Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PERENCANAAN DAN EVALUASI KESEHATAN

EVALUSI PROGRAM TB TAHUN 2016 – 2017 DI JEMBER

(Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan D

Semester Gasal Tahun Ajaran 2019/2020)

Dosen Pengampuh :

Dewa Ngakan Gde Wahyu Mahatma Putra, S.ST., MARS

Disusun Oleh :

1. Itsnatur Rizkiyah A. (172110101024)


2. Debi Maulida Prasetyo P. (172110101035)
3. Dea Yolanda Tamania (172110101062)
4. Khabib Fadlilatul M. (172110101094)
5. Lutfiah Nur Mufidah (172110101095)
6. Dienita Ayu Andhani (172110101113)
7. Ika Yuliana (172110101169)
8. Rizqa Ardhita Rosalina (172110101186)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
1. Latar Belakang Masalah
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini pada umumnya mempengaruhi paru-paru,
namun juga dapat mempengaruhi organ yang lainnya (World Health Organization, Global
Tuberculosis Report, 2018). Tuberkulosis atau TBC masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia (Kementerian Kesehatan, Profil Kesehatan Indonesia, 2017).
Penyakit tuberkulosis dapat ditularkan oleh penderitanya ketika mengeluarkan dahak
yang mengandung basil TBC. Ketika penderita batuk dan mengeluarkan butir-butir air di
udara yang kemudian terhirup oleh orang sehat lalu masuk ke paru-parunya, maka akan
menyebabkan penyakit tuberculosis paru (Manalu, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO), tuberkulosis adalah salah satu dari
sepuluh penyebab kematian utama di dunia. Pada tahun 2017 jumlah kasus baru
Tuberkulosis sebesar 6,4 juta (64 % dari 10 juta kasus). Sebesar 90 % penderita TB
memiliki usia lebih dari 15 tahun dan diperkirakan jumlah kematian penderita Tb
sebanyak 1,3 juta orang (World Health Organization, Global Tuberculosis Report, 2018).
Pada tahun 2017 menurut WHO, Indonesia merupakan negara peringkat dengan beban
tertinggi kasus TB setelah India (Kementerian Kesehatan, Profil Kesehatan Indonesia,
2018).
Jawa Timur merupakan provinsi peringkat kedua di Indonesia dengan jumlah
penemuan kasus tuberkulosis pada tahun 2017. Penemuan kasus baru BTA+ yaitu sebesar
26.152 kasus dan jumlah penemuan semua kasus tuberkulosis sebesar 54.811 kasus.
Penderita tuberkulosis di provinsi Jawa Timur mayoritas adalah penduduk yang memiliki
usia produktif (Kementerian Kesehatan, Profil Kesehatan Jawa Timur, 2018).

Kabupaten Jember merupakan salah satu wilayah dengan jumlah penderita


Tuberkulosis paru tertinggi kedua di Jawa Timur setelah surabaya pada tahun 2015. Dinas
Kesehatan Provinsi jawa timur mencatat pada tahun tersebut jember menduduki posisi
kedua dengan jumlah kasus sebanyak 3.128 (Dinkes Jatim, 2015 dalam Yudinia, 2018).
Pada tahun 2015, berdasarkan hasil tes pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan
kabupaten Jember ditemukan jumlah penderita dengan BTA positif sebesar 2.121 orang
penderita (Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, Profil Kesehatan Kabupaten Jember,
2016). Pada tahun 2016 berdasarkan hasil pemeriksaan dahak di sarana pelayanan
kesehatan Kabupaten jember ditemukan sejumlah 2.145 orang penderita denga BTA+
1
((Dinas Kesehatan Jember, Profil Kesehatan Jember, 2017). Sedangkan pada tahun 2017
di kabupaten Jember terdapat 3.242 penderita TB Paru TBA+ yang diobati dan dari
jumlah tersebut sebanyak 2.031 penderita TB diantaranya sudah mendapatkan
kesembuhan sebesar 62,58% (Dinas Kesehatan Jember, Profil Kesehatan Jember, 2018).
Jika dibandingkan antara ketiga tahun tersebut jumlah penderita TB Paru mengalami
peningkatan.

Program pemberantasan penyakit menular berperan penting untuk angka kesakitan


dan kematian sehingga pemerintah membuat program pemberantasan tuberkulosis
(P2TB) yang menjadi salah satu prioritas. Hal tersebut dibuktikan dengan dimasukkannya
pemberantasan tuberkulosis dalam Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015
yang kemudian dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2015-
2030 (Suandaru, 2018). Peraturan Bupati Jember Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana
Aksi Daerah Penanggulangan Tuberkulosis Kabupaten Jember Tahun 2018-2022
menyebutkan bahwa Kabupaten Jember memiliki beberapa penanggulangan dalam kasus
tuberkulosis yang menitikberatkan pada preventif dan promotif yaitu kebijakan yang
dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Jember yang menjadikan pencegahan dan
pengendalian TB menjadi salah satu program prioritas bidang kesehatan. Beberapa
program yang telah dilakukan diantaranya adalah Program Kecamatan Merdeka TB di
Kecamatan Pakusari, Program Lapas Bebas TB, Komunitas Peduli TB (Paguyuban TB),
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang telah diterapkan di Kabupaten
Jember melalui GERDUNAS TB sejak tahun 2000, upaya kesehatan di sekolah dan
Perguruan Tinggi dan sebagainya.

Berdasarkan berbagai fakta-fakta dalam informasi yang telah ditemukan tersebut


maka penulis tertarik untuk melakukan evaluasi tentang beberapa program yang telah
dilakukan untuk mencegah serta mengurangi meningkatnya angka kejadian penyakit
tuberkulosis di Kabupaten Jember.

1. Deskripsi Program
Penyakit TB menjadi salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di
Indonesia. Di Jawa Timur, Kabupaten Jember menjadi peringkat kedua dengan penderita
TB terbanyak. Oleh karena itu telah banyak program-program maupun kebijakan
kesehatan yang dibuat oleh Pemerintah untuk mengatasi masalah ini, baik oleh Pemkab,
2
Puskesmas, rumah sakit, maupun Dinkes. Program-program yang telah berjalan di
Kabupaten Jember cukup banyak diantaranya adalah Directly Observe Treatment
Shortcourse (DOTS), Lapas Bebas TB, Program Kecamatan Merdeka TB di Kecamatan
Pakusari Kabupaten Jember, Paguyuban TB “AWASI” di Kecamatan Sukowono
Kabupaten Jember, dan lain sebagainya.

