciri keilmuan yakni rasional, empiris dan

sistematis. Menurut Arikunto (2016: 203) metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya dengan standar yang telah ditentukan.

Sugiyono (2016:21) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah metode yang digunakan

dalam menggambarkan atau menganalisis hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat

kesimpulan yang lebih luas. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode kuantitatif
36
dan kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu menurut Menurut Arikunto

(2016:27) metode penelitian kuantitatif adalah penelitian kuantitatif menggunakan angka, mulai

dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. Menurut

Sugiyono (2016:15), penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada

filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai

lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan

sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan
triangulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan

makna dari pada generalisasi.

D. Metode Analisis Deskriptif

Setelah data itu dikumpulkan, maka kemudian data tersebut dianaisis dengan menggunakan

teknik pengolahan data. Analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini bertujuan

untuk menjawab pertanyaan yang tercantum dalam identifikasi masalah. Menurut Sugiyono

(2016:206) analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul.

Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis

responden, mantabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari

setiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan

melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Metode yang digunakan

oleh penulis dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif.

Menurut Sugiyono (2016:206) analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau

generalisasi. Analisis deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai

variabel independen dan variabel dependen.

E. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Data Primer

Data ini diperoleh langsung dari narasumber atau pengamatan, diantaranya:

a) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua

pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atau pertanyaan itu. Dalam

hal ini yang bertindak sebagai interviewer adalah penulis, dengan informans sebagai

interviewees. Wawancara dilakukan secara langsung (tatap muka) dengan

menggunakan recorder sebagai alat bantu. Wawancara dalam penelitian kualitatif

menggunakan wawancara mendalam (depth interview) atau wawancara intensif dan

tak berstruktur untuk mendapatkan data yang mendalam.

b) Observasi

Observasi atau pengamatan langsung yang dilakukan penulis dalam hal ini bersifat

observasi partisipan. Observasi partisipan adalah suatu bentuk observasi khusus

dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil

berbagai peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa yang akan

diteliti. Observasi difokuskan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena

penelitian yang mencakup interaksi dan percakapan di antara subyek yang diteliti.

2. Data sekunder. Data ini diperoleh dari catatan-catatan organisasi dan literatur-literatur

kepustakaan yang sudah ada yang berhubungan dengan topik penelitian, yaitu dokumen

resmi dari pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian, seperti arsip dan dokumen yang

berasal dari dinas Pariwisata Kab. Bima, dan sumber terkait. Studi kepustakaan

bersumber dari buku-buku, jurnal, dokumen elektronik yang relevan terhadap penelitian.

F. Sumber Informasi

Data penelitian diperoleh menggunakan informan source sebagai sumber data dengan

melakukan wawancara yang mendalam (indepth interview). Penentuan informan source


didasarkan pada teknik purposive sampling, yaitu cara pengambilan sampel dengan tujuan untuk

memperoleh data yang akurat melalui orang yang dipilih yang mengerti tentang hal ikhwal

penelitian. Informan source menurut Sugiyono (2016:85) adalah mereka tidak hanya memberi

keterangan tentang sesuatu kepada peneliti tetapi juga bisa memberi saran tentang sumber bukti

yang mendukung serta menciptakan akses terhadap sumber yang bersangkutan.

Informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian, ia

berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal.

Informan dalam penelitian ini adalah, dinas Pariwisata Kota Bima, Masyarakat di lingkungan

daerah tujuan wisata yang diobservasi; Pengelola daerah tujuan wisata yang diobservasi;

Pengunjung daerah tujuan wisata yang diobservasi; serta pihak-pihak yang terkait.

G. Teknik Pemeriksaan dan Keabsahan Data

Dalam proses memeriksa reliabilitas dan validitas data, peneliti menggunakan Triangulasi,

yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Sugiyono,

2016:15).

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik triangulasi yang memanfaatkan

penggunaan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda, yaitu dengan jalan:

1. Membandingkan apa yang dikatakan responden tentang situasi penelitian dengan apa

yang dikatakan sepanjang waktu,

2. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen.

Selain penggunaan sumber, peneliti juga menggunakan teknik triangulasi yang

memanfaatkan teori. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan:

1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.


2. Mengeceknya dengan berbagai metode agar pengecekkan kepercayaan data dapat

dilakukan.

H. Fokus Penelitian

Fokus penelitian menyatukan tentang pokok-pokok persoalan apa yang menjadi objek dalam

penelitian.

1. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif, dengan alasan bahwa data hasil penelitian

lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan,

kemudian data yang terkumpul di analisa secara kualitatif.

2. Bidang penelitian mengarah pada pihak-pihak terkait pengembangan potensi pariwisata

di Kota Bima.

3. Objek penelitian adalah potensi sektor pariwisata di Kota Bima.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data

diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari wawancara,

observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, menyajikan data serta menyimpulkan data.

Sesuai dengan tipe penelitian deskriptif, maka setelah data terkumpul, data disederhanakan ke

dalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasi yang pada hakekatnya untuk

mencari jawaban atas permasalahan penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara

kualitatif yakni melakukan pemaparan serta penjabaran secara mendalam. Kenudian diperoleh

kesimpulan yang memadai yang bisa digeneralisasikan.

Selain model analisis data kualitatif, langkah analisis data yang dilakukan adalah dengan

menggunakan model interaktif (Sugiyono, 2016:91).

1. Reduksi data (data reduction)


Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-

hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi

akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penulis untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian data (data display)

Tahap selanjutnya setelah mereduksi data adalah melakukan penyajian data. Dengan

melakukan penyajian data, data dapat disusun dalam pola hubungan sehingga akan

memudahkan untuk memahami apa yang terjadi. Dalam penyajian data, penulis

mengumpulkan informasi yang tersusun sehingga memberikan dasar pijakan kepada

penulis untuk melakukan suatu pembahasan dan pengambilan kesimpulan.

3. Menarik kesimpulan

Setelah selesai melakukan penyajian data, penarikan kesimpulan dilakukan sebagai suatu

kegiatan dari konfigurasi yang utuh.

Dari segi kualitatif, pengolahan data dilakukan menggunakan analisis:


1. Analisis location quotient (LQ)

LQij : indeks/koefisien location quotient sektor i di kota/kabupaten j


Xij : PDRB sektor i di kota/kabupaten j
Xi : PDRB sektor i di Provinsi acuan
RVj : Total PDRB di kota/kabupaten j
RV : Total PDRB Provinsi
Jika hasil perhitungan di formulasi di atas menghasilkan:
4. LQ > 1 artinya, komoditas itu menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan.
Komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasilnya tidak saja dapat memenuhi
kebutuhan di wialyah bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar
wilayah.
5. LQ = 1 komoditas itu tergolong non-basis, tida memiliki keunggulan komparatif.
Produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak
mampu untuk diekspor.
LQ < 1 komoditas ini juga termasuk non-basis. Produksi komoditas di suatu
wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan atau
impor dari luar.
2. Analisis Shift Share

Dij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten disebabkan oleh pengaruh


pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Nij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten disebabkan oleh pengaruh
pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Mij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten disebabkan oleh pengaruh
pertumbuhan sektor i Provinsi
Cij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten disebabkan oleh
keunggulan komparatif sektor i di Kota/Kabupaten
Eij = PDRB sektor/subsektor i di Kota/Kabupaten
rij = laju pertumbuhan sektor i di daerah j (Kota/Kabupaten)
rin = laju pertumbuhan sektor i di daerah n (Provinsi)
rn = laju pertumbuhan PDRB di daerah n (Provinsi)

3. Analisis Tipologi Klassen


Tabel 3.1.
Karakteristik tipologi Klassen
Gi:Pertumbuhan sektor i di wilayah analisis
G: Pertumbuhan sektor i di wilayah referensi
Si: Kontribusi sektor i di wilayah analisis
S: Kontribusi sektor i di wilayah referensi
BAB IV
HASIL PENELITIAN

L. Gambaran umum obyek penelitian


Kota Bima merupakan salah satu Daerah Otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terletak
di bagian timur Pulau Sumbawa pada posisi 118°41'00"-118°48'00" Bujur Timur dan 8°20'00"-
8°30'00" Lintang Selatan. Kota Bima memiliki areal tanah berupa: persawahan seluas
1.923 hektar (94,90% merupakan sawah irigasi), hutan seluas 13.154 ha, tegalan dan kebun
seluas 3.632 ha, ladang dan huma seluas 1.225 ha dan wilayah pesisir pantai sepanjang 26 km.
Secara umum kondisi tanah di Kota Bima didominasi oleh gunung batu, hal ini menyebabkan
rata-rata masyarakatnya bertani dengan menanam jagung dan tanaman keras lainnya. Tingkat
curah hujan rata-rata 132,58 mm dengan hari hujan: rata-rata 10.08 hari/bulan. Sementara
matahari bersinar terik sepanjang musim dengan rata-rata intensitas penyinaran rata-rata 21 °C
sampai 30,8 °C.

Gambar 4.1. Kota Bima, Provinsi NTB


Batas-batas Kota Bima :
 Sebelah Utara : Kecamatan Ambalawi- Kab. Bima
 Sebelah Timur : Kecamatan Wawo-Kab. Bima
 Sebelah Selatan : Kecamatan Palibelo-Kab. Bima
 Sebelah Barat : Teluk Bima
Bima atau yang disebut juga dengan Dana Mbojo telah mengalami perjalanan panjang dan
jauh mengakar ke dalam Sejarah. Menurut Legenda sebagaimana termaktub dalam Kitab BO
45
(Naskah Kuno Kerajaan dan Kesultanan Bima), kedatangan salah seorang musafir dan
bangsawan Jawa bergelar Sang Bima di Pulau Satonda merupakan cikal bakal keturunan Raja-
Raja Bima dan menjadi permulaan masa pembabakan Zaman pra sejarah di tanah ini. Pada masa
itu, wilayah Bima terbagi dalam kekuasaan pimpinan wilayah yang disebut Ncuhi. Nama para
Ncuhi terilhami dari nama wilayah atau gugusan pegunungan yang dikuasainya. Ada lima orang
ncuhi yang tergabung dalam sebuah Federasi Ncuhi yaitu, Ncuhi Dara yang menguasai wilayah
Bima bagian tengah atau di pusat Pemerintah. Ncuhi Parewa menguasai wilayah Bima bagian
selatan, Ncuhi Padolo menguasai wilayah Bima bagian Barat, Ncuhi Banggapupa menguasai
wilayah Bima bagian Timur, dan Ncuhi Dorowuni menguasai wilayah Utara. Federasi tersebut
sepakat mengangkat Sang Bima sebagai pemimpin. Secara De Jure, Sang Bima menerima
pengangkatan tersebut, tetapi secara de Facto ia menyerahkan kembali kekuasaannya kepada
Ncuhi Dara untuk memerintah atas namanya.
Pada perkembangan selanjutnya, putera Sang Bima yang bernama Indra Zamrud dan Indra
Komala datang ke tanah Bima. Indra Zamrut lah yang menjadi Raja Bima pertama. Sejak saat itu
Bima memasuki Zaman kerajaan. Pada perkembangan selanjutnya menjadi sebuah kerajaan
besar yang sangat berpengaruh dalam percaturan sejarah dan budaya Nusantara. Secara turun
temurun memerintah sebanyak 16 orang raja hingga akhir abad 16. Fajar islam bersinar terang di
seluruh Persada Nusantara antara abad 16 hingga 17 Masehi. Pengaruhnya sagat luas hingga
mencakar tanah Bima. Tanggal 5 Juli 1640 Masehi menjadi saksi dan tonggak sejarah peralihan
sistem pemerintahan dari kerajaan kepada kesultanan. Ditandai dengan dinobatkannya Putera
Mahkota La Ka‟i yang bergelar Rumata Ma Bata Wadu menjadi Sultan Pertama dan berganti
nama menjadi Sultan Abdul Kahir (kuburannya di bukit Dana Taraha sekarang). Sejak saat itu
Bima memasuki peradaban kesultanan dan memerintah pula 15 orang sultan secara turun
menurun hingga tahun 1951.
Masa kesultanan berlangsung lebih dari tiga abad lamanya. Sebagaimana ombak dilautan,
kadang pasang dan kadang pula surut. Masa-masa kesultanan mengalami pasang dan surut
disebabkan pengaruh imperialisme dan kolonialisme yang ada di Bumi Nusantara. Pada tahun
1951 tepat setelah wafatnya sultan ke-14 yaitu sultan Muhammad Salahudin, Bima memasuki
Zaman kemerdekaan dan status Kesultanan Bima pun berganti dengan pembentukan Daerah
Swapraja dan swatantra yang selanjutnya berubah menjadi daerah Kabupaten. Pada
tahun 2002 wajah Bima kembali di mekarkan sesuai amanat Undang-undang Nomor 13 tahun
2002 melaui pembentukan wilayah Kota Bima. Hingga sekarang daerah yang terhampar di ujung
timur pulau sumbawa ini terbagi dalam dua wilayah administrasi dan politik yaitu Pemerintah
kota Bima dan Kabupaten Bima. Kota Bima saat ini telah memliki 5 kecamatan dan 38 kelurahan
dengan luas wilayah 437.465 Ha dan jumlah penduduk 419.302 jiwa dengan kepadatan rata-rata
96 jiwa/Km². Sebagai sebuah daerah yang baru terbentuk, Kota Bima memiliki karakteristik
perkembangan wilayah yaitu: pembangunan infrastruktur yang cepat, perkembangan sosial
budaya yang dinamis, dan pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi.
Sudah 13 tahun ini Kota Bima dipimpin oleh seorang Wali kota dengan peradaban Budaya
Dou Mbojo yang sudah mengakar sejak jaman kerajaan hingga sekarang masih dapat terlihat
dalam kehidupan masyarakat Kota Bima dalam kesehariannya. Baik sosial, Budaya dan Seni
tradisional yang melekat pada kegiatan Upacara Adat, Prosesi Pernikahan, Khataman Qur‟an,
Khitanan dan lain-lain serta bukti-bukti sejarah Kerajaan dan Kesultanan masih juga dapat dilihat
sebagai Situs, Kepurbakalaan dan bahkan menjadi Objek Daya Tarik Wisata yang ada di Kota
Bima dan menjadi objek kunjungan bagi wisatawan lokal, nusantara bahkan mancanegara.
Suku asli masyarakat Kota Bima adalah suku Bima atau dikenal dalam bahasa lokal nya
“Dou Mbojo”. Salah satu ke-unikan Kota Bima adalah sebagian dari masyarakat nya juga berasal
dari berbagai suku dan etnik di indonesia seperti; Jawa, Sunda, Timor, Flores, Bugis, Bajo,
Madura, Sasak (Lombok), Bali, Minang dan Batak sehingga memberi warna tersendiri di dalam
keseharian mereka di Kota Bima (suku-suku ini selalu memeriahkan upacara dan pawai pada
hari-hari besar di Kota Bima) dengan hidup berdampingan secara rukun dan damai serta suasana
kondusif. Kota Bima berdasarkan data tahun 2000 tercatat sebesar 116.295 jiwa yang terdiri dari
57.108 jiwa (49%) penduduk laki-laki dan 59.187 jiwa (51%) penduduk perempuan. Sebaran
penduduk kurang merata, konsentrasi penduduk berada di pusat-pusat kegiatan ekonomi dan
pemerintahan. Penduduk terbanyak berada di Kelurahan Paruga, yaitu berjumlah 12.275 jiwa
(11%) dan paling sedikit di Desa Kendo yang berjumlah 1.130 jiwa (1%). Selanjutnya
berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2018, penduduk Kota Bima berjumlah 169.714 jiwa
yang terdiri dari 83.267 jiwa laki-laki dan 86.447 jiwa perempuan. Komposisi penduduk Kota
Bima berdasarkan mata pencaharian didominasi oleh petani/peternak dan
jasa/pedagang/pemerintahan yang besarnya masing-masing 45,84% dan 45,05%. Jenis pekerjaan
yang digeluti penduduk Kota Bima antara lain: petani 15.337 orang, nelayan 425 orang, peternak
13.489 orang, penggalian 435 orang, industri kecil 1.952 orang, industri besar/sedang 76 orang,
perdagangan 1.401 orang, ABRI 304 orang, guru 1.567 orang dan PNS berjumlah 2.443 orang.
Mayoritas penduduk Kota Bima memeluk agama Islam yaitu sekitar 97,38% dan selebihnya
memeluk agama Kristen Protestan 0,89%, Kristen Katolik 0,62% dan Hindu/Budha sekitar
1,11%. Sarana peribadatan di Kota Bima terdiri dari Masjid sebanyak 51 unit, Langgar/Mushola
89 unit dan Pura/Vihara 3 unit. Sedangkan fasilitas sosial yang ada di Kota Bima meliputi Panti
Sosial Jompo dan Panti Asuhan sebanyak 6 Panti yang tersebar di 3 kecamatan. Masyarakat
Bima adalah masyarakat yang religius. Secara historis Bima dulu merupakan salah satu pusat
perkembangan Islam di Nusantara yang di tandai oleh tegak kokohnya sebuah kesultanan, yaitu
kesultanan Bima. Islam tidak saja bersifat elitis, hanya terdapat pada peraturan-peraturan formal-
normatif serta pada segelintir orang saja melainkan juga populis, menjadi urat nadi dan darah
daging masyarakat, artinya juga telah menjadi kultur masyarakat Bima.

