Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, UMKM merupakan salah satu bidang usaha yang
memiliki peranan cukup penting bagi pertumbuhan ekonomi, selain itu
UMKM juga memiliki andil dalam penyerapan tenaga kerja dan distribusi
hasil-hasil pembangunan. Dalam sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan
jumah unit UMKM tahun 2016 – 2019 mengalami peningkatan sebesar 4,2
persen setiap tahunnya dan rata-rata kontribusi UMKM terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama 3 tahun terakhir lebih dari 50
persen. Hal ini membuktikan bahwa UMKM mampu mendongkrak sektor
perekonomian masyarakat secara mandiri dan mendukung laju pertumbuhan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Karena itulah UMKM menjadi salah
satu sektor usaha yang diunggulkan oleh Bank Indonesia untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, di sektor jasa karena memiliki kontribusi yang
meningkat terhadap perekonomian serta perdagangan indonesia.
Selain itu dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, selain
UMKM terdapat UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang selalu
digambarkan sebagai sektor yang memiliki peranan penting. Hal ini
dikarenakan sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan
hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern.
UKM juga memiliki peran yang strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional, oleh karena itu, selain berperan dalam pertumbuhan
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam perindustrian
hasil-hasil pembangunan.
Usaha kecil adalah usaha yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50
orang dan memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta (di luar tanah
dan bangunan) berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995. Serta,
memiliki penjualan paling banyak Rp1 M. Usaha kecil ini harus dimiliki
oleh warga negara Indonesia dan berbentuk usaha perorangan, badan usaha,
atau koperasi. Usaha kecil umumnya adalah perusahaan perorangan,
contohnya restoran lokal, warung, pengusaha konstruksi lokal, laundry, dan

1
toko pakaian lokal. Lalu, ada juga namanya usaha musiman yang artinya
usaha tersebut bergantung pada musim tertentu.
Di sektor jasa, UKM dipandang dapat menjadi usaha masa depan yang
mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta daya saing, dan setiap
tahun mengalami perkembangan seiring dengan perubahan gaya hidup,
inovasi dalam bisnis dan pekerjaan, serta kebutuhan hidup yang mengarah
aspek praktis dan serba cepat. Disamping itu salah satu jenis usaha jasa yang
semakin berkembang dan inovatif di salah satu UMKM yang berkembang
pesat dalam 5 tahun terakhir ini adalah cafe dan Warkop (Warung Kopi).
Namun kedua jenis UMKM ini relatif nyaris belum terjamah oleh binaan
dan suntikan dana Bank.
Usaha Mikro level kecil, yang dikenal sebagai UKM seperti Warkop
merupakan bentuk bisnis jasa resto yang tergolong masih dikelola secara
tradisional, yang keberadaannya sejak jaman pertengahan hingga sekarang
terus ada. Pola penyajian menu-menu makanan pendamping selain kopi
seduhan cukup khas, dan terkesan seadanya, yang keberadaan warkop atau
kedai-kedai kopi tersebut memberikan gambaran perilaku kolektif yang
menjadi kebiasaan masyarakat. Dari segi harga juga relatif stabil meskipun
$ US naik mencapai nilai Rp. 14.600,- di tahun 2018, keberadaan usaha
warung kopi ini tidak terpengaruh sama sekali terhadap omset penjualan.
Artinya bisnis di sektor ini tidak tersentuh oleh hiruk pikuk kondisi
perekonomian dan naiknya dolar, maupun krisis moneter.
Disamping itu, keberadaan usaha bidang Warkop ataupun Cafe yang
menyajikan menu utamanya kopi merupakan salah satu jenis UKM dibidang
jasa yang memiliki karakter berbeda dengan usaha mikro lainnya, baik di
kelas menengah dan usaha besar. Namun demikian, pengelolaan usaha baik
dari SDM maupun tata laksana usahanya relatif masih belum termanaj
dengan baik, dan sebagian besar pemilik Warkop mengambil keputusan
berdasarkan intuisi atau persepsi terhadap lingkungan bisnis. Demikian pula
dalam proses pengambilan keputusan strategis, pengelola Warkop seringkali
tanpa melalui perencanaan yang terstruktur, tidak mengembangkan sebuah
perencaan formal dan terhanyut dalam situasi yang ada dan relatif mengikuti

2
mode serta pemenuhan kebutuhan pasarnya. Selain itu pada saat ini UKM
yang lebih berkembang lagi yang semula hanya usaha kecil-kecilan menjadi
industri yang dalam tahapan kecil menengah, yang dikenal dengan sebutan
IKM (industri kecil menengah).
Tahun 2020 ketika di berbagai negara di dunia mengalami pandemi,
musibah akibat penyebaran virus Corona (Covid 19) yang sangat mematikan
memaksa hampir semua negara memberikan tindakan mengamankan
masyarakatnya dari penyebaran virus yang mematikan, jumlah korban yang
terus bertambah setiap hari hingga ratusan orang meninggal.
Beberapa lembaga bahkan memprediksikan perlemahan ekonomi
dunia, antara lain International Monetary Fund (IMF) yang
memproyeksikan ekonomi global tumbuh minus di angka 3%. Dampak
wabah Covid-19 kepada perekonomian negara-negara di dunia juga sangat
dahsyat. Pada triwulan pertama 2020 ini pertumbuhan ekonomi di sejumlah
negara mitra dagang Indonesia tumbuh negatif: Singapura -2.2, Hongkong -
8,9, Uni Eropa -2,7 dan China mengalami penurunan sampai minus 6,8.
Beberapa negara masih tumbuh positif namun menurun bila dibanding
dengan kuartal sebelumnya. Amerika Serikat turun dari 2,3 menjadi 0,3,
Korea Selatan dari 2,3 menjadi 1,3 dan Vietnam dari 6,8 menjadi 3,8.
Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam dari 4,97 di kuartal 4
tahun 2019 menjadi hanya 2.97 pada kuartal pertama ini. Kontraksi yang
cukup dalam pada kuartal 1 di Indonesia ini di luar perkiraan mengingat
pengaturan physical distancing dan PSBB mulai diberlakukan pada awal
bulan April 2020, dimana pada kuartal 1 (Q1) 2020 hanya mencapai 2,97
persen. Nilai itu mendarat jauh dari target kuartal I yang diharapkan
mencapai kisaran 4,5-4,6 persen.
Berdasarkan pertumbuhan year-on-year, sumber pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada triwulan 1 2020 terbesar pada sektor informasi dan
komunikasi sebesar 0,53 persen. Hal ini wajar mengingat dengan adanya
anjuran untuk tidak keluar rumah maka banyak orang mengakses pekerjaan,
hiburan dan pendidikan melalui teknologi informasi. Seiring hal tersebut,
volume penjualan listrik PLN ke rumah tangga meningkat. Berdasarkan rilis

3
dari Badan Pusat Statistik, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke
Indonesia pada Triwulan I-2020 juga turun drastis hanya sejumlah 2,61 juta
kunjungan, berkurang 34,9 persen bila dibanding tahun lalu. Hal ini sejalan
dengan adanya larangan penerbangan antar negara yang mulai diberlakukan
pada pertengahan Februari lalu. Jumlah penumpang angkutan rel dan udara
juga tumbuh negatif seiring dengan diberlakukannya PSBB.
Indonesia sebagai salah satu negara yang juga terkena dampak
penyebaran virus Corona Covid 19 segera melakukan berbagai tindakan
antisipasi dengan cara menyarankan untuk melakukan social distance
hingga saran untuk bekerja dari rumah, dan menutup semua sektor
pelayanan publik.
Tugas besar ada di pundak Pemerintah Indonesia terkait dengan
pandemi COVID-19 saat ini: pertama, menjaga keselamatan dan kesehatan
masyarakat Indonesia sebagai fokus utama dan kedua, menjaga laju
pertumbuhan ekonomi. Prediksi pertumbuhan ekonomi global perlu
dijadikan input bagi pemerintah dalam merancang kebijakan-kebijakan
ekonomi terutama solusi bagi UMKM. Sejumlah lembaga internasional
telah merilis prediksi mereka akan pertumbuhan ekonomi global di 2020
seperti JP Morgan yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi global akan
minus 1,1 persen dan International Monetary Fund (IMF) yang
bahkanmemprediksi pertumbuhan ekonomi global akan minus 3 persen.
Sementara untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, IMF meramalkan
Indonesia masih akan mengalami pertumbuhan ekonomi positif sebesar 0,5
persen dari target awal 5 persen di 2020 sementara Menteri Keuangan Sri
Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di kisaran 0,3-
2.8 persen di tahun 2020. Angka-angka tersebut, baik jumlah UMKM dan
kontribusinya serta prediksi pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia,
perlu mendapatkan perhatian serius dan dijadikan bahan evaluasi
pemerintah untuk merancang kebijakan dan strategi yang tepat bagi
eksistensi UMKM di Indonesia.
Pandemi Covid-19 memiliki dampak besar pada keberlangsungan
bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Berdasarkan hasil

4
survei, sebanyak 96% pelaku usaha mengaku sudah mengalami dampak
negatif Covid-19 terhadap proses bisnisnya (Sebanyak 1.785 koperasi dan
163.713 pelaku usaha mikro kecil menengah). Sebanyak 75% di antaranya
mengalami dampak penurunan penjualan yang signifikan. Tak hanya itu,
51% pelaku usaha meyakini kemungkinan besar bisnis yang dijalankan
hanya akan bertahan satu bulan hingga tiga bulan ke depan. Sebanyak 67%
pelaku usaha mengalami ketidakpastian dalam memperoleh akses dana
darurat, dan 75% merasa tidak mengerti bagaimana membuat kebijakan di
masa krisis. Sementara, hanya 13% pelaku usaha yakin, mereka memiliki
rencana penanganan krisis dan menemukan solusi untuk mempertahankan
bisnis mereka.
Dari sisi pemerintah sendiri, Kementerian Koperasi dan UKM telah
membuka layanan hotline 1500 587 yang ditujukan sebagai tempat aduan
bagi UMKM maupun UKM yang usahanya terkena dampak pandemi
Covid-19 ini mulai pertengahan Maret lalu. Pendataan ini kemudian
menjadi acuan dari pemerintah untuk menyiapkan program-program
antisipasi dampak Covid-19, antara lain mengajukan stimulus daya beli
UMKM dan koperasi, program belanja di warung tetangga untuk
menggerakkan ekonomi sekitar, restrukturisasi kredit bunga, memasukkan
sektor mikro dalam program kartu prakerja, bantuan langsung tunai, hingga
relaksasi pajak untuk UMKM. Dimana pemerintah berharap program ini
bisa membantu koperasi dan UMKM bertahan di masa pandemi ini.
Meski pandemi Covid-19 memunculkan masalah bagi pelaku UMKM
dan koperasi, di sisi lain, ada kesempatan yang juga muncul. Pelaku UMKM
dan koperasi bisa memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
mengingat perdagangan elektronik pada 2020 mencapai US$ 130 miliar.
Namun demikian bagi jenis usaha jasa seperti rumah makan, warung, kios,
dan toko-toko yang menjual kebutuhan rumah tangga, pakaian, dan
peralatan kerja, serta kebutuhan sekunder lainnya relatif tidak mampu
bertahan. Demikian pula yang terjadi di propinsi Sumatera Barat khususnya
Kabupaten Solok, beberapa UMKM mengalami kerugian. Para pelaku usaha
sepertin makanan kemasan dan oleh-oleh, souvenir, dan berbagai industri

5
rumahan di beberapa Kota maupun Kabupaten Solok di Sumatera Barat
terpaksa tutup, namun beberapa pelaku usaha bidang makanan kemasan
masih bertahan dengan memanfaatkan pemasaran online.
Penurunan pendapatan dan bahkan beberapa ratus pelaku usaha
UMKM telah menutup usahanya setelah pemerintah secara resmi
mengumumkan agar masyarakat bekerja dari rumah, menutup instansi
pelayanan publik, dan mewajibkan masyarakat menggunakan masker serta
social distance, dan bahkan pada pertengahan Mei 2020 telah menerapkan
PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di Sumatera Barat, meskipun
kebijakan tersebut menuai kontraversi namun dengan alasan pengamanan
dan penanganan penyebaran virus, maka beberapa daerah yang selama ini
menjadi urat nadi perdagangan di Sumatera Barat pun harus tutup. Hal
itulah yang menjadikan kondisi UMKM dan pelaku usaha mikro kecil
khususnya di berbagai kota yang menerapkan PSBB seperti Kota Solok dan
Kabupaten Solok yang merupakan pelaku usaha kecil mengalami
kelumpuhan dan kebangkrutan.
Sebanyak 1.785 koperasi dan 163.713 pelaku usaha mikro kecil
menengah terdampak pandemi virus corona (Covid-19). Kebanyakan
koperasi yang terkena dampak Covid-19 bergerak pada bidang kebutuhan
sehari-hari, sedangkan sektor UMKM yang paling terdampak yakni
makanan dan minuman. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(UKM) bahwa koperasi yang bergerak pada bidang jasa dan produksi juga
paling terdampak pandemi Covid-19. Para pengelola koperasi merasakan
turunnya penjualan, kekurangan modal dan terhambatnya distribusi.
Sementara itu, sektor UMKM yang terguncang selama pandemi Covid-19,
selain makanan dan minuman, adalah industri kreatif dan pertanian.
Berkenaan dengan pandemi virus Corona Covid 19 serta dampaknya
terhadap perekonomian nasional, khsuusnya para pelaku usaha sektor mikro
kecil dan menengah yang hampir sebagian besar lumpuh dan diambang
kebangkrutan.

6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan masalah yang
akan diteliti yaitu:
1. Apa itu Usaha Kecil dan Menengah (UKM)?
2. Jelaskan Klasifikasi dan Ciri - Ciri UKM?
3. Seperti Apa Karakteristik UKM di Indonesia?
4. Jelaskan Jenis dan Bentuk Usaha Kecil Menengah (UKM)?
5. Seperti Apa Peluang Pengembangan Usaha Kecil Menengah?
6. Jelaskan Permasalahan dan Penghambat UKM
7. Jelaskan Peran Penting UKM?
8. Apa itu COVID-19?
9. Seperti Apa Dampak Covid 19 Terhadap Perkembangan Usaha Kecil
dan Menengah (UKM)?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah diatas, maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan Apa itu Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
2. Menguraikan Klasifikasi dan Ciri - Ciri UKM
3. Menguraikan Apa Saja Karakteristik UKM di Indonesia
4. Menjelaskan Jenis dan Bentuk Usaha Kecil Menengah (UKM)
5. Menjelaskan Peluang Pengembangan Usaha Kecil Menengah
6. Menjelaskan Permasalahan dan Penghambat UKM
7. Menjelaskan Peran Penting UKM
8. Menjelaskan Apa itu COVID-19
9. Menjelaskan Seperti Apa Dampak Covid 19 Terhadap Perkembangan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM)?

7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
2.1.1 Pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Pembahasan usaha kecil menengah masuk dalam pengelompokan
jenis usaha yang meliputi industri dan perdagangan. Pengertian tentang
usaha kecil menengah (UKM) tidak selalu sama, tergantung konsep yang
digunakan negara itu. Mengenai pengertian usaha kecil ternyata sangat
bervariasi, disatu negara dengan negara lainnya. Dalam definisi tersebut
mencakup sedikitnya dua aspek yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan
aspek pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang
diserap oleh perusahaan.
Pengertian usaha kecil menengah di Indonesia masih beragam.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM) Usaha kecil (UK) termasuk Usaha Mikro (UMI),
adalah entitas usaha yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan
memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. sementara itu,
Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara
Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000
s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan. Sedangkan
Menurut Badan Pusat Statistik UKM berdasarkan kuantitas kerja, yaitu
usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5
s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang
memiliki tenaga kerja 20 s.d 99 orang.
Menurut Undang-undang Nomor 9 tahun 1995, yang dimaksud
dengan usaha kecil adalah: Usaha Kecil menurut Undang-Undang No.9
tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki
hasil penjualan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per
tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas

8
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai Rp.500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah). Yang dimaksud dengan Usaha Menengah menurut Impres
No. 5 Tahun 1998, adalah usaha yang bersifat produktif yang memenuhi
kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp.200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp.10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Menurut De Soto, H (2000) dinegara manapun indsutri kecil
merupakan bagian terbesar dari komunitas industri. Terdapat tiga
pendekatan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam upaya pembinaan
industri kecil yaitu :
1. Non Policy approach, jenis pendekatan ini difokuskan pada inustri yang
bergerak pada lower spectrum (kegiatan marginal). Pendekatan jenis ini
dipilih mengingat bahwa intervensi pemerintah pada umumnya akan
menciptakan biaya birokrasi yang relatif tinggi.
2. Protection approach, kebijakan proteksi pada umumnya berupa larangan
bagi industri berskala besar untuk memproduksi barang-barang tertentu,
batasan impor untuk produk substitusi, kontrol terhadap penyebaran
inovasi teknologi yang dapat menyebabkan kejutan mendadak bagi
industri kecil. Kebijakan ini cenderung menguntungkan produsen
ketimbang konsumen.
3. Stimulaltion approach, kebijakan jenis ini lebih menfokuskan pada sisi
suplay dalam bentuk pemberian kredit, penyediaan bahan baku dan
peralatan produksi, serta penyelenggaraan kursus. Kebijakan jenis ini
memiliki dampak negatif, antara lain berupa tergesernya unit usaha yang
tidak atau belum terlayani oleh program.
2.1.2 Klasifikasi dan Ciri - Ciri UKM
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklarifikasikan
menjadi empat kelompok yaitu:
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai
kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal

9
sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.
Kelompok ini disebut sebagai sektor informal. Di Indonesia jumlah
UKM kategori ini sangat besar.
2. Micro enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi
belum memiliki sifat kewirausahaan. Jumlah UKM ini di Indonesia juga
cukup besar.
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang tadinya berasal dari
kategori ini. Jika dididik dan dilatih dengan baik maka sebagian dari
UKM kategori ini akan masuk ke kategori empat. Jumlah kelompok
UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UKM yang masuk kategori satu
dan dua.
4. Fast Moving Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar
(UB). Kelompok ini jumlahnya juga lebih sedikit dari UKM kategori
satu dan dua.
Ciri – Ciri Usaha Kecil Menengah (UKM):
a. Bahan baku mudah diperoleh.
b. Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih
teknologi.
c. Keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun-temurun.
d. Bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
e. Peluang pasar cukup luas, sebagian besar produknya terserap di pasar
lokal/domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk di
ekspor.
f. Melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat, secara ekonomis
menguntungkan.
2.1.3 Karakteristik UKM di Indonesia
UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan
dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya
tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi

10
pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan
dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan
dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya
penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise
Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies
(CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis
ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan
penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal
sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak
terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan
oleh 4 (empat) hal, yaitu :
1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer
goods), khususnya yang tidak tahan lama.
2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam
aspek pendanaan usaha.
3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam
arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja.
4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan
hubungan kerja di sektor formal.
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai
penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia
selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini,
paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan
ekonomi Indonesia, yaitu
1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang
tidak tertampung di sektor formal.
2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB).