Program-program tersebut diperkuat dengan adanya kebijakan berupa SK Bupati


Jember 188.45/197/1.12/2017 sebagai salah satu dasar pelaksanaannya (Departemen
Kesehatan, 2018). Dalam Surat Keputusan Bupati tersebut berisi tentang Tim PPM
(Public Private Mix) DOTS dalam pengendalian Tuberculosis di Kabupaten Jember,
Paguyuban Tuberculosis dan Tuberculosis Resistensi Obat, Dinas Sosial, Aisyiyah,
Muslimat, PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), CSR ( Corporate Social
Responsbility) untuk sembako, genteng kaca, bahan PTM yang semua dilibatkan untuk
eliminasi TB. Selain itu, juga telah dibuat Peraturan Bupati No 1/2018 tentang rencana
aksi daerah penanggulangan Tuberculosis Kabupaten Jember tahun 2018-2022. Program
dan kebiajakan yang telah dibentuk didukung dengan peningkatan anggaran APBD untuk
tuberculosis dimana program pengendalian TB mendapatkan anggaran sebanyak Rp.
1.584.936.500 atau sebesar 12,2%. (Trihono, 2018) Program dan kebijakan tersebut
adalah bukti nyata usaha dan komitmen pemerintah Kabupaten Jember untuk percepatan
eliminasi TB.

2. Pertanyaan Evaluasi
1. Apakah program penanggulangan TB tersebut efektif?
2. Apakah program penanggulangan TB tersebut berhasil mengurangi penderita TB?
3. Indikator keberhasilan seperti apa yang digunakan dalam program ini?
2. Apakah program penanggulangan TB tersebut sudah mencapai tujuan?
3. Apa dampak yang dirasakan oleh pihak pihak terkait?
4. Bagaimana respon masyarakat terhadap program tersebut?
5. Apa saja kendala yang ada di dalam pelaksanaan program tersebut?
6. Apa saja sudah di capai dari program tersebut?

3. Tujuan Evaluasi
1. Tujuan Umum

3
Evaluasi memiliki tujuan yang secara umum adalah untuk mengetahui efektivitas dan
efisiensi suatu program, memperbaiki program-program kesehatan dan pelayanannya
untuk mengantarkan dan mengarahkan alokasi tenaga dan dana untuk program dan
pelayanan yang sedang berjalan dan yang akan datang agar lebih baik (Dinas
Kesehatan Kabupaten Lumajang, 2014).
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi program pengobatan TB yaitu
Directly Observe Treatment Shortcourse (DOTS).
b) Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi program pengobatan TB yaitu
Lapas Bebas TB.
c) Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi program pengobatan TB yaitu
Program Kecamatan Merdeka TB di Kecamatan Pakusari Kabupaten Jember
d) Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi program pengobatan TB yaitu
Paguyuban TB.

4. Manfaat Evaluasi
Evaluasi program adalah kegiatan atau proses dalam pencarian informasi,
penemuan informasi dan penetapan informasi yang dipaparkan secara sistematis tentang
perencanaan, nilai, tujuan, manfaat, efektifitas dan kesesuaian sesuatu dengan kriteria
dan tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi program terbagi menjadi tiga, yaitu evaluasi proses, evaluasi manfaat
“outcome evaluation” dan evaluasi akibat “impact evaluation”
Evaluasi program perlu dilakukan untuk memberikan masukan, kajian dan
pertimbangan dalam menentukan apakah program layak untuk diteruskan atau dihentikan.
Manfaat dilakukannya evaluasi program antara lain:
1. Mendapatkan informasi dan menarik pelajaran dari pengalaman mengenai
pengelolaan program keluaran, manfaat dan dampak dari program pengembangan
system yang baru selesai dilaksanakan maupun yang sudah berfungsi
2. Sebagai umpan balik bagi pengambil keputusan “stake holder” dalam rangka
perencanaan program baru
3. Mengetahui apakah program yang dirancang, dilaksanakan, bermanfaat bagi pihak-
pihak yang terlibat dalam program
4. Mengetahui tingkat kebehasilan suatu program yang sudah dilaksanakan
4
5. Berguna bagi pengambil keputusan dan kebijakan bahwa program tersebut perlu
dilanjutkan, direvisi, atau diberhentikan dilihat dari manfaat dan tujuan program
apakah sudah tercapai atau belum.

6. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Evaluasi


Evaluasi program ini akan dilaksanakan di jember tahun 2019

7. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data


Data-data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan data. Metode
yang digunakan untuk menganalisis data yaitu analisis deskriptif. Metode analisis
deskriptif dilakukan dengan menguraikan beberapa fakta yang berkaitan dengan penyakit
tuberkulosis dan beberapa program yang telah dilakukan selama ini. Fakta-fakta yang
telah diuraikan kemudian digunakan sebagai pondasi dasar untuk mengevaluasi beberapa
program tersebut.

8. Pembahasan
A. Program DOTS
a. Analisis SWOT
Strength Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit TB paru di
Kabupaten Jember dilaksanakan dengan mengacu pada komitmen
nasional menggunakan strategi Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS), pendekatan DOTS merupakan pengobatan TB
paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO). Kegiatan yang dilakukan dalam strategi DOTS meliputi
upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak di sarana
pelayanan kesehatan ditindaklanjuti dengan paket pengobatan.

Weakness Walaupun program DOTS sudah diterapkan di Kabupaten Jember


melalui GERDUNAS TB, terdapat beberapa kekurangan antara lain
sebagai berikut :

a. Fasyankes

5
1. Penggunaan OAT yang tidak standart dan secara terpisah
masih ada di layanan apotek;
2. Belum semua apotek menerapkan standart OAT DOTS;
3. Jejaring Public Private Mix (PPM) antara dokter,
apoteker belum berjalan maksimal dan belum adanya
regulasi peredaran OAT yang tidak standart.
4. Belum semua provider kesehatan mengerti pengobatan
TB secara benar dan sesuai standart (PNPK) TB.
b. Masyarakat
1. Ketidaktahuan masyarakat tentang adanya ketersediaan
obat program secara gratis di fasyankes DOTS, sehingga
ketika mereka berobat ke fasyankes non DOTS
menggunakan OAT non-program yang biayanya mahal
dan sering kali mereka putus berobat karena tidak ada
biaya.
2. Belum sepenuhnya memahami lamanya pengobatan dan
efek samping pengobatan, sehingga apabila ada efek
samping atau merasa sudah sehat lalu mereka enggan
melanjutkan pengobatan sampai sembuh (putus berobat).
Opportunities Adapun peluang dari program ini adalah dapat mengurangi resiko
pasien TB resisten terhadap obat karena adanya PMO (Pengawas
Minum Obat), selain itu penemuan pasien TB juga lebih dini.
Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui

serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien


TB, pemeriksaan fisik dan laboratoris, menentukan diagnosis,
menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB sehingga dapat
dilakukan pengobatan (Kemenkes, 2014).

Threat Adapun ancaman dari program ini adalah jika PMO lengah dalam
mengawasi pasien untuk meminum obat, maka akan menyebabkan
resistensi obat terhadap pasien TB.

