1. Latar Belakang
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan endemis di hampir seluruh Kota/Kabupaten di Indonesia. Sejak
ditemukan pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD dilaporkan
meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai seluruh provinsi di Indonesia
(33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan KLB di beberapa daerah endemis
tinggi DBD.
Sejak tahun 2021, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR DBD. Sedikit
peningkatan nampak pada tahun 2022 Kecenderungan penurunan tersebut tidak nampak
pada IR DBD per 100.000 penduduk. IR DBD sejak 2021 hingga 2022 cenderung
fluktuatif. Pada tahun 2020 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777
penderita (IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak 1.358
(CFR0,87 %).
Tujuan
a. Umum
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mencegah dan melindungi diri
dari penularan DBD melalui perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan.
a. Khusus
1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian DBD
2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularan
DBD
3. Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar
4. Menurunkan angka kesakitan DBD
5. Menurunkan angka kematian akibat DBD
b. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara aktif
maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan surveilans
terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan
suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate
change).
c. Penemuan dan tatalaksana kasus
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan
petugas Puskesmas.
4. Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan
wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut hasil
pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).
g. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet atau
poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk
sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan COMBI, PLAIN dsb.
h. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan
saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah
kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992 dan SK
MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL).
Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam
pengendalian DBD.
a. Pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian penyakit
DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pengendalian DBD. Untuk
mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka KIE, pemasaran sosial,
advokasi dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara
intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa maupun secara
berkelompok atau individual dengan memperhatikan aspek sosial budaya yang lokal
spesifik.
b. Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD
Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sector kesehatan saja, peran
sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan. Oleh sebab itu maka
identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial merupakan
langkah awal dalam menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan.
Jejaring kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan
berbagai sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala
sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian
melalui wadah Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL DBD) di berbagai
tingkatan administrasi.
c. Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program
SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan program
pengendalian DBD.
d. Desentralisasi
Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kegiatan pengendalian DBD
Sasaran
f. Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu tatanan rumah
tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat umum, tempat penjual
makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas kesehatan yang secara keseluruhan di
daerah terjangkit DBD mampu mengatasi masalah termasuk melindungi diri dari
penularan DBD di dalam wadah organisasi kemasyarakatan yang ada dan mengakar
di masyarakat.
g. Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha, LSM dan
organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam penanggulangan penyakit
DBD.
h. Penanggungjawab program mampu membuat dan menetapkan kebijakan operasional
No Nama Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Surveilans Puskesmas
X x x X x x x x x X x x
epidemiologi
2 Penemuan dan Puskesmas
tatalaksana kasus
X x x X x x x x x X x x
6 Penyuluhan Puskesmas
Keliling/Ledang x x x x x x x x x x x x dan
Tempat
Kunjungan
7 Kemitraan/jejaring X X X X X X X X X X X X Wilayah
kerja Puskesmas
Mengetahui:
Kepala Puskesmas Japanan Kordinator P2 DBD
T
b. Pelaporan dalam situasi kejadian luar biasa
a. Menggunakan formulir W1
b. Pelaporan dengan formulir DP-DBD ditingkatkan frekuensinya menjadi