11
3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor
berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1)
nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor.
Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun
2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka
Produk Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen.
Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun
meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar
1.491,2 triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB
Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi
Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan
Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2) Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha
atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah
tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
3) Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami
peningkatan dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun
pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non
migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi
20,1 persen pada tahun 2006.
2.1.4 Jenis dan Bentuk Usaha Kecil Menengah (UKM)
Jenis dan bentuk dari Usaha Kecil Menengah (UKM) tidak selalu
sama di setiap negara, pada umumnya selalu bervariasi tergantung pada
konsep yang digunakan negara tersebut. Dalam setiap definisi sedikitnya
memiliki dua aspek yang sama, yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan
aspek pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang

12
diserap dalam gugusan/kelompok perusahaan tersebut misalnya menurut
pembagiannya (Partomo dan Rachman, 2002) :
Tabel 2.1
Kriteria Usaha Ditinjau Dari Jumlah Pekerja
Jenis Usaha Skala Usaha Jumlah pekerja
Usaha Kecil Kecil I – kecil 1 – 9 pekerja
Kecil II – kecil 10 – 19 pekerja
Usaha Menengah Besar – Kecil 100 – 199 pekerja
Kecil – Menengah 200 – 499 pekerja
Menengah – Menengah 500 – 499 pekerja
Besar – Menengah 1000 – 1999 pekerja
Usaha Besar Besar – Menengah >2000 Pekerja
Sumber : Partomo dan Rachman (2002:1)
Kegiatan perusahaan pada prinsipnya dapat dikelompokan dalam tiga
jenis usaha yaitu (Wibowo, Dkk, 2003) :
1. Perdagangan/distribusi
Jenis usaha ini merupakan usaha yang terutama bergerak dalam
kegiatan memindahkan barang dari produsen ke konsumen atau dari tempat
yang mempunyai kelebihan persediaan ke tempat yang membutuhkan. Jenis
usaha ini diantaranya bergerak di bidang pertokoan, warung, rumah makan,
peragenan, penyalur, pedagang perantara, tengkulak, dan sebagainya.
Komisioner dan makelar dapat juga dimasukkan dalam kegiatan
perdagangan karena kegiatannya dalam jual-beli barang.
2. Produksi/industri
Usaha produksi/industri adalah jenis usaha yang terutama bergerak
dalam kegiatan proses pengubahan suatu bahan/barang menjadi
bahan/barang lain yang berbeda bentuk atau sifatnya dan mempunyai nilai
tambah. Kegiatan ini dapat berupa produksi/industri pangan, pakaian,
peralatan rumah tangga, kerajinan, bahan bangunan dan sebagainya. Dalam
hal ini kegiatan dalam budidaya sektor pertanian, periklanan, peternakan,
perkebunan dan kegiatan penangkapan ikan termasuk jenis usaha produksi.

13
3. Komersial
Usaha jasa komersial merupakan usaha yang bergerak dalam kegiatan
pelayanan atau menjual jasa sebagai kegiatan utamanya. Contoh jenis usaha
ini adalah asuransi, bank, konsultan, biro perjalanan, pariwisata, pengiriman
barang (ekspedisi), bengkel, salon kecantikan, penginapan, gedung, bioskop
dan sebagainya, termasuk praktek dokter dan perencanaan bangunan.
2.1.5 Peluang Pengembangan Usaha Kecil Menengah
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah memiliki beberapa
keunggulan komparatif terhadap usaha besar. Keunggulan tersebut antara
lain : Dilihat dari sisi permodalan, pengembangan usaha kecil memerlukan
modal usaha yang relatif kecil dibanding usaha besar. Disamping itu juga
teknologi yang digunakan tidak perlu teknologi yang tinggi, sehingga
pendiriannya relatif mudah dibandingkan dengan usaha besar.
Motivasi usaha kecil akan lebih besar, mengingat hidup matinya
tergantung kepada usaha satu-satunya. Seseorang dengan survival motive
tinggi tentu akan lebih berhasil dibandingkan seseorang yang motivasinya
tidak setinggi itu. Selain itu adanya ikatan emosional yang kuat dengan
usahanya akan menambah kekuatan para pengusaha kecil dalam persaingan.
Usaha kecil memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyesuaikan
dengan pola permintaan pasar, bahkan sanggup melayani selera perorangan.
Berbeda dengan usaha besar yang umumnya menghasilkan produk masa
(produk standar), perusahaan kecil produknya bervariasi sehingga akan
mudah menyesuaikan terhadap keinginan konsumen. Disamping itu juga
mempunyai kemampuan untuk melayani permintaan yang sangat spesifik
yang bila diproduksi oleh perusahaan skala besar tidak efisien (tidak
menguntungkan).
Usaha kecil Merupakan tipe usaha yang cocok untuk proyek
perintisan. Sebagian usaha besar yang ada saat ini merupakan usaha skala
kecil yang telah berkembang, dan untuk membuka usaha skala besar juga
kadangkala diawali dengan usaha skala kecil.Hal ini ditujukan untuk
menghindari risiko kerugian yang terlalu besar akibat kegagalan jika usaha

14
yang dijalankan langsung besar, sebab untuk memulai usaha dengan skala
besar sudah tentu diperlukan modal awal yang besar juga.
Perdagangan bebas telah memberikan peluang kepada para pengusaha
di dalam negeri untuk dapat menjual produknya ke luar negeri. Dengan
dibukanya perdagangan bebas maka penghambat untuk masuk ke suatu
negara menjadi tidak ada lagi. Dengan perkataan lain pergerakan barang
dari suatu negara ke negara lain menjadi mudah tanpa adanya penghambat.
Di samping itu dengan adanya depresiasi rupiah, maka perdagangan luar
negeri (ekspor) menjadi lebih terbuka dengan memanfaatkan persaingan
harga.
Dalam rangka memperkuat perekonomian nasional di masa
mendatang, UKM harus dapat melakukan antisipasi secara tepat terhadap
globalisasi ekonomi, karena dalam kondisi tersebut ekonomi Indonesia akan
semakin terintegrasi kedalam system ekonomi global yang ditandai oleh
kemauan kuat untuk mengurangi berbagai bentuk proteksi serta mendorong
proses deregulasi dan debirokratisasi menuju system ekonomi yang terbuka
dan lebih berorientasi pada mekanisme pasar. Untuk itu tuntutan terhadap
efisiensi dan produktivitas semakin tinggi agar dapat bersikap proaktif
dalam proses globalisasi. Ekonomi kokoh yang ingin diwujudkan adalah
ekonomi yang memiliki pertumbuhan yang tinggi, memiliki keterkaitan
industry, mendorong transformasi ekonomi dan mampu memeratakan hasil-
hasil pertumbuhannya. Dengan adanya pembinaan UKM diharapkan akan
mampu memberikan kontribusi yang berarti untuk pengembangan UKM,
sehingga akan semakin memperkokoh ketahanan perekonomian daam
menghadapi era globaisasi dan perdagangan bebas. Strategi pengembangan
UKM antara lain adalah
1. Kemitraan Usaha
Hubungan kerja sama usaha di antara berbagai pihak yang sinergis,
bersifat sukarela, dan berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling
mendukung, dan saling menguntungkan dengan disertai pembinaan dan
pengembangan UKM oleh usaha besar.

15
Dalam praktek bisnis Internasional saat ini, kemitraan usaha
merupakan salah satu strategi bisnis perusahaan terutama bagi perusahaan
besar yang tidak lagi mengandalkan pada strategi internalisasi aktivitas
usaha melalui akusisi dan marger dalam rangka integrasi vertical dan
horizontal. Kemitraan usaha merupakan suatu cara untuk mengurangi risiko
usaha, meningkatkan efisiensi dan daya saing usaha.
2. Permodalan UKM
Pada umumnya permodalan UKM masih lemah, hal ini turut
menentukan keberhasilan strategi pembinaan dan pengembangan di bidang
permodalan, termasuk bagaimana pemerintah dan masyarakat melaksanakan
konsep permodalan untuk membantu UKM yang di maksud. Arah kebijakan
pengembangan yang khusus memfokuskan pada penyediaan modal perlu
menentukan strategi sebagai berikut:
a) Memadukan dan memperkuat tiga aspek, yaitu bantuan keuangan,
bantuan teknis, dan program penjaminan.
b) Mengoptimalkan penunjukan bank dan lembaga keuangan mikro untuk
usaha mikro kecil menengah (UMKM).
c) Mengoptimalkan realisasi business plan perbankan dalam pemberian
KUK (Kredit Usaha Kecil).
d) Bantuan teknis yang efektif, bekerja sama dengan asosiasi, konsultan
swasta, perguruan tinggi, dan lembaga terkait.
e) Meningkatkan lembaga penjaminan kredit yang ada.
f) Memperkuat lembaga keuangan mikro untuk melayani masyarakat
miskin.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia dalam membantu pengembangan usaha kecil adalah
sebagai berikut:
a) Ketentuan Kredit Usaha Kecil (KUK)
b) Melanjutkan Bantuan Teknis
c) Melanjutkan Proyek Kredit Mikro Bank Indonesia (Linkage Program)

16
3. Modal Ventura
Modal ventura adalah dana yang diinvestasikan pada perusahaan atau
individu yang memiliki risiko tinggi. Menurut KeppresNo. 61 Tahun 1998,
perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha
pengembangan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan
yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu.
Pengembangan untuk perusahaan modal ventura berbeda dengan bank
yang memberikan pembiayaan dalam bentuk pinjaman atau kredit. Usaha
modal ventura memberikan pembiayaan dengan cara ikut melakukan
penyertaan modal langsung ke dalam perusahaan yang dibiayai. Perusahaan
yang dibiayai disebut perusahaan pasangan usaha atau investee company,
dan pemodal yang membiayai disebut investment company atau venture
capitalist.
2.1.6 Permasalahan dan Penghambat UKM
Masalah dasar yang dihadapi UKM menurut Kurniawan (2009)
adalah:
1. Kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa
pasar.
2. Kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk
memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan.
3. Kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
4. Keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem
informasi pemasaran).
5. Iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling
mematikan.
6. Pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya
kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Sedangkan menurut Hafsah (2004) masalah UKM adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Internal
a. Kurangnya permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan

17
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh
karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha
perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup yang mengandalkan pada
modal dari sisi pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal
pinjaman dari bank atau keuangan lainnya sulit diperoleh, karena
persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak
dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM
adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM
memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal
akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan
mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana
disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti
investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari
sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM, antara lain
kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah,
infrastruktur, dan iklim usaha.
b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan
usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik
dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya
sangat berpengaruh terhadap management pengelolaan usahanya, sehingga
usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Di samping itu
dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk
mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing
produk yang dihasilkan.
c. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi
Pasar Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha
keluarga, mempuanyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan
penetrasi pasar yang rendah, oleh karena penduduk yang dihasilkan

18
jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif.
Berbeda dengan usaha yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid
serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan
promosi yang baik.
d. Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan
mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu
sendiri. Semangat yang dimaksud antara lain kesediaan terus berinovasi,
ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.
Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali
memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja
UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali
menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
e. KurangnyaTransparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM
tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang
disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya
menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi
generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
2. Faktor Eksternal
a. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun
ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal
kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB),
penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta
keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal
tetap brutto (investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut
selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM
serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah
dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil
dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan,

19
namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain
masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha
kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan
untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar
mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak
murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit
banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai
tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir
kepentingan dari para pengusaha besar.
b. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang
mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung
kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.Selain itu, tak jarang
UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya
yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang
strategis.
c. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar
menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran
yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang
kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
d. Impikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur
dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan system ini akan mengalami
implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-
pungutan baru yang dikenakan pada usaha kecil dan menengah (UKM). Jika
kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha
Kecil dan Menengah (UKM). Di samping itu semangat kedaerahan yang

20
berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi
pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
e. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003
dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan
menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau
tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan
produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan
frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO
9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM)
serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh
negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu,
UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara
keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
f. Sifat produk dengan Lifetime Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik
sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang
pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia
mudah rusak dan tidak tahan lama.
g. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan
tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun
internasional.
h. Aspek Permodalan UKM
Salah satu kelemahan dalam pemberdayaan UKM di Indonesia
umumnya bersifat parsial yaitu dibidang permodalan, pemasaran atau bahan
baku. Tetapi tidak tertutup kemungkinan pada keseluruhan yang merupakan
proses dari kegiatan usaha tersebut. Namun karena dimungkinkan oleh
banyaknya masalah yang dihadapi UKM serta pendidikan pengelola UKM
umumnya rendah, mereka hanya bisa menyebutkan masalah yang ada dalam
pikirannya itu sehingga hanya bisa menyebutkan seperti di atas. (Thoha dan
Sukarna, 2006).

