Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN

ANALISIS PROGRAM PENGENDALIAN & PENCEGAHAN TUBERKULOSIS


(TBC) DI PUSKESMAS KARAWANG KECAMATAN KARAWANG BARAT
KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2023

27 NOVEMBER – 01 DESEMBER 2023

Laporan ini disusun guna memenuhi tugas akhir dalam Praktik Lapangan
pada Mata Kuliah Keperawatan Komunitas di Semester 7 Tahun Akademik 2023/2024

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :


Iyam Mariam 433131420120012
M. Fadillah Al Fikri 433131420120134
Nita Auliatus Sholihah 433131420120018
Rama Mikril Julyana 433131420120152
Refy Marifca 433131420120022
Said Abdul Jalil 433131420120027
Tubagus Ahmad Ramdhan H 433131420120035
Viqi Khayatunnufus 433131420120037

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN HORIZON UNIVERSITY INDONESIA
JL. PANGKAL PERJUANGAN KM I BYPASS KARAWANG 41316
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru yaitu penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri
Mycobacterium Tuberculosis di paru-paru, dan merupakan masalah kesehatan bagi
masyarakat karena menginfeksi sepertiga penduduk dunia, terutama di negara
berkembang juga termasuk Indonesia. TB paru adalah penyebab dari kematian dengan
urutan ke – 9 di seluruh dunia dengan penyebab utamanya yaitu agen infeksius
tunggal. Apabila Jika pengobatan tidak dilakukan sampai tuntas, dapat menyebabkan
komplikasi berbahaya yang dapat berujung pada kematian (Wulandari, 2021).

Menurut World Health Organization (WHO), 30 negara dengan beban TB tinggi


menyumbang 86% kasus TB paru. 2/3 dari jumlah tersebut berasal dari 8 negara,
dengan India sebagai penyumbang terbesar, diikuti oleh China dan Indonesia (WHO,
2020). Berdasarkan data Riset Kesehatan Indonesia tahun 2021, jumlah kasus TB
yang terdeteksi sebanyak 397.377 kasus di seluruh provinsi Indonesia, dengan
kejadian tertinggi di Jawa Barat, Jawa Timur, juga Jawa Tengah yakni sebesar 44%
dari total keseluruhan jumlah kasus di Indonesia (KEMENKES, 2021).

Laporan dari TB global tahun 2021 memperkirakan terdapat 824.000 kasus TB baru
dan kambuh per tahun di Indonesia, Jawa Barat merupakan penyumbang pertama
kasus tuberkulosis terbanyak. Pada Januari – Agustus 2022, terdapat 75.296 kasus
yang terlaporkan atau 59% dari target sampai dengan Agustus 60% dan target per
tahun 90%. Namun, dari target 90%, Jawa Barat telah berhasil mengobati pasien
dengan TBC sebesar 72%., Sementara di kabupaten Karawang Tahun 2018
ditemukan, 3.543 kasus TBC. Jumlah tersebut masih terbilang rendah dari estimasi
kasus TBC sebesar 7.137 kasus. Hasil penyisiran kasus TBC di 17 Rumah Sakit tahun
2018 ditemukan 6.656 kasus yang tidak terlaporkan ke sistem informasi program
Tuberkulosis nasional.
Sejak tahun 1995, WHO telah menyarankan tentang program DOTS ( Strategi
Directly Observed Treatment Shortcourse ) sebagai strategi melawan TB. DOTS
adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek di mana obat diresepkan
harus dipastikan diminum oleh pasien, oleh karena dibutuhkan pengawas minum obat
(Inayah & Wahyono, 2019)

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada Dinas Kesehatan
Kabupaten yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja puskesmas baik itu merupakan wilayah atau sebagian wilayah
kecamatan. Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis
operasional Dinas Kesehatan dan merupakan ujung tombak pembangunan kesehatan
di Indonesia program dari puskesmas salah satunya yaitu penanganan penyakit
tuberculosis atau TB .

Salah satu yang mempengaruhi dan menjadi faktor utama dalam keberhasilan
pengobatan TB paru yakni peran pengawas minum obat (PMO). Dimana PMO yaitu
seseorang yang dipercaya dan tinggal serumah dengan pasien sehingga dapat
mengawasi pasien sampai pasien benar – benar meminum obatnya setiap hari
sehingga tidak terjadi putus obat. PMO itu sendiri harus anggota keluarga, yaitu anak
atau pasangannya, sehingga dapat memberikan dukungan emosional kepada penderita
tuberkulosis (Widjanarko et al., 2023) . Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu
tindakan untuk mengurangi faktor – faktor yang dapat memicu timbulnya kegagalan
pengobatan TB paru.

B. Rumusan Masalah
Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) merupakan salah satu jenis penyakit menular
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dimana seseorang dapat
tertular melalui percikan ludah (droplet) ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara
ataupun meludah. Meskipun penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang dapat
diobati, TB Paru masih tetap menjadi masalah kesehatan global yang utama.

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah pada penulis ini adalah :
1. Bagaimana program puskesmas untuk kesuksesan Program Pengendalian &
Pencegahan Tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Karawang ?
2. Bagaimana analisa SWOT dalam menjalankan Program Pengendalian &
Pencegahan Tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Karawang ?
3. Bagaiamana presentase cakupan penerima pengobatan TB paru di wilayah kerja
puskesmas Karawang ?

C. Tujuan Analisis
Diketahui analisis situasi Puskesmas baik dari faktor internal maupun faktor eksternal
berupa kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) maupun
ancaman (threat) dalam Program Pengendalian & Pencegahan Tuberkulosis (TBC) di
wilayah kerja puskesmas Karawang dengan menggunakan analisis SWOT.

D. Metode
Analisis ini mengguinakan metode SWOT

E. Manfaat
Manfaat analisis ini adalah mahasiswa dapat memahami kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman pada program Pengendalian & Pencegahan Tuberkulosis (TBC)
yang dijalankan oleh puskesmas Karawang dan mengetahui program apa saja yang
sudah terlaksana oleh puskesmas Karawang.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai
tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan
sehat.

Setiap Puskesmas Wajib memiliki izin untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan,


izin ini diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, izin ini berlaku selama 5
tahun serta dapat diperpanjang.Selain itu, Puskesmas juga wajib diakreditasi secara
berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan
terhadap Puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara
akreditasi yang ditetapkan oleh menteri setelah dinilai bahwa Puskesmas telah
memenuhi standar pelayanan Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk
meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas secara berkesinambungan.

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman TB
sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun
bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra
paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.

Menurut World Health Organization (WHO) mencanangkan strategi ‘End


Tuberculosis’, yang merupakan bagian dari Sustainable Development Goals, dengan
satu tujuan yaitu untuk mengakhiri epidemi tuberkulosis di seluruh dunia. isi the end
TB strategy adalah “dunia yang bebas TB” yaitu zero deaths, disease and suffering
due to TB dengan tujuan mengakhiri epidemik TB di dunia. Indikator yang digunakan
adalah pencapaian target NK dibawah ini pada tahun 2030 :
1. Jumlah kematian akibat TB berkurang 90% pada tahun 2030
2. Angka insidensi TB berkurang 80% pada tahun 2030

Pilar dan komponen dalam end TB strategy yaitu :


1. Tata laksana dan upaya pencegahan terintegrasi yang berpusat pada pasien,
2. Dukungan politik dan sistem pendukung yang kuat
3. Intensifikasi penelitian dan inovasi baru.

Komponen tata laksana dan upaya pencegahan terintegrasi yang berpusat pada pasien,
diimplementasikan dalam bentuk :
1. Diagnosis dini TB termasuk penerapan pemeriksaan uji kepekaan obat yang
universal, skrining sistematis pada kontak dan kelompok risiko tinggi.
2. Pengobatan untuk semua pasien TB termasuk TB resistan obat dengan dukungan
pasien yang memadai
3. Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-HIV, TB-DM, Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS), pendekatan praktis penyakit paru, dan lain sebagainya
4. Pengobatan pencegahan bagi orang dengan risiko tinggi, dan tersedianya vaksinasi
TB.

Berdasarkan Global TB Report 2018, diperkirakan di Indonesia pada tahun 2017


terdapat 842.000 kasus TB baru (319 per 100.000 penduduk) dan kematian karena TB
sebesar 116.400 (44 per 100.000 penduduk) termasuk pada TB-HIV positif. Angka
notifikasi kasus (case notification rate/CNR) dari semua kasus dilaporkan sebanyak
171 per 100.000 penduduk. Secara nasional diperkirakan insidens TB HIV sebesar
36.000 kasus (14 per 100.000 penduduk). Jumlah kasus TB-RO diperkirakan
sebanyak 12.000 kasus (diantara pasien TB paru yang ternotifikasi) yang berasal dari
2.4% kasus baru dan 13% kasus pengobatan ulang. Terlepas dari kemajuan yang telah
dicapai Indonesia, jumlah kasus tuberkulosis baru di Indonesia masih menduduki
peringkat ketiga di dunia dan merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi
Indonesia dan memerlukan perhatian dari semua pihak, karena memberikan beban
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian
tertinggi setelah penyakit jantung iskemik dan penyakit serebrovaskuler. Pada tahun
2017, angka kematian akibat tuberkulosis adalah 40/100.000 populasi (tanpa TB-
HIV) dan 3,6 per 100.000 penduduk (termasuk TB-HIV).

Jumlah semua kasus tuberkulosis di Kabupaten Karawang tahun 2022 sebanyak 8.167
penderita terdiri dari 4.828 laki-laki dan 3.339 perempuan. Dengan jumlah total kasus
tuberkolosis di tahun 2022 tersebut, didapat Case Notifiation Rate (CNR) sebesar
326/100.000 penduduk. Case Notification Rate tahun 2022 lebih besar dibandingkan
tahun 2021 lalu yang sebesar 203/100.000 penduduk. Angka ini apabila dikumpulkan
serial, akan menggambarkan kecenderungan jumlah kasus di masyarakat dari tahun ke
tahun di Kabupaten Karawang. Angka ini juga berguna untuk menunjukkan
kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien di Kabupaten
Karawang.

Tampak pada gambar CNR Kabupaten Karawang sempat menurun di tahun 2019
tetapi meningkat kembali di tahun 200 hingga 2022. Secara keseluruhan, indikator
CNR di Kabupaten Karawang memiliki pola yang meningkat pengamatan tahun 2016
– 2022 dengan rata-rata CNR 47/100.000 penduduk. Hal ini dapat berarti
meningkatnya jumlah penderita TB di masyarakat di tahun tersebut serta pelayanan
kesehatan yang berjalan lebih luas menemukan penderita TB di masyarakat.

Jumlah kasus tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis yang ditemukan dan


diobati di Kabupaten Karawang tahun 2022 sebanyak 1.535 kasus. Angka ini
menurun bila dibandingkan dengan tahun 2021 yang sebesar 2.592 kasus. Di
Kabupaten Karawang pada tahun 2022, pasien tuberkulosis paru terkonfirmasi
bakteriologis yang dinyatakan sembuh berjumlah 870 pasien dari 1.535 pasien
tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis yang terdaftar dan diobati (52,8 %).

B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi


1. Factor karakteristik individu
a. Jenis Kelamin
Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa laki-laki
berisiko terinfeksi daripada perempuan, hal ini dimungkinkan laki-laki lebih
berat beban kerjanya, kurang istirahat, gaya hidup yang tidak sehat di luar
rumah, seperti merokok dan minum alkohol lebih banyak berinteraksi sosial,
paparan polusi udara, paparan polusi industri dan bermasyarakat. Data
Kementerian Kesehatan menunjukkan persentasi penderita Tuberkulosis
lakilaki adalah 57,6% bahkan WHO menyebutkan rasio laki : perempuan
adalah 2:1
b. Usia
Sebagian besar prevalensi Tuberkulosis Paru terjadi pada usia dewasa, pra
lansia, dan lansiadapat dipahami bahwa kelompok dewasa adalah kelompok
produktif yang lebih banyak berinteraksi secara sosial yang akan berisiko jika
terpapar dari orang yang positif Tuberkulosis Paru. Pada usia dewasa memiliki
mobilitas dan interaksi sosial yang tinggi karena berbagai kegiatan pekerjaan,
pendidikan, keagamaan, hobi, olah raga, seni, organisasi, dan kerumunan
lainnya, saat berinteraksi sosial sangat memungkinkan terjadi penularan
Tuberkulosis. Pada Usia anak-anak memiliki risiko penularan di dalam rumah,
kelompok lansia memiliki kerentanan lebih tingi pada usia 70 – 74 tahun
bahkan usia 75 tahun ke atas menunjukkan 10,85% dari risiko. Faktor
degenerasi mungkin menjadi penyebab menurunnya berbagai mekanisme
pertahanan tubuh sehingga memungkinkan penularan penyakit lebih mudah,
perlu dipertimbangkan prioritas penemuan kasus Tuberkulosis paru
diutamakan kepada kelompok lansia guna mempercepat pemutusan rantai
penularan. Pusat data dan informasi Kemenkes pada tahun 2019 menyebutkan
sebanyak 78,05% kasus baru Tuberkulosis adalah usia dewasa (15-65 tahun).
c. Pendidikan
Pendidikan berkaitan dengan kemampuan dalam menerima informasi dan
pengetahuan yang dimiliki, serta kemampuan dalam mengambil keputusan
melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penderita Tuberkulosis lebih banyak diderita oleh
pendidikan yang rendah
d. Pekerjaan
Penyakit Tuberkulosis termasuk penyakit kronis yang berdampak pada
produktivitas, pada penderita dengan pekerjaan yang tidak menetap berdampak
pada menurunnya penghasilan sehingga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
keluarga dan menjadi beban keluarga serta secara epidemiologis berisiko
terjadi penularan diantara keluarga di dalam rumah. Beberapa penelitian
menunjukkan sebagian penderita Tuberkulosis merupakan kelompok yang
sudah tidak tidak bekerja, atau pekerjaaan yang tidak menetap
e. Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan faktor risiko yang dapat diubah, merokok sering
dilakukan oleh laki-laki dewasa bahka para remaja dengan berbagai alasan
misalnya ingin percaya diri, menghargai teman yang merokok atau perekat
persahabatan, menghilangkan kejenuhan atau menghilangkan stress,
menemukan ideide baru, dan kesulitan meninggalkan kebiasaan merokok.
Rokok menyebabkan berbagai penyakit karena kandungan zat-zat kimia
beracun misalnya nikotin, asam formiat, hydrogen sianida, formaldehida, nitro
oksida, acrolein, karbonmonoksida, dan lain sebagainya. Zat-zat kimia beracun
pada asap yang terhirup pada saluran nafas menjadikan kerusakan organ dan
menurunkan fungsi organ sehingga mudah terinfeksi mikobakterium
Tuberkulosis. Kebiasaan merokok memperburuk gejala Tuberkulosis,
demikian juga dengan perokok pasif akan mudah terinfeksi Tuberkulosis,
pasien Tuberkulosis paru di Indonesia bahkan 68% diantaranya adalah
perokok aktif yang pada umummnya laki-laki dewasa
f. Perilaku
Faktor perilaku adalah kebiasaan yang bisa dirubah dengan pemahaman dan
komitmen untuk menjalani hidup sehat, kebiasaan yang bersiko menularkan
Tuberkulosis adalah batuk yang tidak menutup mulut dan meludah di
sembarang tempat. Sesuai dengan sifat kuman Tuberkulosis dapat ditularkan
melalui percikan dahak (droplet) bahkan setiap kali batuk dapat mengeluarkan
sekitar 3000 partikel kuman dan dapat bertahan hidup di lingkungan yang
gelap dan lembab, jika penderita tidak menutup mulut saat batuk dan meludah
di sembarang tempat maka akan berisiko menularkan kepada orang di
sekitarnya.

2. Factor social ekonomi


Permasalahan sosial dan ekonomi sudah sangat sering kita dengar jika dikaitkan
dengan kemampuan secara ekonomi memenuhi kebutuhan hidupnya, begitu pula
masalah kesenjangan sosial yang terjadi dikarenakan sebagian besar kelompok
kurang mampu bertempat tinggal di lingkungan padat penduduk, di rumah yang
hunian melebihi kapasitas. Selanjutnya interaksi sosial yang dekat (close contact)
tidak bisa dihindarkan dalam aktivitas sehari-hari berkaitan dengan pekerjaan dan
aktivitas sosial lainnya. Faktor ekonomi juga berkaitan dengan kemampuan
masyarakat membiayai masalah kesehatan yang dialami, pada kelompok ekonomi
yang rendah menjadi faktor risiko tidak tuntasnya pengobatan dan menjadi sumber
penularan bagi yang lain.

3. Faktor kepadatan hunian dan perpindahan penduduk


Lingkungan merupakan area dimana kita berada yang terdiri dari lingkungan fisik,
biologis,kimia, dan radiasi, lingkungan yang berpengaruh terhadap berkembang
biaknya bakteri Tuberkulosis meliputi kepadatan penghuni, lantai rumah,
ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu kondisi perumahan di Indonesia
dengan luas lantai rumah kurang dari 7,2 meter persegi per kapita lebih banyak
ditemukan di perkotaan.

4. Faktor riwayat kontak


Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis menjadi faktor risiko penularan
penyakit Tuberkulosis karena percikan dahak dari penderita akan terhirup ke
orang yang sehat. Penderita Tuberkulosis laten memiliki prevalensi yang tinggi
terhadap penularan tuberkulusis diantara kontak serumah. Kontak dekat (close
contact) menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumah bahkan akan menjadi
empat kali beresiko penularan jika di dalam rumah terdapat lebih dari satu orang
penderita Tuberkulosis. Lamanya kontak dan kualitas pemaparan dengan
penderita Tuberkulosis menjadi penentu risiko penularan, setiap satu penderita
Tuberkulosis BTA positif dapat menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga
kemungkinan kontak untuk tertular Tuberkulosis adalah 17%. Riwayat kontak
berpengaruh sangat signifikan terhadap penularan dan bahkan kontak terdekat
(keluarga serumah) berisiko dua hingga tiga kali lipat dibanding dengan kontak
biasa (tidak serumah).

5. Factor gizi status dan status Kesehatan


Beberapa faktor yang teridentifikasi memperberat peningkatatan kasus adalah
kekurangan gizi, penurunan daya tayan tubuh oleh karena penyakit tertentu
(misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, dan pengobatan
imunosupresi), diabetes melitus, dan gagal ginjal kronik. Penderita HIV/ AIDS
atau orang dengan status gizi yang buruk lebih gampang untuk terinfeksi dan
terjangkit TB dibandingkan orang dengan status gizi baik. Status gizi yang kurang
menyebabkan daya tahan tubuh yang menurun yang beresiko terhadap berbagai
infeksi begitu pula sebaliknya infeksi Tuberkulosis menyebabkan gizi yang buruk
dan penurunan berat badan.

C. Upaya Program di Puskesmas yang Dianalisis


Merebaknya kembali penyakit yang sudah hampir terberantas (re-emerging diseases)
ini sangat perlu diwaspadai. Hal ini telah ditindaklanjuti dengan adanya Gerakan
Terpadu Nasional TB Paru yang di dengungkan di seluruh kabupaten dan kota di
Indonesia. Usaha menemukan penderita pada tahap dini serta pengobatan yang tuntas
diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan sehingga akibat fatal kematian
pun dapat dikurangi. Selain dari intensifikasi program dalam hal tata cara penemuan
penderita, mulai dari pengambilan specimen, pemeriksaan laboratorium dengan bahan
reagen yang baik dan memadai, serta pencegahan masa pengobatan yang tidak tuntas
( DO ). Pengkajian mengenai DOTS, pemberdayaan berbagai pihak seperti guru,
bidan desa atau tenaga lainnya sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO) diasumsikan
sebagai salah satu upaya untuk mencegahnya penderita putus pengobatan / DO.

Program TB di Puskesmas Karawang antara lain :


1. Jika ada keluarga yang terkena TB 1 orang, di lakukan skrining pada kontak erat
(kontak serumah dan tetangga).
2. Koordinator Pelayanan TBC mengunjungi rumah pasien Tuberkulosis (TBC)
3. Koordinator Pelayanan TBC menerapkan strategi DOTS dalam tatalaksanan TB
4. Koordinator Pelayanan TBC bekerjasama dengan lintas sektor dengan klinik dan
dokter praktik mandiri (DPM) jika ada yang terduga TB
5. Koordinator Pelayanan TBC bekerjasama dengan para kader Tuberkulosis (TBC)
yang berada di dalam komunitas STPI untuk skrining Tuberkulosis (TBC),
pelacakan TB mangkir dan pendampingan pasien
D. Kebijakan yang Mempengaruhi Program yang Dianalisis
1. Tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan : profesional sesuai
dengan pendidikannya, unggul dalam prestasi serta sopan dan santun dalam
memberikan pelayanan.
2. Tenaga kesehatan berpenampilan rapi dan bersih, khusus untuk dokter dan dokter
gigi memakai jas dokter pada saat melayani pasien serta tenaga kesehatan cepat
dan tanggap dalam merespon keluhan dan keinginan pasien
3. Obat yang diberikan kepada pasien adalah obat generik berblister
4. Pasien diperlakukan secara ramah dan sopan serta dengan penuh simpati dibantu
sepenuhnya apa keperluannya datang ke puskesmas
5. Semua pegawai puskesmas mempunyai komitmen, etika dan semangat/motivasi
yang tinggi untuk melaksanakan pelayanan prima di puskesmas
6. Tempat pelayanan kesehatan ditata rapi dan bersih, dan ber-AC, sehingga
memberi kenyamanan pada pasien dan tenaga kesehatan yang melayaninya
7. Ruang tunggu pasien ditata rapi dan bersih serta dilengkapai sarana hiburan yang
sesuai dengan harapan pasien, kamar mandi dan WC dibuat bersih, tidak berbau
dan cukup air, serta dibersihkan setiap hari, lingkungan puskesmas dibuat taman
yang membuat suasana asri dan segar;
8. Supervisi dilaksanakan setiap tiga bulan sekali dan ditindak lanjuti dengan
pertemuan pemecahan masalah di Dinas Kesehatan;
9. Survey kepuasan pelanggan dilaksanakan setiap tiga bulan sekali serta ditindak
lanjuti dengan perbaikan pelayanan kesehatan; dan
10. SK Menkes RI No: 128/MENKES/SK/II/2004 tentang : Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat.

E. Trend dan Issue Strategis dari Program yang Dianalisis


1. Trend
Penyakit tuberkulosis adalah salah satu dari 10 penyakit teratas yang
menyebabkan kematian dan penyebab utama dari agen infeksi tunggal (di atas
HIV/AIDS) di seluruh dunia. Berdasarkan Global TB Report tahun 2022 angka
insiden tuberkulosis tahun 2021 sebesar 969.000 atau 354 per 100.000 penduduk;
angka insiden TBHIV sebesar 22.000 kasus per tahun atau 8,1 per 100.000
penduduk; kematian karena tuberkulosis diperkirakan sebesar 144.000 atau 52 per
100.000 penduduk dan kematian TB-HIV sebesar 6.500 atau 2,4 per 100.000
penduduk. Cakupan penemuan kasus tuberkulosis (treatment coverage=TC)
sebesar 75% dari target 90%. Notifikasi penemuan dan pengobatan kasus
tuberkulosis tahun 2022 sebesar 724.309. Kasus tuberkulosis tahun 2022
berdasarkan kelompok umur yang terbesar; umur 45-54 tahun (16,5%), umur 35-
44 tahun (14,7%), umur 25-34 tahun (14,7%) dan umur 15-24 tahun (14,2%).
Usia tersebut merupakan kelompok usia produktif antara 15-54 tahun. Proporsi
pasien TBC jenis kelamin laki-laki dan perempuan 57,8% dan 42,2% dengan
rasio laki-laki dibanding perempuan sebesar 1 : 1,37; dimana setiap satu orang
pasien tuberkulosis perempuan terdapat sekitar 1-2 orang pasien tuberkulosis
laki-laki. Kontak yang dilakukan investigasi tahun 2022 sebesar 35% dan
cakupan pemberian TPT pada kontak serumah tahun 2022 sebesar 1,3%. Hasil
pengobatan kasus tuberkulosis tahun 2022 berdasarkan kohort penemuan kasus
tuberkulosis tahun 2021. Angka keberhasilan pengobatan tuberculosis tahun 2021
sebesar 86% (target sebesar 90%). Berdasarkan pelaksanaan skrining dalam
Program Pencegahan dan Pengendalian TBC di UPT Pemasyarakatan tahun 2022,
dari total 275.103 WBP; sebanyak 26.864 WBP tercatat sebagai terduga TBC dan
sebanyak 26.801 WBP yang dinyatakan terduga TBC dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Hasil pemeriksaaan laboratorium menunjukan bahwa sebanyak
2.713 WBP terdiagnosis TBC. Berdasarkan jumlah WBP yang terdiagnosis TBC,
sebanyak 2.658 WBP mendapatkan pengobatan. Cakupan penemuan kasus
tuberkulosis resistan obat pada tahun 2022 sebesar 50,8%; capaian kasus TBC RR
dan/atau TBC MDR yang memulai pengobatan lini kedua (enrollment rate)
sebesar 65% dan angka keberhasilan pengobatan TBC RO di Indonesia tahun
2022 (kohort penemuan kasus tahun 2020) sebesar 51% Pasien TBC yang
mengetahui status HIV di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 56%; pasien TBC
yang positif HIV sebanyak 4% dan pasien TBCHIV yang mendapatkan ARV
sebanyak 46%. Total alat TCM yang sudah terdistribusi hingga akhir tahun 2022
sebanyak 2.187 TCM di 1.929 fasyankes di 500 Kab/Kota dan 34 Provinsi.
Target jumlah alat TCM sesuai Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
di Indonesia 2020-2024 untuk tahun 2022 adalah 2.133 alat TCM di 2.107
fasyankes. Kontribusi pemeriksaan TCM terhadap penemuan kasus TBC
mengalami peningkatan dari 37% pada tahun 2021 menjadi 44% pada tahun
2022. Hal ini salah satunya sebagai dampak positif dari penambahan penempatan
alat TCM di berbagai faskes di seluruh Indonesia. Persentase kabupaten/kota
yang mencatat transaksi logistiknya di SITB pada triwulan 1-4 Tahun 2022
mempunyai range 67%-70% yang tertinggi pada triwulan 2 dan terendah pada
triwulan 3.

2. Issue
a. Sebagian besar keluarga memiliki persepsi yang benar terhadap pengobatan
TBC dengan memberikan dukungan, mendampingi dan merawat penderita
TBC, meskipun ada beberapa yang masih menggap bahwa TBC hanyalah
penyakit batuk biasa sehingga tidak memperhatikan pengobatan pasien TBC.
b. Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Limboto memiliki persepsi yang
benar terhadap pengobatan TB. Di beberapa kelurahan ada yang masih
menganggap bahawa TBC sebagai penyakit kutukan, penyakit keturunan,
penyakit yang menular dari golongan darah yang sama bahkan TBC dapat
ditularkan dari ibu hamil ke janin. Sehingganya sebagian kecil masyarakat
masih memilih pengobatan tradisional berupa ramuan, herbal dan metode
pijat, hingga ada yang menggunakan kotoran kuda yang dikeringkan dan
diminumkan kepada penderita TBC. Hal ini disebabkan karena kurangnya
sosialisasi dari Dinas Kesehatan kepada masyarakat terutama yang berada jauh
dari fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Sebagian besar petugas kesehatan memiliki persepsi yang benar terhadap
pengobatan TBC melalui program kegiatan edukasi dan pengawasan minum
obat pada penderita TBC.
d. Masih ditemukan stigma dari keluarga mengenai pengobatan TB, dimana
anggota keluarga merasa malu atau minder jika salah satu anggota
keluarganya diketahui menderita TBC karena takut dianggap orang susah.
Namun kebanyakan sikap/perlakuan keluarga menerima kondisi dan keadaan
dari penderita TBC dan merawat serta mendampingi penderti TBC untuk
menyelesaikan pengobatan.
e. Masih ditemukan stigma di masyarakat mengenai pengobatan TBC dimana
ditemukan istilah khas daerah untuk melabeli penderita TBC yang disebut
“Terengi”. Namun sebagian besar masyarakat menunjukkan sikap/perlakuan
yang baik terhadap pengobatan TBC dengan memberi dukungan, motivasi dan
mendampingi penderita TBC untuk menyelesaikan pengobatan.
f. Tidak ditemukan stigma negatif dari petugas kesehatan mengenai pengobatan
TBC.

BAB III

PENGUMPULAN DATA

A. Visi dan Misi Puskesmas


1. Visi Puskesmas
Mewujudkan Karawang Mandiri, Bermartabat dan Sejahtera

2. Misi Puskesmas
 Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan meningkatkan pemberdayaan
kesehatan masyarakat
 Meningkatkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit
 Mengembangkan sumber daya kesehatan
 Meningkatkan tata kelola aparatur kesehatan

B. Analisis Lingkungan Puskesmas


1. Demografi
Puskesmas Karawang terletak di jantung Kota Kabupaten Karawang tepatnya di
jalan Ahmad Yani no. 67 Karawang sangat strategis dan sangat mudah dijangkau.
Secara administratif UPTD Puskesmas Karawang termasuk kedalam wilayah
kecamatan Karawang Barat. Jumlah Kelurahan wilayah kerja UPTD Puskesmas
Karawang adalah 1 kelurahan yaitu kelurahan Karangpawitan yang meliputi 25
RW dan 84 RT. Luas wilayah kerja UPTD Puskesmas Karawang adalah 604.582
ha.
Peta Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Karawang

Batas batas wilayah UPTD Puskesmas Karawang adalah sebagai berikut :


Sebelah utara : Kecamatan Rawamerta
Sebelah Selatan : Kelurahan Karawang Kulon
Sebelah Barat : Kelurahan Tanjungpura
Sebelah Timur : Kelurahan Nagasari

Jarak terjauh ke Puskesmas yaitu 4 km dan jarak terdekat yaitu 1 km dengan


waktu tempuh terlama adalah 15 menit dan waktu tempuh tercepat 5 menit
dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kelurahan di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Karawang relatif terjangkau. Sedangkan jarak antara Puskesmas
Karawang ke pusat kota Karawang adalah ± 2 km.

2. Keadaan Penduduk
Kelurahan Karangpawitan merupakan wilayah pusat perkotaan, dengan mobilitas
penduduk sangat tinggi dan laju pertambahan penduduk di Kelurahan
Karangpawitan cukup tinggi khususnya akibat urbanisasi dan migrasi. Penduduk
sebagai sumber daya manusia merupakan potensi daerah yang paling penting.
Tentu saja hal ini perlu didukung dengan kualitas yang memadai. Secara
kuantitatif, jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Karawang pada
tahun 2022 adalah 27.429 jiwa. Dengan rincian sebagai berikut :

Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja


UPTD Puskesmas Karawang Tahun 2022

NO NAMA KELURAHAN LAKI LAKI PEREMPUAN TOTAL


1 KARANGPAWITAN 13.826 13.608 27.429
Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Karawang Tahun 2022

Penduduk suatu daerah merupakan potensi sumber daya manusia yang


dibutuhkan dalam proses pembangunan, disamping juga sebagai konsumen dalam
pembangunan. Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, dan
distribusi penduduk.

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat


kesehatan masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya
menjadi tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun sektor terkait lainnya
seperti sektor pendidikan, ekonomi, sosial dan pemerintahan juga memiliki
peranan yang cukup besar. Kesehatan merupakan hak semua penduduk, sehingga
ditetapkan target dan sasaran pembangunan kesehatan.

Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan


Tahun 2022 Menurut Jenis Kelamin

KELOMPOK
SASARAN LAKI
NO UMUR/ PEREMPUAN JUMLAH
PROGRAM LAKI
FORMULA
1 Lahir Hidup - 195 187 382
2 Bayi 0 tahun 195 187 382
Batita (di bawah
3 0 – 2 tahun 574 558 1.132
umur 3 tahun)
4 Anak Balita 1 – 4 tahun 758 733 1.491
Balita (di bawah
5 0 – 4 tahun 941 916 1.857
umur 5 tahun)
Anak Usia Kelas 1
6 7 tahun 181 179 360
SD Setingkat
Anak Usia
7 7 – 12 tahun 1.164 1.111 2.275
SD/Setingkat
Penduduk Usia
8 < 15 tahun 1.783 1.676 3.459
Muda
9 Penduduk Usia 15 – 64 tahun 8.753 8.231 16.984
Produktif
Penduduk Usia Non
10 ≥ 65 tahun - - 250
Produktif
Penduduk Usia
11 ≥60 tahun 1.232 1.285 2.517
Lanjut
Penduduk Usia
12 Lanjut Risiko ≥ 70 tahun 390 454 844
Tinggi
Wanita Usia Subur
13 15 – 49 tahun - 6.489 6.489
(WUS)
Wanita Usia Subur
14 15 – 39 tahun - 4.825 4.825
Imunisasi
1,1 x lahir
15 Ibu Hamil - 431 431
hidup
16 Ibu Bersalin/Nifas - - 382 382
Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Karawang Tahun 2022

3. UKBM
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan masyarakat, berbagai
upaya dilakukan untuk memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada
termasuk yang ada di masyarakat. Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat
adalah satu wujud nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat diantaranya adalah Posyandu (Pos
Pelayanan Terpadu) dan Desa/Kelurahan Siaga.

Jumlah UKBM Lainnya di Wilayah Kerja


UTPD Puskesmas Karawang Tahun 2022

NO UKBM Lainnya Jumlah


1 Posyandu Remaja 1
2 POS Gizi Terintegrasi 1
3 Posbindu PTM 11
4 Pos UKK 2
5 TOGA 11
6 SBH 1
Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Karawang Tahun 2022
C. Analisis Data Kesehatan Puskesmas
Analisis data ketenagaan
Tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi beberapa rumpun dan sub rumpun.
Rumpun tenaga kesehatan menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun2014 tentang
Tenaga Kesehatan Pasal 11 adalah tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga
keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga Kesehatan masyarakat,
tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian
medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan
lain. Jumlah sumber daya manusia kesehatan di lingkungan UPTD Puskesmas
Karawang dapat dilihat pada tabel berikut :

Jumlah Tenaga Kesehatan di UPTD Puskesmas Karawang Tahun 2022

NO Jenis Tenaga ASN NON ASN JUMLAH


Tenaga Kesehatan
1 Dokter 3 0 3
2 Dokter gigi 0 1 1
3 Perawat 7 0 7
4 Bidan 5 2 7
5 Tenaga Promosi Kesehatan dan 0 0 0
Ilmu Perilaku
6 Tenaga Sanitasi Linkungan 1 0 1
7 Nutrisionis 1 0 1
8 Tenaga Apoteker dan atau Tenaga 1 0 1
Teknis Kefarmasian
9 Ahli Teknologi Laboratorium 1 0 1
Medik
10 Epidemiolog 1 0 1
11 Terapi Gigi Mulut 1 0 1
Tenaga Non Kesehatan
10 Struktural (Kasubag TU) 1 0 1
11 Tenaga Sistem Informasi 0 0 0
Kesehatan
12 Tenaga Administrasi Keuangan 1 0 1
13 Tenaga Ketatausahaan 5 3 8
14 Prakarya 0 5 5
Total 28 11 39
Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Karawang Tahun 2022

D. Analisis Program Puskesmas yang Dianalisis


Nama Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis (TBC)
Nama Puskesmas : Puskesmas Karawang

TBC (Tuberkulosis) adalah suatu penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada
9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan
95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara – negara
berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada
kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah
kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15 – 50 tahun). Diperkirakan
seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata – rata waktu kerjanya 3 sampai 4
bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya
sekitar 20-30%.

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah :


1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara – negara
yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh : Perubahan
demografik karena meningkatnya penduduk dunia

Jumlah semua kasus terduga kasus TB di wilayah kerja UPTD Puskesmas Karawang
tahun 2022 sebanyak 210 kasus, termasuk di dalamnya 4 kasus TB pada anak usia 0 –
14 tahun. Cakupan pelayanan Kesehatan orang terduga TB dari tahun 2020 – 2022 di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Karawang sebagai berikut :
Cakupan Pelayanan Kesehatan Terduga TB di Wilayah Kerja
UTPD Puskesmas Karawang Tahun 2022

Cakupan pelayanan Kesehatan orang terduga TB dari tahun 2020 – 2022 mengalami
kenaikan dimana pada tahun 2022 jumlah orang terduga TB yang mendapatkan
pelayanan kesehatan sebanyak 205 orang dari target 135 orang. Data ini didukung
dengan pelaporan pelayanan dari fasilitas Kesehatan jejaring puskesmas sehingga
melebihi dari yang sudah ditargetkan. Untuk angka kesembukan, complate rate,
success rate dan angka kematian kasus TB dapat dilihat sebagai berikut :

Angka Kesembuhan dan Pengobatan Lengkap serta Keberhasilan Pengobatan


Turbekolosis Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja UTPD Puskesmas
Karawang Tahun 2022
Angka kesembuhan pasien (cute rate) adalah jumlah kesembuhan pasien. Angka
kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru
BTA positif yang tercatat. Complete Rate adalah semua kasusTB yang mendapatkan
pengobatan dimana pembadingnya semua kasus TB yang dilaporkan dan ditulis
dalam khort. Angka keberhasilan (succes rate) adalah jumlah semua kasus TBC yang
sembuh dan pengobatan lengkap di antara semua kasus TBC yang diobati dan
dilaporkan yang angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan semua
kasus dan angka pengobatan lengkap semua kasus. Badan Kesehatan dunia
menetapkan standar keberhasilan pengobatan sebesar 85%.

Bila dilihat dari gambar, maka dapat disimpulkan bahwa angka kesembuhan dan
keberhasilan pengobatan pasien TB di wilayah kerja UPTD Puskesmas sudah
berhasil karena telah meleibi standar > 90%. Salah satu upaya pencegahan penularan
TB yang efektif diantaranya melakukan upaya promotive dan preventif yaitu dengan
melakukan penemuan kasus secara dini, penemuan kasus secara aktif, pemberian KIE
untuk pencegahan penularan dengan penerapan etika batuk, pengendalian faktor
risiko dan pemberian obat pencegahan. Prinsip pelayanan TB adalah penemuan orang
dengan TB sedini mungkin, ditatalaksana sesuai standar sekaligus pemantauan
hingga sembuh atau "TOSS TB" (Temukan, Obati Sampai Sembuh).
BAB IV
PEMBAHASAN ANALISIS SWOT

A. Analisis Faktor Internal Program yang Dianalisis


No
Kekuatan (Strengths = S) Kelemahan (Weakness = W)
.
1. Program penanganan Tuberkulosis Belum tersedianya bangunan khusus
(TBC) di Puskesmas karawang di untuk penderita Tuberkulosis (TBC)
danai oleh Anggaran Pendapatan dan yang terpisah dari bangunan utama
Belanja Negara (APBN). Seperti guna mencegah penularan
Global Fun, B.O.K (Bantuan Tuberkulosis (TBC).
Operasional Kesehatan).
2. Ketersediannya petugas kesehatan Kurangnya Sumber Daya Manusia
yang berpengalaman dalam yang sesuai dengan bidangnya secara
menangani program Tuberkulosis akademisi dalam pelaksanaan
(TBC) di Puskesmas karawang. Program penanganan Tuberkulosis
(TBC) di Puskesmas Karawang
sehingga tugas pelaksanaan program
oleh petugas belum terfokus pada
tugas yang dijalani.
3. Tersedianya sarana dan prasarana Visi dan Misi Program P2TB di
untuk menangani pelaksanaan Puskesmas Karawang belum memiliki
program penanganan Tuberkulosis Visi dan Misi program tersendiri.
(TBC) dibuktikan dengan adanya
ruang klinik TB Paru di Puskesmas
Karawang.
4. Terjalinnya kerja sama dengan para Puskesmas Karawang memiliki
kader Tuberkulosis (TBC) dan wilayah kerja yaitu kelurahan
Fasilitas pelayanan kesehatan seperti Karangpawitan tetapi hanya memiliki
Klinik dan Dokter Praktik Mandiri Kader Tuberkulosis (TBC) sebanyak
(DPM) di wilayah karangpawitan 2 orang sehingga kurangnya tenaga
untuk merujuk pasien yang kader Tuberkulosis (TBC) di
menunjukkan kondisi klinis terkait lapangan berisiko program
Tuberkulosis (TBC) ke Puskesmas penyuluhan terkait penyakit TB,
karawang untuk dilakukan Skrining. membantu menemukan orang yang
dicurigai sakit TB dan penderita TB,
membantu puskesmas dalam
membimbing dan memotivasi PMO
untuk selalu melakukan pengawasan
menelan obat, menjadi koordinator
PMO akan menjadi lemah.
5. Berjalannya program kunjungan
rumah pada penderita Tuberkulosis
(TBC) secara langsung oleh petugas
Kesehatan UPTD Puskesmas
Karawang untuk dilakukan Skrining.

B. Analisis Faktor Eksternal Program yang Dianalisis


No
Kesempatan (Opportunities = O) Ancaman (Threats = T)
.
1. Terjalinnya kerjasama lintas sektoral Kurangnya Sumber Daya Manusia
dengan Klinik dan DPM untuk yang sesuai dengan bidangnya secara
Skrining kasus Tuberkulosis (TBC) akademisi dalam pelaksanaan
di Puskesmas Karawang. Program penanganan Tuberkulosis
(TBC) di Puskesmas Karawang
sehingga tugas pelaksanaan program
oleh petugas belum terfokus pada
tugas yang dijalani.
2. Tersedianya dokter penanggung Belum tersedianya bangunan khusus
jawab untuk melakukan skrining, untuk penderita Tuberkulosis (TBC)
pengobatan dan rujukan kepada yang terpisah dari bangunan utama
pasien Tuberkulosis (TBC) di guna mencegah penularan
Puskesmas Karawang. Tuberkulosis (TBC).
3. Tersedianya kader dari kalangan Kurangnya fasilitas pemeriksaan
komunitas STBI untuk skrining laboratorium untuk skrining
Tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Tuberkulosis (TCM) di Puskesmas
UPTD Puskesmas Karawang. Karawang. Pemeriksaan laboratorium
Tuberkulosis (TBC) di Puskesmas
Karawang masih harus dilakukan di
RSUD Karawang yang memerlukan
waktu hingga 1 minggu untuk
mendapatkan hasil diagnostiknya.
4. Adanya Program Penanganan Adanya peningkatan kasus
Tuberkulosis (TBC) di kelurahan Tuberkulosis (TBC) disetiap tahunnya
dengan menskrining kasus – kasus (data hingga november tahun 2023).
Tuberkulosis (TBC) agar bisa segera
terskrining dan mendapatkan tindak
lanjut pengobatan.
5. Adanya Peraturan Presiden
(PERPRES) No. 67 Tahun 2021
tentang Penanggulangan
Tuberkulosis (TBC), untuk
mengatasi permasalahan
Tuberkulosis (TBC) dan untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia Indonesia diperlukan upaya
penanggulangan yang komprehensif,
terpadu dan berkesinambungan.

C. Matriks Analisis SWOT Program yang Dianalisis


IFAS
Kekuatan (Strengths = S) Kelemahan (Weakness = W)
EFAS
Kesempatan Strategi Strategi
(Opportunities Strengths – Opportunities Weakness – Opportunities
= O) 1. Program penanganan 1. Belum tersedianya
Tuberkulosis (TBC) di bangunan khusus untuk
Puskesmas Karawang di dukung penderita Tuberkulosis (TBC)
dengan bantuan anggaran dari yang terpisah dari bangunan
Program Prioritas Pemerintah utama guna mencegah
untuk penanganan Tuberkulosis penularan Tuberkulosis
(TBC) dengan di dasari (TBC), yang seharusnya
Peraturan Presiden (PERPRES) mengacu pada Peraturan
No. 67 Tahun 2021 tentang Presiden (PERPRES) No. 67
Penanggulangan Tuberkulosis Tahun 2021 tentang
(TBC), untuk mengatasi Penanggulangan Tuberkulosis
permasalahan Tuberkulosis (TBC), untuk mengatasi
(TBC) dan untuk meningkatkan permasalahan Tuberkulosis
kualitas Sumber Daya Manusia (TBC) dan untuk
Indonesia diperlukan upaya meningkatkan kualitas Sumber
penanggulangan yang Daya Manusia Indonesia
komprehensif, terpadu dan diperlukan upaya
berkesinambungan. Dapat penanggulangan yang
menambah kerjasama lintas komprehensif, terpadu dan
sektoral dengan Klinik dan berkesinambungan.
DPM untuk Skrining kasus
Tuberkulosis (TBC) di
Puskesmas Karawang.
2. Ketersediannya petugas 2. Kurangnya Sumber Daya
kesehatan yang berpengalaman Manusia yang sesuai dengan
dan dokter penanggung jawab bidangnya secara akademisi
untuk melakukan skrining, dalam pelaksanaan Program
pengobatan dan rujukan kepada penanganan Tuberkulosis
pasien Tuberkulosis (TBC) (TBC) di Puskesmas
sehingga perlu meningkatkan Karawang, yang seharusnya
kaderisasi untuk pelaksanaan mengacu pada Peraturan
skrining Tuberkulosis (TBC) Presiden (PERPRES) No. 67
yang optimal di wilayah kerja Tahun 2021 tentang
UPTD Puskesmas Karawang. Penanggulangan Tuberkulosis
(TBC), untuk mengatasi
permasalahan Tuberkulosis
(TBC) dan untuk
meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia Indonesia
diperlukan upaya
penanggulangan yang
komprehensif, terpadu dan
berkesinambungan.
3. Ketersediannya petugas 3. Visi dan Misi Program
kesehatan yang berpengalaman P2TB di Puskesmas Karawang
dalam Program Penanganan belum memiliki Visi dan Misi
Tuberkulosis (TBC) di program tersendiri. Visi dan
Puskesmas Karawang dapat Misi dapat dibuat yang
berkolaborasi dengan dokter didasari oleh Peraturan
penanggung jawab untuk Presiden (PERPRES) No. 67
melakukan skrining, pengobatan Tahun 2021 tentang
dan rujukan kepada pasien Penanggulangan Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) sehingga (TBC), untuk mengatasi
dapat berjalannya program permasalahan Tuberkulosis
kunjungan rumah pada (TBC) dan untuk
penderita Tuberkulosis (TBC) meningkatkan kualitas Sumber
secara langsung oleh petugas Daya Manusia Indonesia
Kesehatan UPTD Puskesmas diperlukan upaya
Karawang Puskesmas karawang penanggulangan yang
untuk dilakukan Skrining. komprehensif, terpadu dan
berkesinambungan.
4. Tersedianya sarana dan 4. Puskesmas Karawang
prasarana untuk menangani memiliki wilayah kerja yaitu
pelaksanaan program kelurahan Karangpawitan
penanganan Tuberkulosis tetapi hanya memiliki Kader
(TBC) di Puskesmas Karawang Tuberkulosis (TBC) sebanyak
dan terjalinnya kerja sama 2 orang sehingga kurangnya
dengan para kader Tuberkulosis tenaga kader Tuberkulosis
(TBC) dan Fasilitas pelayanan (TBC) dapat ditingkatkan
kesehatan seperti Klinik dan dengan kaderisasi sehingga
Dokter Praktik Mandiri (DPM) dapat mempercepat
di wilayah karangpawitan untuk Penanganan Tuberkulosis
merujuk pasien yang (TBC) di kelurahan dengan
menunjukkan kondisi klinis menskrining kasus – kasus
terkait Tuberkulosis (TBC) ke Tuberkulosis (TBC) agar bisa
Puskesmas karawang untuk segera terskrining dan
dilakukan skrining dapat mendapatkan tindak lanjut
meningkatkan Program pengobatan.
Penanganan Tuberkulosis
(TBC) di kelurahan dengan
menskrining kasus – kasus
Tuberkulosis (TBC) agar bisa
segera terskrining dan
mendapatkan tindak lanjut
pengobatan.
Ancaman Strategi Strategi
(Threats = T) Strengths – Threats Weakness – Threats
1. Program penanganan 1. Dengan meningkatkan
Tuberkulosis (TBC) di Sumber Daya Manusia yang
Puskesmas Plawad di dukung sesuai dengan bidangnya
dengan bantuan anggaran dari secara akademisi dalam
Program Prioritas Pemerintah pelaksanaan Program
untuk penanganan Tuberkulosis penanganan Tuberkulosis
(TBC) dapat dimaksimalkan (TBC) di Puskesmas
juga untuk mengatasi kurangnya Karawang sehingga pelayanan
Sumber Daya Manusia yang – pelayanan dapat maksimal
sesuai dengan bidangnya secara dilaksanakan.
akademisi dalam pelaksanaan
Program penanganan
Tuberkulosis (TBC) di
Puskesmas Karawang sehingga
pelaksanaan program dapat
maksimal dilaksanakan. Dan
juga dapat mengatasi kurangnya
fasilitas pemeriksaan
laboratorium untuk skrining
Tuberkulosis (TBC) di
Puskesmas Karawang sehingga
akan mempercepat hasil
laboratorium dan penegakan
diagnostik medis.
2. Ketersediannya petugas 2. Belum tersedianya
kesehatan yang berpengalaman bangunan khusus untuk
dalam menangani program penderita Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC) di yang terpisah dari bangunan
Puskesmas karawang, utama sedangkan angka
tersedianya sarana dan kejadian kasus Tuberkulosis
prasarana untuk menangani (TBC) mengalami peningkatan
pelaksanaan program setiap tahunnya sehingga
penanganan Tuberkulosis berisiko dalam penularan
(TBC) dibuktikan dengan Tuberkulosis (TBC).
adanya ruang klinik TB Paru di
Puskesmas Karawang dan
Terjalinnya kerja sama dengan
para kader Tuberkulosis (TBC)
dan Fasilitas pelayanan
kesehatan seperti Klinik dan
Dokter Praktik Mandiri (DPM)
di wilayah karangpawitan untuk
merujuk pasien yang
menunjukkan kondisi klinis
terkait Tuberkulosis (TBC) ke
Puskesmas karawang untuk
dilakukan Skrining. Diharapkan
dapat menurunkannya kasus
Tuberkulosis (TBC) di setiap
tahunnya sehingga dapat
mempercepat capaian target
eliminasi Tuberkulosis (TBC)
pada tahun 2030.
3. Program penanganan 3. Puskesmas Karawang
Tuberkulosis (TBC) di memiliki wilayah kerja yaitu
Puskesmas Plawad di dukung kelurahan Karangpawitan
dengan bantuan anggaran dari tetapi hanya memiliki Kader
Program Prioritas Pemerintah Tuberkulosis (TBC) sebanyak
untuk penanganan Tuberkulosis 2 orang sehingga kurangnya
(TBC) dapat dimaksimalkan tenaga kader Tuberkulosis
untuk mewujudkan pendirian (TBC) di lapangan berisiko
bangunan khusus untuk program penyuluhan terkait
penderita Tuberkulosis (TBC) penyakit TB, membantu
yang terpisah dari bangunan menemukan orang yang
utama guna mencegah dicurigai sakit TB dan
penularan Tuberkulosis (TBC). penderita TB, membantu
puskesmas dalam
membimbing dan memotivasi
PMO untuk selalu melakukan
pengawasan menelan obat,
menjadi koordinator PMO
akan menjadi lemah. Tetapi
dengan adanya peningkatan
kasus Tuberkulosis (TBC)
disetiap tahunnya sehingga
akan lebih maksimal
pemerataan tugas bagi kader
maupun petugas kesehatan
dalam menjalankan program
penanganan Tuberkulosis
(TBC) dengan adanya
kaderisasi.

D. Langkah Penyelesaian Berdasarkan Analisis SWOT yang Disarankan


No Masalah yang ditemukan Penyelesaian yang disarankan
.
1. Kurangnya Sumber Daya Dapat memaksimalkan bantuan anggaran dari
Manusia yang sesuai dengan Program Prioritas Pemerintah untuk
bidangnya secara akademisi penanganan Tuberkulosis (TBC) yang di
dalam pelaksanaan Program dasari oleh Peraturan Presiden (PERPRES)
penanganan Tuberkulosis No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan
(TBC) di Puskesmas Tuberkulosis (TBC), untuk mengatasi
Karawang. permasalahan Tuberkulosis (TBC) dan untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia Indonesia diperlukan upaya
penanggulangan yang komprehensif, terpadu
dan berkesinambungan. Juga
memaksimalkan serta menambah petugas
kesehatan untuk menempati tugas yang saat
ini dilakukan oleh petugas yang sama (double
job) dalam menjalankan program
pengendalian & pencegahan Tuberkulosis
(TBC).
2. Visi dan Misi Program P2TB Visi dan Misi dapat dibuat yang didasari oleh
di Puskesmas Karawang Peraturan Presiden (PERPRES) No. 67
belum memiliki Visi dan Tahun 2021 tentang Penanggulangan
Misi program tersendiri. Tuberkulosis (TBC), untuk mengatasi
permasalahan Tuberkulosis (TBC) dan untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia Indonesia diperlukan upaya
penanggulangan yang komprehensif, terpadu
dan berkesinambungan.
3. Belum tersedianya bangunan Dapat memaksimalkan bantuan anggaran dari
khusus untuk penderita Program Prioritas Pemerintah untuk
Tuberkulosis (TBC) yang penanganan Tuberkulosis (TBC) yang di
terpisah dari bangunan utama dasari oleh Peraturan Presiden (PERPRES)
guna mencegah penularan No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis (TBC). Tuberkulosis (TBC), untuk mengatasi
permasalahan Tuberkulosis (TBC) dan untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia Indonesia diperlukan upaya
penanggulangan yang komprehensif, terpadu
dan berkesinambungan. Dan dapat lebih
banyak menjalin kerjasama dengan berbagai
pihak.
4. Adanya peningkatan kasus Dapat meningkatkan upaya skrining kasus –
Tuberkulosis (TBC) disetiap kasus Tuberkulosis (TBC) agar bisa segera
tahunnya (data hingga terskrining dan mendapatkan tindak lanjut
november tahun 2023). pengobatan dengan berkolaborasi antara
dokter penanggung jawab, petugas kesehatan
yang berpengalaman dan para kader.
Menjalin kerjasama lintas sektoral dengan
Klinik dan DPM untuk Skrining kasus
Tuberkulosis (TBC) di Puskesmas Karawang.
Jalannya program kunjungan rumah pada
penderita Tuberkulosis (TBC) secara
langsung oleh petugas Kesehatan UPTD
Puskesmas Karawang untuk melakukan
penjaringan kesehatan dalam bentuk skrining.
5. Puskesmas Karawang Peningkatan kaderisasi sehingga dapat
memiliki wilayah kerja yaitu mempercepat Penanganan Tuberkulosis
kelurahan Karangpawitan (TBC) di kelurahan dengan menskrining
tetapi hanya memiliki Kader kasus – kasus Tuberkulosis (TBC) agar bisa
Tuberkulosis (TBC) segera terskrining dan mendapatkan tindak
sebanyak 2 orang sehingga lanjut pengobatan.
kurangnya tenaga kader
Tuberkulosis (TBC) di
lapangan berisiko program
penyuluhan terkait penyakit
TB, membantu menemukan
orang yang dicurigai sakit TB
dan penderita TB, membantu
puskesmas dalam
membimbing dan memotivasi
PMO untuk selalu melakukan
pengawasan menelan obat,
menjadi koordinator PMO
akan menjadi lemah.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai