Penderita TB
Redaksi : Rosyidi | Sabtu, 26 Maret 2016 | 11:30 WIB
WILDAN IW
Sejumlah aktivias yang peduli pada pemberantasan dan pencegahan penyakit TB melepaskan
balon, dalam peringatan Hari TB sedunia, Kamis (25/3).
Sedangkan angka prevelensi (jumlah orang yang hidup dengan penyakit tertentu dalam
jangka waktu tertentu) TB adalah 272/100.000 penduduk, menurun 33 persen dari baseline
sebesar 442/100.000 penduduk, dan angka mortalitas (kematian) TB adalah 25/100.000
peduduk atau turun sebesar 49 persen dari 53/100.000 pada tahun 1990.
“Usaha keras yang sudah dilakukan berhasil membawa Indonesia sebagai negara pertama
regional Asia Tenggara yang mencapai target TB global, dengan angka penemuan kasus di
atas 70 persen dan angka keberhasilan pengobatan di atas 85 persen pada 2006,” kata Raisi,
saat menyampaikan sambutan Hari TB se-Dunia di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(BKPM) Jawa Barat, Kamis (25/3).
Diperkirakan, terdapat 1,6 juta orang penderita, dengan pengobatan TB paru BTA positif
minimal 85 persen sebesar 90 persen. Sasaran strategi nasional pengendalian TB hingga
tahun 2019, menurunkan prevelensi TB dari 297 per 100.000 penduduk pada tahun 2013
menjadi 245/100.000 penduduk pada 2019 mendatang.
“Masalah TB adalah masalah bangsa, yang harus ditangani secara bersama-sama,” katanya.
Ajat mengatakan, salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian negara di
dunia terhadap bahaya TB, WHO menetapkan 24 Maret sebagai hari TB sedunia.
Peringatan tersebut, tidak lain adalah kesempatan untuk meningkatkan kampanye dengan
penyebarluasan informasi terkait TB, serta mengajak semua pihak untuk terlibat aktif dalam
pencegahan dan pengendalian tubercolusis.
Menurutnya, peran LKNU melalui program CEPAT yakni membantu pemerintah daerah
dalam memberantas TB, terutama meningkatkan peran serta masyarakat dan komitmen para
pemangku kebijakan lain, untuk memperkuat mobilisasi serta advokasi untuk mempercepat
penurunan epidemic TB di dunia.
Saat ini, menurut dia, LKNU Cirebon sudah menggerakkan kader-kader di seluruh Kabupaten
Cirebon mendampingi masyarakat yang terkena TBC. Selama empat tahun terakhir, pihaknya
sudah mendampingi masyarakat di 19 Kecamatan.
“Dengan mengerahkan 223 kader, berhasil menyembuhkan ratusan penderita TBC dan terus
mendampingi kader-kader yang masih dalam penyembuhan,” katanya.
Bentuk pendamping yang dilakukan yakni, mengantarkan penderita TBC untuk periksa ke
puskesmas terdekat, dan mengontrol penderita meminum obat secara rutin minimal selama 6
bulan. Upaya itu dilakukan dengan cara terus mendampingi masyarakat penderita TBC
hingga sembuh total.
Pada tahun 2015, pihaknya berhasil menyembuhkan 44 penderita TBC, sebagian besar
penderita merupakan usia produktif. Penularan TBC lebih banyak berasal dari lingkungan,
oleh karena itu dihimbau agar masyarakat menerapkan pola hidup sehat dan rajin
membersihkan lingkungan sekitar.
“Penyakit TB itu menular melalui lingkungan, bukan keturunan. Oleh karena itu masyarakat
agar bisa menjaga kebersihan,” pungkasnya.*
http://news.fajarnews.com/read/2016/03/26/9908/indonesia.negara.kedua.terbanyak.penderita.tb
TANGGAL 17 JUNI 2017
Brebes Peringkat Kedua Terbanyak Kasus
TB di Jawa Tengah
CBMNews 3 bulan ago 250 Views
Moci Karo Uwane di Dinas Kesehatan Brebes Promosi Pencegahan TB HIV - Foto Rudi
Brebes ( cbmnews.net ) – Sesuai dengan data kasus penyebaran penyakit Tuberkulosis (TB)
Kabupaten Brebes tahun 2017, menempati posisi kedua terbanyak di Jawa Tengah setelah
Kabupaten Cilacap.
Demikian disampaikan Wasor TB Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes Johan Asanni dalam
kegiatan bersama Commuity TB-HIV Care Aisyiyah Kabupaten Brebes bertajuk “Moci
Bareng Uwane” dengan tema “Penanggulangan TB, Pengendalian HIV dan Penyelamatan Ibu
Hamil” di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes, Kamis (23/3).
Acara ini diselenggarakan oleh Radio Singosari RSPD Brebes kerjasama dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten Brebes.
Sampai saat ini, kata Johan, terdapat 43 kasus TB MDR di Kabupaten Brebes, dari total 958
kasus TB (+) di tahun 2016.
“Akumulasi dari data yang terhimpung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes, terdapat
1.958 kasus TB sampai saat ini. Oleh karena itu, sudah sepatutnya seluruh masyarakat
Kabupaten Brebes dapat bersama-sama melakukan upaya penanggulangan TB secara
maksimal, termasuk didalamnya juga Community TB-HIV Care Aisyiyah Kabupaten
Brebes,” katanya.
“ Pada kesempatan kali ini tengah bertepatan dengan serangkaian acara Hari TB Sedunia.
Pada kesempatan itu pula, dimanfaatkan oleh Community TB-HIV Care Aisyiyah untuk
melakukan penjaringan suspek secara masal, dengan cara kegiatan “Ketuk Pintu”. Dari
kegiatan tersebut, didapati 1.190 jumlah rumah yang didatangi, 3.570 warga yang
tersosialisasi, 123 suspek yang terjaring, dan 11 warga yang positif TB,” imbuhnya. (RD/LH)
iklan
http://cbmnews.net/brebes-peringkat-kedua-terbanyak-kasus-tb-di-jawa-tengah/
Indonesia Peringkat 4 Pasien TB
Terbanyak di Dunia
Unoviana Kartika
Kompas.com - 03/03/2014, 14:15 WIB
Ilustrasi TBC(Shutterstock)
"Indonesia peringkat empat terbanyak untuk penderita TB setelah China, India, dan Afrika
Selatan. Tapi, itu karena sesuai dengan jumlah penduduknya yang juga banyak," kata
Direktur Jenderal Pengawasan Penyakit dan Pengelolaan Lingkungan (P2PL) Kementerian
Kesehatan RI Tjandra Yoga Aditama di sela-sela acara Forum Stop TB Partnership Kawasan
Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Mediterania Timur, Senin (3/3/2014), di Jakarta.
Dalam forum tersebut, hadir pula Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia Khanchit
Limpakarnjanarat, Executive Director of Global Fund for AIDS, Tuberculosis, and Malaria
Mark Dybul, Executive Secretary of Global Stop TB Partnership Lucica Ditiu, Menteri
Kesehatan Nafsiah Mboi, Deputi Bidang Koordinasi Kesehatan, Kependudukan, dan
Keluarga Berencana Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Emil Agustiono.
Forum tersebut melibatkan 100 peserta dari 13 negara yang terdiri dari pengelola program TB
nasional, national stop TB partnership, dan LSM terkait.
Tjandra mengatakan, prevalensi TB di Indonesia pada 2013 ialah 297 per 100.000 penduduk
dengan kasus baru setiap tahun mencapai 460.000 kasus. Dengan demikian, total kasus
hingga 2013 mencapai sekitar 800.000-900.000 kasus.
Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi mengatakan, Indonesia dan negara-negara lain dengan
beban tertinggi penyakit TB perlu banyak belajar dari negara yang tergolong sukses
menanggulangi TB. Maka dari itu, pembentukan forum diskusi untuk berbagi informasi
tentang situasi terkini, pelaksanaan, dan tantangan dalam upaya melibatkan kemitraan yang
luas dan program penanggulangan TB penting untuk dilakukan.
"Kerja sama antarnegara untuk memperluas dan memperkuat penanggulangan TB juga perlu
dilakukan. Tidak hanya kerja sama soal dana, tetapi juga inovasi agar tiap orang bisa terbebas
dari TB," ujarnya.
Nafisah menegaskan, TB dapat dicegah dan diobati, tergantung kepada perilaku seseorang.
Menurut dia, selama seseorang menjalani hidup bersih dan sehat, ada banyak penyakit yang
bisa dicegah, termasuk TB.
Selain itu, ia juga menekankan pada pentingnya berobat sedini mungkin. Jika terjadi batuk,
perlu dicurigai dan diperiksakan. Apabila benar TB, bisa segera diobati. Semakin cepat
diobati, kemungkinan kesembuhannya pun besar.
http://lifestyle.kompas.com/read/2014/03/03/1415171/Indonesia.Peringkat.4.Pasien.TB.Terbanyak.d
i.Dunia
Jumlah Penderita TBC di Indonesia
Meningkat
May 2, 2017 isprawiroKesehatan, MedikUpdateNo Comment
Saat itu, semua komponen pelayanan kesehatan dibawah naungan tiga direktorat jenderal
(Bina Kesehatan Masyarakat, Pelayanan Medik dan Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan) harus terlibat dan meningkatkan koordinasi penanggulangan
Tuberkulosis atau TBC di Indonesia dengan menerapkan strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse). Komponen pelayanan kesehatan itu adalah Puskesmas, rumah
sakit(pemerintah dan swasta) dan Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4).
Penderita Penyakit TBC
Sayangnya hingga tahun 2015 penyakit ini kembali muncul dan tanpa disadari urutan
Indonesia menjadi ke-3 setelah India dan China. Artinya Tim TB External Monitoring
Mission WHO kepada Menteri Kesehatan yang dibacakan Ketua Tim Dr. Peter Gondrie pada
Pertemuan Evaluasi Program Penanggulangan TBC yang dibuka Pjs. Direktur Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Depkes Dr. Sri Astuti
Suparmanto,
MSc.PH tanggal 7 Februari 2003 di Kantor Depkes Jakarta tidak berhasil.
“Penderita terbanyak nomor satu itu India karena jumlah penduduknya 1,5 milyar. Kedua
Cina, negara dengan jumlah penduduk 1 milyar,” tutur Fathiyah Isbaniah, ahli pulmonologi di
Rumah Sakit Persahabatan. Jadi, sangat wajar jika negara tersebut menjadi dua negara
dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia.
“Dan lihat, penderita TBC di negara kita ada di urutan ketiga setelah negara tersebut,” kata
Fathiyah di Gren Alia Hotel Cikini. Jakarta Pusat, pada Selasa, 29 desember 2015.
Menurutnya, hal ini sangat disayangkan karena jumlah penduduk Indonesia jauh lebih sedikit
dari kedua negara tersebut yakni hanya seperempatnya.
Namun, Fathiyah melanjutkan, peningkatan jumlah angka penderita TBC di Indonesia tak
hanya dipandang melalui sisi negatif. Meningkatnya peringkat di Indonesia juga memiliki sisi
positif. “Lihat sisi positifnya. Adanya peningkatan jumlah angka penderita TB menunjukkan
bahwa sistem kalkulasi kita sudah baik,” tutur Fathiyah.
Dia menerangkan, dengan meningkatnya angka penderita maka asumsinya, banyak kasus dari
semua sektor dilaporkan. “Selama ini, kan, angka yang dilaporkan hanya dari puskesmas
saja,” ujar Fathiyah.
Semakin baiknya sistem penghitungan jumlah penderita, membuat lulusan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ini juga menduga bahwa semakin tingginya angka
penderita tersebut merupakan jumlah penderita TBC di Indonesia yang sesungguhnya.
http://medikanews.com/jumlah-penderita-tbc-di-indonesia-meningkat/
Dibentuk, Sukarelawan Pendamping
Penderita TBC
Minggu, 16 April 2017 / 15:52 WIB
Editor : Tomi sudjatmiko
Share Post
Share on Facebook
Share on Twitter
Istimewa
Partner ketuk rumah berjumlah 48 orang ini mendapatkan pelatihan pendampingan penderita
TB pada 2016. Kunjungan ke rumah penderita merupakan perihal urgen untuk mendeteksi
kemungkinan penyakit itu menular ke orang terdekat.
Indikasi penyakit ini seperti batuk berlangsung dua sampai tiga pekan. Para sukarelawan itu
mengajak penderita memeriksakan diri ke puskesmas terdekat dan memantau
perkembangannya dalam masa pengobatan kurun waktu tertentu.
“Obat-obatan TB gratis. Persoalannya pada pola hidup masyarakat yang masih menganggap
batuk adalah penyakit biasa. Padahal kalau positif TB, itu menular dan menjadi faktor
penyebab kematian. Agar bisa sembuh, penderita harus rutin minum obat,” lanjutnya. (R-10)
http://krjogja.com/web/news/read/30139/Dibentuk_Sukarelawan_Pendamping_Penderita_TB
C
Share Post
Share on Facebook
Share on Twitter
Istimewa
Sekretaris DKK, Purwanti mengungkapkan, karenanya, mulai bulan ini, DKK melakukan
gerakan ketuk pintu dengan mendatangi rumah-rumah warga menjaring penderita TBC
sekaligus penanganan medis. Pola penanganan penderita TBS secara pasif dengan pasien
berobat ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), tak begitu efektif.
"Bisa jadi, hal itu dipengaruhi anggapan masyarakat yang menganggap keluhan batuk terus
menerus sebagai penyakit batuk biasa, hingga enggan berobat ke Puskesmas atau layanan
kesehatan lainnya."
Pola mendatangi warga dari rumah ke rumah yang telah dilakukan selama dua pekan terakhir,
disebutnya cukup efektif, menjaring penderita TBC. Dengan mnggandeng sejumlah
organisasi kemasyarakatan yang peduli terhadap pemberantasan TBC, belasan penderita
dapat ditemukan dan langsung ditangani sampai sembuh.
