Anda di halaman 1dari 39

OUTLINE PENELITIAN PENELITIAN KUALITATIF

EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN


TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS KUALA ENOK KABUPATEN
INDRAGIRI HILIR

OLEH :
SANTI LIANA NIM. 2105059
POSMA R.L. OMPUSSUNGGU NIM. 2105060
MOHAMMAD TASLIM NIM. 2105063
ANWAR NIM. 2105067
YULIANA NOVITA NIM. 2105070

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
2022
A. Judul Penelitian

Evaluasi Program Pencegahan Dan Penanggulangan Tuberkulosis Di

Puskesmas Kuala Enok Kabupaten Indragiri Hilir

B. Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis atau TBC adalah suatu penyakit menular yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian kuman TB tidak hanya

menyerang paru-paru, tetapi dapat menyerang berbagai organ dan jaringan

tubuh lainnya. Penularan dapat terjadi ketika penderita TB batuk, bersin,

berbicara, atau meludah, mereka memercikkan kuman TB atau bacillia ke

udara. Setelah kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan,

kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya

melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau

penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Dampak sosial dan psikologis yang dialami oleh penderita TB yaitu

timbulnya rasa tidak percaya diri penderita TB untuk bersosialisasi,

penderita tidak dapat bekerja secara maksimal, menjadi beban keluarga, dan

mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Rendahnya tingkat pengetahuan

masyarakat tentang TB menyebabkan stigma negatif sulit dihilangkan

(Sulidah, 2013). Dampak ekonomi yang dialami oleh penderita yaitu

kehilangan pendapatan dalam jangka waktu tertentu.

Pada tahun 2017 Indonesia menduduki peringkat ke-3 diantara 5 negara

yang mempunyai beban tuberkulosis yang terbesar yaitu India, China,

Indonesia, Philippina and Pakistan. Berdasarkan Global Report Tuberculosis


tahun 2017, secara global kasus baru tuberkulosis sebesar 6,3 juta, setara

dengan 61% dari insiden tuberkulosis (10,4 juta) (WHO, 2017). Tahun

2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia sebanyak 425.089

kasus, meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pada triwulan ke 3

tahun 2018 kejadian kasus TB terdapat sebanyak 370.838 kasus yang

ternotifikasi TB (Kemenkes RI, 2017).

Kenaikan kasus Tuberkulosis di Indonesia membuat pemerintah untuk

melakukan penanggulangan dengan cara membuat program yang disebut

program Pencegahan dan Penanggulangan TB (P2TB). Pencegahan dan

Penanggulangan TB (P2TB) adalah segala upaya kesehatan yang

mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek

kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan

masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian,

memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak

negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis (Kemenkes, 2016).

Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 menyebutkan bahwa indikator

utama yang digunakan untuk menilai pencapaian strategi nasional

penanggulangan TB di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat, antara

lain: 1) Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR)

yang diobati; 2) Angka notifikasi semua kasus TB (case notification

rate/CNR) yang diobati per 100.000 penduduk; 3) Angka keberhasilan

pengobatan pasien TB semua kasus; 4) Cakupan penemuan kasus resistan obat;

5) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat; 6) Persentase

pasien TB yang mengetahui status HIV. Dari ke-6 indikator tersebut,


pemerintah lebih menekankan pada pencapaian indikator penemuan kasus

(CDR) dan keberhasilan pengobatan Tuberkulosis sebagai tolak ukur dalam

pencapaian keberhasilan program Pencegahan dan Penanggulangan

Tuberkulosis (P2TB) di Indonesia.

Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna dapat

menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat

dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling

efektif di masyarakat. Selama 3 tahun terakhir angka penemuan kasus TB

cenderung terdapat peningkatan, yaitu pada tahun 2015 sebesar 32,9%, tahun

2016 sebesar 35,8%, dan tahun 2017 sebesar 42,4%, tetapi masih belum

mencapai target nasional penemuan kasus TB minimal 70%. Pada tahun 2017

angka keberhasilan pengobatan semua kasus tuberkulosis sebesar 85,7%,

mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2016 sebesar 85% dan tahun

2015 sebesar 85,8%, sedangkan angka keberhasilan pengobatan semua kasus

minimal 90,0%.

Belum tercapainya indikator keberhasilan program Pencegahan dan

Penanggulangan Tuberkulosis (P2TB) di tingkat pusat, dipengaruhi oleh belum

tercapainya indikator penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan

tuberkulosis di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Jumlah kasus

Tuberkulosis tertinggi yang dilaporkan, terdapat di provinsi Jawa Barat, Riau,

dan Sulawesi Selatan (Kemenkes RI, 2017). Provinsi Riau memilki penemuan

kasus dan keberhasilan pengobatan TB yang masih rendah dibandingkan

dengan 2 provinsi yang lain. Penemuan untuk semua kasus TB di Riau tahun

2018 sebesar 143,9 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan


dibandingkan tahun 2017 yaitu 132,9 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka

keberhasilan pengobatan di Provinsi Riau tahun 2018 sebesar 77,1%

mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017 sebesar 82,36%, masih

belum mencapai target rencana strategi Dinas Kesehatan Kota Provinsi Riau,

yaitu 90 persen (Dinkes Riau, 2018).

Kabupaten Indragiri Hilir menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah

penderita Tuberkulosis terbanyak di Provinsi Riau pada tahun 2017, yang

pada tahun 2015 dan 2016 menduduki peringkat ke-6. Penemuan kasus

penderita tuberkulosis di Kabupaten Indragiri Hilir setiap tahun mengalami

peningkatan, yaitu tahun 2016 sebanyak 211 kasus, tahun 2017 sebanyak 235

kasus, dan tahun 2018 sebanyak 257 kasus. Meningkatnya penemuan kasus TB

di Kabupaten Indragiri Hilir tidak sejalan dengan angka keberhasilan

pengobatan penderita tuberkulosis yang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir

belum mencapai target nasional yaitu sebesar 90%. Tahun 2013 sampai 2015

rata-rata caiapannya masih dalam kisaran angka 83%, kemudian pada tahun

2016 mengalami peningkatan sebesar 86%. Akan tetapi, pada tahun 2017

turun kembali sebesar 84%.

Berdasarkan data Analisis Situasi Program P2TB Kabupaten Indragiri

Hilir oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2018 terdapat 2

Puskesmas yang memiliki capaian terendah dalam penemuan kasus maupun

keberhasilan pengobatan tuberkulosis dalam pelaksanaan program P2TB yaitu

Puskesmas Kuala Enok. Penemuan kasus TB di Puskesmas Kuala Enok

sebesar 9,65% dengan keberhasilan pengobatan sebesar 84,6%,.


Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan

Maret 2022 di Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir, diketahui masih

terdapat beberapa kendala yang dialami dalam pelaksanaan program P2TB.

Beberapa diantaranya yaitu penemuan kasus Tuberkulosis dilakukan dengan

cara menunggu penderita TB datang ke Puskesmas dan laporan dari kader

kesehatan. selain itu, sosialisasi oleh pihak Puskesmas terkait program TB

jarang dilakukan sehingga pengetahuan masyarakat terkait penyakit TB rendah.

Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kesadaran pasien terhadap penyakit TB.

Selaras dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa terdapat

hubungan antara penegtahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan TB

(Rahman, Fauzi E, et al, 2017).

Kendala lain yang terjadi yaitu Follow up pasien yang belum optimal.

