Paska Pandemi
ABSTRAK
Masa pandemic merupakan masa kelam bagi bentuk ekonomi manapun, tidak
terkecuali sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sebagai penopang
ekonomi utama negara berkembang, UMKM sangat terdampak dengan kondisi
pandemi. Bagaimana UMKM yang mayoritas bertahan dengan metode day-by-day
menjadi harus bertahan dengan jangka menengah tanpa kepastian yang jelas karena
tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir.
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Menurut Tambunan pada tahun 2009, usaha mikro kecil dan menengah atau yang
biasa disingkat UMKM merupakan usaha ekonomi yang mandiri, berdiri sendii dan
biasanya dijalankan oelh badan maupun perorangan. Kegiatan usaha ini tidak
memiliki induk perusahaan, bukan merupakan bagian dari perusahaan seperti
misalnya anak perusahaan. Keterangan lebih lanjut mengenai UMKM juga diatur
dalam Undang-Undang Nomor tahun 2008 tentang UMKM, Bab IV pasal 6, yang
menyatakan:
1. Usaha mikro adalah unit usaha yang memiliki aset paling banyak Rp.50 juta
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan
tahunan paling besar Rp.300 juta.
2. Usaha kecil dengan nilai aset lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling
banyak Rp.500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300 juta hingga maksimum
Rp.2.500.000, dan.
3. Usaha menengah adalah perusahaan dengan milai kekayaan bersih lebih dari
Rp.500 juta hingga paling banyak Rp.100 milyar hasil penjualan tahunan di
atasRp.2,5 milyar sampai paling tinggi Rp.50 milyar.
UMKM pernah bertahan dari krisis ekonomi pada tahun 1998 jika dibandingkan
dengan sector yang lebih besar, UMKM justru dapat bertahan saat sector-sektor besar
tersebut tumbang akibat krisis ekonomi, paha tahun 1998 tersebut, akibat yang
ditimbulkan saat sektor ekonomi mengalami perubahan seperti bahan baku yang
meningkat harganya, sehingga usaha kecil maupun besar harus tutup karena tidak
mampu memenuhi biaya tersebut, saat itu banyak biaya utang yang harus dibayarkan
saat dolar sedang berfluktuasi sedangkan mata uang rupiah terus menurun terhadap
mata uang dolar (Pratiwia, et al.,2021)
UMKM sendiri banyak sekali diartikan dalam pengertian yang beragam, salah
satunya pengertian UMKM berdasarkan DEKOPIN atau Dewan Koperasi Indonesia
mengartikan UMKM sebagai para pelaku usaha ekonomi yang sering dikategorikan
sebagai perusahaan yang bersekala kecil, menggunakan teknologi yang lebih
konvensional dan dikelola secara sederhana. Artinya UMKM merupakan suatu usaha
perseorangan atau badan usaha yang berskala kecil dan memiliki batasan tertentu
dalam hal jumlah tenaga kerjanya, jumlah penjualan atau omsetnya, serta jumlah
asset atau aktivanya. Teknologi yang digunakannya masih tradisional, dengan
pengelolaan usaha yang sederhana.
Mengingat UMKM meruupakan badan usaha yang sifatnya sarat akan kretativitas
dan karya, maka UMKM dianggap dapat menciptakan lapangan kerja sesuai dengan
kemampuan serta keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat, selain itu UMKM juga
pernah terbukti dapat melalui atau mampu bertahan dalam keadaan krisis ekonomi
pada tahun 1998 (Permana, 2017).
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, 2015.
Pada awal 2020 Indonesia mendapati pertama kali warganya terinfeksi Covid 19
terkonfirmasi, dengan munculnya hal tersebut dapat menimbulkan banyak sekali
dampak pada berbagai sector, tidak terkecuali sector ekonomi di berbagai negara
termasuk Indonesia. Banyak sekali upaya dan cara yang dilakukan agar mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan dari pandemi.
Pandemi Covid-19 mengancam kesehatan manusia di seluruh dunia. Data
menunjukkan terdapat 4.103.539 orang di dunia yang terinfeksi virus corona, di
Indonesia dengan total 13.645 orang dan di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah 330
orang terinfeksi yakni meninggal 6 0rang (1,82%), sembuh 93 orang (28,18%) dan
masih dirawat sebanyak 231 orang (70%). Di Kabupaten Sumbawa update terakhir
sabtu, 9 mei 2020 pukul 20.44 wita total sebanyak 9.477 menjelaskan bahwa
peningkatan jumlah pasien sebesar 465% di kota Mataram dan 368% untuk seluruh
provinsi NTB yang menyebabkan dampak pada aspek ekonomi seperti pembelian
panik, lokasi wisata yang sepi, dan penurunan transaksi penjualan(5)
Pada saat pandemic sector ekonomi memiliki dampak yang cukup serius
dikarenakan banyaknya pembatasan aktivitas ataupun kegiatan masyarakat, hal ini
sangat memberikan dampak pada kegitan bisnis dan perekonomian, segala jenis
ekonomi cukup terdampak pada kondisi pandemic di tahun 2020 tidak terkecuali
kegiatan UMKM (Ali, 2020).