Dalam gerakan ketuk pintu ini, setiap kali petugas menemukan warga menderita penyakit
batuk lebih dari sepekan, langsung dilakukan pengambilan sample dahak guna pemeriksaan
laboratorium milik Rumah Sakit mum Daerah (RSUD) Dr Moewardi. (Hut)
http://krjogja.com/web/news/read/26902/Di_Solo_Ada_1_660_Pengidap_TBC
Indonesia Peringkat Kedua Penderita
Tuberculosis Tertinggi di Dunia
Sabtu, 11 Maret 2017 / 08:37 WIB
Editor : Ivan Aditya
Share Post
Share on Facebook
Share on Twitter
Ilustrasi. (Foto : Dok)
"SSR TB-HIV/AIDS Care inu merupakan lembaga konsen pada upaya penanggulangan TB
berbasis komunitas (Community TB Care), bertujuan meningkatkan angka penemuan kasus
TB dan angka kesembuhan pasien di Unit Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan Non
Pemerintah dengan pengelolaan masyarakat (kader). Serta meningkatkan partisipasi
masyarakat melalui pembentukan komunitas peduli TB," kata Rismiyati di Wates, Jumat
(10/03/2017).
Data Dinas Kesehatan setempat, menyebutkan pada tahun 2014 ditemukan 118 kasus TB
baru dengan jumlah kasus TB sebesar 142 kasus, dan tahun 2015 terdapat 117 kasus baru
dengan jumlah kasus TB 234 kasus. Sedangkan tahun 2016 dari data Dinkes DIY, 91 kasus
baru dengan total kasus 177.
http://krjogja.com/web/news/read/26821/Indonesia_Peringkat_Kedua_Penderita_Tuberculosi
s_Tertinggi_di_Dunia
Share Post
Share on Facebook
Share on Twitter
Istime
wa
Hal itu dikemukakan Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Karanganyar, Fatkhul Munir, Rabu (02/11/2016).
Menurutnya, anggapan penyakit ringan pada gejala batuk menjadi penghalang penyembuhan
penyakit menular TBC.
Diperkirakan, TBC menjangkit 1.000 penderita di Karanganyar hingga tahun ini. Namun
pendampingan terhadap mereka di puskesmas tak sampai 30 persen dari total penderita.
Minimnya penderita TBC mengakses layanan puskesmas, lanjut Munir, diduga kurangnya
informasi masyarakat tentang penyakit itu. Tanpa pengobatan terstandar, bakteri tuberkulosis
hanya mereda di awal namun bakal lebih ganas saat kambuh. Celakanya lagi, bakteri bakal
kebal terhadap obat tertentu bagi penderita maupun yang tertular. Penderita juga tidak
menyadari risiko mengidapnya karena proses menuju fatalitas lama. (R-10)
http://krjogja.com/web/news/read/14471/Penderita_TBC_Sulit_Terdeteksi
Home
Publikasi
Tentang Kami
Program
Kota-Kota
Perspektif
Profil Staf
Home » Berita » Memotret Situasi Layanan VCT dan IMS di 2 Kota dan 5 Kabupaten di Jawa Tengah
Memotret
Situasi
Layanan
VCT
dan
IMS
di
2
Kota
dan
5
Kabupaten
di
Jawa
Tengah
26
May
SPEK-HAM
No Comments.
Bersumber dari tujuan nasional itulah maka lahir Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan yang dinilai sudah tidak relevan lagi di jaman globalisasi saat ini. Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 mengamanatkan tentang pentingnya peran pemerintah
daerah dalam memberikan layanan kesehatan yang non diskriminasi bagi seluruh
masyarakatnya.
Masyarakat tentu berharap bahwa layanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah daerah,
misalnya layanan VCT dan IMS tidak hanya diselenggarakan untuk project penanggulangan
HIV saja melainkan harus terus terselenggara tanpa harus bergantung pada donor asing,
dalam hal ini Global Fund For TB HIV. Penting bagi Pemerintah Daerah untuk
mengalokasikan anggaran Kesehatan Reproduksi dan Penanggulangan HIV dalam APBD di
daerah masing-masing untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat, khususnya
perempuan dengan menjamin ketersediaan layanan yang berkualitas dan aksesibel.
Desain Program Penanggulangan HIV yang dijalankan di Indonesia selama ini hanya
menyentuh pada populasi kunci saja, padahal kasus tertinggi HIV/AIDS adalah bukan hanya
untuk populasi kunci tetapi juga untuk ibu rumah tangga. Sampai dengan Maret 2014 jumlah
kasus HIV AIDS di Provinsi Jawa Tengah adalah 10.923 kasus, yang terdiri dari 3.339 kasus
AIDS dan 7.584 kasus HIV. Jumlah tersebut menempatkan Provinsi Jawa Tengah pada posisi
ke 6 dengan kasus HIV AIDS terbanyak di Indonesia. Dari jumlah kasus tersebut, 61,4% atau
lebih dari separuh penderitanya adalah perempuan. Dan menurut sebaran profesi penderita
HIV AIDS tersebut, perempuan khususnya ibu rumah tangga menduduki peringkat kedua
atau 18,2% setelah kelompok wiraswasta.
Saat ini Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM)
mengadvokasi pemerintah daerah agar melakukan kebijakan kesehatan yang non diskriminasi
dengan terlibat dalam penyusunan RPJMD dan MUSRENBANGKOT agar layanan
kesehatan mudah diakses, cepat dan terpercaya bagi masyarakat yang membutuhkan. SPEK-
HAM juga melakukan kerjasama strategis dengan Bapermas PP PA dan KB untuk melatih
kader kesehatan di 31 Kelurahan di Kota Surakarta.
Berikut ini kami sajikan data tentang beberapa layanan yang diselenggarakan olah
pemerintah daerah di 2 Kota dan 5 Kabupaten:
4. Puskesmas Nguter Nguter, Sukoharjo VCT dan IMS Layanan VCT dan IMS sudah bisa diakses gra
Puskesmas
1. Karangdowo, Klaten IMS Layanan IMS bayar Rp. 3500,- (Perda Retri
Karangdowo
5. BKPM Klaten VCT dan IMS Layanan VCT dan IMS bayar Rp. 15.000,-
5. Rumah sakit Umum Darerah Simo, Boyolali VCT Sudah di Set Up awa
Bon Ijo Simo tahun 2014, tetapi b
beroperasi sampai d
saat ini.
Membayar
1. RSUD Sragen Sragen VCT dan IMS
Rp. 17.000,-
Bayar retribusi
2. Puskesmas Sumberlawang Sumberlawang IMS
Rp. 3.500,-
Bayar retribusi
3. Puskesmas Gemolong Gemolong IMS
Rp. 3.500,-
Bayar retribusi
4. Puskesmas Sambirejo Sambirejo IMS
Rp. 3.500,-
DAFTAR LAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN KARANGANYAR YANG
MELAYANI IMS, IVATES, VCT , PTRM/TB
Bagikan ini!
11Shares
11
Pertemuan tersebut dihadiri kepala dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, PKK Kabupaten Tegal,
Organisasi Masyarakat, Bapeda, Bapermades, Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan
Aisyiyah Kabupaten Tegal, LSM kesehatan serta PKBI setempat.
“Perlu adanya dukungan bersama dari stakeholder yang nantinya akan mengayomi dan
mendukung program ini. Pertemuan penyusunan Road Map ini diharapkan bisa merumuskan
program dan strategi penanggulangan secara maksimal.” ungkap Gofar SE selaku kordinator
Community TB HIV Care Aisyiyah SSR Kabupaten Tegal.
