Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia kesehatan dalam era globalisasi akhir-akhir

ini terus meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Begitu juga

tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin

tinggi. Sehubungan dengan itu, dampak dari adanya kesepakatan

ekonomi antara negara-negara di Asia Tenggara dan Cina atau yang

lebih dikenal dengan Asean Free China Trade Aggreement (AFCTA)

yang dimulai sejak 1 Januari 2010 telah secara langsung mendorong

para pemilik modal asing memanfaatkan peluang seperti ini terutama

yang berniat mengembangkan modalnya dalam usaha jasa rumah sakit.

Hal ini bisa dilihat dari indikasi berkembangnya usaha jasa rumah sakit di

dalam negeri. Bahkan hampir di setiap kota-kota besar di Indonesia

bermunculan rumah sakit dengan nama label (brand) internasional di

belakangnya. Para pemodal yang datang dari luar negeri tersebut antara

lain Siloam Group (Siloam Hospital), Premier (Premier Jatinegara), Royal

Group (Royal Hospital), Woman And Children, SOS International, dan

masih banyak lagi (Siregar, 2008).


Pada kondisi persaingan yang ketat saat ini masyarakat Indonesia

ada yang kurang percaya terhadap kualitas pelayanan rumah sakit di

Indonesia. Oleh karena itu, hal utama yang harus diprioritaskan oleh

rumah sakit adalah mutu pelayanan. Mutu pelayanan merupakan faktor

penting yang dapat membentuk kepercayaan pelanggan (Nursapiani,

2015).

Perkembangan rumah sakit saat ini sangat bervariasi sekali, ditilik

dari sisi fungsi rumah sakit, saat ini rumah sakit tidak hanya

menyembuhkan orang sakit tetapi telah bekembang menjadi suatu pusat

kesehatan. Hal ini seiring dengan munculnya kebutuhan akan

kesinambungan pelayanan kesehatan serta perkrmbangan ilmu dan

teknologi kedokteran sehingga rumah sakit juga menjadi tempat

pendidikan dan penelitian (Munaryo, 2008).

Rumah Sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks

karena merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan

ciri-ciri serta fungsi-fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan

jasa pelayanan kesehatan serta memiliki berbagai kelompok profesi dalam

pelayanannya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dikatakan pula bahwa Rumah Sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan mempunyai

karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu


pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial

ekonomi (Adyputra, 2016).

Menurut Depkes RI, mutu pelayanan merupakan tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan yang memuaskan pelanggan serta

diberikan standard dan etika profesi. Mutu pelayanan memiliki hubungan

yang erat dengan kepuasan pelanggan karena mutu pelayanan

memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan

hubungan yang kuat dengan rumah sakit. Pelayanan kesehatan di rumah

sakit harus mampu mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya.

Pada tahun 2010, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadakan

survei terhadap 989 pasien peserta jaminan di 19 rumah sakit pemerintah

dan swasta di kawasan Jabodetabek. Sekitar 70% responden masih

mengeluhkan pelayanan rumah sakit, dimana keluhan terbanyak terkait

dengan pelayanan administrasi. Keluhan lainnya yang muncul terkait

dengan pelayanan dokter, perawat, petugas rumah sakit lainnya, uang

muka, penolakan rumah sakit, serta fasilitas dan sarana rumah sakit

(Adyputra, 2016).

Menurut Cooper (1996), pemakai jasa perawatan kesehatan

termasuk rumah sakit selalu memperhatikan kualitas staf medis,

pelayanan gawat darurat, perawatan perawat, tersedianya pelayanan

yang lengkap, rekomendasi dokter, peralatan yang modern, karyawan

yang sopan santun, lingkungan yang baik, penggunaan rumah sakit


sebelumnya, biaya perawatan, rekomendasi keluarga, dekat dari rumah,

ruangan pribadi dan rekomendasi teman. Pengalaman yang dirasakan

pelanggan akan sebuah rumah sakit sangatlah unik dan memberikan

dampak terhadap kepuasan dan keputusan pembelian berikutnya.

Minat dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan

semakin meningkat, hal ini disebabkan meningkatnya pembangunan

disegala bidang sehingga membawa kemajuan bagi masyarakat.

Kemajuan-kemajuan tersebut telah memacu masyarakat untuk

memperoleh pelayanan umum termasuk pelayanan kesehatan yang

berkualitas (Siregar, 2008).

Upaya untuk mewujudkan pelayanan kesehatan tersebut telah

banyak dilakukan baik untuk upaya kesehatan masyarakat maupun upaya

kesehatan perorangan yang bertujuan agar masyarakat memperoleh

kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan

berkualitas. Kepuasan pasien dapat juga diartikan sebagai tingkat

perasaan pasien setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang

pasien jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan,

sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu

yang lama (Adyputra, 2016).


Kepuasan pasien merupakan reaksi perilaku sesudah menerima

jasa pelayanan kesehatan. Hal itu mempengaruhi pengambilan keputusan

pemanfaatan ulang yang sifatnya terus-menerus terhadap pembelian jasa

yang sama dan akan mempengaruhi penyampaian pesan/kesan kepada

fihak/orang lain tentang pelayanan kesehatan yang diberikan (Adyputra,

2016).

Kini semakin meningkat tuntutan masyarakat, termasuk tuntutan

terhadap kualitas pelayanan kesehatan, jadi sekarang adalah masa

keunggulan konsumen di dunia, dan semua institusi termasuk kesehatan

harus berorientasi pada kepuasan pelanggan. Oleh karena itu dalam

penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, maka rumah sakit harus

melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan umum dan pelayanan

medik, baik melalui akreditasi, sertifikasi, ataupun proses peningkatan

mutu lainnya (Dwiyono, 2016).

Dalam Manajemen Kesehatan penting bagi Rumah Sakit untuk

terus meningkatkan kemampuan memberikan pelayanan yang bermutu

pada masyarakat. Namun demikian, harus diakui bahwa upaya

memberikan pelayanan yang bermutu masih perlu mendapat perhatian.

Salah satu indikator tentang perlunya memperhatikan pelayanan

kesehatan dapat dilihat dari tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan

rumah sakit (Adyputra, 2016).


Hingga saaat ini, tingkat pemanfaatan fasilitas rumah sakit di

Indonesia nampaknya masih belum optimal. Pemanfaatan fasilitas Rumah

Sakit dapat dilihat melalui jumlah kunjungan pasien lama dan pasien baru.

Unit rawat inap adalah merupakan komponen dari pelayanan rumah sakit

yang melayani pasien yang perlu menginap untuk keperluan observasi,

diagnosis dan terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah,

kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi dan memerlukan pengawasan

dokter setiap hari. Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok

pelayanan kesehatan rumah sakit yang merupakan gabungan dari

beberapa fungsi pelayanan, yaitu pelayanan admisi, pelayanan

dokter/dokter spesialis, pelayanan keperawatan serta pelayanan sarana &

lingkungan rumah sakit (Adyputra, 2016).

Rumah sakit yang baik, akan menciptakan pasien loyal untuk

datang kembali berobat. Hal ini sejalan dengan pendapat Junarto (2012)

bahwa sistem manajemen rumah sakit merupakan suatu sistem terpadu

yang meliputi pendekatan struktur organisasi, kegiatan perencanaan,

pembagian tanggung jawab dan wewenang, praktek menurut standar

operasional, prosedur khusus, dan proses berkelanjutan dan

pengembangan SDM untuk mengembangkan, menerapkan, mencapai,

mengkaji, mengevaluasi dan mensinergikan kebijakan lingkungan dengan

tujuan rumah sakit (Adyputra, 2016).


BOR (Bed Occupancy Rate) atau persentase yang menunjukkan

rata rata tempat tidur yang dipakai setiap harinya. Pemanfaatan fasilitas

rumah sakit di Indonesia masih berada di bawah standar yang

seharusnya dicapai. BOR merupakan salah satu indikator untuk

mengevaluasi efisiensi pengelolaan rumah sakit. Secara garis besar dapat

dilihat dari dua segi, yaitu segi medis meninjau efisiensi dari sudut mutu

pelayanan medis dan dari segi ekonomi meninjau efisiensi dari sudut

pendayagunaan sarana yang ada. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka

penggunaan tempat tidur) = jumlah hari perawatan rumah sakit / (jumlah

tempat tidur x jumlah hari dalam satu periode) x 100%. Standar nilai atau

angka ideal yang seharusnya dicapai adalah 70 85% (Depkes RI tahun

2009). BOR pada rawat inap RSU UKI tahun 2007 sampai dengan 2016

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.
Efektifitas Penggunaan Tempat Tidur
Di Ruangan Rawat Inap RSU UKI
Tahun 2007-2016

No Tahun BOR (%)


1 2007 49
2 2008 44
3 2009 41
4 2010 41
5 2011 44
6 2012 61
7 2013 56
8 2014 58
9 2015 53
10 2016 50
Sumber : Data Rekam Medis RSU UKI
Berdasarkan data di atas didapatkan informasi bahwa BOR

instalasi rawat inap di RSU UKI belum efisien dari tahun 2007 hingga

2016. Pencapaian indikator BOR berdasarkan standar Kemenkes 2009

(70% - 85%) belum tercapai secara maksimal.

Nilai ideal pemanfaatan fasilitas rumah sakit BOR (Bed Occupancy

Rate) atau persentase rata - rata tempat tidur yang dipakai setiap harinya

di RSU UKI memang belum tercapai. BOR RSU UKI mengalami

penurunan setiap tahunnya khususnya setelah tahun 2012. Pada tahun

2012 ada peningkatan BOR yang sangat signifikan karena bekerjasama

dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS

Kesehatan).

Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia (RSU UKI),

berlokasi di Jalan Mayjen Sutoyo No.2 Cawang, Jakarta Timur dan

diresmikan tanggal 1 Desember 1973 oleh Menteri Kesehatan Prof.

Dr. G. A. Siwabessy merupakan rumah sakit swasta kelas B Pendidikan.

RSU UKI merupakan rumah sakit rujukan tipe B yang saat ini melayani

pasien melalui pelayanan rawat jalan, rawat inap, serta pelayanan

penunjang. Meningkatnya jumlah pasien pasca bekerjasamanya RSU UKI

dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS

Kesehatan) menjadikan RSU UKI menjadi salah satu rumah sakit

swasta yang menjadi rujukan di wilayah Jakarta Timur yang digunakan

oleh pasien sebagai tempat mendapatkan pelayanan kesehatan.


Di RSU UKI kapasitas tempat tidur adalah 200 dan saat ini yang

tersedia 180 tempat tidur untuk rawat inap. Jumlah tempat tidur yang

berada di kelas VVIP yakni 1 tempat tidur, kelas VIP yakni 8 tempat tidur,

kelas 1 yakni 24 tempat tidur, kelas 2 yakni 50 tempat tidur, dan

kelas 3 yakni 97 tempat tidur.

RSU UKI memiliki 68 orang dokter yang sebagian besar berasal

dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (FK.UKI), akan

tetapi keluhan terhadap pelayanan dokter terbanyak berdasarkan

survey adalah mengenai visit (kunjungan) dokter penanggung jawab

pasien yang tidak konsisten dan bahkan tidak datang / visit beberapa hari.

Kenyataan di era perkembangan teknologi informasi saat ini, masyarakat

mudah mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pelayanan

kesehatan di rumah sakit termasuk yang berhubungan dengan rawat

inap, misalnya : tentang hak dan kewajiban pasien, tentang tugas dan

fungsi dokter penanggung jawab pasien, tentang obat obatan, tentang

mutu pelayanan rumah sakit rujukan, dan lain lain.

Ditinjau dari segi mutu, loyalitas dipengaruhi oleh kualitas

pelayanan (Doinesia, 2014). Dari segi perilaku pasien, minat pemanfaatan

dipengaruhi oleh kepuasan dan persepsi tentang citra rumah sakit

(Hasan, 2010).Dan untuk mempersepsikan kepuasan pasien, kualitas

pelayanan, dan citra rumah sakit akan mendasarkannya pada nilai yang

dirasakan oleh pelanggan (Kotler, 2003). Model konseptual nilai tidak

hanya mengacu pada dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman,


tetapi Sweeney dan Soutar (2001) mencoba untuk mengembangkannya

tidak hanya terhadap variabel kualitas pelayanan jasa tetapi juga termasuk

unsur- unsur lainnya dari pemasaran, yaitu unsur instalasi (installation),

harga (price), kualitas pelayanan (services quality), profesionalisme

(profesionalism), sesuatu / hal yang baru (novelty), pengendalian (control),

kepuasan materi (hedonics), dan gengsi (prestige).

Rendahnya jumlah kunjungan dapat terjadi karena berbagai faktor

antara lain kondisi derajat kesehatan masyarakat yang sedang baik pada

saat itu, pemberian pelayanan kesehatan yang belum maksimal yang

sesuai dengan ekspektasi pasien, adanya pesaing, pasien lebih memilih

pengobatan alternatif, atau pasien lebih memilih untuk berobat sendiri atau

berobat keluar daerah (Dwiyono, 2016). Dari berbagai asumsi di atas

penulis lebih memilih asumsi yang menyatakan bahwa rendahnya jumlah

kunjungan pasien terjadi lebih dikarenakan oleh pemberian pelayanan

kesehatan yang kurang memuaskan karena dari survey dan keluhan yang

ada masih banyak yang tidak puas dan mengeluh tentang pelayanan yang

diberikan.

Pengaruh kualitas pelayanan (services quality) sebagai suatu

langkah stratejik dalam membentuk loyalitas pasien dan secara

bersama sama memberikan pengaruh yang signifikan dan positif

terhadap niat pemanfaatan ulang. Penelitian oleh Yulianitha R. (2014) di

RSUD Papua Jayapura diidentifikasi bahwa akibat terjadinya penurunan

jumlah pasien dikarenakan kepuasan pasien yang berfluktuasi.


Hasil penelitian menyatakan bahwa installation, service quality, price,

professionalism, novelty, control,hedonics, dan prestise secara bersama

sama berpengaruh terhadap niat memanfaatkan kembali. Penelitian yang

membahas tentang pengaruh nilai yang dirasakan oleh pelanggan

terhadap loyalitas pelanggan, melalui kepuasan pelanggan (servqual)

hasilnya telah di uji oleh Woro (2012) dan memberikan hasil yang

signifikan, penelitian ini membuktikan bahwa ketika pasien puas atau tidak

puas adalah suatu hal yang berhubungan dengan nilai yang

dirasakannya, maka akan mempengaruhi loyalitas pelanggan.

Berbeda dengan pendekatan kualitas dan ataupun kepuasan,

pendekatan menyangkut nilai (value) adalah pendekatan

multidimensional. Pendekatan multidimensional ini mendasarkan

perceived value pada nilai manfaat secara emosional (emotional value),

sosial (social value), dan fungsional (functional value). Dengan

menghubungkan kondisi RSU UKI dengan melihat nilai BOR yang

merupakan indikator kualitas pemanfaatan rawat inap yang menurun

setelah tahun 2012, yaitu jumlah kunjungan rawat inap yang menurun di

tahun 2013 - 2016, sehingga menimbulkan penafsiran bahwa :

a Meningkatnya pemanfaatan tempat tidur bila dilihat dari nilai BOR

dari tahun 2011 ke tahun 2012 merupakan suatu prestasi bagi

rumah sakit, namun dapat juga menjadi masalah bila tidak


ditangani secara baik. Hal ini dapat terlihat pada tahun 2016 nilai

BOR menurun.

b Meningkatnya jumlah kunjungan di tahun 2012 merupakan prestasi

bagi RSU UKI. Namun apabila tdak dapat ditangani secara baik

akan menyebabkan terjadinya keluhan pasien.

c Kepuasan pasien dapat menjadi faktor yang berkaitan dengan

loyalitas pasien dan menjadi faktor yang berkaitan dengan

meningkatnya jumlah kunjungan pasien rawat inap di tahun

2012. Adapun faktor lain biasanya berkaitan dengan kepuasan

pasien pasien yakni konsistensi visit Dokter Penanggung Jawab

Pelayanan (DPJP), keberadaan dokter jaga selama 24 jam, respon

time dokter, diagnosa dokter, dan lain sebagainya.

Dalam mempersepsikan kualitas pelayanan, kepuasan, ataupun citra,

seseorang akan mendasarkannya pada nilai yang dirasakannya. Oleh

karena itu, kualitas pelayanan (services quality) merupakan suatu kajian

yang penting dalam melihat mutu pelayanan terhadap pemanfaatan

ulang pasien rawat inap di RSU UKI Jakarta.


B. Kajian Masalah

Salah satu penilaian kepuasan adalah pemanfaatan kembali

fasilitas rumah sakit. Pemanfaatan fasilitas rumah sakit dapat kita nilai dari

BOR (Bed Occupancy Rate) atau persentase rata - rata tempat tidur yang

dipakai setiap harinya. Nilai ideal BOR yang harus di capai oleh sebuah

rumah sakit adalah 70 - 85% (Depkes RI tahun 2009). RSU UKI Jakarta

belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan mengenai BOR (Bed

Accupancy Rate) yakni 53% pada tahun 2015 dan 50% pada tahun 2016,

hal ini masih belum memenuhi standar BOR yakni 70 85%.

Dalam kaitannya dengan adanya peningkatan jumlah kunjungan,

maka RSU UKI perlu meningkatkan pelayanan kesehatan, pembangunan

kesehatan, dengan meningkatkan pelayanan sesuai standard dan etika

pelayanan profesi, serta menambah jumlah tempat tidur khususnya di

kelas 1 dan pemanfaatan tempat tidur di kelas 2 dan kelas 3. Dalam

kondisi seperti ini, RSU UKI perlu menambah jumlah tempat tidur sesuai

standar RS tipe B yakni minimal 200 tempat tidur.

Dengan adanya keluhan - keluhan yang diterima dari pasien perlu

diwaspadai kemungkinan adanya indikasi pasien tidak puas dan

kecewa dengan pelayanan RSU UKI. Sinyal buruk itu akan

mengakibatkan citra buruk melekat dalam jasa rumah sakit (brand

image). Dampaknya konsumen akan menjatuhkan pilihannya kepada

pesaing.
Menurut Palliati (2007), seorang pelanggan yang puas adalah

pelanggan yang merasa mendapatkan value dari produsen atau penyedia

jasa. Value ini bisa berasal dari produk, pelayanan, sistem atau sesuatu

yang bersifat emosional. Value bagi pelanggan ini dapat diciptakan melalui

atribut-atribut pemasaran perusahaan yang dapat menjadi unsur-unsur

stimulasi bagi perusahaan untuk mempengaruhi konsumen dalam

pembelian.Jika pembelian yang dilakukan mampu memenuhi kebutuhan

dan keinginannya atau mampu memberikan kepuasan, terjadi loyalitas

konsumen terhadap produsen atau penyedia jasa.

Banyak faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan

kesehatan, secara individu hal tidak terlepas dari faktor perilaku yang

dimiliki oleh masing-masing individu tersebut. Menurut Lawrence Green

(1980) dalam Notoatmojo (2010) beliau mengidentifikasi bahwa ada tiga

faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yakni, a)

faktor predisposisi (predisposing factor), seperti umur, jenis kelamin,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, kepercayaan, pengetahuan,

sikap dan nilai-nilai. b) faktor pendukung (enabling factor), seperti jarak,

tersedianya fasilitas, serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai fasilitas tersebut. c) faktor penguat/pendorong (renformacing

factor), seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas

lainnya.
Menurut Andersen dan Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa

faktor kebutuhan akan pelayanan juga mempengaruhi seseorang dalam

memanfaatkan pelayanan kesehatan. Seseorang akan membutuhkan

pelayanan kesehatan karena telah mengalami suatu penyakit dan akan

menggunakan pengalamannya tentang rumah sakit yang pernah

digunakan sebelumnya untuk menentukan mau kembali berobat ke rumah

sakit tersebut atau lebih memilih rumah sakit lain.

Sulitnya akses untuk menuju ke pelayanan kesehatan yang akan

dicapai secara fisik juga dapat menjadi salah satu faktor rendahnya

permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Jarak termasuk salah satu

faktor yang mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pemanfaatan

pelayanan kesehatan, semakin jauh rumah dari pusat pelayanan

kesehatan maka kemungkinan semakin kecil pula jumlah kunjungan ke

pusat pelayanan kesehatan (Azwar, 2010).

Hasil penelitian Situmeang (2010) menunjukkan bahwa

pengetahuan, pendidikan, dan sikap memiliki pengaruh terhadap sarana

pelayanan kesehatan di kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik

Kabupaten Tapanuli Tengah. Hasil penelitian Suud (2010) menunjukkan

bahwa pemanfaatan subsidi pelayanan gratis belum optimal. Sebanyak

58% responden pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam satu

tahun terakhir. Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan adalah pengetahuan, pendidikan, sikap, adanya penyakit dan

biaya transportasi. Rendahnya pemanfaatan pelayanan yang sudah


digratiskan terkait dengan kurang optimalnya kegiatan pelayanan dan

kurangnya sosialisasi kepada masyarakat dan juga sasaran masyarakat

yang diberikan subsidi kurang tepat.

Adapun faktor internal yang mempengaruhi loyalitas pasien antara

lain adalah lokasi yang strategis selalu menjadi pilihan utama pasien

dalam memilih Rumah sakit. Lokasi juga merupakan faktor yang penting

dalam menentukan pilihannya untuk memilih rumah sakit. Fisher dan

Anderson (1990), telah meneliti dan membuktikan bahwa lokasi

merupakan alasan yang paling dominan oleh pasien untuk datang ke

rumah sakit.

Faktor fisik rumah sakit seperti kerapihan atau penampilan petugas

sering menjadi dasar pasien untuk datang kembali beobat.Faktor

kebersihan rumah sakit merupakan factor yang turut mempengaruhi minat

masyarakat untuk berobat di rumah sakit tersebut. Ha ini sejalan dengan

pendapat Suai Anjono (2012) bahwa kebutuhan lingkungan rumah sakit

yang bersih yang terbebas dari pengotoran sampah, air limbah,

tercukupinya ketersediaan air bersih yang terbebas dari serangga dan

binatang pengganggu serta cara pemeliharaan yang tetap bisa

mempertahankan mutu kebersihan sudah menjadi tuntutan global.

Konsistensi petugas kesehatan (dokter, perawat, dan pegawai)

interaksi dengan pasien, kecakapan petugas dalam memberikan

pelayanan tentunya berkaitan erat dengan kesiapan keluarga dalam

membawa keluarganya kembali berobat pada suatu sarana kesehatan.


Hal ini sejalan sengan pernyataan Sukirman (2011) bahwa citra

pelayanan kesehatan Indonesia semakin hari semakin menurun. Hal ini

dibuktikan oleh tingginya minat masyarakat Indonesia untuk berobat ke

luar negeri seperti Malaysia dan Singapura dikarenakan kelengkapan

fasilitas dan kualitas pelayanan telah memenuhi harapan pasien.

Selanjutnya, Siti Mutmainnah Ikhmal (2012) menyatakan bahwa

setiap bagian atau unit pelayanan rumah sakit akan terjadi interaksi

pasien dengan petugas kesehatan. Pasien dengan harapanharapannya

terpenuhi, dan sebaliknya petugas kesehatan berusaha memberikan

pelayan seoptimal mungkin. Faktor yang tidak kalah pentingnya bagi

pasien adalah harga obatobatan atau pembayaran lainnya, seharusnya

terjangkau oleh mereka. Kalau harganya tidak sesuai maka pasien akan

segan untuk datang kembali berobat pada suatu rumah sakit. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ni Luh Maade S, dkk (2013)

bahwa berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa

adanya hubungan antara Kenyamanan, harga obat, ketersedian obat,

kemudahan pelayanan, dengan kepuasan pasien.

Hal ini sejalan dengan pendapat Junarto (2012) bahwa sistem

manajemen rumah sakit merupakan suatu sistem manajemen terpadu

yang meiputi pendekatan struktur organisasi, kegiatan perencanaan,

pembagian tanggung jawab dan wewenang, praktek menurut standar

operasional, prosedur khusus, proses berkelanjutan dan pengembangan


SDM untuk mengembangkan menerapkan, mencapai. Mengkaji,

mengevaluasi, dan mensinergikan kebijakan lingkungan dengan tujuan

rumah sakit.

Beranjak dari latar belakang masalah dan kajian masalah di atas

dan mengingat pentingnya loyalitas pasien bagi rumah sakit maka

sangat penting bagi peneliti mengetahui mutu pelayanan terhadap

pemanfaatan ulang pasien rawat inap di RSU UKI Jakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas diketahui bahwa dengan mutu

rumah sakit yang cukup baik berdasarkan orientasi standar praktek

pelayanan ternyata tidak diikuti juga dengan kenaikan jumlah kunjungan

pasien tetapi justru sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa pasien

mempunyai persepsi tersendiri terhadap mutu rumah sakit yang

diterimanya. Kepuasan pasien terhadap keseluruhan pelayanan yang

diterima akan berdampak pada minatnya untuk berperilaku dalam

memanfaatkan jasa yang sama. Berdasarkan pemaparan latar di atas,

penelitian ini dilakukan agar dapat menjawab pertanyaan berikut :

1. Terjadinya kecenderungan penurunan pasien rawat inap di RSU

UKI yang ditandai dengan menurunnya angka BOR dan masih

adanya keluhan tentang mutu pelayanan di rawat inap RSU UKI

Jakarta.
2. Seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan (service quality)

terhadap pemanfaatan ulang pelayanan rawat inap di RSU UKI

Jakarta.

3. Seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan (service quality)

terhadap terbentuknya loyalitas pasien rawat inap di RSU UKI

Jakarta.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan terhadap pemanfaatan

ulang pelayanan rawat inap di RSU UKI Jakarta.

2. Tujuan Khusus :

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien rawat inap,

gambaran persepsi mutu pelayanan rawat inap, gambaran

pemanfaatan ulang pelayanan rawat inap di RSU UKI Jakarta.

b. Untuk mengetahui mutu pelayanan petugas administrasi terhadap

pemanfaatan ulang di RSU UKI Jakarta.

c. Untuk mengetahui mutu pelayanan dokter terhadap pemanfaatan

ulang di RSU UKI Jakarta.


d. Untuk mengetahui mutu pelayanan perawat terhadap pemanfaatan

ulang di RSU UKI Jakarta.

e. Untuk mengetahui mutu pelayanan petugas farmasi terhadap

pemanfaatan ulang di RSU UKI Jakarta.

f. Untuk mengetahui mutu alat pelayanan terhadap pemanfaatan

ulang di RSU UKI Jakarta.

g. Untuk mengetahui mutu tempat tidur perawatan terhadap

pemanfaatan ulang di RSU UKI Jakarta.

h. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh dengan

pemanfaatan ulang pelayanan rawat ianp di RSU UKI Jakarta.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

keilmuan dalam rangka memperkaya dan memperluas ilmu pengetahuan

mengenai mutu pelayanan terhadap pemanfaatan ulang pelayanan rawat

inap di RSU UKI Jakarta. Dan melalui penelitian ini diharapkan pula

dapat menambah wawasan dan menjadi wadah pengembangan kajian

ilmu pengetahuan.
2. Manfaat Praktis

a. Sebagai tambahan wawasan pengetahuan bagi penulis khususnya

bidang rumah sakit.

b. Sebagai bahan masukan bagi jajaran direksi dan manajemen RSU UKI

khususnya bagian manajemen pemasaran dan humas dalam

pengambilan keputusan penyediaan layanan kesehatan yang

paripurna sesuai dengan standar nasional maupun internasional.

c. Sebagai bahan pembanding bagi mahasiswa lain yang ingin

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai manajemen rumah sakit

khususnya mengenai mutu pelayanan, nilai yang dirasakan pelanggan,

kepuasan pelanggan, dan pemanfaatan ulang pelayanan atau loyalitas

pasien.

F. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup Masalah

Masalah dibatasi pada mutu pelayanan rumah sakit dengan pemanfaatan

ulang pelayanan rawat inap di RSU UKI Kota Jakarta.

2. Lingkup Sasaran

Sasaran penelitian adalah pasien yang lebih dari sekali dalam

pemanfaatan ulang pelayanan rawat inap di RSU UKI Kota Jakarta.


3. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat bidang

konsentrasi Manajemen Pelayanan Kesehatan khususnya kajian dalam

mutu pelayanan rumah sakit.

4. Lingkup Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dengan

survei, interview, dan dokumen.

5. Lingkup Tempat

Tempat penelitian adalah ruangan rawat inap RSU UKI.

6. Lingkup Waktu

Waktu Pelaksanaan penelitian dijadwalkan adalah pada bulan Maret

sampai dengan Mei 2017.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mutu Pelayanan

Mutu suatu layanan secara umum merupakan salah satu faktor

yang menentukan keberhasilan perusahaan dalam memasarkan barang

dan jasa yang dihasilkan kepada pelanggan, sebab jika tidak maka

pelanggan akan berpindah pada perusahaan lain. Freddy Rangkuty

(2002) memberikan definisi tentang persepsi sebagai proses dimana

individu memilih, mengorganisasikan serta mengarttikan stimulus yang

diterima melalui alat inderanya menjai suatu makna. Meskipun demikian,

makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman

masa lalu individu yang bersangkutan. Sementara persepsi pelanggan

terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tingkat kepentingan

pelanggan, kepuasan pelanggan dan nilai.

Ada beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan hakekat

mutu. Menurut Crossby dalam Wijono dan Djoko (1999), antara lain:

a. Mutu adalah tingkat suatu kesempurnaan produk barang/jasa.

b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan

(commitment) yang selalu dicurahkan kepada pekerjaan.

c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.


Zeithaml dkk (1990), menguraikan beberapa pengertian yang harus

dipenuhi mengenai mutu pelayanan jasa yaitu mutu pelayanan jasa lebih

sulit dievaluasi :

a. Dalam mengevaluasi mutu pelayanan jasa pelanggan tidak

hanya mempertimbangkan pada outcome tetapi juga proses

ketika pelayanan diberikan.

b. Kriteria yang berlaku dalam mengevaluasi pelayanan tergantung

semata mata oleh penilaian pelanggan Secara spesifik, persepsi

dari mutu sesuatu jasa tergantung dari bagaimana seorang

provider dapat memahami ekspektasi pelanggannya terhadap

jasa yang diberikan.

Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas

bagi seseorang pasien terhadap pelayanan yang diterima, dimana mutu

yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat

kesehatan, kecepatan pelayanan, lingkungan perawatan yang

menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan prosedur, kelengkapan

alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau (Dharmmesta. 1999). Kualitas

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pasien walaupun merupakan nilai

subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh pengalaman

masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh

lingkungan. Khusus mengenai penilaian performance pemberi jasa

pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu


tekhnik medis dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan

pemberian informasi kepada pasien aspek penyakitnya serta memutuskan

bersama pasien tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan

interpersonal ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati,

kejujuran, ketulusan hati. kepekaan, dan kepercayaan dengan

memperhatikan privacy pasien.

Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu Pihak-pihak tersebut

adalah konsumen, pemberi jasa kesehatan (provider), pembayar (pihak

ketiga atau asuransi), manajemen RS, karyawan RS, masyarakat,

pemerintah dan ikatan profesi. Setiap kelompok tersebut berbeda sudut

pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu, mutu adalah multi

dimensional. Dimensi mutu atau aspeknya adalah Keprofesian, efisiensi,

keamanan pasien, kepuasan pasien atau konsumen dan aspek sosial

budaya (Donabedian, 1988).

Menurut Lori Di Prete dkk., dalam bukunya yang berjudul Quality

Assurance of Health Care in Developing Countnes dalam Wijono (1999).

faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi mutu pelayanan kesehatan

antara lain :

a). Akses atau Keterjangkauan Pelayanan.

Akses atau keterjangkauan pelayanan berarti pelayanan kesehatan

tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, budaya atau

ekonomi, organisasi dan bahasa Akses geografi diukur dengan jarak,

lama perjalanan, jenis transportasi dan hambatan fisik yang

menghalangi seseorang memperoleh pelayanan kesehatan.


Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya

pelayanan kesehatan Akses sosial atau budaya berkaitan dengan

dapat diterimanya pelayanan kesehatan secara sosial atau nilai

budaya kepercayaan dan perilaku. Akses organisasi berhubungan

sejauh mana pelayanan kesehatan dapat memberi kemudahan dan

kenyamanan pada pasien/konsumen Akses bahasa artinya

pelayanan kesehatan diberikan dengan bahasa yang mudah

dipahami oleh pasien/konsumen.

b). Efektivitas

Mutu pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas standar

pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis yang ada.

c). Kesinambungan Pelayanan Kesehatan.

Kesinambungan pelayanan kesehatan maksudnya, pasien akan

mendapat pelayanan kesehatan yang lengkap, yang dibutuhkan

termasuk rujukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi

yang tidak perlu. Pasien mempunyai akses kepada pelayanan

kesehatan yang diperlukannya, karena riwayat penyakitnya

diketahui, demikian pula pelayanan rujukan yang diperlukan Hal ini

dapat terlaksana karena pencatatan medik pasien itu lengkap, benar

dan akurat atau dengan cara menemui pemberi pelayanan yang

sama. Tidak adanya kesinambungan pelayanan kesehatan akan

mengurangi efisiensi dan mutu hubungan antar manusia.


d). Keamanan

Dimensi keamanan artinya, pelayanan kesehatan yang bermutu

harus aman dari resiko cedera, infeksi, efek samping atau bahaya

lain berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Keamanan melibatkan

pemberi pelayanan dan pasien Pasien dan petugas harus terlindung

dari infeksi, harus dibuat suatu prosedur yang menjamin keamanan

kedua belah pihak. Di ruang tunggu, pasien bisa mendapat resiko

ditulari oleh pasien lain agar hal ini tidak terjadi, perlu dilakukan

tindakan pengamanan,

e) Kenyamanan atau Kenikmatan

Kenyamanan terkait dengan pelayanan kesehatan dan tidak

berhubungan langsung dengan efektifitas klinik, tetapi dapat

mempengaruhi kepuasan konsumen dan kemauan untuk datang

berobat kembali ke tempat itu. Kenikmatan dapat meningkatkan

kepercayaan pasien kepada pelayanan kesehatan Jika biaya

pelayanan kesehatan menjadi masalah, maka kenikmatan akan

mempengaruhi pasien untuk membayar biaya pelayanan kesehatan.

Kenyamanan juga berkaitan dengan penampilan fisik pelayanan

kesehatan, personil, peralatan medis dan non-medis. Contoh unsur

kenikmatan lain ialah : membuat waktu tunggu lebih menyenangkan

dengan music, televisi, majalah, kebersihan ruangan, adanya

sekat/horden dalam kamar periksa. Kenyamanan dapat menjamin

pasien untuk datang berobat kembali dan peningkatan cakupan.


f). Ketepatan Waktu

Agar berhasil, pelayanan kesehatan itu harus dilakukan dalam waktu

dan cara yang tepat, oleh tenaga kesehatan dan peralatan yang tepat

serta dengan biaya yang efisien (tepat). Dalam penelitian lain yang

dilakukan Smith dan Metzne juga disebutkan adanya perbedaan

dimensi yang dimaksud.

Parasuraman et al., (1985) mengidentifikasikan sepuluh faktor utama yang

menentukan kualitas jasa yaitu:

1) Reliability, mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kerja

(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).

Hal ini berarti perusahaan memberi jasanya secara tepat

semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu berarti

bahwa peerusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya,

misalkan menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang

disepakati.

2) Responsivness, kemauan atau kesiapan para karyawan untuk

memberika8n jasa yang dibutuhkan pelanggan.

3) Competence, bahwa setiap orang dalam suatu perusahaan

memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar

dapat memberikan jasa tertentu.

4) Acces, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemani


5) Coursey, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan

keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti

resepsionis, operator telepon)

6) Communication, artinya memberikan informasi kepada

pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami serta

selalu mendengarkan saran dann keluhan pelanggan

7) Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibility

mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik

pribadi contact personnel dan interaksi dengan pelanggan

8) Security, yaitu aman dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety),

keamanan financial (financial security) dan kerahasiaan

(confidencity).

9) Understanding/knowing the customer, yaitu usaha untuk

memahami kebutuhan pelanggan.

10) Tangible, yaitu bukti fisaik dari jasa, biasa berupa fasilitas fisik,

peralatan yang digunakan, representatif fisik dari jasa (seperti

kartu kredit).

Pada penelitian selanjutnya ke sepuluh dimensi kualitas pelayanan

tersebut oleh Parasuraman et al., (1988) dirangkumkan menjadi

hanya lima dimensi pokok. Dimensi competence, coursey, credibility


dan security disatukan menjadi jaminan (assurance), sedangkan

dimeni acces, communication dan understanding/knowing the

customer disatukan menjadi emphaty.

Kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut :

1) Tangible, yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera/tepat waktu, akurat dan memuaskan

meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan penampilan personil.

2) Realibility, yaitu kemampuan melakukan layanan jasa atau

jasa yang diharapkan secara meyakinkan, akurat dan

konsisten.

3) Responsiveness, yaitu kemauan memberikan layanan dengan

cepat dan membantu pelanggan.

4) Assurance, yaitu meliputi pengetahuan, sopan santun dan

kemampuan karyawan menyampaikan kepastian dan

kepercayaan.

5) Emphaty, meliputi perhatian individu pada pelanggan,

kemudian dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik

dan memahami kebutuhan para pelanggan.


B. Mutu Pelayanan

Mutu Pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan

penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono,

2007). Mutu pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara

membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang

nyata-nyata mereka terima / peroleh dengan pelayanan yang

sesungguhnya mereka harapkan / inginkan terhadap atribut-atribut

pelayanan suatu perusahaan.

Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perseived service)

sesuai dengan yang diharapkan, maka mutu pelayanan

dipersepsikan sangat baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima

melampaui harapan konsumen, maka mutu pelayanan dipersepsikan

sangat baik dan bermutu. Sebaliknya jasa yang diterima lebih rendah

daripada yang diharapkan, maka mutu pelayanan dipersepsikan

buruk. Menurut Kotler (2002) definisi pelayanan adalah setiap

tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak

kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak

mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan

atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik.


Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dan tercapainya

kepuasan pada konsumen itu sendiri. Kotler juga mengatakan bahwa

perilaku tersebut dapat terjadi pada saat sebelum dan sesudah

terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi

akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang

yang lebih sering. Pelayanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa

atau service yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa

kemudahan, kecepatan hubungan, kemampuan dan

keramahtamahanyang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam

memberikanpelayanan untuk kepuasan konsumen. Mutu Pelayanan

dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para

konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima/ peroleh

dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan.


C. Rumah Sakit

Rumah sakit didefinisikan sebagai suatu fasilitas pelayanan

kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan

yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka

panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan

rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera, dan

melahirkan (Peraturan Menkes RI Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006).

Definisi ini berbeda dengan definisi yang diusung oleh Kep

Menkes Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997 yang menyebutkan rumah

sakit sebagai sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan

secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan

pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan serta dapat

dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian.

Menurut American Hospital Association, (1974) dalam Wijono

(1996), Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga

medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang

permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan

keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan

penyakit yang diderita oleh pasien.


Rumah sakit merupakan institusi yang kompleks, dinamis,

kompetitif, padat modal dan padat karya yang multi disiplin, serta

dipengaruhi lingkungan yang selalu berubah. Dilihat dari output yang

dihasilkan oleh rumah sakit maka terlihat jelas bahwa rumah sakit

tidak hanya menghasilkan jasa saja tetapi juga barang serta banyak

diantara rumah sakit yang mampu menghasilkan brainware.

1. Fungsi dan Peranan Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang RI No.44 tahun 2009 tentang rumah

sakit disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi sebagai:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan

melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua

dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.


Organisasi kesehatan dunia WHO, menjelaskan rumah sakit dan

peranannnya, bahwa rumah sakit merupakan suatu bagian integral

dari organisasi dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan

pelayanan kesehatan menyeluruh pada masyarakat baik pencegahan

maupun penyembuhan pelayanan pada pasien yang jauh dari

keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya, serta sebagai tempat

pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat biososial (Adisasmiti,

2009).

Rumah sakit secara konsisten dituntut untuk menjalankann misinya

sebagai institusi pelayanan sosial dengan mengutamakan pelayanan

kepada masyarakat dan harus selalu memperhatikan etika

pelayanannya.Disisi lainrumah sakit sebagai unit usaha perlu tetap

memperhatikan prinsip ekonomi.Oleh karena itu, pengelolaan rumah

sakit sebagai badan usaha sifatnya sangat spesifik yang harus selalu

menyelaraskan berbagai kebutuhan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip

manajemen modern agar pelayanannya dapat diberikan secara

bermutu, efektif dan efisien.


2. Klasifikasi Rumah Sakit

Berbagai status rumah sakit telah ditetapkan oleh Pemerintah

agar mampu mengakomodir kebutuhan pengelolaan rumah sakit.

Keragaman status tersebut antara lain rumah sakit sebagai Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Non Swadana, Swadana, Pengguna

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Perusahaan Jawatan

(Perjan), dan Badan Layanan Umum (BLU). Status ini ditetapkan

pada Rumah Sakit Pemerintah yang kepemilikannya ada di tangan

Pemerintah Pusat.

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria sebagai

berikut:

1) Klasifikasi berdasarkan kepemilikan, terdiri dari:

a. Rumah sakit pemerintah, terdiri dari:

Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen

Kesehatan.

o Rumah sakit pemerintah daerah.

o Rumah sakit militer.

o Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

b. Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta).

2) Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan, terdiri dari 2 jenis:

a. rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada berbagai

penderita dengan berbagai penyakit.


b. rumah sakit khusus, memberi pelayanan diagnosa dan

pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik

bedah maupun non bedah, contoh: rumah sakit kanker maupun

rumah sakit jantung.

3) Klasifikasi berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri dari 2 jenis:

a. Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang

menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi.

b. Rumah sakit nonpendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak

memiliki program pelatihan profesi dan tidak ada kerjasama

rumah sakit dengan universitas.

Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi

rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur

pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004).

a. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang

medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas)

subspesialis.

b. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang

medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.


c. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis

penunjang medik.

d. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sedikitnya

2 (dua) spesialis dasar.

D. Pelayanan Rawat Inap

Loho (1988), mengidentifikasikan kegiatan rawat inap meliputi

pelayanan dokter, pelayanan perawatan, pelayanan makanan, fasilitas

perawatan dan lingkungan perawatan.Tenaga dokter dan perawat

merupakan tenaga inti dalam jasa pelayanan rawat inap di rumah sakit

dimana kualitas tenaga dokter dan perawat memberikan dampak langsung

pada kualitas pelayanan rawat inap dan citra rumah sakit.


Menurut Kotler (2002) definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau

kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang

pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk

fisik.Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi

kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada

konsumen itu sendiri.Kotler (2002) juga mengatakan bahwa perilaku tersebut

dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada

umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang

tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering.

Menurut Depkes (1997), pelayanan rawat inap adalah pelayanan

kepada pasien untuk observasi, perawatan, diagnostik, pengobatan,

rehabilitasi medik dan atau kesehatan lainnya dengan menempati tempat

tidur. Aspek - aspek tersebut adalah penampilan keprofesian atau aspek

klinis, terkait dengan pengetahuan, sikap, perilaku, serta pengalaman dan

pengamalan ilmu dari tenaga profesi seperti dokter, perawat / bidan dan

tenaga profesi lainnya di rumah sakit; efisiensi dan efektifitas yaitu

pemanfaatan sumber daya di rumah sakit secara berdaya guna dan berhasil

guna; keselamatan pasien terkait dengan faktor resiko pada fasilitas, obat -

obatan, dokter, perawat / bidan dan lain - lain; serta kepuasaan pasien

meliputi kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah
sakit, suhu udara, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan,

keramahan, perhatian, privacy, makanan, tarif, dan sebagainya.

E. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

Menurut Griffin (2007) definisi pelanggan (customer) memberikan

pandangan yang penting untuk memahami mengapa perusahaan harus

menciptakan dan memelihara pelanggan dan bukan hanya menarik pembeli.

Definisi itu berasal dari kata costum, yang didefinisikan sebagai"membuat

sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa". Pelanggan adalah seseorang yang

menjadi terbiasa untuk membeli dari anda.Kebiasaan itu terbentuk melalui

pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa

adanya track record hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang

tersebut bukanlah pelanggan anda, ia hanyalah seorang pembeli (konsumen).

Pelanggan sejati tumbuh seiring dengan waktu.

Menurut Oliver (dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan

sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau

hasil yang dirasakannya dengan harapannya.Tingkat kepuasan merupakan

fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila

kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja

sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas.

Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas

harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar

dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang
puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi

komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.

Menurut Kotler (1988) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang

setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan

dengan harapannya.Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan

dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau

pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan

total bukanlah hal yang mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa

kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk

sementara waktu (Tjiptono, 1997).

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas individu karena

antara harapan dan kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang diberikan

terpenuhi.

Pasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990) mengemukakan bahwa

kepuasan pelanggan adalah perasaan pelanggan terhadap satu jenis

pelayanan yang didapatkannya. Menurut kotler (2003) kepuasan pelanggan

adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah

membandingkan antara persepsi atau kesan terhadap kinerja atau hasil suatu

produk dan harapan-harapannya.

Salah satu ciri dari rumah sakit yang mampu bertahan dan berkembang

dalam area persaingan yang memperhatikan kepuasan pelanggan atau


konsumen.Ditengah membanjirnya produk (jasa) sejenis yang ditawarkan oleh

berbagai rumah sakit.Konsumen cenderung untuk menentukan pilihan hanya

pada produk yang mampu memuaskan kebutuhan konsumen.Konsumen

akanmemberikan persepsi yang positif yang positif dari suatu produk jika

merasa mendapatkan manfaat setelah menggunakan produk tersebut.

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang

berorientasi pada kepuasan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai

dengan tingkat kepuasan rata-rata pengguna jasa.Kepuasan adalah suatu

keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat dipenuhi

melalui produk yang diberikan (Haffizurrachman, 2004).Kepuasan adalah

bentuk perasaan seseorang setelah mendapatkan pengalaman tehadap

kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan (Gerson, 2004).

Berdasarkan pada beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan

bahwa kepuasan pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap pelayanan

yang diberikan setelah membandingkan dari hasil pelayanan yang diberikan

dengan harapannya. Pasien akan merasa puas jika pelayanan yang diberikan

sesuai harapan pasien atau bahkan lebih dari apa yang diharapkan pasien.

Kepuasan berkaitan dengan kesembuhan pasien dari sakit atau

luka.Hal ini lebih berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan itu

sendiri, berkaitan pula dengan sasaran dan hasil pelayanan.Kepuasan pasien

dalam menilai mutu atau pelayanan yang baik, dan merupakan pengukuran

penting yang mendasar bagi mutu pelayanan. Hal ini karena memberikan

informasi terhadap suksesnya pemberi pelayanan. Pada hakikatnya tujuan


pemasaran adalah untuk menciptakan dan mempertahankan para pelanggan,

dalam manajemen mutu kualitas ditentukan oleh pelanggan, oleh karena itu

hanya dengan memahami proses dan pelanggan, maka organisasi dapat

menyadari dan menghargai makna kualitas. Kotler (2007), mendefinisikan

bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah

membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibanding dengan

harapannya.

Menurut Gerson (2004),kepuasan pasien adalah persepsi pasien

bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Sedangkan menurut

Nurachmah (2005), kepuasan pasien didefinisikan sebagai evaluasi paska

konsumsi bahwa suatu produk yang dipilih setidaknya memenuhi atau

melebihi harapan.

Kepuasan pasien dapat diartikan sebagai suatu sikap konsumen yakni

beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaanya terhadap pelayanan yang

pernah dirasakan, oleh karena itu prilaku konsumen dapat juga diartikan

sebagai model perilaku pembeli (Ilyas, 2003).

Gilson, dkk (1994) menyatakan bahwa kepuasan merupakan elemen

penting dalam kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Identifikasi harapan

dan penilaian masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang ada yaitu:

a. Kemanjuran obat, biaya terjangkau, tidak memerlukan waktu lama untuk

perawatan.

b. Memperoleh obat merupakan faktor yang paling penting yang mendasari

pola penggunaan pelayanan kesehatan.


c. Pandangan menyeluruh tentang penampilan yaitu sikap petugas yang

baik, kecakapan petugas, hubungan petugas, hubungan petugas dengan

pasien.

d. Persepsi masyarakat terhadap kualitas struktur meliputi jarak yang dapat

dicapai, kondisi gedung, ruang tunggu, privasi dan kelengkapan peralatan

medis. Persepsi masyarakat terhadap kualitas proses meliputi

keterampilan petugas, kecakapan staf, biaya perawatan dan penjelasan

pengobatan.

Kepuasan pasien akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa

dari pembeli jasa kepada pasien sesuai dengan apa yang dipersepsikan

pelanggan. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor subyektifitas yang dapat

membuat perbedaan persepsi atau kesenjangan antara pelanggan dan

pemberi jasa, ada lima kesenjangan dalam kualitas jasa (Hafizurrachman,

2004) :

a. Kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen

dan spesifikasi kualitas jasa.

b. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

c. Kesenjangan antara spesifikasi jasa dan jasa yang disajikan.

d. Kesenjangan antara penyampaian jasa aktual dan komunikasi eksternal

kepada konsumen.

e. Kesenjangan antara jasa yang diharapkan dan jasa aktual yang diterima

konsumen.
Kepuasan berkaitan dengan kesembuhan pasien dari sakit atau

luka.Hal ini lebih berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan itu

sendiri, berkaitan pula dengan sasaran dan hasil pelayanan.Kepuasan pasien

dalam menilai mutu atau pelayanan yang baik, dan merupakan pengukuran

penting yang mendasar bagi mutu pelayanan.Hal ini karena memberikan

informasi terhadap suksesnya pemberi pelayanan bermutu dengan nilai dan

harapan pasien yang mempunyai wewenang sendiri untuk menetapkan

standar mutu pelayanan yang dikehendaki (Hafizurrachman, 2004).

Menurut Parasuraman (dalam Kotler 2003: 122) perwujudan

kepuasan pelanggan dapat diidentifikasi melalui dimensi kualitas pelayanan

yaitu :

1. Tangibles

Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik yang dapat

diandalkan untuk memberikan pelayanan sesuai yang telah dijanjikan.

2. Reliability

Kemampuan sesuai dengan yang telah dijanjikan dengan akurat dan

terpercaya.

3. Responsiveness

Keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan

pelayanan dengan sebaik mungkin.


4. Assurance

Pengetahuan dan kesopansantunan para pegawai suatu perusahaan

serta kemampuan mereka untuk menumbuhkan rasa percaya para

pelanggan kepada perusahaan.

5. Emphaty

Perhatian secara individual kepada konsumen seperti kemudahan untuk

menghubungi pihak perusahaan, kemampuan karyawan untuk

berkomunikasi dengan konsumen dan usaha perusahaan untuk

memahami keinginan dan kebutuhan konsumen.

Kelima dimensi tersebut kemudian dikembangkan menjadi suatu alat ukur yang

disebut Servqual (service quality). Penelitian menggunakan dimensi mutu

ServQual untuk mengukur kepuasaan pelanggan sudah banyak dilakukan di

bidang perumahsakitan. Diantara kelima dimensi tersebut diketahui dari hasil

kliping koran dari berbagai surat kabar yang dikumpulkannya ternyata sekitar

60% dari keluhan konsumen berasal dari ketidakpuasan terhadap perusahaan

yang berhubungan dengan dimensi Reliability (Handi Irawan, 2002).

Menurut Tjiptono (1998), adanya kepuasan pelanggan / pasien dapat

memberikan beberapa manfaat, yaitu:

1. Hubungan antara pembeli pelayanan dan pelanggan menjadi harmonis.

2. Memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang pasien.


3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pasien atau pasien.

4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan

pemberi pelayanan.

5. Reputasi pemberi pelayanan menjadi baik di mata pelanggan atau

pasien.

6. Dapat meningkatkan jumlah pendapatan.

F.Tinjauan Umum Tentang Kepuasan Pasien

Para ahli mempunyai pendapat tentang pengertian kepuasan, menurut

Jacobalts (1989) dalam Tjiptono (2002), kepuasan mempunyai dimensi fisik,

mental,dan social yang terkait dengan struktur, proses, dan outcome

pelayanan, sedangkan ketidakpuasan adalah kekecewaan terhadap layanan

kesehatan yang diungkapkan dalam bentuk keluhan, protes, kemarahan, surat

terbuka dalam media massa, surat pengaduan pada ikatan profesi hingga ke

pengadilan dengan tuntutan mal praktek.

Zeithalm (1994) memandang tingkat kepuasan (satisfaction) pelanggan

dapat timbul disebabkan oleh adanya suatu transaksi khusus antara produsen

dengan pelanggan yang merupakan kondisi psikologi yang dihasilkan ketika


faktor emosi mendorong harapan (expectation) menyesuaikan (matching)

dengan pengalaman mengkonsumsi sebelumnya (perception). Antara

kepuasan dengan sikap terdapat perbedaan. Sikap pelanggan bersifat relative

terhadap produk atau proses (missal: customer service) sedangkan kepuasan

adalah relative emosional (disconfirmation) terhadap pengalaman

mengkonsumsi sebelumnya.

Definisi lain juga disampaikan oleh Oliver (1997) bahwa satisfaction is

the consumers fulfillment response. It si a judgment that a product or service

feature, or the product or service itself, provided (or is providing) a pleasurable

level of consumption-related fulfillment, including levels of under-or over

fulfillment. Artinya kepuasan adalah proses pemenuhan. Hal tersebut

merupakan penilaian atas ciri produk atau jasa itu sendiri. Mendapatkan suatu

tingkat kepuasan atas pemenuhan pelanggan, termasuk tingkat lebih atau

kurang atas pemenuhannya.

Sedangkan Teori kepuasan menurut Linder Pelt (1996), meliputi a)

assesibility atau keterjangkauan, b) availability atau ketersediaan sumber

daya, c) kontinuitas pelayanan, d) efektivitas, e) keuangan, f)humanitas, g)

ketersediaan informasi, h) pemberian informasi, i) kenyaman lingkungan, j)

kompetensi petugas. Sedangkan teori kepuasan menurut Gunarsa Singgih

(1995), meliputi karakteristik pasien ya itu umur, pendidikan, pekerjaan, etnis,

sosio-ekonomi, dan diagnose penyakit.

Secara garis besar, riset-riset kepuasan pelanggan didasarkan pada

tiga teori utama: contrast theory, assimilation theory, dan assimilation-contrast


theory (Chiou, 1999). Contrast Theory berasumsi bahwa konsumen akan

membandingkan kinerja produk actual dengan ekspektasi pra-pembelian.

Apabila kinerja actual lebih besar atau sama dengan ekspektasi.

Assimilation-contrast theory berpegangan bahwa terjadinya efek

asimilasi (assimilation effect) atau efek kontras (contrast effect) merupakan

fungsi dari tingkat kesenjangan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja

actual. Apabila kesenjangan besar, konsumen akan memperbesar gap

tersebut, sehingga produk dipersepsikan jauh lebih bagus/buruk dibandingkan

kenyataannya (sebagaimana halnya contrast theory). Namun, jika

kesenjangannya tidak terlampau besar, assimilation theory yang berlaku.

Dengan kata lain, jika rentang deviasi yang bisa diterima (acceptable

deviations) dilewati, maka kesenjangan antara ekspektasi dan kinerja akan

menjadi signifikan dan di situlah efek kontras berlaku.

Berdasarkan model kepuasan kualitatif yang mereka kembangkan,

Stauss & Neuhaus (1997) membedakan tiga tipe kepuasan dan dua tipe

kepuasan berdasarkan kombinasi antara emosi-emosi spesifik terhadap

penyedia jasa, ekspektasi menyangkut kapabilitas kinerja masa depan

pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk memilih lagi penyedia jasa

bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan dan ketidakpuasan tersebut adalah:


a. Demanding customer satisfaction. Tipe ini merupakan tipe

kepuasan yang aktif. Relasi dengan penyedia jasa diwarnai emosi

positif, terutama optimism dan kepercayaan. Berdasarkan

pengalaman positif di masa lalu, pelanggan dengan tipe kepuasan

ini berharap bahwa penyedia jasa bakal mampu memuaskan

ekspektasi mereka yang semakin meningkat di masa depan. Selain

itu, mereka bersedia meneruuskan relasi yang memuaskan dengan

penyedia jasa. Kendati demikian, loyalitas akan tergantung pada

kemampuan penyedia jasa dalam meningkatkan kinerjanya seiring

dengan meningkatnya tuntutan pelanggan.

b. Stable customer satisfaction. Pelanggan dalam tipe ini memiliki

tingkat aspirasi pasif dan perilaku yang demanding. Emosi

positifnya terhadap penyedia jasa bercirikan steadiness dan trust

dalam relasi yang terbia saat ini. Mereka menginginkan segala

sesuatunya tetap sama. Berdasarkan pengalaman-pengalaman

positif yang telah terbentuk hingga saat ini, mereka bersedia

melanjutkan relasi dengan penyedia jasa.

c. Resigned customer satisfaction. Pelanggan dalam tipe ini juga

merasa puas. Namun, kepuasannya bukan disebabkan oleh

pemenuhan ekspektasi, namun lebih didasarkan pada kesan bahwa

tidak realistis untuk berharap lebih. Perilaku konsumen tipe ini


cenderung pasif. Mereka tidak bersedia melakukan berbagai upaya

dalam rangka menuntut perbaikan situasi.

d. Stable customer dissatisfaction. Pelanggan dalam tipe ini tidak puas

terhadap kinerja penyedia jasa, namun mereka cenderung tidak

melakukan apa-apa. Relasi mereka dengan penyedia ajsa diwarnai

emosi negative dan asumsi bahwa ekspektasi mereka tidak bakal

terpenuhi di masa datang. Mereka juga tidak melihat adanya

peluang untuk perubahan atau perbaikan.

e. Demanding customer dissatisfaction. Tipe ini bercirikan tingkat

aspirasi aktif dan perilaku demanding. Pada tingkat emosi,

ketidakpuasannya menimbulkan protes dan oposisi. Hal ini

menyiratkan ereka juga bahwa mereka akan aktif dalam menuntut

perbaikan. Pada saat bersamaan,

mereka juga merasa tidak perlu tetap loyal pada penyedia jasa.

Berdasaran pengalaman negatifnya, mereka tidak akan memilih

penyedia jasa yang sama lagi di kemudian hari.

Sedangkan menurut Dabholkar, et al. (2000) menyimpulkan bahwa kepuasan

pelanggan berperan sebagai mediator dalam hubungan antara kualitas jasa

dan minat berperilaku.

G. Kerangka Teori

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian

pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok tentang faktor yang


mendorong individu membeli pelayanan kesehatan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi pencarian pelayanan kesehatan berarti juga mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi pencarian pelayanan kesehatan berarti juga

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan/utilisasi (Ilyas,

2003).

Menurut Notoatmodjo (1993) perilaku pencarian pengobatan adalah

perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau

mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan masyarakat terutama di

Negara yang sedang berkembang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilihat sebagai

usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke

fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan modern maupun pengobatan tradisional

(Ilyas, 2003).

a. Model utilisasi pelayanan kesehatan Andersen (1975)

Andersen mendiskripsikan model sistem kesehatan merupakan satu

model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku

pemanfaatan pelayanan kesehatan (behavioral model of health service

utilization). Andersen mengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan

pelayanan kesehatan ke dalam 3 kategori utama yaitu : 1) karakteristik

predisposisi (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll), 2)

Karakteristik kemampuan (penghasilan keluarga, pengetahuan, dll), 3)

Karakteristik kebutuhan (penilaian individu dan penilaian klinik), (Ilyas, 2003).


b. Model Green (1980)

Green menjelaskan bahwa tindakan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu

1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi yang membangkitkan

motivasi seseorang untuk bertindak.

2) Faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan, keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan unrung

mendukung perilaku kesehatan seseorang seperti fasilitas kesehatan,

personalia, keterjangkauan biaya, jarak dan fasilitas transportasi.

3) Faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan faktor yang menentukan

apakah tindakan seseorang memperoleh dukungan atau tidak. Misalnya

dukungan dari pemimpin, tokoh masyarakat dan orang tua, Notoadmodjo,

(2007).
Berdasarkan serangkaian teori (Ilyas, 2003), Andersen (1975) dan Zeithalm

(1996), maka disusun kerangka teori sbb:

Teori Lawrence Green

Predisposisi
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Pengetahuan
Sikap
Enabling Dimensi Mutu Pemanfaatan
Jarak Pelayanan Rumah Sakit
Tersedianya Fasilitas Petugas
Waktu Tempuh Dokter
Penguat Perawat
Sikap petugas Admiistrasi
Perilaku petugas Petugas
(Notoatmodjo, 2010) farmasi Minat
Fasilitas : Pemanfaatan
- Alat ulang Rumah
- Tempat Sakit
Zchock, 1979 Tidur

Faktor fasilitas pelayanan


kesehatan
Kemampuan petugas
Status kesehatan
Pendapatan
Pendidikan
Faktor konsumen
Penerimaan pelayanan
kesehatan
Risiko sakit dan lingkungan

Sumber : Teori Green dan Zchok dalam Notoatmodjo, 2010


Gambar 2. Kerangka Teori

H. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian tinjauan pustaka dan kerangka teori penelitian tersebut di

atas, disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 3. Kerangka Konsep

MUTU PELAYANAN (X)


Menurut Persepsi Pasien
Mutu Pelayanan Petugas
Administrasi

Mutu Pelayanan Dokter

Mutu Pelayanan Perawat Pemanfaatan

Ulang Pelayanan
Mutu Pelayanan Petugas Rawat Inap di
Farmasi
Rumah Sakit
Mutu Alat Pelayanan
(Y)

Mutu Tempat Tidur


Perawatan

Keterangan : Mutu Pelayanan (X) adalah variabel independen


Pemanfaatan Ulang Pelayanan rawat Inap di Rumah Sakit (Y)
adalah variabel dependen
H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Alternatif :

Ada pengaruh antara mutu pelayanan dengan pemanfaatan ulang

pelayanan rawat inap di RSU UKI Kota Jakarta.

Hipotesis Nol :

Tidak Ada pengaruh antara mutu pelayanan dengan pemanfaatan ulang

pelayanan rawat inap di RSU UKI Kota Jakarta.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Survey Analitik dengan rancangan Cross

sectiona Study. Pendekatan cross sectional study yaitu pengamatan variabel-

variabel yang di ukur baik variabel bebas maupun variabel terikat dilakukan pada

saat yang bersamaan. Penelitian dengan pendekatan ini merupakan penelitian

non eksperimental yang mempelajari korelasi variabel variabel yang

diobservasi sekaligus pada saat yang bersamaan.

Penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif analitik yaitu penelitian

dengan menggunakan analisis uji pengaruh antara variabel independen (bebas)

dengan variabel dependen (terikat). Metode penelitian yang dipakai adalah

survey yaitu dengan mengumpulkan data primer secara langsung pada

responden melalui proses wawancara. Ciri dari metode survey ini adalah semua

data yang dikumpulkan dari responden melalui bantuan kuesioner.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji dan menganalisis pengaruh

mutu pelayanan terhadap minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat inap

Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia (RSU UKI) di Kota Jakarta.


B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta Timur yaitu di Rumah Sakit

Umum UKI, yang ditujukan kepada pasien lama di ruang rawat inap. Lama

penelitian diperkirakan selama 2 (dua) bulan. Waktu penelitian dimulai dari

bulan Mei s/d Juni 2017. Terhitung sejak proposal ini ditulis hingga ujian

tutup.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pasien rawat

inap RSU UKI yang memanfaatkan lebih dari sekali jasa pelayanan pengobatan

rawat inap di RSU UKI kota Jakarta. Berdasarkan jumlah kunjungan pasien tahun

2016 pasien yang memanfaatkan ulang pelayanan RSU UKI adalah 693 orang.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian pasien yang memanfaatkan

lebih dari sekali jasa pelayanan pengobatan rawat inap (lebih dari sekali) di RSU

UKI kota Jakarta. Pengambilan sampel ditentukan dengan cara Purposive, yaitu

dengan kriteria tertentu dan proporsional yaitu diambil secara proporsional pada

semua pelayanan ranap di RSU UKI. Sampel pada penelitian ini adalah pasien

yang memanfaatkan jasa pelayanan pengobatan rawat inap (lebih dari sekali) di

unit rawat inap RSU UKI selama penelitian pada bulan Mei hingga Juni 2017

yang memenuhi kriteria.


Besar sampel ditetapkan berdasarkan jumlah pasien yang berkunjung ke

pelayanan rawat inap RSU UKI tahun 2016 sebanyak 6394 pasien terdiri dari

5701 pasien baru yaitu pasien yang pertama kali dirawat (89%) dan 693 pasien

yang lebih dari sekali menggunakan fasilitas pelayanan rawat inap (11%).

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa besar sampel adalah 100 pasien.

Besar sampel diambil dengan memakai rumus menurut Lwanga dkk

(1990) sebagai berikut :

n1 = Z p q
d

Terhadap nilai n1, harus dikorelasi dengan jumlah referensi populasi (N) dengan
rumus :
N2 = N1
1+n1N

n1 = Estimasi jumlah sampel

n2 = Estimasi sampel yang terkorelasi

Z = Derajat koefisien kontingensi 1,96 (Tingkat kepercayaan 95,0%)

p = Populasi target

q = 1-P

d = Persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan (0,05)


Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa besar sampel adalah 100

pasien.

Cara pengambilan sampel adalah Purposive Sampling yaitu pengambilan

sampel berdasarkan kriteria. Kriteria yang dipilih adalah sebagai berikut :

1) Pasien yang memanfaatkan jasa pelayanan rawat inap lebih dari sekali di

RSU UKI Jakarta

2) Pasien bersedia diwawancarai

3) Pasien dapat berkomunikasi dengan cukup baik

4) Pasien bukan dari ICU atau Gawat Darurat atau yang menjalani tindakan

pengobatan khusus

5) Pasien tidak dipakai untuk penelitian lain

D. Sumber Data

Data penelitian merupakan faktor yang sangat menentukan penelitian

tersebut, data yang bagus harus bersumber dari yang benar dan dapat dijelaskan

secara akademik. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara

langsung dari sumber asli, tidak melalui media perantara. Dalam penelitian ini

sumber data primer berupa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan


kepada responden melalui kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Pengumpulan

data dilakukan oleh peneliti dan data yang diperoleh dari responden berupa

jawaban terhadap kuesioner, adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam

penelitian ini sebagai berikut :

Pencatatan identitas pasien yang dirawat

Pembagian kuesioner pada pasien

Penjelasan mengenai bentuk pengisian data responden dan cara

pengisian kuesioner

Pengisian kuesioner oleh responden

Pengembalian kuesioner dari responden ke peneliti

Data Primer adalah data yang didapatkan secara langsung terhadap obyek

penelitian. Dilakukan dengan wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner

terhadap pasien rawat inap di RSU UKI yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan. Pengumpulan data dilakukan secara langsung oleh peneliti di

lingkungan rawat inap RSU UKI.

Data primer meliputi sifat karakteristik pasien, penilaian persepsinya terhadap

mutu pelayanan rawat inap, minat pemanfaatan ulang dan alasan dalam memilih

kesediaan minat ulang di RSU UKI.


2. Data Sekunder

Merupakan hasil pencatatan dari data yang telah ada di RSU UKI. Data

sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung, melalui perantara atau pihak lain misalnya data demografi, geografi,

laporan perkembangan historis dan catatan dokumen rumah sakit yang boleh

dipublikasikan berupa profil rumah sakit, jumlah kunjungan, survey kepuasan,

data keluhan pasien dan lain-lain. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan

mencari dan menggunakan data yang sudah ada di dalam maupun dari luar

pihak RSU UKI antara lain data dari rekam medik RSU UKI.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

terstruktur. Dalam kuesioner tersebut memuat berbagai pertanyaan yang dirinci

menjadi 3 bagian yaitu tentang : 1) Identifikasi pasien, 2) Mutu rumah sakit

menurut persepsi pasien, 3) Minat pemanfaatan jasa pelayanan rawat inap

rumah sakit.

F.Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1) Teknik Pengolahan Data

Langkah-langkah dalam pengolahan data sebagai berikut :

a) Editing adalah memeriksa kembali kelengkapan akurasi terhadap

kemungkinan kesalahan pengisian jawaban dan keserasian informasi dari

responden.
b) Koding adalah memuat kode-kode tertentu melalui pengelompokan

keperluan untuk memudahkan pengolahan data.

c) Tabulating adalah membuat tabel frekuensi untuk semua jawaban yang

telah diberi kode sesuai dengan klasifikasinya masing-masing.

2) Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisa secara deskriptif analiik sesuai

dengan tujuan dan skala data variabel yang akan dianalisa, adapun tahap-

tahap analisis data yang digunakan adalah sbb :

a) Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini dipergunakan untuk memperoleh

gambaran masing-masing variabel. Kemudian data tersebut disajikan secara

deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi. Analisis deskriptif

dimaksudkan untuk mengetahui sebaran (distribusi) dari frekuensi jawaban

responden terhadap kuesioner yang telah diisi dan kecendrungannya.

b) Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh satu variabel bebas

terhadap satu variabel terkait. Uji analisis statistik yang digunakan adalah

Analisis Regresi Linier sederhana. Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh

hubungan dua variabel tersebut dengan skala data interval/rasio. Sebelum

melakukan uji signifikan dengan analisis regresi linier yang meliputi uji asumsi

multikolinieritas, autokorelasi, normalitas dan heteroskedastisitas, karena model

regresi yang baik harus memenuhi uji asumsi tersebut (Santoso, 2015).
c) Analisi Multivariat

Analisis Multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variabel

bebas atau lebih terhadap variabel terikat. Uji statistik yang digunakan ialah

regresi linier berganda. Pada penelitian ini analisis regresi linier berganda

dilakukan untuk mengetahui hubungan tujuh variabel bebas dengan variabel

terikat (Santoso, 2015).

Analisa regresi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara variabel-variabel yang diteliti hasil uji statistik. Analisis regresi diketahui

dengan bantuan program SPSS versi 22.

G. Penyajian Data

Setelah data diolah kemudian dibuat dalam bentuk tabel, diagram dan

dinarasikan.
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
MUTU PELAYANAN TERHADAP MINAT PEMANFAATAN
ULANG PELAYANAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA (RSU UKI) KOTA JAKARTA

IDENTITAS PEWAWANCARA

1. NAMA PEWAWANCARA
2. TANGGAL WAWANCARA
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
A.1 No. Responden :
A.2 Nama Rumah Sakit :
A.3 Nama Responden :
A.4 Jenis Kelamin :
1. Laki-Laki
2. Permpuan

A.5 Umur :....................... Tahun............

A.6 Tingkat Pendidikan :


1. Tidak Sekolah
2. Tidak Tamat SD
3. Tamat SD
4. SLTP/sederajat
5. SLTA/sederajat
6. D3/sederajat
7. Perguruan Tinggi
Pekerjaan :
A.7 1. Tidak Bekerja
2. PNS/TNI/POLRI/ABRI
3. Pensiun
4. Pegawai Swasta
5. Buruh
6. Petani/Nelayan
7. Lainnya, Sebutkan
Jenis Pasien :
A.8 1. Umum
2. BPJS
3. Lainnya (sebutkan)
Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai dengan perasaan anda :
Keterangan :

STP (Sangat Tidak Puas)


TP (Tidak Puas)
P (Puas)
SP (Sangat Puas)

B. DIMENSI MUTU

I. Mutu Pelayanan Petugas Administrasi

No. URAIAN TANGGAPAN


STP TP P SP
B.I. 1 Penampilan petugas Administrasi
B.I. 2 Kesopanan petugas Administrasi
B.I. 3 Tanggap dan respon petugas
Administrasi
B.I. 4 Cara penyampaian petugas
mudah dimengerti
B.I. 5 Pelayanan diberikan dengan
ramah, sopan dan santun
B.I. 6 Cepat dan terampil dalam
melayanani pasien
B.I. 7 Menunjukkan kepedulian dan
terampil dalam melayani pasien
B.I. 8 Mengerti akan kebutuhan pasien
B.I. 9 Cekatan dalam memberikan
pelayanan
B.I. 10 Selalu sabar dalam menanggapi
keluhan pasien
B.I. 11 Tidak membedakan pelayanan
pada setiap pasien
B.I. 12 Pelayanan petugas administrasi
cepat dan tepat waktu
B.I. 13 Pakaian petugas administasi
selalu bersih dan rapih
II. Mutu Pelayanan Dokter

No. URAIAN TANGGAPAN


STP TP P SP
B.II. 1 Berpakaian bersih dan rapi
B.II. 2 Cepat melayani pasien
B.II. 3 Sopan, ramah dan beretika baik
B.II. 4 Sapaan yang hangat dan tidak
cemberut
B.II. 5 Menjawab pertanyaan pasien dengan
senyum
B.II. 6 Dokter memberikan perhatian secara
individu kepada pasien
B.II. 7 Dokter dapat menentukan jenis
penyakit yang diderita secara cepat
dan tepat
B.II. 8 Dokter melakukan pemeriksaan pada
pasien dengan tepat
B.II. 9 Pasien dapat bertanya/ konsultasi
dengan dokter tentang penyakit
pasien secara jelas
B.II. 10 Dokter menjawab dengan segera
terhadap keluhan penyakit pasien
dengan cepat
B.II. 11 Dokter bertindak dengan cepat dalam
memberikan pengobatan pada pasien
B.II. 12 Pengobatan yang dilakukan oleh
dokter terhadap pasien manjur (cepat
sembuh)
B.II. 13 Dokter cukup pengalaman dalam
menjalankan profesinya
B.II. 14 Dokter selalu mengingat masalah
(penyakit atau keluhan) pasien
B.II. 15 Dokter memberikan rasa aman dan
nyaman pada saat berinteraksi
dengan pasien
III. Mutu Pelayanan Perawat

No. URAIAN TANGGAPAN


STP TP P SP
B.III. 1 Berpakaian bersih dan rapi
B.III. 2 Siap dan Cepat melayani
pasien
B.III. 3 Mengunakan bahasa yang
mudah dimengerti
B.III. 4 Tidak cemberut dan bentak-
bentak pasien
B.III. 5 Terampil dalam melayani
pasien
B.III. 6 Mengerti akan kebutuhan
pasien
B.III. 7 Perawat cekatan dalam
memberikan setiap tindakan
asuhan keperawatan
B.III. 8 Perawat selalu sabar
menanggapi keluhan pasien
B.III. 9 Perawat terampil dalam
melakukan tindakan
keperawatan
B.III. 10 Perawat tidak membedakan
pelayanan pada setiap pasien
B.III. 11 Perawat memberikan
perawatan kepada pasien
dengan penuh perhatian
B.III. 12 Perawat cukup pengalaman
dalam menjalankan
profesinya
B.III. 13 Perawat selalu mengingat
masalah (penyakit atau
keluhan) pasien
B.III. 14 Perawat memberikan rasa
aman dan nyaman pada saat
berinteraksi dengan pasien
IV. Mutu Pelayanan Petugas Farmasi

No. URAIAN TANGGAPAN

STP TP P SP
B.IV. 1 Penampilan bersih dan rapi
B.IV. 2 Siap dan Cepat dalam
memberikan obat
B.IV. 3 Menunjukkan sifat ramah
tamah
B.IV. 4 Memberikan pelayanan
dengan ramah
B.IV. 5 Menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti
B.IV. 6 Terampil dalam melayani
pasien
B.IV. 7 Petugas selalu sabar
menanggapi keluhan pasien
B.IV. 8 Petugas terampil dalam
memberikan pelayanan
B.IV. 9 Petugas tidak membedakan
pelayanan pada setiap pasien
B.IV.10 Petugas memberikan
pelayanan kepada pasien
dengan penuh perhatian
V. Mutu Alat Pelayanan

No. URAIAN TANGGAPAN

STP TP P SP
B.V. 1 Alat-Alat tindakan dokter dan
perawat tersedia
B.V. 2 Alat-Alat tindakan perawatan
lengkap
B.V. 3 Dalam melakukan tindakan alat
selalu terlihat bersih dan bebas
kuman
B.V. 4 Semua peralatan tertata
dengan baik dan rapih
B.V. 5 Pasien mendapatkan fasilitas
kamar mandi / WC yang bersih
dan berfungsi dengan baik
B.V. 6 Pencahayaan / penerangan
listrik di ruang perawatan gelap
B.V. 7 Pasien mendapatkan fasilitas
ruang perawatan, makan,
minum yang baik dan bersih

VI. Mutu Tempat Pelayanan

No. URAIAN TANGGAPAN

STP TP P SP
B.VI. 1 Ruangan terlihat bersih dan rapi
B.VI. 2 Ruangan perawatan bebas
kotoran
B.VI. 3 Ruangan perawatan tertata
dengan rapi
B.VI. 4 Tempat tidur perawatan terjamin
keamanannya baik fisik maupun
finansial
B.VI. 5 Kenyamanan tempat tidur
memuaskan
C. DIMENSI MINAT

No. URAIAN TANGGAPAN


STP TP P SP
C.I. 1 Apakah anda puas dengan
pelayanan administrasi yang
diberikan di RSU UKI
C.I. 2 Apakah anda puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh
dokter RSU UKI
C.I. 3 Apakah anda puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh
perawat dan bidan yang ada di RSU
UKI
C.I. 4 Apakah anda puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh
petugas farmasi yang ada di RSU
UKI
C.I. 5 Apakah anda puas dengan
peralatan untuk tindakan yang ada
di RSU UKI
C.I. 6 Apakah anda puas dengan fasilitas
tempat tidur yang berada di RSU
UKI
C.I. 7 Apakah anda puas dengan ruangan
yang ada di ruang perawatan RSU
UKI
C.I. 8 Apakah anda puas dengan
kebersihan ruangan di RSU UKI
C.I. 9 Apakah anda puas dengan
keramahan petugas, dokter, perawat
dan bidan yang ada di RSU UKI
C.I.10 Apakah anda puas dan ingin
kembali ke RSU UKI untuk
pengobatan/perawatan

Jakarta, .............................2017

.................................................
(Responden)
DAFTAR PUSTAKA

A. Parasuraman, Reflections on Gaining Competitive Advantage Through


Customer Value, Journal of the Academy of Marketing Science, Volume
25 N0. 2, hal. 154-161, Spring, 1997.
Aditama, TY. 2010. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi Kedua. Jakarta:
Penerbit UI Press.
Paliliati, Alida. 2007. Analisis Pengaruh Nilai Pelanggan, Kepuasan Terhadap
Loyalitas Nasabah Tabungan Perbankan Di Sulawesi Selatan. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.9, No. 1, pp. 73-81, Maret 2007.
Azwar, A. 2007.Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara.
Aryani, D. dan Rosinta, F., 2009.Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan
Pelanggan dalam Membentuk Loyalitas Pelanggan. Jakarta. FISIP UI.
Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, 17.
Berry and Parasuraman. 1991. Marketing Services. New York: The Free Press.
Bowers, Michael R., MirtMng. 1987. Developing New Services For Hospitals: A
Suggested Model. Vol 7, No. 2, pp.38-48.
Cooper, D.R., & Schindler, P.S. 2006.Business Research Methods (9th ed.). New
York: McGraw-Hill/Irwin.
Cengiz,Ekrem, dan Fazl Kirkbir. 2007. Customer Perceived Value: The
Development of A
Depkes RI (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depertemen Republik
Indonesia
Dwiyono, 2016. Hubungan antara mutu pelayanan dengan minat pemanfaatan
ulang pelayanan rawat inap di puskesmas Bonggo Kabupaten Sarmi Papa
Tahun 2015.Thesis.
Engel, James F et al. 1996. Perilaku konsumen.Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
Endah P. A., 2010. Pengaruh perceived value pada loyalitas konsumen yang
dimediasi oleh kepuasan konsumen dan dimoderatori oleh gender.
Purworejo. Jurnal Universitas Muhammadyah.
Siregar, FR., 2008. Pengaruh kualitas pelayanan (service quality) terhadap
kepuasan dan loyalitas pasien rawat inap di RSUD H.Adam Malik, Thesis

Fornell, Claes., Johnson, Michael D., Anderson, Eugene W., Cha, Jaesung dan
Bryant, Barbara Everitt. 1996. The American Customer Satisfaction Index:
Nature, Purpose, and Findings. Journal of Marketing.Vol 60 (Oktober):7-18
Griffin, J. 2003. Customer Loyality: Menumbuhkan dan Mempertahankan
Kesetiaan Pelanggan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Hartono, B. 2010.Manajemen Pemasaran untuk Rumah Sakit.Jakarta : Rineka
Cipta.
Hasan, Sabri. 2010. Pengaruh Kualitas Layanan, Citra, Nilai, Dan Kepuasan
Terhadap Loyalitas Pasien (Studi Pada Industri Rumah Sakit Di Kota
Makassar).Jurnal aplikasi manajemen vol.8 n0.1 februari 2010 ISBN:
1693-5241.
Irham Adyputra, 2016. Analisis pengaruh kualitas layanan, organizational citizen
behavior dan citra rumah sakit terhadap kepuasan dan loyalitad pasien
rawat inap RSUD H.M.Djafar Harum Kabupaten Kolaka Utara Tahun
2014.Thesis.
Jacobalis. 2002. Kumpulan Tulisan Terpilih Rumah Sakit di Indonesia dalam
Dinamika Sejarah, Transformasi, Globalisasi dan Krisis Nasional. Jakarta.
Yayasan Penerbit IDI.
Kotler, P dan Amstrong, G. 1997.Dasar-dasar Pemasaran Jilid I. Jakarta:
Prehalindo.
Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran Jilid 1 (11th ed.) (Benyamin Molan,
Penerjemah). Jakarta: PT. Indeks.
Kotler, P dan Keller, K. 2009.Manajemen Pemasaran. Edisi 12.Jilid 1 dan 2.
Jakarta: Indeks.
Kotler, P dan Lee, N. 2007.Pemasaran di Sektor Publik.Panduan Praktis untuk
meningkatkan kinerja pemerintah.Jakarta: Indeks.
Lupiyoadi, R dan Hamdani, A. 2006.Manajemen Pemasaran Jasa, edisi 2.
Jakarta: PT. Salemba Empat.
Nurlaela. 2009. Analisis faktor yang Berpengaruh terhadap Keputusan dan
Loyalitas Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo
Kabupaten Halmahera Utara. Tesis. Universitas Hasanudddin
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Prinsip- Prinsip Dasar.
Jakarta: PT Rinneka Cipta.
Oliver, R.L. 1980. A Cognitive Model of The Antecedents and Consequences of
Satisfaction Decisions. Journal of Marketing Research, 17.
Profil Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia (RSU UKI). 2016.
Jakarta.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., & Berry, L.L. 1985. A Conceptual Model of
Service Quality And Its Implications for Future Research. The Journal of
Marketing, 49.
Parasuraman, A. and Grewal, Dhruv. 2000. The Impact og Technology on the
Quality- Value-Loyalty Chain: A Research Agenda. Journal of the
Academy of Marketing Sience.Volume 28, No. 1.pages: 168-174
Riamas P.O., Pasinringi A. Syahrir., Irwandy. 2013. Pengaruh Perceived Value
Pasien Rawat Inap Terhadap Minat Memanfaatkan Kembali Di Rumah
Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2013. Tesis.
Robert W Woodruff, Customer Value: The Next Source For Competitive
Advantage, Journal of the Academy of Marketing Science, Volume 25 N0.
2, hal. 139-153, Spring, 1997.
Sabarguna, B. 2005.Pengambilan Keputusan Pemasaran di Rumah
Sakit.Yogjakarta: Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY.
Suprananto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk
Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sweeney, J.C., dan Soutar, G.N. 2001. Consumer Perceived Value : The
Development of A Multiple Item Scale. Journal of Retailing. 77:203-220
Tjiptono, Fandy. 1997. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Yogyakarta:Penerbit
Andi
Tjiptono, F. & Chandra, G. 2011.Service, Quality & Satisfaction.Edisi 3.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Woro Mardikawati, Naili Farida, 2012. Pengaruh Nilai Pelanggan Dan Kualitas
Layanan Terhadap Loyalitas Pelanggan, Melalui Kepuasan Pelanggan
Pada Pelanggan Bus Efisiensi. Yogyakarta. Jurnal Administrasi Bisnis,
Vol. 2.
Zeithaml, V.A., Berry, L.L., & Parasuraman, A. 1996.The Behavioral
Consequences of Service Quality.Journal of Marketing, 60.
Zulkifli M., 2007. Analisis Jalur (Path Analysis). Medan. Jurnal Manajemen
Unimed.

Anda mungkin juga menyukai