Anda di halaman 1dari 11

EVALUASI PROGRAM

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERCULOSIS


DI UPT PUSKESMAS KEBON JAHE BANDAR LAMPUNG

Mata Kuliah Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan


Peminatan Epidemiologi

Dosen Pengampu : Dr.dr. Endang Budiati, M.Kes

Disusun Oleh :
1. Nadya Bella YNS – 2128021003
2. Beta gustilawati – 2128021004
3. Dian Ekasari Aprianti, - 2128021015

MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022

1
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Diketahui bahwa terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, yaitu: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae dan lain -
lain, dimana dikenal juga sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) (Kemenkes RI, 2017).
Adapun gejala utama pada pasien yang menderita TBC paru yaitu batuk berdahak
selama kurang lebih 2 minggu. Batuk bisa disertai dengan gejala penyerta yakni
terdapat dahak yang bercampur darah, keluhan sesak nafas, badan terasa lemas, nafsu
makan menjadi turun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
adanya kegiatan fisik, demam meriang yang dirasakan lebih dari satu bulan
(Kemenkes RI, 2014).
TBC paru masih menjadi salah satu masalah kesehatan global dan merupakan
masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan, serta kematian
tinggi sehingga perlu adanya upaya penanganan TBC paru (Kemenkes RI, 2017).
Namun diketahui bahwa upaya penanggulangan TBC paru telah dilaksanakan
dibanyak negara sejak tahun 1995 (WHO, 2019). Mengakhiri epidemi TBC
merupakan salah satu target di dalam SDGs yang memiliki 17 tujuan pembangunan
berkelanjutan dalam rangka upaya untuk pengembangan pembangunan millenium
(MDGs) (Mawardi, EA, dan Yunita, 2021).
Menurut WHO Global TB Report tahun 2021, terdapat 10 juta orang di dunia
yang menderita TBC paru dan terdapat 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya
akibat TBC paru. Secara geografis, kejadian TBC di Negara berkembang pada tahun
2019 tertinggi berada di Asia Tenggara (44%), Afrika (25%) dan Pasifik Barat (18%).
Indonesia merupakan Negara kedua setelah India yang menyumbang dua pertiga
kasus TBC dari total global yaitu 8,5%.
Indonesia menjadi salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia
yang memiliki perkiraan jumlah orang yang jatuh sakit akibat TBC mencapai kurang
lebih 845.000 kasus dengan angka kematian sebesar 98.000 atau dapat dikatakan
setara dengan 11 kematian/jam. Data kasus ini baru 67% yang ditemukan dan diobati,
sehingga masih terdapat kurang lebih 283.000 pasien TBC yang belum mendapat
pengobatan dan tentunya berisiko menjadi sumber penularan bagi orang yang berada
disekitarnya. (WHO Global TB Report, 2020). Sedangkan kasus TBC di Indonesia
per 1 Agustus 2022 dari SITB diketahui ada 258.355 kasus TBC yang ditemukan dan
telah mendapatkan pengobatan (Kemenkes RI, 2022). Menurut data dari Dashboard
2
TBC Indonesia tahun 2022, Provinsi Lampung terdapat pada wilayah kejadian TBC
paru kisaran 18.371 – 31.853 kasus.
Program penanggulangan TBC merupakan program yang memiliki tujuan
untuk melindungi masyarakat dari penularan TBC agar tidak terjadi kesakitan,
kematian dan kecacatan akibat TBC. Guna mencapai target program penanggulangan
TBC nasional, maka Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/
Kota juga menetapkan target penanggulangan TBC tingkat daerah berdasarkan acuan
dari target nasional dan tentunya juga memperhatikan strategi nasional (Kemenkes RI,
2017).
Berdasarkan data CDR kasus TBC paru di Provinsi Lampung dapat diketahui
terjadi kenaikan dari tahun 2017-2019 yaitu sebesar 28%-54%, sedangkan ditahun
2020 terjadi penurunan sebesar 36%, angka ini masih belum mencapai target nasional
yaitu 70%. Begitu pula capaian CDR di Bandar Lampung pada tahun 2020
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 63% menjadi 40 %, dimana
menduduki urutan ke – 4 dari Kabupaten lainnya di provinsi Lampung. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi CDR maka semakin banyak kasus TBC yang
ditemukan secara dini dan diobati, sehingga tentu saja dapat menurunkan angka
penularan di masyarakat. Sebaliknya CDR yang rendah mengartikan kasus TBC
masih banyak yang belum ditemukan sehingga mengindikasikan penularan TBC yang
tinggi di Kabupaten/Kota tersebut (Dinkesprov Lampung, 2020).
Berdasarkan data yang diperoleh dari pemegang program P2PM TBC di
Puskesmas Kebon Jahe tahun 2021 sebagai berikut :
N TARGE CAPAIA
INDIKATOR %
O T N
1 Suspek TB RO 284 0 0,0
Kasus TB RO yang di
2 4 0 0,0
temukan
3 Suspek TB SO 1136 64 5,6
4 Semua Kasus / CDR 160 40 25,0
5 TB BTA + 114 16 14,0
6 TB Anak 19 0 0,0
7 TB di periksa HIV 40 33 82,5
8 Konversi 16 15 93,8

3
9 Success Rate 40 37 92,5
Salah satu Indikator yang digunakan dalam program penanggulangan TBC
adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu presentase jumlah pasien baru dengan BTA
positif yang ditemukan dan diobati dibandingkan dengan jumlah pasien baru dengan
BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Target CDR Program
Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70 % (Kemenkes RI, 2017).
Capaian CDR TBC paru puskesmas dipengaruhi oleh sistem yang terdiri dari
input, proses, dan output. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Deswinda,
dkk (2019) yang menyatakan bahwa pelaksanaan program penanggulangan TBC Paru
di puskesmas dalam hal penemuan penderita TBC Paru belum terlaksana dengan baik
dari segi input, proses dan output. Sub sistem input capaian CDR TBC paru
puskesmas terdiri dari man (tenaga pelaksana kegiatan penemuan kasus baru), money
(pendanaan pelaksanaan kegiatan penemuan kasus baru), material and machines
(sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan penemuan kasus baru), methode (metode
kegiatan penemuan kasus baru) dan money (sistem pembiayaan). Sedangkan sub
sistem proses pelaksanaan kegiatan penemuan kasus baru meliputi promosi kesehatan,
penjaringan suspek TBC paru, pengendalian faktor risiko, pemberian kekebalan,
diagnosis dan pengobatan TBC paru, pencatatan, pelaporan, dan pengolahan data.
Tanpa adanya sub sistem proses maka tidak dapat dihasilkan suatu output kegiatan
penemuan kasus baru yaitu capaian CDR TBC paru. Dari ketiga sub sistem tersebut
yang mempunyai pengaruh langsung terhadap data hasil capaian CDR TBC paru
adalah sub sistem input dan proses. Sub sistem input merupakan sumber daya utama
yang paling diperlukan dan harus dimiliki dalam suatu sistem serta menjadi penentu
dasar sub sistem proses yaitu hasil capaian CDR TBC paru.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut : Bagaimana langkah – langkah dalam mengevaluasi program P2PM TBC di
UPT Puskesmas Kebon Jahe?

4
C. LANGKAH – LANGKAH EVALUASI PROGRAM
Ada beberapa model dalam mengevaluasi program kesehatan. Makalah ini
akan menggunakan model menurut Issen dan Fagen (2014), yaitu :
1. Mengevaluasi dan menentukan kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan
Program pencegahan dan pengendalian penyakit TBC ini merupakan
kegiatan yang sudah berjalan. Tentunya hal ini merupakan salah satu kebutuhan
masyarakat guna menekan penularan TBC dan mendukung program pemerintah
dalam upaya mengeliminasi TBC pada tahun 2030.
2. Menjalankan prioritas kebutuhan dan program perencanaan
Terdapat beberapa program kesehatan di Puskesmas guna meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Setiap akhir tahun dilakukan
evaluasi berupa SMD (Survey Mawas Diri) dan MMK (Musyawarah Masyarakat
Kelurahan). Kegiatan SMD dan MMK merupakan suatu upaya bersama di
lakukan oleh Puskesmas Kebon Jahe dengan melibatkan peran serta masyarakat
untuk mengidentifikasi permasalahan kesehatan di masyarakat, menggali potensi
untuk memecahkan permasalahan tersebut. Survei Mawas diri ( SMD ) sangatlah
penting untuk dilaksanakan agar masyarakat menjadi sadar akan adanya masalah
kesehatan yang sedang di hadapi, mampu mengenal, mengumpulkan data dan
mengkaji masalah yang ada di dalam lingkungannya itu sendiri, timbulnya minat
dan kesadaran untuk mengetahui masalah kesehatan dan pentingnya masalah
tersebut segera teratasi, serta mampu untuk mengenal sumber daya yang di miliki.
Dari hasil Survey Mawas Diri Puskesmas Kebon Jahe kemudian di jadikan
dasar untuk menyusun permasalahan yang dihadapi. Adapun survey Harbut juga
dilaksanakan untuk mengetahui dan menganalisis apa saja harapan dan kebutuhan
masyarakat dengan adanya capaian dan permasalahan dalam program kesehatan.
Terdapat beberapa permasalahan target program yang belum tercapai dari hasil
SMD dan MMK pada akhir tahun 2020.
Berikut tabel prioritas masalah menggunakan metode USG (Urgency –
Seriousness – Growth) berdasarkan Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan

Minimal Bidang Kesehatan  :

5
No Permasalahan U S G Total
1 Pelayanan kesehatan ibu hamil 3 3 2 8
2 Pelayanan kesehatan ibu bersalin 3 2 2 7
3 Pelayanan kesehatan bayi baru lahir 2 3 2 7
4 Pelayanan kesehatan balita 3 3 3 9
5 Pelayanan kesehatan pada usia 3 3 2 8
pendidikan dasar
6 Pelayanan kesehatan pada usia 3 3 3 9
produktif

7 Pelayanan kesehatan pada usia lanjut 3 3 3 9


(USILA)
8 Pelayanan kesehatan penderita 4 4 3 11
hipertensi
9 Pelayanan kesehatan penderita diabetes 3 4 3 10
melitus
10 Pelayanan kesehatan orang dengan 3 3 4 10
gangguan jiwa (ODGJ) berat
11 Pelayanan kesehatan orang terduga 5 5 5 15
tuberculosis (TBC)
12 Pelayanan kesehatan orang dengan 3 4 4 11
risiko terinfeksi virus yang
melemahkan daya tahan tubuh manusia
(Human Immunodeficiency Virus)

Berdasarkan tabel prioritas masalah menggunakan metode USG di atas,


didapatkan yang menjadi prioritas adalah Pelayanan kesehatan orang terduga
tuberculosis (TBC). Permasalahan yang muncul akan dievaluasi dan dianalisis
guna menentukan perencanaan program pencegahan dan pengendalian penyakit
menular TBC sehingga dapat meningkatkan capaian dari indikator keberhasilan
program tersebut. Capaian program P2PM TBC paru di puskesmas dipengaruhi

6
oleh sistem yang terdiri dari input, proses, dan output. Sub sistem input capaian
program P2PM TBC paru puskesmas terdiri dari man (tenaga pelaksana kegiatan
penemuan kasus baru), money (pendanaan pelaksanaan kegiatan penemuan kasus
baru), material and machines (sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan
penemuan kasus baru), methode (metode kegiatan penemuan kasus baru) dan
money (sistem pembiayaan).
Berikut akan disajikan dalam diagram ishikawa atau sering dikenal dengan istilah
“fish bone” atau tulang ikan.

MAN MATERIAL
Sampel dahak
Double Job yang kurang baik

Kurang Ikut
Kurangnya
Pelatihan
refreshing Kader Rendahnya Capaian
Indikator Program
P2PM Tuberculosis

Sosialisasi &
pendekatan ke
masy. kurang Dana BOK car Masih menggunakan
tidak pasti mikroskop, belum ada TCM

MACHINE
METHOD MONEY

Berdasarkan diagram tulang ikan di atas maka dapat dipaparkan bahwa dari
permasalahan rendahnya capaian indikator program P2PM Tuberculosis di UPT
Puskesmas Kebon Jahe. Sub sistem input yang meliputi 5 M yaitu Man, Money,
Method, Material, dan Machine memiliki pengaruh terhadap rendahnya capaian
indikator program P2PM Tuberculosis di UPT Puskesmas Kebon Jahe.
Adapun masalah yang ada pada Man adalah petugas pemegang program
TBC memiliki tugas ganda sehingga menghambat kinerja dalam penjaringan dan
penginputan data diaplikasi TBC online maupun offline, masih minimnya
pelatihan yang diadakan guna meningkatkan pemahaman tentang pencegahan dan
pengendalian penyakit TBC, dan kegiatan refreshing kader guna meningkatkan
dan menyamakan persamaan persepsi tentang TBC masih jarang dilakukan.
Aspek yang tak kalah penting dalam keberhasilan suatu program adalah
money, pembiayaan program P2PM TBC ini bersumber dari biaya operasional
kesehatan yang pencairannya tidak pasti sehingga memungkinkan kurangnya

7
pendanaan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit
TBC. Material dalam hal ini berhubungan dengan sampel dahak pasien yang
masih salah sehingga susah untuk dideteksi keberadaan bakteri tahan asam
sebagai diagnosis pasti TBC. Pasien masih sulit memahami sampel yang harus
diberikan kepada petugas Lab, mereka masih saja sering memberikan sampel
yang bercampur dengan air liur bukan dahak. Sedangkan untuk aspek machine, di
UPT Puskesmas Kebon Jahe belum ada alat TCM guna memeriksa dahak secara
cepat bukan konvensional dengan mikroskop yang tentunya akan mempengaruhi
kinerja petugas Lab dalam mendeteksi keberadaan BTA disaat pasien Lab
menumpuk. Aspek terakhir adalah method, sosialisasi dan pendekatan kepada
masyarakat dalam meningkatkan pemahaman tentang penyakit TBC masih
kurang sehingga masyarakat masih enggan memeriksakan diri ke Puskesmas jika
ada keluhan karena masih takut akan adanya stigma tentang penyakit TBC
sehingga berpengaruh dalam meningkatkan capaian dari CDR TBC.
Aspek Proses juga tak kalah penting dalam mencapai keberhasilan suatu
program. Proses dalam mengendalikan dan mencegah penyakit tuberculosis tidak
lepas dari peran aktif tenaga kesehatan dalam melakukan promosi kesehatan baik
berupa penyuluhan tentang penyakit TBC dan sanitasi yang baik. Selain itu,
deteksi dini terhadap masyarakat yang berisiko TBC juga harus ditingkatkan
dengan bantuan kader serta pemberian obat profilaksis INH pada masyarakat
yang serumah dengan pasien TBC.
3. Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasi implementasi program
Setelah mengetahui permasalahan yang ada maka disusun perencanaan
untuk tindak lanjut sehingga diharapkan meningkatkan capaian indikator program
P2PM Tuberculosis. Perencanaan yang baik baru bisa menghasilkan dampak
positif jika diimplementasikan dengan baik di masyarakat.
Aspek Input Permasalahan Rencana Tindak Lanjut
Man 1. Petugas pemegang program 1. Dalam penginputan
TBC memiliki tugas ganda data diaplikasi
sehingga menghambat kinerja diperbantukan oleh
dalam penjaringan dan petugas lainnya dan
penginputan data diaplikasi membuat komitmen
TBC online maupun offline ulang dengan kader

8
dan petugas
poskeskel untuk
membatu dalam
penjaringan pasien
berisiko.
2. masih minimnya pelatihan
2. Mengupdate
tentang pencegahan dan
informasi tentang
pengendalian penyakit TBC
TBC baik secara
online maupun
offline, baik yang
difasilitasi dinas

3. kegiatan refreshing kader guna maupun mandiri.

meningkatkan dan 3. Melakukan


menyamakan persamaan refreshing kader

persepsi tentang TBC masih rutin tiap akhir

jarang dilakukan triwulan atau setiap


setelah mendapatkan
pelatihan atau update
informasi tentang
TBC
Money Biaya operasional kesehatan yang Menggunakan dana
pencairannya tidak pasti operasional puskesmas
lainnya sampai
pencairan dana BOK
Material Sampel dahak pasien yang masih Edukasi dan sosialisi
salah sehingga susah untuk dengan teliti dan
dideteksi keberadaan bakteri tahan perlahan dalam
asam sebagai diagnosis pasti TBC memberikan arahan
kepada pasien saat akan
mengumpulkan sampel
dahak
Machine Belum ada alat TCM guna Menunggu pengadaan
memeriksa dahak secara cepat barang dari dinkes

9
Method Sosialisasi dan pendekatan kepada Melakukan sosialisasi
masyarakat dalam meningkatkan rutin kepada masyarakat
pemahaman tentang penyakit TBC dan kepada lintas sektor
masih kurang pada saat lokakarya mini
lintas sektoral tiap
triwulan.

4. Mengevaluasi dampak kesehatan dari program kesehatan


Evaluasi dari pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat oleh pemegang
program P2PM TBC dilakukan setiap akhir bulan pada lokakarya mini bulanan
dan tiap akhir triwulan dalam lokmin lintas sektoral di kantor kecamatan.
Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur dampak secara epidemiologi. Evaluasi ini
dilakukan dengan melihat perbandingan antara target dan capaian yang telah
diperoleh. Sehingga dengan melihat capaian tersebut maka dapat dianalisis
permasalahan yang ada pada indikator yang belum tercapai dan pada akhirnya
akan memunculkan lagi rencana tindak lanjut sebagai perencanaan. Siklus ini
akan terus berjalan guna mengevaluasi program kesehatan sehingga dampak
positifnya dapat dirasakan oleh masyarakat dengan meningkatnya kesejahteraan
kesehatan masyarakat.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Program P2PM Tuberculosis di UPT Puskesmas Kebon Jahe masih terdapat
indikator yang belum tercapai sehingga perlu adanya proses perencanaan –
pelaksanaan – monitoring – evaluasi.
2. Evaluasi kualitas program meliputi aspek input – proses – output. Aspek input
meliputi (man, money, material, machine, method), proses adalah sosialisasi dan
proses deteksi dini masyarakat berisiko dan pemberian obat profilaksis pada
masyarakat yang serumah dengan penderita TBC, dan output berupa capaian
indikator program P2PM TBC.

10
E. SARAN
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka dapat dirumuskan saran sebagai
berikut :
1. Meningkatkan peran aktif dan komitmen dari pemegang program P2PM
TBC, lintas program, lintas sektoral dan dukungan dari Kepala UPT
Puskesmas Kebon Jahe sehingga bisa bersama – sama menganalisis
permasalahan yang ada dan menyusun perencanaan.
Mengimplementasikan perencanaan dengan baik ke masyarakat dan
dimonitoring hingga di evaluasi.
2. Evaluasi dilakukan rutin pada lokmin bulanan dan linsek pada triwulan.

F. DAFTAR PUSTAKA
Dinkesprov Lampung. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2020.
Lampung : Dinas Kesehatan Provinsi Lampung; 2020

Kemenkes RI. (2014). Permenkes No. 45 tahun 2014 Terkait Penyelenggaraan


Surveilans Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;

Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67


Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia;

Kemenkes RI. (2022). Dashboard TBC Indonesia. Jakarta : Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia;

Mawardi, EA, dan Yunita. Analisis Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Program
Penanggulangan Tuberkulosis. Surabaya : Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah 6 (2); 2021

WHO. (2019). Global Tuberculosis Report 2019. Geneva : World Health


Organization; 2019.

WHO. (2021). Global Tuberculosis Report 2021. Geneva : World Health


Organization; 2021

11

Anda mungkin juga menyukai