Anda di halaman 1dari 8

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DBD


PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

UPT PUSKESMAS CIPATUJAH


TAHUN 2019
PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA
DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS CIPATUJAH
Jl.Raya Cipatujah No. 123 Ds. Cipatujah Kec. Cipatujah Kode Pos 46189
Telp. (0265) 7580480 E-mail : pkmcipatujah@gmail.com
Website : puskesmascipatujah@blogspot.co.id

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD


PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

1. PENDAHULUAN
Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada
masalah dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial
ekonomi dan perubahan lingkungan strategis, baik secara nasional maupun
global. Penerapan desentralisasi di bidang kesehatan dan pencapaian sasaran
Millenium Development Goals (MDGs) merupakan contoh masalah dan tantangan
yang perlu menjadi perhatian seluruh stakeholder bidang kesehatan, khususnya
para pengelola program, dalam menyusun kebijakan dan strategi agar
pelaksanaannya menjadi lebih efisien dan efektif.
Program pencegahan dan pengendalian penyakit menular telah mengalami
peningkatan capaian walaupun penyakit infeksi menular masih tetap menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang menonjol terutama TB, Malaria, HIV-AIDS,
DBD dan Diare. Angka kesakitan DBD masih tinggi, yaitu sebesar 65,57 per
100.000 penduduk pada tahun 2010, sedangkan angka kematian dapat ditekan di
bawah 1 persen, yaitu 0,87 persen. Target pengendalian DBD tertuang dalam
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan
Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan
KEPMENKES 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal yang
menguatkan pentingnya upaya pengendalian penyakit DBD di Indonesia hingga
ketingkat Kabupaten/Kota bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan program
pengendalian penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka
kesakitan, dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia.

II. LATAR BELAKANG


Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan endemis di hampir seluruh Kota/Kabupaten di
Indonesia. Sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah
kasus DBD dilaporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai
seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan
KLB di beberapa daerah endemis tinggi DBD.
Sejak tahun 2005, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR DBD.
Sedikit peningkatan nampak pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan
tersebut tidak nampak pada IR DBD per 100.000 penduduk. IR DBD sejak 2006
hingga 2010 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010 jumlah kasus DBD yang
dilaporkan sebanyak 155.777 penderita (IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan
jumlah kematian sebanyak 1.358 (CFR0,87 %).

III. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mencegah dan
melindungi diri dari penularan DBD melalui perubahan perilaku (PSN DBD) dan
kebersihan lingkungan.
b. Tujuan Khusus
a) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian
DBD
b) Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap
penularan DBD
c) Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar
d) Menurunkan angka kesakitan DBD
e) Menurunkan angka kematian akibat DBD

IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


a. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara
aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan
surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah
hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya
perubahan iklim (climate change).
b. Penemuan dan tatalaksana kasus
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan
penanganan penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit.
c. Pengendalian vector
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik
nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk
memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia.
Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :
a) Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang
bekas
b) Secara kimiawi dengan larvasidasi
c) Secara biologis dengan pemberian ikan
d) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu,
memasang kawat kasa dll)

Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara :


a) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan
dimonitor olah petugas Puskesmas.
b) Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim
penularan.
c) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan
oleh petugas Puskesmas.
d) Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada
pimpinan wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut
hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).
d. Peningkatan peran serta masyarakat
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan
pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat0tempat umum dan tempat
ibadah).
e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB
dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulang dengan cepat dan
tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan
epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus,
penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi.
Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk dapat manampung pasien DBD, baik
penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan tenaga medis, paramedis dan
laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran
untuk perawatan bagi pasien tidak mampu.
f. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet
atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan
sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan
COMBI, PLA dsb.
g. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor
kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat
besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992
dan SK MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional
(POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring
kemitraan dalam pengendalian DBD.
h. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian
DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap
tahun.

VII. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


a. Pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian
penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pengendalian
DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka KIE,
pemasaran sosial, advokasi dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan
lainnya dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai
media massa maupun secara berkelompok atau individual dengan
memperhatikan aspek sosial budaya yang lokal spesifik.
b. Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD
Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sector kesehatan
saja, peran sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan.
Oleh sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun
pelaku potensial merupakan langkah awal dalam menggalang, meningkatkan
dan mewujudkan kemitraan. Jejaring kemitraan diselenggarakan melalui
pertemuan berkala guna memadukan berbagai sumber daya yang tersedia
dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan
sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian melalui wadah
Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL DBD) di berbagai tingkatan
administrasi.
c. Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program
SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan program pengendalian DBD.
d. Desentralisasi
Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kegiatan pengendalian
DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui SPM bidang kesehatan.
e. Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan
Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko penularan
DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat
infeksi Dengue/DBD.

VIII. SASARAN
a. Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu tatanan
rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat umum,
tempat penjual makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas kesehatan yang
secara keseluruhan di daerah terjangkit DBD mampu mengatasi masalah
termasuk melindungi diri dari penularan DBD di dalam wadah organisasi
kemasyarakatan yang ada dan mengakar di masyarakat.
b. Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha, LSM
dan organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam
penanggulangan penyakit DBD.
c. Penanggungjawab program mampu membuat dan menetapkan kebijakan
operasional dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD.
d. SDM bidang kesehatan Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan

IX. JADWAL KEGIATAN

N Waktu Pelaksanaan
o Nama Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Surveilans epidemiologi √ √ √ √
2 Penemuan dan
tatalaksana kasus √ √

3 Pengendalian vektor
Sesuai penemuan kasus

4 Peningkatan peran serta


masyarakat √

5 Sistem kewaspadaan
dini (SKD) dan √
penanggulangan KLB
6 Penyuluhan √
7 Kemitraan/jejaring kerja √ √
8 Monitoring dan evaluasi
√ √ √

X. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dilaksanakan setiap bulan sekali saat
lokmin bulanan dan laporan dikirim ke Dinkes kabupaten. Pelaporan
menggunakan format laporan yang telah disediakan, meliputi ;
A. Pelaporan Rutin
a) Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan tersangka atau
penderita DBD wajib segera melaporkannya ke dinas kesehatan kabupaten
/kota setempat selambat – lambatnya dalam 24 jam dengan tembusan ke
Puskesmas wilayah tempat tinggal penderita. Laporan tersangka DBD
merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan kewaspadaan dan
tindak lanjut penanggulangannya juga merupakan laporan yang
dipergunakan sebagai laporan kasus yang diteruskan secara berjenjang
dari puskesmas sampai pusat. Formulir yang digunakan adalah formulir
kewaspadaan dini RS (KD/RS-DBD), dan formulir rekapitulasi penderita
DBDper bulan (DP-DBD/RS).
b) Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota
c) Menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24
jam setelah diagnosis ditegakkan
d) Menggunakan formulir DP-DBD sebagai data dasar perorangan DBD yang
dilaporkan perbulan
e) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan
f) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB
g) Menggunakan formulir W1 bila terjadi KL
B. Pelaporan dalam situasi kejadian luar biasa
a. Pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
b. Menggunakan formulir W1
c. Pelaporan dengan formulir DP-DBD ditingkatkan frekuensinya menjadi
mingguan atau harian
d. Pelaporan dengan formulir KD/RS-DBD tetap dilaksanakan
C. Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota
a. Menggunakan formulir W1
b. Menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24
jam setelah diagnosis ditegakkan
c. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB

XII. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN


a. Pencatatan kegiatan dilaksanakan oleh programmer/pelaksana kegiatan
dengan menggunakan komputer metode entri dan olah data.
b. Evaluasi kegiatan meliputi evaluasi proses yakni cakupan per-bulan dan
evaluasi hasil dilakukan pada akhir tahun sebagai bentuk kinerja program.

Cipatujah, 15 Januari 2019


MENGETAHUI,
KEPALA UPT PUSKESMAS PENANGGUNGJAWAB
CIPATUJAH PROGRAM UKM

TARMAN, SKM NIA KURNIA LESTARI,Am.Keb.


NIP.197205071993031007 NRPTT.873.32.23.10.0443

Anda mungkin juga menyukai