Gambar 4.2. Lambang dan moto Kota Bima

1. Bentuk lambang daerah adalah perisai segi lima dengan garis tepi warna hitam,
didalamnya berisi lukisan-lukisan :
a. Sebuah bintang bersudut lima berwarna kuning emas.
b. Setangkai bulir padi berjumlah 45 butir berwarna kuning dan setangkai kapas
berjumlah 17 (Tujuh Belas) buah berwarna hijau putih.
c. Sebuah kubah masjid berwarna putih.
d. Rantai dalam ikatan yang tidak terputus yang berjumlah 8 (delapan) buah
berwarna hitam.
e. Gambar Burung Garuda yang berpaling kedua sisi.
f. Persegi delapan (Nggusu Waru)
g. Garis pembatas dan tulisan berwarna hitam.
h. Tulisan Kota Bima.
i. Sehelai pita putih bertuliskan Maja Labo Dahu Berwarna Hitam.
2. Pada bagian bawah Lambang Daerah terdapat tulisan Maja Labo Dahu
3. Arti simbol yang terdapat dalam Lambang Daerah :
1. Perisai : Bentuk dasar perisai berwarna hijau daun yang
sederhana serta memiliki keseimbangan memberi
kesan kemudahan pelayanan kepada masyarakat serta
mencerminkan kemakmuran masyarakat Kota Bima.
2. Bintang : Bersudut lima sebagai Lambang Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa
3. Kubah : Melambangkan kehidupan masyarakat Daerah Kota
Bima yang senantiasa beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
4. Rantai : Rantai dalam ikatan bersambung melambangkan
keanekaragaman masyarakat yang menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan masyarakat
Berbangsa dan Bernegara.
5. Rangkaian Padi: Melambangkan keadilan sosial, kesejahteraan,
dan Kapas serta kedamaian serta Persatuan dan Kesatuan dalam
dalam ikatan yang Wadah Negara Kesatuan RI yang di Proklamasikan
tidak terputus Tanggal 17 – 8 – 1945 yang bergambar dari tujuh
belas rantai yang saling terkait, delapan Buah Kapas
dan 45 bulir padi.
6. Tulisan Kota Bima: Memberi makna bahwa Kota Bima telah memiliki
di atas Kubah Pemerintah Otonom.
7. Gambar Burung: Mencerminkan Masyarakat Kota Bima yang
Garuda berpaling ke mengandung sitsem sosial Adat Bersendikan Sara-
dua sisi Sara Bersendi Kitabullah.
8. Persegi Delapan: 1. Iman ro Taqwa (keimanan dan ketaqwaan)
(Ngggusu Waru) 2. Ilmu ro Bae Ade (Ilmu Pengetahuan)
mencerminkan sifat 3. Loa ro Tingi (Keahlian dan Ketrampilan)
dan Fisiolofis
Kepemimpinan Dana 4. Londo ro Dou (Asal Usul Keturunan)
Mbojo 5. Mori ro Woko (Keadaan serta Tata
Kehidupan)
6. Ruku ro Rawi (Tingkah Lakunya)
7. Nggahi ro Eli (Tutur Katanya)
8. Hidi ro Toho (Fisik dan Mentalnya)

4. Arti Warna yang Terdapat Dalam Lambang Daerah :


1. Hijau Daun : Berarti memberi kesan kemudahan pelayanan
kepada masyarakat serta mencerminkan
kemakmuran masyarakat Kota Bima.
2. Merah : Mencerminkan sifat dan filosofis kepemimpinan
Dana Mbojo.
3. Putih : Melambangkan kesucian masyarakat Kota Bima
yang mayoritas muslim, teguh serta taat dalam
melaksanakan syariat agamanya.
4. Hitam : Menggambarkan arti mampu menghimpun tangguh
dalam menyikapi tantangan dalam gerak
penyelenggaraan pemerintahan serta kemantapan
untuk meraih harapan.
5. Biru Tua : Kesetiaan yang berarti tetap menjunjung Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tetap setia
pada Pemerintah Republik Indonesia.
6. Kuning : Kejayaan, Keberanian berjuang atas dasar kesucian
sebagai Lambang Ketuhanan Yang Maha Esa.

5. Penggunaan Warna Pada Lambang Daerah.


1. Hijau Daun : Dipergunakan pada dasar Lambang ( Perisai ) dan
Kelopak Kapas.
2. Kuning : Dipergunakan pada Warna Bulir Padi dan Bintang.
3. Putih : Dipergunakan pada bagian Kubah Masjid dan
Bunga Kapas.
4. Merah : Dipergunakan pada dasar Nggusu Waru, dasar
Tulisan Kota Bima dan garis pembatas lambang.
5. Biru Tua : Dipergunakan pada gambar Burung Garuda yang
berpaling kedua sisi.
6. Hitam : Dipergunakan sebagai garis pembatas Lambang,
Tulisan Kota Bima dan Tulisan Maja Labo Dahu.

MOTTO:
Motto Daerah Kota Bima adalah “Maja Labo Dahu”.
Arti “Motto Maja Labo Dahu” adalah orang yang beriman dan bertaqwa akan malu kepada
Tuhan, kepada manusia dan diri sendiri dan takut kepada Allah dan juga kepada manusia apabila
tidak mematuhi perintah dan larangan agama dan adat yang baik.
Tabel 4.1.

Tabel 4.2.
Gambar 4.3. Jumlah wisatawan ke Kota Bima

M. Hasil penelitian
Hasil penelitian yang akan dijelaskan didapat dari data primer, yakni wawancara langsung
dengan informan yang berasal dari Dinas Pariwisata Kota Bima, masyarakat/pengelola,
pengunjung dan pihak-pihak yang berkaitan dengan destinasi pariwisata yang dibahas serta
observasi langsung peneliti di lapangan. Untuk data sekunder, peneliti mengambil dari sumber-
sumber terkait destinasi wisata yang ditelaah serta analisis potensi sektor pariwisata di Kota
Bima.
1. Analisa Location Quotient (LQ)
Metode Location Quotient/LQ digunakan untuk mengidentifikasi potensi internal yang
dimiliki suatu daerah yaitu sektor-sektor mana yang merupakan sektor basis dan sektor non basis
dengan menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan satu sektor antara daerah yang
diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas (Kartikaningdyah,
2013). Perhitungan nilai LQ adalah sebagai berikut.

LQij : indeks/koefisien location quotient sektor i di kota/kabupaten j


Xij : PDRB sektor i di kota/kabupaten j
Xi : PDRB sektor i di Provinsi acuan
RVj : Total PDRB di kota/kabupaten j
RV : Total PDRB Provinsi
Tabel 4.3.
PDRB Prov. NTB Periode 2016-2018

Sumber: BPS Kota Bima, 2019


Tabel 4.4.
PDRB Kota Bima Periode 2016-2018
Sumber: BPS Kota Bima, 2019
Tabel 4.5.
Nilai Location Quotient (LQ) Kota Bima Periode 2016-2018

Nilai LQ
Lapangan Usaha PDRB
2016 2017 2018
A. Pertanian,Kehutanan,dan
Perikanan 0,655755 0,61677 0,576154
B. Pertambangan dan
Penggalian 0,017145 0,019872 0,028215
C. Industri Pengolahan 0,801531 0,764941 0,730767
D. Pengadaan Listrik dan Gas 2,954573 2,518151 2,334186
E. Pengadaan Air dan
Pengelolaan Sampah 0,443386 0,433963 0,414133
F. Konstruksi 1,039561 1,024612 0,963238
G. Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Sepeda
Motor dan Mobil 1,889999 1,824385 1,684765
H. Transportasi dan
Pergudangan 1,332349 1,396214 1,341402
I. Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum 1,432948 1,409984 1,441632
J. Informasi dan Komunikasi 0,845158 0,820663 0,753566
K. Jasa Keuangan dan
Asuransi 0,727506 0,711896 0,650177
L. Real Estate 1,800914 1,754943 1,618912
M, N. Jasa Perusahaan 2,128081 2,065282 1,910085
O. Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib 2,116455 2,029264 1,892421
P. Jasa Pendidikan 1,788256 1,702365 1,56792
Q. Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 1,819794 1,73423 1,603705
R, S, T, U. Jasa Lainnya 1,853152 1,787441 1,661311
Sumber: data penelitian diolah, 2019

Nilai location quotient digunakan untuk menentukan sub sektor-sub sektor mana yang
merupakan sub sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis merupakan sektor yang melakukan
aktifitas berorientasi ekspor keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Sektor basis
memiliki peran penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Sedangkan
sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
batas wilayah perekonomian bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasaran bersifat lokal.
Tabel 4.5 memperlihatkan nilai LQ dari sektor-sektor yang ada dalam PDRB Kota Bima,
Prov. NTB. Pada tahun 2016-2018, yang menjadi sektor basis dengan nilai LQ > 1 adalah sektor
pengadaan listrik dan gas; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; transportasi dan
pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan; real estate; jasa perusahaan; administrasi
pemerintahan; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial serta jasa lainnya. Sedangkan
sektor non basis dengan nilai LQ < 1 adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan;
pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; pengadaan air dan pengolahan; informasi
dan komunikasi serta jasa keuangan dan asuransi.
Sebagai pendukung pariwisata di Kota Bima, lapangan usaha yang menjadi sub sektor
pendukung antara lain penyediaan akomodasi dan makan, jasa perusahaan, transportasi dan
pergudangan, perdagangan besar dan eceran serta pengadaan listrik dan gas. Sub sektor-sektor
tersebut merupakan sub sektor basis dengan nilai LQ > 1. Hal ini dapat diartikan bahwa sektor
pariwisata di Kota Bima berdasarkan telaah location quotient berpotensi besar untuk
dikembangkan karena didukung oleh lima sub sektor basis berdasarkan PDRB ADH konstan.
Tabel 4.6.
Jumlah Wisatawan Prov. NTB Periode 2016-2018
Jumlah wisatawan di Prov. NTB
Wisatawan
2016 2017 2018
wisatawan
Mancanegara 1404328 1430249 1090020
Wisatawan Domestik 1690109 3508903 1820104
Jumlah 3094437 4939152 2910124
Sumber: BPS Prov.NTB, 2019
Tabel 4.7.
Jumlah Wisatawan Kota Bima Periode 2016-2018
Jumlah wisatawan di Kota Bima
Wisatawan
2016 2017 2018
wisatawan
Mancanegara 779 1152 1053
Wisatawan Domestik 18724 36465 37286
Jumlah 19503 37617 38339
Sumber: Dispar Kota Bima, 2019
Tabel 4.8.
Persentase Jumlah Wisatawan Periode 2016-2018
%
Wisatawan
2016 2017 2018
wisatawan
Mancanegara 0,055 0,081 0,097
Wisatawan Domestik 1,108 1,039 2,049
Jumlah 1,163 1,12 2,146
Sumber: Data penelitian diolah, 2019
Dari tabel 4.8 dapat dijelaskan bahwa persentase jumlah wisatawan yang datang ke Kota
Bima memiliki tren positif. Pada 2018, jumlah wisatawan memiliki persentase yang lebih besar
sebanyak 2,146% dari total kunjungan wisatawan di Prov. NTB. Hal tersebut dapat diakibatkan
adanya bencana alam yang menimpa wilayah lain dari Prov. NTB sehingga wisatawan lebih
memilih untuk berkunjung ke Kota Bima.
2. Analisa Shift Share
Analisis shift share merupakan metode yang digunakan untuk melihat perkembangan dari
sektor perekonomian suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi yang lain dan
perkembangan sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor lain. Metode
perhitungan SS beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi atau nilai tambah suatu daerah (Dij)
dipengaruhi oleh tiga komponen utama yaitu regional share (Nij), pertumbuhan sektoral
(proportional shift), dan pertumbuhan daya saing wilayah (differential shift). Perhitungan
analisis shift share adalah sebagai berikut.