Pada kegiatan UMKM biasanya masalah yang dihadapi paska pandemic adalah
berkurangnya bahan baku, turunnya angka penjualan, kegiatan produksi terhambat,
banyak kesulitan pada jalannya distribusi dikarenakan banyaknya kegiatan
pembatasan. Banyaknya kondisi pembatasan juga menuntut para pekerja UMKM
untuk dapat bekerja secara digital untuk dapat meminimalisir kontak antara penjual
dan pembeli, akhirnya jaringan usaha yang biasanya dilaksanakan secara manual akan
terhambat dan produktivitas bisnis akan menurun dan harus menghadapi penyesuain
Kembali, untuk orang-orang yang minim akan pengetahuan teknologi informasi hal
ini tentu akan menjadi penyulit (Fitriyani, 2020).
METODE
Penelitian ini disusun menggunakan metode kualitatif deskriptif dimana data yang
diambil merupakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan penulis
melalui pengumpulan data menggunakan alat wawancara, wawancara dilaksanakan
secara langsung, pesan suara maupun telpon yang ditanyakan langsung pada pelaku
UMKM yang terdampak pandemic Covid-19. Sedangkan data sekunder didapatkan
dari berbagai litetarur dapat berupa buku, website untuk mendapatkan informasi
secara online, jurnal dan publikasi orang lain mengenai topik serupa serta beberapa
undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan dan ketentuan UMKM. Data
yang diambil merupakan data-data yang berhubungan dengan kondisi ekonomi pada
masa pasca pandemic dan manajemen yang digunakan untuk melaksanakannya.
Penggunaan metode ini bertujuan untuk memberikan deskripsi serta penggambaran
guna menjawab permasalahan yang dihadapi berdasarkan literatur dan sumber yang
sudah ada sebelumnya (Sugiri, 2020).
No Indikator Jumlah/Persen
Sebelum Puncak Sesudah Pandemi
Pandemi Pandemi Menurun
1. Modal internal (Modal sendiri, 4 66% 3 50% 5 83%
laba ditahan, usaha lain yang
dijalankan)
2. Modal Eksternal (Bank, 0 0% 0 0% 0 0%
Lembaga Non Bank, Bantuan
Pemerintah, Bantuan LSM)
3. Modal kerjasama (sebagian dana 2 33% 3 50% 1 17%
dari pihak luar: keluarga/ rekan
bisnis)
Jumlah 6 100% 6 100% 6 100%
Pada table 3 dapat dilihat bahwa pada sebelum pandemi kebanyakan modal yang
digunakan para UMKM laundry adalah modal internal sebanyak 66% dan modal
Kerjasama sebanyak 33%, sedangkan saat pandemic memuncak modal internal yang
digunakan berkurang menjadi 50%, menurut wawancara hal ini dikarenakan banyak
usaha lain yang tutup dan uang simpanan harus terpakai untuk keperluan lainnya
sedangkan untuk modal kerja sama meningkat menjadi 50% dikarenakan butuhnya
upaya saling support untuk bertahan dalam pandemi. Setelah pandemic, kondisi
ekonomi sudah mulai membaik maka modal internal sudah mulai naik lagi sebesar
83% dan modal Kerjasama sudah mulai turun di angka 17%.
Persebaran alokasi dana yang dilakukan oleh 6 orang pelaku UMKM laundry pada
periode sebelum, selama puncak pandemic dan sesudah angka kasus pandemic
menurun dapat dilihat pada tabel di bawah ini
No Indikator Jumlah
Sebelum Puncak Sesudah Pandemi
Pandemi Pandemi Menurun
Diinvestasikan diluar usaha 1 16% 0 0% 0 0%
(Ditabung/dibelikan tanah
usaha/dll)
Diinvestasikan kembali untuk 4 67% 0 0% 4 67%
mendukung kemajuan usaha.
Digunakan untuk kebutuhan 1 16% 6 100% 2 33%
konsumtif (kebutuhan yang tidak
ada hubungannya dengan
pengembangan usaha).
Jumlah 6 100% 6 100% 6 100%
Pada table 4 dapat dilihat bahwa sebelum pandemi, para pelaku UMKM masih
dapat membagi pendapatan mereka untuk diinvestasikan di luar usaha, iinvestasikan
Kembali untuk mendukung kemajuan usaha masing masing sebesar 16% dan 4%, dan
untuk kebutuhan sehari-hari mereka mampu hanya menggunakan Sebagian kecil dari
pendapatan UMKM karena masih memiliki usaha lainnya yaitu sebanyak 16%.
Namun hal ini sangat berubah drastis saat tejadinya pandemic dimana hasil UMKM
yang mereka dapatkan akhirnya harus habis untuk kebutuhan sehari-hari, 100% hasil
pendapatan dari UMKM digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Setelah kondisi
pandemi membaik, mereka mulai dapat menggunakan pendapatan mereka untuk
diinvestasikan kembali yaitu sebanyak 67% dan masih ada 33% yang hanya dapat
memenuhi kebutuhan konsumtif dikarenakan kondisi ekonomi di lingkungan sekitar
belum dapat kembali seperti semula.
