Anda di halaman 1dari 8

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS MENGWI II
Jl. Raya TumbakBayuh-Pererenan,Br. Gunung pande- Tumbakbayuh
Tlp. (0361) 8442063 , (0361) 9075411
Email: mengwidua@gmail.com,Website : http//dikes.badung.go.id/puskesmasmengwidua

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENEMUAN KASUS DEMAM


BERDARAH

UPTD. PUSKESMAS MENGWI II


TAHUN 2023
KERANGKA ACUAN
PENEMUAN KASUS
DEMAM BERDARAH

Tanggal ....Januari 2023

Menyetujui
(Penanggungjawab UKM Esensial) Pemegang Program

dr.Gede EkaWijaya Desak Ketut Sukarmeni, Amd. Keb


NIP.19730815 200501 1 010 NIP. 19690705 199203 2 016

Mengetahui
Kepala UPTD. Puskesmas Mengwi II

dr.Ni Made Tariani, M.Kes


NIP.19680417 199803 2 003
KERANGKA ACUAN KEGIATAN P2 DBD UPTD

PUSKESMAS MENGWI II

1. Pendahuluan
Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan
yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan perubahan lingkungan
strategis, baik secara nasional maupun global. Penerapan desentralisasi di bidang kesehatan dan
pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) merupakan contoh masalah dan
tantangan yang perlu menjadi perhatian seluruh stakeholder bidang kesehatan, khususnya para
pengelola program, dalam menyusun kebijakan dan strategi agar pelaksanaannya menjadi lebih
efisien dan efektif.
Program pencegahan dan pengendalian penyakit menular telah mengalami peningkatan
capaian walaupun penyakit infeksi menular masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang menonjol terutama TB, Malaria, HIV-AIDS, DBD dan Diare. Angka kesakitan DBD
masih tinggi, yaitu sebesar 65,57 per 100.000 penduduk pada tahun 2010, sedangkan angka
kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,87 persen. Target pengendalian DBD
tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan
Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan KEPMENKES 1457
tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal yang menguatkan pentingnya upaya
pengendalian penyakit DBD di Indonesia hingga ketingkat Kabupaten/Kota bahkan sampai ke
desa. Melalui pelaksanaan program pengendalian penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi
menurunkan angka kesakitan, dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia.

2. Latar Belakang
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
endemis di hampir seluruh Kota/Kabupaten di Indonesia. Sejak ditemukan pertama kali pada tahun
1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD dilaporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas
mencapai seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan KLB di
beberapa daerah endemis tinggi DBD.
Sejak tahun 2005, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR DBD. Sedikit peningkatan
nampak pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan tersebut tidak nampak pada IR DBD per
100.000 penduduk. IR DBD sejak 2006 hingga 2010 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010 jumlah
kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777 penderita (IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan
jumlah kematian sebanyak 1.358 (CFR0,87 %).

3. Tujuan Umum dan Khusus


a. Umum
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mencegah dan melindungi diri dari penularan
DBD melalui perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan.

b. Khusus
1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian DBD
2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularan
DBD
3. Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar
4. Menurunkan angka kesakitan DBD
5. Menurunkan angka kematian akibat DBD

4. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


a. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara aktif
maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan surveilans
terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu
dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change).

b. Penemuan dan tatalaksana kasus


Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan
penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit.

c. Pengendalian vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk.
Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan rantai
penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan
upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :
1. Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas
2. Secara kimiawi dengan larvasidasi
3. Secara biologis dengan pemberian ikan
4. Cara lainnya menggunakan repellent, obat nyamuk bakar,kelambu, memasang
kawat kasa dll.

Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara :


1. Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan dimonitor
olah petugas Puskesmas.
2. Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim penularan.
3. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan oleh
petugas Puskesmas.
4. Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan
wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut hasil
pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).

d. Peningkatan peran serta masyarakat


Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan
guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum dan tempat ibadah).
e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB dan
apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulang dengan cepat dan tepat. Upaya
dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan
penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan
penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi. Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk
dapat manampung pasien DBD, baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan
tenaga medis, paramedis dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah
menyiapkan anggaran untuk perawatan bagi pasien tidak mampu.

f. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet atau
poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk
sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan COMBI, PLA dsb.

g. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan
saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah
kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992 dan SK
MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL).
Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam
pengendalian DBD.
h. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian DBD,
dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun.

