Anda di halaman 1dari 29

ANALISA SWOT PROGRAM PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH

DI PUSKESMAS GATAK SUKOHARJO

Disaat Oleh :

1. Yunjiani Arrochim J230205052


2. Gusti Ayu Putu Krisna Dewi J230205049
3. Afifah Ayu Syaiful J230205050
4. Ghina Kamila Purnama Wibawangsa J230205056
5. Farida Dhamayanti J230205058
6. Mei Linda Dwi Khusumawati J230205060
7. Octavia Dwi Ningrum J230205061
8. Annisa Shoimatun J230205062
9. Putri Aulia Rahmah J230205065

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Demam Berdarah (DBD) masih menjadi permasalahan serius di
Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data kasus yang diperoleh, jumlah kasus DBD
di Jawa Tengah pada tahun 2016 hingga 2018 mengalami penurunan, namun pada
tahun 2019 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018. Jumlah kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2018 sebanyak 3.015 kasus dan 37 orang
meninggal dunia. Jumlah kasus hingga akhir September 2019 sebanyak 8.565 kasus
dan 115 orang meninggal dunia. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah juga
mencatat jumlah kasus pada musim kemarau bulan April - September 2018
sebanyak 1.290 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 15 orang, sedangkan pada
musim hujan bulan Oktober 2018 - Maret 2019 sebanyak 5.871 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 90 orang. Puncak kasus dan kematian akibat Demam Berdarah
Dengue terjadi pada bulan Januari-Februari (Dinkes Jateng, 2019).
Jumlah penderita DBD di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2019 meningkat
dibandingkan tahun 2018. Berturut-turut kejadian kesakitan DBD tahun 2019
sebanyak 317 kasus, tahun 2018 sebanyak 35 kasus, tahun 2017 sebanyak 115 kasus,
tahun 2016 sebanyak 558 kasus, tahun 2015 sebanyak 315 kasus yang tersebar di 12
kecamatan. Angka kesakitan DBD tahun 2019 adalah 35 per 100.000 penduduk,
sedangkan tahun 2018 adalah 3,9 per 100.000 penduduk, tahun 2017 adalah 35,4 per
100.000 penduduk, tahun 2016 sebesar 62,4 per 100.000 penduduk dan tahun 2015
adalah 35,4 per 100.000 penduduk. Peningkatan angka kesakitan DBD ini
mengakibatkan peningkatan angka kematian DBD yakni terdapat sebanyak 10
kematian tahun 2019 kematian tahun 2018. Sebagai perbandingan, jumlah kematian
tahun 2017 sebanyak 2 penderita, tahun 2016 sebanyak 13 penderita dan tahun 2015
sebanyak 7 penderita (Dinkes Sukoharjo,2019).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus Dengue dan ditularkan melalui vektor nyamuk dari spesies Aedes aegypti atau
Aedes albopictus. Peran vektor dalam penyebaran penyakit menyebabkan kasus
banyak ditemukan pada musim hujan ketika munculnya banyak genangan air yang
menjadi tempat perindukan nyamuk. Selain iklim dan kondisi lingkungan, beberapa
studi menunjukkan bahwa DBD berhubungan dengan mobilitas dan kepadatan
penduduk, serta perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat salah satunya mengacu
dalam mencari pengobatan dengan doctor shopping, di mana seseorang cenderung
berobat dengan pindah-pindah dokter. Kebisaan ini akan berdampak buruk pada
diagnosa dan pengobatan yang tidak tepat, yang berdampak pasien terlambat di
bawa ke rumah sakit (Dinkes Sukoharjo, 2019).
Penyakit ini sebenarnya dapat dikendalikan. Pengendalian vector dapat
dilakukan dengan cara memutus rantai penularan melalui Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), terlebih vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat
DBD masih dikembangkan. Akan tetapi, pengendalian vektor hampir di semua
negara dan negara endemis tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan belum
memutus rantai penularan. Penyebabnya terletak pada metode yang diterapkan
belum mampu mengacu kepada data dan informasi tentang vektor, di samping masih
mengandalkan penggunaan insektisida dengan cara penyemprotan dan larvasidasi
(Susianti, 2019).
Mengingat DBD merupakan penyakit berbasis lingkungan, maka upaya
penanggulangan DBD tidak akan maksimal apabila hanya dilaksanakan oleh sektor
kesehatan saja. Sektor kesehatan sebagai instansi teknis dalam penemuan dan
tatalaksana penderita DBD masih dihadapkan pada beberapa permasalahan
diantaranya penemuan kasus secara dini yang bukanlah hal yang mudah mengingat
awal perjalanan penyakit dengan gejala yang sulit dibedakan dengan gejala infeksi
lainnya. Selain itu, kasus-kasus yang dilaporkan sebagai DBD tidak semuanya
didukung hasil pemeriksaan laboratorium klinik terutama adanya peningkatan
hematrokit dan penurunan trombosit sebagaimana kriteria yang ditetapkan WHO.
Pentingnya peran serta masyarakat dalam pengendalian vektor DBD berupa
gerakan PSN terbukti menaikkan indikator entomologi Angka Bebas Jentik (ABJ)
dan menurunkan angka penderita DBD. Hal tersebut didasarkan pada hasil
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa indikator entomologi berupa Angka
Bebas Jentik (ABJ) cenderung meningkat pada daerah yang diintervensi
pengembangan metode pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian vektor DBD.
Upaya pengendalian tidak hanya kebijakan yang diterbitkan, tetapi didukung
kegiatan terkait program tersebut (Trapsilowati, dkk, 2015., Sungkar, 2010.,
Trapsilowati dan Widiarti, 2013). Salah satu bentuk langsung peran serta masyarakat
adalah kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan oleh masyarakat
melalui Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Kegiatan Jumantik sangat perlu dilakukan
untuk mendorong masyarakat agar dapat secara mandiri dan sadar untuk selalu
peduli dengan membersihkan sarang nyamuk dan membasmi jentik nyamuk
penyebab DBD.
Memperhatikan kondisi tersebut, maka program pemberantasan DBD
mengedepankan kembali program pemberantasan seperti yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581 tahun 1992. Upaya pemberantasan
mengutamakan kerjasama semua pihak dalam pengendalian vektor berupa
penggerakan masyarakat melakukan PSN. Keputusan tersebut di dukung
Kementerian Dalam Negeri dengan memerintahkan Gubernur, Bupati/ Walikota
menindaklanjuti menjadi Keputusan Kepala Daerah untuk mengoordinasikan
instansi terkait dalam pemberantasan DBD, menyusun ketentuan pelaksanaan
penerapan, melakukan pembinaan peran serta masyarakat, segera membentuk
Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(Pokjanal DBD), mempersiapkan dana operasional yang dimasukkan ke dalam
APBD.
Hasil analisis ini mendukung program pemberantasan DBD dengan
mengidentifikasi aspek-aspek implementasi upaya pemberantasan sebagaimana
tercantum di dalam Kepmenkes No. 581 tahun 1992, dan menentukan strategi
pemberantasan DBD di wilayah kerja Puskesmas Gatak.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menganalisis hasil pelaksanaan program pengendalian kasus DBD yang
telah dilakukan di Puskesmas Gatak dalam rangka mengatasi masalah DBD di
wilayah kerjanya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efektifitas pelaksanaan program pengendalian kasus DBD
sebelumnya.
b. Mengetahui kelemahan pelaksanaan program pengendalian kasus DBD
sebelumnya.
c. Mengevaluasi strategi pelaksanaan program pengendalian kasus DBD
sebelumnya.

C. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Hasil analisis ini sangat berguna bagi mahasiswa untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan serta menambahkan pengalaman dan juga
meningkatkan kesadaran untuk mengembangkan diri secara lebih optimal
dalam memecahkan masalah kesehatan di masyarakat.
2. Bagi Puskesmas
Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi tambahan
dalam usaha mengurangi dan mencegah kasus DBD di Kabupaten Sukoharjo
khususnya di wilayah kerja Puskesmas Gatak, sehingga kasus DBD dapat
ditekan serendah mungkin.
3. Bagi Masyarakat
Memberikan tambahan informasi bagi masyarakat mengenai kasus Demam
Berdarah diwilayahnya dengan harapan munculnya kesadaran bersama dalam
pengendalian DBD.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PUSKESMAS
1. Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerja
(Permenkes No.75 Tahun 2014).
Di Indonesia, puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Konsep puskesmas dilahirkan tahun 1968 ketika
dilangsungkan Rapat kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) I di Jakarta,
dimana dibicarakan upaya pengorganisasian sistem pelayanan kesehatan di
tanah air, karena pelayanan keehatan tingkat pertama pada waktu itu dirasa
kurang menguntungkan dan dari kegiatan-kegiatan seperti BKIA, BP, P4M dan
sebagainya masih berjalan sendiri-sendiri. Melalui Rakerkesnas tersebut timbul
gagasan untuk menyatukan semua pelayanan tingkat pertama kedalam suatu
organisasi yang dipercaya dan diberi nama Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas).

2. Tujuan Puskesmas
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang (Permenkes No. 75 tahun 2014):
a. Memiliki perilaku sehat meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. Hidup dalam lingkungan sehat
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
3. Fungsi Puskesmas
Menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014, fungsi puskesmas dalam pelayanan
kesehatan adalah:
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan memyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sector lain terkait
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasab kesehatan
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,
dan cakupan pelayanan kesehatan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.

4. Upaya Penyelenggaraan Puskesmas


Dalam mencapai visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yaitu
terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat. Puskesmas bertanggung
jawab menyelenggrakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional
merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut
dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
a. Upaya kesehatan perorangan, dilaksanakan dalam bentuk:
1) Rawat jalan
2) Pelayanam gawat darurat
3) Pelayanan satu hari (one day care)
4) Home care dan/atau
5) Rawat Inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan
kesehatan
b. Upaya kesehatan masyarakat

1) Upaya kesehatan masyarakat esensial


Upaya kesehatan masyarakat esensial tersebut adalah:
a) Pelayanan promosi kesehatan
b) Pelayanan kesehatan lngkungan
c) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana

2) Upaya kesehatan masyarakat pengembangan


Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya
kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang
sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi
pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan,
kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di
masing-masing puskesmas.
Untuk melaksananakan upaya kesehatan masyarakat dan
perorangan, puskesmas harus menyelenggrakan:
a) Manajemen Puskesmas
b) Pelayanan Laboratorium
c) Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
d) Pelayanan Kefarmasian (Permenkes No. 75 Tahun 2014)

5. Organisasi Puskesmas
a. Struktur Organisasi
Struktur organisasi puskesmas bergantung dari beban tugas masing-
masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di suatu
wilayah kabupaten/kota dilakukan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota,
sedangkan penetapannya dilakukan dengan peraturan daerah. Sebagai acuan
dapat diperguanakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut:
1) Kepala Puskesmas
2) Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu kepala
puskesmas dalam pengelolaan :
a) Data dan Informasi
b) Perencanaan dan penilain
c) Umum dan kepegawaian
d) Unit pelaksanaan teknis fungsional puskesmas
e) Upaya kesehatan masyarakat termasuk pembinaan terhadap
UKBM
f) Upaya kesehatan perorangan
g) Jaringan pelayanan perorangan
h) Unit puskesmas pembantu
i) Unit puskesmas keliling
j) Unit bidan di desa/komunitas (Permenkes No. 75 Tahun 2014)
b. Kriteria Personalia
Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi puskesmas
disesuaikan denga tugas dan tanggung jawab masing-masing unit
puskesmas. Khusus untuk kepala puskesmas kriteria tersebut dipersyaratkan
harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya
mencakup kesehatan masyarakat (Permenkes No. 75 Tahun 2014)
c. Eselon Kepala Puskesmas
Kepala puskesmas adalah penanggung jawab pembangunan kesehatan
di tingkat kecamatan, sesuai dengan tanggung jawab tersebut dan besarnya
peran kepala puskesmas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
tingkat kecamatan maka jabatan kepala puskesmas adalah jabatan structural
eselon IV.
Apabila tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat, maka ditunjuk
pejabat sementara sesuai dengan kriteria kepala puskesmas yakni seorang
sarjana dibidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang setara
dengan pejabat tetap (Permenkes No. 75 Tahun 2014).
6. Tata Kerja Puskesmas
a. Dengan Kantor Kecamatan
Dalam melaksanakan fungsinya, puskesmas berkoordinasi dengan
kantor kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di
tingkat kecamatan. Koordinasi tersebut mencakup perencanaanm,
penggerakan, pelaksanaan, pengawasan, dan penegndalian serta penialaian.
Dalam hal pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh
puskesmas, koordinasi dengan kantor kecamatan mencakup pula kegiatan
fasilitas.
b. Dengan Dinas kabupaten/Kota
Puskesmas adalah unit pelaksana tekns Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dengan demikian secara teknis dari administratif,
puskesmas bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Sebaliknya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggung jwab membina
serta memberikan bantuan administratif dan teknis kepada puskesmas.
c. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Sebagai mitra pelayanan strata pertama yang dikelola oleh lembaga
masyarakat dan swasta, puskesmas menjalin kerja sama termasuk
penyelenggara rujukan dan memantau kegiatan yang diselenggrakan.
Sedangkan sebagai Pembina upaya kesehatan bersumber daya masyarakat,
puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan rujukan
sesuai kebutuhan.
d. Dengan Jarinagn Pelayanan Kesehatan Rujukan
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, Puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan
berbagai pelayanan kesehatan rujukan. Untuk upaya kesehatan perorangan,
jalinan kerja sama tersebut diselenggarakan dengan berbagai sarana
pelayanan kesehatan perorangan, seperti Rumah Sakit ( Kabupaten / Kota )
dan berbagai balai kesehatan masyarakat ( Balai Pengobatan Penyakit Paru-
Paru, Balai Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Kerja
Masyarakat, Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat, Balai Kesehatan Jiwa
Masyarakat, Balai Kesehatan Indra Masyarakat).
e. Dengan Lintas Sektor
Tanggung jawab puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah
menyelenggarakan tugas pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Untuk hasil optimal, penyelenggaraan
pembangunan kesehatan tersebut harus dikoordinasikan dengan berbagai
lintas sektor terkait yang ada ditingkat kecamatan.
f. Dengan Masyarakat
Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan
di wilayah kerjanya, puskesmas memerlukan dukungan aktif dari
masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan.Dukungan aktif
tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas
(BPP) yang menghimpun berbagai potensi masyarakat seperti tokoh
masyarakat, tokoh agama, LSM dan serta kemasyarakatan (Permenkes
No.75 tahun 2014)
7. Program Puskesmas
a. Program Pokok Puskesmas
Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan
yang wajib di laksanakan karena mempunyai daya ungkit yang besar
terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.  Ada 6 Program Pokok pelayanan kesehatan di  Puskesmas yaitu:
1) Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif)  yaitu bentuk pelayanan 
kesehatan untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada
seseorang pasien dilakukan oleh seorang dokter  secara ilmiah
berdasarkan temuan-temuan  yang diperoleh  selama anamnesis dan
pemeriksaan.
2) Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas
yang diarahkan untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara
optimal melalui kegiatan penyuluhan (induvidu, kelompok maupun
masyarakat).
3) Pelayanan KIA  dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan
KB di  Puskesmas yang ditujuhkan  untuk memberikan pelayanan
kepada PUS (Pasangan Usia Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu
hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan bayi dan balita.
4) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular
yaitu  program pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan
mengendalikan penular penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD,
Kusta dll).
5) Kesehatan Lingkungan yaitu  program pelayanan kesehatan lingkungan
di puskesmas untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman
melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat
umum termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan
peningkatan peran serta masyarakat.
6) Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan
kesehatan, perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi
peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein,
Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yaodium (GAKY),
Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih, Peningkatan Survailans
Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.
b. Program Pengembangan Puskesmas
Program Pengembangan pelayanan kesehatan Puskesmas adalah
beberapa  upaya kesehatan  pengembangan yang ditetapkan Puskesmas dan
Dinas Kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan permasalahan, kebutuhan
dan kemampuan puskesmas. Dalam struktur organisasi puskesmas program
pengembangan ini biasa disebut Program spesifik lokal. Program
pengembangan pelayanan kesehatan Puskesmas tersebut adalah:
1) Usaha  Kesehatan Sekolah, adalah  pembinaan kesehatan masyarakat
yang dilakukan petugas Puskesmas di sekolah-sekolah (SD,SMP dan
SMP) diwilayah kerja Puskesmas
2) Kesehatan Olah Raga  adalah semua bentuk kegiatan yang menerapkan
ilmu pengetahuan fisik untuk meningkatkan  kesegaran jasmani
masyarakat, naik atlet maupun masyarakat umum. Misalnya pembinaan
dan pemeriksaan kesegaran jasmani anak sekolah dan kelompok
masyarakat yang dilakukan puskesmas di luar gedung
3) Perawatan Kesehatan Masyarakat, adalah program pelayanan
penanganan kasus tertentu dari kunjungan puskesmas akan ditindak
lanjuti atau dikunjungi ketempat tinggalnya untuk dilakukan asuhan 
keperawatan induvidu dan asuhan keperawatan keluarganya.  Misalnya
kasus gizi kurang penderita ISPA/Pneumonia
4) Kesehatan Kerja,  adalah program pelayanan kesehatan kerja
puskesmas yang ditujuhkan untuk masyarakat pekerja informal maupun
formal diwilayah kerja puskesmas dalam rangka pencegahan dan 
pemberantasan penyakit serta kecelakaan yang berkaitan dengan
pekerjaan dan lingkungan kerja. Misalnya pemeriksaan secara berkala
di tempat kerja oleh petugas puskesmas.
5) Kesehatan Gigi dan Mulut, adalah program pelayanan kesehatan gizi
dan mulut yang dilakukan Puskesmas kepada masyarakat baik didalam
maupun diluar gedung (mengatasi kelainan atau penyakit ronggo mulut
dan gizi yang merupakan salah satu penyakit  yang terbanyak di jumpai
di Puskesmas
6) Kesehatan Jiwa, adalah  program pelayanan kesehatan jiwa yang
dilaksanakan oleh tenaga Puskesmas dengan didukung oleh peran serta
masyarakat,  dalam rangka mencapai derajat kesehatan  jiwa
masyarakat yang optimal melalui kegiatan pengenalan/deteksi dini
gangguan jiwa, pertolongan pertama gangguan jiwa dan konseling
jiwa. Sehat jiwa adalah  perasaan sehat dan bahagia serta mampu
menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain. Misalnya ada konseling jiwa di Puskesmas.
7) Kesehatan Mata adalah program pelayanan kesehatan mata terutama 
pemeliharaan kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) 
dibidang mata dan pencegahan kebutaan  oleh tenaga kesehatan
Puskesmas dan didukung oleh peran serta aktif masyarakat. Misalnya
upaya penanggulangan  gangguan refraksi pada anak sekolah.
8) Kesehatan Usia Lanjut,  adalah  program pelayanan kesehatan usia
lanjut  atau upaya kesehatan khusus yang dilaksanakan oleh tenaga
Puskesmas  dengan dukungan peran serta aktif masyarakat dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat usia lanjut.
Misalnya  pemeriksaan kesehatan untuk  mendeteksi dini penyakit
degeneratif, kardiovaskuler seperti : diabetes Melitus, Hipertensi dan
Osteoporosis pada kelompok masyarakat usia lanjut.
9) Pembinaan Pengobatan Tradisional, Adalah program pembinaan 
terhadap pelayanan pengobatan  tradisional, pengobat tradisional dan
cara pengobatan tradisional. Yang dimaksud pengobatan  tradisional
adalah  pengobatan yang dilakukan secara turun temurun, baik yang
menggunakan herbal (jamu), alat (tusuk jarum, juru sunat) maupun
keterampilan (pijat, patah tulang).
10) Kesehatan haji  adalah program pelayanan kesehatan untuk calon dan
jemaah haji yang meliputi pemeriksaan kesehatan, pembinaan
kebugaran dan pemantauan kesehatan jemaah yang kembali (pulang)
dari menaikan ibadah haji.
11) Dan beberapa upaya kesehatan pengembangan lainnya yang spesifik
lokal yang dikembangkan di Puskesmas dan Dinas Kesehatan
kabupaten/kota.

B. PUSKESMAS GATAK
1. Visi Puskesmas Gatak
“Menjadi Puskesmas yang unggul dan pilihan pertama pelayanan kesehatan
masyarakat Gatak dan sekitarnya.”

2. Misi Puskesmas Gatak


a. Melaksanakan pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
secara profesional, bermutu, dan terjangkau.
b. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan kesehatan sesuai dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi demi pemenuhan kebutuhan dan
harapan pelanggan.
c. Membina dan meningkatkan kerjasama linsek, masyarakarat, keluarga, dan
steakholder dan lainnya yang terkait demi peningkatan derajat kesehatan
masyarakat kecamatan Gatak dan sekitarnya.
3. Motto Puskesmas Gatak
“Sukses pelayanan adalah dengan menempatkan hati, pikiran, jiwa pada
pelayanan tersebut.”
4. Kebijakan Mutu
Manajemen dan seluruh karyawan puskesmas Gatak berkomitmen memberkan
pelayanan berkualitas, mudah, cepat, tepat, dan akuntanbel untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan berdasarkan aturan yang berlaku dan
melakukan perbaikan manajemen mutu secara terus menerus.
5. Budaya Mutu (Quality Culture)
5 T : - Tanggap dan cepat merespon keluhan dan keinginan pelanggan.
- Tampil rapi dalam berpakaian dan bekerja
- Tidak emosi, sopan dan santun dalam memberikan pelayanan.
- Taat waktu dalam bekerja.
- Tertib administrasi dan aturan.
6. Tata Nilai :
KOMPREHENSIF dalam pelayanan
RAMAH dalam melayani
EMPATI terhadap pasien dan rekan kerja
AMAN dalam menjalankan tugas
TIDAK DESKRIMINATIF terhadap setiap orang
INOVATIF sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
FOKUS dalam peningkatan mutu
7. Keadaan Geografis
Kecamatan Gatak merupakan salah satu kecamatan yang berada di
wilayah Kabupaten Sukoharjo dengan luas wilayah 19,47 km2 yang terdiri
dari 14 desa dimana seluruh desa merupakan dataran rendah dan mudah
dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat, yaitu:
a. Desa Sanggung dengan luas wilayah 0,96 km2
b. Desa Kagokan dengan luas wilayah 0,95 km2
c. Desa Blimbing dengan luas wilayah 2,29 km2
d. Desa Krajan dengan luas wilayah 1,91 km2
e. Desa Geneng dengan luas wilayah 1,43 km2
f. Desa Jati dengan luas wilayah 1,15 km2
g. Desa Trosemi dengan luas wilayah 1,24 km2
h. Desa Luwang dengan luas wilayah 1,28 km2
i. Desa Klaseman dengan luas wilayah 0,91km2
j. Desa Tempel dengan luas wilayah 1,024 km2
k. Desa Sraten dengan luas wilayah 0,96 km2
l. Desa Wironanggan dengan luas wilayah 1,263 km2
m. Desa Transang dengan luas wilayah 2,49 km2
n. Desa Mayang dengan luas wilayah 1,605 km2
Dalam 14 desa tersebut terdapat 136 dukuh, dengan jumlah RT 250
dan jumlah RW 103. Batas wilayah daerah kecamatan gatak sebelah utara
Kecamatan Kartosuro, batas Selatan Kecamatan Wonosari, batas Barat
Kecamatan Sawit, dan batas Timur Kecamatan Baki. Pertumbuhan dan
kepadatan penduduk berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten
Sukoharjo jumlah penduduk tahun 2019 adalah 53.150 jiwa. Penyebaran
penduduk belum merata, dilihat dari kepadatan desa Trangsan merupakan desa
yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu 7.849 jiwa sedangkan
terendah adalah desa Tempel sebesar 1.798 jiwa.
Jumlah penduduk Kecamatan Gatak sebanyak 53.321 jiwa.
Puskesmas Gatak merupakan puskesmas induk yang berada di Kecamatan
Gatak yang memiliki pelayanan rawat inap, laboratorium, total posyandu 91,
desa siaga 14 desa, pustu 3 tempat dan tenaga kesehatan yang menunjang
pelayanan kesehatan untuk yaitu dokter spesialis 16 orang, dokter gigi 4 orang,
bidan 45 orang, perawat 21 orang, apoteker dan sarjana farmasi 9 orang, gizi 1
orang, analis kesehatan 2 orang, radiographer 2 orang, fisioterapis 2 orang dan
tenaga kesehatan penunjang lainnya.
8. Sumber Daya Puskesmas Gatak
a. Sarana kesehatan
1) Ketersediaan Obat menurut Jenis Obat
Stok obat menurut jenis obat rata-rata cukup dalam hal tingkat
kecukupannya karena rencana pengadaan sesuai dengan ususlan
kebutuhan obat.
2) Jumlah pelayanan Kesehatan Menurut Kepemilikan /
Pengelolaan
- Milik Pemerintah kabupaten/kota : 1 fasilitas
- Milik swasta : 33 fasilitas
3) Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Kemampuan Labkes dan
Memiliki 4 Spesialis Dasar
Pada tahun 2019 Puskesmas Gatak memiliki 1 laboratorium
yang bertempat di Puskesmas Induk. Sedangkan di wilayah
Kecamatan Gatak belum ada sarana pelayanan kesehatan dengan
4 spesialis dasar.
4) Posyandu Menurut Strata
- Posyandu Pratama :-
- Posyandu Madya : 5 posyandu (5,49 %)
- Posyandu Purnama : 75 posyandu (82,42 %)
- Posyandu Mandiri : 11 posyandu (12,09 %)
Total posyandu adalah 91 dan posyandu aktif ada 91 posyandu
(100%)
5) Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
- Desa Siaga : 14 desa (100 %)
- Desa Siaga Madya : 1 desa
- Desa Siaga Purnama : 12 desa
- Desa Siaga Mandiri : 1 desa
- PKD/POSKEDES : 14
- POLINDES :0
- POSBINDU : 14
6) Data Dasar Puskesmas
- Puskesmas : 1 Puskesmas induk
- Pustu : 3 pustu
- Pusling : 9 pusling
- Fasilitas Penunjang : Laboratorium, Fisioterapi, dan EKG
- Rawat Inap : 15 tempat tidur
- Sarana transportasi : 3 Ambulan

b. Tenaga Kesehatan
1) Jumlah Tenaga Medis (dokter umum, spesialis, dokter gigi) di
Sarana Kesehatan
a) Dokter spesialis :-
b) Dokter Umum : 16 orang
c) Dokter gigi : 4 orang
2) Jumlah Tenaga Keperawatan (bidan, perawat) di Sarana Kesehatan
a) Bidan : 45 orang
b) Perawat : 21 orang
3) Jumlah Tenaga Kefarmasian (apoteker, asisten apoteker) di Sarana
Kesehatan
a) Apoteker dan sarjana farmasi : 9 orang
b) D III Farmasi dan Asisten Apoteker : 19 orang
4) Jumlah dan Rasio Tenaga Gizi (ahli gizi) di Sarana Kesehatan
a) D- IV Gizi :-
b) D III Gizi : 1 orang
5) Jumlah tenaga Kesehatan Masyarakat (kesmas, sanitarian) di
Sarana Kesehatan
a) Sarjana Kesmas :-
b) D III Kesmas :
c) Tenaga Sanitasi : 2 orang
6) Jumlah Tenaga Teknisi Medis dan Fisioterapis di Sarana
Kesehatan
a) Analis Kesehatan : 2 orang
b) Radiografer : 2 orang
c) Fisioterapis : 2 orang
d) Rekam Medis dan informatika kesehatan : 1 orang
7) Jumlah Tenaga Kesehatan Lain Di Fasilitas Kesehatan
a) Pengelola program kesehatan : 32 orang
b) Tenaga kesehatan lainnya :-
8) Jumlah Tenaga Non Kesehatan Di Fasilitas Kesehatan
a) Pejabat Struktural : 1 orang
b) Staf penunjang administrasi : 9 orang
8. Program Puskesmas Gatak
a) UKM Esensial Dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
1) Pelayanan Promosi Kesehatan
2) Pelayanan Pemberdayaan Kesehatan
3) Pelayanan Kesehatan Lingkungan
4) Pelayanan Kesehatan Ibu-KB
5) Pelayanan Kesehatan Anak
6) Pelayanan Gizi
7) Surveilans dan SKD KLB dan Imunisasi
8) P2 TB, Ispa, Diare, Typoid; P2 HIV, IMS, Hepatitis, Kusta; Laborat
TB; dan P2 Bersumber Binatang
9) P2 PTM
10) Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
b) UKM Pengembangan
1) Pelayanan UKS
2) Pelayanan Kesehatan Lansia
3) Pelayanan Kesehatan Matra dan Haji dan P3K Bencana
4) Pelayanan Sertifikasi, Resgritrasi & Farmamin
5) Pelayanan Kesehatan Jiwa dan Napza
6) Pelayanan Kesehatan Olahraga
7) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer
8) Pelayanan Kesehatan Indera
9) Pelayanan Kesehatan Kerja
10) Pelayanan Kesehatan Gigi Masyarakat
c) UKP Kefarmasian Dan Laboratorium
1) Pelayanan Pemeriksaan Umum
2) Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
3) Pelayanan KIA-KB
4) Pelayanan Gawat Darurat
5) Pelayanan Gizi
6) Pelayanan Persalinan
7) Pelayanan Rawat Inap
8) Pelayanan Kefarmasian
9) Pelayanan Laboratorium
10) Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

9. Program Pemberantasan Jentik Nyamuk (PSN) 3M


a. Demam Berdarah (DBD)
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty yang ditandai dengan demam
mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manifestasi
perdarahan seperti uji torniquet (rumple lead) positif, bintik-bintik merah di
kulit (petekie), mimisan, gusi berdarah dan lain sebagainya.
Sampai saat penyakit Arbovirus, khususnya DBD ini masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun
ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan
kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya
usia harapan hidup masyarakat. Dampak ekonomi langsung adalah biaya
pengobatan yang cukup mahal, sedangkan dampak tidak langsung adalah
kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang dikeluarkan selain pengobatan
seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan di rumah sakit.
Faktor-faktor yang berperan terhadap terhadap peningkatan kasus DBD
antara lain kepadatan vektor, kepadatan penduduk yang terus meningkat
sejalan dengan pembangunan kawasan pemukiman, urbanisasi yang tidak
terkendali, meningkatnya sarana transportasi (darat, laut, udara), perilaku
masyarakat yang kurang sadar terhadap kebersihan lingkungan, serta
perubahan iklim (climate change). Pengendalian penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah dan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang
perubahan atas lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992 dimana menitikberatkan pada upaya
pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang (PSN) selain
penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan
kesehatan dan sumber daya, memperkuat surveilans epidimiologi dan
optimalisasi kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.
Manajemen pengendalian vektor secara umum diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
374/MENKES/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor.
Mengingat obat dan untuk mencegah virus Dengue hingga saat ini
belum tersedia, maka cara utama yang dapat dilakukan sampai saat ini
adalah dengan pengendalian vektor penular (Aedes Aegypti). Pengendalian
Vektor ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus.
Upaya pemberdayaan masyarakat dengan melaksanaan kegiatan PSN 3M
Plus (menguras, menutup tempat penampungan air dan mendaur
ulang/memanfaatkan kembali barang-barang bekas) serta ditambah (Plus)
seperti : menaburkan larvasida pembasmi jentik, memelihara ikan pemakan
jentik, mengganti air dalam pot/vas bunga dan lain-lain. Upaya ini
melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait melaui wadah Kelompok
Operasional Demam Berdarah Dengue dan kegiatan juru pemantau jentik
(Jumantik). Oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan pengendalian
DBD dan mencegah terjadinya peningkatan kasus atau KLB, maka
diperlakukan pengawasan dan penyuluhan kepada masyarakat agar
melakukan PSN dengan 3M Plus.
b. Pengorganisasian
a. Jumantik
Juru pemantau jentik atau Jumantik adalah orang yang melakukan
pemeriksaan, pemantauan, dan pemberantasan jentik nyamuk
khususnya Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
b. Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
Peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap
keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik
nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD
melalui pembudayaan PSN 3M PLUS.
c. Jumantik Rumah
Kepala keluarga/anggota keluarga/penghuni dalam satu rumah yang
disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di
rumahnya. Kepala keluarga sebagai penanggung jawab Jumantik
Rumah.\
d. Jumantik lingkungan
satu atau lebih petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat-tempat
umum (TTU) atau tempat-tempat institusi (TTI) untuk melaksanakan
pemantauan jentik di :
 TTI : perkantoran, sekolah, rumah sakit
 TTU : pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah,
tempat pemakaman, tempat wisata.
c. Tugas dan Tanggung Jawab
Tugas dan tanggungjawab pelaksanaan PSN 3M Plus disesuaikan dengan
fungsi masing-masing. Secara rinci tugas dan tanggungjawab Jumantik
adalah sebagai berikut :
1) Jumantik Rumah
a. Mensosialisakan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota /penghuni
rumah
b. Memeriksa/memantau tempat perindukan nyamuk di dalam dan
diluar rumah seminggu sekali.
c. Menggerakkan anggota keluarga/penghuni rumah untuk
melakukan PSN 3M Plus seminggu sekali.
d. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3M Plus dicatat
pada kartu jentik
Catatan :
- Untuk rumah kost/asrama,
pemilik/penanggungjawab/pengelola tempat-tempat tersebut
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pemantauan jentik
dan PSN 3M Plus.
- Untuk rumah-rumah tidak berpenghuni, ketua RT
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pemantauan jentik
dan PSN 3M Plus di tempat tersebut.
2) Jumantik Lingkungan
a) Mensosialisasikan PSN 3M Plus di lingkungan TTI dan TTU.
b) Memeriksa tempat perindukan nyamuk dan melaksanakan PSN
3M Plus di lingkungann TTI dan TTU seminggu sekali.
c) Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3M Plus dicatat
pada kartu jentik.
3) Koordinator Jumantik
a. Melakukan sosialisasi PSN/3M Plus secara kelompok kepada
masyarakat. Satu koordinator Jumantik bertanggungjawab
membina 20 hingga 25 orang Jumantik rumah/lingkungan
b. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan PSN 3M Plus di
lingkungan tempat tinggalnya.
d) Membuat rencana/jadwal kunjungan ke seluruh bangunan baik
rumah maupun TTU/TTI di wilayah kerjanya.
e. Melakukan kunjungan dan pembinaan ke rumah/tempat tinggal,
TTU dan TTI setiap 2 minggu.
f. Melakukan pemantauan jentik di rumah dan bangunan yang tidak
berpenghuni seminggu sekali.
g. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemantauan jentik rumah,
TTU, dan TTI sebulan sekali.
h. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada supervisor Jumantik
sebulan sekali.
4) Supervisor Jumantik
a) Memeriksa dan mengarahkan rencana kerja koordinator Jumantik
b) Memberikan bimbingan teknis kepada Koordinator Jumantik
c) Melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan kegiatan
pemantauan jentik dan PSN 3M Plus kepada Koordinator Jumantik
d) Melakukan pengolahan data pemantauan jentik menjadi Angka
Bebas Jentik (ABJ)
e) Melaporkan ABJ ke puskesmas setiap bulan sekali.
5) Puskesmas
a. Berkoordinasi dengan kecamatan dan atau kelurahan/desa untuk
pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus.
b. Memberikan pelatihan teknis kepada Koordinator dan Supervisor
Jumantik.
c. Membina dan mengawasi kinerja Koordinator dan Supervisor
Jumantik.
d. Melaporkan rekapitulasi hasil pemantauan jentik oleh Jumantik di
wilayah kerjanya kepada Dinas Kesehatan/Kota setiap bulan
sekali.
f) Menganalisa laporan ABJ dari supervisor Jumantik.
g) Melakukan pemantauan jentik berkala (PJB) minimal 3 bulan
sekali.
h) Melaporkan hasil PJB setiap tiga bulan (Maret, Juni, September,
Desember) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
i. Membuat SK Koordinator Jumantik atas usulan
RW/Desa/Keluarhan dan melaporkan ke Dinas Kesehatan
Kab/Kota.
j. Mengusulkan nama supervisor jumantik ke Dinas Kesehatan
Kab/kota.
e. Operasional
Agar Jumantik dapat bertugas dan berfungsi sebagaimana yang
diharapkan maka diperlukan dukungan biaya operasional. Dukungan dana
tersebut dapat berasal dari beberapa sumber seperti APBD kabupaten/kota,
bantuan operasional kesehatan (BOK), alokasi dana desa, dan sumber
anggaran lainnya. Adapun komponen pembiayaan yang diperlukan antara
lain adalah :
1) Transport/insentif/honor bagi koordinator dan supervisor jumantik
jika diperlukan.
2) Pencetakan atau penggandaan kartu jentik, formulir laporan
koordinator dan supervisor jumantik, pedoman dan bahan
penyuluhan.
3) Pengadaan PSN kit berupa topi, rompi, tas kerja, alat tulis, senter,
pipet dan plastik tempat jentik dan larvasida.
4) Biaya sosialisasi gerakan 1 rumah 1 jumantik di setiap level
administrasi mulai dari RT sampai tingkat desa/kelurahan.
5) Biaya pelatihan bagi koordinator, supervisor dan tenaga puskesmas.
6) Biaya monitoring dan evaluasi.
f. Pemantauan Jentik dan Penyuluhan Kesehatan
1) Pemantik Jentik
a) Persiapan
 Pengurus RT melakukan pemetaan dan pengumpulan data
penduduk, data rumah/bangunan pemukiman dan tempat-
tempat umum lainnya seperti sarana kesehatan, sarana
olahraga, perkantoran, masjid/mushola, gereja, pasar,
terminal, dan lain-lain.
 Pengurus RT mengadakan pertemuan tingkat RT dihadiri
oleh warga setempat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan
kelompok potensial lainnya. Pada pertemuan tersebut
disampaikan tentang perlunya setiap rumah melakukan
pemantauan jentik dan PSN 3M Plus secara rutin
seminggu sekali dan mensosialisasikan tentang
pentingnya gerakan 1 rumah 1 jumantik dengan
membentuk jumantik rumah/lingkungan.
 Pengurus RT membentuk koordinator jumantik dan
jumantik lingkungan berdasarkan musyawarah warga.
 Para koordinator jumantik menyusun rencana kunjungan
rumah.
2) Kunjungan Rumah
Koordinator jumantik melakukan kunjungan ke rumah/bangunan
berdasarkan data yang tersedia dan mempersiapkan bahan/alat yang
diperlukan untuk pemantauan jentik. Hal-hal yang perlu diperlukan
saat kunjungan rumah adalah :
a) Memulai pembicaraan dengan menanyakan sesuatu yang
sifatnya menunjukkan perhatian kepada keluarga itu. Misalnya
menanyakan kepada anak atau anggota keluarga lainnya.
b) Menceritakan keadaan atau peristiwa yang ada kaitannya
dengan penyakit demam berdarah, misalnya adanya anak
tetangga yang sakit demam berdarah atau adanya kegiatan di
desa kelurahan/RW tentang usaha pemberantasan demam
berdarah atau berita di surat kabar/majalah/televisi/radio tentang
penyakit demam berdarah.
c) Membicarakan tentang penyakit DBD, cara penularan dan
pencegahannya, serta memberikan penjelasan tentang hal-hal
yang ditanyakan tuan rumah.
d) Gunakan gambar-gambar (leaflet) atau alat peraga untuk lebih
memperjelas penyamapaian.
e) Mengajak pemilik rumah bersama-sama memeriksa tempat-
tempat yang berpotensi menjadi sarang jentik nyamuk.
Misalnya bak penampungan air, tatakan pot bunga, vas bunga,
tempat penampungan air buangan di belakang lemari es, wadah
air burung serta barang-barang berkas seperti ban, botol air dan
lainnya :
 Pemeriksa dimulai di dalam rumah dan dilanjutkan diluar
rumah
 Jika ditemukan jentik nyamuk maka kepada tuan
rumah/pengelola bangunan diberi penjelasan tentang
tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk dan
melaksanakan PSN 3M Plus.
 Jika tidak ditemukan jentik maka kepada tuan
rumah/pengelola bangunan disampaikan pujian dan
memberikan saran untuk terus menjaga agar selalu bebas
jentik dan tetap melaksanakan PSN 3M Plus.

10. Program Pemberantasan DBD


a. Definisi
Program pemberantasan DBD adalah suatu upaya terpadu yang
melibatkan berbagai instansi pemerintah maupun seluruh masyarakat di
dalam mencegah dan menanggulangi adanya kasus DBD (Depkes RI,
1996).
Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit demam
berdarah dengue, pemberantasan penyakit DBD adalah semua upaya
untuk mencegah dan menangani kejadian DBD. Adanya keputusan
tersebut bertujuan untuk memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh
masyarakat, petugas kesehatan, dan sektor-sektor terkait dalam upaya
bersama mencegah dan membatasi penyebaran penyakit sehingga program
penanggulangan dan pemberantasan penyakit DBD (P2DBD) dapat
tercapai.
Program P2DBD mempunyai tujuan utama diantaranya adalah untuk
menurunkan angka kesakitan, menurunkan angka kematian, dan
mencegah terjadinya KLB penyakit DBD. Upaya pemberantasan penyakit
DBD berdasarkan Kepmenkes No. 581/MENKES/SK/VII/1992,
dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh pemerintah dengan peran serta
masyarakat yang meliputi:
1) Pencegahan dengan melakukan PSN.
2) Penemuan, Pertolongan, dan Pelaporan.
3) Penyelidikan Epidemiologi dan Pengamatan Penyakit.
4) Penanggulangan seperlunya.
5) Penanggulangan lain.
6) Penyuluhan Kesehatan
b. Tujuan
1. Tujuan Jangka Panjang
Membatasi penularan dan penyebaran penyakit DBD agar tidak lagi
menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
2. Tujuan Jangka Pendek
Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat DBD,
mencegah dan menanggulangi adanya KLB DBD (Depkes RI, 1996).
11. Sasaran
a. Umur
Kasus DBD selama tahun 1986-1973 kurang dari 95% adalah anak
dibawah umur 15 tahun. Selama tahun 1993-1998 meskipun sebagian besar
kasur DBD adalah anak berumur 5-14 tahun, namun nampak adanya
kecenderungan peningkatan kasus berumur lebih dari 15 tahun (Djunaedi,
2006). Dengan kata lain, DBD banyak dijumpai pada anak berumur 2-15
tahun. DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade
terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita
penyakit DBD pada orang dewasa (Dinkes Jateng, 2005).
b. Jenis Kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan
DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di philiphines
dilaporkan bahwa rasio antara jenis kelamin adalah 1:1. Demikian pula di
Thailand dilaporkan tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap
serangan DBD antara anak laki-laki dan perempuan (Djunaedi, 2006).
c. Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi
penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi
penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942
adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur
transportasi yang dilewati merupakan jalul penyebaran virus dengue
(Sutaryo, 2005)
BAB III

ANALISA MASALAH DAN PEMBAHASAN

A. ANALISA SWOT

Stranghts (Kekuatan) Weakness (Kelamahan) Opportunities (Peluang) Threats (Ancaman)


Man Man Man Man
- Terdapat penanggungjawab - Jumlah SDM dengan beban - Jumlah kader di dukuh - Kader tidak hanya
program penanggulangan kerja tidak sesuai. terdapat 5 bertanggungjawab atas
DBD - Kader kurang menguasai - Mayoritas kader memiliki kejadian DBD sehingga
- Terdapat kader di setiap materi pencegahan DBD. keaktifan yang baik. tidak semua masyarakat
dukuh. - Perubahan perspektif
- Warga setempat dapat teredukasi secara maksimal.
- Perangkat desa berperan aktif masyarakat terhadap foggingmenerima masukan yang - Kurangnya kesadaran
dalam menjalankan program sebagai satu-satunya alat diberikan. masyarakat mengenai
penanggulangan DBD. pemutusan rantai DBD. kejadian DBD.
- Masyarakat dukuh terbuka - Programmer P2B2 - Programmer belum mampu
dengan program memegang lebih dari satu memberdayakan masyarakat
penanggulangan DBD. program sehingga fokusnya dikarenakan masih terdapat
terbagi. beberapa masyarakat yang
belum faham mengenai
PSN.
Material Material Material Material
- Pemberian bubuk abate - Bubuk abate tidak diberikan - Masyarakat faham - Pemberian fogging yang
dilakukan setiap bulan secara merata. penggunaan bubukabate. terlalu sering dapat
kepada setiap rumah. mengakibatkan vektor
- Terdapat alat fogging untuk menjadi resisten.
mengurangi dampak DBD. -
Methode Methode Methode Methode
- Dilakukan Pemberantasan - Edukasi tentang pencegahan - Screening PSN secara - Masih banyak masyarakat
Sarang Nyamuk (PSN) dan DBD tidak merata. mendadak untuk mengetahui yang lalai untuk menguras
Pemantauan Jentik Berkala - Tidak dilakukan kerjabakti kondisi yang sebenarnya. bak mandi secara rutin
(PJB) rutin setiap bulan. secara rutin. dengan cara yang tepat.
- Pelaporan hasil pemeriksaan - Mayoritas masyarakat masih - Terdapat warga yang tidak
jentik nyamuk oleh petugas. membuang sampah di ingin diperiksa pada saat
- Kegiatan fogging dilakukan sungai. PSN.
kepada lingkungan - Ketika dilakukan PJB
masyarat\kat yang terjangkit terdapat beberapa
DBD.
- Diberikan penyuluhan terkait
DBD.
- Pencatatan dan pelaporan
apabila ada kejadian DBD.
Machine Machine Machine Machine
- Sudah ada petugas untuk - Harus menunggu petugas - Sebagian masyarakat sudah - Lingkungan sekitar rumah
melakukan fogging. untuk melakukan fogging. melakukan 3M (Menguras, (seperti : selokan kotor,
- Sudah ada petugas yang - Pemberian fogging kurang Menutup, Mendaur Ulang). botol bekas air mineral)
melakukan PSN dan PJB. efektif dibuktikan dengan - Pembinaan kader sudah terdapat jentik.
tidak ditemukan nyamuk dilakukan oleh pihak -
yang mati di lantai. puskesmas.
Money Money Money Money
- Dana dan fasilitas kesehatan - Dana penyelenggaraan - Pihak kelurahan bersedia - Permintaan fogging yang
disediakan oleh DKK fogging membutuhkan menyediakan dana swadaya terlalu sering sehingga dana
Sukoharjo. proses panjang dan lama. untuk dilakukan fogging yang dibutuhkan lebih
secara mandiri. besar.
B. STRATEGI INTERVENSI
1. S-O
a. Mengadakan pelatihan penanggulangan DBD untuk kader desa.
b. Menambah SDM sesuai dengan kebutuhan Puskesmas Gatak.
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan
sebagai upaya pencegahan DBD.
d. Meningkatkan kerjasama dan hubungan baik dengan puskesmas dalam
pembinaan kader.
e. Mengupayakan pendanaan untuk keperluan peningkatan screening jentik.
2. Strategi S-T
a. Meningkatkan pengetahuan kader tentang penularan DBD dan cara
pencegahannya.
b. Membentuk mitra kerja (perawat desa) yang berfokus dalam program
pemberantasan DBD.
c. Mengoptimalkan program promosi kesehatan untuk pencegahan penularan
DBD.
d. Meningkatkan edukasi dari petugas kesehatan tentang pentingnya pencegahan
DBD.
e. Mengoptimalkan pendanaan dari desa untuk meningkatkan penanganan kasus
DBD.
3. Strategi W-O
a. Meningkatkan jumlah SDM (tenaga profesional) untuk mengoptimalkan
pencegahan DBD.
b. Membuat kader khusus dalam pencegahan DBD.
c. Meningkatkan koordinasi antara petugas kesehatan dengan masyarakat.
d. Membentuk petugas cadangan untuk upaya pencegahan penanganan DBD.
4. Strategi W-T
a. Meningkatkan pengetahuan kader tentang DBD.
b. Melakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat yang terdampak.
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pencegahan DBD
dengan menjaga lingkungan.
d. Memaksimalkan pendanaan untuk pencegahan penyebaran DBD.
Daftar Pustaka

Dinkes Jateng. 2019. Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2019. Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah.
Dinkes Sukoharjo. 2019. Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo 2019. Dinas Kesehatan
Kabupaten Sukoharjo.
Sungkar, 2010. Pengaruh Penyuluhan dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap
Kepadatan Jentik Aedes Aegypti di Kecamatan Cempaka Putih. Majalah Kedokteran
FK UKI 2010, XXVII (4).
Susianti, Novia. 2018. Strategi Pemerintah dalam Program Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 22 (1), 34-43.
Trapsilowati, dan Widiarti, 2013. Evaluasi Implementasi Kebijakan Penanggulangan Demam
Berdarah Dengue di Kabupaten Pati. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 16 (3), 305-
312.
Trapsilowati, dkk, 2015. Pengembangan Metode Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang Provinsi Jawa
Tengah. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 18 (1), 95-103.

Anda mungkin juga menyukai