Anda di halaman 1dari 22

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/325527346

Model Proses Inovasi Rogers dalam Organisasi

Article · June 2018

CITATION READS

1 13,605

1 author:

Hengki Wijaya
Sekolah Tinggi Filsafat Jaffray Makassar
176 PUBLICATIONS   206 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Teori pendidikan View project

Ilmu Pendidikan View project

All content following this page was uploaded by Hengki Wijaya on 02 June 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Model Proses Inovasi Rogers dalam Organisasi

Hengki Wijaya

Abstrak
Organisasi merupakan suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.
Kemampuan opinion leader adalah tingkat dimana seseorang dapat mempengaruhi sikap
dan perilaku secara informal dengan cara yang diinginkan. Model proses inovasi Rogers
dalam organisasi terdiri atas dua tahap yaitu Tahap Inisiasi (Permulaan) meliputi agenda
seting dan penyesuaian (matching). Tahap kedua yaitu Tahap Implementasi meliputi Re-
definisi/ Re-Strukturusasi, Klarifikasi, dan Rutinisasi.

Kata kunci: organisasi, Rogers, inovasi, kreativitas, implementasi, proses, klarifikasi,


rutinisasi

A. Pendahuluan

Kreativitas dan inovasi di tempat kerja adalah proses, hasil, dan produk dari upaya
untuk mengembangkan dan memperkenalkan cara-cara baru dan lebih baik dalam
melakukan sesuatu. Tahap kreativitas dalam proses ini mengacu pada penciptaan ide, dan
inovasi mengacu pada tahap penerapan gagasan berikutnya menuju prosedur, praktik, atau
produk yang lebih baik. Kreativitas dan inovasi dapat terjadi pada tingkat individu, tim kerja,
organisasi, atau pada lebih dari satu tingkat ini digabungkan tetapi akan selalu menghasilkan
manfaat yang dapat diidentifikasi pada satu atau lebih dari tingkat analisis ini.
Mengapa studi tentang inovasi organisasi umumnya menjadi ketinggalan zaman?
1. Penelitian inovasi organisasi memiliki hubungan agak rendah antara variabel independen
(kualitas diukur dari organisasi) dan variabel dependen dari inovasi.
2. Satu masalah menganggu dalam studi inovasi organisasi adalah bagaimana cukup data
yang diberikan oleh kepala eksekutif mewakili perilaku inovasi seluruh organisasi. Karena
investigasi inovasi organisasi biasanya mengumpulkan data hanya dari eksekutif atas setiap

0
organisasi dalam organisasi, tidak ada cara untuk menentukan bagaimana data ini benar-
benar cukup mewakili perilaku seluruh organisasi yang berkaitan dengan inovasi teknologi.
Gambaran yang jelas bagaimana pelaksanaan inovasi dalam organisasi, maka pada
makalah ini, berturut-turut dijelaskan tentang: pengertian inovasi dalam organisasi,
kepekaan organisasi terhadap inovasi, tipe-tipe keputusan inovasi dalam organisasi, dan
proses inovasi dalam organisasi.

B. Pengertian Inovasi dalam Organisasi

Organisasi menurut pendapat Rogers adalah suatu sistem yang stabil, yang
merupakan perwujudan kerjasama antara individu-individu, untuk mencapai tujuan bersama,
dengan mengadakan jenjang dan pembagian tugas tertentu. (Ibrahim, 1988: 129). Orang
membuat organisasi agar dapat mengerjakan tugas rutin dalam keadaan stabil (mantap).
Adapun syarat-syarat organisasi adalah sebagai berikut :
a. Memiliki tujuan yang dirumuskan dengan jelas.
Dengan rumusan tujuan yang jelas, akan mempermudah untuk menentukan struktur
dan fungsi organisasi tersebut.
b. Memiliki pembagian tugas yang jelas.
Suatu organisasi pasti terdiri dari beberapa posisi yang semuanya mempunyai tanggung
jawab dan tugas yang jelas. Meski memungkinkan adanya pergantian orang dalam suatu
organisasi, namun tugas dan fungsi masing-masing posisi itu tidak berubah dan tetap
pada tujuan organisasi.
c. Memiliki kejelasan struktur otoritas (kewenangan).
Tidak semua posisi dalam organisasi memiliki kewenangan yang sama. Dan dalam
pengaturan kewenangannya diperjelas tentang pertanggung jawaban setiap posisi.
d. Memiliki aturan dasar/umum (tujuan, syarat susunan pengurus dan lain-lain) dan aturan
khusus (perincian kegiatan, cara pembentukan pengurus dan lain-lain) atau biasa disebut
dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
e. Pola hubungan informal.
Organisasi yang sangat ketat, penuh dengan birokrasi kaku dan sangat formal akan
menghilangkan unsur manusiawi dalam kinerja antar anggotanya. Maka suatu
organisasi haruslah menggunakan pola informal dalam hubungan antar anggotanya

1
untuk menghilangkan ketegangan dan bisa lebih akrab namun tetap bertanggung jawab
satu sama lain.
Sedangkan pengertian inovasi itu sendiri adalah suatu ide, barang, kejadian, metode,
yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok
orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri (Udin Syaefudin,
2010: 3). Berdasarkan pengertian di atas maka inovasi dalam organisasi adalah sesuatu
hal yang baru yang berupa apapun yang terjadi di dalam sebuah organisasi formal maupun
organisasi informal. Inovasi yang terjadi dalam sebuah organisasi merupakan proses
kemajuan organisasi tersebut, namun berbagai hambatan dan rintangan akan terjadi saat
inovasi itu mulai memasuki organisasi. Dengan memahami proses inovasi dalam organisasi
setidaknya akan dapat mengurangi kegoncangan organisasi dalam melaksanakan difusi
inovasi.
Inovasi organisasi telah secara konsisten didefinisikan sebagai adopsi suatu gagasan
atau perilaku yang baru bagi organisasi (Damanpour 1989, 1991, Daft & Becker 1978, Hage
1980, Hage & Aiken 1970, Zaltman, Duncan & Holbek 1973, Oerlemans et al 1998, Wood
1998, Zummato & O’Connor 1992).
Inovasi organisasi adalah usaha yang terkelola dari suatu organisasi untuk
mengembangkan produk atau jasa baru, atau kegunaan baru dari produk dan jasa yang ada.
Inovasi dalam organisasi dilakukan meliputi: tujuan, peran, struktur otoritas, aturan dan pola
informal.
Kemampuan organisasi untuk berinovasi adalah prasyarat untuk keberhasilan
pemanfaatan sumber daya inventif dan teknologi baru. Dalam pengertian umum, istilah
‘inovasi organisasi’ mengacu pada penciptaan atau adopsi ide atau perilaku baru untuk
organisasi (Daft, 1978; Damanpour dan Evan, 1984; Damanpour, 1996). Literatur yang ada
pada inovasi organisasi memang sangat beragam dan tidak terintegrasi dengan baik ke dalam
kerangka teoritis yang koheren. Fenomena ‘inovasi organisasi’ tunduk pada interpretasi
yang berbeda dalam untaian sastra yang berbeda. Literatur dapat secara luas diklasifikasikan
menjadi tiga aliran yang berbeda, masing-masing dengan fokus yang berbeda dan
serangkaian pertanyaan yang berbeda yang dialamatkannya.
Ukuran dan inovasi Organisasi. Ukuran organisasi secara konsisten ditemukan
menjadi positif berkaitan dengan inovasi tersebut. Mytinger (1968) bertanya: “inovasi hasil
dari orang, lembaga, atau tempat?” Inovasi empat puluh departemen kesehatan setempat di
California itu terkait dengan: 1. Ukuran mereka, diukur dalam ukuran jumlah staf dan jumlah

2
anggaran mereka. 2. Ukuran kota yang mereka melayani. 3. Akreditasi, dan prestise dari
direktur kesehatan di antara para pejabat kesehatan. “Studi ini menunjukkan bahwa ukuran-
ukuran masyarakat dan ukuran departemen kesehatan paling menarik untuk dilakukan
inovasi” (Mytinger, 1968).
Osborne dan Brown (2005) menyederhanakan proses inovasi dalam tiga tahapan
utama yaitu invention stage, implementation stage, dan diffusion stage. Ancok (2012)
menyederhanakan proses inovasi dalam tiga langkah utama yaitu: memproduksi gagasan,
mengevaluasi gagasan, dan mengimplementasikan gaga-san. Secara garis besar tahapan
inovasi dirumuskan dalam tiga tahapan utama, yaitu proses inisiasi, adopsi, dan
implementasi (Damanpour & Schneider, 2006).
Dengan memahami proses difusi dalam organisasi akan mudah untuk memahami
proses difusi inovasi pendidikan, karena pada dasarnya pelaksana pendidikan formal adalah
suatu organisasi. Pelaksana pendidikan formal secara nasional (makro) adalah organisasi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan beserta komponen-komponennya, sedangkan
pelaksana pendidikan formal secara mikro di sekolah (organisasi sekolah).

C. Kepekaan Organisasi Terhadap Inovasi

Ibrahim (1988:131), ada beberapa variabel yang memengaruhi kepekaan organisasi


terhadap inovasi, yaitu:
a) Ukuran organisasi mempunyai hubungan positif dengan kepekaan organisasi terhadap
inovasi. Makin besar ukuran organisasi makin cepat menerima inovasi.
b) Karakteristik Struktur Organisasi dengan dimensi-dimensi: sentralisasi, kompleksitas,
formalitas, dan keterbukaan.
Sentralisasi, artinya kekuasaan dan kewenangan kontrol dalam organisasi,
dipusatkan pada beberapa orang tertentu. Sentralisasi mempunyai hubungan negatif dengan
kepekaan organisasi, inovasi makin lambat diterima atau makin kecil kemungkinan
organisasi itu menerima inovasi.
Kompleksitas, artinya anggota-anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang
memiliki keahlian atau pengetahuan yang tinggi tingkatannya (misalnya para sarjana).
Makin berkualitas atau mempunyai bobot ilmu yang tinggi anggota organisasi, berarti
organisasi itu makin komplek. Kompleksitas mempermudah anggota organisasi untuk

3
memahami inovasi, tetapi sukar untuk membuat kesepakatan menerapkan inovasi.
Kompleksitas mempunyai hubungan positif dengan kepekaan organisasi terhadap inovasi.
Formalitas, artinya organisasi itu mengutamakan ditaatinya aturan dan prosedur
oleh anggota-anggotanya dalam melaksanakan tugas organisasi. Formalitas mempunyai
hubungan negatif dengan kepekaan organisasi terhadap inovasi. Makin formalitas suatu
organisasi makin kecil kemungkinan menerima organisasi.
Keakraban hubungan antar anggota, yaitu eratnya hubungan interpersonal antar
anggota organisasi. Keakraban hubungan antar anggota mempunyai hubungan positif
dengan kepekaan organisasi terhadap inovasi. Makin akrab hubungan antar anggota makin
cepat organisasi menerima inovasi.
Kelenturan organisasi, artinya sejauh mana organisasi mau menerima sumber dari
luar yang tidak ada kaitan secara formal. Kelenturan memiliki hubungan positif dengan
kepekaan organisasi terhadap inovasi.
D. Keputusan Inovasi dalam Organisasi

Pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi memiliki peran yang sangat


penting, karena dampak pemilihan keputusan tersebut akan memengaruhi keberlangsungan
organisasi tersebut. Pengambilan keputusan yang tepat akan berpengaruh positif bagi
organisasi tersebut, sebaliknya, jika pengambilan keputusan salah, maka justru akan
merugikan organisasi itu.
Pengambilan keputusan inovasi berbeda dengan pengambilan keputusan bukan
inovasi. Pada umumnya, pengambilan keputusan bukan inovasi memerlukan empat langkah,
yaitu : 1) tersedianya berbagai alternatif tantangan kegiatan yang harus dilakukan atau
berbagai tindakan yang harus diambil. 2) tersedia rangkaian konsekuensi dari setiap
alternatif kegiatan atau tindakan yang harus diambil atau dipilih. 3) menyusun urutan atau
ranking konsekuensi dari setiap alternatif,berdasarkan kemanfaatannya bagi organisasi, 4)
memilih salah satu alternatif yang paling menguntungkan dan paling mudah dilaksanakan.
Dalam proses keputusan tersebut, para pembuat keputusan sudah memahami berbagai
alternatif dengan segala konsekuensinya, tinggal pertimbangannya mana yang paling tepat
untuk dipilih dengan dasar dapat dilaksanakannya dan menguntungkan bagi organisasi.
Sedangkan keputusan inovasi berbeda dengan pola tersebut, karena pada saat akan
mengambil keputusan, para pengambil keputusan dihadapkan pada berbagai kemungkinan.
Mungkin mereka telah mengetahui dengan pasti tentang inovasi yang dihadapi serta telah

4
mengetahui segala informasi. Tapi hal ini jarang terjadi, karena yang dikatakan inovasi
adalah sesuatu yang dirasakan atau diamati baru bagi seseorang. Artinya, mereka telah
mengetahui dengan jelas segala kemungkinan yang akan terjadi dengan berbagai alternatif,
tetapi belum mencoba, sehingga harus berani mengambil resiko. Kemungkinan terakhir dan
banyak terjadi adalah mereka dalam kondisi serba belum pasti terhadap inovasi. Untuk
menghilangkan kondisi yang serba tak tentu, maka mereka harus mencari informasi tentang
apa, mengapa, bagaiamana inovasi yang dihadapi. Sehingga, letak perbedaan antara
keputusan inovasi dan keputusan bukan inovasi adalah dimulai dengan adanya serba tak
tentu (uncertainty).
Dalam organisasi yang mendorong adanya inovasi adalah terjadinya kesenjangan
penampilan, yaitu jika ada perbedaan antara apa yang ditampilkan oleh organisasi dengan
apa yang menurut pengambil keputusan harusnya terjadi. Ada beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya kesenjangan penampilan (Ibrahim, 1988:135) yaitu:
a. Jika penentuan kinerja keberhasilan penampilan suatu organisasi tidak tepat.
b. Jika suatu organisasi ingin meningkatkan hasil produksinya atau kualitas
penampilannya.
c. Jika terjadi perubahan dalam intern organisasi :
- Ada pejabat baru yang membwa aturan dan harapan baru
- Perubahan teknologi
d. Jika terjadi perubahan di luar organisasi (ekstern) :
- Permintaan kebutuhan atau layanan dari masyarakat berubah
- Terjadi perubahan karena teknologi baru yang digunakan secara luas
- Terjadi perubahan organisasi sebagai dampak adanya kerjasama dengan unit di luar
organisasi.
Dari penjelasan di atas, tanpak bahwa kesenjangan penampilan menutut
diadakannya inovasi. Untuk menentukan inovasi mana yang yang akan digunakan, perlu
mengambil keputusan inovasi. Ada beberapa macam keputusan inovasi dalam sebuah
organisasi, yaitu:
1. Keputusan otoritas
Keputusan otoritas dibuat oleh seorang atau sekelompok kecil orang-orang yang sering
disebut juga sebagai “kelompok dominan” dalam suatu organisasi. Dalam hal ini
keputusan untuk menolak atau menerima inovasi dipaksakan kepada anggota organisasi
oleh para petinggi organisasi (orang yang mempunyai kekuasaan).

5
Ada 2 macam tipe keputusan otoritas yang sering dipakai dalam organisasi formal : a)
Keputusan otoritas dengan partisipasi anggota organisasi (pendekatan partisipatif). b)
Keputusan otoritas tanpa partisipasi anggota organisasi (pendekatan otoritatif). Contoh
keputusan otoritas dengan pendekatan otoritatif, misalnya kepala sekolah memerintahkan
kepada para guru mulai tanggal 1 juni 1988 untuk menyerahkan persiapan mengajar
paling lambat dua hari sebelum ahir persiapan mengajar itu seharusnya digunakan. Jika
kepala sekolah itu menggunakan pendekatan partisipastif, maka ia mengadakan rapat
dengan para guru untuk membicarakan bagaimana sebaiknya. Dengan menggunakan
pendekatan partisipatif, berarti memperluas sumbangan kekuatan penerapan inovasi,
sehingga mengurangi terjadinya penolakan inovasi. Dengan kata lain, para guru tidak
merasa seolah-olah dipaksa.
Keputusan otoritas biasanya dipandang lebih efisien karena urutan pertahapan proses
pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.
2. Keputusan kolektif
Rogers dan Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan kolektif sebagai suatu cara
yang digunakan para anggota sistem sosial untuk menerima atau menolak inovasi dengan
kesepakatan bersama dan semua anggota harus menerima keputusan yang telah dibuat
bersama tersebut. Keputusan kolektif biasanya digunakan oleh organisasi yang dibentuk
secara suka rela, misalnya organisasi kesenian atau olahraga. Menurut Schein, ada dua
hal yang menghambat dilaksanakannya pengambilan keputusan, yaitu::
- Anggota minoritas sering merasa tidak cukup waktu pada saat mendiskusikan hal
yang diputuskan itu, sehingga mereka belum memahami secara mendalam.
- Kelompok minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan suara itu terjadi dua
kelompok yang bersaing, saat ini mereka kalah dan mereka akan menunggu
kesempatan untuk berjuang mendapatkan kemenangan pada pemungutan suara di
waktu yang akan datang.
Berdasarkan hal tersebut, maka pengambilan keputusan secara kesepakatan
bersama (musyawarah) lebih baik daripada pemungutan suara (voting).
Tipe keputusan kolektif dapat memberikan fasilitas proses inovasi dalam beberapa
cara, antara lain:
a. Terjadi mekanisme umpan balik secara internal.
b. Setiap anggota mendapat kesempatan untuk dapat memahami akan kebutuhan inovasi.
c. Memberikan kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi.

6
d. Meningkatnya kerja sama antar anggota dalam proses keputusan inovasi juga akan
memmengaruhi kelancaran implementasi.
Proses keputusan inovasi secara kolektif sangat tepat digunakan dan akan efektif
apabila partisipan (anggota organisasi) merasa bahwa:
a. Inovasi ditempatnya bekerja relevan dengan keperluannya.
b. Mereka memiliki kemampuan untuk memulai dan menerapkan inovasi.
c. Mereka mempunyai kewenangan untuk menggunakan inovasi.
Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka kombinasi antara tipe keputusan
kolektif dan otoritas lebih tepat digunakan.

E. Proses Inovasi dalam Organisasi

Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau
organisasi, mulai sadar atau tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi.
Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan
setiap saat tentu terjadi perubahan. Berapa lama waktu yang dipergunakan selama proses
itu berlangsung akan berbeda antara orang satu atau organisasi satu dengan yang lain
tergantung kepada kepekan orang atau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama
proses inovasi itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan
sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa
saja yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta perubahan apa saja yang
terjadi dalam inovasi, maka hasilnya diketemukan pentahapan proses inovasi. Untuk
memperluas wawasan tentang pentahapan proses inovasi, berikut akan kami tunjukan
berbagai model pentahapan dalam proses inovasi yang berorientasi pada organisasi.
Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi Pada Organisasi
1. Milo (1971)
a. Konseptualisasi
b. Tentatif Adopsi
c. Penerimaan Sumber
d. Implementasi

7
e. Institualisasi
2. Shepard (1967)
a. Penemu ide
b. Adopsi
c. Implementasi
3. Hage & Aiken (1970)
a. Evaluasi
b. Inisiasi
c. Implementasi
d. Routinisasi

4. Wilson (1966)
a. Konsepsi perubahan
b. Pengusulan perubahan
c. Adopsi dan Implementasi
5. Zaltman, Duncan & Holbek (1973)
I. Tahap permulaan (inisiasi)
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
c. Langkah keputusan
II. Tahap implemantasi
a. Langkah awal implementasi
b. Langkah kelanjutan pembinaan

Berikut ini diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam organisasi menurut
Zaltman, Duncan dan Holbek (1973).
Zaltman dkk., membagi proses inovasi dalam organisasi menjadi dua tahap yaitu
tahap permulaan dan implementasi. Tiap tahap dibagi dalam beberapa langkah.
I. Tahap Permulaan (initation stage)
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
Jika inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau material, yang diamati baru oleh
unit adopsi (penerima inovasi), maka tahu adanya inovasi menjadi masalah pokok.
Sebelum inovasi dapat diterima oleh calon penerima harus sudah menyadari bahwa ada

8
inovasi, dan dengan demikian ada kesempatan untuk menggunakan inovasi dalam
organisasi. Sebagaimana telah kita bicarakan pada waktu membicarakan proses
keputusan inovasi, maka timbul masalah yang dulu tahu dan sadar ada inovasi atau
merasa butuh inovasi
Jika kita lihat kaitannya dengan organisasi maka adanya kesenjangan penampilan
(performance gaps) mendorong untuk mencari cara-cara baru atau inovasi. Tetapi juga
dapat terjadi sebaliknya karena sadar akan adanya inovasi, maka pimpinan organisasi
merasa bahwa dalam organisasinya ada sesuatu yang ketinggalan, kemudian merubah
hasil yang diharapkan, maka terjadi kesenjangan penampilan.

b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi


Dalam tahap ini anggota organisasi membentuk sikap terhadap inovsai. Dari hasil
penelitian menunjukan bahwa sikap terhadap inovasi memegang peranan yang penting
untuk menimbulkan inovasi untuk ingin berubah atau menerima inovasi. Paling tidak
ada dua hal dari dimensi sikap yang dapat ditunjukan anggota organisasi terhadap
adanya inovasi yaitu:
1) Sikap terbuka terhadap inovasi, yaitu ditandai dengan adanya:
➢ Kemauan anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi.
➢ Mempertanyakan inovasi (skeptic)
➢ Merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampaun organisasi dalam
menjalankan fungsinya.
2) Memiliki presepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya
pengamatan yang menunjukan:
➢ Bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi
➢ Organisasi telah pernah mengalami keberhasilan pada masa lalu dengan
menggunakan inovasi
➢ Adanya komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi
serta siap untuk menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam
penerapan inovasi.
Dalam mempertimbangkan pengaruh dari sikap anggota organisasi terhadap proses
inovasi, maka perlu dipertimbangkan juga perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh
organisasi formal. Akan terjadi disonansi apabila terjadi perbedaan antara sikap individu
dengan perubahan tingkah laku.

9
Penerima disonan terjadi apabila anggota tidak menyukai inovasi, tetapi organisasi
mengharapkan menerima organisasi. Sedangkan penolak disonan apabila anggota menyukai
tetapi organisasi menolak inovasi. Menurut Rogers disonansi dapat berkurang dengan dua
cara:
1) Anggota organisasi merubah sikapnya menyesuaikan dengan kemauan organisasi.
2) Tidak melanjutkan menerima inovasi, menyalah gunakan inovasi, disesuaikan dengan
kemauan anggota organisasi.
Untuk melancarkan proses inovasi , perlu mempertimbangkan berbagai variabel
yang dapat meningkatkan motivasi sert atersedianya sumber bahan pelaksana.
c. Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah ini segala informasi mengenai potensi inovasi dievaluasi. Jika
menganggap inovasi itu dapat diterima dan ia senang menerimanya maka inovasi akan
diterima dan diterapkan dalam organisasi. Demikian pula sebalioknya, jika unit tidak
menyukai dan menganggap inofasi tidak bermanfaat maka ia akan menolak.

II. Tahap Implementasi (implementation stage)


Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan oleh anggota organisasi ialah menerapka
inovasi, ada dua langkah yang dilakukan yaitu;
a. Langkah awal (permulaan) implementasi
Organisasi mencoba menerapkan sebagian inovasi. Misalnya setelah dekan memutuskan
bahwa dosen harus membuat persiapan mengajar denagn model Satuan Acara
Perkuliahaan, maka pada awal penerapannya setiap dosen diwajibkan membuat untuk
satu mata kuliah dulu, sebelum nantiny akan berlaku untuk semua mata kuliah.
b. Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi.
Jika pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah memahami serta memperoleh
pengalaman dalam menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan manjaga
kelangsunganya.

Model Proses Inovasi Rogers (1983, 1985)


Tahap-Tahap Proses Inovasi Dalam Organisasi
I. Tahap Inisiasi (Permulaan)
Kegiatan pengumpulan infromasi, konseptualisasi, dan perencanaan untuk menerima
inovasi, semuanya diarahkan untuk membuat keputusan menerima inovasi.

10
1. Agenda Seting
Semua permasalahan umum organisasi dirumuskan guna menentukan kebutuhan
inovasi, dan diadakan studi lingkungan untuk menetukan nilai potensial inovasi
bagi organisasi.
2. Penyesuaian (matching)
Diadakan penyesuaian antara masalah organisasi dengan inovasi yang akan
digunakan, kemudian direncanakan dan dibuat disain penerapan inovasi yang sudah
sesuai dengan masalah yang dihadapi.

II. Tahap Implementasi


1. Re-definisi/ Re-Strukturusasi
Inovasi dimodifikasi dan re-invensi disesuaikan situasi dan masalah organisasi.
Struktur organisasi disesuaikan dengan inovasi yang telah dimodifikasi agar dapat
menunjang inovasi.
2. Klarifikasi
Hubungan antara inovasi dan organisasi dirumuskan dengan sejelasjelasnya
sehingga inovasi benar-benar dapat diterapkan sesuai yang diharapkan.
3. Rutinisasi
Inovasi kemungkinan telah kehilangan sebagian identitasnya, dan menjadi bagian
dari kegiatan rutin organisasi (sudah hilang kebaruannya).
Tahapan-tahapan adopsi itu adalah:
1) awareness, atau kesadaran, yaitu sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang
ditawarkan oleh penyuluh.
2) interest, atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh keinginannya untuk bertanya
atau untuk mengetahui lebih banyak/jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.
3) evalution atau penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi yang telah diketahui
informasinya secara lebih lengkap. Pada penilaian ini, masyarakat sasaran tidak hanya
melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi, maupun
aspek-aspek sosial budaya, bahkan seringkali juga ditinjau dari aspek politis atau
kesesuaiannya dengan kebijakan pembangunan nasional dan regional.
4) trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum
menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.

11
5) adoption atau menerima/menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan
uji coba yang telah dilaku-kan/diamatinya sendiri.

F. Contoh Inovasi dalam organisasi sekolah (Ibrahim, 1988:148)


“Timbul dan tenggelamnya suatu inovasi yang radikal di Sekolah Menengah Atas
Troy”. Sekolah Menengah Atas Troy, terletak di kota Troy, daerah pinggiran kota Detroit
di Mchgan. Pada bulan september tahun 1965, SMA Troy menerapkan suatu inovasi
“Pengajaran Modul”, inovasi ini merupakan perubahan yang revolusioner bagi sekolah
biasa pada masa itu. Inovasi pengajaran modul ini dikembangkan oleh universitas
Standford, dengan membagi pengajaran menjadi 24 modul, setiap modul dapat dipelajari
selama 15 menit. Penggunaan modul di kombinasikan dengan belajar secara klasikal
dengan waktu yang bervariasi: ada yang 45 menit, 60 menit atau 90 menit. Tiap siswa
dapat memiliki jadwal pelajaran yang unik (berbeda satu dengan yang lain) dan juga boleh
mengambil beberapa jam pelajaran, kira-kira 50% waktu siswa untuk belajar tidak
terjadwal. Siswa harus bertanggung jawab tentang penggunaan waktu belajarnya,
meskipun ia tidak tentu masuk ke kelas. Jadwal belajar harian setiap siswa dikelola dengan
komputer oleh Universitas Stanford. Konsekuensi penggunaan komputer ternyata
mempunyai dampak yang luas, baik bagi siswa, guru, administrator, dan juga orang tua
murid.
SMA Troy termasuk satu diantara 11 sekolah yang paling inovatif di Amerika Serikat
pada tahun 1965 dan memperoleh hadiah uang senilai $25.000,- dari yayasan pendidikan
agar digunakan mendisiminasikan inovasi itu ke sekolah yang lain. Antara tahun 1965
sampai 1966. Dari 1000 pengunjung, mendatangi SMA Troy. Pada umunya para pengunjung
terkejut seperti halnya Roges pada waktu mengunjungi sekolah itu pada bulan November
1965. Keadaan di SMA Troy sangat gaduh. Aula penuh dengan siswa, banyak juga yang
bergerak dari kelas satu ke kelas yang lain. Yang lain banyak juga yang hanya bergurau,
ngobrol dan merokok. Para siswa juga tanpa menaruh perhatian terhadap tamu yang datang.
Demikian pula kurang menaruh perhatian terhadap para dosen yang datang untuk
mengadakan penelitian atau wawancara dengan guru SMA.
Pengelolaan jadwal sekolah dengan komputer di SMA Troy menjadi sangat terkenal
secara nasional, sebagai sekolah yanng menggunakan pengelolaan administrasi inovatif.
Tetapi setelah kepala sekolah yang merintis penerapan inovasi itu diganti maka keadaannya
menjadi berubah, dan sekarang sudah tidak populer lagi, bahkan hanya bebrapa orang saja

12
yang masih ingat bahwa SMA Troy sebagai sekolah yang pertama kali menggunakan sistem
modul dengan pengelolaan jadwal menggunakan komputer.
Contoh lain, PSBG adalah Pusat Sumber Belajar Gugus (Cluster Resource Center
“CRC”), sebagai inovasi dalam organisasi sekolah. PSBG sebagai sarana dan prasarana yang
dapat mengakomodir kebutuhan serta tuntutan guru baik dilihat dari pengetahuan maupun
keterampilan sehingga melalui kegiatan PSBG ini dapat memberikan kontribusi baik
terhadap peningkatan kreativitas serta profesionalisme guru yang berimplikasi terhadap
peningkatan mutu pembelajaran. PSBG adalah wadah kerjasama guru-guru dan sebagai
tempat mendiskusikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kemampuan profesional,
yaitu dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai, kemajuan proses pembelajaran. Di
PSBG guru-guru dapat mendiskusikan masalah untuk meningkatkan mutu proses
pembelajaran serta memikirkan kemungkinan pemecahannya berdasarkan pengalaman dan
ide-ide yang bersumber dari guru-guru itu sendiri. Semua masalah yang menyangkut upaya
perbaikan pembelajarab dapat dibahas dan dipecahkan dalam forum ini. Kegiatan-kegiatan
yang dibahas diantaranya penyusunan program pembelajaran, silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran, pembuatan dan penggunaan alat peraga, pemanfaatan sumber belajar,
penilaian hasil belajar, penataan ruang kelas, pengelolaan kelas, penggunaan lingkungan
sebagai sumber belajar dan kegiatan lain yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.
Fungsi-fungsi PSBG diantaranya adalah:
1. Fungsi pertemuan
PSBG berfungsi sebagai tempat warga gugus melaksanakan pertemuan-pertemuan
baik rutin maupun insidental berkaitan dengan kegiatan profesionalnya, seperti : pertemuan
KKG, KKKS, dan lain-lain.
2. Fungsi informasi
PSBG merupakan tempat dimana warga gugus dapat memperoleh informasi
pendidikan dan pembelajaran. Berbagai informasi baik dalam bentuk nara sumber, materi
cetak, non cetak, maupun on-line dapat diperoleh atau diakses di PSGB.
3. Fungsi pengembangan profesional
PSBG merupakan tempat dimana warga gugus dapat melakukan kegiatan-kegiatan
pengembangan profesional dalam pendidikan dan pembelajaran. Kegiatan tersebut seperti
workshop, simulasi, diskusi, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan peningkatan
kreativitas dan kemampuan profesionalisme.
4. Fungsi produksi

13
PSBG kemungkinan juga melaksanakan fungsi produksi apabila ada di PSBG warga
gugus dapat membuat alat bantu atau media pembelajaran untuk menunjang kegiatan belajar
mengajar di sekolah masing-masing.
Pembentukan PSBG diharapkan dapat memfasilitasi dan mempelancar upaya
peningkatan kemampuan kreativitas dan profesionalisme para guru, kepala sekolah, dalam
upaya meningkatkan mutu proses pembelajaran bernuansa PAKEM. Sesuai dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan hasil belajar siswa dengan
mendayagunakan segala sumber belajar yang ada berdasarkan program yang telah disusun
dan disepakati bersama berlandaskan otonomi pengelolaan sekolah dari gugus.
Adapun peran PSBG adalah:
a) Sebagai sarana dan wahana pengembangan kreativitas dan profesionalisme guru,
kepala sekolah di gugus.
b) Memberikan fasilitas yang dapat dimanfaatkan sebagai wahana informasi,
pengetahuan, dan keterampilan guru.
c) Memotivasi guru agar kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pembelajaran,
sehingga mutu pembelajaran yang bermakna dapat tercapai.
d) Mengembangkan kemampuan pendidik dan tenaga kependidikan dalam merancang
dan menciptakan alat pembelajaran murah.
e) Menunjang pelatihan dan proses sinergis, untuk maju bersama berdasarkan mutu
profesionalisme yang dilandasi imtaq dan iptek.
f) Membuat proses pembelajaran menjadi mudah dan menyenangkan.
Adapun ruang lingkup kinerja PSBG yang harus dipertanggungjwabkan yaitu :
a) Menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan diantara pendidik dan
tenaga kependidikan di gugus.
b) Pembudayakan berbagai kegiatan, yang mengacu terhadap peningkatan kemampuan
dan sikap profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan yang dilandasi
pengetahuan, wawasan terhadap proses pembelajaran.
c) Membantu memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi para pendidik dan
tenaga kependidikan, anggota gugus baik yang telah dprogramkan maupun
permasalahan yang muncul spontanitas.
d) Mengembangkan pola mekanisme pembinaan profesional berdasarkan program dan
alat, media serta pendanaan yang tersedia.