Hal tersebut terjadi karena petugas program TB yang merangkap tugas lain,

seperti menjadi adminitrasi di bagian pelayanan, kepala ruang rawat inap,

pelaksana program lain, dan lain-lain. Pekerja yang mempunyai beban kerja

berlebih akan menurunkan kualitas hasil kerja dan memungkinan adanya

inefisiensi waktu, sehingga kegiatan dalam penemuan tidak bisa dikerjakan

secara maksimal (Sutinbuk, Mawarni, & Kartika W, 2012). Berdasarkan

penelitian terdahulu menjelaskan bahwa adanya tugas rangkap oleh petugas

pelaksana program penanggulangan TB menyebabkan capaian program P2TB

oleh Puskesmas masih jauh dari terget yang ditentukan. Faktor

penghambat lain yaitu belum tercukupinya dana, tenaga terlatih dan beban

kerja yang rangkap (Aditama, Zulfikar, & Baning R., 2013).


Pengawas Minum Obat (PMO) yang belum berfungsi secara optimal.

PMO hanya bertugas mengantar penderita berobat atau mengambilkan obat ke

Puskesmas ketika penderita TB tidak dapat mengambil sendiri, dan tidak

setiap ari mengawasi ketika minum obat. Hal tersebut terjadi karena PMO tidak

mendapat penyuluhan dari petugas kesehatan berkaitan dengan apa saja tugas

sebagai PMO dan bahaya penyakit TB, sangat mempengaruhi proses

pengobatan penderita TB. (Dewanty, et al, 2016). Penelitian terdahulu lainnya

juga menyebutkan bahwa kinerja PMO yang baik akan membantu

meningkatkan angka kesembuhan TB (Hayati & Musa , 2016) Masalah

lainnya terletak pada penggunaan media promosi kesehatan yang belum

digunakan secara optimal oleh petugas kesehatan. Kerjasama antar organisasi

yang dilakukan belum sepenuhnya terjalin sesuai dengan peraturan yang

ditetapkan.

Komunikasi, sumber daya, dan SOP mempunyai pengaruh dalam

keberhasilan program penanggulangan TB Paru terutama dalam penemuan

kasus pasien TB Paru (Tuharea, Suparwati, & Sriatmi, 2014). Penelitian lain

menyebutkan masih terdapat kesenjangan dalam pelaksanaan tugas dan

tanggung jawab yang dilakukan oleh petugas pemegang program P2TB

puskesmas, petugas laboratorium, kepala tata usaha dalam pencatatan dan

pelaporan puskesmas sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Kemenkes.

Selain itu, sarana dan prasarana juga belum memenuhi kriteria yang

ditentukan oleh Kemenkes RI (Nugraini, 2015).

Faktor-faktor yang dapat menghambat program pengendalian TB dalam

public private mix adalah keterbatasan sumber daya manusia, anggaran,


logistik TB dan sarana prasarana unit DOTS serta ketergantungan sumber daya

terhadap pihak investasi, tidak adanya pedoman operasional yang mengatur

mekanisme kerjasama, kurangnya komitmen pemerintah dan mitra dalam

implementasi pengendalian TB, kurangnya komunikasi dan koordinasi

antara jejaring PPM dalam menjaga pengobatan penderita (Tondong,

Mahendradhata, & Ahmad, 2014). Mengevaluasi program adalah

melaksanakan segala upaya untuk mengumpulkan dan menggali data mengenai

kondisi nyata terhadap pelaksanaan suatu program, kemudian membandingkan

dengan kriteria agar dapat diketahui seberapa jauh ada dan tidaknya

kesenjangan antara kondisi nyata pelaksanaan program dengan kriteria yang

ditentukan sebelumnya.

Berdasarkan uraian tersebut, menjadikan alasan bagi peneliti untuk

melakukan penelitian mengenai “Evaluasi Program Penanggulangan dan

Pencegahan Tuberkulosis Di Puskesmas Kuala Enok Kabupaten Indragiri

Hilir”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui evaluasi

kesenjangan program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di

Puskesmas Kuala Enok Kabupaten Indragiri Hilir.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui evaluasi kesenjangan kegiatan pengendalian

tuberkulosis dalam pelaksanaan program Pencegahan dan


Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Kuala Enok Kabupaten

Indragiri Hilir?

b. Bagaimana evaluasi kesenjangan kelengkapan sumber daya

dalam pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan

Tuberkulosis di Puskesmas Kuala Enok Kabupaten Indragiri Hilir?

c. Bagaimana evaluasi kesenjangan sistem informasi dalam

pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di

Puskesmas Kuala Enok Kabupaten Indragiri Hilir?

d. Bagaimana evaluasi kesenjangan koordinasi, jejaring kerja, dan

kemitraan dalam pelaksanaan program Pencegahan dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Kuala Enok Kabupaten

Indragiri Hilir?

e. Bagaimana evaluasi kesenjangan peran serta masyarakat

dalam pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan

Tuberkulosis di Puskesmas Kuala Enok Kabupaten Indragiri Hilir?

D. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Tempat

Tempat dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kuala Enok

Kabupaten Indragiri Hilir.

2. Ruang Lingkup Waktu

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dari penyusunan

proposal sampai dengan penyusunan laporan penelitian yaitu dari bulan

Mei 2022 sampai dengan bulan Januari 2023.


3. Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini dilakukan pada lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat

khususnya bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan.

E. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode

deskriptif yang dilaksanakan dengan melakukan telaah berbagai data sekunder

yang terkumpul (Nugraini, 2015). Penelitian deskriptif dilakukan terhadap

sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena

(termasuk kesehatan) yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Pada

umumnya penelitian deskriptif digunakan untuk membuat penilaian terhadap

suatu kondisi dan penyelanggaraan suatu program di masa sekarang,

kemudian hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan

perbaikan program tersebut (Notoatmodjo, 2012).

Peneliti bermaksud mengumpulkan data tentang evaluasi progran

Pencegahan dan Penanggulangan TB. Evaluasi yang dilakukan

peneliti mengetahui suatu obyek yang evaluasi dapat dipertahankan,

ditingkatkan, diperbaiki atau bahkan diberhentikan sejalan dengan data yang

diperoleh. Penelitian ini digunakan untuk membandingkan antara standar

penanggulangan TB dengan kinerja petugas di Puskesmas Kuala Enok.


1. Sumber Informasi
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data

sekunder yang akan diolah menjadi informasi sesuai yang dibutuhkan.

a. Data Primer
Data primer merupakan keterangan atau fakta-fakta yang

didapat secara langsung oleh peneliti dari objek atau informan yang

diteliti. Penetapan informan dalam penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan

penentuan informan yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu,

dimana informan tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang

diharapkan oleh peneliti atau informan tersebut sebagai penguasa

sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek yang

diteliti (Sugiyono, 2016). Infroman dalam penelitian ini adalah orang

yang terlibat dalam pelayanan program P2TB di Puskesmas

Kuala Enok yang terdiri informan utama dan informan Informan

Triangulasi. Infroman utama penelitian ini, antara lain:

1. Pemegang program P2TB

2. Petugas laboratorium

3. Gasurkes

4. Kader kesehatan Tuberkulosis

Infroman Informan Triangulasi penelitian ini, yaitu:

1. Pemegang prongram P2TB di Dinas Kesehatan Kota Kabupaten

Indragiri Hilir

2. Pengawas Minum Obat penderita TB

b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat oleh peneliti dari orang lain

atau pihak lain. Sumber data sekunder dalam penelitian ini berasal

dari Dinas Kesehatan Riau, Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir,

Puskesmas di Kabupaten Indragiri Hilir, dan data lainnya yang relevan

dengan kebutuhan tujuan penelitian. Selain itu, juga didapatkan dari

literatur-literatur yang relevan, buku-buku, penelusuran data online

dengan pencarian data melalui fasilitas internet terkait dengan topik

penelitian.

2. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian

kualitatif adalah peneliti itu sendiri yang berfungsi untuk menetapkan

fokus penelitian, memilih informan sebagai narasumber data,

melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,

menafsirkan data dan membuat kesimpulan temuannya.

Permasalahan awal penelitia kualitatif belum jelas dan pasti, tetapi setelah

fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan

instrumen, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan

dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara

(Sugiyono, 2016).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu panduan

wawancara yang berisikan panduan pertanyaan untuk ditujukan kepada

informan penelitian. Lembar ceklist diberikan kepada petugas

laboratorium untuk melakukan pengecekan ketersediaan sarana dan

prasarana yang berkaitan dengan Laboratorium di Puskesmas. Hali ini

untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari program Pencegahan dan


Penanggulangan Tuberkulosis telah tercapai, apakah terdapat

perbedaan pencapaian program tersebut dengan standar yang telah

ditentukan. Alat perekam yang digunakan untuk merekan proses

wawancara, lembar dokumentasi, lembar observasi, kamera telepon, dan

alat tulis.

3. Teknik Pengambilan Data

Penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi

yang alamiah, yang mana sumber data lebih banyak diperoleh dari hasil

observasi dan wawancara mendalam dan dokumentasi (Sugiyono, 2016).

Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian yaitu:

a. Wawancara Mendalam

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini `adalah

wawancara mendalam atau indepth interview, dimana dalam

pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara

terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan

permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak

wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan

wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mecatat apa

yang dikemukakan oleh informan.

b. Observasi

Tahap observasi ini peneliti telah menguraikan fokus yang

ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis

komponensial terhadap fokus, maka pada tahap ini peneliti telah

menemukan karakteristik, kontras- kontras/perbedaan dan kesamaan


antar kategori, serta menemukan hubungan antara satu kategori

dengan kategori yang lain. Peneliti akan lebih mampu memahami

konteks data dalam keseluruhan situasi sehingga akan didapatkan

pandangan holistik atau menyeluruh (Sugiyono, 2016).

c. Dokumentasi

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil observasi

penelitian, wawancara mendalam, dan pemeberian angket akan lebih

dapat dipercaya jika didukung dengan gambar, tulisan, atau karya seni

menumental dari objek yang diteliti (Sugiyono, 2016).

4. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian,

yang meliputi tahap persiapan, tahap pra penelitian, dan tahap pasca

penelitian.

Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu:

a. Studi pendahuluan untuk mencari data awal melalui

mengumpulkan dokumen-dokumen yang relevan, profil

kesehatan, dan informasi kesehatan.

b. Merumuskan permasalahan yang ingin diteliti, kemudian

membuat rancangan penelitiannya.

c. Menyusun proposal penelitian


d. Melakukan proses perizinan dan koordinasi dengan petugas

di instansi kesehatan baik Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri

Hilir maupun Puskesmas terkait program P2TB

e. mempersiapkan lembar wawancara mendalam yang berisi

pertanyaan tentang program Penanggulangan dan Pencegahan

Tuberkulosis serta perlengkapan dokumentasi.

Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini meliputi:

a. Menyerahkan surat ijin penelitian dan koordinasi dengan pihak

Puskesmas terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.

b. Melakukan proses pengambilan data baik onservasi lingkungan

penelitian, wawancara mendalam baik pada informan utama

maupun informan Informan Triangulasi, dan dokumentasi proses

penelitian terkait program P2TB di Puskesmas Kuala Enok

Kabupaten Indragiri Hilir.

c. Setelah semua data telah diperoleh, maka selanjutnya dilakukan

pengolaham dan analisis data

Tahap Pasca Penelitian

Tahap pasca penelitian ini, data yang telah diperoleh dari

hasil penlelitian dilakukan tahap analisis data. Langkah selanjutnya

melakukan penyajian data secara kualitatif dan penarikan hasil

kesimpulan penelitian.

5. Pemeriksaan Keabsahan Data


Keabsahan data dalam penelitian kualitatif diuji untuk mengukur

derajat kepercayaan hasil penelitian yang dilakukan.pengujian keabsahan

data kualitatif menggunakan validitas internal pada aspek nilai

kebenaran, validitas eksternal pada aspek penerapan, dependability

pada aspek konsistensi, dan obyektifitas pada aspek netralitas (Sugiyono,

2017).

Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan

teknik Informan Triangulasi sumber. Teknik Informan Triangulasi sumber

digunakan untuk menguji kredibilitas data dengan melakukan pengecekan

data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Informan Triangulasi

akan dilakukan pada pemegang program Pencegahan dan Penanggulangan

Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Kabupaten Indragiri Hilir, anggota

Keluarga penderita TB yang menjadi PMO, dan data sekunder.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis dari data hasil wawancara,

catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data

ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menysun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain. Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan analisis data di lapangan Model Miles and Huberman,

meliputi reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan/verifikasi.


a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang

merangkum, memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan,

menghilangkan yang tidak dibutuhkan, dan mengorganisasi dengan

cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat daitarik dan

verifikasi. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas, dan akan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan

mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2016).

b. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hunungan natar kategori, flowchart, dan

sejenisnya. Penyajian data yang sering digunakan berupa teks yang

bersifat naratif, dengan demikian akan memudahkan peneliti untuk

memahami apa yang terjadi, kemudian merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

c. Kesimpulan/Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan berikutnya. Kesimpulan dalam

penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum

pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek

yang sebelumnya belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi lebih

jelas, dapat berupa hubngan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
Kesimpulan akan kredibel bila didukung oleh bukti-bukti yang valid

dan konsisten.
FORMAT WAWANCARA

A. Identitas Informan (Pemegang Program P2TB di Dinas


Kesehatan)
1. Nama informan :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan terakhir :
5. Jabatan :
6. Lama bekerja :
B. Daftar Pertanyaan
1. KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
(PROMOSI KESEHATAN)
1) Bagaiamana Anda memberikan sosialisasi kepada petugas Tim
program P2TB di Puskesmas?
2) Apak sajakah media yang digunakan saat melakukan sosialisasi
kepada petugas Tim TB di Puskesmas?
3) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada
terkait sosialisasi program P2TB yang dilakukan oleh petugas
Tim TB di Puskesmas Kabupaten Indragiri Hilir?
(SUEVEILANS TUBERKULOSIS)
4) Bagaiaman pelaksanaan surveilans yang dilakukan oleh
petugas Tim P2TB di Puskesmas Kabupaten Indragiri Hilir ?
5) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada
terkait sueveilans program P2TB yang dilakukan oleh petugas
Tim TB di Puskesmas Kabupaten Indragiri Hilir?
(PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO)
6) Bagaiman upaya yang dilakukan oleh petugas Tim P2TB di
Puskesmas dalam pengendalian penyakit pada penderita Tb agar
tidak terjadi penularan di wilayah kerjanya?
7) Bagaiaman upaya yang dilakukan petugas Tim P2TB di
Puskesmas dalam pengendalian faktor risiko pada masyarakat
yang dilingkungannya terdapat penderita TB?
8) Apakah terdapat Standar Prosedur Operasional (SPO)
mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan
dan surveilans di Puskesmas Kabupaten Indragiri Hilir?
9) Bagaiaman cara petugas memberikan penyuluhan etika batuk
kepada petugas kesehatan, pasien TB maupun pengunjung
Puskesmas yang lain?
10) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada
terkait pengendalian faktor risiko yang dilakukan oleh petugas
Tim TB di Puskesmas Kabupaten Indragiri Hilir?
(PENEMUAN DAN PENANGANAN KASUS)
11) Bagaiamana langkah penemuan kasus penderita TB yang
dilakukan oleh petugas tim TB di Puskesmas Kabupaten Indragiri
Hilir?
12) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada
terkait penemuan kasus program P2TB yang dilakukan oleh petugas
Tim TB di Puskesmas Kabupaten Indragiri Hilir?
13) Bagaiamana prosedur pengambilan obat untuk pasien TB di
Puskesmas?

(PEMBERIAN KEKEBALAN)
14) Bagaimana pemberian kekebalan yang diberikan kepada
balita untuk mencegah tingkat penularan penyakit TB?
15) Bagaimana pemberian kekebalan yang diberikan kepada
ODHA yang menderita penyakit TB?
2. SUMBER DAYA
(SUMBER DAYA MANUSIA)
1) Apakah jumlah sumber daya manusia di Puskesmas sudah
memadai?
2) Bagaimanakah pelatihan yang diterima oleh petugas
pelaksana (pemegang program, petugas laboratorium, dan dokter)
program Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis di
Puskesmas?
3) Seberapa seringkah petugas mendapatkan pelatihan tersebut?
(KETERSEDIAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN)
4) Bagaiamanakah ketersediaan obat anti tuberkulosis yang
ada di Puskesmas?
5) Bagaiamana ketersediaan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan program P2TB di Puskesmas?
(PENDANAAN)
6) Bagaiamana ketersediaan dana dalam pelaksanaan program
Pencegahan dan Penggulangan Tuberkulosis di Puskesmas?
7) Bagaiamana alokasi dana yang digunakan untuk
penyelenggaraan program P2TB di Puskesmas?
8) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait
dalam sumberdaya program P2TB yang dilakukan oleh petugas
Tim TB di Puskesmas Kabupaten Indragiri Hilir?
3. SISTEM INFORMASI
1) Bagaiamana pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh
Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir?
2) Seberapa sering kegiatan tersebut dilakukan?
3) Apakah terdapat kendala/hambatan yang dialami petugas dalam
pelaksanaan pencatatan dan pelaporan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Indragiri Hilir?
4. KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
1) Bagamana supervisi yang dilakukan oleh Dinas kesehatan
Kabupaten Indragiri Hilir di Puskesmas?
2) Bagaiaman pertemuan monitoring dan evaluasi yag dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir dalam
pelaksanaan program P2TB di Puskesmas? Seberapa sering
dilakukan!
3) Bagaiamana bentuk kerjasama yang Anda lakukan dengan lintas
sektoral (fasilitas kesehatan milik swasta, kerja sama dengan
sektor industri/perusahaan/tempat kerja, dan kerja sama dengan
lembaga swadaya masyarakat (LSM))?
4) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait
koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan program P2TB yang
dilakukan oleh petugas Tim TB di Puskesmas Kabupaten
Indragiri Hilir?
5. PERAN SERTA MASYARAKAT
1) Bagaiaman peran serta masyarakat dalam penemuan kasus,
pengobatan, dan pencegahan penyakit TB?
2) Bagaiamana peran serta masyarakat dalam mengatasi faktor
sosial yang berpengaruh pada penanggulangan TB?
3) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait
peran serta masyarakat terhadap program P2TB yang dilakukan
oleh pihak Puskesmas Kabupaten Indragiri Hilir?
FORMAT WAWANCARA

C. Identitas Informan (Pemegang Program P2TB di Puskesmas)


7. Nama Puskesmas :
8. Nama informan :
9. Umur :
10. Jenis kelamin :
11. Pendidikan terakhir :
12. Jabatan :
13. Lama bekerja :
D. Daftar Pertanyaan
6. KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
(PROMOSI KESEHATAN)
16) Bagaiamana Anda memberikan sosialisasi kepada pasien
TB yang memeriksakan dirinya ke Puskesmas?
17) Bagaiamana Anda melakukan sosialisasi tentang program
Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis kepada
masayarakat di wilayah kerja Puskesmas?
18) Apaka sajakah media yang digunakan saat melakukan sosialisasi
kepada msyarakat sekitar?
19) Apakah pihak Puskesmas melakukan kerjasama dengan
pemangku kebijakan yang ada di sekitar wilayah kerja
Puskesmas, seperti Kepala Desa, Kepala RT/RW, pemuka agama
setempat, organisasi masyarakat? Bagaimana bentuk kerjasama
tersebut?
20) Bagaimana cara Puskesmas melakukan advokasi kepada
pemangku kebijakan tersebut?
21) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami dalam
melakukan sosialisasi terkait dengan program P2TB?
(SUEVEILANS TUBERKULOSIS)
22) Bagaiaman pelaksanaan surveilans yang Anda lakukan oleh
penemuan kasus TB?
23) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami petugas dalam
pelaksanaan surveilans tersebut?
(PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO)
24) Bagaiaman upaya yang dilakukan dalam pengendalian
penyakit pada pasien TB agar tidak terjadi penularan?
25) Bagaiaman upaya yang dilakukan dalam pengendalian faktor
risiko pada masyarakat yang dilingkungannya terdapat pasien
TB?
26) Apakah Puskesmas juga melakukan screening terhadap
petugas yang ikut serta dalam pelaksanaan program P2TB?
27) Apakah terdapat Standar Prosedur Operasional (SPO)
mengenai alurpasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan
dan surveilans diPuskesmas?
28) Apakah Anda memberikan penyuluhan etika batuk kepada
petugas kesehatan, pasien TB maupun pengunjung Puskesmas
yang lain?
29) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami dalam
melakukan pengendalian faktor risiko Tuberkulosis?
(PENEMUAN DAN PENANGANAN KASUS)
30) Bagaiamana langkah penemuan kasus penderita TB yang
dilakukan olehPuskesmas?
31) Bagaimana upaya yang Anda lakukan untuk menjamin pasien
TB selalu memeriksakan diri dan mengkonsumsi Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) secara rutin?
32) Apa sajakah kendala/hambatan yang Anda alami dalam
melakukan penemuan kasus Tb di masyarakat?
33) Bagaiamana prosedur pengambilan obat untuk pasien TB?
34) Bagaiaman cara Anda menentukan orang yang menjadi PMO
(Pengawas Minum Obat) untuk setiap pasien TB?
35) Bagaiamankah Anda menyampaikan tugas manjadi seorang PMO?
36) Bagaiaman koordinasi Anda dengan PMO pasien TB dalam
upaya melakukan pengawasan minum Obat Anti Tuberkulosis
(OAT)?
(PEMBERIAN KEKEBALAN)
37) Bagaimana pelaksanaan pemberian kekebalan kepada
balita yang dilingkungannya terdapat penderita TB?
38) Bagaimana pemberian kekebalan kepada ODHA yang terkena
penyakit TB?
7. SUMBER DAYA
(SUMBER DAYA MANUSIA)
9) Apakah jumlah sumber daya manusia di Puskesmas ini sudah
memadai? Siapa sajakah petugas yang terlibat dalam pelaksanaan
program P2TB?
10) Apakah beban kerja rangkap mempengaruhi pelaksanaan program
P2TB di Puskesmas?
11) Bagaimanakah pelatihan yang diterima oleh petugas
pelaksana (pemegang program, petugas laboratorium, dan dokter)
program Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis di
Puskesmas ini?
12) Seberapa seringkah petugas mendapatkan pelatihan tersebut?
13) Apakah terdapat kendala/hambatan dalam menjaga kualitas
sumber daya manusia terkait program P2TB di Puskesmas?
(KETERSEDIAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN)
14) Bagaiamanakah ketersediaan obat anti tuberkulosis yang
ada di Puskesmas?
15) Bagaiamana ketersediaan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan program P2TB di Puskesmas?
16) Apakah terdapat kendala/hambatan dalam pengadaan
ketersediaan obat/alat kesehatan/sarana dan prasana terkait
program P2TB di Puskesmas?
(PENDANAAN)
17) Bagaiamana ketersediaan dana dalam pelaksanaan program
Pencegahan dan Penggulangan Tuberkulosis?
18) Bagaiamana alokasi dana yang digunakan untuk
penyelenggaraan program P2TB?
8. SISTEM INFORMASI
4) Bagaiamana pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh
Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir?
5) Seberapa sering kegiatan tersebut dilakukan?
6) Apakah terdapat kendala/hambatan yang dialami petugas dalam
pelaksanaan pencatatan dan pelaporan?
9. KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
5) Bagamana supervisi yang dilakukan oleh Dinas kesehatan
Kabupaten Indragiri Hilir di Puskesmas?
6) Bagaiaman pertemuan monitoring dan evaluasi yag
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir? Seberapa
sering dilakukan!
7) Bagaiaman kegiatan monitoring dan evalasi yang
dilakukan di Puskesmas?
8) Bagaiamana bentuk kerjasama yang Anda dilakukan dengan
lintas program yang ada di Puskesmas?
9) Bagaiamana bentuk kerjasama yang Anda lakukan dengan lintas
sektoral (fasilitas kesehatan milik swasta, kerja sama dengan
sektor industri/perusahaan/tempat kerja, dan kerja sama dengan
lembaga swadaya masyarakat (LSM))?
10. PERAN SERTA MASYARAKAT
4) Bagaiaman upaya Puskesmas untuk meningkatkan peran
serta masyarakat dalam penemuan kasus TB?
5) Menurut Bapak, seberapa besar peran serta masyarakat dalam
mendukung pencegahan dan pengobatan penyakit TB?
6) Bagaiamana upaya Puskesmas untuk meningkatkan peran
serta masyarakat dalam mengatasi faktor sosial yang berpengaruh
pada penanggulangan TB?
7) Apakah terdapat kendala/hambatan dalam peran serta
masyarakat terhadap program P2TB di Puskesmas?
FORMAT WAWANCARA

