Anda di halaman 1dari 59

MINI PROJECT

EVALUASI PENGETAHUAN KADER JUMANTIK PUSKESMAS KALIBARU


MENGANAI ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ) TERHADAP KELENGKAPAN HASIL
PELAPORAN ABJ BULANAN

DISUSUN OLEH :

dr. Nadhia Khairunnisa

PENDAMPING :

dr. Muvinda Yuningrum Putri

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


KELURAHAN KALIBARU, DKI JAKARTA
PERIODE 12 MEI 2022 – 11 NOVEMBER 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit menular yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi
adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) (Kusuma, 2016). Demam Berdarah
Dengue (DBD) adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus dengue. Virus ini biasanya
dibawa oleh vektor. Vektor penularan DBD ke manusia berupa nyamuk yang berasal dari
spesies Aedes aegypti, A. albopictus, A. polynesis, dan beberapa spesies dari A. scutellaris.
Spesies utama nyamuk tropikal dan sub tropikal yang tersebar di hamper seluruh bagian
dunia adalah Aedes aegypti (WHO, 2009).

Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2019 di Indonesia ditemukan
kasus DBD sebanyak 112.954 dengan jumlah kematian sebanyak 751 orang (Kemenkes
RI, 2020). Sampai saat ini jumlah pasien DBD di Indonesia terus meningkat dan tersebar
ke berbagai daerah di seluruh provinsi. Menurut data Ditjen Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Kemenkes RI, Incidence Rate (IR) di Indonesia tahun 2018 sebesar 24, 75 per
100.000 penduduk.

Penyakit DBD juga sangat berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dikatakan KLB apabila terjadi peningkatan kasus 2 kali lipat atau lebih dibandingkan
tahun sebelumnya atau adanya kasus di suatu daerah dari yang sebelumnya tidak ada kasus
atau terjadinya kematian di suatu daerah dari yang sebelumnya tidak ada kematian.

Berdasarkan website Kemenkes pada tahun 2022 periode Januari sampai dengan
September terdapat 87.501 kasus DBD di Indonesia. Di Provinsi DKI Jakarta sendiri,
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan DKI Jakarta tahun 2021, jumlah kasus DBD yang
tercatat adalah sebanyak 3 092 kasus. Di Kecamatan Cilincing sendiri, berdasarkan
rekapitulasi data kasus DBD di Kecamatan Cilincing periode Januari 20212- September
2022, didapatkan total kasus DBD sebanyak 450 kasus, sedangkan pada Keluarahan Kali
Baru di periode bulan yang sama terdapat 115 kasus.
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang
dilakukan untuk pemberantasan DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk
membasmi virusnya belum tersedia (Depkes RI, 2005). Pemberantasan nyamuk atau
pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan
meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur
vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan
penyakit (Ditjen PP dan PL, 2011).

Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai
penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui
upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dalam
bentuk kegiatan 3 M plus. Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur
dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Kemenkes, 2013).

Kelangsungan hidup nyamuk Aedes sebagai vektor penyebab DBD dapat dipengaruhi oleh
perubahan iklim. Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu,
kelembapan, arah udara sehingga berdampak terhadap ekosistem daratan dan lautan serta
berpengaruh terhadap perkembangbiakan vektor penyakit terutama nyamuk Aedes. Curah
hujan merupakan faktor penentu tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk. Kepadatan
penduduk di Indonesiasetiap tahunnya mengalami peningkatan. (Hidayat, 2017)

Data Badan Pusat Statistik memperlihatkankepadatan penduduk pada tahun2015,2016,


2019 sebesar 134 jiwa/km2 , 135jiwa/km2 , 140 jiwa/km2 . Kepadatan penduduk
menunjukkan tingkat persebaranpenduduk. Angka kepadatanpendudukmenunjukkan rata-
rata jumlah pendudukper1 kilometer persegi. Semakin besar angkakepadatan penduduk
menunjukkanbahwasemakin banyak penduduk yangmendiami wilayah tersebut.12
Kepadatanpendudukdapat meningkatkan penularan kasusDBD.Dengan semakin banyak
manusiamakapeluang nyamuk Aedes menggigit semakinbesar mengingat
kemampuanterbangnyamuk Aedes rata-rata 40meter. (Kemekes, 2021)

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 92 tahun 1994 mengatur tentang pengendalian DBD
yang dititikberatkan pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN). Pada tahun 2015 diluncurkanlah Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J)
dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk menurunkan angka
penderita dan angka kematian akibat DBD melalui pembudayaan kegiatan PSN 3M Plus.
(Kemenkes, 2016)

Pengendalian vektor tersebut dapat dilakukan dengan adanya program Juru pemantau
jentik atau Jumantik yaitu adalah orang yang melakukan pemeriksaan, pemantauan dan
pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Adalah
peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit
tular vektor khususnya DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS.

Dimana kegiatan jumantik dibagi menjadi jumantik rumah dan jumantik lingkungan.
Jumantik yang sudah ditugaskan biasanya pergi ke rumah-rumah warga untuk melihat ada
nya jentik nyamuk di rumah tersebut, kemudian jumantik rumah juga dapat berupa kepala
keluarga / anggota keluarga / penghuni dalam satu rumah yang disepakati untuk
melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Sementara jumantik lingkungan
bertugas untuk melihat kondisi tempat – tempat umum (TTU) seperti pasar, terminal,
pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman, tempat wisata atau tempat
– tempat institusi (TTI) seperti perkantoran, sekolah, rumah sakit guna memantau jentik
nyamuk yang dapat ditemukan pada tempat-tempat yang memiliki genangan air pada
lokasi-lokasi yang sudah ditentukan.

Setiap kegiatan jumantik akan ada satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk oleh ketua
RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan
jumantik lingkungan (crosscheck) dimana kader-kader jumantik diketuai oleh supervisor
jumantik yaitu adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk
oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan
pelaksanaan jumantik di lingkungan RT.

Pembentukan Kader Jumantik dalam kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang berasal
dari masyarakat terdiri dari Jumantik Rumah/Lingkungan, Koordinator Jumantik dan
Supervisor Jumantik. Pembentukan dan pengawasan kinerja menjadi tanggung jawab
sepenuhnya oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun susunan organisasinya adalah
sebagai berikut:

Gama 1.1. Struktur Kepengurusan Jumantik

Pada puskesmas kalibaru sendiri ABJ sudah melebihi capaian 95%, namun laporan
jumantik yang diserahkan pada puskesmas setiap bulan nya tidak menggambarkan kondisi
lapangan secara utuh, masih banyak tempat-tempat ataupun titik yang tidak terawasi
dengan baik, menyebabkan kerancuan pada hasil perhitungan ABJ yang didapatkan, masih
belum tepatnya pencatatan dan kosongnya checklist laporan pemantauan dari jumantik
menjadi alasannya dibuatnya laporan mini project ini

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah kader jumantik memiliki pengetahuan dan persepsi yang cukup tentang program
angka bebas jenitk?
2. Apakah borang checklist pemantauan kunjungan kader jumantik masih tidak terisi
dengan baik?
3. Apakah koordinator jumantik mendapatkan pelaporan rutin mingguan dari kader
jumantik?
4. Apakah supervisor jumantik (pemegang program di puskesmas) mendapatkan pelaporan
rutin bulanan dari kader jumantik?
1.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum


Mengevaluasi pengetahuan kader mengenai ABJ dan DBD serta pemahaman mereka
terhadap tugas kader jumantik yang bertugas pada wilayah kerja Puskesmas Kali Baru
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui masalah apa saja yang timbul pada pelaksanaan program angka bebas
jentik (ABJ) dalam upaya pemberantasan penyakit DBD di wilayah kerja puskesmas
Kali Baru
2. Mengetahui kemungkinan penyebab masalah dari Program Angka Bebas Jentik (ABJ)
dalam pemberantasan penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas Kalibaru
3. Merumuskan alternatif penyelesaian masalah yang dihadapi kader jumantik dalam
Program Angka Bebas Jentik (ABJ) guna pemberantasan penyakit DBD di wilayah
kerja Puskesmas Kalibaru
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
A. Bagi penulis (evaluator)
1. Mengetahui dan menganalisa kendala yang mungkin akan dihadapi para kader
jumantik dalam menjalankan suatu program kesehatan dan menentukan langkah
yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terhadap
Program Angka Bebas Jentik (ABJ) dalam pemberantasan penyakit DBD di
wilayah kerja Puskesmas Kali Baru
2. Memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang program Angka Bebas Jentik
(ABJ) dalam pemberantasan penyakit DBD.
B. Bagi puskesmas yang dievaluasi
Memperoleh masukan sebagai umpan balik positif untuk pelaksanaan program Angka
Bebas Jentik (ABJ) dalam pemberantasan penyakit DBD yang lebih baik secara
menyeluruh.
C. Bagi masyarakat
1. Dengan tercapainya keberhasilan program diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelaksanaan program Angka Bebas Jentik (ABJ) dalam dalam pemberantasan
penyakit DBD di wiliyah kerja Puskesmas Kali Baru
2. Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya bagi masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Kali Baru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Definisi DBD

DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan

ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, ditandai

dengan demam 2–7 hari disertai dengan manifestasi pendarahan,

penurunan jumlah trombosit <100.000/mm3 dan adanya kebocoran

plasma ditandai dengan peningkatan hematokrit > 20% dari nilai

normal (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

2.1.2 Epidemiologi DBD

Penyakit DBD telah menjadi penyakit yang mematikan sejak tahun

2013. Pada tahun 2015, tercatat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34

provinsi di Indonesia dan 1.229 orang diantaranya meninggal dunia.

Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni

sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita

meninggal dunia pada tahun 2014. Nilai Incidens Rate (IR) di Indonesia

tahun 2015 sebesar 50,75% dan Case Fatality Rate (CFR) 0,83%.

Jumlah kasus tercatat tahun 2014 sebanyak 100.347 orang dengan IR

sebesar 39,80% dan CFR sebesar 0,90% (Kemenkes RI, 2016).


Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya DBD antara lain

rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan

populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk

yang biasanya terjadi pada musim hujan (Kementerian Kesehatan RI,

2013).

2.1.3 Etiologi DBD

Penyakit DBD disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B

Arthropod Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai

Flavivirus, Family Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu:

DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan

antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga

tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe

lain tersebut. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat

terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe

virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di

Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975

di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe

ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3

merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang

menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Departemen Kesehatan RI,

2004).
2.1.4 Tanda-tanda Penyakit DBD

Virus dipindahkan oleh nyamuk yang terinfeksi saat menghisap darah

manusia. Setelah masuk ke dalam tubuh, lewat kapiler darah virus

melakukan perjalanan ke berbagai organ tubuh dan berkembang biak.

Masa inkubasi virus ini berkisar antara 8-10 hari sejak seseorang

terkena virus sampai menimbulkan gejala (Hadi, 2010).

Penderita DBD pada umumnya disertai tanda-tanda sebagai berikut

(Kementerian Kesehatan RI, 2013) :

a. Hari pertama sakit; panas mendadak terus menerus, badan

lemah/lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.

Demam tinggi mendadak 2-7 hari (38-40 derajat celsius) (Hadi,

2010).

b. Hari kedua atau ketiga; timbul bintik-bintik perdarahan, lebam atau

ruam kulit muka, dada, lengan, atau kaki dan nyeri ulu hati.

Kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah darah. Bintik

perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk

membedakannya kulit direnggangkan, bila hilang bukan tanda

penyakit demam berdarah dengue.

Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turus secara tiba-tiba,

kemungkinan yang selanjutnya: 1) Penderita sembuh, atau 2).


Kesadaran memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan

dan kaki dingin, banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan

berlanjut, terjadi renjatan lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tak

teraba, kadang-kadang kesadarannya turun. Pada pemeriksaan

laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit di

bawah 100.000/mm3 (trombositopeni), terjadi peningkatan nilai

hematokrit di atas 20% dari nilai normal (hemokonsentrasi) (Hadi,

2010).

2.1.5 Vektor DBD


A. Karakteristik Aedes. aegypti dan Aedes. Albopictus

Nyamuk Aedes. aegypti dan Aedes. Albopictus sebagai vektor

utama virus DBD termasuk dalam Genus Aedes dari Famili

Culicidae. Stadium dewasa berukuran lebih kecil dibandingkan

dengan rata-rata nyamuk lainnya (Boesri, 2011). Ciri tubuhnya

mempunyai kaki yang belang hitam putih (Adifian et al., 2013).

Secara morfologis antara Ae. aegypti dan Ae. albopictus hampir

sama yaitu terlihat tanda pada bagian dorsal mesonotum sangat

jelas bisa dilihat dengan mata telanjang. Pada Ae. aegypti terdapat

garis lengkung putih dan 2 garis pendek di bagian tengah, sedang

pada Ae. albopictus terdapat garis putih di medial dorsal toraks

(Hadi, 2010; Rahayu dan Ustiawan, 2013). Perbedaan tersebut

dapat dilihat pada Gambar 1. Selain itu Ae. albopictus secara

umum berwarna lebih gelap daripada Ae. aegypti (Hadi, 2010).


Gambar 2. Perbedaan Mesonotum Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Sumber : Rahayu dan Ustiawan (2013)

Pada saat menjadi larva bagian yang paling jelas adalah

perbedaan bentuk sisik sikat (comb scales) dan gigi pekten

(pecten teeth), dan sikat ventral yang terdiri atas empat pasang

rambut pada Ae. albopictus dan lima pasang pada Ae. Aegypti

(Hadi, 2010). Secara mikroskopis mesepimeron pada

mesonotum antara Ae. aegypti dan Ae. albopictus berbeda.

Perbedaan ditunjukkan pada Gambar 3.


Gambar 3. Perbedaan Mesepimeron Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Sumber : Rahayu dan Ustiawan (2013)

B. Bioekologi Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Secara bioekologi kedua spesies nyamuk tersebut mempunyai dua

habitat yaitu aquatic (perairan) untuk fase pradewasa (telur, larva

dan pupa), dan daratan atau udara untuk serangga dewasa.

Walaupun habitat imago di daratan dan udara, tetapi juga mencari

tempat di dekat permukaan air untuk meletakkan telurnya. Telur

masih mampu bertahan hidup antara 3 bulan sampai satu tahun bila

tidak mendapat sentuhan air atau kering. Masa hibernasi telur-telur

itu akan berakhir atau menetas bila sudah mendapatkan lingkungan

yang cocok pada musim hujan untuk menetas. Telur itu akan

menetas antara 3 – 4 jam setelah mendapat genangan air menjadi

larva. Habitat larva yang keluar dari telur tersebut hidup


mengapung di bawah permukaan air. Perilaku hidup larva ini

disebabkan upayanya menjulurkan alat pernafasan yang yang

disebut sifon untuk menjangkau permukaan air guna mendapatkan

oksigen untuk bernafas. Habitat seluruh masa pradewasanya dari

telur, larva dan pupa hidup di dalam air walaupun kondisi air

terbatas (Suparta, 2008).

Habitat imagonya hidup bebas di daratan (terrestrial) atau udara

(aborial). Walaupun demikian masing-masing spesies mempunyai

kebiasaan hidup yang berbeda yaitu tempat nyamuk Ae. aegypti di

dalam rumah penduduk, sering hinggap pada pakaian yang

digantung untuk beristirahat dan bersembunyi menantikan saat

tepat inang datang untuk menghisap darah. Nyamuk Ae. albopictus

lebih menyukai tempat di luar rumah yaitu hidup di pohon atau

kebun atau kawasan pinggir hutan (Suparta, 2008).

Dengan pola pemilihan habitat dan kebiasaan hidup nyamuk

tersebut Ae. Aegypti dapat berkembang biak di tempat

penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, tempat

minum burung dan barang bekas yang dibuang sembarangan yang

pada waktu hujan terisi air. Tipe-tipe kontainer baik yang kecil

maupun yang besar yang mengandung air merupakan tempat

perkembangbiakan yang baik bagi stadium pradewasa nyamuk Ae.

aegypti. Hasil pengamatan entomologi menunjukkan bahwa Ae.

aegypti menempati habitat domestik terutama pada penampungan


air yang berada di dalam rumah, sedangkan Ae. Albopictus

berkembang biak di lubang-lubang pohon, drum, ban bekas yang

terdapat di luar (peridomestik) (Hadi, 2010). Sumuna (2007)

menambahkan bahwa tempat berbiaknya Ae aegypti dan Ae

albopictus pada tempat-tempat yang menyebabkan air tergenang

dan tidak berhubungan langsung dengan tanah. Nyamuk ini lebih

suka menggigit manusia dari pada binatang, sehingga dapat

dikatakan bahwa jika ada manusia maka disitu ada nyamuk. Pada

dasarnya Ae. albopictus adalah spesies hutan yang beradaptasi

dengan lingkungan manusia di pedesaan, pinggiran kota dan

perkotaan (WHO, 2002). Aedes aegypti menyerang daerah

perkotaan yang padat penduduknya dan memiliki mobilitas yang

tinggi (Sumuna, 2007), sedangkan Ae. albopictus dapat

berkembang biak di habitat perkebunan terutama pada lubang

pohon atau pangkal bambu yang sudah dipotong (Suparta, 2008).

Selama ini stadium pradewasa Ae. aegypti dikenal mempunyai

kebiasaan hidup di genangan air pada bejana buatan manusia yang

berada di dalam dan luar rumah (Hadi, 2010; Rahayu dan

Ustiawan, 2013), nyamuk dewasanya beristirahat dan aktif

menggigit di siang hari di dalam rumah (endofilik-endofagik).

Tempat perkembangbiakan yang paling disukai adalah yang

berwarna gelap, terbuka lebar dan terlindung dari sinar matahari

langsung . Umumnya Ae. aegypti dan Ae. albopictus betina

mempunyai daya terbang sejauh 50 – 100 meter (Hadi, 2010).


Menurut Kementerian Kesehatan RI (2013), bahwa tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes terdiri dari:

1. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari baik di

dalam maupun di luar rumah, antara lain ember, drum,

tempayan, bak mandi/wc, dan lainnya.

2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari,

antara lain tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut,

barang bekas, talang air dan lainnya.

3. Tempat penampungan air alamiah, seperti lubang pohon,

lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan

bambu, pelepah pisang dan lainnya.

Pada saat akan meletakkan telurnya nyamuk Aedes betina lebih

tertarik pada kontainer yang berwarna gelap, terbuka dan

terlindung dari sinar matahari (Departemen Kesehatan, 2007).

C. Siklus Hidup Nyamuk Aedes

Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus mengalami

metamorfosa lengkap (helometabola) yakni dari telur, larva, pupa

dan nyamuk dewasa. Dari telur sampai larva membutuhkan waktu

2 hari, dari larva menjadi pupa membutuhkan waktu 6-8 hari dan
sampai menjadi nyamuk dewasa selama 2 hari (Rozilawati dan

Zairi, 2007). Tahapan dalam siklus hidup nyamuk Aedes dari telur,

jentik, kepompong dan nyamuk dijelaskan pada Gambar 4.

Gambar 4. Siklus hidup nyamuk Aedes Sumber:

(Kementerian Kesehatan RI, 2013)

Penjelasan lebih lanjut mengenai tahapan siklus hidup nyamuk

Aedes adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI., 2013):

1. Telur

Telur berwarna hitam, berbentuk lonjong, diletakkan satu

persatu di pinggiran material (terutama material yang kasar)

(Gambar 4). Telur dapat bertahan hingga enam bulan dalam

kondisi kering, dan akan menetas setelah 1 – 2 hari


terkena/terendam air.
Selama masa bertelur, seekor nyamuk betina mampu

meletakkan 100 – 400 butir telur. Telur-telur tersebut

diletakkan di bagian yang berdekatan dengan permukaan air.

Telur berwarna hitam, ukuran + 0,8 mm. Telur akan menetas

menjadi jentik dalam waktu kurang 2 hari setelah terendam

(Rozilawati dan Zairi.,2007).

Gambar 5. Telur Aedes

Sumber: (Ishartadiati 2009)

2. Jentik Nyamuk Aedes

Jentik nyamuk Aedes terdiri dari kepala, torak dan abdomen.

Di ujung abdomen terdapat sifon. Panjang sifon ¼ pajang

abdomen. Dalam posisi istirahat jentik terlihat menggantung

dari permukaan air dengan sifon di bagian atas (Gambar 5).

Pertumbuhan jentik menjadi kepompong selama 6 – 8 hari,

terdiri dari 4 instar, yaitu instar 1, 2, 3, dan 4.


Gambar 6. Jentik AedesSumber: (Ishartadiati, 2009)

3. Kepompong

Kepompong adalah periode tidak makan, bentuknya seperti

huruf koma, bergerak lincah (Gambar 6). Periode kepompong

membutuhkan waktu 1 – 2 hari.

Gambar 7. Kepompong Aedes Sumber: Kementerian Kesehatan RI (2013)


4. Nyamuk

Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam kecoklatan bercorak

putih pada bagian kepala, torak, abdomen dan kaki.

Gambar 7. Nyamuk Aedes

Sumber: (Ishartadiati, 2009)

2.2 Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Untuk mengantisipasi penyakit DBD diperlukan taktik dan strategi yang

komprehensif melalui penelusuran informasi tentang bioekologi Ae. aegypti

dan Ae. albopictus yang menyangkut karakter morfologi, biologi, dan

kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan (Suparta, 2008).

Berdasarkan Lampiran Keputusan Mentri Kesehatan RI nomor

581/MENKES/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit DBD,

pemberantasan penyakit DBD adalah semua upaya untuk mencegah dan

menangani kejadian DBD. Adanya keputusan tersebut bertujuan untuk

memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas


kesehatan, dan sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan

membatasi penyebaran penyakit, sehingga program Pemberantasan Penyakit

DBD (P2DBD) dapat tercapai (Kemenkes RI, 1992).

Program Pemberantasan Penyakit DBD (P2DBD) mempunyai tujuan utama

diantaranya adalah untuk menurunkan angka kesakitan, menurunkan angka

kematian, dan mencegah terjadinya KLB penyakit DBD. Program P2DBD

termasuk bagian dari program pusat kesehatan masyarakat (Kemenkes RI,

2014). Program P2DBD meliputi :

A. Penemuan penderita tersangka DBD : kasus dilihat dari jumlah suspek

DBD yang datang ke puskesmas.

B. Rujukan penderita DBD : jika terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti

demam mendadak 2-7 hari, tampak lemah dan lesu, tampak bintik-bintik

merah pada kulit, kadang-kadang terdapat perdarahan pada hidung,

mungkin terjadi muntah darah atau buang air besar (BAB) berdarah dan

tes tourniquet positif.

C. Penyuluhan kesehatan : pada penyuluhan masyarakat meliputi,

1) Penyuluhan perorangan

2) Penyuluhan kelompok

D. Surveilans kasus DBD : menghitung Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu

persentase jumlah rumah yang ditemukan jentik dibandingkan dengan

jumlah rumah yang diperiksa.

E. Surveilans vektor : Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yaitu persentase

jumlah bangunan yang ditemukan jentik dibandingkan dengan jumlah


bangunan yang diperiksa. PJB dilakukan setiap 3 bulan sekali dalam

setahun dirumah dan tempat-tempat umum yang dipilih secara acak.

F. Pemberantasan vektor

1) Abatisasi : pemberian bubuk abate pada penampungan air yang tidak

bisa dikuras

2) Kgiatan 3M : kegiatan berupa menguras, menutup, dan mengubur

tempat pertumbuhan jentik

3) Fogging fokus

G. Pencatatan dan Pelaporan

Untuk menilai kemajuan dan keberhasilan program P2DBD digunakan

beberapa indikator. Sasaran program P2DBD merupakan sasaran secara

nasional yang telah ditetapkan. Maka, indikator yang ditetapkan

diantaranya yaitu :

1) Angka Bebas Jentik (ABJ) >95%

2) Angka kematian atau CFR <1%

3) Penderita DBD ditangani 100%

4) Angka kesakitan atau IR <49 per 100.000 penduduk

(Kemenkes RI, 2010, 2015).

Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus menerus, untuk dapat

segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah

direncanakan, supaya dapat dilakukan


tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu

interval lebih lama, biasanya 3 bulan s/d 1 tahun dengan evaluasi

dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan

sebelumnya tercapai. Kemajuan dan keberhasilan pemberantasan

penyakit DBD dapat dinilai dengan menggunakan indikator yang

telah ditetapkan secara nasional yaitu Angka Bebas Jentik (ABJ).

Angka Bebas Jentik (ABJ) merupakan output yang diharapkan

dari kegiatan 1 rumah 1 jumantik. ABJ dapat diperoleh dari

perhitungan rumus sebagai berikut :

ABJ = Jumlah Rumah Bebas Jentik X 100% Jumlah


Rumah yang diperiksa

Angka bebas jentik diperoleh dari perhitungan jumlah rumah yang bebas

jentik dibandingkan dengan jumlah rumah yang diperiksa di kali 100%.

Jumlah rumah yang diperiksa menggunakan 100 sampel setiap kelurahan


2. 3 Kader Jumantik

Juru pemantau jentik atau Jumantik adalah orang yang melakukan


pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya
Aedes aegypti dan Aedes albopictus

2. 3. 1 Tata kerja/koordinasi Jumantik di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Tata kerja Jumantik mengacu pada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk


teknis pemberantasan sarang nyamuk penular DBD dan ketentuan-
ketentuan lainnya yang berlaku di wilayah setempat.
2. Koordinator dan Supervisor Jumantik dapat berperan dalam kegiatan
pencegahan dan pengendalian penyakit lainnya sesuai dengan kebutuhan
dan prioritas masalah/penyakit yang ada di wilayah kerjanya

2. 3. 2 Pemilihan Koordinator Jumantik

Koordinator Jumantik direkrut dari masyarakat berdasarkan usulan atau


musyawarah RT setempat, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Berasal dari warga RT setempat

2. Mampu dan mau melaksanakan tugas dan bertanggung jawab

3.Mampu dan mau menjadi motivator bagi masyarakat di lingkungan


tempat tinggalnya.

4. Mampu dan mau bekerjasama dengan petugas puskesmas dan tokoh


masyarakat di lingkungannya.

Penunjukan supervisor disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-


masing, dengan kriteria:
1. Anggota Pokja Desa/Kelurahan atau orang yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh Ketua RW/ Kepala Desa/Lurah.
2. Mampu melaksanakan tugas dan bertanggungjawab
3. Mampu menjadi motivator bagi masyarakat dan Koordinator Jumantik
yang menjadi binaannya.
4. Mampu bekerjasama dengan petugas puskesmas, Koordinator Jumantik
dan tokoh masyarakat setempat.

II. 3. 3 Tugas dan Tanggung Jawab Jumantik


Tugas dan tanggung jawab pelaksanaan PSN 3M Plus disesuaikan dengan
fungsi masing-masing. Secara rinci tugas dan tanggung jawab Jumantik
adalah sebagai berikut:

1. Jumantik Rumah

1. Mensosialisasikan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota


keluarga/penghuni rumah.
2. Memeriksa/memantau tempat perindukan nyamuk di dalam dan di
luar rumah seminggu sekali.
3. Menggerakkan anggota keluarga/penghuni rumah untuk melakukan
PSN 3M Plus seminggu sekali.
4. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3 M Plus dicatat pada
kartu jentik.

2. Jumantik Lingkungan

a. Mensosialisasikan PSN 3M Plus di lingkungan TTI dan TTU.

b. Memeriksa tempat perindukan nyamuk dan melaksanakan PSN 3M


Plus di lingkungan TTI dan TTU seminggu sekali.
c. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3 M Plus dicatat pada
kartu jentik.

3. Koordinator Jumantik

1. Melakukan sosialisasi PSN 3M Plus secara kelompok kepada


masyarakat. Satu Koordinator Jumantik bertanggungjawab membina
20 hingga 25 orang Jumantik rumah/lingkungan.
2. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan PSN 3M Plus di
lingkungan tempat tinggalnya.
3. Membuat rencana/jadwal kunjungan ke seluruh bangunan baik
rumah maupun TTU/TTI di wilayah kerjanya.
4. Melakukan kunjungan dan pembinaan ke rumah/ tempat tinggal,
TTU dan TTI setiap 2 minggu.
5. Melakukan pemantauan jentik di rumah dan bangunan yang tidak
berpenghuni seminggu sekali.
6. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemantauan jentik rumah, TTU
dan TTI sebulan sekali.
7. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada Supervisor Jumantik
sebulan sekali.

4. Supervisor Jumantik

1. Memeriksa dan mengarahkan rencana kerja Koordinator Jumantik.


2. Memberikan bimbingan teknis kepada Koordinator Jumantik.
3. Melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan kegiatan
pemantauan jentik dan PSN 3M Plus kepada Koordinator Jumantik.
4. Melakukan pengolahan data pemantauan jentik menjadi data Angka
Bebas Jentik (ABJ).
5. Melaporkan ABJ ke puskesmas setiap bulan sekali.
5. Puskesmas

1. Berkoordinasi dengan kecamatan dan atau kelurahan/desa untuk


pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus.
2. Memberikan pelatihan teknis kepada Koordinator dan Supervisor
Jumantik.
3. Membina dan mengawasi kinerja Koordinator dan Supervisor Jumantik
4. Menganalisis laporan ABJ dari Supervisor Jumantik.
5. Melaporkan rekapitulasi hasil pemantauan jentik oleh Jumantik di
wilayah kerjanya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan
sekali.
6. Melakukan pemantauan jentik berkala (PJB) minimal 3 bulan sekali.
7. Melaporkan hasil PJB setiap tiga bulan (Maret, Juni, September,
Desember) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
8. Membuat SK Koordinator Jumantik atas usulan RW/Desa/Kelurahan
dan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota.
9. Mengusulkan nama Supervisor Jumantik ke Dinas Kesehatan
Kab/Kota.

2. 4 Pemantauan Jentik
2.4.1 Persiapan
1. Pengurus RT melakukan pemetaan dan pengumpulan data penduduk, data
rumah/ bangunan pemukiman dan tempat-tempat umum lainnya seperti
sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga, perkantoran, masjid/
mushola, gereja, pasar, terminal dan lain-lain.
2. Pengurus RT mengadakan pertemuan tingkat RT dihadiri oleh warga
setempat, tokoh masyarakat (Toma), tokoh agama (Toga), dan kelompok
potensial lainnya. Pada pertemuan tersebut disampaikan tentang perlunya
setiap rumah melakukan pemantauan jentik dan PSN 3M Plus secara rutin
seminggu sekali dan mensosialisasikan tentang pentingnya Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik dengan membentuk Jumantik rumah/lingkungan.
3. Pengurus RT membentuk koordinator jumantik dan jumantik lingkungan
berdasarkan musyawarah warga.
4. Para koordinator jumantik menyusun rencana kunjungan rumah.

2.4.2 Kunjungan Rumah

Koordinator Jumantik melakukan kunjungan ke rumah/bangunan


berdasarkan data yang tersedia dan mempersiapkan bahan/alat yang
diperlukan untuk pemantauan jentik. Hal-hal yang perlu dilakukan saat
kunjungan rumah adalah sebagai berikut:

1)  Memulai pembicaraan dengan menanyakan sesuatu yang sifatnya


menunjukkan perhatian kepada keluarga itu. Misalnya menanyakan
keadaan anak atau anggota keluarga lainnya

2)  Menceritakan keadaan atau peristiwa yang ada kaitannya dengan


penyakit demam berdarah, misalnya adanya anak tetangga yang sakit
demam berdarah atau adanya kegiatan di desa/ kelurahan/RW tentang
usaha pemberantasan demam berdarah atau berita di surat kabar/
majalah/televisi/radio tentang penyakit demam berdarah dan lain-lain.

3)  Membicarakan tentang penyakit DBD, cara penularan dan


pencegahannya, serta memberikan penjelasan tentang hal-hal yang
ditanyakan tuan rumah.

4)  Gunakan gambar-gambar (leaflet) atau alat peraga untuk lebih


memperjelas penyampaian.

5) Mengajak pemilik rumah bersama-sama memeriksa tempat-tempat yang


berpotensi menjadi sarang jentik nyamuk. Misalnya bak penampungan air,
tatakan pot bunga, vas bunga, tempat penampungan air dispenser,
penampungan air buangan di belakang lemari es, wadah air minum burung
serta barang-barang bekas seperti ban, botol air dan lain-lainnya.

a)  Pemeriksaan dimulai di dalam rumah dan dilanjutkan di luar rumah.


b)  Jika ditemukan jentik nyamuk maka kepada tuan rumah/pengelola
bangunan diberi penjelasan tentang tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk dan melaksanakan PSN 3M Plus. (Juknis Jumantik Kemenkes,
2016)

2.5 Tatacara Pemantauan Jentik

Tatacara dalam melakukan kegiatan pemantauan jentik di rumah, TTU dan TTI
adalah sebagai berikut:

1. Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat


penampungan air lainnya.
2. Jika tidak terlihat adanya jentik tunggu sampai kira-kira satu menit, jika
ada jentik pasti akan muncul ke permukaan air untuk bernafas.
3. Gunakan senter apabila wadah air tersebut terlalu dalam dan gelap.
4. Periksa juga tempat-tempat berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk misalnya vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng bekas,
botol plastik, ban bekas, tatakan pot bunga, tatakan dispenser dan lain-lain.
5. Tempat lain di sekitar rumah yaitu talang/saluran air yang terbuka/tidak
lancar, lubang-lubang pada potongan bambu atau pohon lainnya.

2.6 Surveilans Vektor


Surveilans Vektor DBD adalah proses pengumpulan, pengamatan,
pengolahan, interpretaso dan analisis data vektor serta pemberian informasi
pada pihak lain (lintas program) secara sistematis dan berkesinambungan,
dengan tujuan:
a. Untuk mengetahui kepadatan vektor DBD
b. Untuk mengetahui tempat perkembangbiakan potensial vektor
DBD
c. Untuk mengetahui jenis larva/jentik vektor DBD
d. Untuk mengukur indeks larva/jentik (ABJ, CI, HI, dan BI)
e. Untuk mencari cara pengendalian vektor
f. Untuk mengetahui tingkat kerentanan vektor DBD terhadap insektisida.
Lokasi yang ditentukan sebagai lokasi survei adalah lokasi yang diperkirakan
sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk yang dekat dengan manusia seperti
rumah warga, tempat umum, lokasi endemis, wilayah dengan KLB DBD dan
sasaran wilayah pengendalian vektor

Metode yang dapat digunakan untuk melakukan survey vektor DBD antara lain
dengan cara survei telur, survey jentik, dan survei nyamuk serta survei/uji
kerentanan nyamuk. Survey yang paling sering dan efektif dilakukan adalah
survey jentik/larva. Survey jentik atau larva dilakukan dengan cara melakukan
pengamatan terhadap semua media perairan yang potensial sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes, baik di dalam maupun di luar rumah. Setiap
media perairan potensial dilakukan pengamatan jentik selama 3-5 menit
menggunakan senter. Hasil survei jentik Aedes dicatat dan dilakukan analisis
perhitungan angka bebas jentik (ABJ), container index (CI), house index (HI), dan
breteau index (BI).

RTJ
ABJ = X
100%
RD

RJ
HI =
X 100%
RD

CJ
CI =
X 100%
CD

BI = Jumlah container ditemukan jentik dalam 100 rumah/bangunan


rumah/bangunan

Keterangan:
ABJ = Angka bebas jentik
HI = House index
CI = Container index
BI = Bretau index
RJ = Jumlah rumah/bangunan ditemukan jentik
RTJ = Jumlah rumah/bangunan tidak ditemukan jentik
RD = Jumlah rumah yang diperiksa
CJ = Jumlah container ditemukan jentik
CD = Jumlah container diperiksa

2.7 Kerangka Konsep

Pemahaman Kader Kelengkapan


Jumantik pemeriksaan ABJ

Angka kejadian DBD


menurun

Gambar 8. Kerangka Teori

Keterangan:

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

Gambar 4. Kerangka Konsep


BAB III
IDENTIFIKASI PENYEBAB MASALAH DAN PRIORITAS PENYEBAB
MASALAH

3.1 Analisis Situasi Puskesmas


3.1.1 Situasi Puskesmas

PROFIL PUSKESMAS

Gambar 3.1 Peta Puskesmas Kelurahan Kalibaru


Gamar 3.1 Lokasi Geografis Puskesmas

Alamat : Jalan Kalibaru Timur I RT 002/003, Kelurahan Kalibaru, Kecamatan


Cilincing, Jakarta Utara Kode Pos 14110 Telpon : 021-44830535
GEOGRAFI
Luas : 246,70Ha
Jumlah RW : 14
Jumlah RT : 172

BATAS WILAYAH
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Jl. Cilincing Raya (Kel. Lagoa, Kel. Semper Barat,Kel.
Semper Timur dan Kelurahan Cilincing) dan Kali Bangleo Kelurahan Cilincing
Sebelah Timur : Jl.Baru, Jl.Rekreasi, Kel.Cilincing
Sebelah Barat : Jembatan Kali kresek, Kel.koja , Kec. Koja

ORBITASI
● 3 km ke kantor Camat Cilincing
● 5 km ke kantor Walikota Jakarta Utara
● 15 km ke Balai Kota DKI Jakarta

DEMOGRAFI PENDUDUK
Jumlah Penduduk : 83.655 jiwa
Kepala Keluarga (KK) WNI : 36.808 KK
Laki-Laki : 42.823
Wanita : 40.832
Kepadatan penduduk : 12.000 jiwa/km2
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kelurahan Kali Baru, Kota
Jakarta Utara selama 2 bulan yaitu tanggal 11 Agustus 2022 – 11 september 2022

Kegiatan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4


Diskusi Mengenai Permasalahan
Kader Jumantik
Edukasi Kader Jumantik

Penerapan
Evaluasi hasil pelaporan
Gambar 3.2. Gantt Chart

3.4 Sampel Penelitian


Sampel pada penelitian ini adalah kader jumantik puskesmas kelurahan
kalibaru

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan adalah data primer yang didapatkan
melalui kegiatan PSN di RW 1-15 , dan data sekunder yang didapatkan dari
Puskesmas Kecamatan Kali Baru.

