Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

UNDERSTANDING ORGANISATIONAL
DYNAMICS

MATA KULIAH : KEPEMIMPINAN DAN BERPIKIR SISTEM


Dosen Pengampu : Dr. Keumala Hayati, SE.,M.Si

DIAN EKASARI APRIANTI (2128021015)


KHAIRONI FITRIANY (2128021016)

MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS LAMPUNG
2021/2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB 1. Pendahuluan.................................................................................................................1
BAB II. Teoritis/Konseptual....................................................................................................4
Dinamika Organisasi.....................................................................................................................4
Definisi Taksonomi Organisasi.....................................................................................................4
Konflik 5
Teori Organisasi Berdasarkan Level ............................................................................................6
Teori organisasi menurut Stepen P. Robbins (1995)....................................................................6
Teori Organisasi Yang Berfokus Pada Kinerja Dan Struktur.......................................................7
Teori Birokrasi Weber..................................................................................................................8
Teori Organisasi Yang Berfokus Pada Motivasi..........................................................................8
BAB III. Metode......................................................................................................................11
BAB IV. Hasil..........................................................................................................................12
BAB V. Implikasi Manajerial................................................................................................16
BAB VI. Kasus Indonesia.......................................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Masyarakat kita merupakan masyarakat yang terdiri dari satuan-satuan organisasi. Kita
dilahirkan dalam organisasi, dididik, dibesarkan bahkan bekerjapun tidak terlepas dari
organisasi, dan tidak dapat kita pungkiri hampir semua dari kita melewati masa hidup dengan
bekerja untuk kepentingan organisasi (Etzioni, 1985). Peradaban modern pada hakekatnya
menunjukkan bahwa organisasi sebagai bentuk pengelompokan sosial yang paling rasional
dan efisien, sehingga dengan mengkoordinasikan sejumlah besar tindakan manusia, organisasi
mampu menciptakan suatu alat sosial yang ampuh dan dapat diandalkan. (Effendi, 2005).
Seberapa kecil pun sebuah organisasi, tentu akan mengalami periode fluktuasi yang
akan mengubah pola dan proses yang terjadi di dalamnya. Organisasi akan bisa maju jika
memanfaatkan segala sumber daya yang ada padanya termasuk sumber daya manusia yang
terdidik dan adaptif terhadap pekembangan zaman. Disisi lain kita tidak menafikkan diri
banyak organisasi yang stagnan dan akhirnya hancur karena tak berhasil mengelola konflik
menjadi sebuah pemacu produktifitasnya. Dinamika yang kita lihat dari realita kekinian inilah
yang menjadi latar belakang untuk dipahami dan dipelajari lebih mendalam. Bukan semata
pada tataran teoritis tetapi juga pada tataran praktis atau implementasinya (Zainal, dkk. 2014).
Semua organisasi tentu mengalami proses dinamika internal yang berbeda. Sejalan
dengan tantangan, hambatan, peluang dan kekuatan yang dihadapi serta dimilikinya.
Organisasi yang tak mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman akan mengalami
kemerosostan baik dari segi efektifitas maupun efisiensi sumber daya yang dimilikinya.
Selain itu kepemimpinan dalam internal organisasi sangat berperan banyak dalam
menentukan kebijakan yang tentunya berdampak pada maju atau mundurnya organisasi.
Kepemimpinan sendiri adalah proses untuk memengaruhi orang lain baik di dalam organisasi
maupun diluar organisasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam suatu situasi dan
kondisi tertentu (Zainal, dkk. 2014).
Kepemimpinan yang baik dalam penetapan keputusan akan mengumpulkan data yang
akurat,menganalisisnya dan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum melakukan finalisasi
keputusan. Saat ini kita berada dalam tepi potongan rantai sebab-akibat. Revolusi teknologi
menyebabkan perubahan cara organisasi menyusun diri mereka sendiri. Perubahan struktur
membutuhkan perubahan budaya yang lebih radikal, yaitu sistem sosial yang ada dalam
organisasi tersebut.  Esensi perubahan budaya ini adalah investasi dan menekankan pada
pengetahuan kerja, yaitu proses orang-orang dan transformasi informasi (Zainal, dkk. 2014).

1
Era persaingan global ini membawa sejumlah tantangan dan sekaligus merupakan
peluang.Self-Leadership adalah kunci dalam meningkatkan kemampuan pegawai ataupun
anggota untuk menghadapi tantangan di era yang kaya informasi dan berbagai pengetahuan
ini.Kepemimpinan yang ideal akan mampu menciptakan kemajuan dan kondusifitas
organisasi dalam menghadapi kemajuan zaman. Untuk itu semua dibutuhkan kaderisasi
kepemimpinan, hingga mampu membawa organisasi bahkan Negara menuju apa yang dicita-
citakan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-3 (Wahjono, 2010).
Reformasi organisasi birokrasi pemerintah yang merupakan bagian dari agenda
reformasi belum menunjukkan kinerja secara optimal karena banyaknya kelemahan
(weaknesses) yang melekat pada  seluruh  sistem organisasi pemerintahan. Apabila dicermati,
pokok permasalahan belum optimalnya kinerja kelembagaan pemerintah bermuara pada
lemahnya strategi pengembangan kelembagaan pemerintah, dimana resistensi terhadap
norma-norma dan paradigma perubahan sangat tinggi. Dengan mencermati perubahan yang
terjadi, strategi pengembangan organisasi (organization development strategy) semestinya
ditujukan pada pengembangan sinergisitas tiga strategi utama, yaitu struktural, perlakuan
teknikal sehingga organisasi pemerintah mampu menyesuaikan (adjustable) dan fleksibel
terhadap perubahan. Dalam studi tentang disain dan struktur organisasi dikenal beberapa
dimensinya, yaitu kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Birokrasi yang nampak baku dan
kaku yang lebih mengedepankan proses ketimbang hasil, sedangkan sentralisasi kewenangan
dalam pengambilan keputusan cenderung berada pada pusat kekuasaan. Keadaan-keadaan
inilah yang secara luar biasa menjadi pemicu menguatnya citra negatif birokrasi dalam
pemerintahan pada umumnya (Syafiie, 2002).
Reformasi birokrasi walaupun sudah dilakukan secara internal, perubahan struktur
organisasi dan program kerja sudah dijalankan  tetapi kinerjanya tetap tidak berubah bahkan
cenderung semakin buruk. Kasus-kasus penyalahgunaan wewenang semakin meningkat tidak
hanya terjadi di lembaga eksekutif melainkan meluas kelembaga legislatif dan yudikatif.
Kecenderungan meluasnya kasus-kasus tidak hanya terjadi di tingkat pusat, tetapi juga meluas
ke daerah. Hal itu  bisa dimaklumi karena perubahan-perubahan internal itu dilakukan semata-
mata hanya berdasarkan keinginan sesaat. Empat kali pergantian kepemimpinan pasca
reformasi tidak mengubah perilaku ini, bahkan terjadi hal yang sebaliknya. Mengapa hal itu
bisa terjadi? Jawabannya adalah tidak adanya komitmen dan keteladanan dari para pemimpin.
Perencanaan dan program reformasi sebaik apapun tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada
komitmen dan keteladanan dari para pemimpin (Syafiie, 2002).
Keteladanan yang hilang dari sosok pemimpin inilah yang kadang menjadi pemicu

2
konflik, selain daripada kepuasan dari kepemiminan itu sendiri. Organisasi sebagai media
kerjasama dan kreatifitas haruslah dibangun bukan dengan pemaksaan kehendak tapi
dibangun diatas kebersamaan dan kesamaan kepentingan di dalamnya. Konflik dalam
organisasi bisa menjadi buruk maupun baik bergantung dari bagaimana seorang pemimpin
mengelola dinamika yang terjadi tersebut ( Ndraha, 2011).
Perubahan inilah yang selalu dikaitkan dengan pengembangan organisasi, sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan. Tuntutan ini timbul akibat lingkungan organisasi yang selalu
berubah. Berdasarkan pada hal tersebut maka kami merasa perlu untuk melihat dan
mengetahui dinamika perubahan yang terjadi dalam organisasi dalam bentuk makalah yang
telah kami susun ini ( Ndraha, 2011).
.