Baca juga: Majelis Kesehatan Aisyiyah Tegal Raih Juara 1 se-Jawa Tengah
Sementara menurut Ketua PDA Kabupaten Tegal, program tersebut sudah rutin digiatkan
sejak tahun 2011. Melalui penyusunan road Map ini, ia mengharapkan seluruh pihak mampu
saling mendukung untuk menghasilkan Perda yang berpihak kepada masyarakat.
“Alhamdulillah Pimpinan Pusat Aisyiyah dipercaya untuk melaksanakan program yang
bekerjasama dengan Global Fund ATM. Pada tahun 2016 program yang dipercayakan
bertambah dengan penanggulangan HIV,” ucap Sri Purwaningsig, S.far, Apt.
Salah satu tujuan kegiatan ini adalah untuk membuat rencana aksi penanggulangan TB-HIV
daerah yang akan disepakati dan dilaksanakan bersama. “Kami berharap pada kepala dinas
kesehatan kab Tegal terus memberikan motivasi,” tambah Sri.
Ketua PKK Kab Tegal mengatakan bahwa pihaknya akan selalu mendukung program
Community TB Care Aisyiyah. Karena dengan adanya kegiatan seperti ini pemerintahan
Kabupaten Tegal terbantu dalam hal penanggulangan penyakit menular seperti TB dan HIV.
“Kami atas nama PKK kab Tegal akan membantu dalam hal sosialisasikan dari kegiatan
dasawisma dan sekaligus berpartisipasi untuk pencegahan penyakit menular. Mari kita
bersama-sama saling mendukung untuk mensukseskan program Kabupaten Tegal bebas TB
dan HIV,” tutur Nurlaela.
Kepala Dinas Kesehatan Kab Tegal ada 25 kasus di Kabupaten Tegal yang ditemukan
mengidap TB, 8 diantaranya sembuh dan sisanya harus medapatkan penanganan khusus. Di
tahun terdapat 2015 sebanyak 2029 kasus TB di Kabupaten Tegal. Selain melalui kegiatan
sosialisasi dan penyadaran masyarakat atas bahaya penyakit menular, perlu adanya
pencegahan dengan cara imunisasi dan pola hidup sehat (Hendra Apriyadi/MPI PDM Kab
Tegal).
Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kabupaten Karanganyar Mendukung Penuh Pembentukan SSR
(Sub-Sub Recipient) Community TB-HIV Care ‘Aisyiyah Karanganyar
02 Januari 2017 19:33 WIB | dibaca 219
Penyakit TB di Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang belum dapat diatasi. Diperkirakan pada tahun 2015 angka insiden TB di
Indonesia 399/100.000 dengan perkiraan angka prevalensi 647/100.000 dan angka kematian
TB-HIV sebesar 8,5 per 100.000 penduduk serta insiden TB-HIV sebesar 25 per 100.000
penduduk (Global Report TB Tahun 2015). Program TB di Indonesia di tahun 2015 telah
berhasil menemukan dan mencatat semua kasus TB sebesar 129 per 100.000 peduduk dan
pada tahun 2016 (data per 28 Agustus 2016) sebesar 51 per 100.000 penduduk. Angka
penemuan kasus TB sebesar 33%, angka ini hampir mencapai target Nasional yaitu sebesar
34%, dan angka keberhasilan pengobatan untuk kasus baru dan kambuh sebesar 84% dari
target 85%. Untuk itu guna menurunkan insidensi dan kematian akibat TB di Indonesia selain
dibutuhkan komitmen kuat dari pengambil kebijakan dalam melaksanakan program
penanggulangan TB, SR (Sub Recipient) Community TB-HIV Care ‘Aisyiyah Jawa Tengah
sebagai pelaksana program tingkat propinsi mengadakan pelatihan kader TB komunitas
serentak sejak 18 Nopember – 5 Desember 2016 untuk di 13 daerah seperti: Kab. Pati, Kab.
Kudus, Kab. Jepara, Kab. Pemalang, Kota Tegal, Kab. Boyolali, Kab. Sragen, Kab.
Karanganyar, Kab. Sukoharjo, Kab. Klaten, Kab. Purworejo, Kab. Wonosobo, dan Kab.
Purbalingga.
Tahun 2005 berdasar MOU antara Departemen Kesehatan dan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah,
‘Aisyiyah melanjutkan program penanggulangan TB dengan status sebagai SR (Sub
Recipient) dari Departemen Kesehatan. Kemudian Tahun 2005–2008, ‘Aisyiyah dengan
membentuk Komite Penanggulangan TB di tingkat Pusat sampai Tingkat Daerah
melaksanakan program yang terpadu dalam penanggulangan TB, yaitu penguatan potensi di
Unit Pelayanan Kesehatan, Pendidikan Kesehatan, dan potensi di komunitas yang terdiri dari
Pimpinan Organisasi, Mubalighot Motivator, guru anggota, Angkatan Muda Muhammadiyah
di 31 propinsi.
Tahun 2016 ini ‘Aisyiyah dipercaya oleh Global Fund sebagai sebagai PR (Principal
Recipient/Penanggung jawab utama) Ronde 8 untuk komponen TB, yang mewakili
Organisasi Masyarakat. PR ’Aisyiyah melibatkan kekuatan organisasi ’Aisyiyah-
Muhammadiyah dari Pusat hingga ke kelurahan/desa serta melibatkan jaringan amal usaha
kesehatan ‘Aisyiyah-Muhammadiyah (Rumah Sakit ’Aisyiyah, Poliklinik, Balkesmas, BKIA
’Aisyiyah). PR ’Aisyiyah juga melibatkan organisasi berbasis komunitas serta Unit
Pelayanan Kesehatan non pemerintah lainnya yang dikelola oleh swasta maupun milik
NGO/FBO yang bermitra.
Membimbing pasien secara mental dan spiritual untuk memiliki motivasi sehat
dengan minum obat teratur dan periksa ke UPK sampai sembuh, melakukan
kunjungan ke keluarga pasien serta kader mampu melakukan pencatatan pelaporan
yang tertib.