14
e) Memfasilitasi, serta mengelola berbagai sumber dan media pembelajaran yang
menjadi aset gugus (PSBG), untuk dapat dimanfaatkan oleh setiap pendidik dan tenaga
kependidikan dalam upaya mengembangkan proses pembelajaran PAKEM.
f) Mengembangkan kerjasama, komunikasi yang baik antara pendidik dan tenaga
kependidikan, guru dengan kepala sekolah, guru dengan pengawas, komite sekolah
dengan stakeholder dengan upaya mengembangkan manajemen dan pengelolaan kelas
dan siswa yang optimal.
Paul Sloane (2007) dalam sebuah tulisannya mengetengahkan 10 cara untuk
meningkatkan inovasi dalam suatu organisasi, yakni:
1. Memiliki visi untuk berubah
Jangan berharap suatu tim akan menjadi inovatif apabila mereka tidak mengetahui
tujuan yang hendak dicapai ke depan. Inovasi harus memiliki tujuan dan seorang
pemimpin harus mampu menyatakan dan mendefinisikan tujuan secara jelas sehingga
setiap orang dapat memahami dan mengingatnya. Para pemimpin besar banyak
meluangkan waktu untuk menggambarkan dan menjelaskan visi, tujuan dan tantangan
masa depan kepada setiap orang . Mereka berusaha meyakinkan setiap orang akan peran
pentingnya dalam upaya mencapai visi dan tujuan, serta dalam menghadapi berbagai
tantangan. Mereka mengilhami kepada setiap orang untuk menjadi enterpreneur yang
bersemangat dan menemukan cara-cara yang inovatif untuk memperoleh kesuksesan.
2. Memiliki Suatu Rencana Usulan yang Dinamis
Anda harus memfokus pada rencana usulan yang benar-benar hebat, setiap rencana
mudah dilaksanakan, sumber tersedia dengan baik, responsif dan terbuka untuk semuanya.
Berikan penghargaan dan respons yang wajar kepada karyawan serta para senior harus
memliki komitmen agar karyawan tetap dapat menjaga kesegarannya dalam melaksanakan
setiap pekerjaan.
3. Mematahkan Aturan
Untuk mencapai inovasi yang radikal, Anda harus memiliki keberanian manantang
berbagai asumsi aturan yang ada di sekitar lingkungan. Bisnis bukan seperti permainan
olah raga yang selalu terikat dengan aturan dan keputusan wasit, tetapi bisnis tak ubahnya
seperti seni, yang di dalamnya memiliki banyak kesempatan untuk berfikir secara lateral,
sehingga mampu menciptakan cara-cara baru tentang aneka benda dan jasa yang
diinginkan para pelanggan.
4. Memerangi ketakutan akan perubahan

15
Para pemimpin inovatif senantiasa mengobarkan semangat pentingnya perubahan.
Mereka berusaha menggantikan kepuasan atas kemapanan yang ada dengan kehausan akan
ambisi. Mereka akan berkata, ” Saat ini kita memang sedang melakukan hal yang baik, tetapi
kita tidak boleh berhenti dan berpuas diri dengan kemenangan yang ada, kita harus
melakukan hal-hal yang lebih baik lagi”. Mereka menyampaikan pula bahwa saat ini kita
sedang melakukan suatu spekulasi baru yang penuh risiko, dan jika kita tidak bergerak maka
akan jauh lebih berbahaya. Mereka memberikan gambaran menarik tentang segala sesuatu
yang hendak diraih pada masa mendatang. Oleh karena itu, satu-satunya cara menuju ke arah
sana yaitu dengan berusaha memeluk perubahan.
5. Berpikir Seperti Pemodal yang Berani Mengambil Risiko
Seorang pemodal yang berani mengambil risiko akan menggunakan pendekatan
portofolio, berusaha mencari keseimbangan antara kegagalan dengan kesuksesan. Mereka
senang mempertimbangkan berbagai usulan atau gagasan tetapi tetap merasa nyaman
dengan berbagai pemikiran yang menggambarkan tentang kegagalan-kegagalan yang
mungkin akan diterima.
6. Beri Setiap Orang Dua Pekerjaan
Berikan setiap orang dua pekerjaan pokok. Mintalah kepada mereka untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari mereka secara efektif dan pada saat yang bersamaan
kepada mereka diminta pula untuk menemukan cara-cara baru dalam melaksanakan
pekerjaannya. Doronglah mereka untuk bertanya pada diri sendiri tentang apa sebenarnya
tujuan esensial dari peran saya? Hasil dan nilai riil apa yang bisa saya berikan kepada klien
saya, baik internal maupun eksternal? Apakah ada cara yang lebih baik untuk memberikan
dan mencapai nilai atau tujuan tersebut? Dan jawabannya selalu mengatakan “YA”. Tetapi,
kebanyakan orang tidak pernah atau jarang menanyakan hal-hal seperti itu.
7. Kolaborasi
Beberapa eksekutif perusahaan memandang kolaborasi sebagai kunci sukses dalam
inovasi. Mereka menyadari bahwa tidak semua dapat dilakukan hanya dengan
mengandalkan pada sumber-sumber internal. Oleh karena itu, mereka melihat dunia luar
dan mengajak organisasi lain sebagai mitra, sehingga bisa saling bertukar pengalaman dan
keterampilan dalam team.
8. Menerima kegagalan
Pemimpin inovatif mendorong terbentuknya budaya eksperimen. Setiap orang
harus dibelajarkan bahwa setiap kegagalan merupakan langkah awal dari perjalanan jauh

16
menunju kesuksesan. Untuk menjadi orang benar-benar cerdas dan tangkas, setiap orang
harus diberi kebebasan berinovasi, bereksperimen dan memperoleh kesuksesan dalam
melakukan pekerjaannya, termasuk didalamnya mereka juga harus diberi kebebasan akan
kemungkinan terjadinya kegagalan.
9. Membangun prototipe
Anda harus berani mencobakan suatu ide baru yang biaya dan risikonya relatif
rendah ke dalam pasar (dunia nyata), kemudian lihat apa reaksi dari pelanggan dan orang-
orang. Di sana sesungguhnya Anda akan lebih banyak belajar tentang dunia nyata,
dibandingkan jika Anda hanya melakukan uji coba dalam laboratorium atau terfokus pada
sekelompok orang saja.
10. Bersemangat
Anda harus fokus terhadap segala sesuatu yang ingin dirubah. Siap dan senantiasa
bergairah dan bersemangat dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai tantangan.
Energi dan semangat yang Anda miliki akan menular dan mengilhami setiap orang. Tak ada
gunanya jika Anda mengisi bus dengan penumpang yang selalu merasa asyik dengan dirinya
sendiri. Anda membutuhkan dan menghendaki orang-orang dan para pendukung Anda
dengan semangat yang berkobar-kobar. Anda mengharapkan setiap orang dapat meyakini
bahwa upaya mencapai tujuan merupakan sesuatu yang amat penting dan bermanfaat.
Jika Anda menghendaki setiap orang dapat terinpirasi untuk menjadi inovatif,
merubah cara-cara yang biasa mereka lakukan, dan untuk mencapai hasil yang luar biasa,
maka Anda mutlak harus memiliki semangat yang menyala-nyala tentang apa yang Anda
yakini dan Anda harus dapat mengkomunikasikannya setiap saat ketika Anda berbicara
dengan orang.
Hubungan antara organisasi dan inovasi adalah kompleks, dinamis dan bertingkat.
Bagian ini berusaha memahami sifat hubungan dari tiga berbeda tetapi saling bergantung
perspektif: a) hubungan antara bentuk struktural organisasi dan inovasi; b) inovasi sebagai
proses pembelajaran organisasi dan penciptaan pengetahuan; dan c) kapasitas organisasi
untuk perubahan dan adaptasi. Meskipun ada tumpang tindih dan interkoneksi yang penting
antara aspek-aspek berbeda dari hubungan ini, untaian yang berbeda dari penelitian tetap
terpisah dan tidak ada kerangka konseptual tunggal yang koheren untuk memahami
fenomena ‘inovasi organisasi’.

Kesimpulan

17
Organisasi merupakan suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.
Kemampuan opinion leader adalah tingkat dimana seseorang dapat mempengaruhi sikap
dan perilaku secara informal dengan cara yang diinginkan. Kemampuan ini merupakan tipe
kepemimpinan informal. Proses keputusan inovasi merupakan suatu proses dimana individu
atau unit berubah dari pengetahuan awalnya tentang inovasi ke arah pembentukan sikap
terhadap inovasi; atau ke arah pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau menolak; ke
arah implementasi ide baru; dan ke arah konfirmasi keputusan tersebut.

18
Daftar Pustaka

Damanpour, F., & Schneider, M. 2006. “Phases of the adoption of innovation in


organizations: Effects of environment organization and top managers.” British
Journal of Management, 17, 215–236.

Daft, R. L. 2013. Organization theory & design (11th ed.). Mason: South-Western
Cencage Learning.

Hage, J. T. 1999. “Organizational Innovation And Organizational Change.” Annu. Rev.


Sociol 25:597-622.

Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Ridlowi & Fathul Himam. 2016. “Inovasi pada Organisasi Pemerintah: Tahapan dan
Dinamika.” Gadjah Mada Journal Of Psychology 2, NO. 1, 22-37.

Rogers, Everett M. 1995. Diffusion Of Innovations Third Edition. New York: The Free
Press.

Sartika, Dewi. 2015. “Inovasi Organisasi Dan Kinerja Organisasi : Studi Kasus Pada Pusat
Kajian Dan Pendidikan Dan Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi
Negara.” Jurnal Borneo Administrator 11, No. 2:129-151.

Sa’ud, Udin Syaefudin. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sloane, Paul (ed.). 2007. The Innovative Leader: How to Inspire your Team and Drive
Creativity. London and Philadelphia, PA: Kogan Page.

Sidow, Mohamed Abdiaziz dan Ali, Ali Yassin Sheikh. 2014. “Corporate Innovation and
Organizational Performance: The Case of Somalia Telecommunication Industry.”
International Journal of Business, Economics and Law 4 (1) (June):112-118.

Szabat, and William M. Evan. 1989. “The Rela-tionship between Types of Innovation and
Organizational Performance.” Journal of Management Studies 26 (6): 587–602.

Wijaya, Hengki. 2015. “Keunggulan Integritas Generasi Muda Dalam Mewujudkan


Kepemimpinan Rohani Yang Bertanggungjawab.” Diakses 15 April 2018.
https://www.researchgate.net/publication/283664535_KEUNGGULAN_INTEGRI
TAS_GENERASI_MUDA_DALAM_MEWUJUDKAN_KEPEMIMPINAN_ROH
ANI_YANG_BERTANGGUNGJAWAB. DOI: 10.13140/RG.2.1.4264.9048

19
Wijaya, Hengki. 2015. “Studi Pengembangan Kepemimpinan Hengki Wijaya.” Diakses 15
April 2018.
https://www.researchgate.net/publication/283299010_Studi_Pengembangan_Kepe
mimpinan_Hengki_Wijaya. DOI: 10.13140/RG.2.1.1245.8962

Wijaya, Hengki. 2015. “Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kitab Kisah Para
Rasul.” Diakses 15 April 2018.
https://www.researchgate.net/publication/282854559_PRINSIP-
PRINSIP_PERTUMBUHAN_GEREJA_BERDASARKAN_KITAB_KISAH_PA
RA_RASUL

Zaltman, Gerald, Robert Duncan, Jonny Holbek.1973. Innovations & Organizations. R.E.
Krieger Publishing Company.

20

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai