Anda di halaman 1dari 11

Biodata Peserta Lomba Resensi Buku Pembiayaan UMKM

Nama Lengkap : Rahma Aulia Futri

Tempat, Tanggal lahir : Kuningan, 28 April 2003

Domisili : Jl. Surya Utama, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah.

No. Handphone : 085771342912

Pekerjaan : Mahasiswa
Menelusuri Berbagai Macam Program Pembiayaan UMKM dan Jatuh
Bangunnya Perjalanan UMKM

A. Identitas Buku

- Judul Buku : Pembiayaan UMKM


- Nama Penulis : Dr. (H.C.) Ir. Airlangga Hartarto, M.B.A., M.M.T.,
IPU
- Penerbit : PT Raja Grafindo Persada
- Tahun terbit : 2021
- Halaman Muka :x
- Halaman Isi : 195
- Bab :5

B. Ikhtisar Buku
Pembiayaan UMKM merupakan salah satu kunci yang memiliki kontribusi
atau peran yang besar bagi perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu
negara, khususnya Perekonomian Indonesia. Saking besarnya peran UMKM
bagi perekonomian, Pemerintah selalu menggencarkan program pembiayaan
UMKM agar UMKM lebih berdaya dan sejahtera. Pembiayaan UMKM ini
pastinya masih belum terlalu familiar bagi orang awam yang baru ingin
memulai bisnis kecilnya. Maka, buku ini dapat membantu pembaca dalam
memahami bagaimana peranan UMKM terhadap perekonomian, ketahanan
UMKM terhadap krisis, Program-program pembiayaan UMKM, Pembiayaan
syariah bagi UMKM, bahkan Pembiayaan UMKM pada masa Covid-19 yang
melanda seluruh dunia..
Dalam Bab 1 dijelaskan mengenai peranan UMKM terhadap perekonomian,
baik perekonomian Indonesia maupun negara lain di Asia seperti Jepang dan
Korea Selatan. Peran dan andil UMKM dalam perekonomian dapat dilihat dari
penyerapan tenaga kerja, jumlah unit usaha, dan kontribusi terhadap PDB.
Berdasarkan Data ABD, kontribusi UMKM antar negara berbeda, Indonesia
sebesar 60,5%, Korea Selatan sebesar 37,8%, Jerman sebesar 53,8%,
Vietnam 40%, dan Jepang sebesar 53%. Masing-masing negara tentunya
mempunyai jenis UMKM nya masing-masing dan pastinya terdapat tahapan
pengembangan UMKM di masing-masing negara. Di Jepang terdapat enam
periode pengembangan UMKM yaitu periode rekonstruksi (1945-1954),
periode pertumbuhan tinggi tahap satu (1955-1962), periode pertumbuhan
tinggi tahap dua (1963-1972), periode pertumbuhan stabil (1973-1984),
periode transisi tahap satu (1985-1999), dan periode transisi tahap dua
(2000-sekarang). UKM merupakan kunci pertumbuhan industri Jepang karena
perusahaan kecil banyak yang berkembang pesat dan bertambah besar, lalu
seiring berjalannya waktu UMKM meningkatkan produktivitasnya secara
keseluruhan dimana UKM Jepang mempekerjakan hampir 70% dari total
tenaga kerja. Selain itu, sub kontraktor kecil di Jepang juga berkontribusi dan
mendukung sistem produksi massal di bidang manufaktur dan industri berat.
Kesempatan berpartisipasi dalam rantai pasok global tidak hanya dimiliki oleh
perusahaan besar saja, namun juga untuk UMKM, dimana perusahaan kecil
juga dapat meningkatkan efisiensinya dalam rantai pasok global sehingga
mendapatkan keuntungan komparatif. Jepang memiliki banyak organisasi
untuk mendukung UMKM, beberapa organisasi diantaranya yaitu Small and
Medium Enterprise Agency (SMEA) di bawah Kementerian Ekonomi,
Perdagangan, dan Industri Jepang. Selain organisasi, Jepang juga memiliki
Bank Khusus Pembiayaan UMKM yang dinamakan Bank Shinkin, dimana
Bank ini merupakan lembaga keuangan regional yang hanya dapat
memberikan pinjaman kepada UMKM yang beroperasi di wilayah yang sama
dengan Bank Shinkin. Di Korea Selatan, UMKM juga berperan penting
sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi mewakili 99% perusahaan,
89% dari total lapangan kerja, berkontribusi terhadap ekspor sebesar 38%
dan 37,8% terhadap total PDB. Terdapat 6 periode pengembangan UMKM di
Korea Selatan, yaitu Implementasi Kebijakan Industrialisasi (UKM Tahun
1960-an), Pertumbuhan Tinggi Melalui Kebijakan Ekspor (UKM Tahun
1970-an), Kebijakan Restrukturisasi (UKM Tahun 1980-an), Kebijakan
Pergeseran Ekonomi (UKM Tahun 1990-an), Kebijakan Membina Bisnis
Ventura (UKM Tahun 2000-an), dan Kebijakan Win-Win Growth (UKM Tahun
2010-an). Kunci perkembangan UKM di Korea Selatan yaitu ekosistem
kelembagaan yang terintegrasi untuk mendukung UKM, dan terdapat
kebijakan yang mendorong daya saing UKM Korea Selatan seperti adanya
Program “Purchase-Guaranteed New Product Development”, Program
Hidden Champion Initiative, dan Program Dukungan Pemasaran UKM seperti
Smart SMEs, K Brand, Inclusive companies program, dan global
collaboration.
Bagi Perekonomian Indonesia, UMKM memiliki peran penting terutama dalam
Pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja. Di
tahun 2019, kontribusi UMKM terhadap PDB mencapai 60% dan menyerap
tenaga kerja sebesar 119 juta orang atau 97% dari total tenaga kerja.
Pengembangan UMKM di Indonesia pastinya mengalami permasalahan, baik
dari dalam maupun dari luar. Contoh permasalahan UMKM yang sering terjadi
di Indonesia yaitu akses pembiayaan dan permodalan terhadap kredit bank
sangat terbatas. Sebanyak 60,14% UMK mengalami kesulitan likuiditas dan
permodalan menurut di tahun 2017 BPS. Terdapat beberapa kendala yang
menghambat akses UMKM kepada layanan sistem perbankan yaitu seringkali
UMKM tidak memiliki sistem akuntansi yang baik, selain itu masih banyak
UMKM yang memiliki Legalitas UMKM. Jumlah UMK yang tidak berbadan
usaha masih sangat tinggi dan mendominasi, yaitu mencapai 93,5% menurut
BPS di tahun 2017. Permasalahan lainnya yaitu Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) yang rendah merupakan faktor penghambat perkembangan
UMKM. Lebih dari 40% pengusaha UMK berpendidika SD atau tidak tamat
SD (BPS, 2017). Rendahnya tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
keterbatasan UMKM dalam pencatatan dan pengelolaan keuangan.
Produktivitas UMKM di Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan
dengan Brunei Darussalam, Thailand, maupun Singapura.Jika dibandingkan
negara lain, share ekspor UMKM Indonesia masih lebih rendah dibandingkan
Malaysia (19%), Thailand (29,5%), dan India (40%), dimana ekspor UMKM
Indonesia hanya sebesar 15,6%. Rendahnya share ekspor UMKM Indonesia
disebabkan karena adanya keterbatasan teknologi dan keahlian tenaga kerja
dan pengusaha, terbatasnya informasi peluang pasar, terbatasnya strategi
bisnis global, dan terbatasnya modal untuk membiayai kegiatan ekspor.
Dalam perkembangannya, perjalanan UMKM di Indonesia pastinya tidak
selalu mulus dan selalu terdapat tantangan dan hambatan. Di dalam Bab 2
dijelaskan mengenai krisis keuangan yang menjadi tantangan bagi UMKM.
Tantangan UMKM di Indonesia dapat dilihat pada tiga periode gelombang
krisis yang melanda Indonesia, yakni krisis moneter 1997-1998, krisis
keuangan 2008-2009, dan Pandemi Covid-19. Krisis moneter 1997-1998
menyebabkan nilai tukar rupiah (IDR) terhadap dolar AS (US$) mengalami
depresiasi yang sangat besar. Depresiasi ini membuat harga bahan baku dan
barang yang dibutuhkan oleh UMKM menjadi semakin mahal. Jumlah UMKM
menurun dari 39,8 juta unit pada tahun 1997 menjadi 36,8 juta unit pada
tahun 1998 atau menurun sebesar -7,4%. Namun, di sisi lain penurunan
jumlah UMKM ini lebih rendah dibanding penurunan jumlah Usaha Besar di
Indonesia, dimana UB mengalami penurunan sebesar -12,7% (YoY)
sedangkan UMKM hanya menurun sebesar -7,4% (YoY). Krisis Keuangan
2008-2009 dimulai pada tahun 2007 yang berasal dari krisis subprime
mortgage di Amerika. Krisis ini berpengaruh terhadap melemahnya
permintaan global sehingga pendapatan ekspor mengalami penurunan yang
signifikan. UMKM dapat terdampak krisis ini terutama karena hilangnya
permintaan atas produk ekspornya. Meskipun terjadi pelemahan permintaan
global, tetapi UMKM masih dapat bertahan selama periode krisis keuangan
global 2008-2009. Penyerapan tenaga kerja UMKM ini bahkan lebih besar
dibandingkan rata-rata di negara berpendapatan menengah-bawah lainnya di
periode krisis keuangan global. 2008-2009. Jika kondisi antara UMKM dan
Usaha Besar (UB) pada periode krisis tahun 2009 dibandingkan, maka dapat
diketahui bahwa kondisi UMKM lebih tahan terhadap krisis dibandingkan
dengan UB. Pertumbuhan PDB UMKM juga tumbuh secara positif dan UMKM
masih dapat bertahan sepanjang periode krisis keuangan global 2008-2009.
Pada tahun 2020, Pandemi Covid-19 muncul dan memberikan dampak
negatif terhadap seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali bagi UMKM.
Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang lebih besar terhadap UMKM
dibandingkan krisis keuangan asia 1997-1998 dan krisis keuangan global
2008-2009. Survei yang dilakukan oleh BRI dalam BRI Micro & SME Index
sepanjang tahun 2020 menunjukkan bahwa aktivitas bisnis UMKM sempat
tertekan di Triwulan II Tahun 2020 seiring dengan terbatasnya aktivitas
masyarakat didalam dan luar negeri. Berdasarkan Survei ABD, penurunan
aktivitas bisnis UMKM selama masa pandemi menyebabkan penurunan
pendapatan, 2 bulan setelah diberlakukannya pembatasan aktivitas bisnis,
UMKM yang tidak memperoleh pendapatan akibat penutupan sementara