3.6 Metode Pengumpulan Data


a. Data Primer
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi Angka
Bebas Jentik yang diperoleh dari Pemantauan Jentik Berkala selama 3
minggu serta jumlah warga Kali Baru yang terkena DBD
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Kelurahan Kali Baru yaitu
data mengenai demografi penduduk, gambaran umum mengenai
Kelurahan Kali Baru, data kasus dengue di wilayah kerja Puskesmas
Kelurahan Kali Baru, dan hasil PJB yang dilakukan oleh Puskesmas
Kecamatan Cilincing.

3.7 Identifikasi Masalah dan Alternatif Pemecahan Masalah


III.7. 1 Dasar Penentuan Masalah yang Dipilih

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Kalibaru pada


tahun 2022 sebesar 83. 442 jiwa yang terdiri dari 42.779 laki-laki dan
40.650 perempuan. Pada tahun 2015, tercatat sebanyak 126.675 penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia dan 1.229 orang diantaranya meninggal
dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita
meninggal dunia pada tahun 2014.

Berdasarkan data dari Puskesmas Kelurahan Kalibaru, kasus DBD pada


tahun 2022 periode Januari-Agustus sudah mencapai 94 warga,
sedangkan angka ABJ sudah mencapai >95%, maka akan dilakukan
evaluasi apakah hasil pelaporan pemeriksaan ABJ sudah sesuai dengan
kegiatan ABJ yang dilakukan di lapangan, dapat dilihat pula pada berkas
pelaporan banyak kartu kontrol yang belum terisi dengan tepat
Tabel 3.1 Identifikasi Masalah
No Masalah Alternatif Pemecahan
Masalah
1. Menyusun jadwal
kader jumantik memiliki penyuluhan dan evaluasi
pengetahuan dan persepsi yang pengetahuan mengenai
kurang dan tidak merata mengenai dengue dan
pencegahannya pada
DBD dan ABJ
koordinator dan kader
2. borang checklist pemantauan Pelatihan pengisian form
kunjungan kader jumantik masih pada kader jumantik
tidak terisi dengan baik

3. koordinator dan supervisor jumantik


(pemegang program di Puskesmas Kader
Kali Baru) tidak mendapatkan jumantik/RT/warga saling
pelaporan rutin mingguan dari kader mengingatkan untuk
melaporkan hasil PSN
jumantik
mandiri tiap akhir minggu
melalui wa group
4. Banyaknya lokasi yang harus diperiksa Pembuatan kartu kendali
membuat kegiatan masing-masing kegiatan kader jumantik
kader kurang mendapat pengawasan dalam pengisian form
pelaporan ABJ

3.8 Hasil Survei Basic Six Puskesmas


Berdasarkan data penemuan kasus DBD di Puskesmas Kelurahan Kalibaru,
sesuai dengan hasil survey basic six Puskesmas, maka topik yang dipilih
adalah kasus DBD. Topik tersebut termasuk dalam upaya wajib pokok
Puskemas Kelurahan Kalibaru, yaitu:

1. Upaya promosi kesehatan


2. Upaya kesehatan lingkungan
3. Upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana
4. Upaya perbaikan gizi masyarakat
5. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
6. Upaya pengobatan

3.9 Scope Tempat

Tabel 3.2 Data Jumlah Kasus Baru DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Kalibaru

Data di atas merupakan data persebaran 115 kasus DBD di Puskesmas Kalibaru,
sedangkan 9 data lainnya tidak diketahui asal RW

Gambar 3.3. Grafik angka DBD Bulan Januari-Septemer 2022 di Wilayah Kerja PKL Kalibaru
Tabel 3.3 Grafik ABJ Per Bulan Wilayah Kerja Puskesmas Kalibaru

3.10 Identifikasi Masalah Menggunakan Paradigma Blum


Masalah diidentifikasi menggunakan paradigma BLUM dengan melakukan
wawancara dan diskusi dengan kepala puskemas, dokter umum, pemegang
program DBD dan kader jumantik di wilayah kerja Puskemas Kelurahan
Kalibaru. Identifikasi masalah menurut paradigma BLUM adalah sebagai berikut:
1. Genetik : Tidak terdapat faktor genetik
2. Medical Care Services:
- Sulit nya mengetaui lokasi pasien tertular DBD
- Hanya ada satu petugas penanggung jawab pemantauan DBD
- Terlalu banyak cakupan rumah yang harus diperiksa oleh petugas
- Tidak semua pelaksanaan pemantauan jentik nyamuk ke rumah-rumah
dapat dipantau secara langsung oleh petugas puskesmas
3. Lifestyle
a. Pengetahuan
- masyarakat belum mengetahui definisi, penyebab, gejala, awal penyakit
DBD
- masyarakat belum memahami cara penularan DBD.
- Masyarakat belum memahami cara membedakan DBD dengan demam
biasa
- Masyarakat belum memahami tentang pemeriksaan awal DBD
- Kader Jumantik tidak memiliki persepsi dan tingkat pengetahuan yang
sama mengenai DBD dan ABJ
- Tidak adanya seleksi atau pemaparan rutin mengenai DBD serta ABJ
untuk standarisasi penetahuan dan pemahaman kader
b. Sikap (Afektif)
- Masyarakat beranggapan tidak akan tertular penyakit jika tinggal dalam
satu rumah.

c. Perilaku
- Masyarakat kadang tidak bersedia melakukan pemeriksaan DBD di awal
gejala

4. Lingkungan
a. Fisik : Mayoritas rumah pasien padat penduduk, ventilasi buruk, tidak
mendapatkan cahaya matahari sehingga lingkungan tergolong lembab
b. Biologis : nyamuk Ae. aegypti
c. Sosial-ekonomi-budaya : Mayoritas pasien dan keluarga pasien berstatus
ekonomi menengah ke bawah.
Faktor Genetik
Tidak terdapat faktor genetik
Lingkungan
Fisik : Mayoritas rumah pasien padat penduduk, Medical Service
ventilasi buruk, tidak mendapatkan cahaya matahari Sulit nya mengetaui lokasi pasien tertular DBD
sehingga lingkungan tergolong lembab Hanya ada satu petugas penanggung jawab
Biologis : nyamuk Ae. aegypti Tingginya angka DBD pemantauan DBD
Sosial-ekonomi-budaya : Mayoritas pasien dan Puskesmas Kali Baru Terlalu banyak cakupan rumah yang harus
keluarga pasien berstatus ekonomi menengah ke diperiksa oleh petugas
bawah.

Pengetahuan
masyarakat belum mengetahui definisi, penyebab, gejala, awal penyakit DBD
masyarakat belum memahami cara penularan DBD.
Masyarakat belum memahami cara membedakan DBD dengan demam biasa
Masyarakat belum memahami tentang pemeriksaan awal DBD
Kader Jumantik tidak memiliki persepsi dan tingkat pengetahuan yang sama mengenai DBD dan ABJ
Tidak adanya seleksi atau pemaparan rutin mengenai DBD serta ABJ untuk standarisasi penetahuan dan pemahaman kader
Sikap (Afektif)
- Masyarakat beranggapan tidak akan tertular penyakit jika tinggal dalam satu rumah.
- Tidak semua pelaksanaan pemantauan jentik nyamuk ke rumah-rumah dapat dipantau secara langsung oleh petugas puskesmas

Perilaku
Masyarakat kadang tidak bersedia melakukan pemeriksaan DBD di awal gejala
3.11 Penentuan Prioritas Masalah
Setelah dilakukan identifikasi masalah dengan Paradigma BLUM, dilakukan
penentuan prioritas masalah dengan cara non-scoring (Delphi). Diskusi
dilaksanakan dengan wawancara berbagai pihak di Puskesmas Kelurahan
Kalibaru:
1. Kepala Puskesmas Kelurahan Kalibaru
2. Dokter umum dan dokter pembimbing di Puskesmas Kelurahan Kalibaru
3. Koordinator DBD di Puskesmas Kelurahan Kalibaru

Berdasarkan hasil diskusi, faktor dari paradigma Blum yang disepakati menjadi
prioritas masalah adalah faktor lifestyle. Faktor lifestyle dipilih karena kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai DBD baik dari segi definisi, faktor risiko,
tanda gejala, pengobatan dan pencegahan, serta komplikasinya. Intervensi
dilakukan pada aspek pengetahuan kader jumantik mengenai DBD dan ABJ. Hasil
intervensi terhadap aspek ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kader
jumantik mengenai DBD dan ABJ sehingga dapat merubah sikap dan perilaku
masyarakat sebagai jumantik perorangan dan pada akhirnya dapat menurunkan
angka kejadian DBD di Puskesmas Kelurahan Kalibaru
Gambar 5. Diagram Fish Bone
3.12 Identifikasi Akar Penyebab Masalah

Setelah prioritas masalah ditetapkan, didapatkan permasalahan yang akan


diidentifikasi adalah faktor lifestyle pada masyarakat di Puskesmas Kelurahan
Kalibaru. Identifikasi akar penyebab masalah dan alternatif pemecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan diagram fishbone. Beberapa permasalahan tersebut
adalah:

3.13 Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan diagram fishbone, maka dapat direncanakan beberapa alternatif
pemecahan masalah anemia pada kehamilan di Puskesmas Kelurahan Kalibaru,
yaitu:

1. Menyusun jadwal penyuluhan dan evaluasi pengetahuan mengenai dengue


dan pencegahannya pada koordinator dan kader jumantik
2. Pelatihan pengisian form pada kader jumantik
3. Kader jumantik/RT/warga saling mengingatkan untuk melaporkan hasil PSN
mandiri tiap minggu melalui wa group
4. Pembuatan kartu kendali kegiatan kader jumantik dalam pengisian form
pelaporan ABJ
BAB IV
PERENCANAAN INTERVENSI

4.1 Penyusunan Intervensi


Setelah dilakukan identifikasi masalah dan mencari akar penyebab masalah dari lifestyle yang
kemungkinan berpengaruh terhadap kelengkapan pelaporan ABJ di Puskesmas Kelurahan Kalibaru,
maka dilakukan intervensi sebagai alternatif jalan keluar.

Intervensi :
1. Penyuluhan dan evaluasi pengetahuan mengenai dengue dan
pencegahannya pada koordinator dan kader jumantik serta pelatihan
pengisian form pada kader jumantik
2. Kader jumantik/RT/warga saling mengingatkan untuk melaporkan hasil
PSN mandiri tiap minggu melalui wa group
3. Pembuatan kartu kendali kegiatan kader jumantik dalam pengisian form
pelaporan ABJ
b. Kegiatan :
- Pre test koordinator dan kader mengenai DBD, ABJ dan PSN
- Penyuluhan tentang penyakit DBD, ABJ dan PSN
- Post test koordinator dan kader mengenai DBD, ABJ dan PSN
- Sesi tanya jawab
c. Waktu pelaksanaan: Jumat, 19 Agustus 2022 pukul 12.30 – 14.30
d. Sasaran : Koordinator dan kader jumantik di walayah kerja Puskesmas
Kali Baru berjumlah 28 orang
e. Tempat : Puskesmas Kelurahan Kalibaru
f. Tujuan : Evaluasi dan Refreshing pengetahuan kader mengenai DBD, ABJ dan PSN
4.2 Log Frame Goals
Tabel 4. 1. Log Frame Goals Penyuluhan DBD, ABJ dan PSN pada Kader Jumantik di Puskesmas Kelurahan Kalibaru

Output
Kegiatan/
Masukan Pendek Menengah Panjang
Intervensi
(2 minggu) (6 bulan) (5 tahun)
Man ●Penyuluhan tentang penyakit Meningkatnya Meningkatkan kualitas Meningkatnya
●1 dokter internship DBD, ABJ dan PSN pemahaman kader dan kelengkapan persentase ABJ,
●1 supervisor ●Melakukan pretest jumantik pelopran ABJ bulanan menurunkan angka
(pemegang program) ●melakukan postest kesakitan DBD
ABJ di puskesmas
Money
Rp 400.000
Material
Pulpen, Kartu Cerdik
(catatan kader
jumantik), kertas
pretest dan postest,
Konsumsi, voucher
penghargaan, dan ppt
materi penyuluhan
Methods
Penyuluhan
Tabel 4. 2. Log Frame Goals Pembuatan Grup Kader Jumantik Tiap RW

Output
Kegiatan/
Masukan Pendek Menengah Panjang
Intervensi
(2 minggu) (6 bulan) (5 tahun)
Man Memberikan materi mingguan Meningkatkan Meningkatkan ketelitian Meningkatnya
●1 dokter internship mengenai ABJ dan DBD agar kedisiplinan kader kerja dalam pemeriksaan persentase ABJ,
Money grup aktif jumantik ABJ menurunkan angka
- Mempersilahkan sesi diskusi kesakitan DBD
Material dan tanya jawab dalam grup Dapat saling
Grup whats app wa mengingatkan dalam
Methods Memantau. Kegiatan para pemeriksaan jumantik
Sharing gruop kader jumantik
Tabel 4. 3. Log Frame Goals Pembuatan Kartu Kendali ”Cerdik”

Output
Kegiatan/
Masukan Pendek Menengah Panjang
Intervensi
(2 minggu) (6 bulan) (5 tahun)
Man Memberikan kartu kendali Meningkatkan Membiasakan kader Pesentase ABJ menjadi
●1 dokter internship untuk memudahkan kelengkapam pelaporan jumantik untuk lebih akurat,
Money koordinator dan supervisor kader jumantik melakukan PSN secara menurunkan angka
Rp. 60.000 memantau kegiatan kader lebih cermat dan teliti kesakitan DBD
Material jumantik
Kertas Memudahkan pencatatan
Methods koordinator jumantik
Pencatatan dalam pelaporan

Memudahkan pembacaan
hasil tiap kader jumantik
BAB V
PERENCANAAN INTERVENSI DAN MONITORING EVALUAS

5.1 Hasil Penelitian

Penulis melakukan beberapa kegiatan dalam intervensi masalah, dengan hasil


sebagai berikut
5.1.1 Pelaksanaan Refreshing Kader
Refreshing kader dilakukan di Puskesmas Kalibaru kegiatan ini mengundang
koordinator dari setiap RW dan 1 anggota kader jumantik sebagai perwakilan
RW. Saat pelaksanaan refreshing kader, dipaparkan materi mengenai DBD, PSN
dan 3M Plus. Sebelum dilakukan pemaparan materi, telah dilakukan pretest untuk
menilai pengetahuan kader seblum dilakukan pemaparan materi yang kemudian
dibandingkan dengan postest yang hasilnya dapat dilihat pada diagram dibawah

Gambar 5. 1. Tabel Nilai Pre-test dan Post-test


Rerata Nilai Pre-test dan Post-test
70
60
50
40
30
20
10
0
Pre-test Post-test

Nilai rerata Pre-test Nilai rerata Post-test


Gambar 5. 2. Diagram Rerata Nilai Pre-test dan Post-test

Flow Chart Kegiatan Refreshing Kader

Jumat, 19 Agustus 2022 pukul 12.30 WIB 28 koordinator dan kader


jumantik berkumpul di Puskesmas Kelurahan Kalibaru

pelaksanaan pretest untuk koordinator dan kader jumantik

Penyuluhan mengenai DBD, ABJ dan PSN

pelaksanaan postest untuk koordinator dan kader jumantik

menjelaskan mengenai pengisian kartu kendali kader jumantik

Sesi tanya jawab


5.1.2 Pembentukan Whats App Group
Pembentukan WA grup dilakukan untuk memudahkan monitoring supervisor
dalam mengawasi kegiatan kader jumantik, grup yang dibentuk berdasarkan
masing-masing RW, pada grup tersebut juga sering diberikan reminder untuk para
kader tentang waktu pelaksanaan PSN sehingga diharapkan kader dapat datang
pada kegiatan PSN secara disiplin.

Setelah dilakukan pembentukan grup juga kader diminta untuk mengirimkan foto
kegiatan PSN di rumah warga sehingga supervisor juga mampu menilai
kelengkapan dan cara kerja kader jumantik

Flow Chart Kegiatan Pembentukan Grup WA

Kamis, 25 Agustus 2022 dilakukan pementukan grup WA kader


jumantik tiap RW

Perkenalan dan pemaparan maksud dari dibentuknya grup

dimulainya pelaporan kegiatan PSN tiap minggu melalui foto yang


dibagikan di grup

pemantauan kegiatan PSN melalui grup WA


5.1.3 Pemberian Kartu Kendali pada Koordinator jumantik
Setelah dilakukan sosialisasi pengisian kartu kendali jumantik untuk menilai
kedisiplinan dan kelengkapan kader jumantik, didapatkan hasil 12 RW
menumpulkan kartu kendali dimana pada kartu yang dikumpulkan
menggambarkan 984% kader jumantik sudah tepat dan disiplin dalam pengisian
checklis borang yang diberikan dan 1 RW tidak mengumpulkan kartu kendali
sama sekali yaitu RW 14.

Flow Chart Kegiatan Pengisian kartu kendali cerdik

karu kendali cerdik mulai dibagikan pada awal bulan SEpetember


utnuk memantau kegiatan PSN di bulan September

Kartu diambil di puskesmas Kalibaru tanggal 1 September 2022

dilakukan penjelasan ulang pada kader yang masih belum mengerti


dan paham cara pengisian kartu cerdik

kader juga dapat menanyakan hal-hal yang belum diketahui melalui


WA grup yang sudah dibuat

pengumpulan kartu dilakukan pada awal bulan Oktober

Pengambilan kartu cerdik baru bulan Oktober


Gambar 5.3. Tabel Hasil Pengumpulan Kartu Kendali Cerdik

Dari 167 nama kader juamntik yang terdata, dilaporkan ada 14 kader yang
pengisian checklist mingguan nya belum lengkap, artinya 91 % kader jumantik
sudah lengkap mengisi check list
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Tingginya angka kejadian DBD di Puskesmas Kelurahan Kalibaru dimana
menduduki peringkat ke-3 di seluruh wilayah kerja Cilincing dengan total 115
kasus tahun 2022

Intervensi yang dapat dilakukan dalam jangka pendek dan memiliki daya ungkit
besar dalam menunjang tujuan jangka menengah dan jangka panjang terbagi
dalam 3 intervensi :
 Penyuluhan dan evaluasi pengetahuan mengenai dengue dan
pencegahannya pada koordinator dan kader jumantik serta pelatihan
pengisian form pada kader jumantik
 Kader jumantik saling mengingatkan untuk melaporkan hasil PSN mandiri
tiap minggu melalui wa group
 Pembuatan kartu kendali kegiatan kader jumantik dalam pengisian form
pelaporan ABJyang juga menilai kedisiplinan kehadiran jumantik

Hasil dari intervensi yang telah dilakukan adalah:


 Intervensi 1 : peningkatan nilai rerata Posttest dibandingkan Pretest
dimana nilai rerata Pretest yaitu 32 sedangkan nilai rerata Posttest
menjadi 65
 Intervensi 2 :pada grup wa sering diberikan reminder untuk para kader
tentang waktu pelaksanaan PSN,memberikan materi mengenai juamantik
dan pemegang program dapat memantau kegiatan jumantik
 Intervensi 3 :Setelah dilakukan sosialisasi pengisian kartu kendali
jumantik untuk menilai kedisiplinan dan kelengkapan kader jumantik,
didapatkan hasil 12 RW menumpulkan kartu kendali dimana pada kartu
yang dikumpulkan menggambarkan 98% kader jumantik sudah tepat dan
disiplin dalam pengisian checklis borang yang diberikan dan 1 RW tidak
mengumpulkan kartu kendali sama sekali yaitu RW 14.

6.2 Saran
Saran evaluasi program pemberantasan penyakit demam berdarah dengue di
Puskesmas Kali Baru adalah sebagai berikut:
1. Melakukan kontrol rutin oleh nakes terhadap kinerja para kader dalam
melaksanakan program pemberantasan penyakit DBD.
2. Melakukan pelatihan secara rutin terhadap kader untuk meningkatkan
kemampuan para kader sehingga bekerja secara optimal dan konsisten
wilayah kerja Puskesmas Kalibaru
3. Memberdayakan tokoh masyarakat untuk aktif berperan dalam program
pemberantasan penyakit demam berdarah dengue.
4. Melakukan pendekatan lebih pada koordinator jumantik melalui
supervisor jumantik (pemegang program) agar para kader lebih disiplin
dalam pelaporan kartu cerdik
DAFTAR PUSTAKA

Adifian, Ishak H., dan Ane R.L. 2013. Kemampuan adaptasi nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus dalam berkembang biak berdasarkan jenis air.
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Makassar: UNHAS.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di


Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di


Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2011. Pedoman survey entomologi demam


berdarah dengue. Jakarta: Kemenkes RI.

Hadi, U. K. 2010. Penyakit Tular Vektor: Demam Berdarah Dengue. Bagian


Parasitologi & Entomologi Kesehatan. Bandung: IPB.

Ishartadiati K. 2009. Aedes aegypti sebagai vektor demam berdarah dengue.


Surabaya. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Modul pengendalian demam berdarah dengue.


Jakarta: Kemnkes RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pengendalian Demam Berdarah Dengue Untuk


Pengelola Program DBD Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah


Dengue. Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Petunjuk Teknis Implementasi PSN 3M Plus
Dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementrian Kesehatan RI. 2017. Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta:


Kemenkes RI. Kementrian Kesehatan RI. 2020. Demam Berdarah Dengue
(DBD). Jakarta:

Kemenkes RI. Kirana K. 2016. Analisis faktor lingkungan pada kejadian demam
berdarah dengue di kecamatan Genuk. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Kusuma AP. 2015. Analisis spasial kejadian demam berdarah dengue berdasarkan
kepadatan penduduk dan angka bebas jentik di wilayah kerja puskesmas
Kedungmundu Tahun 2015. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Rahayu, DF. dan Ustiawan, A. 2013. Identifikasi Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Balaba Vol. 9(No. 01): 7–10.

Rozilawati, H., Zairi, J. dan Adanan C.R. 2007. Seasonal abundance of Aedes
albopictus in selected urban and sub urban in Penang, Malaysia. Malaysia
Tropical Biomedicine, 24(1): 83–94.

Sumuna, D.R.S. 2007. Penentuan tingkat kerentanan wilayah terhadap


perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus dengan
penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. In International Seminar on
Mosquito Borne Disease Control Through Ecological Approaches Departement of
Parasitology, Yogyakarta.

Suparta, I.W. 2008. Pengendalian terpadu vektor Virus Demam Berdarah Dengue,
Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae).
Denpasar : Universitas Udayana.

World Health Organization. 2009. Dengue guideline for diagnosis, treatment,


prevention, and control. Geneva: WHO Library Cataloguing.

LAMPIRAN

Refreshing kader jumantik, 19 Agustus 2022

Pemberian materi pengisian kartu "cerdik" 5 September 2022


Kegiatan PSN gabungan pemberian materi mengenai ABJ dan DBD 23 septemer
2022

Pertemuan dengan Petugas Kelurahan penanggung jawab kegiatan PSN

Contoh kartu “cerdik”


Contoh Grup WA

Anda mungkin juga menyukai