A. Identitas Informan (Petugas Laboratorium di Puskesmas)


Nama Puskesmas :
Nama informan :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan terakhir :
Jabatan :
Lama bekerja :
B. Daftar Pertanyaan
1) Apakah Anda menyampaikan infromasi tentang penyakit TB kepada
pasien terduga TB ketika melakukan pemeriksaan mikroskopis di
Puskesmas?
2) Bagaiamana pelaksanaan pemeriksaan sputum yaitu sewaktu pagi
sewaktu sebagai screening awal penyakit TB di Puskemas ini?
3) Apakah pasien secara rutin melakukan pemeriksaan tersebut?
Berapa kali pemeriksaan dilakukan?
4) Bagaiamana ketersediaan sumber daya manusia dalam
pelaksanaan pelayanan Laboratorium di Puskesmas ini, apakah sudah
mencukupi atau belum?
5) Bagaiamna cara melakukan penegakan diagnosis awal seorang
terduga pasien TB di Puskesmas ini?
6) Bagaiamana pelatihan yang diperoleh oleh petugas Laboratorium
untuk meningkatkan keahliannya daam melaksanakan tugas?
Berapa kali dilakukan pelatihan!
7) Bagaiamana keadaan fasilitas dan peralatan yang diperlukan
untuk pelaksanaan pemeriksaan penyakit Tuberkulosis di Puskesmas
ini?
8) Bagaiaman ketersediaan alat pelindung diri yang terdapat di
Puskesmas ini?
9) Bagaiamana pelaksanaan pemantapan mutu internal
Laboratorium di Puskesmas ini?
10) Bagaiamana ketersediaan Prosedur Tetap (Protap) untuk seluruh
proses kegiatan pemeriksaan Laboratorium di Puskesmas ini?
11) Bagaiamana pemeliharaan, pengadaan, dan uji fungsi yang dilakukan
dalam peningkatan mutu Laboratorium di Puskesmas ini?
12) Bagaiaman ketersediaan standar operasional prosedur terkait
dengan keamanan dan keselamatan kerja di Puskesmas ini?
13) Apakah dilakukan screening terhadap petugas yang terlibat
dalam pelaksanaan program P2TB di Puskesmas ini?
14) Bagaiaman alokasi dana yang digunakan untuk Laboratorium
dalam pelaksanaan program P2TB di Puskesmas ini?
15) Bagaiamana koordinasi yang dilakukan oleh petugas
Laboratorium di Puskesmas dengan Dinas Kesehatan Kabupaten
Indragiri Hilir dalam melakukan?
16) Bagaiaman pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh
petugas Laboratorium dengan Dinas Kesehatan?
17) Bagaiaman monitoring dan evaluasi pelayanan Laboratorium
yang dilakukan dengan Dinas Kesehatan?
18) Bagaiaman monitoring dan evaluasi pelayanan Laboratorium
yang dilakukan di puskesmas ini?
19) Apakah terdapat kendala/hambatan yang Anda dialami dalam
pelaksanaan program P2TB?
FORMAT WAWANCARA

A. Identitas Informan (Petugas Surveilans di Puskesmas)


1. Nama Puskesmas :
2. Nama informan :
3. Umur :
4. Jenis kelamin :
5. Pendidikan terakhir :
6. Jabatan :
7. Lama bekerja :
B. Daftar Pertanyaan
1. KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
(PROMOSI KESEHATAN)
1) Bagaiaman Anda melakukan sosialisasi tentang program
Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis kepada
masayarakat di wilayah kerja Puskesmas?
2) Apaka sajakah media yang Anda digunakan saat melakukan
sosialisasi kepada msyarakat sekitar?
3) Apakah Anda melakukan kerjasama dengan pemangku
kebijakan yang ada di sekitar wilayah kerja Puskesmas, seperti
Kepala Desa, Kepala RT/RW, pemuka agama setempat,
organisasi masyarakat dalam penemuan kasus TB? Bagaimana
bentuk kerjasama tersebut?
4) Bagaimana cara Anda melakukan advokasi kepada pemangku
kebijakan tersebut?
5) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami dalam
melakukan sosialisasi terkait dengan program P2TB?
(SURVEILANS TUBERKULOSIS)
6) Bagaiaman pelaksanaan surveilans yang dilakukan untuk
menemukan kasus TB di masyarakat?
7) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami petugas dalam
pelaksanaan surveilans tersebut?
(PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO)
8) Bagaiaman upaya yang dilakukan dalam menyusun rancangan
rencana tindak dan respon cepat terhadap faktor risiko penyakit
TB?
9) Bagaiaman Anda menganalisis potensi ancaman penyakit,
sumber dan cara penularan, serta faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap penularan penyakit TB?
10) Bagaiaman upaya yang dilakukan dalam pengendalian faktor
risiko pada masyarakat yang dilingkungannya terdapat penderita
TB?
11) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami dalam
melakukan pengendalian faktor risiko Tuberkulosis?
(PENEMUAN DAN PENANGANAN KASUS)
12) Bagaiamana langkah penemuan kasus penderita TB yang
dilakukan di masyarakat?
13) Apa sajakah kendala/hambatan yang Anda alami dalam
melakukan penemuan kasus Tb di masyarakat?
2. SUMBER DAYA
(SUMBER DAYA MANUSIA)
1) Apakah jumlah sumber daya petugas surveilans di Puskesmas ini
sudah memadai?
2) Apakah petugas yang menjadi tenaga surveilans sudah sesuai
dengan ketentuan standar kompetensi di bidang epidemiologi?
3) Bagaimanakah pelatihan yang diterima oleh petugas surveilans
untuk meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan program P2TB di
Puskesmas ini?
4) Seberapa seringkah petugas mendapatkan pelatihan tersebut?
(KETERSEDIAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN)
5) Bagaiamana ketersediaan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan
program P2TB di Puskesmas untuk mendukung pelaksanaan
surveilans penyakit TB?
6) Apakah terdapat kendala/hambatan dalam pengadaan
ketersediaan obat/alat kesehatan/sarana dan prasana terkait
program P2TB di Puskesmas?
(PENDANAAN)
7) Bagaiamana ketersediaan dana dalam pelaksanaan surveilans
program
Pencegahan dan Penggulangan Tuberkulosis?
8) Bagaiamana alokasi dana yang digunakan untuk penyelenggaraan
surveilans program P2TB?
3. SISTEM INFORMASI
1) Bagaiamana ketercapaian indikator kinerja yang dilakukan oleh
petugas surveilans dalam pelaksanaan program P2TB di
Puskesmas?
2) Bagaimana pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh
Gasurkes kepada Pusesmas dan Dinsa Kesehatan?
3) Apakah terdapat kendala/hambatan yang dialami petugas dalam
pelaksanaan pencatatan dan pelaporan?
4. KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
1) Bagaiamana bentuk kerjasama yang Anda dilakukan dengan
petugas surveilans pada lintas program yang ada di Puskesmas?
2) Bagaiaman keberhasilan pelaksanaan penanggulangan
TB di Puskesmas?
3) Bagaiaman monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh petugas
Puskesmas kepada Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan
dalam melakukan penemuan kasus? Seberapa sering hal tersebut
dilakukan!
4) Apa saja kendala/hambatan yang dialami dalam melakukan
koordinasi dalam penemuan kasus TB baik dengan
Puskesmas maupun masyarakat?
5. PERAN SERTA MASYARAKAT
1) Bagaiamana peran masyarakat dalam penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan untuk meningkatkan kualitas data dan
informasi terkait dengan penyakit TB?
2) Bagaiamana peran masyarakat dalam penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan TB di lingkungannya?
FORMAT WAWANCARA

C. Identitas Informan (Kader Kesehatan di Puskesmas Kuala Enok)


Nama Puskesmas :
Nama informan :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan terakhir :
Jenis Pekerjaan :
Lama bekerja :
D. Daftar Pertanyaan
1) Bagaiamana petugas TB di Puskesmas melakukan sosialisasi
tentang penyakit TB kepada Anda? Sebarapa sering petugas TB
melakukan sosialisasi tersebut!
2) Apaka sajakah media yang digunakan saat melakukan sosialisasi
tersebut?
3) Apakah petugas Tb di Puskesmas memberikan informasi terkait
dengan program P2TB kepada Anda?
4) Bagaiamana upaya penemuan kasus pasien TB yang dilakukan
oleh Puskesmas?
5) Bagaiaman upaya Anda dalam menemukan pasien terduga TB yang
ada di lingkungan masyarakat?
Ketuk pintu itu gini, kita kan ada kader e.. kita kan ada
pertemuan Paguyuban Bagaiamana upaya Anda dalam mendukung
pengobatan penderita TB?
6) Bagiamana upaya yang Anda lakukan dalam pencegahan penularan
penyakit TB kepada masyarakat di lingkungan?
7) Bagaiamana upaya Anda dalam mengatasi masalah sosial yang
berpengaruh pada upaya pengobatan pasien TB dan pemutusan
penularan TB?
8) Bagaiamana sistem pelaporan yang Anda lakukan dalam
pelaksanaan program P2TB kepada pihak Puskesmas?
9) Bagaiamana ketersedian sarana dan parasaran yang Anda gunakan
dalam pelaksanaan program P2TB?
10) Bagaiaman alokasi dana yang Anda gunakan dalam pelaksanaan
program P2TB? Berasal darimana dana tersebut!
11) Apakah petugas TB di Puskesmas melakukan pendampingan saat
kali Anda melakukan penemuan kasus atau sosialisasi kepada warga
masyarakat di ligkungan Anda?
12) Apakah pihak Puskesmas melakukan kerjasama dengan Kepala
Desa, Kepala RT/RW, pemuka agama setempat, atau organisasi
masyarakat di lingkungan Anda? Bagaimana bentuk kerjasama
tersebut?
13) Apakah kader pernah mendapatkan pelatihan yang dilakukan
oleh Puskesmas terkait program P2TB?
14) Bagaiamana evaluasi yang dilakukan oleh petugas TB di Puskesmas
dengan Anda terkait program P2TB?
15) Apa sajakah kendala/hambatan yang Anda alami dalam
pelaksanaan program P2TB?
FORMAT WAWANCARA

E. Identitas Informan (Pengawas Minum Obat)


Nama Puskesmas :
Nama informan :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan terakhir :
Jenis Pekerjaan :
Lama bekerja :
F. Daftar Pertanyaan
6. KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
(PROMOSI KESEHATAN)
14) Bagaimanaa petugas Puskesmas memberikan sosialisasi
kepada Anda ketika memeriksakan diri ke Puskesmas?
15) Bagaimana petugas Puskesmas melakukan sosialisasi tentang
program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di
lingkungan tempat tinggal Anda?
16) Seberapa sering petugas Puskesmas melakukan sosialisasi
tersebut?
17) Apaka sajakah media yang digunakan saat melakukan
sosialisasi tersebut?
(SURVEILANS TUBERKULOSIS)
18) Bagaimanaa petugas TB melakukan pematauan terhadap
kemajuan hasil pengobatan yang dijalani pasien TB?
(PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO)
19) Bagaimana upaya yang dilakukan petugas Puskesmas dalam
melakukan pengendalian penyakit pada pasien TB agar tidak
terjadi penularan?
20) Bagaimana upaya yang dilakukan petugas Puskesmas
dalam pengendalian penyakit TB kepada masyarakat
dilingkungan Anda?
21) Bagaimana alur pemeriksaan pasien untuk semua pasien
batuk di Puskesmas?
22) Apakah Anda pernah melihat petugas memberikan
penyuluhan etika batuk kepada petugas kesehatan, pasien TB
maupun pengunjung Puskesmas yang lain?
23) Apakah poster, spanduk, browsur atau leftlet tentang penyakit
TB yang ada di Puskesmas?
(PENEMUAN DAN PENANGANAN KASUS)
24) Bagaimanaa upaya penemuan kasus pasien TB yang
dilakukan oleh Puskesmas?
25) Apa sajakah yang petugas Puskesmas jelaskan terkait dengan
proses pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dalam
mendiagnosis pasien TB?
26) Bagaimana upaya petugas Puskesmas lakukan untuk menjamin
pasien TB selalu memeriksakan diri dan mengkonsumsi Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) secara rutin?
27) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami petugas Puskesmas
dalam melakukan penemuan kasus TB di masyarakat?
(PEMBERIAN KEKEBALAN)
28) Bagaimanaa alur pengambilan obat untuk pasien TB?
29) Bagaimanaa petugas Puskesmas menyampaikan tugas manjadi
seorang PMO?
30) Bagaimana bentuk kerjasama petugas Puskesmas dengan PMO
pasien TB dalam upaya melakukan pengawasan minum Obat
Anti Tuberkulosis (OAT)?
7. SUMBER DAYA
(SUMBER DAYA MANUSIA)
9) Menurut Anda, apakah jumlah petugas kesehatan terkait program
P2TB di Puskesmas ini sudah memadai?
10) Bagaimanaa pelayanan yang dilakukan oleh petugas TB di
Puskesmas ini?
(KETERSEDIAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN)
11) Apakah pernah terjadi kekurangan obat anti tuberkulosis yang
ada di
Puskesmas, saat Anda melakukan pemeriksaan atau
mengambil obat?
12) Bagaimanaa ketersediaan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan program P2TB di Puskesmas?
(PENDANAAN)
13) Bagaimanaa pembiayaan yang dikeluarkan oleh pasien TB
dalam melakukan pengobatan?
8. SISTEM INFORMASI
4) Bagaimanaa pencatatan/pendataan dalam kunjungan rumah
yang dilakukan oleh Puskesmas?
5) Seberapa sering kegiatan tersebut dilakukan?
9. KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
1) Apakah pihak Puskesmas melakukan kerjasama dengan Kepala
Desa, Kepala RT/RW, pemuka agama setempat, atau organisasi
masyarakat di lingkungan Anda? Bagaimana bentuk kerjasama
tersebut?
2) PERAN SERTA MASYARAKAT
3) Bagaimana peran Anda dalam melaksanakan kegiatanan
penemuan kasus TB di lingkungan mayarakat?
4) Bagaimanaa peran Anda sebagai masyarakat dalam mendukung
pengobatan penderita TB?
5) Bagaimanaa peran Anda dalam melakukan pencegahan
penyakit TB agar tidak tertular?
6) Bagaimanaa peran Anda dalam mengatasi masalah sosial yang
berpengaruh pada upaya pengobatan pasien TB dan
pemutusan penularan TB

Referensi
Abraham, R. (2018). Implementasi Kebijakan Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis
di Puskesmas Kamonji Kota Palu. Katalogis, 6(5), 118-123.
Aboy E. Implementasi program penanggulangan tuberkolosis di puskesmas Kampung
Dalam Kota Pontianak. Jurnal Publika. 2013; 2(3):101-7.
Aditama, W., Zulfikar, & Baning R. (2013). Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis
Paru di Kabupaten Boyolali. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7 (6), 243-250.
Adyaningrum, N. (2019). Analisis Pengawasan Menelan Minum Obat Pasien Tuberkulosis
(TB) dalam Program Penanggulangan TB di Puskesmas Sempor II Kabupaten
Kebumen. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7 (4), 542-555.
Anggraeni, Saffira K., Raharjo, M., Nurjazuli. (2015). Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik
Rumah dan Perilaku Kesehatan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Gondanglegi Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 3 (1), 559-568.
Arakawa, T., Magnabosco, G. T., Andrede, R. L., Burnello, M. E., Monroe, A. A., Netto, A. R., .
. . Villa, T. C. (2017). Tuberculosis Control Program in the Municipal Context:
Performance Evaluation. Revista de Saude Publica, 51 (23), 1-9.
Ariyani, E., & Maryati, H. (2018). Analisis Pelaksanaan penanggulangan TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Cipaku. HEARTY Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6 (1).
Deswinda, Rasyid, R., & Firdawati. (2019). Evaluasi Penanggulangan Tuberkulosis Paru
di Puskesmas dalam Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten Sijunjung.
Jurnal Kesehatan Andalas, 8 (2), 211-219.
Elsayed, D., Salahy, M., Hibah, N. A., Mehy, G. F., Essawy, T. S., & Eldesouky, R. S. (2015).
Evaluation of Primary Health Care Service Participation in 171
the National Tuberculosis Control Program in Qalyubia Governorate, Egypt. Egyptian
Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 64, 921-928.
Ersanti, A. M., Nugroho, A., & Hidajah, A. C. (2016). Gambaran Kualitas Sistem Surveilans TB
di Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Berdasarkan Pendekatan Sistem dan Penilaian
Atribut. Journal of Information System for Public Health, 1 (2), 9-15.
Faizah, I. L., & Raharjo, B. B. (2019). Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Short course). HIGEIA, 3 (3), 430-441.
Faradis, N. A., & Indarjo, S. (2018). Implementasi Kebijakan Permenkes Nomor 67 Tahun
2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Higeia Journal Of Public Health Research
And Development, 2 (2), 307-319.
Febrina, W., & Rahmi, A. (2018). Analisis Peran Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat
(PMO) Pasien TB Paru. Jurnal Human Care, 3 (2), 118-129.
Hakam, F., & Maharani, N. E. (2018). Analisis Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis (Tb)
Di Kabupaten Sukoharjo Menggunakan Pendekatan Gap Analysis Dan Critical
Succsess Factor (Csf). Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-
MIAK), 1 (2), 29-38.
Hayati, D., & Musa , E. (2016). Hubungan Kinerja Pengawas Menelan Obat Dengan
Kesembuhan Tuberkulosis Di Upt Puskesmas Arcamanik Kota Bandung. Jurnal Ilmu
Keperawatan, IV(1), 10-18.
Husein, R. D., & Sormin, T. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas
Program TB Paru Terhadap Penemuan Kasus Baru di Kabupaten Lampung Selatan.
Jurnal Keperawatan, 8 (1), 52-59.
Kasim, F., Soen, M., & Hendranata, K. F. (2012). Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Strategi
Directly Observed Treatment Shortcourse sebagai Upaya Penanggulangan Tuberklosis
di Puskesmas yang Berada dalam Lingkungan Pembinaan Dinas Kesehatan Kabupaten
Subang. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 1 (3), 134-143.
Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
Kemenkes, R. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun
2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes.
Kemeterian Kesehatan RI. (2018). Infodatin Tuberkulosis 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
Khan, A. J., Khowaja, S., Khan, F. S., Qazi, F., Ismat, L., Habib, A., Keshavjee, S.
(2012). Engaging the private sector to increase tuberculosis case detection: an impact
evaluation study. The Lancet Infectious Disease, 12(8), 606-616.
Khariza , H. A. (2015). Program Jaminan Kesehatan Nasional: Studi Deskriptif Tentang Faktor-
Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Program Jaminan
Kesehatan Nasional Di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Kebijakan dan Manajemen
Publik, 3 (1), 1-7.
Lestari, Ita., Widagdo, L., Adi, S. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Implementasi Program Pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas Wilayah Kebupaten
Magelang. Pro Health Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(2), 1-6.
Listiono, H. (2019). Analisa Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmiah Multi
Science kesehatan, 11, 19-34.
Majara, Duriana M., Prastiwi, S., Andinawati, M. (2018). Pengaruh Konseling Personal
Terhadap Kesadaran Pencegahan Penularan TB Paru di Wilayah Puskesmas Janti Kota
Malang. Nursing News, 3 (1), 120-132.
Maulidia, F. M. (2017). Pengaruh Struktur Birokrasi Terhadap Implementasi Kebijakan Program
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (Studi di Puskesmas Kabupaten
Gunungkidul). JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA, 6 (2), 183-192.
Minardo, J. (2014). Analisis Determinan Motivasi Petugas Tuberkulosis Paru dalam
Penemuan Kasus di Kabupaten Semarang (Studi Kasus di Beberapa Puskesmas) Tahun
2012 . Prosiding Konferensi Nasional (hal. 253-261). Semarang: PPNI Jawa Tengah
Moa, Teofilus., Zainuddin., Nursina, A. (2018). Perilaku Masyarakat Terhadap Upaya
Pencegahan Penularan Penyakit TB. Journal Health Community Enpowerment, 1 (1), 49-
62.
Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Makassar: Salemba Medika
Naser, M. N., & Utami, F. P. (2017). Evaluasi Program Bimbingan Karier Discrepancy Model
dalam Meningkatkan Kualitas Kinerja Konselor. Prosiding Seminar Bimbingan
Konseling, 1 (1), 292-302.
Notoatmodjo, s. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Noveyani, A. E.,
& Martini, S. (2014). Evaluasi Program Pengandalian Tuberkulosis Pari
Dengan Strategi DOTS di Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 2 (2), 251-262.
Nugraini, K. E., Cahyati, W. H., Farida, E. (2015). Evaluasi Input capaian Case Detection rate
(CDR) TB Paru dalam Program Penanggulangan Penyakit TB Paru (P2TB) Puskesmas
Tahun 2012 (Studi Kualitatif di Kabupaten Indragiri Hilir). UJPH, 5(2), 143-152.
Nugroho, R. A. (2011). Studi Kualitatif Faktor yang Melatarbelakangi Drop Out Pengobatan
Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(1), 83-90.
Oktavia, Surakhmi., Rahmi, M., Destriatania, S. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian TB
Paru di wilayah Kerja Puskesmas Kertapati Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatn
Masyarakat, 7 (2), 124-138.
Pongoh, N. E., Palandeng, H. M., & Rombot, D. V. (2015). Gambaran Perilaku Tenaga
Kesehatan terhadap Pengobatan Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kota Manado. Jurnal
Kedokteran Komunitas dan Tropik, 3 (2), 108-116.
Pratama , M. Y., Gurning , F. P., & Suharto. (2019). Implementasi Penanggulangan
Tuberkulosis di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan. Jurnal Kesmas Asclepius, 1 (2),
196-205.
Pratiwi, Rita. D., Pramono, D., Junaedi, J. (2017). Peningkatan Kemapuan Kader Kesehatan TB
dalam Active Case Finding untuk Mendukung Case Detection. Journal of Health
Education, 2 (2), 211-219.
Purba, E., Hidayat, W., & Silitonga, E. (2019). Analisis Implementasi Kebijakan
Penanggulangan TB Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita TB Paru Di
Puskesmas Tigabaru Kabupaten Dairi Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Simantek , 3 (3), 72-86.
Putri, Wana W., Martini., Adi, Mateus S., Sarawati, Lintang D. (2018). Gambaran Penemuan
Kasus Tuberkulosis Paru oleh Petugas Puskemas di Kabupaten Sukoharjo. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 6(1), 336-342.
Qayad, M. G., & Tarsitani, G. (2017). Evaluation of Borama tuberculosis control program in
Somaliland, Somalia. The Journal of Infection in Developing Contries, 11 (2), 115-122.
Rachmah, Sissa. A., Saraawati, Lintang D., Ginandjar, Praba . (2019). Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan Kader Masyarakat Peduli Paru Sehat dengan Kepatuhan Berobat Paisen
Tuberkulosis di Balai Kesehatan Masyarakat Wilayah Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 7 (3), 1-7.
Rahmah, Siti., Indriani, C., Wisnuwijoyo, Agus P. (2017). Skrining Tuberkulosis (TB) Paru.
Jurnal Kesehatan MANARANG, 3 (2), 69-74.
Rahman, Fauzie., Adenan, Adenan., Yulidasari, F., Laily, N., Rosadi, N., Azmi, Aulia N..
(2017). Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Upaya Pencegahan Tuberkulosis.
Jurnal MKMI, 13 (2), 183-189.
Ramadhan, R., Fitria, E., & Rosdiana. (2017). Deteksi Mycobacterium Tuberkulosis dengan
Pemeriksaan Mikroskopis dan Teknik PCR pada Penderita Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Darul Imarah. SEL Jurnal Penelitian Kesehatan, 4(2), 73-80.
Saftarina, F., & Fitri, A. D. (2019). Studi Fenomenologi tentang Faktor Risiko Penularan
Tuberculosis Paru di Perumnas Way Kandis Lampung. JMJ, 7 (1), 8-16.
Salahy, M. M., Essawy, T. S., Mohammad, O. I., Hendy, R. M., & Abas, A. O. (2016).
Evaluation of Primary Health Care service Participation in teh National Tuberculosis
Control Program in Menofya Governorate. Egyptian Journal of Chest Diseases and
Tuberculosis, 65, 642-648.
Saputra, Muhammad H., Syurandhi, Dwi H., Inayah, Lailiya I. (2018). Analisis Masalah
Program P2TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Puri Kabupaten Mojokerto. Medica
Majapahit, 10 (1), 61- 70.
Setiawan, A., Jati, S., Agushybana, F. (2017). Sistem Pemantauan Pengobatan Pasien TB Paru di
Puskesmas Kabupaten Kudus. Manajemen Kesehatan Indonesia, 5 (3), 11-18.
Setyowati, I., Saraswati, L. D., & Adi, M. S. (2018). Gambaran Faktor-Faktor yang Terkait
dengan Kinerja Petugas dalam Penemuan Kasus pada Program Tuberkulosis Paru di
Kabupaten Grobokan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6 (1), 264-273. Sjaaf, A. C., &
Darmawan, E. S. (2016). Administrasi Kesehatan Masyarakat Teori dan Praktik.
Jakarta: Rajawali Pers.
Sofiyatun, V. (2019). Implemetasi Program Penenggulangan Tuberkulosis Paru. HIGEIA, 3(1),
74-86.
Suarayasa, K., Pakaya, D., & Felandina, Y. (2019). Analisis Situasi Penanggulangan
Tuberkulosis Paru di Kabupaten Sigi. Jurnal Kesehatan Tadulako, 5 (1), 1-62.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta: Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sulidah, & Parman, D. H. (2017). Pemberdayaan Survivor TB dalam Program DOTs. Jurnal
Medika Respati, 12 (4), 28-39.
Sumartini, N. P. (2014). Penguatan Peran Kader Kesehatan dalam Penemuan Kasus
Tuberkulosis (TB) BTA Positif Melalui Edukasi dengan Pendekatan Theory of Planned
Behaviour (TPB). Jurnal Kesehatan Prima, 8 (1), 1246-8661.
Sutinbuk, D., Mawarni, A., & Kartika W, L. R. (2012). Analisis Kinerja Penanggung Jawab
Program Tb Puskesmas Dalam Penemuan Kasus Baru Tb Bta Positif Di Puskesmas
Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 11 (2), 142-150.
Tondong, M. A., Mahendradhata, Y., & Ahmad, R. A. (2014). Evaluasi Implementasi Public
Private Mix Pengendalian Tuberkulosis di Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur
2012. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indenosia, 03(01), 37-42.
Tuharea, R., Suparwati, A., & Sriatmi, A. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Implementasi Penemuan Pasien Tb Paru dalam Program Penanggulangan Tb di
Puskesmas Kabupaten Indragiri Hilir. Manajemen Kesehatan Indonesia, 02(02), 168-178.
Ulya, F., & Thabrany, H. (2017). Efektivitas Biaya Strategi DOTS Program Tuberkulosis antara
Puskesmas dan Rumah Sakit Swasta Kota Depok. Jurnal Ekonomi Kesehatan
Indonesia, 3 (1), 109-117.
WHO. (2017). Global Tuberculosis Report 2017. Geneva: WHO.Widoyoko, E. P. (2017).
Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijayanti, R. A. (2016). Analisis Faktor Manajemen di Puskesmas Dalam Meningkatkan Case
Detection Rate (CDR)) Tuberkulosis. Jurnal Kesehatan, 4 (1), 61-69.
Yanuar, Isma., Sari, Kanthi P., Yudha, Hendry T. (2017). Analisis Situasi Tuberkulosis (TB) di
Kabupaten Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 3 (1), 42-51.
Zarwinta, Deri., Rasyid, Rosfita., Abdian. (2019). Analisis Implementasi Penemuan Pasien TB
Paru dalam Program Oenanggulangan TB Paru di Puskesmas Balai Selasa. Jurnal
Kesehatan Andalas, 8 (3), 689-699.

Anda mungkin juga menyukai