6
b. Analisis Input Program Kesehatan
Sumber daya pada program DOTS di Puskemas terdiri atas manusia, dana,
material, dan metode.
1. Manusia (Man)
Dalam program pengendalian TB diperlukan tenaga yang memiliki keterampilan,
pengetahuan dan sikap (kompeten) untuk melaksanakan program. Menurut
Kemenkes (2014) standar ketenagaan di Puskesmas rujukan mikroskopis dan
puskesmas pelaksana mandiri harus memenuhi kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri atas 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1 tanaga
laboratorium. Sedangkan untuk puskesmas satelit kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri atas 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB.
2. Dana
Dana kegiatan program TB didapatkan dari sumber 40 pembiayaan melalui
anggaran pemerintah sebagai dana utama kegiatan program dan dana hibah
(Global Fund) sebagai dana pelengkap. Alokasi dana pemerintah daerah
diutamakan untuk pembiayaan kegiatan prioritas di masing-masing daerah
(Kemenkes, 2014).
3. Material
Sarana dan prasarana TB merupakan bahan dan alat kesehatan untuk menunjang
kegiatan P2TB. Material pada pengendalian TB terdiri atas kelengkapan
laboratorium, kelengkapan obat anti TB.
a. Obat Anti TB (OAT), Jenis OAT ditetapkan oleh kemenkes RI berdasarkan
rekomendasi dari komite ahli (KOMLI) untuk menanggulangi penyakit TB
adalah Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Etambutol.
b. Logistik Non OAT
Logistik non OAT dibagi atas 2 bagian, yaitu:
1) Logistik non OAT habis pakai yaitu bahan-bahan laboratorium TB seperti
Reagensia, pot dahak, keca sediaan, oli emersi, ether alkohol, tisu, sarung
tangan, lysol, lidi, kertas saring, kertas lensa, dll. Selain itu ketersediaan
formulir pencetakan dan pelaporan TB.
2) Logistik non OAT tidak habis pakai yaitu alat-alat laboratorium TB dan
barang cetakan lainnya. alat-alat laboratorium TB seperti mikroskop
7
binokuler, Ose, lampu spiritus/bunsen, rak pengering kaca sediaan (slide),
kotak penyimpanan kaca sediaan (box slide), safety kabinet, lemari/rak
penyimpanan OAT/dll. Sedangkan barang cetakan lainnya seperti buku
pedoman, buku p anduan, buku petunjuk teknis, leaflet, brosur, poster,
lembar balik, stiker, dan lain-lain.
4. Metode
Metode dalam hal ini berarti pedoman, dan SOP yang digunakan dalam
penyelenggaraan program TBi kepada pasien TB.
c. Analisis Proses Program Kesehatan
Perencanaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terus menerus tidak
terputus. Tujuan dari perencanaan adalah tersusunnya rencana program, tetapi proses
ini tidak berhenti disini saja karena setiap pelaksanaan program tersebut harus
dipantau agar dapat dilakukan koreksi dan dilakukan perencanaan ulang untuk
perbaikan program. Pada dasarnya perencanaan dilakukan oleh semua unit pelaksana
program penanggulangan TB, dengan tahapan sebagai berikut:
a. Penemuan Masalah
Data yang diperlukan untuk tahap analisa masalah adalah:
1. Data umum, mencakup data geografi dan demografi (penduduk, pendidikan,
sosial budaya, ekonomi) serta data lainnya (jumlah fasilitas kesehatan,
organisasi
masyarakat). Data ini diperlukan untuk menetapkan target, sasaran dan strategi
operasional lainnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat.
2. Data Program, meliputi data tentang beban TB, pencapaian program, dan data
tentang kinerja institusi lainnya. Data ini diperlukan untuk dapat menilai apa
yang sedang terjadi, sampai dimana kemajuan program, masalah apa yang
dihadapi dan
rencana apa yang akan dilakukan.
3. Data Sumber Daya, meliputi data tentang tenaga, dana, logistik, dan
metodologi untuk mengidentifikasikan sumber-sumber yang dapat
dimobilisasi sehingga dapat menyusun program secara rasional, sesuai dengan
kemampuan tiap-tiap daerah.
b. Analisa Masalah
1. Identifikasi Masalah
8
Identifikasi masalah dimulai dengan melihat adanya kesenjangan antara
pencapaian dengan target/tujuan yang ditetapkan. Untuk maksud tersebut,
gunakan indikator utama yaitu angka penemuan kasus, angka kesembuhan,
angka keberhasilan pengobatan.
2. Menetapkan Proritas Masalah
Pemilihan masalah harus dilakukan secara prioritas dengan
mempertimbangkan sumber daya yang tersedia, karena dengan
menentukan
masalah yang akan menjadi prioritas maka seluruh sumber daya akan
dialokasikan untuk pemecahan masalah tersebut.
3. Menetapkan Tujuan untuk Pemecahan Masalah
Tujuan yang akan dicapai ditetapkan berdasar kurun waktu dan
kemampuan
tertentu. Tujuan dapat dibedakan antara tujuan umum dan tujuan khusus.
Beberapa syarat yang diperlukan dalam menetapkan tujuan antara lain
terkait dengan masalah, terukur (kuantitatif), rasional (realistis), memiliki
target waktu.
4. Menetapkan Alternatif Pemecahan Masalah
Dalam menetapkan pemecahan masalah, perlu ditetapkan beberapa
alternatif pemecahan masalah yang akan menjadi pertimbangan pimpinan
untuk ditetapkan sebagai pemecahan masalah yang paling baik. Pemilihan
pemecahan masalah harus mempertimbangkan pemecahan masalah
tersebut memiliki daya ungkit terbesar, sesuai dengan sumber daya yang
ada dan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
5. Menyusun Rencana Kegiatan dan Pendanaan
Tujuan jangka menengah dan jangka panjang, tidak dapat dicapai
sekaligus
sebab banyak masalah yang harus dipecahkan sedang sumber daya
terbatas, oleh sebab itu perlu ditetapkan pentahapan dalam pengembangan
program dengan memperhatikan mutu strategi DOTS.
6. Menyusun Rencana Pemantauan dan Evaluasi
Dalam perencanaan perlu disusun rencana pemantauan dan evaluasi. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana pemantauan dan
9
evaluasi meliputi jenis-jenis kegiatan dan indikator, cara pemantauan,
pelaksana (siapa yang memantau), waktu dan frekuensi pemantauan
(bulanan/triwulan/tahunan), rencana tindak lanjut hasil pemantauan dan
evaluasi.
d. Analisis Hasil Program Kesehatan
Output DOTS yaitu tercapainya penemuan kasus baru TB paru (BTA positif)
yang ditemukan paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari
semua pasien tersebut serta mempertahankannya.

B. Program Kecamatan Merdeka TB di Kecamatan Pakusari


Menurut Peraturan Bupati Jember Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi
Daerah Penanggulangan Tuberkulosis Kabupaten Jember Tahun 2018-2022
menyebutkan bahwa program kecamatan merdeka TB yang dilakukan di kecamatan
pakusari bertujuan untuk meningkatkan penemuan penderita tuberkulosis, keberhasilan
pengobatan dan penurunan kasus tuberkulosis dengan melibatkan berbagai pihak. Dalam
program ini aksi yang dilakukan untuk menanggulangi TB adalah dengan menitik
beratkan pada pemberdayaan masyarakat berdasarkan azas gotong royong serta bekerja
sama dengan pihak pemerintah/swasta, instansi kesehatan, pelayanan kesehatan terpadu.
Metode yang diterapkan dalam penemuan kasus yaitu Active Case Finding dengan cara
mengangkat PEKA TB (Pengelola Kasus TB) untuk mengelola pelayanan serta
pengobatan TB dalam penemuan suspek, penemuan penderita, pendampingan dan
pengawasan yang intensif untuk mencegah penderita putus berobat. Selain itu dalam
program ini juga terdapat optimalisasi Pelayanan Mobil Unit X Ray Rumah Sakit Paru
Jember dan Tim ke desa-desa, organisasi masyarakat, institusi pendidikan formal
maupun nonformal di Kecamatan pakusari untuk memberikan pelayanan TB gratis
(pemeriksaan klinis, pemeriksaan dahak, dan rontgent).

a. Analisis SWOT

SWOT KETERANGAN

STRENGTH Strength merupakan situasi atau kondisi kekuatan dari


suatu organisasi atau program (Hamali, 2016). Kekuatan
dalam program ini yaitu adanya PEKA TB (Pengelola

10
Kasus TB) sebagai mengelola pelayanan serta
pengobatan TB dalam penemuan suspek, penemuan
penderita, pendampingan dan pengawasan yang intensif
untuk mencegah penderita putus berobat. Selain itu juga
terdapat optimalisasi Pelayanan Mobil Unit X Ray
Rumah Sakit Paru Jember dan Tim ke desa-desa,
organisasi masyarakat, institusi pendidikan formal
maupun nonformal di Kecamatan pakusari untuk
memberikan pelayanan TB gratis (pemeriksaan klinis,
pemeriksaan dahak, dan rontgent). Pada tahun 2016
dalam program ini PEKA TB (Pengelola Kasus TB)
membantu meningkatkan penemuan kasus di Puskesmas
Pakusari.

WEAKNESS Weakness merupakan merupakan situasi atau kondisi


kelemahan dari suatu organisasi atau program (Hamali,
2016). Kelemahan program ini yaitu pendamping yang
berasal dari PEKA TB (Pengelola Kasus TB) tidak bisa
berbahasa madura sedangkan penduduk sekitar
menggunakan bahasa madura serta pencatatan dan
pelaporan yang tidak sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati. Selain itu dalam program ini tidak terdapat
pembiayaan ATK sehingga harus mengajukan nota ke
Direktur RS Paru Jember serta dana gaji PEKA TB
(Pengelola Kasus TB) masih tidak sebanding dengan
beban kerja yang berat dan memiliki resiko yang tinggi
untuk tertular.
OPPORTUNITIES Opportunities merupakan situasi atau kondisi peluang
di luar organisasi serta memberikan peluang
berkembang bagi masa depan (Hamali, 2016). Peluang
dalam program ini yaitu aksi yang dilakukan untuk
menanggulangi TB menitik beratkan pada
pemberdayaan masyarakat berdasarkan azas gotong

11
royong serta bekerja sama dengan pihak
pemerintah/swasta, instansi kesehatan, dan pelayanan
kesehatan terpadu.

THREAT Ancaman yang datang dari luar bagi organisasi atau


program serta dapat mengancam keberlanjutan
organisasi di masa depan (Hamali, 2016). Ancaman
pada program ini yaitu pasien yang didampingi tidak
ada di rumah karena bekerja dan medan yang sulit untuk
dilewati.

b. Analisis Input Program Kesehatan

Input merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam program meliputi man


(manusia), money (uang), material (sarana), methode (metode), machinery (mesin), dan
market (pasar) (Azwar, 2010 dalam Suandaru, 2018). Input program Kecamatan Merdeka
TB di Kecamatan Pakusari dengan menggunakan PEKA TB (Pengelola Kasus TB) yaitu
sebagai berikut (Suandaru, 2018).

1. Man (manusia)

Man adalah pekerja atau petugas yang mengelola PEKA TB (Pengelola Kasus TB).
Berdasarkan Pedoman Umum Program Pakusari Merdeka TB tahun 2016, petugas yang
mengelola tersebut diutamakan kepada mereka yang berdomisili di pakusari, giat bekerja,
cakap dalam berkomunikasi, ramah, sopan, santun, memiliki keahlian Ms. Office dan
mampu bekerja sama dengan tim. Selain itu pengelola harus memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang tuberkulosis, memiliki kemampuan memahami bahasa yang digunakan
masyarakat yaitu bahasa jawa atau madura, maksimal berumur 28 tahun, minimal
berpendidikan Sarjana/Diploma Keperawatan atau Kebidanan atau Kesehatan Masyarakat
dengan IPK minimal 2,75, pengelola berjumlah sepuluh orang, masa kerja selama tiga
bulan sesuai kontrak kerja yang selanjutnya dapat berakhir ataupun diperpanjang sesuai
dengan syarat dan ketentuan, serta pengelola mendapatkan pelatihan dari RS Paru Jember
tentang tuberkulosis, cuci tangan, batuk efektif, komunikasi, advokasi, surveilans TB,
pendampingan pasien dan laporan.

2. Money (uang)
12
Money merupakan uang atau biaya yang harus disediakan agar dapat melaksanakan
suatu program kesehatan. Berdasarkan Pedoman Umum Program Pakusari Merdeka TB
tahun 2016, dana yang digunakan untuk PEKA TB (Pengelola Kasus TB) berasal dari
CSR Rumah Sakit Paru Jember yang digunakan untuk menunjang berbagai kegiatan serta
sarana dan prasarana PEKA TB (Pengelola Kasus TB) dalam menjalankan tugasnya.
3. Material (bahan)
Material merupakan bahan yang dibutuhkan oleh PEKA TB (Pengelola Kasus TB)
dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan program. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pelaksanaan program tersebut adalah obat-obatan yang dapat menunjang
kesembuhan pasien TB.
4. Machinery (mesin)
Machinery merupakan sarana dan prasarana yang digunakan oleh PEKA TB
(Pengelola Kasus TB) untuk menunjang tugas. Sarana dan prasarana yang digunakan
dalam pelaksanaan program tersebut adalah masker N 95, form Pelacakan, buku
penunjang kunjungan pasien, spot dahak dan mobil unit yang digunakan untuk skrining
TB.
5. Methode (metode)
Methode merupakan cara yang dilakukan oleh PEKA TB (Pengelola Kasus TB)
dalam menjalankan tugasnya. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan program
tersebut adalah pendampingan pasien, pelacakan kasus, skrining kasus TB, dan pencatatan
serta pelaporan ke RS Paru Jember.
6. Market (sasaran)
Market merupakan sasaran yang dituju oleh PEKA TB (Pengelola Kasus TB). Sasaran
yang dituju dalam pelaksanaan program tersebut adalah pasien TB, kontak erat dengan
pasien, kader kesehatan, masyarakat yang berada di Kecamatan Pakusari, dan Pemerintah
Kecamatan Pakusari.
7. Time bound (batas waktu)
Time bound merupakan batas waktu kapan suatu program yang telah dilakukan dapat
terwujud hasilnya. Hasil dari PEKA TB (Pengelola Kasus TB) dapat diketahui selama
enam bulan untuk pendampingan serta satu bulan untuk pelacakan dan skrining kasus
tuberkulosis.

13
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suandaru (2018) menyatakan bahwa
input atau masukan PEKA TB (Pengelola Kasus TB) telah sesuai dengan Pedoman Umum
Program Pakusari Merdeka TB. Namun terdapat kendala karena tidak terdapat
pembiayaan ATK sehingga harus mengajukan nota ke Direktur RS Paru Jember. Selain
itu, dana gaji PEKA TB (Pengelola Kasus TB) masih tidak sebanding dengan beban kerja
yang berat serta memiliki resiko yang tinggi untuk tertular. Hal tersebut akan menghambat
kinerja para petugas dalam menjalankan tugasya untuk mencapai tujuan suatu program.

c. Analisis Proses Program Kecamatan Merdeka TB di Kecamatan Pakusari

Process atau proses merupakan semua kegiatan yang dilakukan oleh seluruh
karyawan dan tenaga profesi dalam berinteraksi dengan pasiennya. Di lapangan
proses pelaksanaan oleh PEKA TB (Pengelola Kasus TB) yaitu pendampingan pasien
TB, Pelacakan kasus dan skrining TB, serta Pencatatan dan Pelaporan (Suandaru,
2018).

1. Pendampingan Pasien TB
Menurut Pedoman Umum Program Pakusari Merdeka TB tahun 2016, kegiatan
pendampingan pasien TB memiliki tujuan untuk mencegah penderita agar tidak putus
berobat (dropout). Kegiatan ini dilakukan dengan berkunjung kerumah penderita minimal
dua kali dalam seminggu dan melakukan pemeriksaan pada penderita. Jika ditemukan
penderita yang putus berobat atau menolak melanjutkan pengobatan maka harus segera
diberikan KIE yang bertujuan agar penderita dan keluarganya dapat meningkatkan
pengetahuan mereka agar memiliki kesadaran terkait TB dan memiliki kesadaran tentang
perilaku sehat untuk mencegah penularan TB. Pemberian KIE memiliki prinsip dasar
untuk membangun komitmen penderita agar tuntas dalam berobat serta meningkatkan
dukungan keluarga dan masyarakat dalam mencegah diskriminasi dan stigma negatif
terhadap poenderita TB. Kemudian penderita yang putus berobat ataupun tidak mau
berobat dilaporkan kepada petugas Puskesmas.
2. Pelacakan Kasus dan Skrining TB
Menurut Pedoman Umum Program Pakusari Merdeka TB tahun 2016, sistem
pelacakan ini ditujukan kepada sumber penular, korban tertular dan terduga yang
bertujuan untuk menemukan sumber penular dan korban yang tertular yang kemudian
akan mendapatkan penanganan. Pelacakan sumber penularan dimulai dari investigasi

14
keluarga penderita lima rumah dari depan, belakang, dan samping menggunakan form
Pelacakan TB dan form rekapitulasi pelacakan selama lima tahun kedepan.
3. Pencatatan dan Pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan kemudian dilaporkan melalui format pelaporan dan
pencatatan yaitu buku kunjungan, form pelacakan TB dan terduga TB serta form rekap
bulanan. Sistemnya dilaporkan secara rutin kepada puskesmas dan RSP Jember sekali
dalam sebulan. Selain itu setiap tiga bulan sekali akan diadakan seminar hasil serta
monitoring dan evaluasi kegiatan PEKA TB (Suandaru, 2018).

Proses ini telah sesuai dengan Pedoman Umum Program Pakusari Merdeka TB dan
harapan RS Paru Namun ada beberapa kendala dalam pelaksanaan program tersebut
seperti pendamping yang tidak bisa berbahasa madura sedangkan penduduk sekitar
menggunakan bahasa madura, pasien yang didampingi tidak ada di rumah karena bekerja,
medan yang sulit, serta pencatatan dan pelaporan yang tidak sesuai dengan jadwal yang
telah disepakati (Suandaru, 2018). Beberapa kendala yang muncul dalam pelaksanaan
program yang dilakukan oleh PEKA TB (Pengelola Kasus TB) dapat menghambat
tercapainya suatu tujuan program.

d. Analisis Hasil Program Kecamatan Merdeka TB di Kecamatan Pakusari

Hasil dari kegiatan PEKA TB dalam program Kecamatan Merdeka TB di


Kecamatan Pakusari yaitu meningkatnya keberhasilan pengobatan melalui
pendampingan pasien TB serta meningkatkan penemuan kasus TB dengan pelacakan
dan skrining Tb (Pedoman Umum Program Pakusari Merdeka TB, 2016 dalam
Suandaru, 2018). Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Bupati Jember Nomor 1 Tahun
2018 tentang Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Tuberkulosis Kabupaten Jember
Tahun 2018-2022 menyebutkan bahwa program ini memiliki tujuan untuk
meningkatkan penemuan penderita tuberkulosis, keberhasilan pengobatan dan
penurunan kasus tuberkulosis dengan melibatkan berbagai pihak. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suandaru (2018) menyatakan bahwa keluaran PEKA
TB hampir semua mau berobat dan sembuh serta sangat sedikit yang berhenti
pengobatan dan sedikit pula yang meninggal karena kasus tersebut. Hal ini juga telah
memenuhi standart Pedoman Penanggulangan TB Nasional dan pada tahun 2016
PEKA TB membantu meningkatkan penemuan kasus di Puskesmas Pakusari. Namun
jika dilihat berdasarkan jumlah penderita pada tahun 2015, 2016, hingga 2017 di
15
Kabupaten Jember mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, berdasarkan hasil tes
pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan kabupaten Jember ditemukan
jumlah penderita dengan BTA positif sebesar 2.121 orang penderita (Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember, Profil Kesehatan Kabupaten Jember, 2016). Pada tahun 2016
berdasarkan hasil pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan Kabupaten
jember ditemukan sejumlah 2.145 orang penderita denga BTA+ ((Dinas Kesehatan
Jember, Profil Kesehatan Jember, 2017). Sedangkan pada tahun 2017 di kabupaten
Jember terdapat 3.242 penderita TB Paru TBA+ (Dinas Kesehatan Jember, Profil
Kesehatan Jember, 2018). Jika dibandingkan antara ketiga tahun tersebut jumlah
penderita TB Paru mengalami peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa dengan
adanya program tersebut belum mampu untuk mengurangi prevalensi kasus
tuberkulosis di Kabupaten Jember. Hal ini dikarenakan orientasi program lebih
banyak pada mereka yang telah menderita penyakit tuberkulosis melalui penemuan
kasus dan bukan diimbangi dengan kagiatan yang juga berfokus pada mereka yang
belum terpapar penyakit tersebut untuk tetap mempertahankan kesehatannya.

C. Program Lapas Bebas TB


Tuberkulosis (TBC) termasuk penyakit menular yang dapat ditularkan oleh
manusia ke manusia lain melalui udara. Penyakit TBC ini telah menjadi perhatian global
saat ini, pencegahan dan pengendalian penyakit TBC terus dilakukan dalam upaya
menurunkan angka insidensi dan mortalitas yang disebabkan oleh TBC. Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur kasus tuberkulosis pada tahun 2015
meningkat daripada tahun 2014 sebesar 324.539 kasus. Selain itu, pada tahun 2015
jumlah kasus TBC Paru tertinggi berada di Kabupaten jember dengan angka 1.183 kasus
pada laki-laki dan 943 pada perempuan.
Kabupaten Jember menduduki peringkat pertama prevalensi TBC Paru diseluruh
Eks-Karesidenan Besuki, dan salah satu penyumbang kasus TBC adalah Lembaga
Pemasyarakatan. Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka mencegah dan
mengendalikan penularan TBC di Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia, salah satunya
adalah penemuan kasus secara aktif dengan melakukan skrining massal TBC. Skrining
massal tuberkulosis bertujuan sebagai intensifikasi penemuan kasus TBC di Lapas
ataupun rutan dengan TCM TBC.

16
Pelaksanaan skrining massal tuberkulosis di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Kabupaten Jember dilakukan dengan kerjasama antara Dinas Kesehatan Kabupaten
Jember dan Rumah Sakit Paru Jember. Skrining massal tuberkulosis dilakukan kepada
semua orang yang berada didalam Lapas antara lain petugas lapas, tahanan dan
narapidana.
Metode screening TB yang dilakukan yaitu dengan metode aktif dan pasif.
Metode aktif meliputi screening TB pada tahanan yang baru masuk lapas, penemuan
gejala TB (melalui survey batuk pada kamar WBP) oleh kader kesehatan dari Lapas
Jember (WBP yang telah dilatih dan diarahkan tentang TB), dan screening menggunakan
mobile rontgen yang bekerja sama dengan RS Paru Jember. Sedangkan, metode pasif
dilakukan melalui penemuan screening TB dari pelayanan kesehatan di poliklinik Lapas
Jember. Jika ditemukan WBP positif menderita TB, maka akan dilakukan pengobatan
OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Kegiatan ini bekerjsama dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember melalui Puskesmas Patrang (Puskesmas Pengampu).
Program LAPAS bebas TB
1. Upaya peningkatan penemuan kasus TB di Lapas Jember
2. Penyelenggaraan Layanan Skrining TB menggunakan Mobil X Ray
a. analisis SWOT Program Kecamatan Merdeka TB di Kecamatan Pakusari
SWOT KETERANGAN

STRENGTH Strength merupakan situasi atau kondisi kekuatan dari


suatu organisasi atau program (Hamali, 2016). Kekuatan
dalam program ini yaitu adanya kader kesehatan lapas
yang membantu proses screening TB pada tahanan yang
baru masuk lapas, penemuan gejala TB (melalui survey
batuk pada kamar WBP) oleh kader kesehatan dari
Lapas Jember (WBP yang telah dilatih dan diarahkan
tentang TB). Dengan adanya kader kesehatan lapas ini
tahanan yang baru masuk lapas dapat terjaring untuk
dibantu mengikuti screening TB dan penemuan awal
gejala TB. Kemudian kekuatan dari adanya program ini
adalah skrining massal TBC bisa dikembangkan sesuai
dengan kondisi di Lembaga Permasyarakatan. Dan yang

17
terakhir, Tenaga pelaksana yang terlibat dalam skrining
masal adalah tim tenaga kesehatan dan non kesehatan
yang dibentuk pada saat persiapan skrining dan tidak
memiliki jadwal kerja sehingga mampu berada didalam
Lapas setiap hari.

WEAKNESS Weakness merupakan merupakan situasi atau kondisi


kelemahan dari suatu organisasi atau program (Hamali,
2016). Kelemahan program ini masih belum ditemukan.
OPPORTUNITIES Opportunities merupakan situasi atau kondisi peluang
di luar organisasi serta memberikan peluang
berkembang bagi masa depan (Hamali, 2016). Peluang
dalam program ini yaitu program yang dilakukan untuk
menanggulangi TB ini didukung dan bekerja sama
dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dan Rumah
Sakit Paru Jember.

THREAT Ancaman yang datang dari luar bagi organisasi atau


program serta dapat mengancam keberlanjutan
organisasi di masa depan (Hamali, 2016). Ancaman
pada program ini yaitu masih ada beberapa naprapidana
yang gagal terskrining.

b. Analisis Input Program Kecamatan Merdeka TB di Kecamatan Pakusari

Input merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam program meliputi man


(manusia), money (uang), material (sarana), methode (metode), machinery (mesin), dan
market (pasar) (Azwar, 2010 dalam Suandaru, 2018). Input program Lapas Bebas TB
adalah sebagai berikut :
1. Man (manusia)
Man adalah pekerja atau petugas yang melaksanakan program Lapas Bebas TB.
Dalam program ini adalah kader kesehatan dari Lapas Jember, dan tim tenaga kesehatan
dan non kesehatan yang dibenuk pada saat persiapan skrining dan tidak memiliki jadwal
kerja
2. Money (uang)
18
Money merupakan uang atau biaya yang harus disediakan agar dapat melaksanakan
suatu program kesehatan. Dalam program ini dana yang digunakan berasal dari bantuan
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.
3. Material (bahan)
Material merupakan bahan yang dibutuhkan oleh program Lapas Bebas TB dalam
menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan program. Bahan-bahan yang digunakan
dalam pelaksanaan program tersebut adalah obat-obatan yang dapat menunjang
kesembuhan pasien TB atau OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
4. Machinery (mesin)
Machinery merupakan sarana dan prasarana yang digunakan oleh PEKA TB
(Pengelola Kasus TB) untuk menunjang tugas. Sarana dan prasarana yang digunakan
dalam pelaksanaan program tersebut adalah masker, form pasien dan Mobil X Ray.
5. Methode (metode)
Methode merupakan cara yang dilakukan oldalam pelaksanaan program Lapas Bebas
TB dalam menjalankan tugasnya. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan program
tersebut adalah melalui metode secara aktif dan pasif.
6. Market (sasaran)
Market merupakan sasaran yang dituju oleh program Lapas Bebas TB. Sasaran yang
dituju dalam pelaksanaan program tersebut adalah semua orang yang berada didalam Lapas
antara lain petugas lapas, tahanan dan narapidana.
7. Time bound (batas waktu)
Time bound merupakan batas waktu kapan suatu program yang telah dilakukan dapat
terwujud hasilnya. Program ini bisa dilaksanakan secara rutin setahun atau enam bulan
sekali. Waktu antara penemuan terduga TBC hingga penegakan diagnosis sesingkat
mungkin. Pada tahap awal implementasi, skrinning massal dilakukan rutin selama 3 tahun
berturut-turut.

D. Analisis Proses Program Kecamatan Merdeka TB di Kecamatan Pakusari

Process atau proses merupakan semua kegiatan yang dilakukan oleh seluruh karyawan
dan tenaga profesi dalam berinteraksi dengan pasiennya. Di lapangan proses pelaksanaan
program dilakukan dengan dua cara yaitu secara aktif dan pasif.

a. Aktif dilakukan melalui skrining WBP dan tahanan baru, survey batuk, pelacakan
kontak, skrining menjelang bebas dan skrining massal berkala
19
b. Pasif melalui kunjungan ke poliklinik (WBP dan tahanan serta petugas UPT
Permasyarakatan)
Penemuan kasus TB secara aktif meliputi:
1) Skrining gejala TB pada WBP dan tahanan baru
Bertujuan untuk menemukan terduga TB termasuk TB-RO dan TB-HIV, pada saat
masuk di UPT Permsyarakatan sehingga dapat segera didiagnosis dan diobati oleh
seluruh lapas dan rutan.selain itu, skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi
pasien TB yang dalam masa pengobatan agar dapat memastikan pasien
melanjutkan program sampai selesai.
2) Skrining melalui Survei Batuk
Bertujuan untuk menemukan kasus dan mengobati kasus TB secara aktif dan
sedini mungkin. Survey batuk dilakukan secara berkesinambungan oleh petugas
batuk (kader kesehatan) yang terlatih dengan menjaring WBP (Warga Binaan
Permsyarakatan) dan tahanan di blok hunian batuk untuk diberi masker atau
edukasi mengenai TB.WBP dan tahanan dengan batuk 2 minggu atau lebih akan
didampingi oleh kader kesehatan ke poliklinik untuk tata laksana lebih lanjut oleh
petugas kesehatan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan survey batuk dilkukan per
twiwulan oleh kader
3) Pelacakan Kontak
Di lapas dan rutan, kontak TB merupakan individu yang berbagi udara yang sama
dalam periode waktu yang lama dengan WBP dan tahanan yang sakit. Pelacakan
kontak TB wajib dilakukan dan dilaksanakan ileh petugas kesehatan dibantu oleh
kader kesehatan.
4) Skrining menjelang bebas
Dilakukan 3 bulan menjelang bebas. Kegiatan ini dilakukan dilapas bekerja sama
dengan petugas registrasi Lapas dan petugas PK (Pembimbing Kemsyarakatan)
Bapas. Hal ini dilakukan agar pasien yang bebas tidak menularkan TB ke
masyarakat umum dan dapat dirujuk ke faskes terdekat untu memastikan pasien
berobat secara tuntas.
5) Skrining massal berkala
Ada 3 prinsip mendasar yang perlu diperhatikan pada skrining massal:
a) Menjangkau seluruh WBP/tahanan dan petugas UPT Permsyarakatn

20
b) Waktu antara penemuan terduga TB hingga penegakkan diagnosis sesingkat
mungkin
c) Pada tahap awal implementasi, skrinning massal dilakukan rutin selama 3
tahun berturut-turut

Skrining massal berkala menggunakan pemeriksaan laboratorium Tes Cepat


Molekuler (TCM) dengan metode Xpert MTB/RIF.

E. Analisis Hasil Program Lapas Bebas TB

Skrining massal TBC dilakukan dengan jejaring kerjasama internal dan external
sesuati dengan panduan umum penanggulangan TBC di UPT Permasyarakatan. Selain
itu, skrining massal TBC bisa dikembangkan sesuai dengan kondisi di Lembaga
Permasyarakatan. Alur diagnose skrining massal mengadaptasi dari alus diagnose TB
pada dewasa. Hasil dari pelaksanaan skrining TB ini capaian jumlah sasaran terdapat
678 orang berhasil terjaring dan 6 orang gagal terskringing. Logistik yang digunakan
pada saat pelaksanaan adalah logistic non OAT dari lapas dan Dinkes Jember. Tenaga
pelaksana yang terlibat dalam skrining masal adalah tim tenaga kesehatan dan non
kesehatan yang dibenuk pada saat persiapan skrining dan tidak memiliki jadwal kerja,
PPV dari skrining massal TB sebesar 9,86%-100%. 4 orang dari 6 orang pengobatan
kasus TBC-BTA positif dan 1 orang TBC-RO berhasil sembuh. Dampak skrining
massal TB terhadap sejumlah kasus 2015-2017 cukup baik dengan adanya penemuan
suspect TBC pada tahun 2015-2017 yang awalnya 97 kasus meningkat menjadi 148
kasus kemudian turun menjadi 26 kasus. Kasus TBC terkonfirmasi bakteriologis
antara tahun 2016 dan 2017 yang ditemukan sejumlah 9 dan 7 kasus

D. Program Paguyuban TB di Kabupaten Jember


TB adalah salah satu masalah yang belum dapat diatasi dengan baik karena
jumlahnya masih dalam kategori tinggi. Telah banyak program yang telah dijalankan
oleh pemerintah sebagai upaya mengatasi penyebaran penyakit TB, salah satunya
adalah dibentuknya Paguyuban TB “AWASI” di Kecamatan Sukowono Kabupaten
Jember. Paguyuban ini adalah paguyuban TB kedua di Kabupaten Jember, setelah
Paguyuban TB ”Sayang Paru” di Kecamatan Sumberjambe yang dibentuk atas
kerjasama yang dilakukan oleh Puskesmas Sukowono. Paguyuban ini dibentuk
sebagai keaktifan, keseriusan, dan kesiapsiagaan Puskesmas Sukowono dalam
21
menangani kasus TB yang pada waktu itu menjadi kejadian luar biasa (KLB).
Program ini menekankan pada kemitraan atau kerjasama dari berbagai pihak, baik
secara individual maupun kelompok yang bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan TB yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kecamatan Sukowono
(Burhan, 2012).

Paguyuban TB “AWASI” adalah salah satu metode pendekatan untuk


membantu dan mendampingi penderita TB dalam menjalani pengobatan hingga
benar-benar bersih dan terbebas dari TB yang beranggotakan mantan-mantan
penderita TB, penderita, dan petugas kesehatan dari puskesmas Sukowono.
Paguyuban TB “AWASI” adalah salah satu upaya penanggulangan TB yang telah
berjalan cukup baik di Kabupaten Jember.

Kegiatan Paguyuban TB “ AWASI” Di Kecamatan Sukowono

1. Penjaringan
Penjaringan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seksi penjaringan yang bertujuan
untuk menjaring penderita TB agar dapat terdeteksi secara keseluruhan. Kegiatan ini
dilakukan oleh anggota paguyuban yaitu mantan penderita yang telah sembuh,
penderita, dan petugas kesehatan Kecamatan Sukowono. Kegiatan dilakukan dengan
skrining dan mendatangi warga door- to- door. Hal ini dilakukan karena warga cukup
pasif dan tertutup soal TB sehingga membutuhkan tenaga ekstra untuk mencari warga
yang mau memeriksakan dirinya.
2. Penampingan
Pendampingan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seksi pendampingan dalam
pengawasan minum obat untuk mengawasi kepatuhan dan ketaatan pasien dalam
mengkonsumsi obat selama masa waktu pengobatan agar pasien tidak lupa minum
obat secara teratur.
3. Promosi atau penyuluhan tentang TB
Promosi dilakukan oleh seksi penyuluhan untuk memberi penyuluhan dan
pengarahan kepada para penderita TB agar mereka memiliki pengetahuan untuk
menjaga sikap dan perilakunya agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang
sekitarnya, seperti penyuluhan penggunaan masker, tidak bergantian dalam memakai
peralatan makan, dll.

