DI PUSKESMAS KAKASKASEN
PERIODE JANUARI - DESEMBER 2020
Disusun Oleh:
dr. Grace Natalia Dumat
Dokter Pendamping:
dr. Junike Pusungunaung
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dan target program
pengendalian kasus Tuberkulosis di Puskesmas Kakaskasen
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi faktor yang menghambat dalam program
pengendalian Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas
Kakaskasen.
b. Mengetahui kemungkinan penyebab masalah-masalah dari
program pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas Kakaskasen.
c. Menentukan prioritas masalah yang ada dalam meningkatkan
pengendalian kasus Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas
Kakaskasen.
d. Membuat rencana kegiatan dari pemecahan masalah terpilih di
Puskesmas Kakaskasen.
1.4 Manfaat
1. Manfaat bagi Penulis
a. Mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan program
Pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas Kakaskasen.
b. Melatih kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan
pemegang program puskesmas dan masyarakat.
c. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan masalah terhadap
penyebab masalah.
2. Manfaat bagi Puskesmas
a. Mendapatkan masukan mengenai pelaksanaan dan masalah-
masalah yang dihadapi selama pelaksanaan program
Pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas Kakaskasen.
b. Mendapatkan alternatif penyelesaian masalah dalam
pelaksanaan program Pengendalian Tuberkulosis Puskesmas
Kakaskasen.
c. Sebagai bahan masukan untuk melakukan penyuluhan kesehatan
guna meningkatkan keberhasilan program Pengendalian
Tuberkulosis Puskesmas Kakaskasen pada tahun-tahun
berikutnya.
B. Tuberkulosis postprimer
TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada
host yang sebelumnya pernah tersensitisasi bakteri TB. Terjadi
setelah periode laten yang memakan waktu bulanan hingga
tahunan setelah infeksi primer. Hal ini dapat dikarenakan
reaktivasi kuman laten atau karena reinfeksi.
Reaktivasi terjadi ketika basili dorman yang menetap di jaringan
selama beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi
primer, mulai kembali bermultiplikasi. Hal ini mungkin
merupakan respon dari melemahnya sistem imun host oleh
karena infeksi HIV. Reinfeksi terjadi ketika seorang yang
pernah mengalami infeksi primer terpapar kembali oleh kontak
dengan orang yang terinfeksi penyakit TB aktif. Dalam sebagian
kecil kasus, hal ini merupakan bagian dari proses infeksi primer.
Setelah terjadinya infeksi primer, perkembangan cepat menjadi
penyakit intra-torakal lebih sering terjadi pada anak dibanding
pada orang dewasa. Foto toraks mungkin dapat memperlihatkan
gambaran limfadenopati intratorakal dan infiltrat pada lapang
paru. TB post-primer biasanya mempengaruhi parenkim paru
namun dapat juga melibatkan organ tubuh lain. Karakteristik
dari dari TB post primer adalah ditemukannya kavitas pada
lobus superior paru dan kerusakan paru yang luas. Pemeriksaan
sputum biasanya menunjukkan hasil yang positif dan biasanya
tidak ditemukan limfadenopati intratorakal.
2.1.4 Gejala Klinis Tuberkulosis Paru9
Gejala penyakit TB tergantung pada lokasi lesi, sehingga dapat
menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut:
Batuk ≥ 2 minggu
Batuk berdahak
Batuk berdahak dapat bercampur darah
Dapat disertai nyeri dada
Sesak napas
Dengan gejala lain meliputi :
Malaise
Penurunan berat badan
Menurunnya nafsu makan
Menggigil
Demam
Berkeringat di malam hari
1. Kategori 1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
b. Pasien TB paru terdiagnosis klinis.
c. Pasien TB ekstra paru.
2. Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah
diobati sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu:
a. Pasien kambuh.
b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori
1 sebelumnya.
c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up).