1. Melakukan advokasi kepada para pengambil kebijakan di tingkat Pusat dan daerah.
Para Kader Community TB-HIV Care ‘Aisyiyah Karanganyar tersebut dibentuk dengan
melibatkan 48 orang dari berbagai elemen perwakilan organisasi, tokoh agama, tokoh
masyarakat, dan juga nama-nama pilihan dari berbagai instansi terkait yang tersebar di
berbagai kecamatan dalam lingkup Kabupaten Karanganyar. Para kader tersebut selanjutnya
dikumpulkan dalam sebuah Training Kader SSR Community TB-HIV Care ‘Aisyiyah
Karanganyar yang diselenggarakan pada:
Susunan Panitia :
Waktu Kegiatan
Pelatihan Tahap I H
Pembukaan
1)L
- Pembacaan Al-quran
Pkl. 08.00 – 08.45 2)S
- Laporan ketua Panitia
Materi Inti IV 1)
Pkl. 09.00- 10.15
Komunikasi Efektif 2)
Pkl. 10.15 – 10.30 Coffee Break
Materi Inti IV 1. M
Pkl. 10.30 – 11.15
Komunikasi Efektif Lanjutan 2. P
Materi Inti V 1. M
Pkl.11.15– 12.00
Pencatatan dan pelaporan suspek TB 2. S
Pkl. 12.00– 13.00 Istirahat, Sholat dan Makan siang
Materi Inti V 1. M
Pkl. 13.00– 14.45
Pencatatan dan pelaporan suspek TB 2. S
KEGIATAN PRAKT
(Senin - Selasa, 2
Fasilitator d
Pelatihan Tahap II H
Review praktek lapangan dan pembahasan praktek
Pkl. 08.30 – 09.15 1)
lapangan
Pkl. 09.15 – 10.30 · Pre Test 1)
· Bina suasana
Lanjutan
Pelatihan Tahap II H
1)
Materi Inti II
Pkl. 09.45 – 10.30 2)
Pembinaan PMO
3)
Pkl. 10.30 – 10.45 Coffee break
1.
4.
Pkl. 12.00– 13.00 Istirahat, Sholat dan Makan siang
1)
Materi Inti III
2)
Pkl. 13.00– 14.00 Pencatatan dan pelaporan pasien TB
3)
Lanjutan
4)
Post Test
Pkl. 14.00– 14.15 Format
Rencana tindak lanjut
Kesimpulan pelatihan
Pkl. 14.15– 17.00
Penutup
Jadwal Kegiatan Training Praktek Kader Community TB-HIV Care SSR Kabupaten Karanganyar:
Penjaringan
Penjaringan
2 Selasa, 29 Nopember 2016
Penyuluhan
Gambar 09.
Gambar 07. Gambar 08.
Pelaksanaan Training Kader
Pelaksanaan Training Kader Pelaksanaan Training Kader Praktek Lapangan 1
Hari Pertama Hari Kedua
Gambar 10.
Gambar 11. Gambar 12.
Pelaksanaan Training Kader
Praktek Lapangan 2 Pelaksanaan Training Kader Pelaksanaan Training Kader
Hari Keempat Hari Kelima
Gambar 15.
Gambar 13. Gambar 14.
Kader TB-HIV SSR
Penutupan Training Kader Foto Bersama Training Kader
Karanganyar
Shared Post:
Pentingnya Kesehatan Reproduksi dan TB-
HIV oleh Aisyiyah Karanganyar
Penulis
153
“ini merupakan kegiatan ke 2 dalam rangka milad aisyiyah yang ke-103,setelah Ahad 5 Maret
kemarin mengadakan Seminar Hukum Ham, hari ini kita mengadakan seminar kesehatan”,
tuturnya.
Kunthi Bastona menambahkan bahwa tahun ini PDA mendapat tugas untuk penanggulangan
TB (Tuberculosis, Red.) di Karanganyar. Hal tersebut ditindaklanjuti dengan membentuk tim
TB dengan diketuai oleh Hj. Darsih Al Adib, Amd.Keb. sedangkan Ketua Program adalah
Shubuha PN, M.Si, yang juga Ketua Community TB-HIV (Human immunodeficiency virus,
Red.) Aisyiyah Karanganyar.
“Kita punya 48 kader TB, ini adalah pejuang – pejuang penanggulangan TB Karanganyar, 8
Kecamatan sudah ditangani, Colomadu, Kebakramat, Jaten, Tasikmadu, Karanganyar,
Mojogedang, Kerjo dan Karangpandan yang meliputi 12 wilayah puskesmas”, tambahnya.
Di akhir sambutannya Kunthi Bastona menghimbau kepada peserta seminar agar segera
membawa ke puskesmas apabila ada warga yang dicurigai menderita TB. “Orang – orang
yang dengan tanda-tanda batuk berkepanjangan , siang panas, malam dingin, berkeringat,
berat badan berkurang, silakan dibawa ke Puskesmas, gratis, obatnya gratis, dokternya gratis,
obatnya harus diminum tuntas”.
Sementara itu Ketua Panitia yang juga Ketua Majelis Kesehatan PDA Karanganyar Hj.
Darsih Al Adib dalam pelaporannya menyampaikan latar belakang diadakannya kegiatan
seminar kesehatan tersebut diantaranya kurangnya kesadaran menjaga kesehatan reproduksi
baik pria maupun wanita, juga pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan TB-HIV
masih rendah di masyarakat luas. “Harapannya kegiatan ini bisa menjadi agenda rutin yang
dilaksanakkan Majelis Kesehatan PDA Karanganyar mengingat besarnya manfaat dalam
kegiatan ini”, kata Darsih.
Seminar kesehatan dengan tema “Pola Hidup Sehat Mencegah Penyakit TB – HIV” tersebut
menghadirkan dr. Hj. Siti Mahfudah dan dr. Farida Nur Hayati sebagai pembicara. Acara
tersebut dihadiri oleh Majelis, Lembaga, AUM dalam kota, Kader TB, PCA se-Kab.
Karanganyar, IGABA dan NA. Acara diakhiri dengan pemeriksaan laborat gula darah,
kolesterol dan asam urat. (MPI PDM Kra – JOe/Oew).
Tanggulangi Tuberkulosis, PW Aisyiyah
Jateng Adakan Sosialisasi
December 7, 2016 by hariankudus
Sedang pada tahun 2016 (data per 28 Agustus 2016) tercatat sebesar 51 per 100.000
penduduk. Sementara dalam proses penanganan sesuai angka penemuan kasus TB sebesar
33%, meski angka ini hampir mencapai target Nasional yaitu sebesar 34%, dan angka
keberhasilan pengobatan untuk kasus baru dan kambuh sebesar 84% dari target 85%. Meski
begitu musti terus selalu digalakkan.
Guna menurunkan insidensi dan kematian akibat TB di Indonesia Community TB-HIV Care
‘Aisyiyah Jawa Tengah beberapa waktu lalu mengadakan pelatihan kader TB komunitas
serentak sejak 18 November–5 Desember 2016. Setidaknya 13 Kab/Kota telah dilansungkan
pelatihan diantaranya Kab. Pati, Kudus, Jepara, Pemalang, Tegal, Boyolali, Sragen,
Karanganyar, Sukoharjo, Klaten, Purworejo, Wonosobo, dan Purbalingga.
“Pelatihan kader TB komunitas merupakan pelatihan yang bertujuan untuk membentuk kader
sebagai bagian dari struktur pengendalian TB berbasis masyarakat yang mandiri,” terang Kiki
Ahmad Harmoko Kordinator SR TB-HIV Jateng 2 dalam rilis kepada Hariankudus.com Rabu
(7/12)
Selama pelatihan peserta dibekali beberapa pemahaman tidak lain sebagai bekal saat
melaksanakan kegiatan penanggulangan TB di masyarakat seperti deteksi suspek TB,
pendampingan pasien, pembinaan Pengawas Menelan Obat, pengawasan pengobatan pasien
TB dan monitoring pengobatan pasien TB dengan pencatatan dan pelaporan pasien TB.
“Saat ini paradigma pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan status kesehatan mau tak
mau harus melibatkan kader dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam penanggulangan
TB dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat,” katanya (HKC-008)
https://www.hariankudus.com/2016/12/07/tanggulangi-tuberkulosis-pw-aisyiyah-jateng-adakan-
sosialisasi/
PW Aisyiyah Jateng Beri Solusi
Tuberkulosis di 13 Daerah
Kamis, 8 Desember 2016 | 10:07
37
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Program TB di Indonesia di tahun 2015 telah berhasil menemukan dan mencatat semua kasus
TB sebesar 129 per 100.000 peduduk dan pada tahun 2016 (data per 28 Agustus 2016)
sebesar 51 per 100.000 penduduk. Angka penemuan kasus TB sebesar 33%, angka ini hampir
mencapai target nasional yaitu sebesar 34%, dan angka keberhasilan pengobatan untuk kasus
baru dan kambuh sebesar 84% dari target 85%.
Untuk itu guna menurunkan insidensi dan kematian akibat TB di Indonesia selain dibutuhkan
komitmen kuat dari pengambil kebijakan dalam melaksanakan program penanggulangan TB.
“Kami sebagai pelaksana program tingkat provinsi atau SR (Sub Recipient) Community TB-
HIV Care ‘Aisyiyah Jawa Tengah mengadakan pelatihan kader TB komunitas serentak sejak
18 November – 5 Desember 2016 untuk ke-13 daerah intervensi kami,” beber Kiki Ahmad
Harmoko Kordinator SR TB_HIV Jateng 2, kemarin.
Ketigabelas daerah itu meliputi Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara,
Kabupaten Pemalang, Kota Tegal, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten
Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Purworejo, Kabupaten
Wonosobo, dan Kabupaten Purbalingga. Pelatihan kader TB komunitas merupakan pelatihan
yang bertujuan untuk membentuk kader sebagai bagian dari struktur pengendalian TB
berbasis masyarakat yang mandiri.
Fungsi dari pelatihan ini adalah untuk memberikan bekal yang cukup kepada kader dalam
melaksanakan kegiatan penanggulangan TB masyarakat antara lain sebagai sumber informasi
TB, deteksi suspek TB dan kontak serumah, pendampingan pasien TB, pembinaan Pengawas
Menelan Obat, pengawasan pengobatan pasien TB dan monitoring pengobatan pasien TB
dengan pencatatan dan pelaporan pasien TB.
Pendekatan pelatihan kader umumnya menggunakan pendekatan satu arah karena kader
kesehatan sering dianggap sebagai perpanjangan tangan dari tenaga kesehatan sehingga
pengendalian pola pikir kader berada di tangan tenaga kesehatan.
Saat ini paradigma pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan status kesehatan mau tak
mau harus melibatkan kader dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam penanggulangan
TB dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat. Dalam pelatihan ini, pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan persuasif yang dikolaborasikan dengan tehnik pembelajaran
orang dewasa.
“Dalam proses ini fasilitator dituntut untuk lebih aktif dalam melibatkan kader pada semua
proses pembelajaran, selain itu fasilitator harus memiliki kemampuan mumpuni dalam
material yang disampaikan terutama aplikasi teori penanggulangan TB di lapangan. Salam
Indonesia Bebas TB,” beber dia. (Red-HJ99/Hms).
https://www.harianjateng.com/read/2016/12/08/pw-aisyiyah-jateng-beri-solusi-tuberkulosis-di-13-
daerah/
Problem Solving Penanganan Pasien TB-MDR dengan Metode 4M 10 Juni 2016 00:10:43
Diperbarui: 10 Juni 2016 07:11:22 Dibaca : 235 Komentar : 0 Nilai : 0 Durasi Baca : 7 menit
Problem Solving Penanganan Pasien TB-MDR dengan Metode 4M sumber gambar :
http://www.kalmedikanusa.co.id/ Ringkasan Eksekutif dan Kata Kunci Diskripsi masalah
Pada saat ini kasus TB-MDR terus meningkat dari tahun ke tahun, angka kesembuhan yang
rendah, waktu yang dibutuhkan penyembuhan yang lama dan biaya pengobatan yang sangat
besar (100 x lipat) walaupun ditanggung pemerintah adalah hal sangat penting dan strategis
yang perlu segera dipecahkan. Tujuan Problem solving penanggulangan TB-MDR dilakukan
secara komprehensif Rekomendasi Solusi operasional dan problem solving belum
berdasarkan analisis 4 M ( man, material, metode dan mesin) sehingga masalah basih terus
berulang dari problem yang sama. Kritik terhadap masalah terulangnya berdasarkan 4 antara
lain berdasarkan faktor manusia, Dari sisi perawat terdapat discharge planning tidak adekuat,
Dari sisi dokter disebabkan pemberian karena diagnosis tidak tepat, pengobatan tidak
menggunakan panduan yang tepat, dosis jenis dan jumlah obat dan jangka waktu pengobatan
tidak adekuat dan penyuluhan kepada pasien tidak adekuat. Dari sisi pasien tidak mematuhi
atuaran dokter/perawat, tidak teratur meminum obat anti tuberkolosis, menghentikan
pengobatan secara sepihak sebelum waktunya sebagai akar masalahnya adalah pengetahuan
tingkat resiko yang rendah dan efek samping gangguan penyerapan obat. Dari PMO tidak
selalu ditempat dan mendampingi pasien. Dari fakor material disebabkan karena tidak
tersedianya obat yang disediakan oleh pemerintah Indonesia contoh capreomycin, sikloserin,
PAS dan etionamit. Dari faktor alat, pasien belum mengguna alat pengingat saat minum obat
dengan menggunakan alarm dari handphone, jam alarm dan sejenisnya Sedangkan dari faktor
metode, panduan minum obat tidak tersedia dan diberikan saat discharge planning. Program
pengobatan TB-MDR secara paripurna melalui Peningkatan awareness tentang resiko terjadi
terjadi TB-MDR dengan meningkatkan kinerja tenaga kesehatan antara perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, dokter dengan dalam memberikan pengobatan dan
pendamping minum obat dapat berkolaborasi agar program yang telah direncanakan bisa
berjalan dengan baik dan optimal melalui pernyuluhan discharge planning. Penyediaan obat
capreomycin, sikloserin, PAS dan etionamit di poliklinik (poliDOTs) pelayanan kesehatan
dan perbaikan pengadaan khusus jenis obat seperti rifamphisin. Menyediakan alat pengingat
khusus seperti handphone sebagai pengganti Orang/Pendamping minum obat. Distribusi obat
secara langsung atau door to door ke tempat tinggal pasien Kontek dan Urgensi Masalah
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis, dan pada tahun 2009 diperkirakan terdapat 9,27 jutakasus baru
Tuberkulosis di seluruh dunia. Di seluruh dunia,TB merupakan penyakit infeksi terbesar
nomor duapenyumbang angka mortalitas dewasa yang menyebabkansekitar 1,7 juta kematian
(WHO 2008). Negara denganprevalensi TB terbesar adalah India, Cina, Afrika
Selatan,Nigeria dan Indonesia. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 528 000 kasus baru TB
per tahun. TB juga mendudukiperingkat 3 dari 10 penyebab kematian yang menyebabkan146
000 kematian setiap tahun (10% mortalitas total). ProgramTB yang berkinerja baik
memastikan rejimen yang adekuat, suplai obat yang berkualitas dan tidak terputus serta
pengawasan menelan obat yang berorientasi kepada pasien akan meningkatkan case-holding.
Suatu standard mutupenanganan yang baik sesuai Internasional Standard for Tuberculosis
Care (ISTC) sangat penting untuk menyembuhkanpenderita TB, mencegah penularan
penyakit kepada anggota keluarga dan kontak serta menjaga kesehatan masyarakat pada
umumnya. Penanganan yang substandard(di bawah standard) akan berakibat kegagalan
pengobatan,transmisi kuman TB yang berkelanjutan kepada anggota keluarga dan anggota
masyarakat lain serta menimbulkan resistensi obat atau dikenal dengan kasus Multi Drug
Resistance Tuberculosis (TB-MDR) Namun, penanganan TB di Indonesia masih menghadapi
berbagai masalah, terutama di kalangan dokter praktik swasta (DPS). Sebagian besar DPS,
bahkan sebagian RS pemerintahbelum tersentuh oleh program penanganan TB Nasional yang
menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Kasus TB-MDR
merupakan bentuk spesifik dari TB resisten obat yang terjadi jika kuman resisten terhadap
setidaknya isoniazid dan rifampisin, dua jenis obat anti tuberkulosis yang utama. Resistensi
obat terjadi akibat penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang tidak tepat dosis pada
pasien yang masih sensitif terhadap rejimen OAT. Ketidaksesuaian ini bisa ditimbulkan oleh
berbagai sebab seperti karena pemberian rejimen yang tidak tepat oleh tenaga kesehatan atau
karena kegagalan dalam memastikan pasien menyelesaikan seluruh tahapan pengobatan.
Dengan demikian, kejadian resistensi obat banyak meningkat di wilayah dengan kendali
program TB yang kurang baik. Kejadian TB-MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena
buatan manusia (man-made phenomenon), sebagai akibat pengobatan TB yang tidak adekuat.
Penyebabnya mungkindari penyedia pelayanan kesehatan (buku panduan yang tidak sesuai,
tidak mengikuti panduan yang tersedia, tidak memiliki paduan, pelatihan yang buruk, tidak
terdapatnyapemantauan program pengobatan, pendanaan program penanggulangan TB yang
lemah), dari penyediaan atau kualitas obat yang tidak adekuat (kualitas obat yang
buruk,persediaan obat yang terputus, kondisi tempat penyimpananyang tidak terjamin,
kombinasi obat yang salah atau dosis yang kurang), atau dari pasien (kepatuhan pasien yang
kurang, kurangnya informasi, kekurangan dana/tidak tersedia pengobatan cuma-cuma,
masalah transportasi, masalah efek samping, masalah sosial, malabsorpsi,
ketergantunganterhadap substansi tertentu). Demikian pula dengan meningkatnya arus
globalisasi, migrasi antar bangsa, dan pariwisata maka semua negaraberpotensi mengalami
TB-MDR outbreaks.1,2 Kasus TBMDR telah ditemukan di Eropa Timur, Afrika, Amerika
Latin dan Asia berdasarkan WHO/IUATLD Global Project on Drug Resistance Surveillance
(prevalensi >4% di antarakasus TB baru).4 Di Indonesia, data awal survei resistensi obat
OAT lini pertama yang dilakukan di Jawa Tengah menunjukkan angka TB-MDR yang rendah
pada kasus baru(1-2%), tetapi angka ini meningkat pada pasien yang pernah diobati
sebelumnya (15%). Limited and unrepresentative hospital data (2006) menunjukkan
kenyataan bahwa sepertiga kasus TB-MDR resisten terhadap ofloksasin dan ditemukan satu
kasus TB-XDR (Extremely Drug Resistance) diantara 24 kasus TB-MDR.5 Masalah
resistensi obat pada pengobatan TB khususnya MDR dan XDR menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang penting di sejumlah negara dan merupakan hambatan terhadap efektivitas
program penanggulangan. Kegagalan penanggulangan TB-MDR/XDR dapat menimbulkan
fenomena baru yaitu Total Drug Resistance yang tentunya tidak kita harapkan. Insidens
resistensi obat meningkat sejak diperkenalkannya pengobatan TB yang pertama kali pada
tahun 1943. TB-MDR muncul seiringan dengan mulai digunakannya rifampisin secara luas
sejak tahun 1970-an. Laporan global ke-3 tentang survailans resistensi OAT menunjukkan
beberapa daerah di dunia menghadapi endemi dan epidemi TB-MDR, dan di
beberapawilayah terdapat angka resistensi yang sangat tinggi. Pasien TB-MDR di Indonesia
belum mendapat aksespengobatan yang memadai karena tidak semua obat yang dibutuhkan
oleh TB-MDR tersedia di Indonesia. PenangananTB-MDR di Indonesia masih sangat terbatas
jangkauannya. Di Indonesia baru ada 2 RS yang bisa menangani TB-MDR, yaitu: RSUP
Persahabatan di Jakarta dan RSUD Dr. Soetomo di Surabaya, Permasalahan Pada saat ini
kasus TB-MBR terus meningkat dari tahun ke tahun, angka kesembuhan yang rendah, waktu
yang dibutuhkan penyembuhan yang lama ( 3-4 kali lipat) dan biaya pengobatan yang sangat
besar (100 x lipat) walaupun ditanggung pemerintah. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret
2008 sampai Oktober 2008 dengan melihat data sekunder rekam medis pasien TB paru yang
datang berobat ke Poliklinik Paru Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FKUI/RS Persahabatan Jakarta dimulai dari tanggal 1 Januari 2005 sampai dengan 31
Desember 2007. Tabel 1. Jumlah pasien TB-MDR Tabel 1. Jumlah pasien TB-MDR Angka
kejadian resisten OAT pasien TB-MDR Resisten OAT pasien TB-MDR saat terdiagnosis di
poliklinik RS Persahabatan. Pola resisten didapatkan 78 (77.2%) sekunder dan 23 (22.8%)
primer. Pola resisten primer didapatkan jenis resisten rifampisin dan isoniazid 9 (39,1%),
rifampisin, isoniazid dan streptomisin 10 (43,4%), resisten rifampisin, isoniazid dan
etambutol 1 (4,4%), resisten rifampisin, isoniazid dan kanamisin 1 (4,4%) dan resisten
rifampisin, isoniazid, etambutol dan streptomisin 2 (8,7%). Resisten sekunder didapatkan
jenis resisten rifampisin dan isoniazid 42 (53,9%), rifampisin, isoniazid dan streptomisin 25
(32,1%), resisten rifampisin, isoniazid dan etambutol 7 (8,9%), resisten rifampisin, isoniazid
dan kanamisin 0 (0%) dan resisten rifampisin, soniazid, etambutol dan streptomisin 4 (5,1%)
Tabel 2 menunjukan resisten OAT pasien TB-MDR saat terdiagnosis di poliklinik RS
Persahabatan Karakteristik pasien TB-MDR Karakteristik pasien TB-MDR umur termuda 16
tahun dan paling tua 70 tahun dengan rerata umur 37 tahun dan simpang baku 12,172.
Distribusi umur pasien TB-MDR di kelompokan umur 15-24 tahun sebanyak 12 (11,7%),
umur 25-34 tahun sebanyak 36 (35,6%), umur 35-44 tahun 19 (18,8%), umur 45-55 tahun 27
(26,7%) dan lebih dari umur 55 tahun 7 (6,9%)., Berdasarkan jenis kelamin tercatat : pasien
laki-laki sebanyak 53 orang (52,5%) pasien perempuan sebanyak 48 orang (47,5% ) Kriteria :
Menurut Program Nasional, terdapat 8 kriteria pasien yang menjadi suspek TB-MDR yaitu:
Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan kategori 2 Pasien dengan hasil pemeriksaan
dahak tetap positif setelah bulan ke 3 dengan kategori 2 Pasien yang pernah diobati TB
termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin Pasien gagal pengobatan kategori 1
Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori 1 Kasus
TB kambuh Pasien yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau
kategori 2 Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR
konfirmasi, termasuk petugas kesehatan Penyebab Ada beberapa penyebab terjadinya resisten
terhadap obat anti tuberkulosis yaitu : Penggunaan obat yang tidak adekuat Pemberian obat
yang tidak teratur Evaluasi dan cakupan yang tidak adekuat Penyediaan obat yang tidak
reguler Program yang belum jalan serta kurangnya tata organisasi di program organisasi di
program Pengobatan TB Resistensi obat, TB MDR dan TB XDR lebih sulit jika di
bandingkan dengan pengobatan kuman TB yang masih sensitive. Angka keberhasilan
pengobatan tergantung pada seberapa cepat kasus TB resistensi obat ini teridentifikasi dan
ketersediaan pengobatan yang efektif. TB resisten obat dan TB MDR dapat disembuhkan,
meskipun membutuhkan waktu sekitar 18- 24 bulan.Harga obat TB lini kedua jauh lebih
mahal ( +100 kali lipat dibandingkan pengobatan TB biasa) dan penanganan lebih sulit.
Selain paduan pengobatannya yang rumit jumlah obatnya lebih banyak dan efek samping
yang disebabkan juga lebih berat. Kritik Kebijakan Masalah saat ini Pada saat ini
implementasi penanganan masalah TB-MDR dalam praktek operasional dan problem solving
belum berdasarkan analisis 4 M ( man, material, metode dan mesin) sehingga masalah basih
terus berulang dari problem yang sama. Kritik terhadap masalah terulangnya berdasarkan 4
antara lain berdasarkan: Faktor manusia : Dari investigasi dari faktor manusia memerhatikan
dari pasien, dokter, perawat dan pendamping minum obat. Dari factor pasien kritiknya
disebabkan factor keasadaran yang kurang hal ini disebabkan karena pengetahuan potensi,
resiko terhadap TB yang rendah. Dari sisi perawat terdapat discharge planning tidak adekuat,
Dari sisi dokter disebabkan pemberian karena diagnosis tidak tepat, pengobatan tidak
menggunakan panduan yang tepat, dosis jenis dan jumlah obat dan jangka waktu pengobatan
tidak adekuat dan penyuluhan kepada pasien tidak adekuat. Dari sisi pasien tidak mematuhi
atuaran dokter/perawat, tidak teratur meminum obat anti tuberkolosis, menghentikan
pengobatan secara sepihak sebelum waktunya sebagai akar masalahnya adalah pengetahuan
tingkat resiko yang rendah dan efek samping gangguan penyerapan obat. Dari PMO tidak
selalu ditempat dan mendampingi pasien. Fakor material : Disebabkan karena tidak
tersedianya obat yang disediakan oleh pemerintah Indonesia contoh capreomycin, sikloserin,
PAS dan etionamit. Faktor alat, Pasien belum mengguna alat pengingat saat minum obat
dengan menggunakan alarm dari handphone, jam alarm dan sejenisnya. Faktor metode
Panduan minum obat tidak tersedia dan diberikan saat discharge planning. Pilihan Kebijakan
Alternatif kebijakan yang ditawarkan Mengoptimalkan peran perawat komunitas untuk
memantau pemberian minum obat tepat waktu, monitor ketersedian obat. Membuat jejaring
antara perawat komunitas dengan pasien melalui media sosial seperti WhatsApp, BBM
massanger atau aplikasi teknologi sejenis lainnya. Dilakukan pemeriksaan biakan MTB dan
resistensi obat lebih dini Kelebihan dan Kekurangan Hal yang menjadi kelebihan dalam
pengobatan TB saat ini adalah : Pengobatan TB secara tuntas sudah merupakan program
nasional Ketersediaan obat anti tuberkolosis sudah tersedia di tempat yankes terdekat pasien
yaitu Puskermas Waktu yang dibutuhkan dalam pemeriksaan TB dapat diperoleh dalam
waktu singkat. Sedangkan kekurangan. Sistem persedian obat yang masih lemah sehingga
masih ditemukan saat ini. Belum tersedianya jenis obat seperti capreomycin, sikloserin, PAS
dan etionamit Timbulnya biaya pengambilan obat yang dikeluhkan pasien. Terapi obat anti
tuberkolosis yang lepasan seperti rifamphisin sering tidak tersedia. Rekomendasi Kebijakan
Pendekatan program pengobatan secara paripurna melalui : Peningkatan awareness tentang
resiko terjadi terjadi TB-MDR dengan meningkatkan kinerja tenaga kesehatan antara perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan, dokter dengan dalam memberikan pengobatan dan
pendamping minum obat dapat berkolaborasi agar program yang telah direncanakan bisa
berjalan dengan baik dan optimal melalui pernyuluhan discharge planning. Penyediaan obat
capreomycin, sikloserin, PAS dan etionamit di poliklinik (poliDOTs) pelayanan kesehatan
dan perbaikan pengadaan khusus jenis obat seperti rifamphisin. Menyediakan alat pengingat
khusus seperti handphone sebagai pengganti Orang/Pendamping minum obat. Distribusi obat
secara langsung atau door to door ke tempat tinggal pasien. Referensi Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakitdan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI , (2010) Kebijakan
nasional penanggulangan tb Mdr SosialisasiMDR TB, PB ID
https://www.scribd.com/doc/80451300/Kebijakan-Nasional-TB-MDR, 28 April 2016 jam
20:00 WIB Dedi Nofizar,Arifin Nawas,Erlina Burhan.,(2010)Artikel Penelitin Identifikasi
Faktor Risiko Turberkulosis Multidrug Resistant (TB-MDR) Departemen Pulmonologi dan
llmu Kedoteran Respirasi,Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia, Jakarta Sri Melati
Munir, Arifin Nawas, Dianiati K Soetoyo. Pengamatan Pasien Tuberkulosis Paru dengan
Multidrug Resistant (TB-MDR) di Poliklinik Paru RSUP Persahabatan. Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI- RS Persahabatan Jakarta
http://jurnalrespirologi.org/wp- content/uploads/2012/04/92-104-APRIL-VOL_30-NO_2-
2010.pdf 28 April 2016 jam 21:30 WIB
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/widiasari/problem-solving-penanganan-pasien-
tb-mdr-dengan-metode-4m_57568a61319373020745c8a6