usahanya, meningkat menjadi 48,8% di bulan April 2020 dari 36,0% di bulan
Maret 2020. Jika dibandingkan dengan Usaha Menengah Besar (UMB),
jumlah usaha menengah kecil (UMK) yang mengalami penurunan
pendapatan lebih banyak. Survei BPS pada bulan Juli 2020 menunjukkan
bahwa 84,20% UMK telah mengalami penurunan pendapatan. Sementara,
jumlah UMB yang mengalami penurunan pendapatan sebanyak 82,29%.
Selanjutnya yaitu Bab 3 yang berisi penjelasan mengenai program-program
pembiayaan UMKM. Pembiayaan merupakan salah satu faktor kunci dalam
pengembangan UMKM. Terdapat beberapa program pembiayaan UMKM di
Indonesia. Program-program ini dapat diikuti oleh wirausaha yang sedang
menjalankan Usaha mikro, kecil, dan menengah sesuai dengan kebutuhan
karena tiap program mempunyai target debitur yang berbeda. Pembiayaan
UMKM terbagi menjadi beberapa periode, dalam periode-periode tersebut
terdapat program-program UMKM yang berbeda menyesuaikan dengan tahun
di setiap periode tersebut. Tahap Pembiayaan UMKM terbagi menjadi dua
periode yaitu Pembiayaan Kredit UMKM Sebelum Tahun 1999 dan
Pembiayaan UMKM Setelah Tahun 1999. Hingga tahun 1999, Bank Indonesia
memiliki peran penting dalam menyalurkan program pembiayaan melalui
program Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). KLBI adalah kredit yang
diberikan oleh Bank Indonesia kepada Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat dalam rangka menunjang program prioritas pemerintah. Program
kredit yang didukung oleh KLBI untuk UMKM meliputi : Kredit Bimbingan
Masyarakat (Bimas) dan Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Investasi Kecil (KIK)
dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), dan Kredit Candak Kulak.
Pasca krisis keuangan asia yang melanda Indonesia pada 1997-1998, pada
17 Mei 1999 dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI yang menetapkan
Bank Indonesia sebagai Bank sentral yang bersifat independen. Dampaknya
bank sentral tidak diperkenankan lagi memberikan kredit likuiditas untuk
mendukung pengembangan sektor-sektor yang ditetapkan pemerintah.
Kemudian pemerintah mendirikan BUMN yang bernama PT Permodalan
Nasional Madani (PNM) pada 1 Juni 1999 yang diberikan tugas untuk
memberikan pemberdayaan kepada pelaku UMKM dan koperasi. Program
pembiayaan UMKM setelah tahun 1999 yang dilanjutkan oleh PNM yaitu
terbagi menjadi tiga program pembiayaan yang mana masing-masing
program mempunyai lembaga penyalur kredit yang berbeda-beda. 1)
Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) terdiri dari Pegadaian Kreasi Ultra Mikro
(Kreasi UMi), PNM Mekaar, Pembiayaan Ultra Mikro BAV-UMi (BUMi. 2)
Pembiayaan Mikro terdiri dari PNM ULaMM, Penyaluran Dana Bergulir
LPDB-KUMKM, dan Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan
Perikanan. 3) Kredit Usaha Rakyat (KUR) terdiri dari KUR Super Mikro, KUR
Mikro, KUR Kecil, KUR Khusus, dan KUR Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia.
Selain program pembiayaan UMKM dari sisi ekonomi konvensional, terdapat
juga pembiayaan syariah yang dibahas dalam Bab 4. Pembiayaan syariah
merupakan salah satu komponen keuangan syariah yang penerapannya tidak
terlepas dari prinsip islam dan dasar hukum islam sebagai pedoman. Secara
kelembagaan, UMKM memiliki opsi berbagai sumber pembiayaan syariah
untuk mendukung keberlangsungan usahanya. Program pembiayaan syariah
bermacam-macam, dapat melalui perbankan syariah, IKNB syariah, dan
pembiayaan syariah lainnya. Pembiayaan Syariah melalui Perbankan
Syariah. Pembiayaan Syariah melalui Industri Keuangan Non-bank (IKNB)
Syariah diantaranya yaitu melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Syariah :
Bank Wakaf Mikro (BWM, Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Unit Usaha Syariah
(UUS) Pegadaian, Unit Usaha Syariah (UUS) Permodalan Nasional Madani
(PNM), dan Fintech Peer to Per (P2P) Financing syariah. Sumber
Pembiayaan Syariah Lainnya bagi UMKM diantaranya yaitu Pasar Modal
Syariah, Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) KUKM Skema Syariah,
dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Microfinance Desa.
Dari Bab 2 yang telah dijelaskan sebelumnya, kita dapat mengetahui bahwa
krisis terparah bukanlah krisis keuangan 2008-2009, tetapi krisis yang terjadi
ketika Pandemi Covid-19 melanda. Pandemi Covid-19 memberikan dampak
sangat besar terhadap seluruh aspek masyarakat. Pemerintah berpikir keras
untuk menjaga stabilitas UMKM pada masa Covid-19 ini dengan mengadakan
berbagai program pembiayaan UMKM agar UMKM tetap dapat berjalan