Dij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota Bima disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan
ekonomi di Prov. NTB
Nij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota Bima disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan
ekonomi di Prov. NTB
Mij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota Bima disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan
sektor i Prov. NTB
Cij = perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kota Bima disebabkan oleh keunggulan komparatif
sektor i di Kota Bima
Eij = PDRB sektor/subsektor i di Kota Bima
rij = laju pertumbuhan sektor i di daerah j (Kota Bima)
rin = laju pertumbuhan sektor i di daerah n (Provinsi NTB)
rn = laju pertumbuhan PDRB di daerah n (Provinsi NTB)
Cij = Eij (rij-rin)
= 5,78 (8,12-10,44)
= - 13,41
Mij = Eij (rin-rn)
= 5,78 (10,44-5,82)
= 26,7
Nij = Eij x rn
= 5,78 x 5,82
= 33,64
Dij = Nij + Mij + Cij
= 33,64 + 26,7 + (-13,41)
= 46,9
Perhitungan di atas diambil dari data laju pertumbuhan PDRB Provinsi NTB dan Kota Bima
pada tahun 2016, yang merupakan perhitungan shift share sektor pariwisata yang diambil dari
sub sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Untuk tahun 2017, nilai shift share sebesar
102,005 sedangkan untuk tahun 2018 memiliki nilai sebesar -68,82. Nilai shift share tahun 2018
memberikan bauran negatif sebesar -68,82 yang berarti bahwa sub sektor penyediaan akomodasi
dan makan minum sebagai penunjang sektor pariwisata Kota Bima akan berjalan lambat. Hal ini
dipengaruhi oleh laju pertumbuhan PDRB Provinsi NTB yang diakibatkan menurunnya laju
pertumbuhan yang dimungkinkan akibat dari banyaknya bencana alam yang mengganggu
perekonomian regional provinsi NTB.
Tabel 4.9.
Laju Pertumbuhan PDRB Periode 2016-2018
Laju Pertumbuhan PDRB
Laju PDRB ADHK Kota Bima
Lapangan Usaha PDRB Prov. NTB
2016 2017 2018 2016 2017 2018
A.Pertanian, Kehutanan, dan
1.92 4.55 3.03 1.96 6.60 1.65
Perikanan
B.Pertambangan dan Penggalian 6.21 7.85 5.03 6.49 -19.86 -33.71
C.Industri Pengolahan 5.84 5.55 3.97 5.32 5.93 1.33
D.Pengadaan Listrik dan Gas 17.35 3.49 1.93 11.25 4.29 1.55
E.Pengadaan Air, Pengelolaan
4.58 5.51 0.87 4.89 4.61 -3.64
Sampah, Limbah, dan Daur Ulang
F.Konstruksi 8.35 9.62 4.83 8.64 7.62 2.41
G.Perdagangan Besar dan Eceran,
8.01 8.55 5.99 7.66 8.64 5.45
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H.Transportasi dan Pergudangan 5.45 7.59 4.11 6.58 7.19 2.03
I.Penyediaan Akomodasi dan Makan
8.12 6.70 5.38 10.44 7.61 -4.59
Minum
J.Informasi dan Komunikasi 8.54 7.96 6.62 8.79 8.66 5.41
K.Jasa Keuangan dan Asuransi 6.37 9.58 6.53 12.32 9.98 6.77
L.Real Estat 5.85 5.84 5.74 6.18 7.05 4.66
M,N.Jasa Perusahaan 5.35 5.67 6.51 6.99 5.87 5.08
O.Administrasi Pemerintahan,
2.64 2.70 2.38 2.69 3.30 1.03
Pertahanan dan Jaminan Sosial
P.Jasa Pendidikan 5.87 5.87 5.53 5.38 6.54 5.22
Q.Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.89 5.54 8.72 5.70 7.07 8.08
R,S,T,U.Jasa Lainnya 6.60 7.95 5.71 6.29 7.35 5.33
Produk Domestik Regional Bruto 5.78 6.76 4.85 5.82 0.11 -4.56
Sumber: BPS Prov. NTB, data diolah 2019
Tabel 4.10
Analisis shift share berdasarkan PAD

PAD Kota Bima PAD Prov. NTB


2016 2017 2018 2016 2017 2018
30524,799 34890,509 31054,459 1450044,93 1489588,23 1762840,19
*dalam juta rupiah

Laju pertumbuhan ekonomi Kota


Laju pertumbuhan ekonomi Prov. NTB
Bima
2016 2017 2018 2016 2017 2018
5,78 6,76 4,7 5,82 0,12 4,56

Analisis shift share berdasarkan PAD

Tahun Nilai SS

2016 176433,338
2017 235859,841
2018 145955,957
Sumber: Data penelitian diolah, 2019
Berdasarkan tabel 4.10, dapat digambarkan bahwa analisa shift share berdasarkan laju
pertumbuhan ekonomi dan PAD Kota Bima dengan Provinsi NTB memiliki nilai positif yang
berarti bahwa laju pertumbuhan ekonomi dan PAD Kota Bima memberikan kontribusi positif
bagi Provinsi NTB.
3. Analisa Tipologi Klassen
Tipologi Klassen mendasarkan pengelompokkan suatu sektor di suatu wilayah dengan cara
membandingkan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut dengan pertumbuhan ekonomi wilayah
yang lebih luas dan membandingkan pangsa sektor tersebut dengan nilai rata–ratanya di tingkat yang
lebih luas. Hasil analisis Tipologi Klassen akan menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor
tersebut dalam membentuk perekonomian di suatu wilayah. Untuk melihat potensi ekonomi di suatu
wilayah digunakan pendekatan pertumbuhan sektoral dan kontribusinya terhadap perekonomian di
suatu wilayah. Melalui metode ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan dari
sektor ekonomi yang berbeda, yaitu: sektor unggulan dan tumbuh pesat, sektor unggulan tapi
pertumbuhannya tertekan, sektor potensial yang berkembang cepat, dan sektor yang tidak potensial.
Tabel 4.11.
Karakteristik tipologi Klassen

Gi:Pertumbuhan sektor i di wilayah analisis


G: Pertumbuhan sektor i di wilayah referensi
Si: Kontribusi sektor i di wilayah analisis
S: Kontribusi sektor i di wilayah referensi
Tabel 4.12.
Penentuan tipologi Klassen sektor-sektor PDRB

Laju Pertu
Laju
PDRB PDRB ADH Kontribu mbuha
Pertumbuhan PDRB Prov.
ADHK Berlaku Kota si n
Lapangan Usaha PDRB PDRB NTB
Kota Bima sektoral sektor
Provinsi NTB
Bima al

2018 2018 2018 2018 2018 2018


A.Pertanian, Kehutanan, dan
3.03 1.65 534427,46 28984759,78
Perikanan Si < S Gi > G
B.Pertambangan dan
5.03 -33.71 15636,8 17317568,63
Penggalian Si < S Gi > G
C.Industri Pengolahan 3.97 1.33 119479,03 5108956,56 Si < S Gi > G
D.Pengadaan Listrik dan Gas 1.93 1.55 7282,79 97494,88 Si < S Gi > G
E.Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah, dan Daur 0.87 -3.64 1348,56 101753,7
Ulang Si < S Gi > G
F.Konstruksi 4.83 2.41 362948,34 11774174,52 Si < S Gi > G
G.Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil dan 5.99 5.45 968068,33 17955029,82
Sepeda Motor Si < S Gi > G
H.Transportasi dan
4.11 2.03 400859,68 9337978,74
Pergudangan Si < S Gi > G
I.Penyediaan Akomodasi dan
5.38 -4.59 122731,08 2660232,5
Makan Minum
Si < S Gi > G
J.Informasi dan Komunikasi 6.62 5.41 59244,19 2456652,27 Si < S Gi > G
K.Jasa Keuangan dan Asuransi 6.53 6.77 97637,27 4692491,82 Si < S Gi > G
L.Real Estat 5.74 4.66 212403,72 4099759,22 Si < S Gi > G
M,N.Jasa Perusahaan 6.51 5.08 13852,59 226619,74 Si < S Gi > G
O.Administrasi Pemerintahan,
2.38 1.03 473484,95 7818221,29
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Si < S Gi > G
P.Jasa Pendidikan 5.53 5.22 307186,34 6122056,65 Si < S Gi > G
Q.Jasa Kesehatan dan Kegiatan
8.72 8.08 125746,02 2450130,58
Sosial Si < S Gi > G
R,S,T,U.Jasa Lainnya 5.71 5.33 141835,57 2667802,94 Si < S Gi > G
Produk Domestik Regional
4.85 -4.56 3964172,73 123871683,6
Bruto
Sumber: Data penelitian diolah, 2019

Tabel 4.12 memperlihatkan nilai-nilai dalam tipologi Klassen yang didasarkan pada
perbandingan nilai laju pertumbuhan PDRB serta kontribusi sektor-sektor PDRB menurut
lapangan usaha antara Kota Bima dengan Provinsi NTB. Dapat disimpulkan bahwa semua sektor
PDRB menurut lapangan usaha ditinjau dari kontribusi sektoral dan pertumbuhan sektoral
memiliki interpretasi sektor-sektor tersebut merupakan sektor potensial dan masih dapat
dikembangkan.
Di Kota Bima, untuk sub sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebagai
pendukung sektor pariwisata, tipologi Klassen memiliki interpretasi Si < S dan Gi > G yang
diartikan bahwa sektor tersebut merupakan sektor potensial dan masih dapat dikembangkan
dengan kontribusi sebanyak 4,6% bagi Provinsi NTB.
Tabel 4.13.
Penentuan tipologi Klassen berdasarkan PAD

PAD Kota Bima PAD Prov. NTB


2016 2017 2018 2016 2017 2018
30524,799 34890,509 31054,459 1450044,93 1489588,23 1762840,19
*dalam juta rupiah
Laju pertumbuhan ekonomi Kota Bima Laju pertumbuhan ekonomi Prov. NTB
2016 2017 2018 2016 2017 2018
5,78 6,76 4,85 5,82 0,12 4,56

Interpretasi Tipologi Klassen berdasarkan PAD


Kontribusi Pertumbuhan
Tahun
sektoral sektoral
2016 Si < S Gi > G
2017 Si < S Gi > G
2018 Si < S Gi > G
Sumber: Data penelitian diolah, 2019
Tabel 4.13 memperlihatkan nilai-nilai tipologi Klassen yang didasarkan pada perbandingan
nilai laju pertumbuhan PDRB serta nilai PAD antara Kota Bima dengan Provinsi NTB. Dapat
disimpulkan bahwa didasarkan pada perbandingan nilai laju pertumbuhan PDRB serta nilai PAD
antara Kota Bima dengan Provinsi NTB ditinjau dari kontribusi sektoral dan pertumbuhan
sektoral termasuk sektor potensial dan masih dapat dikembangkan dengan nilai Si < S dan Gi >
G.

4. Analisa SWOT
Pembahasan berdasarkan teori Middleton (2019:58), yang mengungkapkan lima komponen
yang harus ada dalam produk wisata, yaitu :
11. Atraksi wisata di daerah tujuan wisata; natural attraction, built attraction, cultural
attraction, social attraction
12. Fasilitas dan pelayanan di daerah tujuan wisata
13. Aksebilitas menuju daerah tujuan wisata
14. Image daerah tujuan wisata
15. Harga yang dikenakan pada konsumen
Kemudian dilakukan analisis SWOT terhadap potensi setiap destinasi wisata yang dibahas
dalam penelitian ini.
Tabel 4.14.
Obyek Daya Tarik Wisata Alam Kota Bima
N0 Nama Obyek Jenis Obyek
Wisata Kelurahan Kecamatan
Wisata
1 Pantai Ni'u Wisata Pantai/ Dara Rasanae Barat
Bahari
2 Pantai Lawata Wisata Pantai/ Dara Rasanae Barat
Bahari
3 Pantai Kolo Wisata Pantai/ Kolo Asakota
Bahari
4 Pantai Ule Wisata Pantai/ Melayu Asakota
Bahari
5 Pantai So Ati Wisata Pantai/ Kolo Asakota
Bahari
6 Pulau kambing Wisata Pantai/
Bahari
7 Pantai Amahami Wisata Pantai/ Dara Rasanae Barat
Bahari
8 Diwu Monca WisataTirta Lampe Rasanae
Timur
9 Lanco Gajah Wisata Tirta jati baru Asakota
10 Taman Ria Wisata Alam
Sumber : Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata, 2018

Dari banyaknya wisata alam di atas, ada beberapa obyek daya tarik wisata yang cukup
dikenal dan diperkenalkan sebagai obyek daya tarik wisata alam Kota Bima diantaranya
sebagai berikut:
A. Pantai Lawata
Nama Lawata tentu tidak asing lagi bagi masyarakat Bima maupun NTB. Nama
Pantai yang indah di pintu masuk Kota Bima ini memang sudah sejak lama menjadi
obyek wisata andalan bagi Kota Bima. Asal nama Lawata diambil dari kata “Lawang Ita”
yang merupakan percampuran bahasa Jawa dan Bima. Saat itu Sang Bima yang merupakan
musafir dari Jawa kedatangannya disambut oleh masyarakat dan Para Ncuhi di tepi pantai.
Pada saat penyambutan, para Ncuhi mempersilahkan sambil berkata “Lawang Ita” yaitu
“lawang” berarti pintu dan “Ita” berarti Anda. Kata “lawang ita” ini ejaannya kemudian
mulai berubah dalam pelafalannya menjadi Lawata. Pantai Lawata ibarat sebuah gerbang
selamat datang, memberi isyarat bahwa perjalanan akan segera memasuki Kota Bima.
Panjang pantai kira-kira setengah kilometer yang dikelilingi perbukitan yang indah. Di
bawah bukit berbatu terdapat sebuah goa peninggalan Jepang. Dahulu tempat ini
merupakan tempat peristrahatan bagi para bangsawan Bima dan kemudian menjadi
tempat rekreasi andalan masyarakatyang selalu ramai dikunjungi.
Gambar 4.4. Citra satelit pantai Lawata
Pemerintah Kota Bima terus membenahi Pantai Lawata untuk menjadisalah satu
obyek wisata pantai andalan di kota Bima dengan membangun berbagai fasilitas seperti
rumah makan terapung, perlengkapan berenang, panggung hiburan rakyat serta
sederetan penataan lainnya.

1) Atraksi wisata di daerah tujuan wisata; natural attraction, built attraction, cultural
attraction, social attraction
Menurut Kepala Dinas Pariwisata:
“Selain menawarkan panorama pantai yang mempesona untuk dilihat, bisa juga untuk
swaphoto, memancing, atau sekedar makan bersama keluarga. Di areal sekitar pantai
Lawata, diatas bukit yang menghadap ke arah pantai juga telah di bangun rumah-
rumah makan untuk para wisatawan santap siang. Selain itu, tersedia pula lesehan-
lesehan yang menyajikan berbagai makanan khas daerah bima. Wisatawan juga dapat
membawa pulang oleh-oleh khas daerah Bima yang sangat mudah di dapat di kios-kios
penjual suovenir dan oleh-oleh khas Bima. Para wisatawan juga dapat mencoba
berbagai wahana olahraga air. Panorama keindahan Teluk Bima yang tenang sangat
jelas bila berdiri di atas bukit pantai Lawata”.

Menurut Pihak Pengelola :


“Selain wisata pantai, pengunjung Pantai Lawata juga dapat memancing, menyelam,
berperahu, berselancar dan berlayar menuju Pulau Kambing. Bagi pengunjung yang
ingin menyebrang kami pihak pengelola hanya mematok dengan harga Rp. 250.000,
untuk satu rombongan yang ingin menyebrang guna menikmati keindahan dan
eksotiksme pulau Kambing. Apabila masuk jam makan siang pengunjung tidak usah
khawatir kelaparan karena banyak sekali rumah makan yang tersedia di sekitar Pantai
Lawata yang menawarkan sajian khas wisata bahari. Ikannya masih segar-segar yang
kami dapat langsung dari nelayan yang mencari ikan di sekitaran Teluk Bima”.

Menurut Pengunjung :
“Kalo pergi ke pantai Lawata kita bisa nongkrong-nongkrong di tepi pantai, berenang,
mancing ikan disana. Hasil tangkapannya pun dapat langsung di olah di rumah-rumah
makan yang ada di sekitar pantai. Saya juga sering coba snorkling di pantai ini.
Karangnya bagus, airnya jernih terus juga banyak ikannya. Pokoknya mantap deh. Salut
buat pengelola, semoga terus diadakan peningkatan sarana dan prasarananya biar saya
dan keluarga lebih betah lagi main-main di pantai ini”.

Menurut pandangan penulis, atraksi wisata yang ditawarkan oleh ODTW pantai Lawata
sudah baik dan bervariasi. Hal tersebut dapat menarik lebih banyak pengunjung.
Menurut Bayraktar, dkk. (2016:251), atraksi yang ditawarkan oleh daerah wisata akan
lebih menarik banyak pengunjung bila terdiri dari beberapa atraksi wisata.

2) Fasilitas dan pelayanan di daerah tujuan wisata


Tersediakah sarana parkir bagi pengunjung yang membawa kendaraan pribadi seperti
motor, mobil pribadi maupun bus di destinasi tesebut ?

Menurut Kepala Dinas Pariwisata :


“Pada awal tahun 2015 Dinas Pariwisata melakukan Pengurukan sekitar 2000m garis
pantai. Pembebasan garis pantai ini di lakukan untuk membuka lahan parkir di Pantai
Lawata. Karena destinasi ini merupakan salah satu destinasi unggulan, oleh karena itu
sering terjadi penumpukan kendaraan di pintu masuk pantai. Pembebasan sejumlah
garis pantai ini merupakan langklah yang sangat tepat guna. Diharapkan agar
ketersediaan lahan parkir untuk motor, mobil pribadi maupun bus di destinasi tesebut”.

Menurut Pihak Pengelola :


“Lahan parkir di Pantai Lawata terus kami lakukan pelebaran mengingat beberapa
tahun terakhir terus terjadi penungkatan pengunjung. Pantai Lawata merupakan
destinasi pilihan keluarga maka dari itu harus selalu tersedia lahan parkir untuk
kendaraan pribadi dan bus. Selain itu untuk pengendara roda dua tidak usah khawatir
kehilangan helm karena di destinasi ini tersedia tempat penitipan helm yang di jaga
ketat oleh petugas”.

Menurut Pihak Pengunjung :


“Sejauh ini kami dengan keluarga belum pernah tidak mendapatkan tempat untuk
kendaraan parkir. Parkiran di Pantai Lawata ini cukup luas. Selain itu juga tingkat
keamanannya cukup baik”.

Menurut Wakil Direktur Wooden Hippie Tour and Travel:


“lahan parkir untuk mobil pribadi, motor dan bus sudah sangat memadai di Pantai
lawata. Pada awalnya kami sebagai pihak penedia jasa Tour dan Travel sempat
kebingungan kalo misalnya ada Client yang tipenya serombongan yang biasanya
menggunakan Bus. Ternyata lahan parkirnya sudah terbagi-bagi untuk kendaraan
pribadi, untuk motor dan untuk Bis. Penggolongan kendaraaan yang perkir ini menjadi
sangat memudahkan untuk pengunjung dalam mencari kendaraannya ketika hendak
ingin pulang”.

Tersediakah tempat makan di destinasi tersebut ?

Menurut Pihak Kepala Dinas Pariwisata:


“Kalo untuk masalah kuliner, para pengunjung Pantai Lawata tidak usah khawatir
dilanda kelaparan karena telah tersedia banyak rumah-rumah makan. Rumah-rumah
makan yang ada menyediakan makanan-makanan khas pariwisata bahari seperti Ikan
laut bakar dengan beragam jenis. Bagi yang tidak suka seafood banyak juga tenda-
tenda warung makan yang sengaja dibuka masyarakat sekitar pantai yang menyediakan
makanan non seafood”.

Menurut Pihak Pengelola :


“Kalo kepantai Lawata pengunjung akan dipastikan terhindar dari 3 K, yaitu
Kehausan, Kelaparan dan Kepanasan. Karena destinasi ini telah tersedia banyak
rumah-rumah makan dengan berbagai jenis. Apabila anda pecinta sajian kuliner khas
bahari maka siapkan kocek yang lebih karena banyak sekali jenis olahan hasil laut
yang ditawarkan oleh pihak-pihak penyedia jasa kuliner”.

Menurut Pengunjung :
“Karena kebetulan kami sekeluarga pecinta Seafood makan di Pantai Lawata menjadi
sangat penting. Sajian khas baharinya yang sangat beragam jadi satah satu sebab kami
sekeluarga tidak pernah bosan ke pantai Lawata. Kelaparan kami akan seketika
terobati bila main ke pantai ini. ikan-ikan yang dibakar jenisnya cukup banyak
ragamnya. Selain ikan juga ada cumi bakar, udang bakar dan lain-lain”.

Menurut Wakil Direktur Wooden Hippie Tour and Travel:


“Tidak usah diragukan lagi kalo jasa-jasa penyedia kuliner di sekitaran pantai Lawata
pastinya akan mengobati kelaparan pengunjung. Jenis dan ragamnya sangat banyak.
Hal ini disebabkan karena memang masyarakat setempat banyak yang menyediakan
jasa penyedia kuliner di sekiratan pantai Lawata. Selain itu juga banyak tersedia kios-
kios penyedia oleh-oleh khas daerah Bima”.

Bagaimana ketersediaan sarana penujang pariwisata di destinasi tersebut ?

Menurut Kepala Dinas pariwisata:


“Fasilitas penunjang kesehatan tersedia apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
seperti halnya kecelakan kecil saat berenang di pantai, tak jauh dari pantai ini juga
terdapat Puskesmas Paruga Kota Bima. Pantai Lawata saat ini cukup lengkap seperti,
toilet, tempat parkir dan gubuk-gubuk yang dibuat di sepanjang pantai. Gubuk (baruga)
ini dapat digunakan oleh pengunjung untuk bersantai bersama keluarga. Selain itu
disekitar pantai juga terdapat café-café warung steak (sajian makanan non seafood)
dan warung makan yang menajikan aneka makanan”.

Menurut Menurut Pihak Pengelola :


“Menurut kami sekeluarga pantai Lawata sudah sangat ideal menjadi destinasi yang
aman untuk kami beserta keluarga. Selain ombak pantainya yang tenang, apabila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti halnya kecelakan kecil saat berenang di
pantai, tak jauh dari pantai ini juga terdapat Puskesmas Paruga Kota Bima”.

Menurut Pihak Pengunjung :


“Belum lama telah terjadi kecelakaan pada pengunjung yang sedang menikmati pesona
pantai Lawata. Di sinyalir pengunjung ini terseret oleh ombak dan semnpat kehabisan
nafas karena terlalu lama tenggelam di air. Tapi karena adanya yang berdekatan
dengan Puskesmas paruga jadi korban kecelakaan dapat segera dilarikan ke puskesmas
dan dapat segera di berikan pertolongan”.

Menurut Wakil Direktur Wooden Hippie Tour and Travel:


“Selain menawarkan panorama indahnya Teluk Bima di Pantai Lawata ini juga
menediakan olahraga-olahraga khas pariwisata bahari seperti contoh yaitu, olahraga
Surfing. Olahraga ini merupakan salah satu cabang olahraga extream maka itu perlu
diadakan pengawasan yang lebih extra oleh pihak pengelola. Namun dengan kedekatan
lokasi pantai dengan fasilitas penunjang kesehatan seperti Puskesmas apabila terjadi
kecelakaan oleh atlet olahraga ini pihak pengelola maupun jasa-jasa penyedia Tour and
Travel dapat segera mengantisipasi apabila terjadi kecelakan pada atlet-atlet papan
seluncur yang mengalami kecelakaan”.

Untuk sarana lain yang berada di pantai Lawata, Kadis Pariwisata mengungkapkan
bahwa sudah terdapat sarana ibadah berupa musholla, pusat informasi, penginapan,
panggung pentas dan gazebo untuk istirahat pengunjung.
Sumber: Observasi penelitian, 2019
Gambar 4.5. Sarana pendukung di pantai Lawata
Pelayanan prima (service excellent) adalah suatu pelayanan yang terbaik dalam
memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain, pelayanan prima
merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan yang memenuhi
standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan harapan dan kepuasan
pelanggan/masyarakat. Pelayanan prima adalah kepedulian terhadap pelanggan.
Jadi pelayanan prima pada dasarnya adalah rasa keperdulian organisasi yang
berorientasi keuntungan (profit oriented) atau organisasi yang berorientasi sosial
(nonprofit) terhadap pelanggan yang ditunjukkan dengan adanya sikap, perhatian, dan
tindakan nyata, sehingga pelanggan merasa nyaman dengan pelayanan prima yang
diberikan (http://standardisasi.menlhk.go.id). Menurut tanggapan penulis, pelayanan di
pantai Lawata sudah dikatakan baik. Layanan parkir, penyebrangan, sarana ibadah,
panggung dan kesehatan sudah tersedia. Fasilitas istirahat bagi pengunjung tersedia
gazebo.

3) Aksebilitas menuju daerah tujuan wisata


Apakah akses jalan ke destinasi tersebut sudah ideal ?
Kalo iya, seperti apa yang sudah ideal menurut narasumber ?

Menurut Kepala Dinas Pariwisata :


“Pantai lawata ini sudah sangat ideal menjadi destinasi yang dapat kami sebarluaskan
ke khayalak ramai. Bila di tinjau dari aspek akses jalan ke destinasi juga sudah sangat
ideal. Selain letaknya yang berada tepat di pinggir jalan lintas Provinsi, akses jalan
menuju destinasi ini sudah sangat ideal melainkan dikeranakan, garis pantai ini memiliki
akses jalan yang bagus. Selain itu juga fasilitas penunjang infrastruktur lainnya seperti
penerangan jalan sudah sangat tersedia di destinasi ini. oleh karena itu destinasi ini
tidak hanya dapat dinikmati pada siang hari saja melainkan pada malam hari banyak
warung-warung kopi yang buka pada malam hari”.

Menurut Pihak Pengelola :


“Akses jalan menuju pantai ini sangat-sangat ideal melainkan dengan letaknya yang ada
di jalur lintas provinsi. Apabila anda dari pusat kota (Lapangan Serasuba) hanya dengan
menempuh perjalanan darat sekitar 30 menit wisatawan asing maupun manca negara
sudah dapat menikmati pesona indahnya Pantai Lawata. Apabila dari pusat
pemerintahan Kota Bima jaraknya hanya sekitar 15 menit dengan menempuh perjalanan
darat”.

Menurut Pihak Pengunjung :


“Dari rumah kami kepantai Lawata hanya 10 menit, oleh karena itu pantai Lawata masih
jadi pantai andalan kami hingga saat ini. ruas jalannya juga makin kesini makin bagus.
Penerangan jalannya juga selalu ditambah sehingga stigma kalo pantai ini mistis sudah
dapat terpatahkan”.

Menurut Wakil Direktur Wooden Hippie Tour and Travel:


“Menurut kami, akses jalan ke Pantai Lawata sudah sangat ideal. Hal ini kami
sampaikan karena melihat dari segi Infrastruktur yang menurut kami sudah sangat
sesuai dengan area wisata. Bidang jalannya yang bagus, minim jalanan berlubang lalu
penerangan jalan yang sudah sangat teredia di sekanjang jalan atau akses menuju ke
panatai Lawata”.

Apakah stasiun transportasi (Pelabuhan, Bandara, terminal dan stasiun) selalu tersedia
bagi wisatawan yang ingin mengakses destinasi tersebut ?
Menurut Kepala Dinas Parwisata :
“Memang belum tersedia kendaraan khusus untuk ke destinasi ini akan tetapi bagi para
wisatawan asing maupun manca Negara yang ingin mengakses destinasi ini dapat
menaiki Bus umum lintas antar kota antar provinsi”.

Menurut Pihak Pengelola :


“Sejauh ini belum tersedia memang kendaraan yang dikhususkan bagi para wisatawan
asing maupun manca Negara untuk mengakses destinasi ini. akan tetapi, sudah tersedia
banyak armada Bus umum Lintas kota lintas provinsi yang melewati Pantai Lawata
sehingga, para wisatawan asing maupun manca Negara dapat menaiki bus tersebut
untuk dapat menuju ke Pantai Lawata”.

Menurut Pihak Pengunjung :


“Kalo bis khusus sih sejauh ini kami belum pernah tau. Akan tetapi kalau tidak ada
kendaraan pribadi seperti mobil atau motor. Kami biasa menggunakan ojek atau bus
dari Terminal Dara menuju ke pantai Lawata. Ongkosnya cukup terjangkau hanya
sekitar Rp.3000 kita sudah dapat menaiki bus dan turun langsung di bibir pantai
Lawata”.

Menurut Wakil Direktur Wooden Hippie Tour and Travel:


“Kami dari pihak travel sih tidak terlalu memusingkan ada atau tidaknya kendaraan
atau angkutan yang dikhususkan untuk mengakses Pantai Lawata ini. karena sejatinya
kami telah menyediakan 20 elf (mini bus) dan 4 bus dengan kapasitas 40-50 0rang bagi
wisatawan asing maupun manca Negara yang ingin mengakses destinasi ini”.
Apakah ketersediaan sarana Trasportasi sudah ideal dengan kebutuhan daerah
pariwisata tersebut ?
Menurut Kepala Dinas Pariwisata :
“Sarana transportasi yang dikhususkan untuk ke destinasi ini memang belum
disediakan. Akan tetapi tersedia banyak opsi lan bagi para wisatawan asing maupun
manca Negara yang ingin mengakses pantai Lawata. Selain bus antar kota antar
provinsi para wisatawan dapat mengunakan ojek atau Benhur. Sekedar pengetahuan
untuk peneliti, Benhur adalah kereta yang di Tarik oleh kuda yang merupakan alat
trasportasi tradisional yang merupakan warisan sejarah yang hingga saat ini masih
masyarakat Bima pertahankan keberadaanya. Selain kegunannya yang merupakan alat
trasportasi benhur ini menjadi sangat unik karena menggunakan tenaga hewan untuk
keretanya dapat berjalan”.
Menurut Pihak Pengelola :
“Ketersediaan sarana trasportasi untuk mengakses destinasi ini sudah cukup ideal.
Rencananya apabila mendapatkan subsidi dari pemerintah daerah setempat . pihak
pengelola akan menyediakan kendaraan yang trayeknya dikhususkan ke destinasi ini.
akan tetapi ini merupakan program jangka panjang pihak pengelola. Menyediakan
kendaraan khusus untuk mengakses destinsi ini hingga sekarang menjadi prioritas kami
karena mengingat semakin tahun, pengunjung yang mengakses pantai ini semakin
bertambah jumlahnya”.

Sumber: Observasi penelitian, 2019


Gambar 4.6. Sarana transportasi menuju pantai Lawata
Menurut Pihak Pengunjung :
“Kalo misalnya rencana pengelola menyediakan bus-bus khusus untuk ke Pantai
Lawata ini dapat terlaksanakan. Saya selaku pengunjung akan sangat senang karena
kalo dari terminal Dara sering kali kami kehabisan bus lintas provinsi. Kalo sudah
kehabisan bus mau tidak mau kami menggunakan ojek atau benhur dengan biaya yang
lebih mahal bila dibandingkan dengan menggunakan bus”.
Menurut Wakil Direktur Wooden Hippie Tour and Travel:
“ketersediaan sarana Trasportasi sudah ideal dengan kebutuhan daerah pariwisata
menjadi sangat penting karena mengingat, pengunjung ke destinasi ini yang semkin
tahun semakin mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Apabila ketersediaan sarana
trasportasi sudah sangat ideal maka peningkatan pengunjung tidak dapat dihindari
oleh pihak pengelola”.
Apakah transportasi yang digunakan layak atau tidak ?
Menurut Kepala Dinas Pariwisata :
“Kalo ditinjau dari segi kelayakan, memang masih jauh dari kata layak. Akan tetapi,
alat transportasi yang tersedia untuk mengakses destinasi ini dapat dikatakan cukup
bervariasi. Bila wisatawan ingin ke Pantai Lawata dari Terminal Dara tersedia banyak
kendaraan yang menuju ke destinasi ini. harganya pun sangat bervariasi mulai dari
Rp.2000-15000”.
Menurut pihak pengelola :
“Menurut kami pihak pengelola, transportasi yang digunakan untuk mengakses
destinasi ini sudah cukup layak. Tersedia banyak pilihan Bus antar kota antar provinsi
bagi para wisatawan asing maupun manca Negara yang ingin mengakses destinasi ini.
pengunjung dapat menggunakan bus, ojek ataupun benhur. Sekedar info benhur itu
kereta yang ditarik oleh kuda. Sensasi yang berbeda akan pengunjung dapatkan apabila
menggunakan benhur menuju ke pantai Lawata”.
Menurut Pihak Pengunjung :
“Kalo dibilang layak sih tidak juga, soalnya banyak bus-bus yang keadannya sudah
dapat dikatakan dibawah rata-rata. Kami suka takut terjadi hal yang tidak dingiinkan
apabila mengakses pantai ini menggunakan bus. Kerena kadang kondektur bus tidak
memperhatikan muatan busnya. Padahal busnya sudah sangat penuh tapi kalu mereka
tau kami hanya ingin ke pantai lawata kami masih saja dipaksa untuk naik bus tersebut.
Kami berharap sih ada kendaraan khusus yang disediakan pemerintah daerah melauli
dinas pariwisata dengan gratis ke pantai Lawata”.
Menurut Wakil Direktur Wooden Hippie Tour and Travel:
“Kalo kami sebagai pihak penyedia jasa tour and travel pastinya menyediakan
kendaraan yang layak dan nyaman bagi pengguna jasa kami. Karena kenyamanan
pengguna jasa merupakan prioritas kami sebagai pihak penyedia jasa”.
Apakah sarana trasportasi sudah ideal ?
Menurut Kepala Dinas Pariwisata :
“Memang belum ada trayek khusus untuk melayani rute dari kota Bima menuju
langsung ke pantai Lawata. Pengunjung bisa memanfaatka bus AKAP, benhur, dan
bemo”.
“Dikatakan ideal, belum sepenuhnya. Tapi menurut saya, sarana transportasi yang
sudah ada dapat dibilang sudah memadai”.

Menurut Pihak Pengunjung :


“Kalo dibilang ideal sih tidak juga, ya itu tadi, bus-busnya kurang bagus. Kalau dari
kota banyak benhur sama bemo, bisa juga ojek. Kami sih inginnya ada angkutan khusus
langsung ke pantai”.
Sumber: Observasi penelitian, 2019
Gambar 4.7. Sarana jalan menuju pantai Lawata
Menurut hasil pengamatan penulis, aksesibilitas menuju pantai Lawata tergolong
aksesibel. Sarana jalan sudah aspal mulus, dengan penerangan jalan yang memadai.
Jaraknya yang dekat pusat kota, serta tersedianya transportasi yang dapat dipilih sesuai
keinginan menjadikan pantai Lawata tujuan favorit untuk berwisata. Menurut penelitian
Candrahalim dan Priambudi (2018), aksesibilitas mempengaruhi keputusan minat
berkunjung ke kawasan wisata.

4) Image daerah tujuan wisata


Martineau seperti dikutip Engel, et al., (2010) mengenai citra yaitu cara dimana
sebuah produk atau merek didefinisikan di dalam benak pembelanja, sebagian oleh
kualitas fungsionalnya dan sebagian lagi oleh atribut psikologisnya.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata :


“Pantai lawata dapat diibaratkan sebagai gerbang masuknya kota Bima. Karena pantai
ini terletak sangat dekat dengan pusat perekonomian dan jantung kota. Apabila
menempuh jalur darat, Pantai ini dapat diakses hanya dengan 30menit perjalanan
darat. Pantai ini memiliki kontur yang darat dan semakin menajak. Terdapat
perbukitan-perbukitan yang tidak terlalu miring konturnya sehingga dapat dinaiki guna
wisatawan yang ingin menukmati panorama indah treluk Bima dan Pulau Kambing”.
Menurut Pihak Pengelola :
“Pantai Lawata dapat disebut sebagai destinasi yang sangat ideal apabila ditinjau dari
segi topografi dikarenakan letaknya yang sangat dekat dengan pusat kota. Selain itu
dengan program kerja Dinas Pariwisata Bima dengan dibukanya sejumlah lajur jalan
lintas provinsi Nusa Tenggara Barat – Nusa Tenggara Timur. Letaknya yang sangat
dekat dengan ibukota menyebabkan Pantai Lawata hingga saat ini masih menjadi
destinasi primadona bagi masyarakat setempat, wisatawan asing maupun manca
Negara”.
Menurut pihak pengunjung :
“Pantai Lawata letaknya sangat dekat dengan rumah kami. Maka dari itu pantai lawata
hingga saat ini masih jadi destinasi primadona keluarga kami. Garis pantainya
panjang jadi bisa berpindah-pindah tempat berteduh. Sekalipun kalo kita tidak bawa
alas untuk duduk- duduk di tepian pantai, sudah tersedia banyak pendopo-pendopo
yang disediakan oleh pihak pengelola”.
Menurut Wakil Direktur Wooden Hippie Tour and Travel:
“Kami sebagai pihak penyedia jasa Tour dan Travel hingga saat ini masih masuk
kedalam destinasi yang utama kami kenalkan kepada pihak pengguna jasa kami. Letak
pantai lawata yang sangat mudah diakses serta garis pantainya yang melintang cukup
panjang mengelilingi Teluk Bima. Hamparan pohon Kelapa yang mengelilingi garis
pantai menambah eksotisme Pantai Lawata”.

Terkait image (gambaran umum) terhadap pantai Lawata, pihak dinas pariwisata
menuturkan bahwa pantai Lawata merupakan destinasi wisata ikon kota Bima dari jaman
dahulu. Menurut penuturan salah satu pengunjung, pantai Lawata memang sudah ramai
dikunjungi sejak lama. Sebagai sarana rekreasi masyarakat Bima khususnya. Tetapi ada
kekurangannya untuk saat ini, kawasan pantai agak kotor dengan sampah. Pengunjung
tersebut juga menuturkan harapan agar pihak-pihak terkait segera menangani masalah
tersebut, agar pantai Lawata sebagai salah satu ikon kota Bima tetap terjaga dan populer
sampai ke luar daerah.
Hasil pengamatan penulis, dapat dikatakan bahwa pantai Lawata merupakan image bagi
kota Bima, karena dikenal sejak dahulu sebagai gerbang masuknya kota Bima, hal ini
termasuk pada citra unik destinasi wisata. Untuk citra kognitif, pengunjung merasakan
fasilitas dan sarana yang tersedia sudah memadai. Sedangkan untuk citra afektif,
pengunjung merasakan kenyamanan dan rasa senang mengunjungi pantai Lawata. Citra
destinasi (destination image) merupakan pengetahuan mengenai suatu destinasi dan apa
yang dirasakan oleh wisatawan selama berwisata. Coban (2012) dalam (AsyaHanif et al,
2016) penelitiannya menjelaskan bahwacitradestinasi terdiri dari hasil penilaian rasional
atau citra kognitif (cognitive image) dan penilaian emosional atau citra afektif (affective
image) dari destinasi itu sendiri. Hasil penelitian dari Cipta dan Farida (2018)
mengungkapkan bahwa image/citra daerah tujuan wisata menentukan gambaran yang
diterima (perceived value) dan perhatian (behavioral intention) dari calon pengunjung untuk
mendatangi suatu obyek wisata.
5) Harga yang dikenakan pada konsumen
Menurut Kepala Dinas Pariwisata :
“Sebenarnya alangkah lebih bagusnya destinasi ini agar di gratiskan saja karena
mengingat letak Pantai Lawata yang dapat dikatakan sebagai wajahnya kota Bima”.
“Akan tetapi dengan sangat terpaksa kami mengeluarkan peraturan agar para
wisatawan yang mengunjungi destinasi ini membeli tiket masuk seharga Rp.2000.Hasil
pendapatan dari pengunjung ini akan digunakan untuk peningkatan sarana dan
prasarana yang ada di Pantai Lawata”.

Menurut Pihak Pengelola :


“Semenjak destinasi ini dikelola oleh pihak pengelola telah kami berlakukan tikcketing.
Dengan harga tiket masuk Rp.2000 rupiah pihak pengunjung sudah dapat menikmati
panorama indahnya Teluk Bima melalui Pantai Lawata. Selain pemberlakuan tiket
masuk, pihak pengelola juga menyediakan tiket speedboad seharga Rp.250.000 untuk
satu kali perjalanan menyeberang ke Pulau Kambing”.

Menurut Pihak Pengunjung :


“Harga tiketnya sangat terjangkau hanya dengan merogoh kocek Rp.10.000 kami
sekeluarga yang berjumlah 5 orang sudah dapat menikmati liburan di Pantai lawata.
Makanya kami tidak pernah bosan kepantai ini karena tiket masuk pantainya cukup
terjangkau. Dalam satu bulan saja saya dan keluarga bisa berkunjung 3-4 kali dalam
satu bulan”.
Menurut Wakil Direktur Wooden Hippie Tour and Travel:
“Setau saya sudah diberlakukan tiket masuk untuk mengakses pantai Lawata. Akan
tetapi harga tiketnya sangat murah dan terjangkau. Hanya dengan membayar Rp.2000
pengunjung sudah dapat menikmati indahnya gugusan pantai Lawata yang dikelilingi
oleh Teluk Bima”.

Penulis menanggapi bahwa untuk destinasi wisata, harga masuk pantai Lawata
dikatakan murah meriah. Biaya transportasi juga terjangkau, harga makanan dan
minuman di lokasi juga standar, harga sarana permainan air pun terjangkau, sampai
tarif menginap pun tidak terlalu mahal. Hal tersebut dapat mendukung bertambahnya
pengunjung untuk berwisata. Fasilitas pariwisata yang ada di Pantai Lawata berupa
shelter dan panggung hiburan yang akan menampilkan berbagai macam hiburan dan
kesenian rakyat. Hasil penelitian Baiturrahman (2018), menunjukkan bahwa harga
termasuk salah satu faktor penentu yang dipertimbangkan calon pengunjung destinasi
wisata.
Tabel 4.13.
Analisis SWOT Pantai Lawata
Kekuatan (strength-S) Kelemahan (weakness-W)
1. Merupakan ikon Kota Bima 1. Atraksi wisata air yang minim
2. Suasana nyaman 2. Tidak ada transportasi khusus ke
3. Udara sejuk pantai Lawata
4. Berada pada posisi strategis/dekat 3. Masih dalam tahap
pusat kota dan dilintasi jalan antar pengembangan
provinsi 4. Fasilitas pendukung untuk kuliner
belum tertata dengan baik dan
menarik
Peluang (oppurtinity-O) Ancaman (threats-T)
1. Adanya rencana pemerintah kota 1. Pantai Lawata bukanlah satu-
untuk mengembangkan pantai satunya obyek wisata di Kota Bima
Lawata 2. Pantai Lawata bukanlah satu-
2. Adanya otonomi daerah untuk satunya obyek wisata pantai di
pengembangan pariwisata Kota Bima
3. DTW dekat dengan pusat kota 3. Perilaku pengunjung yang
4. Motivasi untuk wisata yang tinggi membuang sampah sembarang di
dari masyarakat lokal maupun luar pantai
daerah 4. Belum tersedianya sarana tempat
5. Terletak pada jalan antar provinsi sampah yang cukup
5. Pengembangan kawasan ekonomi
khusus Mandalika

1) Strategi SO (strength and oppurtinity). Pantai Lawata yang merupakan ikon Kota Bima
sejak dahulu kala dapat dijadikan kekuatan untuk meraih peluang pengembangan potensi
destinasi wisata dalam rangka menarik pengunjung dari luar daerah dan mancanegara
sebanyak banyaknya.
2) Strategi ST (strength and threats). Adanya dukungan dari pemerintah kota Bima melalui
RPJPD untuk pembangunan fasilitas menuju dan di daerah destinasi wisata dapat
meminimalisir kekurangan pada ODTW.
3) Strategi WO (weakness and oppurtinity). Kekurangan pada DTW pantai Lawata yang
diakibatkan adanya sampah yang mengotori pantai dapat dijadikan sebagai ajang kegiatan
bersih-bersih pantai dengan mengikutsertakan masyarakat dan wisatawan yang
berkunjung.
4) Strategi WT (weakness and threats). Penambahan fasilitas pendukung di pantai Lawata
dan sarana dan infrastuktur transportasi dapat menambah daya tarik dan menambah daya
saing dengan DTW lainnya.

B. Obyek daya tarik wisata alam kota bima


So ati, amahami, diwu monca
1. Atraksi wisata di daerah tujuan wisata; natural attraction, built attraction, cultural
attraction, social attraction
Menurut pihak disbudpar kota Bima, pantai So Ati memiliki kelebihan pada alam bawah
air yang memiliki terumbu karang yang bagus. Dapat dijadikan sebagai sarana rekreasi
air seperti berenang, olah raga air, snorkelling dan diving, serta memancing. Dituturkan
pula, daerah So Ati merupakan kawasan budidaya rumput laut dan keramba apung yang
sekaligus sebagai mata pencaharian warga sekitar.
Menurut informasi dari warga sekitar, di daerah So Ati ini tempatnya rumput laut, dan
memelihara ikan di keramba. “Untuk kegiatan orang-orang yang berkunjung sih yang
saya tahu, berenang-berenang, makan-makan, sewa perahu, mancing”, tutur seorang
warga. “itupun biasanya di akhir pekan, kalau hari biasa jarang sekali, bahkan tidak
ada”, tambahnya. Menurut informasi dari pengunjung yang berhasil ditemui di lokasi, ia
mengungkapkan bahwa kalau berkunjung ke pantai So Ati biasanya ia sekedar berenang,
menikmati pemandangan, dan kalau sedang ada uang lebih, ia membeli ikan dari nelayan
dan membakarnya di pantai. “kalau sudah sore hari, lihat-lihat warga yang kontrol
keramba-keramba ikan, sekalian lihat sunset”, tambahnya.

Pantai Amahami yang berada di daerah Mpunda memiliki keunggulan, yang pertama
karena dekat pusat kota (± 2,5 Km). Yang kedua, tempat ini biasa digunakan untuk
latihan kuda pacuan. Memiliki taman untuk berjalan-jalan, kemudian sebagai tempat
wisata kuliner khas Bima juga. Adanya masjid terapung juga menambah daya tarik di
kawasan pantai ini.
Menurut pengunjung, biasanya ia melepas penat di pinggir pantai Amahami sambil
menikmati pemandangan, kalau sore bisa melihat sunset. Sedangkan menurut pengunjung
lain, ia biasanya keliling pantai dengan menyewa perahu bersama keluarga baru nanti
anak-anak berenang di pantai. Menurut informasi dari pedagang, di daerah Amahami
biasanya ramai di sore sampai malam hari pada hari-hari biasa. “Banyak yang makan di
sini kalau malam hari, atau sekedar duduk-duduk santai sambil ngobrol”, ujarnya.

Untuk wisata alam Diwu Monca, kelebihan wisata alam yang ditawarkan adalah tracking
pemandangan alam menyusuri DAS (daerah aliran sungai) sungai Lampe sampai tempat
seperti kolam. Kolam itulah yang disebut sebagai Diwu Monca. Menurut penuturan
seorang pengunjung, wilayah diwu monca pemandangannya asih asri, udara masih segar,
tetapi ia menuturkan memang lokasinya agak jauh. Salah satu masyarakat menjelaskan
bahwa orang-orang yang datang ke sini untuk menikmati alam sambil jalan-jalan
menyusuri sungai, terakhir mereka melepas lelah dengan berenang di kolam diwu monca.

2. Fasilitas dan pelayanan di daerah tujuan wisata


Untuk sarana parkir kendaraan di Pantai So Ati, salah satu pengunjung menuturkan
bahwa ia memarkir kendaraan roda duanya langsung dilokasi di dekat saung yang ia
gunakan. Untuk parkir kendaraan roda empat, ia menuturkan bahwa ia pernah melihat
mereka parkir juga di dekat tempat mereka berekreasi di pantai. Untuk kendaraan besar ia
belum pernah menjumpai rombongan yang berwisata ke pantai So Ati.
Senada dengan pengunjung tersebut, salah satu warga Pantai So Ati yang memiliki
warung mengungkapkan bahwa kalau untuk parkir kendaraan, motor dan mobil kecil
langsung parkir d dekat pantai. “di pantai sini belum ada rombongan yang datang
rekreasi pakai bus, pengunjung dari kota biasanya yang sudah sering ke sini. Biasanya
yang mencari tempat yang tidak ramai pantainya”.
Untuk fasilitas dan layanan lain di Pantai So Ati, salah satu pengunjung menuturkan
bahwa untuk warung menjajakan makanan minuman ada tapi tidak sebanyak di pantai
yang ramai pengunjungnya. “kebetulan di tempat yang saya singgahi ini saung milik
warga yang punya warung juga, ia juga melayani kalau kita ingin bakar-bakar ikan.
Aneka jajanannya memang tidak terlalu banyak apalagi lengkap, tapi sekedar makanan
dan minuman ringan tersedia disini. Kalau soal harga, menurut saya standar lah, beda
Rp.2000-3000 masih wajar. Kita makan keluar duit Rp.20.000-30.000 sudah kenyang
sama ngopi juga”. Pengunjung tersebut juga menambahkan bahwa untuk wc umum, ia
menggunakan tempat di dalam rumah pemilik warung. “untuk urusan buang air, kita
numpang sekalian sama pemilik saung, kan rumahnya di sebelah warung, jadi tidak jauh,
sekalian untuk kita sholat sekalian, musholla agak jauh kalau kita tempatnya di sini,
musholla agak ke arah sana dua ratus meteran lah”. “untuk layanan kesehatan saya kira
hanya di puskesmas, itu jauh lagi, tapi mudah-mudahan tidak terganggu lah kita kalau
persoalan kesehatan, kalau ga sehat, kita ga datang ke sini”, ujar pengunjung sambil
tersenyum.

Hasil konfirmasi kepada pemilik warung, ia mengatakan bahwa di Pantai So Ati memang
sarana ibadah agak jauh kalau dari tempatnya. Biasanya pengunjung yang menyewa
saungnya menggunakan wc dan sholat di dalam rumahnya. “mereka kan sudah
menggunakan (menyewa) saung saya, jajan juga di sini, kadang bakar ikan juga, saya
persilahkan pakai sarana di rumah saya, apalagi untuk sholat”, ujarnya.
Hasil konfirmasi kepada pihak disbudpar. “memang belum kita garap kalau di pantai So
Ati, tapi sudah masuk ke dalam perencanaan. Mudah-mudahan kalau di Kolo-nya sudah
kita rapihkan, baru kita geser ke daerah itu. Maklumlah dengan segala keterbatasan
yang kita miliki, ga bisa kita garap semuanya sekaligus”. Narasumber juga mengatakan
bahwa pihak dinasnya mengakui bahwa sarana dan fasilitas seperti lahan parkir, sarana
ibadah, wc umum belum disediakan khusus, hanya dikelola warga setempat.
Untuk sarana parkir kendaraan di Pantai Amahami, salah satu pengunjung menuturkan
bahwa ia memarkir kendaraan roda duanya langsung dilokasi di pinggir pantai. Untuk
parkir kendaraan roda empat, ia menuturkan bahwa mereka parkir di pinggir jalan di
pantai. Untuk bus pariwisata, ia belum pernah menjumpai rombongan yang berwisata ke
pantai Amahami. “biasanya hanya warga-warga sekitar yang rekreasi, kalau dari luar
kota, saya kira mereka datangnya perorangan atau perkelompok beberapa orang saja,
sehingga saya belum pernah lihat untuk bus pariwisata”.
Senada dengan pengunjung tersebut, salah satu pedagang di Pantai Amahami
mengungkapkan bahwa kalau untuk parkir kendaraan, motor dan mobil kecil langsung
parkir d dekat pantai. “di pantai sini untuk parkir kendaraan langsung di samping
warung, biasanya kalau bukan orang sini, tamu luar kota/daerah yang mencari tempat
makan saja atau jalan-jalan santai”.
Untuk fasilitas dan layanan lain di Pantai Amahami, salah satu pengunjung menuturkan
bahwa untuk warung yang menjajakan makanan minuman ringan banyak, untuk tempat
makan juga banyak, ramai pengunjungnya. “karena dekat kota, makanan dan minuman
banyak tersedia. Warung makanan khas Bima maupun yang biasa juga ada”. Pengunjung
tersebut juga menambahkan bahwa untuk wc umum, ia menggunakan di masjid yang ada
di pantai. “untuk layanan kesehatan saya kira ada puskesmas, atau klinik”, kata
pengunjung tersebut.
Hasil konfirmasi kepada pedagang, ia mengatakan bahwa untuk sarana ibadah bisa di
masjid terapung dalam area pantai, atau musholla di seberang jalan. Pihak disbudpar
menjelaskan bahwa pantai Amahami masih terus akan dilengkapi sarananya. “Taman
sudah kita bangun sebagai penunjang wisata pantai. Nanti kita tambah sarananya, kan
masjid sudah ada, tinggal sarana toilet umum dan kita tambah tempat sampah, juga
lahan parkir khusus”. Narasumber juga mengatakan bahwa pihak dinasnya tengah
mengkoordinasikan untuk mengalokasikan pedagang yang ada.
Untuk kawasan Diwu Monca, pengunjung memarkir kendaraan dititipkan di rumah
warga dengan membayar seikhlasnya. “Karena areanya masih benar-benar alam, di sini
tidak ada pedagang, kita harus bawa bekal sendiri”, menurut seorang pengunjung.
Warga sekitar menuturkan bahwa kawasan diwu monca agak jauh dari permukiman
penduduk dengan medan yang bervariasi, sehingga warga enggan untuk berjualan disana.
“medannya agak sulit, sehingga agak repot untuk berdagang disana, kita hanya
menyediakan tempat untuk parkir kendaraan dan tempat istirahat sementara, untuk
pemandu juga kita bisa”, menurut seorang warga. Untuk sarana penunjang, pengunjung
dan warga menuturkan hal senada bahwa belum tersedia penunjang apapun karena
memang agak jauh dari permukiman dan keramaian. Menurut pihak Dispar, kawasan
Diwu Monca belum menjadi prioritas dikarenakan kawasan wisata yang diprioritaskan
belum selesai dari target.

3. Aksebilitas menuju daerah tujuan wisata


Terkait akses ke pantai So Ati, pengunjung mengatakan bahwa untuk mencapai daerah
tersebut selain menggunakan kendaraan pribadi, menggunakan angkutan umum antar
kota dengan ongkos sekitar Rp.15.000. Untuk sarana jalannya, ia mengatakan bahwa
sudah cukup bagus, meski ada beberapa titik yang sudah tidak mulus. “Penerangan jalan
yang masih harus ditambah, karena hanya penerangan dari rumah warga dipinggir jalan
saja yang ada sampai sekarang. Kalau pas lewat yang tidak ada rumah warganya, ya
gelap”, ujar pengunjung. Menurut pihak disbudpar, “memang kalau ke sana, agak jauh
dari kota. Dari sarana transportasi umum (bandara, terminal dan pelabuhan) juga
jauh”. Pihaknya pun mengatakan bahwa sarana jalan umum sudah lebih bagus sekalipun
belum seluruhnya. Untuk PJU (penerangan jalan umum) sudah dikoordinasikan berupa
masukan dan permohonan ke dinas terkait untuk melengkapi sarana jalan ke sana.
Terkait akses ke pantai Amahami, pengunjung mengatakan bahwa untuk mencapai
daerah tersebut selain menggunakan kendaraan pribadi, banyak angkutan umum. Untuk
sarana jalannya, ia mengatakan bahwa sudah bagus, dan sekarang sudah dua jalur dengan
penerangan jalan cukup banyak. Menurut pihak disbudpar, “Karena dekat dari kota,
sarana transportasi umum (bandara, terminal dan pelabuhan) dekat”. Pihaknya pun
mengatakan bahwa sarana jalan umum sudah lebih bagus dengan penerangan jalan umum
yang baik.
Akses menuju kawasan Diwu Monca jalannya sudah bagus, dari Lampe ongkos ojek
Rp. 15.000, hanya saja masuk ke area Diwu Monca harus berjalan kaki agak jauh, sekitar
satu jam, menurut penuturan seorang pengunjung dan warga. Pihak dispar menyebutkan
bahwa untuk akses masuk kawasan, memang tracking nya masih alami, kita tidak bisa
merubah, karena itu menjadi bagian daya tarik wisata Diwu Monca.

4. Image daerah tujuan wisata


“Sebenarnya, daerah So Ati itu terkenal dengan budidaya rumput laut, keramba
apung serta tempat barang-barang bekas dari luar negeri”, ujar pihak disbudpar.
“Untuk wisata pantai sebenarnya kurang begitu terkenal, meski memiliki terumbu
karang yang bagus. Tapi kelebihan itu yang nantinya akan dikembangkan oleh
pemkot”, tambahnya. Menurut warga setempat, daerahnya memang dari dulu terkenal
dengan rumput lautnya dan keramba. Selain sebagai nelayan, rumput laut menjadi
andalan pendapatan warga. Harga rumput laut kering mencapai Rp. 10.000 per
kilogramnya, sedangkan ikan kerapu mencapai Rp. 250.000 an per kilo nya. Perihal
akan adanya pengembangan wisata pantai, ia menuturkan bahwa ia mendukung sekali
rencana tersebut. Tetapi ia menginginkan agar rumput laut dan keramba juga
dimasukkan ke dalam rencana tersebut.
Menurut Lohmann dan Netto (2007) dalam Prasetyo dan Arifin (2018:37), meningkatkan
reputasi tujuan merupakan komponen pemasaran penting dari citra lokal destinasi wisata.
Sistem produksi pariwisata daerah dapat menciptakan citra terkonsilidasi jika usaha
pemasarannya berorientasi pada masyarakat dan produk pariwisata yang ditawarkan
sesuai dengan citra yang dipromosikan.

“Amahami merupakan gerbang masuknya Kota Bima, itulah citra yang selama ini
sudah terbentuk”, ujar pihak disbudpar. “Untuk wisata pantai, masih akan terus
dikembangkan oleh pemkot”, tambahnya. Menurut warga setempat, Amahami sudah
terkenal karena tempat dilatihnya kuda-kuda pacuan. Beberapa tahun ini dikembangkan
karena daerah ini tempat masuk untuk ke kota. Menurut Soekadijo (2000), salah satu
batasan suatu kawasan wisata unggulan adalah daerah tersebut dapat berfungsi sebagai
identitas daerah.

Citra wisata untuk Diwu Monca adalah wisata alam berupa tracking sungai dan kolam
mata air dengan pemandangan pegunungan yang asri. Wisatawan akan dimanjakan
dengan rimbunnya pepohonan dan suara-suara hewan liar.

5. Harga yang dikenakan pada konsumen


Menurut penuturan pengunjung, biaya yang ia keluarkan untuk rekreasi di pantai So Ati,
dari transportasi sampai makan masih terbilang wajar dan standar. Menurut pengakuan
warga pemilik warung, ia menuturkan bahwa makanan dan minuman yang dijajakan
dijual dengan harga wajar meski lebih tinggi dari di kota. Ia mengakui jikalau harga yang
ditawarkan selisihnya terlalu jauh, ia tidak akan mendapat pemasukan yang lebih banyak,
karena pengunjung enggan membeli di warungnya. Hasil pengamatan penulis, penulis
menghabiskan kurang lebih satu liter bensin untuk transportasi kendaraan roda dua
pulang pergi dari tempat awal, makan dan minum mengeluarkan Rp. 30.000 untuk dua
orang. Dapat disimpulkan oleh penulis, biaya yang dikeluarkan masih tergolong murah.
Menurut Medlik (dalam Utama, 2017:106), harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan
wisata akan memberikan imbas pada wisatawan yang akan bepergian, sehingga
permintaan wisatawan akan berkurang.

Menurut penuturan pengunjung, untuk bersantai di pantai Amahami, ia mengeluarkan


dana hanya sedikit, untuk parkir dan minuman ringan. Kalau dengan makan juga masih
harga biasa. Menurut pengakuan pedagang, ia menjual makanan dan minuman dengan
harga yang sama. Ia mengakui jikalau harga yang ditawarkan ada selisihnya, warungnya
akan sepi, karena warung disini banyak. Berdasarkan penuturan pihak disbudpar, mereka
tidak melakukan kontrol terhadap harga yang dikenakan oleh pedagang. “mereka sudah
paham tentunya, lokasi yang dekat keramaian apabila mengenakan harga yang lebih
tinggi, mereka tentunya tidak akan bersaing dengan pedagang lainnya”, ujar pihak
disbudpar. Hasil pengamatan penulis selama observasi di sini, penulis membeli makanan
dan minuman dengan harga normal. Jaraknya yang dekat dengan keramaian dan
penginapan untuk wisatawan luar daerah, membuat biaya yang dikeluarkan untuk wisata
disini hanya sedikit. Menurut Dina (2016), persaingan harga pada suatu daerah wisata
akan mempengaruhi keuntungan yang didapat oleh pedagang.

Menurut penuturan pengunjung, pengeluaran ke daerah Diwu Monca tidak terlalu mahal.
Kita memanfaatkan dari warga sekitar yang menawarkan jasa pemandu, menyediakan
makanan dan untuk tempat istirahat.

Tabel 4.16.
Analisis SWOT Obyek Daya Tarik Wisata Alam Kota Bima

Kekuatan (strength-S) Kelemahan (weakness-W)


1. Wisata alam pantai merupakan 1. Atraksi wisata air di kawasan wisata
fokus Kota Bima dalam pantai masih minim
mengenalkan konsep “Kota Tepian 2. Tidak ada transportasi khusus ke
Air” kawasan wisata pantai dan wisata
2. Wisata alam pantai berada pada alam lain
posisi strategis di jalan lintas antar 3. Kawasan wisata masih ada yang
provinsi dalam tahap pengembangan
3. Masing-masing pantai punya maupun belum dikembangkan
keunggulan sendiri 4. Fasilitas pendukung di kawasan
4. Suasana alami, nyaman dan udara wisata belum semuanya ada
sejuk

Peluang (oppurtinity-O) Ancaman (threats-T)


1. Masuk dalam RPJMD dan RIPPDA 1. Kota Bima bukanlah satu-satunya
Kota Bima untuk dikembangkan wilayah yang mengembangkan
2. Adanya otonomi daerah untuk wisata alam
pengembangan pariwisata 2. Banyaknya obyek wisata alam yang
3. Dapat ditempuh dalam waktu harus dikembangkan dan dikelola
singkat dari pusat kota oleh pemerintah Kota Bima
4. Motivasi untuk wisata yang tinggi 3. Perilaku dan kesadaran pengunjung
dari masyarakat lokal maupun luar dalam menjaga obyek wisata
daerah 4. Wisata di Kota Bima belum
5. Pengembangan pariwisata untuk terkenal seperti kota/kab. Lain di
mendukung ekonomi masyarakat Provinsi NTB
sekitar
6. Adanya kelompok masyarakat sadar
wisata

1) Strategi SO (strength and oppurtinity). RPJMD dan RIPPDA untuk pengembangan


konsep Kota Tepian Air dapat menjadikan daya tarik bagi Kota Bima dalam meraih
peluang kunjungan wisata sebanyak banyaknya.
2) Strategi ST (strength and threats). Banyaknya kawasan pantai dan wisata alam untuk
dikembangkan menjadi tantangan pemerintah kota Bima untukmeminimalisir kekurangan
pada ODTW.
3) Strategi WO (weakness and oppurtinity). RPJMD dan RIPPDA untuk pengembangan
daerah wisata, menjadi peluang pemerintah Kota untuk melengkapi sarana dan fasilitas
penunjang pada DTW.
4) Strategi WT (weakness and threats). Penambahan fasilitas pendukung dalam sarana
atraksi wisata air dan transportasi khusus dapat menambah daya tarik dan menambah
daya saing dengan DTW lainnya.

C. Obyek daya tarik wisata budaya kota bima


Museum asi mbojo, sentra tenun khas bima
1. Atraksi wisata di daerah tujuan wisata; natural attraction, built attraction, cultural
attraction, social attraction
Menurut pengelola Museum Asi Mbojo, “di museum ini pengunjung dapat melihat
kebesaran dari kesultanan Bima pada jaman dahulu. Mulai dari bangunan, koleksi
pakaian, peralatan, sampai senjata dapat dilihat disini dengan tujuan masyarakat bisa
bercermin dan membanggakan adat budaya dari leluhur mereka”. Berdasarkan
ungkapan pengunjung, mereka berkunjung ke Museum Asi Mbojo dalam rangka tugas
sekolah dalam mempelajari sejarah Bima agar mereka memahami dan sadar akan adat
istiadat dan budaya yang harus dijaga.

Untuk sentra tenun Bima Rambadompu, warga menjelaskan bahwa “daya tarik dari desa
ini adalah kain tenun khas Bima yang masih diproduksi secara turun menurun dengan
motif-motif khas Bima yang masing-masing mempunyai arti dan makna tersendiri. Kita
perlihatkan proses penenunan menggunakan alat tradisional, pengunjung juga bisa
mencoba alatnya memilih kain tenun yang dapat bisa mereka beli sebagai souvenir”.
Menurut seorang pengunjung, “kita bisa melihat proses pembuatan/tenun langsung dari
warga. Kita langsung bisa beli kain tenun disitu juga, harga mulai Rp. 150.000 sampai
jutaan ada”.
2. Fasilitas dan pelayanan di daerah tujuan wisata
Museum Asi Mbojo dulunya merupakan Istana bagi Raja dan Sultan Bima. Museum ini
dikonstruksi dengan campuran gaya Eropa dan Bima pada tahun 1927 oleh Mr.
Obzicshteer Rehata, arsitek kelahiran Ambon yang diundang pemerintah Kolonial
Belanda ke Bima. Ia dibantu oleh Bumi Jero Istana dan dilakukan secara gotong royong
oleh masyarakat ditambah pembiayaan dari anggaran belanja kesultanan. Asi Mbojo
terletak di tengah-tengah Kota Bima di atas lahan seluas 10 Ha. Luas dari utara selatan
kurang lebih dua kali luas dari timur barat. Istana menghadap ke barat. Di depannya
terdapat alun-alun disebut lapangan “Sera Suba” karena di sana tempat latihan pasukan
kesultanan yang disebut “Suba”. Di sini juga raja tampil secara terbuka di depan rakyat
pada saat upacara- upacara penting atau perayaan hari besar keagamaan.
Untuk sarana parkir di Museum Asi Mbojo, disini tersedia luas, untuk rombongan besar
menggunakan bus pariwisata tertampung. Untuk urusan makan dan minum karena adanya
di pusat kota, pengunjung tidak perlu khawatir, pun dengan fasilitas ibadah maupun
kesehatan. “memang untuk sarana kesehatan hanya menyediakan kotak P3K saja sesuai
standar, selebihnya kita rujuk ke klinik di dekat museum. Untuk sarana lainnya
pengunjung tidak perlu khawatir, tempat ini berada di pusat kota”, tutur seorang penjaga
museum.

Pada masa lalu, kaum wanita Mbojo (Bima-Dompu) telah mampu memproduksi berbagai
jenis kain tenun yang bermutu dan bernilai seni. Bukan hanya untuk kebutuhan
masyarakat Mbojo, tetapi juga menjadi barang yang laris di wilayah Nusantara. Semua
orang tua bangga, bila putra-putri mereka menjadi penenun yang terampil dan kreatif.
Sebaliknya bila putri mereka tidak memiliki ketrampilan di bidang Muna ro Medi, orang
tua akan merasa malu kepada masyarakat, karena gagal melaksanakan amanat adat yang
mengharuskan semua wanita Mbojo menjadi penenun yang terampil.
Untuk sarana penunjang wisata tenun di desa Rabadompu, Rasanae Timur, seperti sarana
parkir, akomodasi makan minum, sarana ibadah, dan kesehatan sudah ada. “kebetulan
daerah wisatanya ada di perkampungan tempat keramaian, jadi sarana-sarana seperti
itu sudah ada, memang tidak dibangun khusus dari pemerintah hanya memanfaatkan
yang ada di kampung sini”, ujar warga sekitar. Menurut pengunjung, ia menngatakan
bahwa di daerah sentra tenun ini banyak pilihannya, kita bebas mau melihat pembuatan
dan membeli dari tempat yang menurut kita bagus. Parkir kendaraan langsung dilokasi,
tempat makan tersedia, sarana ibadah pun ada. Menurut pihak dispar, sentra tenun
tersebut merupakan implementasi dari pengembangan wisata berbasis wisata dengan akar
budaya. “kita libatkan masyarakat sekitar dalam melestarikan budaya sekaligus
menambah tingkat ekonomi masyarakat melalui kerajinan tenunnya”. “untuk sarana
yang ada, karena berbasis masyarakat, kita hanya memberikan arahan saja agar
kampung yang menjadi sentra wisata tenun tersebut mempersiapkan dengan baik”.

3. Aksebilitas menuju daerah tujuan wisata


Akses ke Museum Asi Mbojo sangat mudah karena letaknya di pusat kota, pengunjung
dapat memanfaatkan sarana transportasi yang ada seperti ojek, benhur, taksi maupun bus.
Akses dari pusat transportasi (Pelabuhan, Bandara, terminal) sangat mudah.

Akses ke sentra tenun desa Rambadompu sangat mudah karena letaknya di pusat kota,
pengunjung dapat memanfaatkan sarana transportasi yang ada seperti ojek, benhur, taksi
maupun bus. Akses dari pusat transportasi (Pelabuhan, Bandara, terminal) sangat mudah.

“Untuk kedua tempat wisata tersebut, pengunjung dapat dengan mudah menemukan dan
mengakses transportasi, sarana jalannya pun sudah baik, jenis transportasinya juga
banyak”, ungkap pihak dispar.
4. Image daerah tujuan wisata
Citra Museum Asi Mbojo sudah terkenal di Kota Bima. Sebagai istana kesultanan Bima
tentunya merupakan tempat sumber sejarah dan adat budaya. Masyarakat yang akan
mempelajari sejarah dan adat budaya Bima pasti akan mengunjungi Museum Asi Mbojo.

Untuk Rambadompu, citra daerah wisata budaya ini merupakan sentra kain tenun khas
Bima. Berbagai motif kain tenun khas Bima ditawarkan dan diperlihatkan prosesnya
didesa wisata ini.

5. Harga yang dikenakan pada konsumen


Untuk harga tiket masuk Museum Asi Mbojo, sebesar Rp. 15.000. bagi pengunjung,
harga yang dikeluarkan untuk berkunjung ke Museum Asi Mbojo dengan akomodasinya
kurang lebih Rp. 50.000.
Harga yang dikeluarkan untuk berkunjung ke sentra tenun desa Rambadompu sangat
murah. Harga kain tenun mulai dari Rp. 150.000 sampai jutaan, tergantung motif dan
tingkatkesulitan pengeerjaan.

Tabel 4. 17.
Analisis SWOT Obyek Daya Tarik Wisata Budaya Kota Bima

Kekuatan (strength-S) Kelemahan (weakness-W)


1. Merupakan tempat mengenal 1. Wisata budaya kurang
sejarah Bima terperhatikan pemeliharaannya
2. Merupakan tempat mengenal adat 2. Minimnya program kunjungan dan
istiadat dan budaya Bima kegiatan di museum
3. Sentra tenun khas Bima ada di 3. Pengunjung museum sedikit
beberapa desa wisata
4. Berada pada posisi strategis, dekat
pusat kota atau di jalur lintas antar
provinsi
Peluang (oppurtinity-O) Ancaman (threats-T)
1. Adanya rencana pemerintah kota 1. obyek wisata budaya juga ada di
untuk melestarikan adat istiadat daerah lain selain Kota Bima
dan budaya Bima 2. daerah lain di Provinsi NTB juga
2. Pengembangan paket wisata memiliki kain tenun khas
budaya terpadu
3. DTW mudah dijangkau

1) Strategi SO (strength and oppurtinity). Dapat dijadikan strategi pemerintah Kota Bima
dalam mengembangkan wisata budaya dalam rangka menarik pengunjung dari luar
daerah dan mancanegara sebanyak banyaknya.
2) Strategi ST (strength and threats). Pemerintah kota Bima dapat menonjolkan keunggulan
wisata budaya dalam rangka bersaing dengan daerah lain.
3) Strategi WO (weakness and oppurtinity). Pemeliharaan warisan budaya dapat dijadikan
sebagai kegiatan yang dapat menarik wisatawan.
4) Strategi WT (weakness and threats). Jumlah pengunjung yang sedikit dapat menjadi
dorongan bagi pemerintah Kota Bima dalam mengembangkan wisata budaya dalam
rangka menarik pengunjung dari luar daerah dan mancanegara sebanyak banyaknya.
D. Analisis SWOT Pariwisata Kota Bima
Dari analisis SWOT Obyek Daya Tarik Wisata Alam dan Obyek Daya Tarik Wisata
Budaya Kota Bima, dapat dilakukan analisis SWOT terhadap sektor pariwisata di Kota
Bima.
Tabel 4. 18.
Analisis SWOT Pariwisata Kota Bima

Kekuatan (strength-S) Kelemahan (weakness-W)


1. Merupakan tempat mengenal 1. Wisata budaya kurang
adat istiadat, sejarah dan budaya terperhatikan
Bima pemeliharaannya
2. Wisata alam pantai merupakan 2. Atraksi wisata air di kawasan
fokus Kota Bima dalam wisata alam masih minim
mengenalkan konsep “Kota Tepian 3. Minimnya program kunjungan
Air” dan kegiatan di daerah tujuan
3. Berada pada posisi strategis, dekat wisata
pusat kota atau di jalur lintas 4. Kawasan wisata alam dan
antar provinsi budaya masih ada yang dalam
tahap pengembangan maupun
belum dikembangkan
5. Fasilitas pendukung di
kawasan wisata belum
semuanya tersedia
Peluang (oppurtinity-O) Ancaman (threats-T)
1. Adanya rencana pemerintah 1. Obyek wisata alam dan
kota untuk melestarikan adat budaya juga ada di daerah
istiadat dan budaya Bima Provinsi NTB lainnya selain
2. Pengembangan paket wisata Kota Bima
budaya terpadu (wisata alam 2. Daerah lain di Provinsi NTB
dan wisata budaya) juga memiliki kain tenun khas
3. Daerah Tujuan Wisata mudah 3. Kota Bima bukanlah satu-
dijangkau satunya wilayah yang
4. Daerah Tujuan Wisata masuk mengembangkan wisata alam
dalam RPJMD dan RIPPDA khususnya wisata pantai
Kota Bima untuk 4. Wisata di Kota Bima belum
dikembangkan terkenal seperti kota/kab. lain
5. Adanya otonomi daerah untuk di Provinsi NTB
pengembangan pariwisata 5. Banyaknya obyek wisata alam
6. Pengembangan pariwisata yang harus dikembangkan dan
untuk mendukung ekonomi dikelola oleh pemerintah Kota
masyarakat sekitar Bima
7. Adanya kelompok masyarakat
sadar wisata

1) Strategi SO (strength and oppurtinity). Posisi daerah tujuan wisata yang srategis dan
RPJMD dan RIPPDA Kota Bima serta adaya otonomi daerah yang mendukung
pariwisata menjadi acuan yang dapat digunakan dalam mengembangkan potensi
pariwisata. Hal tersebut didukung dengan adanya kelompok masyarakat sadar (pokdar)
wisata yang sudah terbentuk. Kota Bima dapat mengembangkan konsep Kota Tepian Air
yang dapat menjadi peluang menarik kunjungan wisata sebanyak banyaknya.
2) Strategi ST (strength and threats). Kota Bima sebagai tempat mengenal adat istiadat,
sejarah dan budaya Bima, serta banyaknya kawasan wisata alam untuk dikembangkan
menjadi tantangan pemerintah kota Bima dalam bersaing dengan daerah lain.
3) Strategi WO (weakness and oppurtinity). Minimnya program untuk kunjungan ke daerah
wisata, atraksi wisata air yang masih minim, fasilitas yang kurang memadai, menjadi
peluang pemerintah Kota Bima dalam mengembangkan potensi pariwisata sesuai RPJMD
dan RIPPDA.
4) Strategi WT (weakness and threats). Minimnya program untuk kunjungan ke daerah
wisata, atraksi wisata air yang masih minim, fasilitas yang kurang memadai, menjadi
peluang pemerintah Kota Bima dalam mengembangkan potensi pariwisata sesuai RPJMD
dan RIPPDA agar dapat bersaing dengan daerah lain.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

B. Kesimpulan
Berdasarkan nilai Location Quotient (LQ), yang menjadi sub sektor non basis dengan nilai
LQ < 1 adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; pertambangan dan penggalian;
industri pengolahan; pengadaan air dan pengolahan; informasi dan komunikasi serta jasa
keuangan dan asuransi. Sebagai pendukung pariwisata di Kota Bima, lapangan usaha yang
menjadi sub sektor pendukung antara lain penyediaan akomodasi dan makan, jasa perusahaan,
transportasi dan pergudangan, perdagangan besar dan eceran serta pengadaan listrik dan gas. Sub
sektor-sektor tersebut merupakan sub sektor basis dengan nilai LQ > 1. Hal ini dapat diartikan
bahwa sektor pariwisata di Kota Bima berdasarkan telaah location quotient berpotensi besar
untuk dikembangkan karena didukung oleh lima sub sektor basis berdasarkan PDRB ADH
konstan.
Berdasarkan Analisis shif share, yang merupakan perhitungan shift share sektor pariwisata
diambil dari sub sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Untuk tahun 2017, nilai shift
share sebesar 102,005 sedangkan untuk tahun 2018 memiliki nilai sebesar -68,82. Nilai shift
share tahun 2018 memberikan bauran negatif sebesar -68,82 yang berarti bahwa sub sektor
penyediaan akomodasi dan makan minum sebagai penunjang sektor pariwisata Kota Bima akan
berjalan lambat. Hal ini dipengaruhi oleh laju pertumbuhan PDRB Provinsi NTB yang
diakibatkan menurunnya laju pertumbuhan yang dimungkinkan akibat dari banyaknya bencana
alam yang mengganggu perekonomian regional provinsi NTB.
Berdasarkan Analisa Tipologi Klassen, Kota Bima, untuk sub sektor penyediaan akomodasi
dan makan minum sebagai pendukung sektor pariwisata, tipologi Klassen memiliki interpretasi
Si < S dan Gi > G yang diartikan bahwa sektor tersebut merupakan sektor potensial dan masih
dapat dikembangkan dengan kontribusi sebanyak 4,6% bagi Provinsi NTB.
Dari penelitian yang dilakukan, berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa Kota Bima memiliki potensi pariwisata pantai yang masih banyak untuk
dikembangkan. Ditinjau dari atraksi94yang tersedia di daerah tujuan wisata (DTW) pantai,
kebanyakan pantai di Kota Bima yang ditetapkan sebagai daerah wisata masih belum banyak
tersedia, sehingga masih berpotensi untuk dikembangkan. Dari aspek fasilitas dan pelayanan,
kebanyakan daerah wisata pantai di Kota Bima belum tersedia. Pihak-pihak terkait di Kota Bima
ditantang untuk membangun dan memperbaiki sarana fasilitas dan pelayanan wisata maupun
pendukung wisata di daerah tujuan wisata terutama sarana ibadah, toilet umum dan sarana jalan.
Perihal aksesibilitas, kebanyakan dari daerah tujuan wisata pantai di Kota Bima masih
memerlukan perhatian dalam bidang transportasi dan sarana jalan umum. Untuk citra destinasi
wisata pantai, kebanyakan daerah wisata pantai di Kota Bima sudah memiliki citranya sendiri.
Hal ini merupakan kelebihan dan daya dukung dalam mengembangkan potensi wisata pantai di
Kota Bima. Terakhir, dalam hal pengenaan harga/biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan, daerah
wisata pantai di Kota Bima memiliki biaya yang wajar dan terjangkau oleh pengunjung.

C. Saran
5. Berdasarkan analisis location quotient (LQ), pemerintah Kota Bima harus
menembangkan sub sektor penunjang lainnya seperti sub sektor informasi dan
komunikasi, jasa pendidikan, transportasi, dan pengadaan air dan pengelolaan sampah.
6. Berdasarkan analisis shift share, sub sektor penyediaan akomodasi dan makan minum
harus menjadi perhatian pemerintah Kota Bima terkait laju pertumbuhan PDRB. Sub
sektor penunjang pariwisata lainnya juga harus memiliki nilai positif dalam rangka
menunjang sektor pariwisata.
7. Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, pemerintah Kota Bima harus lebih
mengoptimalkan potensi yang dimiliki agar sektor pariwisata dapat memberikan
sumbangan bagi perekonomian secara signifikan.
8. Berdasarkan analisis SWOT, Pemerintah Kota Bima melalui RPJMD dan RIPPDA dapat
mengembangkan potensi sektor pariwisata baik wisata alam dan budaya dalam rangka
meningkatkan kunjungan wisatawan dan meningkatkan daya saing dengan daerah lain
dengan tujuan peningkatan ekonomi masyarakat dan daerah

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Syamsir. “Metodelogi Penelitian : Cara Praktis Menulis Disertasi”. Edisi pertama.
Universitas Trisakti. Jakarta. 2006
Ahmad, Muhridhon dan Rio, Andreas. “Mobile Tourism Application Design for Magelang
Regency”, e-Proceeding of Art & Design: Vol. 2, o. 2 Agustus 2015, ISSN: 2355-9349
Ahmad, Syarif dan Argubi, AH. “Pengembangan Pariwisata Kota Bima Sebagai Daerah Transit
Wisata Alternatif”. Jurnal Pariwisata, SADAR WISATA. Vol. 1 No.1 2018
Ahmad, Syarif dan Argubi, Adi Hidayat. “Pengembangan Pariwisata Kota Bima Sebagai
Daerah Transit Wisata Alternatif”, Jurnal Sadar Wisata Volume 1, No 1, Januari 2018, Hal
1-20
Ananda, Candra Fajri. “Pembangunan Ekonomi Daerah: Dinamika dan Strategi Pembangunan”,
UB Press, Malang, 2018
Arikunto, Suhasirmi. “Prosedur Penelitian, suatu Pendekatan Praktik”, Rineka Cipta, Jakarta,
2016
Astuti, Ristina Wahyu. “Analisis Pengaruh sektor pertanian, pariwisata, investasi dan tenaga
kerja terhadap petumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di provinsi Nusa tenggara Barat
tahun 2011-2016”, Skripsi, UIN Suka, Yogyakarta, 2018
Baggio, Rodolfo. “Studying complex tourism Systems: A Novel Approach Based on Networks
Derived from A Time Series”, XIV April International Academic Conference on Economic
and Social Development, Moscow, 2013
BAPEDA. “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bima Nusa
Tenggara Barat tahun 2013-2018”, BAPEDA Provinsi Bima Nusa Tenggara Barat. 2013
Bhatia, AK . “Tourism Development”. Sterling publications. New Delhi. 2012
Dina, Maulina. “Strategi Persaingan Harga Pasar Di Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel
Surabaya”. Undergraduate thesis. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. UIN Sunan
Ampel Surabaya. 2016
Ferrel, OC. Dan Hartline, Michael. “Marketing Strategy”, Thomson, Ohio, 2011
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS”, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 2016
Hermawan, Agus. “Komunikasi Pemasaran”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012
Hidayat, Wahyu. “Perencanaan Pembangunan Daerah: Pendekatan Pertumbuhan Ekonomi,
Disparitas Pendapatan dan Kemiskinan di Jawa Timur”, UMM Press, Malang, 2017
Hutchinson, Francis dan Chong, Terence. “The SIJORI cross-border region: Transnational
Politics, Economics and culture”, ISEAS Institute, Singapore, 2016
Islamy, Nurul. “Analisis Sektor Potensial, Dapatkah Pariwisata Menjadi Lokomotif Baru
Ekonomi Nusa Tenggara Barat?”, Journal of Indonesian Tourism, Hospitality and
Recreation, Vol. 2 No. 1 April 2019
Ismayanti. “Pengantar Pariwisata”, Grasindo, Jakarta, 2012
Judisseno, Rimsky K. “Aktivitas dan Kompleksitas Kepariwisataan”, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2017
Junaidi, Achmad. “Analisis Program Siaran Berita Berjaringan di Programa 1 RRI Samarinda
dalam Menyampaikan Berita Dari Kawasan Perbatasan”, eJournal Ilmu Komunikasi, 2015,
3 (2) :278-292
Komarudin. “Ensiklopedia Manajemen, Edisi IX”. Bumi Aksara. Jakarta. 2001
Kotler, Phillip dan Keller, Kevin. “Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi ke 13” Penerbit
Erlangga. Jakarta. 2012
Lickorish, Leonard dan Jenkins, Carson. “An Introduction to Tourism”. Butterwoeth-Heinemann.
Oxford. 1997
Middleton, Victor, et.al. “Marketing In Travel And Tourism. Elsevier. Oxford. 2019
Mokhtarian, Patricia, dan Singer, Matan. “What Moves Us? An Interdisciplinary Exploration of
Reasons for Traveling”, Routledge, 2015
Morrison, Alastair dan Mill, Christie. “The Tourism System: An Introductory”. Hall & McArthur.
Canada. 1998
Munroe, Myles. “Understanding Your Potential”. Destiny Image Pub. Shippenburg. 2016
Peraturan Menteri Dalam Negeri atau Permendagri No. 37 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Pineda, FD. Dan Brebbia, CA. “Sustainable Tourism VII”, WIT Press, Southampton, 2016
Prasetyo, Andjar dan Arifin, M. Zaenal. “Pengelolaan Destinasi Wisata Yang Berkelanjutan
Dengan Sistem Indikator Pariwisata”. Indocamp. Jakarta. 2018
Putra, Rizki A. “Analisis Strategi Pengembangan Potensi Pariwisata di Kecamatan Teluk
Pandan Kabupaten Pesawaran”, Skripsi, FISIP UNILA, 2019
Raina, AK dan Agarwal, SK. “The Essence Of Tourism Development (Dynamics, Philosophy,
And Strategies)”. Sarup & sons. New delhi. 2004
Raju, GP. “Tourism Marketing and Management”. Manglam Pub. New Delhi. 2012
Rangkuti, Freddy. “SWOT Balanced Scorecard, Teknik Menyusun Strategi Korporat yang Efektif
Plus Cara Mengelola Kinerja dan Resiko”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2013
RIPPDA Kota Bima 2018-2023
RPJMD Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2018
Shidarta, dkk. “Aspek Hukum Ekonomi & Bisnis”. Prenadamedia group. Jakarta. 2018
Singagerda, Faurani. “Analisis Aliran Investasi dan Perdagangan Pariwisata Indonesia”, Journal
UNPAR, vol. 17. No.2, 2014
Singgalen, Yerik dan Kudubun, Elly E. “Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata :
Studi Kasus Kelompok Museum Pemerhati Sejarah Perang Dunia ke II di Kabupaten Pulau
Morotai”, Jurnal Cakrawala 2018, ISSN 1693 6248, h.199-213
Sjafrijal. “Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Era Otonomi”. Edisi pertama cetakan
pertama. Rajawali Pers. Jakarta. 2014
Sugiyono. “Stastistika Untuk Penelitian”, edisi revisi terbaru cetakan ketigabelas, CV Alfabeta.
Bandung. 201
Tarigan, Robinson. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”. Edisi revisi cetakan pertama. PT
Bumi Aksara. Jakarta. 2006
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Utama, I Gusti Bagus. “Pemasaran Pariwisata”. Andi offset. Yogyakarta. 2017

Woodside, Arch G. dan Martin, Drew. “Tourism Management: Analysis, Behaviour, and
Strategy”. CAB International. Oxford. 2010
Yoeti, Oka A. “Perencanaan Strategi Pemasaran Daerah Tujuan Wisata”. Pradaya Paramita.
Jakarta. 2008
Zebua, Manahati. “Inspirasi Pengembangan Pariwisata Daerah”, DeePublish, Yogyakarta, 2016
www.kbbi.kemdikbud.go.id
Abi Hafiz, http://www.abihafiz.wordpress.com, Juli, 2019
https://www.wttc.org/about/media-centre/press-releases/press-releases/2019/travel-tourism-
continues-strong-growth-above-global-gdp/
https://www.republika.co.id/berita/en/national-politics/18/10/23/ph201e414-indonesia-worlds-
ninthfastest-growing-tourism-sector
https://www.liputan6.com/bisnis/read/687691/traveling-jadi-prioritas-kedua-masyarakat-
indonesia?related=dable&utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.1&utm_referrer=https%3A
%2F%2Fwww.google.com%2F
https://ekbis.sindonews.com/read/1364689/34/kunjungan-wisman-162-juta-devisa-pariwisata-
capai-usd176-miliar-1545375563
http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/24426/t/Komisi+X+Ajak+Wisatawan+Kembali+Kunjungi+
Destinasi+Wisata+NTB
http://standardisasi.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2016/09/SPM-pariwisata-alam.pdf
http://lipi.go.id/lipimedia/anjloknya-rupiah-tarik-minat-70-ribu-wisman/21338
https://www.suarantb.com/pendidikan/2018/05/256216/Konsep.Pendidikan.dan.Pariwisata.Belu
m.Sejalan/
https://www.idntimes.com/news/indonesia/kementerian-pariwisata/dongkrak-pad-csc/full
https://www2.unwto.org/publication/unwto-annual-report-2011

Anda mungkin juga menyukai