Anda di halaman 1dari 17

PEDOMAN PROGRAM P2P DEMAM

BERDARAH DANGUE (DBD)

UPT PUSKESMAS LANCIRANG

KECAMATAN PITU RIAWA KAB.SIDRAP

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat Rahmat dan
Hidaya-Nya akhirnya penyusunan pedoman Program P2P Demam Berdarah Dangue (DBD)
tahun 2019 ini dapat diselesaikan.

Kami menyadari bahwa pedoman Program P2P Demam Berdarah Dangue(DBD) ini
masih banyak kekurangannya, namun kami mengharapkan dengan adanya pedoman ini dapat
dijadikan salah satu sumber informasi dan sebagai bahan evaluasi bagi kami, begutu juga bagi
pihak yang membutuhkan.

Untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan pendapat yang konstruktif dari
berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan pedoman tahunan ini, sehingga apa yang
menjadi target dan visi serta misi Puskesmas Lancirang menjadi belih baik dan sesuai dengan
yang kita harapkan

Demikianlah pedoman Program P2P Demam Berdarah Dangue(DBD) ini kami susun
agar dapat dipedomani bersama untuk mencapai status kesehatan masyarakat yang optimal

Ponrangae, Januari 2020

Penaggung Jawab DBD

Nurmin,A.Md.Kes
Nip.19970819 201903 2 001

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Demam Berdarah (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Laporan Kementrian Kesehatan (KEMENKES) mencatat di tahun 2015 pada bulan
Oktober ada 3.219 kasus DBD dengan kematian 32 jiwa, sementara November ada
2.921 kasus dengan 37 angka kematian dan Desember 1.104 kasus dengan 31 kematian.
Ada penurunan jumlah kasus dan angka kematian penderita DBD di 34 propinsi di
Indonesia di banding tahun 2014 pada bulan Oktober tercatat 8.149 kasus dengan 81
kematian, November 7.877 kasus dengan 65 kematian dan Desember 7.856 kasus
dengan 50 kematian.
Target pengendalian DBD tertuang dalan dokumen Rencana Pembangunan
Jangka menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Srategis (RENSTRA) Kementrian
Kesehatan 2010 - 2014 dan KEPMENKES 1457 tahun 2003 tentang standar pelayanan
minimal yang meguatkan pentingnya upaya pengendalian peyakit DBD di Indonesia
Kabupaten / Kota bahkan sampai ke desa melalui pelaksanaan program pengendalian
penyakit DBD di harapkan dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit menular di Indonesia
Sejak di temukan pertamakali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD
di laporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas bahkan sering
menimbulkan. Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah Data Direktorat
Pengendalian Penyakit Vektor dan Zoonosis Kemenkes menyebutkan hingga akhir
Januari Tahun 2016 KLB DBD dilaporkan ada di 12 Kabupaten dan 3 kota dari 11
Propinsi di Indonesia yang meliputi antara lain Provinsi Banten, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Bali, Sulawesi Selatan, Provinsi Gorontalo, Papua Barat, Propinsi Papua,
NTT, Jawa tengah dan Provinsi Sulawesi Barat .
Golongan terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia pada Usia 5-14 tahun
mencapai 43,44% dan Usia 15-44 Tahun mencapai 33,25%.

3
B. TUJUAN
1. Urnum
Untuk rneningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam mencegah dan
melindungi diri dan masyarakat dari penularan DBD melalui perubahan perilaku
(PSN DBD) dan kebersihan lingkungan.
2. Khusus
a. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian DBD.
b. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularan
DBD.
c. Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar.
d. Menurunkan angka kesakitan DBD.
e. Menurunkan angka kematian akibat DBD.

C. SASARAN PEDOMAN
Petugas pelaksana program pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue di
wilayah kerja puskesmas.

D. RUANG LINGKUP PEDOMAN


Ruang lingkup pedoman pemberantasan penyakit demam berdarah secara garis besar
adalah meliputi upaya yang bersifat promotif, perventif, kuratf, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dengan melibatkan kader jumantik dan tenaga
sukarelawan lainnya.

E. BATASAN OPERASIONAL
1. Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aides Aigypti dan Aides
Albopictus. DBD adalah penyakit yang ditandai oleh demam yang mendadak disertai
gejala lain seperti lemah, anoreksia, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung,
sendi, kepala , dan perut akibat adanya virus Dengue yang masuk yang dapat
menyebabkan kematian bagi penderita.
2. Pemantauan jentik adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas pemantau jentik.
3. Larvasidasi adalah pengendalian larva( jentik) nyamuk dengan pemberian larvasida
yang bertujuan untuk membunuh larva tersebut.
4. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah sebuah gerakan pemberantasan sarang
nyamuk dengan melakukan 3M Plus, yaitu Menguras/membersihkan tempat yang
sering dijadikan tempat penampungan air, Menutup rapat tempat-tempat
penampungan air, Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang

4
memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang menularkan
demam berdarah.
5. Jumantik atau juru pemantau jentik adalah orang yang melakukan pemeriksaan,
pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

5
A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA
Untuk melaksanakan fungsinya dan menyelenggarakan program DBD terutama
dalam pengendalian penularan penyakit DBD, Puskesmas Lancirang memiliki tenaga
kerja yang dilaksanakan oleh:
No JENIS TENAGA KUALIFIKASI JUMLAH
1 Pengelola DBD Entomolog Kesehatan 1
2 Pendamping DBD Kesehatan Lingkungan 1

Dengan melihat tabel ini dapat dilihat bahwa ketenagaan dalam program
pengendalian peyakit DBD di Puskesmas Lancirang sudah memenuhi standar, dengan
adanya satu tenaga Entomolog Kesehatan untuk menyelenggarakan pemantauan
perkembangan pengendalian penularan penyakit DBD di wilyah kerja Puskesmas
Lancirang meliputi: Kuratif, Promotif, Preventif, dan Rehabilitatif dan dibantu oleh
pendamping ( tenaga Kesehatan Lingkungan) untuk melaksanakan pemantauan jentik di
desa-desa. Kualifikasi yang harus dimiliki oleh pengelola program DBD, antara lain:
1. Memiliki ijazah Diploma III/ Strata 1 Entomolog Kesehatan/Kesehatan Lingkungan
2. Memiliki surat tanda registrasi (STR)
3. Memiliki kompetensi antara lain:
a. Menyusun rencana kerja P2 DBD berdasarkan data program puskesmas dan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja.
b. Melaksanakan kegiatan P2 DBD meliputi penemuan dini penderita suspek DBD
serta melakukan rujukan untuk penanganan lebih lanjut, Pemantauan Jentik
Berkala / Abatisasi Selektif (PJB/AS), pembinaan peran serta masyarakat dalam
kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), penyuluhan DBD, dan koordinasi
lintas program terkait sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
c. Mengevaluasi hasil kegiatan P2 DBD secara keseluruhan.
d. Membuat catatan dan laporan kegiatan di bidang tugasnya sebagai bahan informasi
dan pertanggung jawaban kepada atasan.
e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN

6
Pengelola program P2 DBD adalah tenaga kesehatan dari puskesmas yang ditunjuk
oleh kepala puskesmas untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengelola program
(programmer) pengendalian penularan penyakit DBD di wilayah kerja puskesmas.
Programer P2 DBD mendapatkan SK dari kepala puskesmas. Selain pemegang
program DBD dan jumantik pelaksanaan pemberantasan penyakit DBD juga
melibatkan :
1. Dokter
2. Koordinator P2M dan PKM
3. Petugas Laboratorium
4. Petugas Administrasi
5. Kader aktif

No sasaran Target Bulan ke


Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pemantauan Rumah 100% √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Jentik Masyarakat
2 Abatesasi Rumah 100% √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Masyarakat
3 Pemberantasan Rumah 100% √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sarang Masyarakat
nyamuk (PSN)
4 Penyelidikan Penderita 100% √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Epidemiologi DBD dan
Penderita DBD suspek
(PE) DBD
5 Pencatatan dan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pelaporan
C. JADWAL KEGIATAN PELAYANAN

BAB III

7
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG
Dalam pelaksanaan tugas pemberantasan penyakit Demam Berdarah tidak
ada ruang khusus karena merupakan program yang berbasis masyarakat.

B. STANDAR FASILITAS
Sarana dan prasarana termasuk fasilitas, dan peralatan yang secara tidak langsung
mendukung pelayanan kesehatan terutama mendukung pelayanan klinis diwilayah kerja
program DBD haruslah memadai.
Sesuai standar fasilitas pelayanan penanggulangan penyakit DBD adalah sebagai
berikut:
1. Perlengkapan medis:
No Jenis Alat
1 Poliklinik set :
Stetoskop
Tensimeter
Timbangan berat badan
Termometer suhu
Senter
2 Alat pemeriksa hematocrit
3 Obat-obatan :
Analgetik
4 Antipiretik
5 SOP pelaksanaan kegiatan
6 Larvasida

2. Perlengkapan non medis:


No Jenis Alat
1 Buku petunjuk program DBD
2 Alat penyuluhan kesehatan
3 Formulir hasil epidemiologi
4 Formulir hasil AJB

BAB IV

8
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN
1. Lingkup kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah secara garis besar adalah
meliputi upaya yang bersifat promotif, perventif, kuratif, dan rehabilitatif diwilayah
kerja puskesmas Lancirang
2. Program pemberantasan penyakit Demam Berdarah sebagai jaringan Puskesmas harus:
a. Bertanggung jawab pada kepala Puskesmas.
b. Bertanggung jawab kepada masyarakat dalam penanganan DBD.
c. Berkoordinasi dengan lintas sektor dan jejaring pelayanan kesehatan lain di wilayah
kerjanya.
d. Membina Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dalam upaya
pemberantasan sarang nyamuk dan penaggulangan penyakit DBD.

B. METODE
Terdapat metode untuk :
1. Penemuan penderita tersangka DBD.
2. Rujukan penderita DBD.
3. Penyuluhan kesehatan pada masyarakat meliputi :
a. Penyuluhan perorangan.
b. Penyuluhan kelompok.
4. Surveilan kasus DBD.
5. Surveilans Vektor (Pengamatan jentik berkala)
6. Pemberantasan vektor.
a. Abatesasi
b. Kegiatan PSN
c. Penanggulangan Fokus (fogging) jika terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)
7. Pencatatan dan pelaporan.

C. LANGKAH KEGIATAN
1. Perencanaan
Ada perencanaan tertulis mengenai :
a. Penemuan penderita tersangka DBD
Kasus dilihat dari jumlah suspek DBD yang datang ke puskesmas.
b. Rujukan penderita DBD
Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD seperti mendadak panas tinggi 2 – 7
hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38º - 40º C atau lebih, tampak
bintik-bintik merah pada kulit direnggangkan bintik merah itu hilang, kadang-

9
kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes
Torniquet positif.
c. Penyuluhan kesehatan pada masyarakat meliputi :
1) Penyuluhan perorangan.
Terhadap individu yang berobat melalui konseling.
2) Penyuluhan kelompok.
Melalui diskusi, ceramah, penyuluhan melalui poster.
d. Surveilan kasus DBD.
Angka Bebas Jentik (ABJ); presentasi rumah yang bebas jentik dibanding dengan
jumlah rumah yang diperiksa.
e. Surveilan Vektor
Pengamatan jentik berkala ; presentasi jumlah rumah yang diperksa jentik
dibanding dengan jumlah rumah yang diperiksa.
f. Pemberantasan vektor
g. Abatieasi
Pemberian bubuk abate pada tempat penampungan air yang sulit untuk dikuras
h. Kegiatan PSN dengan 3M plus
Dilakukan dengan Menguras,Menutup, dan Memanfaatkan barang bekas yang
dapat menjadi sarang berkembangbiaknya jentik nyamuk.
i. Penanggulangan Fokus (fogging) jika terjadi kejadian luar biasa (KLB)
j. Pencatatan dan pelaporan.
2. Pelaksanaan
Adalah pelaksanaan dari seluruh kegiatan yang telah tertulis dalam perencanaan.
3. Pengawasan dan pengendalian
Melalui pencatatan dan pelaporan yang dilakukan:
a. Bulanan
b. Tribulanan
c. Tahunan
4. Keluaran
a. Penemuan penderita tersangka DBD
b. Rujukan penderita DBD
c. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk melakukan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN). Penyuluhan /informasi tentang demam berdarah dan
pencegahannya dilakukan melalui jalur-jalur informasi yang ada:
1) Penyuluhan kelompok:
PKK, organisasi social masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid
sekolah, pengelola tempat umum/ instansi, dll.
2) Penyuluhan perorangan:

10
Kepada ibu-ibu pengunjung posyandu, penderita/keluarga di puskesmas,
kunjungan rumah oleh petugas puskesmas.
d. Surveilan kasus DBD
Hasil angka bebas jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau
memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypty dengan mata telanjang untuk
mengetahui ada tidaknya jentik, yaitu dengan cara visual.
e. Pemberantasan vector
Perlindungan perseorangan,yaitu memberikan anjuran untuk mencegah gigitan
nyamuk dengan meniadakan nyamuk didalam rumah dengan cara menyemprotkan
obat anti serangga dan abatesasi.

BAB V
LOGISTIK

11
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan program DBD direncanakan dalam
pertemuan lokakarya mini lintas program maupun lintas sektor sesuai dengan tahapan
kegiatan dan metode kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pendanaan program DBD menurut PERMENKES RI No 82 Tahun 2014 dapat
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Angaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, Swasta ataupun Lembaga donor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Sumber pendanaan lain untuk kegiatan UKM dapat berasal dari BOK sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan

BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN PROGRAM

12
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue perlu diperhatikan keselamatan pasien dengan melakukan
identifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan
kegiatan. Upaya pencegahan resiko terhadap pasien harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan
yang akan dilaksanakan, antara lain :
1. Penatalaksanaan penderita DBD
a. Kolaborasi dengan medis dalam pemberian cairan harus adekuat dan seinbang antara
intake dan out put untuk menghindari overload ataupun kekurangan cairan yang
berakibat memperparah keadaan pasien.
b. Kolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan DL Sereal agar perubahan
perkembangan pasien dapat terpantau.
2. Pemberian Temephos (Abate)
Pemberian Abate harus sesuai dengan takaran yaitu 10 gram untuk 100 liter air, dan
diutamakan pada penampungan air yang yang sulit di kuras dan bukan untuk minum untuk
menghindari dampak dari pemakaian temephos.
3. Pemeriksaan Jentik nyamuk
Dalam melakukan pemeriksaan harus menyeluruh dan cermat pada bagian sudut-sudut
tempat penampungan air dan dengan pencahayaan yang cukup agar mendapatkan hasil
yang maksimal.
4. Pengendalian Fokus (Fogging)
a. Petugas penyemprot harus dilatih terlebih dahulu dan dinyatakan terampil dan paham
bekerja dengan insektisida.
b. Petugas mempersiapkan perlengkapan lain berupa:
1) 1 set pakaian lapangan/ werpak (2buah) untuk 1 orang penyemprot.
2) 1 buah masker per orang.
3) 1 buah topi lapangan.
4) 1 pasang sarung tangan yang standar (tahan bahan kimia dan lunak ditangan).
5) 1 pasang sepatu lapangan.
Untuk keamanan petugas penyemprot.
c. Petugas menghimbau kepada warga sebelum penyemprotan:
1) Semua makanan dan minuman hendaknya disimpan ditempat yang aman dan
tertutup.
2) Hewan peliharaan dikeluarkan dari rumah sedangkan untuk ikan hias bisa ditutup.
3) Tempat tidur/ kasur cukup dilipat, pakaian tergantung hendaknya diturunkan
kemudian ditutup Koran atau penutup lain.
4) Barang-barang elektronik, mainan anak-anak, sepatu dan lain-lain ditutup dengan
kertas Koran atau penutup lainnya.
5) Semua sumber api (kompor, lampu, AC, dll) harus dimatikan.

13
6) Semua jendela ditutup dan semua pintu dibuka.
7) Memberitahu kepada penyemprot/ kepala regu bahwa rumah/ bangunan siap untuk
disemprot.
d. Petugas menghimbau warga bahwa selama penyemprotan:
1) Semua penghuni rumah/ Bangunan hendaknya berada diluar.
2) Jangan mengikuti penyemprot saat penyemprotan berlangsung.
e. Petugas menghimbau warga bahwa setelah penyemprotan:
1) Pintu rumah ditutup bila belum ditutup.
2) Semua penghuni rumah tetap diluar sampai lebih kurang 30 menit – 1 jam selesai
disemprot.
3) Menyapu lantai bila ada hewan seperti cicak, kecoak dllyang mati dan dikumpulkan
dalam kantong plastik yang rapat jangan sampai dilakan oleh hewan piaraan.
4) Bila lantai kotor kena larutan insektisida atau solar supaya dilap dulu (bila licin dilap
dengan bensin)

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Untuk keamanan dan kenyamanan bagi petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan,
terutama untuk mencegah tertularnya penyakit dimana banyak kasus-kasus penyakit menular,
misalnya : TBC, Kusta, Hepatitis, HIV/ AIDS, dan bersinggungan langsung dengan bahan

14
kimia, misalnya Abate atau obat Fogging, maka petugas dalam melaksanakan pelayanan
diwajibkan memperhatikan keamanan diri dengan pemakaian alat perlindungan diri (APD),
menggunakan masker, sarung tangan dan celemek plastik, jas operasi bila diperlukan. Dan
selalu melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan atau pelayanan.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan program DBD dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan


indikator sebagai berikut :
Indikator mutu Penanggulangan penyakit demam Berdarah meliputi :

15
No Uraian Target
1 Angka Bebas Jentik (ABJ) 95 %
2 Penderita DBD ditangani 100 %
3 Cakupan PE Kasus DBD 100 %

BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue Puskesmas Lancirang ini


digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan di Puskesmas Lancirang diperlukan

16
komitmen dan kerjasama semua pihak. Hal tersebut akan menjadikan pelayanan semakin
optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang diwilayah kerja puskesmas
Lancirang. Serta dapat meningkatkan citra Puskesmas dan kepuasan pasien atau masyarakat.

17

Anda mungkin juga menyukai