Anda di halaman 1dari 21

PEDOMAN PENGENDALIAN

PENYAKIT TUBERCULOSIS

PUSKESMAS GETASAN

EDISI 2023

No Dokumen : PDM/ADM/001/I/2023
Tanggal Terbit : 15 / 02 / 2022
No Revisi :A

UPTD PUSKESMAS GETASAN


JL. P. DIPONEGORO KM. 5 GETASAN 50774 TELP (0298) 3432043
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas karunia rahmat dan hidayahNya, kami dapat


menyelesaikan Pedoman Pengendalian Dokumen dan Rekaman UPTD Puskesmas
Getasan Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. Pedoman ini kami susun sebagai
salah satu upaya memberikan acuan dan kemudahan dalam pelaksanaan
pengendalian dokumen dan rekaman di UPTD Puskesmas Getasan Dinas
Kesehatan Kabupaten Semarang.
Pengendalian penyakit tuberculosis ,merupakan salah satu kegiatan wajib di
UPTD Puskesmas Getasan yang mempunyai peran dalam penanggulangan
tuberkulosis sehingga mendukung visi misi pemerintah daerah jawa tengah bebas
TBC tahun 2028 di UPTD Puskesmas Getasan, yang diharapkan bisa berdampak
pada peningkatan kinerja puskesmas.
Akhirnya perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terimakasih atas
bimbingan, bantuan, kerjasama dan partisipasinya kepada semua pihak yang terlibat
dalam proses penyusunan Pedoman Pengendalian Penyakit Tuberkulosis UPTD
Puskesmas Getasan Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.

Getasan,
Kepala UPTD Puskesmas Getasan
Kabupaten Semarang

Dr.Steven Budi Setiawan


NIP. 198302182011011004

ii
DAFTAR ISI

PEDOMAN PENGENDALIAN DOKUMEN DAN REKAMAN...........................................i

UPTD PUSKESMAS GETASAN........................................................................................

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

PEDOMAN.........................................................................................................................1

PENGENDALIAN DOKUMEN DAN REKAMAN..............................................................1

UPTD PUSKESMAS GETASAN........................................................................................

A.PENDAHULUAN...........................................................................................................1

B.TUJUAN.........................................................................................................................2

C.RUANG LINGKUP.........................................................................................................2

D.BATASAN OPERASIONAL..........................................Error! Bookmark not defined.

E.FASILITAS.....................................................................................................................8

F.TATA LAKSANA.........................................................................................................10

F.PENUTUP

iii
iv
PEDOMAN

PENYAKIT TUBERKULOSIS

UPTD PUSKESMAS GETASAN

A. PENDAHULUAN
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak
negara. Pada tahun 2005 strategi DOTS diperluas menjadi “Strategi Stop TB”,
yaitu:

1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS


2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian

Pada tahun 2013 muncul usulan dari beberapa negara anggota WHO yang
mengusulkan adanya strategi baru untuk mengendalikan TB yang mampu menahan
laju infeksi baru, mencegah kematian akibat TB, mengurangi dampak ekonomi
akibat TB dan mampu meletakkan landasan ke arah eliminasi TB. Eliminasi TB
akan tercapai bila angka insidensi TB berhasil diturunkan mencapai 1 kasus TB per
1 juta penduduk, sedangkan kondisi yang memungkinkan pencapaian eliminasi TB
(pra eliminasi) adalah bila angka insidensi mampu dikurangi menjadi 10 per
100.000 penduduk. Dengan angka insidensi global tahun 2012 mencapai 122 per
100.000 penduduk dan penurunan angka insidensi sebesar 1-2% setahun maka TB
akan memasuki kondisi pra eliminasi pada tahun 2160. Untuk itu perlu ditetapkan
strategi baru yang lebih komprehensif bagi pengendalian TB secara global

Pada sidang WHA ke 67 tahun 2014 ditetapkan resolusi mengenai strategi


pengendalian TB global pasca 2015 yang bertujuan untuk menghentikan epidemi
global TB pada tahun 2035 yang ditandai dengan:

1. Penurunan angka kematian akibat TB sebesar 95% dari angka tahun 2015.
2. Penurunan angka insidensi TB sebesar 90% (menjadi 10/100.000 penduduk)

1
B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan drajat kesehatan masyarakat.

2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan penjaringan suspek dan penemuan kasus baru TCM +
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TBC
c. Mengurangi angka kejadian TBC di masyarakat melalui penemuan kasus secara
dini
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penemuan kasus baru TBC
e. Membentuk patisipan aktif ( Toam, Toga, Kader) untuk mendukung penemuan
kasus.

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup program Program Pengendalian Penyakit Tuberculosis Puskesmas
Getasan meliputi :

1. Tatalaksana Pasien Tuberculosis


2. Tatalaksana TB pada Anak
3. Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberculosis Resistan Obat.
4. Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
5. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberculosis
6. Public – Private Mix DOTS dalam Pengendalian Tuberculosis
7. Manajemen Laboratorium Tuberculosis
8. Pengelolaan Logistik Program Pengendalian Tuberculosis
9. Standar Ketenagaan dan Pengembangan Sumber daya manusia Program
Pengendalian Tuberculosis
10. Keterlibatan Masyarakat dan Organisasi kemasyarakatan dalam Pengendalian
Tuberculosis
11. Sistem Informasi Strategis Program Pengendalian Tuberculosis
12. Perencanaan dan Penganggaran Program Pengendalian Tuberculosis

D. BATASAN OPERASIONAL

Pedoman ini berlaku untuk unit/kegiatan apa saja


1. Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis

2
Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu dari enam
program pokok Puskesmas di Indonesia. Pedoman ini menjadi acuan dan arah
dalam kegiatan Program Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis tersebut
di Puskesmas Getasan.
2. Pelayanan Pengobatan Penyakit Tuberkulosis Di Rawat Jalan, Rawat Inap
dan fasilitas pelayanan kesehatan jaringan dan jejaring Puskesmas
Getasan
Puskesmas Getasan sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pertama (FKTP)
memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan, di mana salah satunya
adalah pengobatan Tuberkulosis. Tatalaksana pengobatan di dalam pedoman ini
sebagai acuan di dalam tata laksana pengobatan di Puskesmas Getasan, baik
pengobatan yang dilakukan di unit rawat jalan, rawat inap, maupun jaringan dan
jejaring Puskesmas Getasan, antara lain: Puskesmas Pembantu, PKD dan
Dokter Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Getasan.
2. Landasan Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013
Tentang Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan
Obat
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 565/Menkes/Per/III/2011 tentang Strategi
Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2011-2014 (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Tahun 169);

3
1. Kualifikasi SDM

Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM Program Pengendalian Tuberkulosis


adalah:

No. Nama Jabatan Kualifikasi Sertifikat/Credentialling

Formal/

Pendidikan

1 Dokter Umum Dokter Umum Pelatihan TB

Pelatihan TB-MDR

2 Penanggung D3 Keperawatan Pelatihan TB


Jawab Program
Pengendalian
Tuberkulosis

3 Pelaksana D3 Keperawatan Pelatihan TB


Program
Pengendalian
Tuberkulosis

4 Sanitarian D3 Sanitasi Lingkungan Pelatihan Sanitasi

5 Ahli Gizi D3 Gizi Pelatihan Gizi

6 Analis D3 Analis Kesehatan Pelatihan TB


Laboratorium
Pelatihan Pemeriksaan TB

7 Penanggung D3 Kperawatan Pelatihan Imunisasi


Jawab Imunisasi

2. Peran dan Tugas

No. Nama Jabatan Peran Tugas

4
1 Dokter Umum Bertanggung jawab 1. Melakukan Pemeriksaan
dalam pemeriksaan TB
diagnostic TB, 2. Penegakan Diagnosis TB
Pengobatan TB dan 3. Pengobatan TB
Rujukan TB. 4. Melakukan Upaya Rujukan
TB
2 Penanggung Jawab Bertanggung jawab 1. Membuat perencanaan
Program Pengendalian dalam pengendalian TBC
Tuberkulosis Pengendalian 2. Melaksanakan
Penyakit TBC Pengendalian TBC
3. Melaksanakan Monitoring
dan evaluasi pelaksanaan
pengendalian TBC
4. Melaksanakan
pemberdayaan masyarakat
dalam upaya pengendalian
TBC
5. Melaksanakan Koordinasi
dengan Lintas Sektor,
Lintas Program dan Dinas
Kesehatan
6. Melaksanakan Koordinasi
Pengadaan dan
Pemeliharaan Logistik
termasuk Obat Anti
Tuberkulosis dengan
Bagian Farmasi
Puskesmas dan Dinas
Kesehatan
7. Melaksanakan Koordinasi
pengobatan dan perawatan
Pasien TBC dengan
Fasyankes lainnya.
8. Melaksanakan Sistem
Informasi Pengobatan TBC
termasuk Sistem Informasi
Terpadu Pengobatan TBC
(SITT)

5
3 Pelaksana Program Melaksanakan 1. Melaksanakan
Pengendalian pengendalian TBC Pengendalian TBC
Tuberkulosis 2. Melaksanakan Penyuluhan
TBC dan pemberdayaan
masyarakat dalam upaya
pengendalian TBC
3. Melaksanakan Koordinasi
dengan Lintas Sektor,
Lintas Program dan Dinas
Kesehatan
4 Sanitarian Bertanggung jawab 1. Memberikan konsultasi
dalam Konsultasi pada pasien TBC untuk
dan Penyuluhan menciptakan kondisi
Sanitasi Terkait tempat tinggal yang
TBC mendukung pengobatan
TBC
2. Memberikan penyuluhan
dan konsultasi pada
masyarakat untuk
menciptakan kondisi
tempat tinggal yang
mendukung dalam
pencegahan penularan
TBC
5 Ahli Gizi Bertanggung jawab 1. Memberikan konsultasi
dalam Konsultasi pada pasien TBC untuk
dan Penyuluhan perbaikan gizi yang
Gizi Terkait TBC mendukung pengobatan
TBC
2. Memberikan penyuluhan
dan konsultasi pada
masyarakat untuk
meningkatkan gizi yang
dapat mendukung
pencegahan TBC

6
6 Analis Laboratorium Bertanggung jawab 1. Melaksanakan
dalam Pemeriksaan pemeriksaan laboratoris
Sputum BTA pemeriksaan sputum Basil
Tahan asam (BTA)
2. Melaksanakan koordinasi
dengan bagian pengadaan
barang Puskesmas
Maesan dalam rangka
pengadaan alat
pemeriksaan sputum Basil
Tahan asam (BTA)
termasuk reagen
3. Melaksanakan koordinasi
dengan bagian pemelihara
barang Puskesmas
Maesan dalam rangka
pemeliharaan alat
pemeriksaan sputum Basil
Tahan asam (BTA)
termasuk reagen
7 Penanggung Jawab Mengelola Vaksin 1. Mengelola Vaksin BCG
Imunisasi BCG dan 2. Mengelola pemberian
Bertanggung Jawab imunisasi vaksin BCG
dalam Imunisasi
Vaksin BCG

7
E. FASILITAS

Di dalam pengendalian penyakit TBC diperlukan upaya pengobatan. Agar pengobatan


dapat berjalan optimal, maka diperlukan standar fasilitas untuk pengobatan.
Pengobatan TBC di Puskesmas dilaksanakan di Ruang DOTS TB. Untuk pengobatan
pasien dalam kondisi yang membutuhkan rawat inap, pengobatan dilakukan secara
rawat inap untuk sementara di Unit Rawat Inap sampai kondisi stabil untuk rawat jalan
Berikut fasilitas yang digunakan untuk pengobatan dan perawatan pasien TBC beserta
fungsinya dalam pengobatan TBC:
1. Poli Umum : Pemeriksaan TBC, Penegakan Diagnosis, memberikan Rujukan untuk
pemeriksaan lanjutan atau pengobatan lanjutan, Pengobatan pertama kali setelah
diagnosis. Unuk pengobatan selanjutnya, dilaksanakan di Poli Jantung paru.
Pembuatan Formulir TB 01 dan 02 dilaksanakan di Poli Umum atau Poli jantung Paru.
2. Ruang DOTS TB : Pemeriksaan TBC, Penegakan diagnosis, Pengobatan TBC
termasuk Pengobatan kedua dan seterusnya hingga pengobatan selesai, memberikan
rujukan pengobatan selanjutnya. Pengisian sistem informasi baik elektronik dan non
elektronik dilakukan di Poli jantung Paru.
3. Unit Gawat Darurat: Pemeriksaan , Penjaringan pasien baru yang datang ke
Puskesmas Getasan dalam kondisi vital tidak baik atau emergency.
4. Unit Rawat Inap : Penjaringan pasien baru, dan rujukan bagi pasien dengan tbc,
dengan ttv yang buruk.
5. Puskesmas Pembantu dan PKD : Memberikan pengobatan TBC pada pasien yang sulit
dijangkau atau sulit transportasi. Catatan: Pasien TBC tetap diwajibkan untuk periksa
rutin minimal 1 kali dalam sebulan ke Poli Umum Puskesmas Getasan agar dapat
pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum. Memberikan rujukan ke Poli Umum
Puskesmas Getasan apabila menemui penderita terduga TBC.
6. Poli Sanitasi : Memberikan konsultasi perbaikan kondisi rumah agar mendukung
pengobatan TBC dan mencegah penularan TBC.
7. Poli Gizi : Memberikan konsultasi perbaikan gizi penderita TBC agar mendukung
pengobatan TBC dan mencegah penularan TBC.
8. Laboratorium: Melaksanakan pemeriksaan Sputum BTA, pengiriman sampel TCM.
9. Kamar Obat : Menerima resep pengobatan TBC dari Poli Umum, Poli Jantung Paru,
UGD dan Rawat Inap serta memberikan obat TBC pada pasien TBC.
10. Poli Imunisasi : Memberikan imunisasi BCG untuk pencegahan penyakit TBC.
11. Ruang Vaksin : tempat menyimpan vaksin BCG.
12. Ambulance/Kendaraan Puskesmas Keliling : Kendaraan untuk merujuk pasien TBC
atau terduga TBC dengan kondisi vital tidak baik atau emergency.

8
F. SARANA

1. Komputer
2. Alat Pemeriksaan Laboratorium

9
G. TATA LAKSANA PROGRAM

Pemberian OAT adalah komponen terpenting dalam penanganan


tuberkulosis dan merupakan cara yang paling efisien dalam mencegah
transmisi TB. Prinsip pengobatan TB yang adekuat meliputi:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan obat yang meliputi
minimal empat macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
terhadap OAT.
2. OAT diberikan dalam dosis yang tepat.
3. OAT ditelan secara teratur dan diawasi oleh pengawas menelan
obat (PMO) hingga masa pengobatan selesai.
4. OAT harus diberikan dalam jangka waktu yang cukup, meliputi
tahap awal/ fase intensif dan tahap lanjutan. Pada umumnya lama
pengobatan TB paru tanpa komplikasi dan komorbid adalah 6
bulan. Pada TB ekstraparu dan TB dengan komorbid, pengobatan
dapat membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan.
5. Pada tahap awal/fase intensif, OAT diberikan setiap hari. Pemberian
OAT pada tahap awal bertujuan untuk menurunkan secara cepat jumlah
kuman TB yang terdapat dalam tubuh pasien dan meminimalisasi risiko
penularan. Jika pada tahap awal OAT ditelan secara teratur dengan
6. Dosis yang tepat, risiko penularan umumnya sudah berkurang setelah
dua minggu pertama tahap awal pengobatan. Tahap awal juga bertujuan
untuk memperkecil pengaruh sebagian kecil kuman TB yang mungkin
sudah resisten terhadap OAT sejak sebelum dimulai pengobatan.
Durasi pengobatan tahap awal pada pasien TB sensitif obat (TB-SO)
adalah dua bulan.
Pengobatan dilanjutkan dengan tahap lanjutan. Pengobatan tahap
lanjutan bertujuan untuk membunuh sisa kuman TB yang tidak mati
pada tahap awal sehingga dapat mencegah kekambuhan. Durasi tahap
lanjutan berkisar antara 4 – 6 bulan.

10
H. PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

Dosis yang tepat, risiko penularan umumnya sudah berkurang setelah dua minggu
pertama tahap awal pengobatan. Tahap awal juga bertujuan untuk memperkecil
pengaruh sebagian kecil kuman TB yang mungkin sudah resisten terhadap OAT sejak
sebelum dimulai pengobatan. Durasi pengobatan tahap awal pada pasien TB sensitif
obat (TB-SO) adalah dua bulan. Pengobatan dilanjutkan dengan tahap lanjutan.
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan untuk membunuh sisa kuman TB yang tidak mati
pada tahap awal sehingga dapat mencegah kekambuhan. Durasi tahap lanjutan
berkisar antara 4 – 6 bulan.

1. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Regimen pengobatan TB-SO
Paduan OAT untuk pengobatan TB-SO di Indonesia adalah:
2RHZE / 4 RH
Pada fase intensif pasien diberikan kombinasi 4 obat berupa, Rifampisin (R), Isoniazid
(H), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4 bulan pada fase lanjutan. Pemberian
obat fase lanjutan diberikan sebagai dosis harian (RH) sesuai dengan rekomendasi
WHO. Pasien dengan TB-SO diobati menggunakan OAT lini pertama.
Dosis OAT lini pertama yang digunakan dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Dosis OAT lepasan lini pertama untuk pengobatan


TB-SO

No Nama obat Dosis (mg/kgBB) Dosis


. maksimum (mg)
1 Rifampicin (R) 0 (8-12) 600
2 Isoniazid (H) 5 (4-6) 300
3 Pirazinamid (Z) 25 (20-30)
4 Etambutol (E) 15 (15-20)
5 Streptomisin 15 (12-18)

2. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS


Pengobatan tuberkulosis standar dibagi menjadi:
Pasien baru. Paduan obat yang dianjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian dosis setiap

11
hari.
Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual. Fasilitas


kesehatan perlumelakukan uji kepekaan obat, pasien dapat diberikan OAT kategori 1
selama menunggu hasil uji kepekaan. Pengobatan selanjutnya disesuaikan dengan
hasil uji kepekaan.Pengobatan pasien TB resisten obat (TB-RO) di luar
cakupan pedoman ini.

Tuberkulosis paru kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru sedangkan
kasus TB-RO dirujuk ke pusat rujukan TB-RO.

Tuberkulosis paru dan ekstraparu diobati dengan regimen pengobatan yang sama dan
lama pengobatan berbeda yaitu:

A. Meningitis TB, lama pengobatan 9 – 12 bulan karena berisiko kecacatan dan mortalitas.
Etambutol sebaiknya digantikan dengan Streptomisin.
B. TB tulang belakang, lama pengobatan 9 – 12 bulan. Kortikosteroid diberikan pada
meningitis TB, TB milier berat, dan perikarditis TB.
C. Limfadenitis TB lama pengobatan 6 bulan dan dapat diperpanjang hingga 12 bulan.
Perubahan ukuran kelenjar (membesar atau mengecil) tidak dapat menjadi acuan
dalam menentukan durasi pengobatan.

I. EFEK SAMPING OAT


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping sehingga pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat. Jika efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatis, maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda gangguan pada syaraf tepi berupa
kesemutan, rasa terbakar di kaki-tangan, dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain yang
dapat terjadi adalah gejala defisiensi piridoksin (sindrompellagra). Efek samping berat
dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% pasien.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis adalah : Sindrom flu berupa demam, menggigil, dan nyeri
tulang.Sindrom dispepsia berupa sakit perut, mual, penurunan nafsu makan, muntah,

12
diare.Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi adalah :
Hepatitis imbas obat dan ikterik, bila terjadi maka OAT, harus diberhentikan
sementara. Purpura, anemia hemolitik akut, syok, dan gagal ginjal.
Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi meskipun gejala telah menghilang. Sindrom respirasi yang ditandai
dengan sesak napas. Rifampisin dapat menyebabkan warna kemerahan pada air seni,
keringat, air mata, dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolisme obat dan tidak berbahaya.
3. Pirazinamid
Efek samping berat yang dapat terjadi adlaah hepatitisimbas obat (penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi dan dapat
diatasi dengan pemberian antinyeri, misalnya aspirin.
Terkadang dapat terjadi serangan artritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan
penurunan ekskresi dan penimbunan asam urat. Terkadang terjadi reaksi demam,
mual, kemerahan, dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa penurunan ketajaman
penglihatan dan buta warna merah dan hijau. Namun gangguan penglihatan tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, sangat jarang terjadi
pada penggunaan dosis 15-25 mg/kg BB perhari atau 30mg/kg BB yang diberikan 3 kali
seminggu. Gangguanpenglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu,
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko
kerusakan saraf okuler sulit untuk dideteksi, terutama pada anak yang kurang
kooperatif.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.
Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.
Gejala efek samping yang dapat dirasakan adalah telinga berdenging (tinitus), pusing,
dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera
dihentikan atau dosisnya dikurangi. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan dapat
berlanjut dan menetap (kehilangan keseimbangan dan
tuli). Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah, dan eritem pada kulit. Efek samping sementara dan ringan
(jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga berdenging dapat terjadi
segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi
0,25gram. Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh

13
diberikan pada perempuan hamil karena dapat
merusak fungsi pendengaran janin.

Pendekatan berdasarkan gejala untuk penatalaksanaan efek


samping OAT

Pendekatan berdasarkan gejala digunakan untuk penatalaksanaan efek samping


umum, yaitu efek samping mayor dan minor. Pada umumnya, pasien yang mengalami
efek samping minor sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan TB dan diberikan

Pengobatan simptomatis. Apabila pasien mengalami efek samping berat (mayor), OAT
penyebab dapat dihentikan dan pasien segera dirujuk ke pusat kesehatan yang lebih
besar atau dokter paru untuk mendapatkan tatalaksana selanjutnya.

Tabel 3. Pendekatan berdasarkan masalah untuk penatalaksanaan OAT

No Efek tidak diinginkan Obat Tatalaksana


. (ETD) Penyebab
Mayor Hentikan obat penyebab dan
rujuk kepada dokter ahli segera

1 kemerahan kulit Sterptomisin, Hentikan OAT


dengan atau tanpa gatal isoniazid,
rifampisin,
pirazinamid

2 Tuli (bukan disebabkan Streptomisin Hentikan streptomisin


oleh kotoran)
3 Pusing ( vertigo dan Streptomisin, Hentikan OAT
nistagmus) Isoniazid,
pirazinamid,
rifampisin
4 Kuning (setelah Streptomisin Hentikan streptomisin
penyebab lain Isoniazid, Hentikan OAT
disingkirkan), hepatitis pirazinamid,
rifampisin
5 bingung (diduga Sebagian Hentikan OAT,
gangguan hepar berat besar OAT, Hentikan etambutamol
bila bersamaan dengan Etambutamol
kuning)
6 Syok, gagal ginjal akut Streptomisin Hentikan streptomisin

14
Minor Lanjutkan OAT, cek dosis OAT
1 Anoreksia, mual, nyeri Pirazinamid, Berikan obat dengan bantuan
perut rifampisin, sedikit
isoniazid makanan atau menelan OAT
sebelum tidur, dan sarankan untuk
menelan pil secara lambat dengan
sedikit air.
Bila gejala menetap atau
memburuk,atau muntah
berkepanjangan atau terdapat
tanda-tanda
perdarahan,pertimbangkan
kemungkinan ETD mayor dan
rujuk ke dokter ahli segera
2 nyeri sendi isoniazid Aspirin atau obat antiinlamasi
nonsteroid, atau parasetamol
Piridoksin 50-75 mg/ hari
3 Rasa terbakar, kebas isoniazid Piridoksin 50-75 mg/ hari
atau kesemutan
di tangan dan kaki,
Rasa mengantuk
4 Air kemih berwarna rifampisin pastikan pasien diberitahukan
kemerahan sebelum mulai minum obat dan
bila, hal ini terjadi adalah normal
5 Sindrom lu (demam, Pemberian Ubah pemberian rifampisin
menggigil, malaise, sakit rifampisin intermiten menjadi setiap hari
kepala, nyeri tulang) intermiten

15
J. PENUTUP

Demikian Panduan Pengendalian Dokumen dan Rekaman UPTD


Puskesmas Getasan ini dibuat untuk membantu meningkatkan mutu dan kinerja
pelayanan di UPTD Puskesmas Getasan khususnya pengendalian dokumen dan
rekaman supaya setiap dokumen yang beredar adalah sah dan terbaru serta
terdistribusi sesuai pemegang dokumen.

Kepala UPTD Puskesmas


Getasan

Dr.Steven Budi Setiawan


NIP. 198302182011011004

16
17

Anda mungkin juga menyukai