DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS BANTARAN
Jln. Raya Bantaran no. 43 Telp. (0335) 682862 BANTARAN 67261
email : puskesmas.bantaran@probolinggokab.go.id
PROBOLINGGO
A. PENDAHULUAN
Pengendalian TBC di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas
desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan Kabupaten/ kota sebagai titik
berat manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana,
tenaga, sarana dan prasarana). Pengendalian TBC dilaksanakan dengan
menggunakan strategi DOTS sebagai kerangka dasar dan memperhatikan
strategi global untuk mengendalikan TBC (Global Stop TB Strategy).
Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah
terhadap program pengendalian TBC. Penguatan pengendalian TBC dan
pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan
akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya TBC resistan obat. Penemuan dan
pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjut (FKRTL), meliputi: Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta,
Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(B/BKPM), Klinik Pengobatan serta Dokter Praktek Mandiri (DPM). Pengobatan
untuk TBC tanpa penyulit dilaksanakan di FKTP. Pengobatan TBC dengan
tingkat kesulitan yang tidak dapat ditatalaksana di FKTP akan dilakukan di
FKRTL dengan mekanisme rujuk balik apabila faktor penyulit telah dapat
ditangani. Pengendalian TBC dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama
dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan
masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TBC
(Gerdunas TBC). Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat
pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan. Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TBC diberikan secara cuma-cuma dan
dikelola dengan manajemen logistk yang efektif demi menjamin ketersediaannya.
Skrining deteksi dini TBC (Tuberkulosis) adalah proses identifikasi awal
yang bertujuan untuk mengidentifikasi individu yang mungkin terinfeksi oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis, penyebab penyakit TBC. Skrining ini penting
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit TBC dan memulai perawatan
dini bagi individu yang terinfeksi. Untuk itu dengan Visi Bupati Probolinggo yaitu
“Terwujudnya masyarakat Kabupaten Probolinggo Berakhlak Mulia Yang
Sejahtera, Berkeadilan, dan berdaya Saing” yang jabarkan dalam misi ke 2
Bupati Probolinggo yaitu “Peningkatan Kualitas SDM dan Menurunkan Angka
Kemiskinan”.
B. LATAR BELAKANG
Pada tahun 2017, angka kematian akibat tuberculosis adalah 40/100.000
populasi (tanpa TB HIV) dan 3,6 per 100.000 penduduk (termasuk TB-HIV).
Indonesia merupakan salah satu dari Negara dengan beban. Dengan insiden
sebesar 842.000 kasus per tahun dan notifikasi kasus TBC sebesar 570.289
kasus maka masih ada sekitar 32% kasus masih belum ditemukan dan diobati
(un-reach) atau sudah ditemukan dan diobati tetapi belum tercatatoleh program
(detected, un-notified). Mereka yang belum ditemukan menjadi sumber
penularan TBC di masyarakat. Keadaan ini merupakan tantangan besar bagi
program penanggulangan TBC di Indonesia, diperberat dengan tantangan lain
dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi seperti infeksi TBC-HIV, TBC
resistan obat (TBC-RO), TBC kormobid, TBC pada anak serta tantangan lainnya.
Tuberculosis (TBC) masih merupakan ancaman kesehatan masyarakat di
Indonesia.
Berdasarkan Global TBC Report 2018, diperkirakan di Indonesia pada
tahun 2017 terdapat 842.000 kasus TBC baru (319 per 100.000 penduduk) dan
kematian karena TBC sebesar 116.400 (44 per 100.000 penduduk) termasuk
pada TBC-HIV positif. Angka notifikasi kasus (case notification rate/CNR) dari
semua kasus dilaporkan sebanyak 171 per 100.000 penduduk. Secara nasional
diperkirakan insidens TBC HIV sebesar 36.000 kasus (14 per 100.000
penduduk). Jumlah kasus TBC-RO diperkirakan sebanyak 12.000 kasus
(diantara pasien TBC paru yang ternotifikasi) yang berasal dari 2.4% kasus baru
dan 13% kasus pengobatan ulang. Terlepas dari kemajuan yang telah dicapai
Indonesia, jumlah kasus tuberculosis baru di Indonesia masih menduduki
peringkat ketiga di dunia dan merupakan salah satu tantangan terbesar yang
dihadapi Indonesia dan memerlukan perhatian dari semua pihak, karena
memberikan beban morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Tuberkulosis
merupakan penyebab kematian tertinggis setelah penyakit jantung iskemik dan
penyakit serebrovaskuler.
Berdasarkan WHO Global TBC Report 2020, kasus TBC di Indonesia
pada tahun 2019 diperkirakan sejumlah 845.000 kasus dengan insidensi 312 per
100.000 penduduk yang kemudian membawa Indonesia menjadi Negara dengan
jumlah kasus terbesar kedua di dunia setelah India. Upaya untuk mengendalikan
Tuberkulosis merupakantantangan yang harus kita sikapi bersama dengan
sungguh-sungguh. Sebab, setiap tahun diperkirakan muncul 842.000 kasus baru
tuberkulosis di Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 68% yang berhasil
ditemukan dan diobati, sedangkan sekitar 32% sisanya masih diupayakan untuk
segera ditemukan dan diobati Dukungan dari seluruh jajaran kementerian/
lembaga, TNI-Polri, Pemerintah Daerah dan Akademisi serta seluruh lapisan
masyarakat sangat diperlukan agar masalah Tuberkulosis dapat kita selesaikan
segera dan tidak lagi menjadi masalah kesehatan yang ada di dalam
masyarakat. Indonesia bersama lebih dari 100 negara di Dunia telah sepakat
dan bertekad mencapai Eliminasi Tuberkulosis pada tahun 2030. Untuk menuju
target eleminasi TBC tahun 2030, perlua dan strategi percepatan penemuan dan
pengobatan yang mencakup perluasan akses dan penyediaan layanan yang
bermutu dan terstandart. Tekad ini telah kita wujudkan dengan upaya
meningkatkan penemuan dan pengobatan kasus Tuberkulosis di seluruh
Indonesia yang didukung dengan, antara lain:
1. Penyediaan sumber daya, obat dan alat yang berkualitas
2. Penggerakan seluruh lapisan masyarakat, termasuk peran dan partisipasi
dari kader masyarakat termasuk dalam investigasi kontak dan
3. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan serta
pengendalian Tuberkulosis.
Berdasarkan hal tersebut di atas Program Penanggulangan TBC merubah
strategi penemuan pasien TBC tidak hanya “secara pasif dengan aktif promotif”
tetapi juga melalui “penemuan aktif secara intensif dan massif berbasis keluarga
dan masyarakat“, dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan layanan
yang bermutu sesuai standar. Untuk itu Puskesmas Bantaran mempunyai tata
nilai BerAKHLAK IDAMAN ( Berorientasi Pelayanan , Akuntabel, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif, Inovatif, Disiplin, Adil, Mudah, Aman) di
Puskesmas Bantaran.
C. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS
a. Tujuan Umum :
Untuk mengidentifikasi individu yang mungkin terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis sejak dini, bahkan sebelum gejala penyakit muncul. Ini
memungkinkan untuk penanganan dan pengobatan yang lebih awal,
mengurangi risiko komplikasi dan penyebaran lebih lanjut. Skrining
membantu dalam mendeteksi individu yang terinfeksi TBC tanpa gejala dan
mungkin merupakan sumber penularan bagi orang lain.
b. Tujuan Khusus :
1. Menemukan kasus TBC secara dini dengan melakukan skrining gejala
dan faktor risiko TBC terhadap seluruh santri di Pondok Pesantren
2. Mencegah penularan TBC dengan cara memberikan edukasi tentang
perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Memutus mata rantai penularan TBC di masyarakat
G. SASARAN
Sasaran dari kegiatan ini adalah semua Santri di Pondok Pesantren di Wilayah
kerja Puskesmas Bantaran.
2 Pelaksanaan kegiatan √
3 Tindak Lanjut Di √
Puskesmas
M. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan ini dibuat sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan
Skrining Deteksi TBC Tahun 2023 di Puskesmas Bantaran.