22
a. Analisis SWOT Program Paguyuban TB “AWASI” di Kecamatan
Sukowoni

KOMPONEN KETERANGAN
Strength (Kekuatan) Kekuatan dalam program paguyuban TB
“AWASI” ini adalah menekankan pada
kemitraan atau kerjasama dari berbagai
pihak dengan metode pendekatan kepada
masing-masing penderita TB. Program ini
efektif dalam membantu menurunkan
jumlah penderita TB karena paguyuban ini
secara terus menerus menjaring orang-orang
yang terindikasi menderita TB sehingga
membantu meningkatkan penemuan kasus
baru dan melakukan pendampingan dalam
pengobatannya hingga penderita benar-
benar dinyatakan sembuh. Selain itu,
paguyuban TB ini juga melakukan promosi
dan penyuluhan tentang TB terhadap
mereka yang telah sakit untuk menjaga
sikap dan perilaku agar penyakitnya tidak
menular kepada orang lain.
Weakness (Kelemahan Program) Kelemahan dari program paguyuban TB
“AWASI” ini adalah paguyuban TB ini
belum memiliki sub-sub program untuk
kelompok orang-orang yang masih sehat
dan berada disekitar penderita atau yang
memiliki resiko tinggi untuk tertular TB,
sehingga kegiatan preventif untuk mencegah
orang sehat agar tidak sakit belum dilakukan
oleh paguyuban TB “AWASI” di
Kecamatan Sukowono ini.
Opportunities (Peluang) Peluang dalam program paguyuban TB

23
“AWASI” ini adalah adanya kemudahan
dalam proses penyembuhan penderita TB,
karena penjaringan yang dilakukan dapat
sesegera mungkin menemukan kasus baru,
dan pendampingan yang dilakukan dalam
pengobatan dilakukan oleh orang-orang
yang dikenal dengan baik oleh penderita
karena mereka berada disekitar penderita
sehingga mudah akrab dan dapat
menghadirkan hubungan yang nyaman
antara penderita dan pendamping.
Threat (Ancaman) Ancaman dari program paguyuban TB
“AWASI” ini adalah terjadinya Iceberg
Phenomenon dimana kasus yang terjadi
sebenarnya banyak namun hanya sedikit
yang terlihat”

9. Kesimpulan
Dari keseluruhan program dapat ditarik kesimpulan bahwa, program penanggulangan
TB di Jember masih berfokus pada orang yang terkena TB (orang yang sakit) saja, akan
tetapi upaya untuk menaggulangi orang yang sehat agar tidak terkena TB masih kurang
memadai.

10. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu membuat program penanggulangan TB
yang tidak hanya berfokus pada penanggulangan orang terkena TB saja, namun perlu
adanya upaya program preventif dan promotif untuk orang – orang yang sehat agar tidak
tertular TB.

24
REFRENSI

Burhan, B. A., 2012. Paguyuban Tuberculosis (TB) Terbentuk di Jember. [Online]


Available at :
http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=Paguyuban+Tuberculosis+(TB)+Terbentuk+
di+Jember&dn=20120724073723 [Diakses 4 September 2019].

Bupati Jember.2018. Peraturan Bupati Jember Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Aksi
Daerah Penanggulangan Tuberkulosis Kabupaten Jember Tahun 2018-2022. Jember.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang, 2014. Evaluasi Bidang Kesehatan. [Online]


Available at: http://dinkes.lumajangkab.go.id/evaluasi-bidang-kesehatan/ [Diakses 4
September 2019].

Dinas Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Jember 2015. Jember.

Dinas Kesehatan Jember. 2017. Profil Kesehatan Kebupaten Jember 2016. Jember: Dinkes
Jember

Dinas Kesehatan Jember. 2018. Profil Kesehatan Kebupaten Jember 2017. Jember: Dinkes
Jember

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun
2017. Surabaya: Kementerian Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan, 2018. Data Suspek RS Paru Jember melalui e-TB Manager. [Online]

Hafidzah, U. K. (2018). MODEL SKRINNING MASSAL TUBERKULOSIS DAN KASUS


TUBERKULOSIS (TBC) PARU DI LEMBAGA PERMASYARAKATAM KELAS II A
KABUPATEN JEMBER. Dipetik 09 07, 2019, dari Digital repository UNiversitas
Jember: https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/86615

Hamali, A. Y. 2016. Pemahaman Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Jakarta: Prenadamedia


Group.

Ike Puspitaningrum, T. H. (2017). Peningkatan Kualitas Personal dan Profesional Perawat


melalui Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Yogyakarta: Deepublish.

25
Jatim, K. (2019). Concern Tangani TB, Lapas Jember Dapat Kesempatan Teleconference
Dengan Presiden . Dipetik 09 07, 2019, dari Kantor Wilayah Jawa Timur:
https://jatim.kemenkumham.go.id/pusat-informasi/artikel/4587-concern-tangani-tb-
lapas-jember-dapat-kesempatan-teleconference-dengan-presiden

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta.

Maskur. (2018). Manajemen Humas Pendidikan Islam: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Deepublish.

Munthe, A. (2015). PENTINGYA EVALUASI PROGRAM DI INSTITUSI PENDIDIKAN:


Sebuah Pengantar, Pengertian, Tujuan dan Manfaat. Scholaria, Vol. 5, No. 2, 1-14.

PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA AKSI


DAERAH PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS KABUPATEN JEMBER
TAHUN 2018-2022

Manalu, H. S. P. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya


Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan. 9 (4).

Rahayu, Sri (2015). Skripsi. Analisis Sistem Dots (Directly Observed Treatment Short
Course) Sebagai Upaya Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Di Puskesmas Parakan
Kabupaten Temanggung Tahun 2015. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri
Semarang.

Suandaru, Y.F. 2018. Kajian Pengelola Kasus Tuberkulosis (PEKA TB) Pada Program
Pakusari Merdeka Tuberkulosis Rumah Sakit Paru Jember Tahun 2016. Skripsi.
Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Trihono, 2018. Percepatan Eliminasi Tuberculosis di Kabupaten Jember. [Online]


Available at: https://www.kanal-kesehatan.com/5325-percepatan-eliminasi-tuberculosis-di-
kabupaten-jember [Diakses 6 9 2019].

World Health Organization (WHO). 2018. Global Tuberculosis Report. France.

Yudinia, T. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga dan Tingkat Keputusasaan Terhadap


Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis Paru Fase Lanjutan di Kecamatan
Umbulsari Jember. Skripsi. Jember: Fakultas Kedokteran

26

Anda mungkin juga menyukai