21
i. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal
akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM,
sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk
ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas.
Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari
UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula
produk atau jasa yang berpotensial
Usaha pemerintah dalam membantu usaha kecil dan menengah
dilakukan di dua arah, yaitu yang berkenaan dengan kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter. Dikebijakan fiskal pemerintah berusaha untuk
meningkatkan dan memberikan bantuan kepada usaha kecil dan usaha
menengah agar dapat berkembang dengan baik. Proyek Bimbingan
Pengembangan Industri Kecil (BIPIK). Dalam hal kebijakan moneter,
pemerintah mengembangkan program khusus kredit lunak untuk menunjang
pengembangan perusahaan-perusahaan kecil milik pribumi, seperti KIK
(Kredit Investasi Kecil) dan KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen).
Pengawasan usaha- usaha kecil yang telah dan yang dianggap perlu dibantu
melalui badan-badan milik negara juga merupakan bagian dari program
kebijakan moneter. (Tejasari, 2008)
Strategi bisnis yang perlu diambil antara lain adalah sebagai berikut:
1) Untuk dapat mengembangkan UKM perlu dipelajari terlebih dulu
tentang ciri-ciri definisi/pengertian kelemahan-kelemahan serta
potensipotensi yang tersedia serta perundang-undangan yang
mengaturnya.
2) Dibadan usaha tersebut diperlukan bantuan manajeral agar tumbuh
inovasi-inovasi mengelola UKM berdampingan dengan usaha-usaha
besar.
3) Secara vertical dalam system gugus usaha, usaha kecil menengah
(UKM) bisa menjadikan diri komplemen-komplemen usaha bagi
industri perusahaan produsen utama. Maka diperlukan suatu strategi
UKM menjalin kerja komplementer dengan usaha-usaha besar.

22
4) Kerja sama bisa berbentuk koperasi dan secara bersama-sama beroperasi
masuk (entry) dalam usaha tertentu. Di Indonesia kemitraan usaha yang
berbentuk koperasi merupakan strategi bisnis yang sangat penting,
sehingga pemerintah menganggap perlu membentuk Departemen khusus
untuk menangani UKM dan koperasi.
2.1.7 Peran Penting UKM
Secara umum UKM dalam perekonomian nasional memiliki peran :
1. Sebagai pemeran utama dalam kegiatan ekonomi.
2. Penyedia lapangan kerja terbesar.
3. Pemain penting dalam pengembangan perekonomian lokal dan
pemberdayaan masyarakat.
4. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi.
5. Kontribusinya terhadap neraca pembayaran. (Departemen Koperasi,
2008).
Oleh karena itu pemberdayaannya harus dilakukan secara terstruktur
dan berkelanjutan, dengan arah peningkatan produktivitas dan daya saing,
serta menumbuhkan wirusahawan baru yang tangguh.
2.2 COVID-19
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa Coronaviruses
(Cov) adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini
disebut COVID- 19. COVID-19 merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 atau SARS-CoV-2). Virus ini
merupakan keluarga besar Coronavirus yang dapat menyerang hewan.
Ketika menyerang manusia, Coronavirus biasanya menyebabkan penyakit
infeksi saluran pernafasan, seperti flu, MERS (Middle East Respiratory
Syndrome), dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). COVID-19
sendiri merupakan coronavirus jenis baru yang ditemukan di Wuhan, Hubei,
China pada tahun 2019 (Ilmiyah, 2020; Hui, et al., 2020). Karena itu,
Coronavirus jenis baru ini diberi nama Coronavirus disease-2019 yang
disingkat menjadi COVID-19. COVID-19 sejak ditemukan menyebar secara
luas hingga mengakibatkan pandemi global yang berlangsung sampai saat

23
ini. Gejala COVID- 19 umumnya berupa demam 38°C, batuk kering, dan
sesak nafas serta dampak paling buruk untuk manusia ialah kematian.
Virus Corona menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit yang
lebih parah seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan
Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV). Virus ini menular dengan
cepat dan telah menyebar ke beberapa negara, termasuk Indonesia.
Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui berbagai cara, yaitu:
1. Tidak sengaja menghirup percikan ludah dari bersin atau batuk penderita
COVID-19.
2. Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu
setelah menyentuh benda yang terkena cipratan air liur penderita
COVID-19.
3. Kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19, misalnya bersentuhan
atau berjabat tangan.
Di Indonesia, penyebaran virus ini dimulai sejak tanggal 02 Maret
2020, diduga berawal dari salah satu warga negara Indonesia yang
melakukan kontak langsung dengan warga negara asing yang berasal dari
Jepang. Hal tersebut telah diumumkan oleh bapak Presiden Jokowi. Seiring
dengan berjalannya waktu, penyebaran covid-19 telah mengalami
peningkatan yang sangat signifikan. Hal tersebut dapat diketahui dari data
berikut.
Saat ini yang sudah terinfeksi Covid-19 di Indonesia sebanyak
102.051 orang dan yang dinyatakan Sembuh sebanyak 60.539 orang dan
yang meninggal sebanyak 4.901 orang hal ini mengajarkan kita agar berhati-
hati dalam menjaga kebersihan dan juga menaati peraturan pemerintah agar
pandemi ini cepat berakhir dari negara kita Indonesia. Dan kerika kita
melihat penyebaran covid-19 terbesar berada di pulau jawa disini bisa kita
lihat bahwa kurangnya kesadaran masyarakat dalam menyikapi pandemic
atau covid-19 yang terjadi sehingga banyak orang yang masih tidak
menggunkan masker masih berkumpul di keramain tidak melakukan social
distancing sehingga perlunya kesadaran bersama demi mendukung
pemerintah dalam mencegah atau memutus penyebaran covid-19 menjadi

24
lebih banyak tetapi mari kita bersama-sama melawan agar segera berakhir
agar kehidupan kita dapat berjalan seperti biasa lagi.
Dampak Covic 19
Dampak Kesehatan Dampak Sosial dan Dampak Ekonomi
Budaya
1) Sakit kepala 1) Hilangnya 1) Tidak sedikit
2) Sakit tenggorokan budaya gotong PHK
3) Demam royong dan 2) Banyak
4) Hidung tersumbat kebersamaan karyawan
5) Kelelahan 2) Saling curiga dirumahkan
6) Mata memerah 3) Tidak merasa 3) Menurun
7) Sesak nafas aman jika Volume dan
8) Kehilangan indra berkumpul dan Omset
penciuman dan berdekatan Penjualan
perasa dengan orang lain 4) Menurun
9) Gangguan 4) Hilangnya jumlah
Pencernaan budaya jabat pembeli
10) Waswas tangan UMKM
5) Menciptakan 5) Harga APD
individualisme melangit
6) Intoleran kepada 6) Vitamin C
Jenazah Covid 19 naik harga
7) Meningkatnya 7) Bahan pokok
angka kejahatan naik
8) Sepinya tempat 8) Beberapa
wisata dan pasar ditutup
hiburan 9) UMKM
9) Sepinya perayaan terancam
hari-hari besar bangkrut,
nasional maupun bahkan
keagamaan gulung tikar

2.3 Dampak Covid 19 Terhadap Perkembangan Usaha Kecil dan


Menengah (UKM)
Secara garis besar, berikut merupakan dampak nyata yang disebabkan
Covid-19 terhadap sektor UKM di Indonesia.
1. Penurunan Aktivitas Jual-Beli
Anjuran social distancing demi menghindari penularan virus Corona
yang lebih luas, sedikit banyak turut andil menurunkan aktivitas jual-beli di
tengah masyarakat. Contohnya pelaku usaha seperti pengusaha cafe-cafe di
Kota maupun Kabupaten Solok. Virus Corona telah membuat omset

25
pengusaha cafe-cafe di Indonesia, khususnya Kota dan Kabupaten Solok
mengalami penurunan hingga 50 persen. Namun beruntung, menurut
penelitian yang dilakukan Center for Economic and Social Studies (CESS)
dan The Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), UKM
di Indonesia tergolong unik karena selalu punya kemampuan untuk
berkembang dan bertahan selama krisis. Hal ini terbukti dengan inisiatif
para pengusaha cafe-cafe yang lebih memilih untuk tetap beroperasi, namun
mengubah cara berjualan dengan hanya melayani pembelian kemasan
(untuk dibawa pulang), tidak melayani pembelian makan di tempat.
2. Bahan Baku Sulit Didapat
Kebijakan social distancing yang dipilih pemerintah Indonesia, telah
membuat aktivitas produksi terganggu. Beberapa perusahaan mengambil
kebijakan Work From Home, beberapa lagi memutuskan untuk
merumahkan karyawannya, hingga PHK massal. Menurut data terbaru
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta, sebanyak
30.137 pekerja dilaporkan harus kehilangan pekerjaan karena PHK massal,
sedangkan 132.2799 pekerja lainnya kehilangan penghasilan karena
dirumahkan tanpa upah.
Efek domino dari badai PHK dan pekerja yang dirumahkan telah
membuat penurunan kapasitas produksi mengalami penurunan ekstrem.
Mau tidak mau kondisi ini telah menyebabkan bahan baku produksi industri
rumah tangga mengalami kelangkaan, atau mengalami kenaikan harga yang
ekstrem. Misalnya sektor UKM pembuat kue dan roti yang dipusingkan
dengan melambungnya harga telur dan gula pasir. Akibatnya, harga jual
produk pun ikut dinaikkan. Pilihan ini tergolong beresiko, mengingat saat
ini daya beli masyarakat sedang lesu.
3. Distribusi Terhambat
Pemerintah terus berupaya untuk memaksimalkan jalur distribusi ke
seluruh Indonesia lewat pembangunan infrastruktur besar-besaran di
Indonesia. Proyek tersebut bahkan sudah dimulai sejak Presiden Joko
Widodo menjabat di periode pertama. Hasilnya cukup signifikan, jalur

26
distribusi jadi lebih cepat, kesenjangan harga bisa dipangkas, dan laju
perekonomian rakyat pun semakin kencang.
Namun kini, Covid-19 telah ‘menghancurkan’ semua itu. Menurut
data Asosiasi Tol Indonesia (ATI), lalu-lintas harian rata-rata (LHR) seluruh
jalan tol di Indonesia mengalami penurunan antara 40-60 persen sejak awal
Maret 2020. Penurunan ekstrim terjadi di wilayah Jabodetabek. Jika pada
bulan Februari jumlah kendaraan yang melintas mencapai angka 3.19 juta
kendaraan, di akhir Maret kemarin jumlah tersebut hanya tersisa 1.06 juta
saja. Kondisi ini diperkirakan akan terus terjadi selama masa pandemi virus
Corona. Terhentinya aktivitas distribusi tentu sangat merugikan pelaku
bisnis UKM. Mereka kini kebingungan mencari cara mendistribusikan
produk, terlebih bagi UKM yang sudah mulai memperluas jangkauan pasar
hingga luar daerah, atau bahkan lintas pulau.
4. Penyedia Jasa Ikut Terpapar Dampak Covid-19
Tidak hanya UKM yang bergerak di sektor produksi rumahan, mereka
yang bergerak di bidang jasa pun dilaporkan mengalami penurunan omset
yang signifikan. Misalnya tukang cukur yang terpaksa harus kehilangan
penghasilan akibat kebijakan social distancing. Mereka yang bekerja
sebagai buruh harian lepas, seperti pegawai bangunan, makeup artis, pekerja
wedding organizer, fotografer pernikahan, dan lainnya dilaporkan kesulitan
mendapatkan penghasilan karena sejumlah proyek terpaksa ditunda akibat
pandemi virus Corona.Beruntung, pemerintah saat ini cukup berani
mengambil kebijakan dengan tidak memberlakukan lockdown, sehingga
beberapa UKM di daerah masih punya kesempatan untuk mencari cara agar
tetap bisa ‘bertahan hidup’.
Selain itu, ada beberapa kebijakan lainnya yang dinilai cukup
membantu para pelaku UKM, misalnya memberikan relaksasi kredit,
menggratiskan dan diskon listrik hingga 50 persen, serta program
kemudahan suntikan modal. Hal ini terlihat dari langkah Otoritas Jasa
Keuangan yang menerbitkan kebijakan countercyclical yang tertuang pada
siaran pers No. HM.4.6/32/SET.M.EKON.2.3/03/2020 oleh Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.

27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejak kemunculannya di akhir tahun 2019, virus Covid-19 telah
menyebar di seluruh dunia. Dengan cepatnya penyebaran Covid-19, dampak
perlambatan ekonomi global mulai dirasakan di dalam negeri. Mulai dari
harga minyak bumi yang jatuh ke arah terendah, bursa saham yang terjun
bebas, serta harga komoditas lain seperti gas dan minyak sawit diperkirakan
juga akan tertarik ke bawah apabila permintaan tidak segera pulih (Kompas,
11 Maret 2020).
Dalam menghadapi tantangan ekonomi dan bisnis akibat pandemi
COVID-19 ini diperlukan berbagai jenis pendekatan, diantaranya adalah
pendekatan secara makro melalui kebijakan pemerintah maupun pendekatan
secara mikro melalui manajemen UMKM secara bisnis. Secara pendekatan
makro melalui kebijakan pemerintah, Laporan OECD3 menyebutkan bahwa
untuk membantu UMKM saat ini dan membuka jalan bagi pemulihan yang
tangguh, pemerintah harus mempertimbangkan setidaknya tiga tindakan
penting, yaitu Pertama, pemerintah harus mengumumkan pasal sunset dari
langkahlangkah dukungan ekonomi dan bisnis saat ini dan secara progresif
mengadopsi strategi dukungan yang lebih terfokus untuk pemulihan.
Pengaturan waktu dan kecepatan sangatlah penting. Menarik langkah-
langkah dukungan ekonomi dan bisnis terlalu cepat dapat menyebabkan
kegagalan besar-besaran pada perusahaan dan membuat persaingan semakin
lemah, tetapi disisi lain dukungan ekonomi dan bisnis yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan distorsi, mengurangi insentif untuk beradaptasi dan
berinovasi, dan memerangkap sumber daya dalam kegiatan yang tidak
produktif.
Kedua, pemerintah harus memastikan bahwa arus perusahaan yang
keluar dan masuk dilakukan secara bertahap dilanjutkan dengan cara yang
mendukung pemulihan inklusif (yaitu, tanpa lebih lanjut membebani mereka
yang paling terkena dampak krisis, seperti pemuda, wanita dan migran).
Ada peluang untuk meningkatkan status kepailitan, memfasilitasi penutupan

28
bisnis tidak produktif dan restrukturisasi bisnis yang layak, dan
meningkatkan kemampuan pengusaha untuk memulai bisnis baru setelah
kegagalan. Karena kebangkrutan dapat meningkat secara dramatis,
reformasi kebijakan harus dapat membatasi efek negatif dan mengurangi
biaya pribadi bagi pengusaha gagal yang jujur.
Semua ini membutuhkan pengembangan kriteria untuk menilai
UMKM mana yang harus mendapatkan dukungan selama pemulihan dan
transisi ke model bisnis baru. Menerapkan kriteria tradisional untuk
mengidentifikasi bisnis yang "layak" - seperti data neraca atau riwayat
kredit baru-baru ini - mungkin tidak bekerja dengan efektif. Sebagai contoh,
memanfaatkan perkembangan Fintech dan alat-alat digital untuk penilaian
risiko kredit yang lebih efektif, pemberian layanan dan
pemantauanmenyeluruh dapat membantu mengatasi keterbatasan
pendekatan tradisional untuk pembiayaan bisnis pada saat ketidakpastian
seperti saat ini belum pernah terjadi sebelumnya. Sejauh ini, pemerintah
belum memanfaatkan instrumen ini secara efektif.
Selain itu, instrumen pembiayaan non-utang harus digunakan lebih
banyak untuk mengatasi lebih beragam kebutuhan dalam populasi UMKM
dan memperkuat struktur modal mereka (mis. Ekuitas, pembiayaan
mezzanine, leasing atau anjak piutang). Ketiga, dukungan pemerintah harus
menjangkau para pengusaha dan UMKM yang dapat meningkatkan
ketahanan ekonomi dan masyarakat di era pasca-COVID. Awal yang
inovatif, kewirausahaan dan model bisnis baru harus dipromosikan. Pada
saat yang sama, UMKM tradisional yang sebagian besar menghilang dan
perusahaan mikro yang berjuang untuk mengambil manfaat dari transisi
digital harus mempercepat digitalisasi dan adopsi teknologi, perubahan
organisasi dan peningkatan keterampilan. Keluar dari krisis, UMKM harus
muncul dengan perlengkapan yang lebih baik secara digital dan dengan
kemampuan tenaga kerja yang diperkuat. Hanya sedikit inisiatif kebijakan
yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan jangka panjang dari bisnis
yang sudah mapan dan potensi pertumbuhan UMKM. Misalnya, Korea dan
Irlandia telah bertindak untuk membantu bisnis kecil mengadopsi proses

29
kerja baru, mempercepat digitalisasi dan menemukan pasar baru. Langkah-
langkah dukungan struktural seperti itu, bersama-sama dengan persyaratan
cerdas, harus dimasukkan dalam fase selanjutnya dari respons kebijakan.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kondisi UMKM ditengah pandemi terus mengalami penurunan
kapasitas, mulai dari kapasitas produksi hingga penurunan penghasilan.
Termasuk beberapa cafe yang ada di Sumatera Barat khususnya di Kota
maupun Kabupaten Solok.
2. Perlu adanya kebijakan dalam rangka melindungi UMKM agar tetap
bisa kompetitif meskipun ditengah pandemi Covid-19.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu untuk penyempurnaan makalah ini kritik dan saran dari rekan-
rekan mahasiswa dan mahasiswi serta Dosen Pembina yang bersifat
membangun sangat diharapkan.

30
DAFTAR PUSTAKA
Jaidan Jauhari, 2010, Upaya Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah
(Ukm) Dengan Memanfaatkan E-Commerce
Aknolt Kristian Pakpahan, 2020, Covid-19 Dan Implikasi Bagi Usaha
Mikro, Kecil, Dan Menengah
Wan Laura Hardilawati, 2020, Strategi Bertahan UMKM di Tengah
Pandemi Covid-19
Husni Awali, 2020, Urgensi Pemanfaatan E-Marketing Pada
Keberlangsungan Umkm Di Kota Pekalongan Di Tengah Dampak Covid-19
Lili Marlinah, 2020, Peluang dan Tantangan UMKM Dalam Upaya
Memperkuat Perekonomian Nasional Tahun 2020 Ditengah Pandemi Covid 19
Abdurrahman Firdaus Thaha, 2020, Dampak Covid-19 Terhadap Umkm
Di Indonesia
Sulistyo, PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
DENGAN BASIS EKONOMI KERAKYATAN DI KABUPATEN MALANG
HM. Noer Soetjipto , 2020, Ketahanan Umkm Jawa Timur Melintasi
Pandemi Covid-19
Andi Amri, 2020, Dampak Covid-19 Terhadap Umkm Di Indonesia
Silpa Hanoatubun, 2020, Dampak Covid – 19 Terhadap Perekonomian
Indonesia
Lilis Sulastri, Dr., MM., 2016, Manajemen Usaha Kecil Menengah. LGM
- LaGood’s Publishing. Bandung
Ahmad Fathoni, 2020, DAMPAK COVIC 19 DAN KEBIJAKAN PSBB
PEMERINTAH TERHADAP UMKM DI WIYUNG SURABAYA
Ade Raselawati, Pengaruh Perkembangan Usaha Kecil Menengah
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Sektor UKM Di Indonesia, Skripsi,
(Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Arief Rahmana, Peranan Tekhnologi Informasi dalam Peningkatang Daya
Saing Usaha Kecil Menengah, Seminar Teknologi Informasi (SNATI),
ISSN:1907-5022,(Yogyakarta, 2009), hal.58

31

Anda mungkin juga menyukai