5. Cara melaksanakan kegiatan.


a. Pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian penyakit
DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pengendalian DBD. Untuk
mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka KIE, pemasaran sosial,
advokasi dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara
intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa maupun secara
berkelompok atau individual dengan memperhatikan aspek sosial budaya yang lokal
spesifik.
b. Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD
Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sector kesehatan saja, peran
sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan. Oleh sebab itu maka
identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial merupakan
langkah awal dalam menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan.
Jejaring kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan
berbagai sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala
sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian
melalui wadah Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL DBD) di berbagai
tingkatan administrasi.
c. Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program
SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan program
pengendalian DBD.
d. Desentralisasi
Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kegiatan pengendalian DBD
kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui SPM bidang kesehatan.
e. Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan
Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko penularan
DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat infeksi
Dengue/DBD.

6. Sasaran
a. Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu tatanan rumah
tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat umum, tempat penjual
makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas kesehatan yang secara keseluruhan di
daerah terjangkit DBD mampu mengatasi masalah termasuk melindungi diri dari
penularan DBD di dalam wadah organisasi kemasyarakatan yang ada dan mengakar
di masyarakat.
b. Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha, LSM dan
organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam penanggulangan penyakit
DBD.
c. Penanggungjawab program mampu membuat dan menetapkan kebijakan operasional
dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD.
d. SDM bidang kesehatan Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan

7. Jadwal pelaksanaan kegiatan


Waktu Pelaksanaan Tempat
No Nama Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Surveilans Puskesmas
X x x X x x x x x X x x
epidemiologi
2 Penemuan dan Puskesmas
tatalaksana kasus X x x X x x x x x X x x

3 Pengendalian vektor Insidentil


X x x X x x x x x X x x
4 Peningkatan peran Puskesmas
serta masyarakat X x x X x x x x x X x x

5 Sistem kewaspadaan Tempat


dini (SKD) dan Kunjungan
X x x X x x x x x X x X
penanggulangan KLB (insidentil)

6 Penyuluhan Puskesmas
dan
Tempat
Kunjungan
7 Kemitraan/jejaring Wilayah
kerja Puskesmas

8 Monitoring dan Dinkes


evaluasi Kabupaten

8. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan


Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dilaksanakan setiap bulan sekali saat lokmin
bulanan dan laporan dikirim ke Dinkes kabupaten. Pelaporan menggunakan format
laporan yang telah disediakan, meliputi ;
a. Pelaporan Rutin
1. Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan penderita DBD wajib segera
melaporkannya ke dinas kesehatan kabupaten /kota setempat selambat – lambatnya
dalam 24 jam dengan tembusan ke Puskesmas wilayah tempat tinggal penderita.
Laporan tersangka DBD merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan
kewaspadaan dan tindak lanjut penanggulangannya juga merupakan laporan yang
dipergunakan sebagai laporan kasus yang diteruskan secara berjenjang dari
puskesmas sampai pusat. Formulir yang digunakan adalah formulir kewaspadaan
dini RS (KD/RS-DBD), dan formulir rekapitulasi penderita DBDper bulan (DP-
DBD/RS).
2. Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota
a. Menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24 jam
setelah diagnosis ditegakkan
b. Menggunakan formulir DP-DBD sebagai data dasar perorangan DBD yang
dilaporkan perbulan
c. Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan
d. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB
e. Menggunakan formulir W1 bila terjadi KL
b. Pelaporan dalam situasi kejadian luar biasa
1. Pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
a. Menggunakan formulir W1
b. Pelaporan dengan formulir DP-DBD ditingkatkan frekuensinya menjadi
mingguan atau harian
c. Pelaporan dengan formulir KD/RS-DBD tetap dilaksanakan
2. Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota
a. Menggunakan formulir W1
b. Menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24
jam setelah diagnosis ditegakkan
c. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB

9. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan


a. Pencatatan kegiatan dilaksanakan oleh programmer/pelaksana kegiatan dengan
menggunakan komputer metode entri dan olah data.
b. Pelaporan dilakukan setiap bulan melalui lokmin Puskesmas, dan dikirimkan kepada
Dinas Kesehatan secara berjenjang dengan menggunakan format yang terstandar setiap
bulan melalui EWARS setiap minggu dan laporan bulanan.
Evaluasi kegiatan meliputi evaluasi proses yakni cakupan per-bulan dan evaluasi hasil
dilakukan pada akhir tahun sebagai bentuk kinerja progra.

Anda mungkin juga menyukai