Keterangan :
(====) : : Pengobatan tahap awal
(-------) : : Pengobatan tahap lanjutan
X : : Pemeriksaan dahak ulang pada minggu terakhir bulan
pengobatan untuk memantau hasil pengobatan
( X ) : : Pemeriksaan dahak ulang pada bulan ini dilakukan hanya
apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal hasilnya BTA(+)
Jika pasien tidak konversi atau pasien gagal, lakukan
pemeriksaan dengan tes cepat tes cepat molekuler TB, apabila hasil
nya Resisten Rifampisin rujuk ke RS rujukan MDR Pasien dan
lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Apabila hasil nya
negative atau Sensitif Rifampisin lanjutkan pengobatan.
Hasil Pengobatan TB
Impotancy (I) T R
Daftar Masalah Jumlah
IxTxR
P S RI DU SB PCo PC
Dana
Sarana Perencanaan
PMO
Metode Penemuan
Masukan tersangka
Pembinaan &
pelatihan
Penegakan Proses
kader diagnosis
Pengobatan
Pelaksanaan
MANUSI METOD
A E
Sosial
ekonomi Sanitasi rumah
masyarakat tangga yang
buruk
ALAT LINGKUNGAN
5.8 Penetapan prioritas penyebab masalah
Setelah dilakukan penyaringan penyebab masalah yang berpotensi
menyebabkan belum tercapainya CDR, maka harus dilakukan pemilihan
prioritas penyebab masalah. Prioritas penyebab masalah harus dipilih karena
penyebab masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan semuanya dalam
waktu bersamaan dan karena adanya keterbatasan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah. Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan
menggunakan teknik kriteria matriks.
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan evaluasi program Pengendalian Tuberkulosis di UPT
Puskesmas Kakaskasen Tahun 2020 adalah sebagai berikut :
a. Masalah dalam pelaksanaan program Pengendalian Tuberkulosis di UPT
Puskesmas Kakaskasen tahun 2020 adalah belum tercapainya Case
Detection Rate (CDR) puskesmas (48%) lebih kecil dari indikator yang
seharusnya dicapai, yaitu 100%.
b. Penyebab masalahnya adalah pada komponen masukan yaitu kurangnya
sumber daya pada program, penyuluhan yang masih kurang efektif dan
efisien kepada penderita TB, pasien dan masyarakat serta komunikasi
terapeutik kader yang masih kurang.
c. Alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan program tersebut adalah
penyuluhan kepada penderita TB, pasien dan masyarakat secara langsung
dan pelatihan petugas dan kader kesehatan dalam rangka meningkatkan
kualitas penyuluhan serta perlu adanya refreshing kader terutama dalam
hal komunikasi terapeutik.
d. Pemecahan masalah yang terpilih adalah penyuluhan kepada penderita
TB, pasien dan masyarakat secara langsung serta refreshing kader terkait
komunikasi terapeutik.
6.2 Saran
Dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran berupa
a. Perlu menambahnya SDM pada program TB agar pemegang
program dapat terbantu dalam menjalankan program ini
b. Menindaklanjuti dari kurangnya komunikasi terapeutik perlu
adanya sosialisasi dari Puskesmas kepada kader dan setelah
sosialisasi tersebut perlu adanya follow up.
c. Perlunya perubahan metode dalam deteksi kasus TB Baru dengan
memeriksa sampel dahak pasien yang bukan hanya memiliki gejala
khas maupun sistemik seperti TB tetapi perlu melakukan
pemeriksaan sampel dahak pada pasien-pasien yang memiliki
penyakit penyerta seperti HIV/AIDS, DM dan penyakit autoimun,
mengingat penyakit ini sangat rentan dan beresiko menderita TB
Paru, sehingga case detection rate dapat mencapai target serta
Puskesmas bisa menjalankan tugas Promotif dan Preventif dalam
hal ini screening kasus sebanyak-banyaknya.
DAFTAR PUSTAKA
WHO. 2020
Sembuh. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015
6. Departemen Kesehatan RI. Identifikasi dan Obati, Mari Ciptakan Dunia yang
7. Dinkes Kab. Kukar. Profil kesehatan kabupaten Kutai Kertanegara tahun 2018.
12. Dirjen P2P. Rencana Aksi Program tahun 2020-2024. Jakarta: Dirjen