Sebelumnya juga pernah dilakukan penelitian kualitiatif serupa mengenai
pengelolaan dana UMKM pada masa pandemic oleh (14) dimana Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara yang didapatkan pada penelitian tersebut menggambarkan
bahwa pelaku UMKM terpaksa menggunakan uang yang tadinya digunakan untuk modal
usaha kembali ataupun berinvestasi justru seluruhnya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, hal ini dikarenakan penurunan omset yang cukup besar
sehingga pendapata yang dimiliki tidak lagi cukup digunakan untuk alokasi lainnya
(Lestari, 2021).
Berikut adalah aktivitas pengelolaan aset usaha yang dilakukan oleh 6 orang pelaku
UMKM laundry pada periode sebelum, selama puncak pandemic dan sesudah angka
kasus pandemic menurun
No Indikator Jumlah
Sebelum Puncak Sesudah Pandemi
Pandemi Pandemi Menurun
Melakukan pencatatan keuangan. 4 67% 3 50% 4 67%
Pada table 5 dapat dilihat bahwa sebelum pandemi, para pelaku UMKM mencatat
dan pengelola asset dengan mayoritas pencatatan keuangan, dan hanya 16% yang
menggunakan evaluasi serta memastikan ketepatan penggunaan dana. Yang
kemudian semakin sederhana di kala puncak pandemic dengan hanya 3 melakukan
pencatatan keuangan saja. Selain karena semakin berkurangnya nilai transaksi dan
penilaian asset serta keuangan, kondisi pandemic membuat UMKM semakin berfokus
pada apa yang penting saja dan bukan pencatatan keuangan secara kompleks.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Nafula pada tahun
2022, dimana para pelaku UMKM Kuliner yang diteliti pada periode sebelum covid
sudah mulai mencatat laporan keuangan yang lebih baik, namun pada tahun 2020 saat
covid mulai memuncak pencatatan laporan dengan baik cenderung tidak berlanjut
dikarenakan pendapatan dan penjualan menurun sehingga para pelaku UMKM
kurang kesadaran akan pencatatan laporan keuangan
Hal ini juga sejalan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Ika Fitriyani pada
tahun 2020 dimana selain manajemen keuangan, UMKM juga mampu bertahan
dalam kondisi pandemic covid dengan cara menyerap informasi dan pengetahuan
yang beredar luas kemudian melakukan persiapan dan mengatur strategi untuk
melanjutkan usahanya dengan melakukan promosi secara digital melalu media
seperti whatsaap, facebook, Instagram dan lainnya (Fitriyani et al., 2020)
Indonesia adalah salah satu negara yang terdampak terutama pada sisi ekonomi
(Pakpahan, 2020). Pandemi Covid-2019 membawa berbagai dampak pada perekonomian
seperti terjadi kesusahan dalam mencari lapangan pekerjaan, susah untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, tidak mempunyai penghasilan dalam memenuhi kebutuhan
untuk sehari-hari dan juga banyak kesusahan yang di terima dari semua sektor
perekonomian dalam semua bidang juga merasakan dampak dari Covid-19 (Hanoatubun,
2020).
Sampai dengan 17 April 2020, sebanyak 37.000 pelaku UMKM melaporkan diri
kepada Kementerian Koperasi dan UKM terdampak pandemi COVID-19 (Setiawan,
2020b). Menurut rilis data tersebut, kesulitan yang dialami oleh UMKM selama
pandemi itu terbagi dalam empat masalah. Pertama, terdapat penurunan penjualan
karena berkurangnya aktifitas masyarakat di luar luar sebagai konsumen. Kedua,
kesulitan permodalan karena perputaran modal yang sulit sehubungan tingkat
penjulan yang menurun. Ketiga, adanya hambatan distribusi produk karena adanya
pembatasan pergerakan penyaluran produk di wilayah-wilayah tertentu. Keempat,
adanya kesulitan bahan baku karena sebagai UMKM menggantungkan ketersediaan
bahan baku dari sektor industri lain. (Febrantara, 2020).
Menurut Katadata Insight Center, 2020 melakukan survey tentang adanya dampak
covid terhadap UMKM dengan sampel adalah UMKM yang ada di jabodetabek
maka UMKM telah berupaya melakukan usaha agar bertahan salah satunya melalui
peralihan ke era digital. Adaptasi yang dilakukan dengan melihat kondisi sebelum
covid usaha yang dijalankan cukup baik namun saat terjadinya covid maka keadaan
jadi berbalik yaitu 56,8% UMKM dalam kondisi buruk dan hanya 14,1% UMKM
yang masih bertahan dengan kondisi baik. Hal ini dapat kita lihat terjadi perubahan
yang cukup besar pada UMKM di Jabodetabek. Untuk dampaknya sendiri,
berdasarkan survei yang dilakukan maka mayoritas UMKM sebesar 82,9%
mengalami dampak negatif dan sisanya 5,9% menngalami dampak yang positif
sehingga berdampak pada penurunan omzet lebih dari 30%, sedangkan hanya 3%
yang mengalami peningkatan omzet. (Susanti, et al., 2021)
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA