Anda di halaman 1dari 5

2018 Policy Brief

STRATEGI PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS (TB) :


MENGAPA INDONESIA MENEMPATI URUTAN KE-DUA
PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI DUNIA?
Oleh:
Uciatul Adawiyah
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan - Kesehatan Masyarkat 2016
Fakultas Ilmu Keolahragaan - Universitas Negeri Malang (FIK UM)
Dosen Pembimbing
Nurnaningsih Herya Ulfa, S.KM,. M.kes
nurnaherya.fik@um.ac.id

Ditujukan Bagi Pengambil Kebijakan di


Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Kementrian
Kesehatan, DPR RI, MPR RI, Presiden.
Kebijakan yang Diamati
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis

Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah
terinfeksi basil tuberkulosis. TB masih menjadi masalah kesehatan global utama karena
menyebabkan gangguan kesehatan diantara jutaan orang setiap tahunnya dan menjadi
penyebab kedua kematian akibat penyakit menular di seluruh dunia setelah HIV/AIDS
(Ibrahim, 2017). Menurut World Health Organization (WHO) pada 2015, Indonesia
menduduki peringkat kedua setelah India terkait masalah TB (World Health
Organization, 2016). Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia,
China, Philipina, dan Pakistan. Hasil survei memperkirakan prevalensi TB sebesar
660/100.000 atau berarti bahwa 0,65% populasi Indonesia menderita TB, atau setara
1.600.000 kasus TB, dimana tiap tahun terjadi 1.000.000 kasus baru. Sementara angka
penemuan kasus baru atau case detection rate (CDR) hanyalah sebesar 33% atau sekitar
670.000 untuk kasus-kasus yang hilang (Dinkes Jateng, 2017). Hal tersebut juga
didukung oleh laporan terbaru WHO 2017 diperkirakan ada 1.020.000 kasus di
Indonesia, namun baru terlaporkan ke Kementerian Kesehatan sebanyak 420.000 kasus.
Berdasarkan data-data diatas maka diperlukan suatu kebijakan tentang penanggulangan
Tuberkulosis yaitu Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 67
Tahun 2016. Tujuan dari kebijakan tersebut ialah Melindungi kesehatan masyarakat dari
penularan TB agar tidak terjadi kesakitan, kematian dan kecacatan. Namun sampai saat
ini permasalahan TB masih menjadi masalah yang membutuhkan perhatian dari
pemerintah karena belum tercapainya CDR yang sesuai target, salah satu penyebabnya
ialah kurangnya peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan TB. Padahal peran
serta masyarakat merupakan kunci penting dalam menangani masalah TB. Terutama
dalam membantu menemukan kasus TB dan membantu melakukan pengawasan terhadap
pengobatan pasien TB sampai sembuh, agar rantai penularan TB di Indonesia dapat
dihentikan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis telah disebutkan dalam bab VII pasal 25 bahwa masyarakat
dapat berperan serta dalam upaya penanggulangan TB dengan cara mempromosikan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS), mengupayakan tidak terjadinya stigma dan diskriminasi
terhadap kasus TB di masyarakat, membentuk dan mengembangkan warga peduli TB, dan
memastikan warga yang terduga TB memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Berdasarkan hal tersebut maka peran serta
masyarakat harus ditingkatkan utamanya dalam membentuk dan mengembangkan warga
peduli TB yang telah disebutkan dalam bab VII pasal 25 Permenkes RI No. 67 Tahun 2016
tersebut. Pembentukan dan pengembangan warga peduli TB dimaksudkan agar warga dapat
berperan aktif dan nyata dalam usaha penanggulangan TB. Namun, pada implementasinya
pembentukan dan pengembangan warga peduli TB masih kurang merata.

Metode Analisis Kebijakan


Terdapat beberapa macam metode analisis kebijakan, antara lain: 1) metode definisi, 2)
metode peramalan (prediksi), 3) metode rekomendasi (preskripsi), 4) metode pemantauan
(deskripsi), dan 5) Metode Evaluasi (Dunn, 2003). Dalam melakukan analisis kebijkan ini,
penulis menggunakan metode analisis kebijakan rekomendasi. Metode rekomendasi akan
dihasilkan suatu alternative pilihan dalam memperbaiki suatu kebijakan publik (Damayanti).

Hasil Analisis Kebijakan


Dalam analisis kebijakan, kata analisis digunakan dalam pengertian yang paling umum;
termasuk penggunaan intuisi dan pengungkapan pendapat dan mencangkup tidak hanya
pengujian kebijakan dengan memilah-milahkannya ke dalam sejumlah komponen-komponen
tetapi juga perancangan dan sintesis alternatif-alternatif baru (Dunn, 2003). Melakukan
analisis terhadap kebijakan publik, maka tidak terlepas dari bagaimana kebijakan publik
tersebut ditetapkan (Evans, 2006), berikut adalah hasil analisis kebijakan publik yang
diperoleh melalui pengamatan terhadap siklus kebijakan publik:
Perumusan Masalah Tuberkulosis di Indonesia
Masalah Data penemuan kasus baru dari kementerian kesehatan dimana pada
tahun 2014 = 176.677, 2015 = 169.793, 2016 = 156.723, 2017 =
168.412 dari data tersebut, Survei memperkirakan prevalensi TB
Peramalan sebesar 660/100.000 atau berarti bahwa 0,65% populasi Indonesia
menderita TB, atau setara 1.600.000 kasus TB, dimana tiap tahun
terjadi 1.000.000 kasus baru. CDR hanyalah sebesar 33%.
Rekomendasi Peran aktif masyarakat merupakan salah satu upaya Penanggulangan
Tuberkulosis yang terdapat dalam Bab VII Pasal 25

Pembentukan dan pengembangan warga peduli TB dimaksudkan agar


Pemantauan warga dapat berperan aktif dan nyata dalam usaha penanggulangan TB.
Namun, pada implementasinya pembentukan dan pengembangan warga
peduli TB dari lembaga pemerintah masih kurang merata.
Penilaian Permenkes RI No. 67 tahun 2016 tentang penanggulangan TB, sudah
baik dan lengkap namun, implementasi kegiatan penanggulangan TB
belumlah optimal dan merata. Hal ini terlihat dari belum merata
pembentukan warga peduli TB yang terdapat di desa-desa maupun
kelurahan di seluruh wilayah Indonesia ini lah yang menjadi salah satu
penyebab Indonesia menempati urutan ke-dua terbesar penderita TB di
dunia.
Berdasarkan alur kebijakan diatas terutama dalam tahap monitoring dapat diketahui bahwa
Pembentukan dan pengembangan warga peduli TB dimaksudkan agar warga dapat berperan
aktif dan nyata dalam usaha penanggulangan TB. Namun, pada implementasinya
pembentukan dan pengembangan warga peduli TB masih kurang merata. Bahkan belum
adanya upaya program nyata dari pihak-pihak terkait untuk membentuk dan mengembangkan
warga peduli TB. Padahal peran serta masyarakat merupakan salah satu kunci penting dalam
menangani masalah TB, terutama dalam membantu menemukan kasus TB dan membantu
melakukan pengawasan terhadap pengobatan pasien TB sampai sembuh, agar rantai
penularan TB di Indonesia dapat dihentikan. Untuk lebih jelasnya berikut adalah grafik
mengenai penemuan kasus TB baru dan keseluruhan jumlah kasus TB dari Tahun 2014-2017

Grafik.1 Jumlah kasus baru dan keseluruhan kasus TB dari Tahun 2014-2017.

400,000
360,770
350,000 330,910

300,000 324,539
298,128

250,000

200,000 Kasus TB Baru


176,677 169,793
168,412 Semua Kasus TB
150,000
156,723
100,000

50,000

0
2014 2015 2016 2017

Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2014-2017. Kementerian Kesehatan RI

Rekomendasi untuk Pengambil Kebijakan


Berdasarkan telaah di atas, penulis memberikan rekomendasi untuk mengoptimalkan peran
serta masyarakat agar dapat berperan aktif dan nyata dalam usaha penanggulangan TB
sebagai berikut :
1. Adekuasi sumber daya yang terlibat dalam upaya Penangulangan TB dari lingkungan
terkecil yakni keluarga, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi sampai
tingkat pusat.
2. Membentuk badan pengawas/ audit untuk melakukan survei lapangan ke daerah yang
berpotensi besar penyebaran TB. Badan pengawas TB selain bertugas melakukan
survey juga bertugas dalam membentuk dan memfasilitasi pembentukan dan
pengembangan warga peduli TB
3. Meningkatkan peran tenaga kesehatan masyarakat dalam upaya preventif dan
promotif penanggulangan TB
4. Upaya pembentukan dan pengembangan warga peduli TB. Dimana puskesmas
sebagai lini kesehatan pertama dapat melakukan kegiatan dengan membentuk dan
mengembangkan suatu organisasi masyarakat warga peduli TB di kelurahan-
kelurahan lingkup wilayah kerjannya. Dalam pembentukan dan pengembangan warga
peduli TB, Puskesmas dapat menjalin kerjasama dengan organisasi-organisasi
masyarakat yang telah ada misalnya organisasi PKK, Karang Taruna dan lain
sebagainnya. Dengan adanya organisasi masyarakat warga peduli TB dapat
meningkatkan peran serta masyarakat dalam memberikan informasi terutama dalam
membantu menemukan kasus TB dan membantu melakukan pengawasan terhadap
pengobatan pasien TB sampai sembuh, agar rantai penularan TB di Indonesia dapat
dihentikan.

Referensi
Dinkes Jateng. (2017). Gerakan Masyarakat Menuju Indonesia Bebas TB melalui aksi
Temukan Tuberkulosis Obati sampai sembuh (TOSS) di Keluarga.

Dunn, W. N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Evans, N. (2006). The Smoke Jumper (Sang Penerjun). Gramedia Pustaka Utama.

Ibrahim, I. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru di Wilayah Kota Tidore.
GLOBAL HEALTH SCIENCE, 34-40.

Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. (2016). 2015 Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kemenkes RI. (2017). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. (2018). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No.67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

World Health Organization. (2016). Global Tuberculosis. Jenewa, Swiss: Wordl Health
Organization.

Anda mungkin juga menyukai