3
BAB II
TEORITIS/KONSEPTUAL

Teori organisasi merupakan sejumlah pemikiran dan konsep yang menjelaskan atau
memperkirakan bagaimana organisasi/kelompok dan individu di dalamnya “berperilaku”,
dalam berbagai jenis struktur dan kondisi tertentu (Shafritz & Ott dalam Levy, 2009). Dari
definisi tersebut, organisasi seperti juga manusia memiliki perilaku yang bisa diamati dengan
baik oleh orang di dalamnya maupun oleh pihak luar.

Dinamika Organisasi
Jika dilihat dari asal katanya, dinamika memiliki arti tenaga/kekuatan yang selalu bergerak,
berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap setiap kondisi keadaan.
Sedangkan organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan sosial
yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan bersama Dengan demikian
dinamika organisasi merupakan sebuah konsep yang menggambarkan proses kelompok yang
selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu
berubah-ubah. Selain itu dinamika organisasi dapat juga diartikan sebagai suatu kelompok
yang terdiri dari dua atau lebih individu, memiliki hubungan psikologi secara jelas antara
anggota satu dengan yang lain yang dapat berlangsung dalam situasi yang dialami secara
bersama.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dinamika organisasi pada dasarnya merupakan proses-
proses kelompok yang menggambarkan semua hal yang terjadi dalam kelompok akibat
adanya interaksi individu-individu yang ada dalam kelompok itu. (Wahjono, 2010).

Definisi Taksonomi Organisasi


Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan
nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal
berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih
umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.
Struktur organisasi biasanya direfleksikan kedalam peta organisasi yang secara visual
digambarkan dalam bentuk kotak dan garis. Struktur organisasi akan merepresentasikan
semua kegiatan dan proses aktivitas yang terjadi didalam sebuah organisasi. Secara taksonomi
peta organisasi menggambarkan 3 hal pokok yakni :
1. Tingkat spesialisasi dan kompleksitas organisasi

4
2. Tingkat formalisasi organisasi
3. Tingkat sentralisasi/ desentralisasi organisasi
Spesialisasi atau kompleksitas organisasi dibedakan lebih lanjut menjadi tiga bagian yakni:
horizontal differentiation, vertical differentiation dan spatial differentiation. Horizontal
differentiation menjelaskan seberapa banyak pekerjaan harus dilakukan oleh karyawan,
tingkat kebutuhan akan profesi dan spesialisasi karyawan, kebutuhan akan training dan
pendidikan karyawan dalam kaitannya dengan tugas dan pekerjaan yang harus
dilaksanakannya dan tingkat departementalisasi organisasi. Semakin banyak pekerjaan,
profesi dan spesialisasi, semakin banyak kebutuhan akan training khusus dan semakin
banyak departementalisasi maka akan semakin kompleks organisasi tersebut.
Vertical differentiation berkaitan dengan banyaknya level/ tingkatan didalam organisasi.
Semakin sedikit level organisasi maka semakin lebar rentang kendali yang harus dijalankan
seorang manajer. Sebaliknya semakin banyak level organisasi semakin sempit rentang
kendalinya. Sedangkan spatial differentiation berkaitan dengan lokasi organisasi. Semakin
jauh jarak antar unit organisasi, departemen dan orang-orang yang bekerja didalamnya,
organisasi tersebut menjadi semakin kompleks. (Wahjono, 2010).

Konflik
Menurut Rumbino dkk, (2012) Dinamika organisasi yang harus dikelola secara cerdas
dan konstruktif ialah terletak pada konflik yang sering timbul di suatu organisasi, karena
dalam kenyataannya konflik tidak selamanya bersifat destruktif akan tetapi akan mampu
meningkatkan produktifitas suatu organisasi apabila dapat di atasi dan dikelola dengan baik.
Pada kenyataanya ada hal-hal yang dapat mempengaruhi pergerakan atau proses berjalannya
suatu organisasi. Empat alasan utama untuk adanya dinamika organisasi, adanya pekerjaan
memerlukan pengorganisasian. Hasil-hasil yang tak terpisahkan dari personal. Pertimbangan
ekonomis, pertumbuhan dan ketegangan. Perubahan teknologi

Teori Organisasi Berdasarkan Level


Ahli manajemen dan organisasi menyatakan teori organisasi berakar dan telah ada
sejak zaman purbakala atau abad pertengahan. Namun studi formal tentang teori organisasi
baru dilakukan ketika pabrik-pabrik mulai dikenal di Inggris Raya (Shafritz & Ott dalam
Levy, 2009). Terdapat berbagai jenis teori organisasi dari berbagai literatur dan sumber
pustaka. Penulis mengutip karya Scott dalam Legaard (2010) yang membagi teori organisasi
ke dalam tiga level analisis, yaitu:

5
1. Level sosial-psikologis, yakni teori organisasi yang berfokus pada hubungan individu dan
antar personal/individu dalam organisasi. Pada kelompok teori ini, ahli organisasi
berupaya menjelaskan bagaimana orang-orang di dalam organisasi tersebut saling
berhubungan untuk mencapai tujuan masing-masing.
2. Level struktural, yakni teori organisasi yang berfokus pada organisasi secara umum dan
subdivisi dari organisasi seperti departemen, tim, dan sebagainya. Pada kelompok teori
ini, ahli organisasi menjelaskan bagaimana antar unit dalam organisasi (departemen,
bagian, seksi, dll) saling berkaitan untuk mencapai tujuan masing-masing unit tersebut.
3. Level makro, yakni teori organisasi yang berfokus pada peran organisasi dalam
hubungannya dengan organisasi dan komunitas lainnya. Pada level ini, ahli organisasi
berupaya menjelaskan hubungan antar organisasi untuk mencapai tujuan masing-masing.
Sementara Legaard sendiri membagi teori organisasi ke dalam tiga perspektif yang
merupakan wilayah utama yang menjadi pusat studinya (Legaard, 2010), yaitu:
a. Teori organisasi yang berfokus pada kinerja dalam menjalankan tugas dan struktur;
b. Teori organisasi yang berfokus pada motivasi karyawan;
c. Teori organisasi yang berfokus pada penyesuaian dengan lingkungan sekitar.
(Heryana, 2020).

Teori organisasi menurut Stepen P. Robbins (1995)


Ahli organisasi lainnya yaitu Stepen P. Robbins (1995) membuat pembagian teori organisasi
ke dalam empat kategori antara lain sebagai berikut:
1. Teoretikus Tipe 1
a. Kelompok ini dikenal dengan aliran klasik
b. Upaya: mengembangkan model organisasi secara universal
c. Melihat organisasi sebagai sistem tertutup untuk mencapai tujuan dengan efisiensi
d. Para ahli: scientific management (Frederick W. Taylor), prinsip prinsip organisasi
(Henry Fayol), teori birokrasi (Max Weber), dan teori perencanaan rasional (Ralph
Davis).
2. Teoretikus Tipe 2
a. Upaya yang dilakukan kelompok teoritikus ini adalah penyesuaian sifat sosial
organisasi, dan membentuk aliran hubungan antar manusia sehingga disebut dengan
human relations school.
b. Memandang organisasi sebagai seseuatu yang terdiri dari tugas-tugas maupun
manusia .
6
c. Para ahli: teori/kajian Hawthorne (Elton Mayo), teori sistem kerjasama (Chester
Bernard), teori X dan Y (McGregor), dan teori anti birokrasi (Warren Bennis).
3. Teoretikus Tipe 3
a. Pendekatan kontinjensi (memilih antara mekanistik dan humanistik)
b. Para ahli: teori perspektif lingkungan (Katz & Kahn), kasus teknologi, teori besaran
organisasi (kelompok Aston)
4. Teoretikus Tipe 4
a. Memusatkan perhatian pada sifat politis organisasi
b. Para ahli: batas-batas kognitif terhadap rasionalitas (March & Simon), teori arena
politik (Jeffrey Pfeffer)

Teori Organisasi Yang Berfokus Pada Kinerja Dan Struktur


1. Scientific Management Teori ini lahir pada awal abad 20, dikembangkan oleh Frederick
W. Taylor. Karakteristik dari aliran ini adalah:
a. Ide dasar scientific management adalah proses yang sistematis dibutuhkan untuk
meningkatkan efisiensi produksi yang diperoleh melalui analisis ilmiah dan berbagai
percobaan.
b. Taylor meyakini bahwa output yang maksimal dari suatu proses dapat dihasilkan
dengan input yang minimal (energi, sumberdaya).
c. Titik awal pemikiran Taylor adalah proses kerja individu yang akan bergabung dalam
suatu sistem proses.
d. Struktur organisasi terbentuk mengikuti proses kerja yang ada
e. Dibutuhkan staf yang memiliki spesialisasi untuk mengoptimalkan proses kerja,
sehingga peran manajer dalam memerintah akan berkurang
f. Dikategorikan sebagai pendekatan bottom-up, karena memulai dari proses kerja
individu. Pemikiran scientific management akhirnya diadopsi oleh perusahaan
industri manufaktur skala besar.
2. Administrative Theory
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan Taylor, Henri Fayol mengembangkan
pendekatan lain yang bersifat rasional yang fokusnya berlawananan dengan scientific
management. Karakteristik dari teori administratif Fayol antara lain:
a. Prinsip-prinsip administratif yang membentuk struktur hirarki organisasi berbentuk
piramida, berfungsi sebagai dasar organisasi dalam menjalankan aktivitas, yaitu
dengan pendekatan top-down. Bandingkan dengan scientific management yang
7
menggunakan pendekatan bottom-up dengan titik awal dari pekerjaan individu.
b. Pendakatan administratif memfokuskan pada dua prinsip dalam organisasi yaitu
Koordinasi dan Spesialisasi. Gambar 1 berikut menjelaskan prinsip-prinsip
Koordinasi dan Spesialiasi pada pendekatan administratitf Fayol. (Heryana, 2020).

Teori Birokrasi Weber


Teori Birokrasi dipelopori oleh Max Webber (seorang sosiolog asal Jerman yang melakukan
studi tentang organisasi antara tahun 1800-1900). Webber memiliki pandangan yang berbeda
dibanding Taylor dan Fayol. Ia memasukkan perspektif sosial dan psikologis untuk
memahami tentang organisasi. Menurut Webber untuk memahami organisasi dan strukturnya
dapat dicari menggunakan konteks historis, dan ia mengembangkan norma-norma yang
seharusnya dijalankan oleh suatu birokrasi (yang direfleksikan sebagai “pegawai publik”).
(Heryana, (2020).

Teori Organisasi Yang Berfokus Pada Motivasi


Motivasi adalah energi/kekuatan yang membuat seseorang mau melakukan pekerjaan.
Motivasi berarti keinginan atau harapan dari dalam diri untuk melakukan berbagai usaha
(Legaard, 2006). Pendekatan teoritis tentang motivasi salah satunya terbagi atas dua yaitu
inner motivation dan outer motivation. Inner motivation adalah motivasi yang timbul dari
dalam diri individu atau disebut intrinsic motivation. Sedangkan outer motivation adalah
motivasi yang timbul dari luar individu atau disebut extrinsic motivation.
1. Expectancy Theory
Teori ini berguna untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku seseorang yang terdorong
oleh motivasi, sehingga dapat menjelaskan faktor-faktor yang menentukan seseorang
akan berperilaku karena ada motivasi tertentu. Ide dasar teori ini adalah a) berdasarkan
rasional ilmiah; dan b) perilaku manusia ditentukan oleh keinginannya untuk
memaksimumkan tujuan.
2. Self-Efficacy Theory
Self-efficacy merupakan perjuangan atau upaya yang dilakukan individu dengan
kemampuannya sendiri untuk mendapatkan motivasi, dengan menggunakan sumberdaya
yang dimilikinya sendiri, dan dengan menggunakan kemampuan sendiri untuk
menentukan tindakan yang tepat dalam rangka mencapai keinginannya (Legaard, 2006).
Studi yang mendalam pada teori ini menghasilkan konsep yang disebut dengan
Pygmalion/Golem Effect. Pygmalion Effect menyatakan self-efficacy karyawan akan
8
meningkat jika manajer mengkomunikasikan harapan yang tinggi yang pada akhirnya
akan meningkatkan kinerja karyawan. Hal sebaliknya berlaku untuk Golem Effect.
Mengkomunikasikan harapan yang tinggi berarti dalam menyampaikan pencapaian tidak
menceritakan adanya hambatan dan kegagalan.
3. Management By Objectives (MBO)
Teori MBO melandaskan studinya pada kenyataan bahwa kebanyakan perilaku manusia
dilakukan karena atau atas dasar pilihan-pilihan dan maksud yang membingungkan.
Seluruh teori motivasi menempatkan “penentuan tujuan” sebagai landasan mendapatkan
motivasi, terutama teori Self-efficacy.
4. Maslow’s Needs Theory
Teori kebutuhan/needs Maslow merupakan model yang sangat populer dalam kajian
tentang motivasi berdasarkan kebutuhan.
5. Alderfer’s Need Theory
Teori kebutuhan Alderfer merupakan modifikasi dari teori kebutuhan Maslow yakni
mereduksi kebutuhan individu menjadi tiga, yakni:
a. Growth needs atau kebutuhan akan pertumbuhan
b. Relatedness needs atau kebutuhan akan keterhubungan dengan orang lain
c. Existence needs atau kebutuhan akan keberadaan
6. Mcclelland’s Motivational Theory
Teori ini menempatkan tim manajemen sebagai titik awal proses motivasi. Teori ini tidak
mengkaji perkembangan dan penurunan kebutuhan individu (seperti pada teori Maslow
dan teori Alderfer), akan tetapi pada kebutuhan/motivasi yang secara signifikan
berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi individu dalam bekerja.
7. Herzberg Theory
Teori Herzberg atau yang secara lengkap disebut “Herzberg’s 2 Factors Hygiene and
Motivation Theory” merupakan teori yang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja sehingga akhirnya menimbulkan motivasi kerja
8. Hackman & Oldham Model
Model Hackman & Oldham atau secara lengkap disebut “Hackman & Oldham’s Job
Characteristic Model”. Teori ini mengkritisi pemikiran Herzberg. Hackman & Oldham
mengkaji bagaimana karakteristik suatu pekerjaan mempengaruhi kepuasan kerja.
9. Reinforcement Theory
Teori ini disebut juga dengan “Skinner’s Reward” yaitu teori motivasi berlandaskan pada
pendapat Skinner bahwa perilaku manusia dikontrol dan dijaga oleh kondisi yang
9
melingkupinya (disebut dengan operant conditioning).
10. Pathfinder Theory,teori ini identik dengan teori expectancy, yang menyatakan bahwa
perilaku organisasi merupakan hasil dari pilihan di antara tindakan-tindakan yang
mungkin bisa dilakukan dengan nilai-nilai yang berbeda pada setiap individu.
11. Social/Organizational Justice Theory .Social justice atau organizational justice atau rasa
keadilan dalam organisasi adalah persepsi individu terhadap perlakuan terbuka/adil yang
diperoleh dari organisasi atau lingkungan sosial (Heryana, (2020).

10
BAB III
METODE

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dari kegunaan tertentu. Istilah cara ilmiah menunjukkan arti bahwa kegiatan penelitian
didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional dalam
penelitian adalah bahwa penelitian dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, bukan hasil
mediasi. Empiris adalah bahwa kegiatan penelitian dapat diamati oleh indera manusia
sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Adapun
sistematis adalah bahwa proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-
langkah tertentu yang bersifat logis. Jenis Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka
(library research), yakni penelitian yang obyek kajiannya menggunakan data pustaka berupa
buku-buku sebagai sumber datanya. Penelitian ini dilakukan dengan membaca, menelaah,
dan menganalisis berbagai literatur yang ada. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan
data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-
catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.
Makalah ini memanfaatkan jurnal, bahan-bahan dan informasi yang relevan untuk
dikumpulkan, dibaca dan dikaji, dicatat sebagai pedoman ataupun sumber referensi. Metode
studi Pustaka dalam makalah ini dapat dijadikan sebagai data dan sumber data mengenai
topik masalah. Library Research ini bertujuan untuk memberikan gambaran kepada
pembaca, tentang topik masalah yang sedang diteliti (Rondiyah et al., 2017).

11
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

Organisasi adalah kumpulan dari manusia-manusia individu, dan yang melakukan


kegiatan adalah manusia-manusia individu yang menjadi anggota suatu organisasi yang
bersangkutan. Johansson dan Heide (2008) menyampaikan bahwa perubahan didorong oleh
suatu kondisi yang terjadi di lingkungan sekitar, selain memang merupakan kebutuhan
organisasi yang terkait dengan lingkungan global dan dinamis dalam persaingan,
pengembangan teknologi, maupun tuntutan pelanggan. Berdasarkan hal ini maka perubahan
organisasi adalah perubahan dalam organisasi seperti menambahkan orang baru,
memodifikasi suatu program atau perubahan organisasi yang meliputi suatu perubahan di
dalam misi, susunan operasi, teknologi baru, dan kolaborasi. Secara khusus organisasi harus
melakukan perubahan dalam organisasi itu sendiri untuk meningkatkan kinerja organisasi
dan meninggalkan keterpurukan yang terjadi. Suatu organisasi yang berhenti memberi
respons secara efektif akan kehilangan keseimbangan keadaan stabilitas dan akan mengalami
stagnasi. Keadaan yang sama juga berlaku bagi institusi pendidikan.

Perubahan dalam organisasi berbeda-beda antara satu dengan yang lain tergantung
pada karakteristiknya (ukuran, teknologi,dimensi struktural, daur kehidupan, desain
organisasi, dan lain-lain). Dengan kata lain perubahan dalam organisasi dapat berlangsung
dengan cara yang berbeda-beda. Namun dari segi perubahan tersebut dibedakan menjadi dua
macam perubahan: perubahan terencana ( planned change ) dan perubahan tidak terencana
(unplanned change). Robbins (2002) menyebutkan bahwa dalam perubahan yang
direncanakan maka aktivitas perubahan harus bersifat proaktif dan memiliki tujuan yang
jelas untuk memperbaiki kemampuan organisasi dalam beradaptasi terhadap perubahan di
lingkungannya dan merubah perilaku para pekerja. Perubahan yang terjadi di dalam sebuah
organisasi merupakan suatu proses adaptasi lingkungan sehingga organisasi tersebut dapat
bertahan bahkan semakin mampu meningkatkan dan mengembangkan potensi yang ada di
dalam organisasi itu sendiri. Setiap organisasi akan mengalami perubahan dengan tujuan dan
maksud yang berbeda-beda. Namun perubahan yang terjadi pada dasarnya terkait dengan
faktor tuntutan kebutuhan yang harus dilakukan pada organisasi tersebut dan bertujuan untuk
meraih kesuksesan.

Komitmen organisasi meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk


mengupayakan kinerja yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan,
sehingga semakin tinggi komitmen organisasional karyawan menyebabkan semakin

12
meningkatnya kinerja karyawan. Komitmen karyawan dapat diperoleh dengan menciptakan
kondisi-kondisi memadai atau paling tidak kondisi-kondisi yang sesuai dengan keinginan
karyawan. Artinya, bagaimana suasana atau iklim yang ada dalam lingkungan kerja dibuat
sedemikian rupa sehingga memiliki keterkaitan dengan kinerja karyawan. Karyawan yang
mampu memaknai seperti apa kondisi lingkungan kerjanya, kemudian memberikan penilaian
mengenai lingkungan kerjanya. Karyawan yang memberikan penilaian positif tentang
lingkungan organisasinya akan mengidentifikasikan tujuan personal dengan tujuan
organisasi, serta akan berusaha untuk mencapainya.

Budaya organisasi pada dasarnya mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh
para anggota organisasi, termasuk anggota organisasi yang berada dalam hirarki organisasi,
misalnya bagi organisasi yang didominasi oleh pendiri, maka budaya organisasi yang ada
didalam organisasi tersebut menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan-harapan
pendiri kepada pekerja lainnya. Budaya organisasi mempunyai dua tingkatan yang berbeda,
yang dapat ditinjau dari sisi kejelasan, dan ketahanan terhadap perubahan. Pada tingkatan
yang lebih dalam dan kurang terlihat, budaya merujuk kepada nilai-nilai yang dianut
bersama oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu bahkan
meskipun anggota kelompok sudah berubah. Budaya organisasi meliputi satu set
karakteristik yang melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi yang lain.
Budaya organisasi menunjukkan identitas organisasi kepada orang diluar organisasi. Budaya
organisasi merupakan alat pemrsatu yang merekatkan unsur-unsur organisasi menjadi satu.
Norma, nilai-nilai dan kode etik budaya organisasi menyatukan dan mengkoordinasi anggota
organisasi. Ketika akan masuk menjadi anggota organisasi, para calon anggota organisasi
mempunyai latar belakang budaya dan karakteristik yang berbeda. Agar dapat diterima
sebagai anggota organisasi, mereka wajib menerima dan menerapkan budaya organisasi.
Budaya organisasi menciptakan konsistensi berpikir, berperilaku dan merespon lingkungan
organisasi. Budaya organisasi memberikan peraturan, panduan, prosedur, serta pola
melayani stakeholders organisasi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan,
meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi yang kondusif
menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan. Semua faktor tersebut
merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan
kinerja organisasi yang juga tinggi. Berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentu
berbeda-beda dalam bentuk perilaku yang secara individu atau kelompok dalam organisasi
akan mewarnai budaya organisasi (Martono, 2013).

13
BAB V
IMPLIKASI MANAJERIAL

Manusia adalah salah satu aset yang sangat besar peran dan nilainya dalam suatu
organisasi baik industri jasa ataupun manufaktur disamping aset lain seperti mesin, gedung
ataupun peralatan lainnya. Peranan manusia dalam organisasi saat ini bukan lagi hanya suatu
sumber daya yang sifatnya statis akan tetapi menuju ke arah dinamis yang dapat
dikembangkan setiap hari. Kemampuan manusia dalam suatu organisasi akan sangat
menentukan daya saing organisasi tersebut. Organisasi tidak hanya membutuhkan manusia
yang berintelektual tinggi, akan tetapi organisasi juga membutuhkan manusia yang
berkomitmen terhadap pekerjaan dan organisasi, bertanggung jawab dan bekerja sama dalam
tim yang solid dalam bekerja sehari-hari. Pengelolaan karyawan dalam rangka mewujudkan
manusia yang memiliki rasa terikat dengan perusahaan mutlak diperlukan untuk mendukung
kemajuan perusahaan.
Implikasi bagi manajemen/organisasi antara lain:
1. Sudah menjadi hal biasa bahwa karyawan akan membandingkan hal-hal yang ia terima
dengan yang karyawan lain terima;
2. Bila seorang karyawan menerima reward yang lebih dibandingkan dengan usaha yang ia
lakukan, maka ia cenderung akan meningkatkan usahanya agar setaraf dengan reward
yang diterimanya;
3. Terdapat beberapa perusahaan yang berusaha menyembunyikan reward yang diperoleh
oleh karyawan untuk menjaga persepsi keadilan, namun ada juga perusahaan yang justru
mengumumkan reward secara terbuka (Heryana, (2020).

14
BAB VI
KASUS INDONESIA

Kondisi pandemi yang sudah berlangsung hampir 2 tahun ini membawa perubahan
besar di seluruh aspek kehidupan. Perubahan ini tak ayal menimbulkan stres dan cemas
terhadap berbagai ketidakpastian yang dialami. Ketegangan yang muncul dari proses
penyesuaian dari kegiatan beraktivitas di rumah ini rentan menyebabkan konflik. Konflik
dapat berawal dari interaksi antar anggota keluarga, seperti orang tua dan anak, hingga
akhirnya tanpa disadari dapat melebar ke luar rumah, seperti ke lingkungan sekitar, rekan
kerja dan atasan, serta dimanapun dan dengan siapapun individu berinteraksi. Dalam
kaitannya dengan bekerja dari rumah, individu kadang tidak menyadari dampak bekerja dan
beraktivitas dari rumah ini juga dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas. Pengamatan
penulis selama masa pandemi ini, sebagian orang mengalami produktivitas yang meningkat
pesat, namun pada sebagian lagi justru menyebabkan produktivitas menjadi menurun. Apabila
dua pihak ini terlibat dalam suatu kerjasama di suatu kegiatan atau di tempat kerja, rentan
menimbulkan konflik yang cukup signifikan. Konflik pada dasarnya merupakan bagian yang
tak terhindarkan dari kehidupan organisasi. Konflik adalah ketidakcocokan yang dirasakan
antara dua atau banyak pihak (Jehn, 1995). Konflik dapat menimbulkan rasa kurang puas dan
juga menurunkan produktifitas dan kinerja pada pihak-pihak yang terlibat di organisasi.
Meskipun konflik memiliki konotasi yang negatif, namun pada dasarnya konflik dapat
menjadi suatu aset yang bermanfaat bagi pengembangan organisasi jika dilakukan pendekatan
konstruktif. Organisasi yang mendorong munculnya konflik yang konstruktif akan
mendapatkan banyak manfaat di kemudian hari (Tjosvold, 2008).

Penelitian yang dilakukan Sri dan Rusmalia, 2019 menyatakan komitmen organisasi
menempati posisi kajiannya masing-masing, baik sebagai variabel penyebab, variabel
moderator, maupun variabel akibat. Sebagai variabel penyebab, komitmen organisasi tidak
selalu menjadi penyebab utama yang memengaruhi kinerja. Adapun hal ini terjadi salah
satunya pada organisasi yang mampu menciptakan kondisi-kondisi memadai atau paling
tidak kondisi-kondisi yang sesuai dengan keinginan karyawan. Artinya, organisasi mampu
menciptakan suasana atau iklim yang ada dalam lingkungan kerja sedemikian rupa memiliki
keterkaitan dengan kinerja karyawan. Sebagai variabel moderator, peran atau kontribusi
komitmen organisasi bergantung pada kondisi atau jenis variabel yang dimoderatori,
misalnya, lingkungan kerja atau iklim kerja dan dukungan organisasi, serta bergantung pada
situasi penyebabnya, seperti tingkat absensi dan keluar masuk karyawan (turn over) yang

15
tinggi. Terakhir, sebagai variabel akibat terdapat kondisi dan situasi tertentu yang dapat
mempengaruhi komitmen organisasi, diantaranya, iklim organisasi dan persepsi dukungan
organisasi. Selain simpulan tersebut, terdapat temuan yang menarik yaitu karyawan memiliki
keinginan untuk mempertahankan pekerjaan dilandasi oleh rasa membutuhkan pekerjaan,
tetapi meskipun kebutuhan pekerjaan tinggi hal ini tidak berpengaruh jika di luar terdapat
pekerjaan yang lebih baik. Selanjutnya, usia memiliki pengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap komitmen afektif, sementara kepuasan gaji memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap komitmen afektif. Bagian berikutnya dimensi-dimensi komitmen
organisasi. Komitmen afektif melibatkan perasaan (emotion-based), komitmen kelanjutan
muncul berdasarkan hitungan biaya (cost-based reason), dan komitmen normatif muncul
berlandaskan pertimbangan rasa kewajiban untuk tetap berada dalam organisasi (obligation-
based). Artinya, komitmen dimulai dari dalam hati kemudian diuji oleh tindakan, dan
komitmen membuka pintu menuju pencapaian. Diawali dari rasa membutuhkan pekerjaan,
selanjutnya komitmen organisasi dapat diarahkan pada hitungan biaya yang secara
psikologis terdapat ‘biaya’ yang tidak tergantikan jika bekerja di organisasi lain. Terakhir,
menempatkan komitmen pada situasi normatif berkaitan dengan rasa kewajiban untuk tetap
berada dalam organisasi atas dasar pengalaman seseorang selama berinteraksi dan kepatuhan
terhadap seorang panutan atau pemilik organisasi. Sifat dasar komitmen dalam tinjauan
psikologi positif melalui dimensi-dimensi komitmen organisasi menekankan pada komitmen
yang dimulai dari hati, komitmen diuji oleh tindakan, dan komitmen membuka pintu menuju
pencapaian kebahagiaan, kesuksesan, dan kesejahteraan kemudian dapat dijadikan bekal
menghadapi era revolusi industri 4.0. Terlepas dari tantangan yang ada, organisasi dan
individu memiliki kemungkinan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menerapkan
beragam pola pikir dalam menyelesaikan tantangan. Revolusi industri keempat memberikan
kesempatan untuk belajar dan mengajarkan keterampilan baru, membangun pekerjaan baru
yang membutuhkan kombinasi keterampilan unik (yang belum ada saat ini), dan menggali
bakat yang belum diketahui. Kolaborasi di antara sektor swasta, akademisi, dan pembuat
kebijakan akan sangat penting untuk mengarahkan dan menyiapkan masyarakat menghadapi
transisi berikutnya serta menciptakan masa depan kerja yang sejahtera bagi semua orang.

Berdasarkan penelitian (Indah 2019), dalam proses kepemimpinan sebuah organisasi


pendidikan tentu tidak lepas dari permasalahan yang terjadi. Baik dalam bentuk positif
maupun negatif seperti hubungan kerja sama yang tidak harmonis atau kecemburuan sosial
yang terjadi didalam sebuah organisasi. Hal inilah yang disebut sebagai dinamika organisasi.

16
Khususnya dalam kepemimpinan pendidikan Islam, seorang leader harus mampu
menjalankan seluruh fungsinya yakni sebagai perencana, penataan, kepemimpinan dan
pengendalian, untuk menciptakan dinamika organisasi yang harmonis serta dalam
pencapaian tujuan pendidikan dapat terealisasi dengan efektif dan efisien.

Pemimpin dapat berfungsi sebagai perencana sebuah konsep. Dalam arti kata
pemimpin adalah otak di balik semua kesuksesan. Karena dalam hal ini pemimpinlah yang
mengonsep visi dan misi dan mau dibawa kemana arah dan tujuan sebuah organisasi.
Kemudian setelah melakukan perencanaan, seorang pemimpin melakukan penataan baik dari
segi penempatan tugas atau job description dan siapa saja yang akan menjalankannya.
Dalam proses tersebut akan terlihat proses kepemimpinan dan segala hal kemungkinan bisa
terjadi. Misalnya dalam memimpin sebuah perusahaan, seorang pemimpin harus menjadi
seorang motivator bagi bawahannya, pemimpin menjadikan bawahan sebagai mitra kerja
sehingga akan timbul semangat bawahan untuk mengoptimalkan kinerjanya di perusahaan.
Dari segala proses kepemimpinan yang tidak kalah penting adalah pengendalian atau
pengawasan. Hal ini dapat menjadi tolak ukur maju atau tidaknya sebuah organisasi.

Hasil penelitian (Nang Randu, 2015) menunjukkan kenyataan dari suatu fenomena
alami yang sedang terjadi dan dirasakan oleh anggota organisasi di dalamnya selama kurun
waktu dua belas tahun sejak proses perubahan organisasional terjadi. Dalam hal ini hasil
temuan penelitian mengungkapkan lebih jauh dan mendalam mengenai dasar pernyataan
pada makna dari perubahan tersebut. Pentingnya memahami makna perubahan
organisasional dalam konteks penelitian ini merupakan suatu upaya untuk mengetahui secara
jelas dan mendalam mengenai arti penting perubahan organisasional yang terjadi selama ini.
Dengan kata lain hasil temuan penelitian ini dapat menggambarkan makna sebenarnya yang
terjadi dari suatu perubahan. Sebagaimana yang terungkap oleh Putra (2015) dan Nasution
(2008) paya perubahan organisasi salah adalah semangat untuk meningkatkan kualitas
pelayanan akademik seperti (1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
pelaksana administrasi akademik pada bidang yang sesuai dengan kompetensi yang
disyaratkan; (2) Melakukan koordinasi secara kontinyu sehingga terjalin kerjasama yang
baik antara jurusan dan bagian administrasi akademik & kemahasiswaan sehingga pelayanan
dapat optimal; (3) Melakukan koordinasi dan pelatihan untuk pegawai akademik untuk
mensosialisasikan sistem aplikasi baru dan menciptakan budaya kerja yang baru yaitu
bekerja secara komputerisasi seluruh kegiatan, agar pekerjaan dapat dilakukan dengan cepat
dan termonitor; (4) Dengan terpenuhinya sarana dan prasarana tentu dalam hal pelayanan

17
akademik akan berjalan dengan lancar; (5) Disusunnya Buku Panduan Sistem dan Prosedur
di Bagian Admiistrasi Akademik, Kemahasiswaan dan Perencanaan Sistem Informasi,
sebagai petunjuk atau panduan kerja bagi yang melakukan proses tersebut dan menghindari
terjadinya penyimpangan proses serta menjaga agar proses yang dilakukan oleh siapapun
tetap sama Berdasarkan temuan penelitian yang terkait dengan makna perubahan
organisasional diungkapkan bahwa perubahan ini membawa manfaat dan juga kerugian baik
bagi individu maupun organisasi. Dari segi manfaat, dalam temuan penelitian ini dinyatakan
bahwa dengan adanya perubahan menjadikan institusi mampu mengikuti perkembangan era
globalisasi dan kemajuan dunia pendidikan sehingga semakin terarah baik dalam
pengembangan organisasi maupun penyelenggaraan program pendidikan serta
pengembangan bidang ilmu para dosen di masa depan. Sesuai dengan perkembangan yang
telah dialami politeknik kesehatan dalam kurun waktu dua belas tahun ini banyak sekali
kemajuan yang telah dicapai. Hal yang paling utama adalah justru bagaimana anggota
organisasi yang ada di dalam politeknik kesehatan ini dapat merasakan perubahan
organisasional yang terjadi berawal dari perubahan dengan kondisi lemah dan arah tujuan
yang samar. Seiring dengan perjalanan waktu dan adanya perkembangan dan prestasi yang
luar biasa berkat kerjasama dan komitmen bersama dari berbagai pihak terutama pada lini
politeknik kesehatan itu sendiri, maka diharapkan sekali semua ini dapat dirasakan sebagai
suatu kebanggaan oleh segenap elemen yang ada baik bagi diri individu maupun organisasi
secara menyeluruh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam organisasi ini diperoleh
hasil temuan bahwa perubahan organisasional mendukung pada pengembangan dan
pendayagunaan sumber daya manusia menjadi semakin terarah, terencana dan merata
sehingga antar jurusan dan program studi bisa saling berbagi, bekerjasama dan bersinergi
dalam lingkup satu kesatuan organisasi. Sebagaimana diketahui bahwa aspek SDM menjadi
lebih banyak sehingga punya alternatif lebih dalam mengatasi kekurangan tenaga di unit
tertentu dan dalam hal pengembangan SDM untuk untuk tugas belajar atau ijin belajar
melanjutkan ke S1, S2 dan bahkan S3. Apabila ditelaah dengan seksama bahwa dengan
adanya perubahan yang terjadi ini merupakan manfaat perubahan pada sumber daya
manusia. Dengan berpijak pada pemahaman mengenai makna perubahan organisasional ini
tentu mengandung makna tersendiri bagi setiap anggota organisasi yang terlibat di dalam
proses perubahan ini. Namun perlu disadari bahwa perubahan dalam organisasi merupakan
suatu proses yang lazim terjadi, yang dialami dan dihadapi oleh segenap anggota organisasi
di dalamnya, sehingga dengan memperoleh gambaran mengenai makna perubahan
organisasional tersebut maka dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan catatan penting

18
terkait dengan upaya melakukan suatu perubahan organisasional. Sebagaimana dijelaskan
bahwa perubahan yang dimaksud meliputi perubahan dalam perilaku, perubahan dalam
sistem nilai dan penilaian, perubahan dalam metode dan cara bekerja, perubahan dalam
peralatan yang digunakan, perubahan dalam cara berpikir, dan perubahan dalam hal
bersikap. Keharusan untuk melaksanakan perubahan dewasa ini dalam lingkungan yang
penuh dinamika merupakan sebuah fakta kehidupan bagi kebanyakan organisasi-organisasi
dewasa ini tidak boleh menunggu hingga mereka mengalami proses kemunduran, dan
barulah mereka melaksanakan perubahan-perubahan. Namun mereka perlu melakukan
prediksi dan antipasi kebutuhan akan perubahan. Dari hasil temuan di lapangan
mengungkapkan perubahan organisasional menunjukkan bahwa perubahan organisasi
apalagi dengan penggabungan berarti ada menghilangkan jabatan atau posisi tertentu.
Tanggapan ini dapat dipahami sebagai gambaran sisi negatif dari terjadinya perubahan
organisasional yang dirasakan oleh sebagian individu dalam organisasi. Di samping itu hal
ini juga dapat menunjukkan adanya indikasi sebenarnya dari suatu penolakan terhadap
perubahan organisasional. Berdasarkan uraian di atas bahwa terjadinya perubahan
organisasional memang sangat beralasan, salah satunya adalah dengan upaya penggabungan
dan perubahan status dan bentuk lembaga maka akan semakin mudah bagi organisasi dalam
mengembangkan diri, misalnya dalam pengembangan program pendidikan yang
dilaksanakan. Pada saat berbentuk akademi kesehatan, produk lulusan hanya menghasilkan
tenaga profesional bidang kesehatan yang hanya memiliki jenjang Diploma III. Namun
dengan adanya perubahan organisasional ini tidak menutup kemungkinan produk lulusan
dapat memperoleh jenjang yang lebih tinggi lagi. Adanya perkembangan program pen
didikan pada organisasi ini juga dapat dilihat dari Buku Panduan Akademik institusi dimana
dapat dilihat adanya perkembangan dalam peningkatan program pendidikan yang tidak
hanya menyelenggaarakan program Diploma III saja namun sudah menyelenggarakan
program Diploma IV dengan bidang peminatan yang beragam.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Efendi, 2005), Hasil analisis dinamika
organisasi koperasi simpan pinjam Etam Mandiri Sejahtera, pada dasarnya tergolong baik
dalam dinamika organisasinya. Meskipun masih memerlukan perhatian pada variabel yang
masih rendah dan perlu ditingkatkan untuk pencapaian tujuan organisasi ini, hasil analisis
kualitatif menggambarkan bahwa : a. Taksonomi organisasi pada dasarnya tidak mendukung
pencapaian tujuan organisasi, namun akan lebih baik lagi apabila tujuan yang telah
ditetapkan dapat digunakan sebagai panduan untuk melangkah secara tegas dan jelas serta

19
dijabarkan dalam dimensi waktu. b. Struktur tugas dapat dikatakan berjalan baik sesuai
dengan yang diharapkan, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal, terutama pada struktur
komunikasi dan struktur tugas. c. Pada proses organisasi ada beberapa fungsi masih belum
efektif, sehingga perlu dilakukan pembinaan yang lebih baik terhadap anggota, terutama
pada hubungan antar peran dan fungsi koordinasi.

Dalam rangka meningkatkan dinamika organisasi maka: 1. Perlu adanya rumusan


terhadap tujuan organisasi yang lebih jelas, lebih mengarah terhadap tindakan operasional,
lebih spesifik dan konkrit serta konsisten dengan tujuan anggota 2. Untuk penyempurnaan
struktur organisasi, maka perlu dilakukan perbaikan terhadap struktur tugas agar dimasa
mendatang akan menjadi lebih baik lagi. 3. Untuk penyempurnaan terhadap proses
organisasi, maka perlu dilakukan pembinaan dan perbaikan terhadap hubungan antar peran
dan koordinasi agar pelaksanaan tugas lebih efektif dan tepat sasaran 4. Keadaan individu
dalam organisasi juga perlu dilakukan perbaikan terhadap semua aspek yang mempengaruhi,
agar peran serta anggota baik pembina, pengurus dan karyawan dalan organisasi dapat
berdaya guna dan berhasil guna. 5. Untuk keefektifan dan memperjelas gaya kepemimpinan,
perlu menggunakan gaya kepemimpinan yang tidak beroreintasi tugas saja, tetapi
dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada hubungan baik, dan
disesuaikan dengan kondisi dan situasi organisasi tersebut. 6. Perlu memperhatikan faktor-
faktor yang menjadi peluang dan ancaman yang menjadi acuan atau fokus terlaksanakan
aktivitas koperasi kearah lebih baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Martono, 2013) gaya kepemimpinan


dapat meningkatkan budaya organisasi program studi. Hal ini berarti semakin baik
implementasi gaya kepemimpinan di tingkat Prodi, jurusan dan fakultas akan semakin baik
budaya organisasi. Gaya pemimpin dalam melaksanakan pekerjaan dan mengelola unit
organisasi akan menentukan budaya kerja setiap orang yang ada di dalam unit organisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan tidak berpengaruh secara langsung
dalam upaya meningkatkan kinerja program studi. Hal ini berarti bahwa tidaklah cukup
untuk meningkatkan kinerja Prodi, jurusan dan fakultas hanya mengandalkan peran seorang
kepemimpinan. Meskipun gaya kepemimpinan tidak mampu meningkatkan kinerja Prodi
secara langsung, namun melalui mediasi budaya kerja dalam organisasi, gaya kepemimpinan
dapan meningkatkan kinerja Prodi. Gaya kepemimpinan dapat meningkatkan kerjasama tim
dalam program studi. Hal ini berarti bahwa peran seorang pemimpin mampu membuat
kerjasama dalam menjalankan tugas di tingkat prodi, jurusan, dan fakultas semakin baik.

20
Semakin baik implementasi gaya kepemimpinan yang dapat diterima oleh setiap anggota
unit dalam organisasi, maka akan semakin kuat kerjasama timnya. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa kerjasama tim dapat meningkatkan budaya organisasi program studi. Hal ini
berarti, bahwa dengan adanya kerjasama yang baik akan mampu meningkatkan budaya kerja
dalam organisasi. Semakin baik kerjasama yang dapat dikembangkan maka akan semakin
meningkat pula budaya kerja yang berorientasi pada pencapaian tujuan unit organisasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa budaya kerja dalam unit Prodi dipengaruhi oleh
tingkat kerjasama yang dibangun di dalamnya. Variabel kerjasama tim ternyata teruji secara
signifikan dapat meningkatkan kinerja organisasi program studi. Hal ini dapat dikatakan
bahwa semakin baik tingkat kerjasama tim di dalam unit program studi akan semkain
meningkatkan kinerja. Peningkatan kerjasama dapat meningkatkan kualitas Prodi meliputi
kualitas lulusan, proses pembelajaran, dosen dan sumber daya pendukung lainnya. Hipotesis
yang menyatakan bahwa semakin tinggi budaya organisasi akan meningkatkan kinerja
organisasi teruji statistik dan signifikan. Hal ini berarti bahwa meningkatnya budaya
organisasi di tingkat Prodi dengan kualitas dan etos kerja akan meningkatkan kinerja Prodi,
yaitu semakin meningkatkan kualitas lulusan, pembelajaran, karya ilmiah, dosen dan
kegiatan pendukung lainnya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kinerja program studi
dipengaruhi oleh tingkat budaya organisasinya.
Aspek pemimpin memang sangat menentukan kualitas kerja, artinya tanpa pemimpin
mekanisme dan prosedur kerja di lingkungan pendidikan menjadi tidak maksimal, bahkan
cenderung tidak terarah, kerja seenaknya sendiri dan tanpa tujuan yang jelas. Akan tetapi,
peran pemimpin tersebut tidak langsung meningkatkan kinerja jurusan/Prodi. Tugas
pemimpin yang utama adalah menciptakan iklim dan budaya kerja. Melalui budaya kerja,
seperti keberhasilan pimpinan dalam mengajak setiap dosen untuk mencurahkan seluruh
kemampuannya dalam mengabdi akan meningkatkan kinerja jurusan/prodi. Hal ini berarti,
bahwa efek langsung yang dilakukan oleh pimpinan, mulai dari unsur dekanat sampai
Kaprodi bukan pada kinerja, tetapi pada upaya menciptakan kondisi kerja, terutama dosen,
yang dengan penuh kesadaran mau memberikan kontribusi maksimal untuk lembaga. Peran
pemimpin dalam upaya menciptakan budaya kerja yang optimal adalah pemanfaatan
teknologi informasi untuk pembelajaran dan peningkatan layanan administratif dan
akademik. Pemanfaatan teknologi informasi akan memudahkan segala aspek layanan
akademik administratif. Dosen dapat memanfaatkan teknologi informasi secara optimal
untuk perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran. Teknologi informasi juga
memudahkan setiap dosen untuk merekam profil dan segala aktivitas Tri Dharma yang telah

21
dilakukan. Pembiasaan dan dukungan dari pimpinan dalam memanfaatkan teknologi
informasi akan meningkatkan kinerja program studi, terutama di bidang tertib administrasi
dan dokumentasi. Untuk dapat menciptakan budaya kerja yang mendukung kualitas dan
kinerja jurusan/ Prodi, setiap pimpinan selain memahami karateristk setiap dosen dan tenaga
kependidikan, harus juga memahami organisasi secara utuh, memiliki kemampuan
manajerial, dan mampu menciptakan sinergi sumber daya yang ada di fakultas, jurusan, dan
program studi. Memahami organisasi secara utuh berarti pimpinan harus benar-benar
mengetahui aspek internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan fakultas, jurusan dan Prodi
serta memahai aspek eksternal yang memunculkan peluang dan ancaman atau hambatan
dalam pencapaian kinerja optimal. Tugas utama pemimpin adalah memastikan bahwa setiap
kelompok dapat bekerjasama dan menjaga setiap anggota kelompok dalam organisasi merasa
menjadi bagian terpenting untuk mencapai kinerja optimal. Tidak ada satupun yang merasa
bahwa salah satu anggota kelompok menjadi angat menentukan dan terpenting daam
kelompk dan organisasi. Pemimpin berusaha mengarahkan bahwa kerjasama setiap anggota
kelompok didasarkan atas kualifikasi kompetensi. Dengan demikian, setiap anggota
kelompok dipastikan bahwa mereka dapat berkontribusi dalam mencapai kinerja optimal.
Optimalisasi kerjasama tim yang dilakukan oleh pimpinan dapat ditempuh melalui upaya
membangun komunikasi dengan siapa saja yang terlibat di dalam program studi, jurusan dan
fakultas. Komunikasi sangat diperlukan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Dengan
berkomunikasi, seorang pimpinan dapat mengetahui dan memahami berbagai kebutuhan dan
keinginan dari setiap anggota kelompok dalam sebuah tim. Komunikasi yang dilakukan
pimpinan merupakan jembatan harapan organisasi dan anggota kelompok/tim, karena
terkadang anggota kelompok belum memahami tujuan organisasi. Pemimpin dapat
meningkatkan kinerja prodi, jurusan dan fakultas melalui kerjasama. Pimpinan adalah bagian
dari tim yang memiliki ikatan secara bersama-sama untuk meningkatkan kinerja. Hal ini
dapat dikatakan bahwa prestasi Prodi, jurusan, dan fakultas tidak secara mutlak ditentukan
oleh pimpinan. Akan tetapi, dengan adanya kerjasama, kinerja yang optimal dapat dicapai.
Dengan demikian, seorang pemimpin tidak dapat mengklaim bahwa keberhasilan prodi,
jurusan, dan fakultas karena peran besar seorang pemimpin. Secara normatif, peran
pemimpin memang tidak dapat ditinggalkan, akan tetapi tidak cukup pimpinan menuntaskan
semua pekerjaan tanpa dukungan dari kelompok.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Robbins, 2020) Organisasi perawatan
kesehatan akan menemukan bahwa kepemimpinan transformasional sangat penting dalam
mempertahankan dan mempertahankan staf perawat dan dalam mencapai kepuasan pasien

22
secara keseluruhan. Fokus dan evaluasi harus membahas bagaimana manajer keperawatan
berinteraksi dengan staf mereka. Hubungan antara manajer dan staf membutuhkan
profesionalisme, promosi ide, dan komunikasi yang efektif. Ketika staf perawat puas,
perawatan pasien meningkat. Dorongan dan dukungan karyawan oleh manajer keperawatan
adalah kunci utama untuk meningkatkan keharmonisan staf. Seorang pemimpin
transformasional dapat memberdayakan staf keperawatan, yang pada gilirannya
mempromosikan lingkungan yang sehat untuk seluruh organisasi perawatan kesehatan.

23
Daftar Pustaka

Effendi, Midiansyah. 2005. Analisis Dinamika Organisasi Dan Kepemimpinan Koperasi


Simpan Pinjam Etam Mandiri Sejahtera. EPP.Vol.2.No.2.2005:14-23

Heryana, A. (2020). Organisasi dan Teori Organisasi. Tangerang: AHeryana Institute

Legaard, Jorgen (2006), Organizational Theory, NP: Mille Bindslev & Ventus Publishing
Levy

Martono. 2013. Strategi Peningkatan Kinerja Program Studi Melalui Optimalisasi Peran
Pimpinan. Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 30-45

Nawangsih, S K dan Dewi, R. 2019. Kajian Komitmen Organisai Menghadapi Era Revolusi
Industri 4.0 di Kota Semarang. Jurnal Riptek Vol. 13 (1) 13 – 24

Ndraha, Taliziduhu, 2011. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: Rineka Cipta.

Paul E. (2010), Industrial Organizational Psychology: Understanding the Workplace, New


York: Worth Publisher

Robbins B, Davidhizar R. 2020. Kepemimpinan Transformasional dalam Perawatan


Kesehatan Saat Ini. The Health Care Manager Volume 39, Number 3, hlm. 117–121

Robbins, Stephen P. (1995), Teori Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi, Jakarta:
Penerbit Salemba

Rondiyah, A.A., Wardani, N.E. and Saddhono, K. (2017), “Untuk Meningkatkan Pendidikan
Karakter Kebangsaan Di Era Mea ( Masayarakat Ekonomi Asean )”, The 1st
Education and Language International Conference Proceedings Center for
International Language Development of Unissula, pp. 141–147.

Sari, Julia. 2019. Hakekat, Dinamika Organisasi, Dan Fungsi Pemimpin Dan Kepemimpinan
Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah Iqra’ Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan [FTIK]
IAIN Manado Volume 13 Nomor 1 2019

Syafiie, Inu Kencana, 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Utama Randu. 2016. Perubahan Organisasi Institusi Pendidikan Tinggi Tenaga Kesehatan.
Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 22, Nomor 1, Juni 2016, hlm. 46-54

Wahjono, Sentot Imam, 2010. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yonker, Robert D., (2014). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba

Zainal, dkk. 2014. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/700-dinamika-organisasi-di-masa-pandemi-
manajemen-konflik-dan-mindfulness-sebagai-alternatif-solusi

24

Anda mungkin juga menyukai