dengan baik walau sedang dilanda krisis besar, hal ini dibahas dalam bab 5.
Pemerintah memberikan dukungan berupa pemberian bantuan bagi UMKM
maupun memberikan insentif kepada dunia usaha, Hal ini tidak lepas dari
fakta bahwa UMKM merupakan salah satu unit usaha yang paling terdampak
oleh Pandemi Covid-19. Program pembiayaan UMKM pada masa covid-19
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia yaitu
- Menciptakan KUR Supermikro : yaitu bantuan untuk yang terkena PHK
dan Ibu Rumah tangga yang berusaha
- Menghilangkan batas 60% sektor produktif KUR untuk mendorong
sektor perdagangan sebagai sektor yang paling mudah memulai usaha
- Memberikan Subsidi Bunga KUR dan Non-KUR untuk mengurangi
beban bunga debitur melalui tambahan subsidi bunga
- Memberikan Bantuan Produktif Ultra Mikro untuk me-restart usaha
- Menempatkan Dana Murah pada Bank Umum Mitra untuk penyediaan
sumber dana murah di perbankan, untuk disalurkan sebagai kredit
modal kerja
- Memberikan Penjaminan Kredit untuk UMKM guna mengurangi resiko
perbankan dalam memberikan kredit dengan menanggung IJP untuk
penjaminan kredit.
- Memberikan Pembebasan PPh UMKM guna mengurangi beban
UMKM dan menjaga arus kas
- Memberikan Bantuan Tunai untuk PKL dan Warung (BT-PKWL) guna
mengurangi beban PKL di saat pelaksanaan PPKM.
Program pembiayaan UMKM yang dicanangkan oleh pemerintah pada masa
Pandemi Covid-19 cukup membantu keberlanjutan usaha UMKM bagi
pebisnis.
C. Kelebihan dan kekurangan buku
● Kelebihan Buku
Buku ini menjelaskan secara detail dan jelas mengenai karakteristik
khusus UMKM, bukan hanya menjelaskan gambaran umum UMKM,
jadi pembaca lebih mengetahui karakteristik UMKM karena biasanya
orang-orang mengetahui UMKM hanya sebagai usaha kecil saja. Lalu,
teori yang dipakai dalam buku didukung dengan fakta yang terjadi di
lapangan jadi teorinya tidak hanya sebagai pelengkap saja. Di buku ini
juga dijelaskan terlebih dahulu seluk beluk teori yang dipakai dan
bagaimana teori tersebut secara nyata terjadi di lapangan untuk
menyamakan persepsi pembaca, jadi pembaca yang awam dapat lebih
mudah memahami narasi dan penjelasan dalam buku. Dijelaskan pula
sejarah dan tahapan pengembangan UMKM beberapa negara yang
dapat menambah insight pembaca . Buku ini juga menyediakan
footnote jadi pembaca dapat langsung menuju ke referensi bacaan jika
ingin membaca dan memahami materi lebih lengkap. Buku ini
didukung oleh jurnal internasional bahkan jurnal dari negara yang
diteliti jadi data dan faktanya dapat dikatakan lebih akurat. Terdapat
pula studi kasus yang dikutip langsung dari paper negara yang sedang
diteliti jadi lebih interaktif dan kesannya tidak membosankan. Selain
studi kasus, juga tersedia grafik dan tabel sebagai visualisasi dari
narasi dan data yang dijelaskan jadi tidak hanya narasi saja, terlebih
lagi grafik dan tabelnya berwarna warni, tidak hanya berwarna hitam
putih.. Dijelaskan juga perjuangan dan lika-liku brand-brand besar jadi
lebih seru dan menarik perhatian pembaca. Yang terpenting, dijelaskan
berbagai program UMKM di Indonesia jadi pastinya dapat menambah
wawasan lebih luas bagi pembaca.
● Kekurangan Buku
Sayangnya juga terdapat beberapa kekurangan dari buku ini.
Diantaranya yaitu didalam buku ini tidak dijelaskan mengapa penulis
memilih negara negara yang ada di dalam buku tersebut menjadi objek
pembahasannya, mungkin jika dipaparkan alasan mengapa memilih
negara-negara tersebut pembaca akan lebih mengetahui alasan dan
latar belakang mengapa negara tersebut dipilih. Lalu, terdapat
beberapa data yang tidak lengkap dalam tabel rincian data UMKM,
misalnya terdapat tabel yang ada datanya tetapi juga ada data yang
kosong dalam tabel tersebut. Selain itu, data yang digunakan dalam
satu tabel berbeda-beda tahun jadi agak membingungkan pembaca.
Terdapat tabel yang kurang menjelaskan narasi di dalam buku
tersebut, jadi pembaca mungkin akan bingung tabel tersebut
menjelaskan narasi yang mana di dalam buku. Dari segi bahasa,
terdapat beberapa kalimat yang selalu diulang-ulang jadi kalimatnya
tidak efektif. Terdapat pula beberapa kata-kata yang sulit dipahami
artinya bagi orang awam, karena kata-kata tersebut merupakan
kata-kata yang hanya familiar oleh kalangan yang menggeluti bidang
ekonomi. Lalu, di beberapa halaman kosong terdapat tulisan “Halaman
sengaja dikosongkan” yang menurut saya ini tidak terlalu perlu karena
dapat membuat pembaca berpikir apakah bagian tersebut memang
sengaja diadakan atau hanya human-error.

D. Kesimpulan
Buku Pembiayaan UMKM ini mengandung banyak sekali pengetahuan
terkhusus ilmu mengenai UMKM. Mulai dari Peran UMKM terhadap
perekonomian, ketahanan UMKM ketika menghadapi krisis, baik krisis
moneter 1997-1998, krisis keuangan 2008-2009 hingga krisis ketika pandemi
covid-19, lalu juga dijelaskan mengenai berbagai macam program
pembiayaan UMKM baik secara konvensional dan syariah yang dijalankan
oleh pemerintah dan terdapat pula bab buku yang membahas mengenai
pembiayaan UMKM pada masa covid-19 di Indonesia. Didalam buku ini juga
terdapat banyak studi kasus dan cerita tentang perkembangan sebuah UMKM
menjadi usaha yang besar. Sayangnya, didalam buku ini tidak terlalu banyak
cerita perkembangan UMKM di Indonesia, di beberapa bab hanya terdapat
cerita perkembangan UMKM di negara Jepang dan Korea Selatan serta
beberapa negara lainnya. Buku Pembiayaan UMKM sangat cocok dibaca
oleh para praktisi atau ahli ekonomi sebagai sumber bacaan pendukung
karena buku ini menyatakan keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan.
Selain ahli, buku ini juga cocok dibaca oleh khalayak umum terkhusus yang
ingin lebih mendalami UMKM dan orang yang berencana untuk membuka dan
mengembangkan UMKM. Dengan membaca buku Pembiayaan UMKM ini
sedikit banyaknya akan memahami apa apa saja program-program
pembiayaan UMKM di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai