Anda di halaman 1dari 34

Keuangan Mikro dalam Pembangunan Pertanian

“Lembaga Keuangan Mikro”?

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan


yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan
usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota
dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian
jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata
mencari keuntungan.
LKM institusi profit motive yang juga bersifat social motive,
yang kegiatannya lebih bersifat community development
dengan tanpa mengesampingkan perannya sebagai
lembaga intermediasi keuangan., LKM juga melaksanakan
kegiatan simpan pinjam, yang aktifitasnya juga dituntut
untuk memberikan kesadaran menabung kepada
masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah.

Apa yang menjadi dasar hukum LKM?


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro (UU LKM)
Apa saja peraturan pelaksanaan LKM?

1. Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga


Pinjaman Atau Imbal Hasil Pembiayaan Dan Luas Cakupan
Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro.

2. Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan


Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.

3. POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha


Lembaga Keuangan Mikro.

4. POJK Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan


Lembaga Keuangan Mikro.
Apa saja badan hukum LKM?

Bentuk badan hukum LKM adalah:


1. Koperasi; atau
2. Perseroan Terbatas

Siapa yang berhak mengesahkananggaran dasar LKM?

• Perseroan terbatas (PT)Pengesahan diberikan oleh Menteri Hukum dan


HakAsasi Manusia
• KoperasiPengesahan diberikan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah

Siapa saja yang dapat memiliki LKM?


LKM hanya dapat dimiliki oleh:
1. Warga Negara Indonesia;
2. Badan Usaha Milik Desa/Kelurahan
3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau
4. Koperasi
Sektor Pertanian :

1. Usaha kecil mikro 26.398.113 (52,07)


2. Usaha kecil 1.079 (0,21)
3. Usaha menengah 1.667(4,23)
4. Usaha Besar 242 (5,54)
Total Pertanian 26.401.111 (51,50)

Mengapa muncul/ adanya lembaga keuangan mikro ?


Mengapa muncul/ adanya lembaga keuangan mikro ?

 Inefisensi usahatani ditengarai menjadi salah satu penyebab


rendahnya produktivitas pertanian yang kemudian berpangkal
kepada kemiskinan bagi sebagian besar petani di perdesaan.
 Ashari (2006) menyatakan bahwa penyebab rendahnya produktivitas
pertanian adalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani.
Ketidakmampuan petani membiayai kegiatan usahataninya dengan
modal sendiri mengakibatkan ouput yang dihasilkan tidak optimal.
 Rendahnya kemampuan petani untuk mengakses sumber
pembiayaan atau permodalan dari luar, terutama yang berasal dari
perbankan.

Oleh karena itu, peningkatan akses petani terhadap sumber


pembiayaan dari luar diharapkan dapat mengatasi permasalahan
keterbatasan modal.
Lembaga Keuangan Mikro Yang Terdapat Di Indonesia Saat Ini:

1. Badan Kredit Desa (BKD). BKD merupakan salah satu LKM formal yang pertama kali
berdiri di Indonesia

2. Lembaga Dana Kredit Pedesaan. (LDKP) . dicetuskan sejak era tahun 1980an oleh
Pemerintah Indonesia dalam upaya mengelompokkan lembaga keuangan mikro non-
bank yang banyak beroperasi di seluruh wilayah Indonesia

3. Badan Kredit Kecamatan (BKK): Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah dan
Kalimantan Selatan, Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK) di Jawa Barat serta
Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat, merupakan beberapa LDKP awal yang
berdiri sekitar tahun 1970an.

4. Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Lembaga ini juga merupakan sebuah lembaga
keuangan milik desa adat, sama dengan LPN yang ada di Sumatera Barat.

5. Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Lembaga ini merupakan lembaga keuangan
mikro yang berdasarkan prinsip syariah dan berlandaskan ajaran Islam.
 Dinyatakan juga dalam program pemerintah tersebut bahwa
pengentasan kemiskinan antara lain dicanangkan melalui
pengembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) untuk
peningkatan pendapatan termasuk pemberian KUR (Kredit Usaha
Rakyat).
 UMKMnya dianggap sebagai salah satu strategi kunci dalam
penanggulangan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. (negara
berkembang maupun negara-negara maju ) termasuk di region
Asia Pacific berjumlah lebih dari 90 % dari total bisnis yang ada
dan mempekerjakan antara 60 – 80 % dari total pekerja [2].

 UMKM Korea memberikan bantuan keuangan dan non-


keuangan, Malaysia memberikan akses pasar dan nasihat bisnis
sedangkan Canada memberikan bantuan untuk pengetahuan ahli
dan tehnik, serta nasihat bisnis [
Data Badan Pusat Statistik per Maret 2018 menunjukkan angka
kemiskinan di Indonesia 9,82 persen (25,95 juta jiwa). Angka ini pertama
kalinya kemiskinan Indonesia di bawah 10 persen. Namun, ada yang
menyebutkan bahwa realitasnya jumlah warga miskin di atas angka BPS.

kemiskinan selalu menjadi pekerjaan rumah, siapapun presidennya.


Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Berdasarkan data BPS sejak 1970 hingga 2018, tren angka kemiskinan
cenderung menurun meski sempat naik di tahun 1996, 1998, 2002, 2005,
2006, 2013, 2015, dan 2017. Kemiskinan tertinggi terjadi pada 1970, di
mana terdapat 60 persen penduduk yang masuk kategori miskin atau 70
juta jiwa. Berikut angka kemiskinan era Presiden Soeharto hingga
Presiden Joko Widodo yang dirangkum dalam infografik Kompas.com di
bawah ini:

https
://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/02/112317326/infografik-angka-kemiskina
n-era-soeharto-hingga-jokowi#

Penulis : Akbar Bhayu Tamtomo
Kontribusi sektor usaha mikro, kecil dan menengah
terhadap produk domestik bruto meningkat dari
57,84% menjadi 60,34% dalam 5 tahun terakhir.
Serapan tenaga kerja pada sektor ini juga
meningkat dari 96,99% menjadi 97,22% pada
periode yang sama
Dalam praktek pengelolaan dana pinjaman di
Indonesia, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
hanya memperoleh akses terhadap lembaga
keuangan formal  sebesar 12%. Rendahnya akses
terhadap kredit perbankan antara dikarenakan:
1) skim kredit dan produk bank tidak sesuai dengan
kebutuhan usaha mikro, kecil, dan menengah,
2) Anggapan besarnya resiko kredit UMKM,
3) UMKM tidak memiliki agunan yang dipersyaratkan
perbankan.
 Di Indonesia, keuangan mikro untuk pengembangan UMKM
jumlah mencapai 99,99 % atau mencapai 51,26 juta unit usaha
sampai dengan tahun 2008 dari seluruh pelaku usaha nasional
(Statistik UMKM 2007- 2008).

 Salah satu kehebatan UMKM adalah kemampuannya menyerap


jauh lebih banyak tenaga kerja dari pada Usaha Besar, sehingga
aktifitas UMKM memberikan kesejahteraan dan stabilitas
ekonomi yang sangat berperan dalam menciptakan lingkungan
ekonomi makro yang positif bagi suatu negara.

 UMKM di Indonesia menyerap tenaga kerja sebesar 97,22%


TAHUN 2016. UMKM juga merupakan satu sumber penting
penyumbang PDB (Produk Domestik Bruto), sebesar 55,56 % pada
tahun 2008, menjadi 60,34% 2016.
 pemberdayaan pembiayaan untuk UMKM; peningkatan KUR dan
dana bergulir dengan bunga murah dan mudah diakses oleh UKM

 jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta, jlh penduduk yang


aktif secara ekonomi hanya 108 juta, yang mengmbrkan bahwa
akses terhadap jasa-jasa lembaga keuangan yang teregulasi masih
belum dapat menjangkau seluruh masyarakat (SEEP Network,
2009)

 Walaupun Indonesia mengembangkan keuangan mikro secara


komersial tetapi dari hasil kajian dan data BPS (2000)
menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari UMKM yang
memanfaatkan dana LKM untuk menutupi kekurangan modalnya.

 Usaha kecil yang memanfaatkan pinjaman modal dari bank 37,4 %


, sedang usaha mikro 8,6 %. Usaha Mikro dan Kecil lebih banyak
memanfaatkan modal dari pihak lain seperti koperasi, modal
ventura, lembaga non bank , keluarga, perorangan, dan lainnya, hal
Pada saat krisis ekonomi UMKM juga menunjukkan kemampuan
yang lebih untuk bertahan dibandingkan Usaha Besar, menurut
Basri (2003), MENGAPA ?

 Sebagian besar UKMM menghasilkan barang konsumsi , tidak


tahan lama. Kelompok barang ini dicirikan oleh (income
elasticity of demand) yang relatif rendah. Artinya, seandainya
terjadi peningkatan pendapatan masyarakat, permintaan atas
kelompok barang ini tak akan meningkat banyak; sebaliknya, jika
pendapatan masyarakat merosot-sebagai akibat dari krisis
EKONOMIi. Mengapa UKM dan koperasi tak seterpuruk usaha
besar? Pertama. dalam lima tahun terakhir ini-maka permintaan
tak akan banyak berkurang, Shg secara rata-rata tingkat
kemunduran usaha kecil tidak separah yang dialami oleh
kebanyakan usaha besar,
 Mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-banking
financing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi karena
akses usaha kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas.
 Umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi produksi yang ketat
dalam artian hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja
(kebalikan dari konglomerasi).. struktur pasar yang dihadapi UKM
mengarah pada persaingan sempurna, tingkat persaingan
sangatlah ketat. Spesialisasi dan struktur pasar inilah yang
membuat usaha kecil cenderung lebih fleksibel dalam memilih
dan berganti jenis usaha, apalagi mengingat bahwa usaha kecil
tidak membutuhkan kecanggihan teknologi dan kualitas sumber
daya manusia yang tinggi.

 Terbentuknya usaha-usaha kecil baru, terutama di sektor


informal, sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan
kerja di sektor formal karena krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Banyaknya unit usaha baru di sektor informal ini pada akhirnya
membuat tidak terjadi penurunan jumlah UKM dan koperasi.
Definisi Keuangan Mikro, Kredit Mikro, UMKM

 Usman et al. (2004) Menyatakan bahwa keuangan mikro adalah


penyediaan berbagai bentuk pelayanan keuangan; termasuk di
antaranya kredit, tabungan, asuransi dan transfer uang- bagi
orang atau keluarga miskin atau berpenghasilan rendah, dan
usaha mikro mereka. Definisi ini memberikan penekanan pada
perluasan bentuk layanan keuangan yang sebelumnya lebih
banyak diasosiasikan dengan kredit mikro saja, dan pada target
pelayanan yaitu masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah.

 Dua ciri utama keuangan mikro yang membedakannya dari


produk jasa keuangan formal, yaitu kecilnya pinjaman dan/atau
simpanan, dan/atau tidak adanya jaminan dalam bentuk aset.
Kebanyak dapat dibentuk oleh masyarakat sendiri, seperti yang
dinyatakan oleh Usman (2004:1).
 Menurut definisi yang dipakai dalam microcredit summit (1997),
kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil
kepada warga miskin untuk membiayai kegiatan produktif yang
dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang
memungkinan mereka peduli terhadap diri sendiri dan
keluarganya.

 Bank Indonesia (BI) mendefinisikan kredit mikro sebagai kredit


yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik
perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan
paling banyak Rp 100 juta per tahun.

 Sementara oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) kredit mikro


didefinisikan sebagai pelayanan kredit dibawah Rp 50 juta (Ashari:
2006).
 Dalam UU tersebut, kriteria yang digunakan untuk mendefinisik
UMKM pada pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau nilai
asset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
hasil penjualan tahunan, sebagai berikut:

Jenis Usaha Nilai Aset Hasil Penjualan Tahunan


Usaha Mikro < 50 Juta < 300 juta
Usaha Kecil 50  – 500 juta 300 juta – 2,5 milyar
Usaha Menengah 500 – 10 Milyar 2,5 – 50 milyar

BPS menyatakan bahwa Usaha Mikro adalah unit usaha dengan


pekerja tetap hingga 4 orang, Usaha Kecil antara 5 – 19 pekerja
dan Usaha Menengah dari 20 sampai dengan 99 orang. Bila
diatas 99 orang dikategorikan sebagai Usaha Besar
Keuangan Mikro untuk Penanggulangan Kemiskinan

 Pelayanan keuangan mikro dianggap sebahgai salah satu strategi


kunci dalam penanggulangan kemiskinan, dan manfaat pelayanan
keuangan mikro dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat
miskin telah banyak diungkapkan oleh studi di berbagai negara.

 Masa pemberian kredit pertanian bersubsidi (1950-an – 1970-an)


masyarakat miskin dipandang sebagai petani kecil yang tersisikan
dengan fokus perhatian pada laki-laki sebagai pencari nafkah
utama, sehingga untuk meningkatkan produktivitasnya dianggap
perlu melalui pemberian kredit.
 Pada era 1980-an masyarakat miskin dianggap sebagai
pengusaha mikro,, sehingga dikembangkan upaya-upaya
lembaga non pemerintah untuk menyediakan kredit mikro,
khususnya bagi perempuan. 1990-an, kredit mikro semakin
berkembang dengan adanya inovasi cara penyaluran kredit
kepada kelompok dengan pola Grameen Bank, dengan
kelompok perempuan miskin sebagai target utama. Pola ini
diadopsi oleh banyak negara dan memperoleh dukungan dari
banyak lembaga pendanaan. Perkembangan memunculkan
industri keuangan mikro yang menerapkan konsep ’financial
viability and sustainability’ lembaga penyedia layanan keuangan
mikro. Perkembangan ini diiringi dengan upaya besar-besaran
untuk menambah jumlah nasabah atau meningkatkan jumlah
kredit per nasabah menurut Kalpana (Usman et al, 2004)
 Pada akhir 1990-an beberapa studi secara kritis menyoroti gejala
makin tersingkirnya golongan paling miskin dari pelayanan
keuangan mikro, sebagai akibat sampingan dari penekanan yang
berlebihan pada kelancaran pembayaran dan ’institutional
viability” lembaga pemberi layanan keuangan mikro.

 ketersingkiran golongan paling miskin dari pelayanan keuangan


mikro tersebut, diidentifikasikan empat faktor penyebabnya :

1. Bentuk pinjaman yang tidak fleksibel dengan pembayaran


mingguan yang kaku dan tidak adanya pelayanan tabungan
2. Dominasi staff program terhadap nasabah yang tidak
memungkinkan adanya komunikasi timbal balik
3. Sistem pengawasan antar teman dalam kelompok yang justru
dapat menyingkirkan orang yang paling miskin atau yang
mengalami musibah dan
4. Adanya tekanan yang menyebabkan masabah terperangkap
kredit informal berbunga tinggi
Usman et al (2004) dua pandangan berbeda mengenai ketersingkiran golongan
paling miskin dari layanan keuangan mikro.

1. Pandangan pertama beranggapan bahwa golongan paling miskin tidak


memerlukan pelayanan keuangan mikro, tetapi lebih memerlukan bantuan
yang bersifat langsung. Oleh karenanya penanggulangan kemiskinan bagi
golongan ini harus dilakukan melalui bntuan sarana kesehatan, pangan,
pendidikan dan bukan kredit mikro (Robinson). Mahalnya biaya menjangkau
golongan termiskin tidak sebanding dengan besarnya jumlah kredit dan
tabungan mereka, sehingga tidak akan mampu menjamin keberlanjutan dan
perkembangan lembaga penyedia jasa keuangan mikro (the microfinance
gateway).

2. Pandangan kedua menyatakan bahwa golongan miskin layak mendapatkan


layanan keuangan mikro sehingga rancangan bentuk layanannyalah yang
harus disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Pandangan ini menekankan
pada perlunya merubah paradigma keuangan mikro dari fokus pada aspek
promosi atau dukungan terhadap usaha ekonomi kearah layanan keuangan
mikro yang bersifat perlindungan melalui program tambungan, pinjaman
darurat atau asuransi mikro.
 Potensi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro

 Soetrisno menyatakan jika BRI unit telah diakui sebagai the


biggest and the best micro banking system in the world, maka
Grameen Bank adalah the best social banking system,
perbedaannya terletak pada pada kemampuan untuk
memobilisasi dana masyarakat dan kegiatan usaha secara
komersial yang sehat tanpa subsidi untuk perbankan mikro
seperti yang telah ditunjukkan BRI-Unit.

 Sementara Grameen Bank terletak pada kemampuannya untuk


menjangkau masyarakat miskin menjadi produktif dan siap
masuk dalam arus kegiatan ekonomi biasa serta memanfaatkan
mekanisme perbankan yang biasa`
 Di Indonesia yang memiliki kekuatan sebagai sumber
pembiayaan mikro terbesar kedua setelah BRI-Unit adalah
koperasi yang sayangnya struktur kelembagaannya masih
sangat terfragmentasi dan belum bergerak sebagai sistem
kembaga keuangan yang efisien, oleh karena daya dobraknya
tidak dapat kelihatan meluas dan terkesan kurang produktif.

 Di negara seperti Kanada, India, Korea, dan lain-lain lembaga


keuangan mikro yang diselenggarakan koperasi menjadi
kekuatan efektif untuk pembiayaan anggota koperasi baik para
petani, peternak, produsen, maupun konsumen.

 Pada dasarnya potensi pengembangan LKM masih cukup luas


karena : Usaha mikro dan kecil belum seluruhnya dapat
dilayani atau dijangkau oleh LKM yang ada
Segmentasi pasar lembaga keuangan mikro pada umumnya adalah
kelompok usaha mikro yang dianggap oleh bank :

1. Tidak memiliki persyaratan yang memada


2. Tidak memiliki agunan yang cukup
3. Biaya transaksinya mahal / tinggi
4. Lokasi kelompok miskin tidak berada dalam jangkauan kantor
cabangnya
Sejarah keuangan mikro di Indonesia telah ada sejak akhir abad 19,
Akhir Abad 19:
 Bank Kredit Rakyat dan Lumbung Desa didirikan untuk membantu
melepaskan para petani, pegawai dan buruh dari lintah darat
 1905, Bank Kredit Rakyat ditingkatkan menjadi Bank Desa yang
cakupan layanannya diperluas ke arah usaha di luar bidang
pertanian
 1929, pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Staatblad 1929 no
137 tentang pendirian Badan Kredit Desa yang ditujukan untuk
menangani kredit pedesaan di Jawa dan Bali
 1930 dikeluarkan peraturan mengenai Algemene Volkskrediet Bank
yang merupakan cikal bakal Bank Rakyat Indonesia, dan
 Afdeelingsbank yang kemudian menjadi Bank Perkreditan Rakyat
Setelah 1945, Pemerintah mendorong pendirian bank pasar guna
memberikan pelayanan jasa keuangan kepada pedagang pasar
 1970, pemerintah mencanangkan program kredit bimbingan masal /
intensifikasi masal (Bimas/Inmas) yang melibatkan BRI melalui BRI Unit Desa
sebagai penyalur kredit mini dan midi
 1978, Terminologi yang umum bagi lembaga keuangan kecil teregulasi di
Indonesia adalah “Bank Perkreditan Rakyat”, atau disebut BPR yang
diperkenalkan oleh Bank ndonesia di tahun ini
 1984, karena terjadi kemacetan kredit Bimasyang sangat besar, maka
penyaluran kredit ini dihentikan. Kemudian di BRI unit desa diciptakan skim
kredit dan tabungan baru yang dinamakan kredit umum pedesaan (kupedes)
dan simpanan pedesaan (Simpedes) yang bersifat komersial
 1988, pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberikan kemudahan
pendirian BPR.
 1992, dikeluarkan UU no 7 tentang perbankan yang menetapkan hanya ada
dua jenis bank di Indonesia, yaitu Bank Umum dan BPR
 2000, dibentuk Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro (Gema
PKM) Indonesia yang merupakan forum komunikasi stakeholders yang terdiri
dari lembaga keuangan, lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat,
lembaga penelitian, dunia bisnis, media massa, lembaga donor dan kelompok
swadaya masyarakat. Forum ini berusaha mendorong dibuatnya peraturan
perundangan yang mengatur tentang lembaga keuangan mikro.
 lembaga keuangan mikro lainnya yang akhir-akhir ini
tumbuh pesat adalah lembaga keuangan syariah yang
penyelenggaraannya sesuai dengan prinsip-prinsip
syariat Islam. Lembaga keuangan syariah terdiri dari bank
khusus (misal; Bank Muamalat) dan bank lain serta BPR-
S, sedangkan yang berbentuk bukan bank terdiri dari
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) dibawah pembinaan Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), Baitul Tamwil
(BTM) yang dikembangkan oleh Baitul Mal
Muhammadiyah dan Koperasi Syirkah Muawanah yang
digairahkan oleh pesantren-pesantren. Status legalnya
ada yang berbentuk koperasi, tetapi tidak jarang masih
dalam pembinaan yayasan atau sama sekali tidak terkait
dengan institusi pengembang.
Dengan jumlah UMKM yang berjumlah 42 jutaan ternyata yang menikmati akses
permodalan dari lembaga-lembaga keuangan baik perbankan maupun LKM hanya
sebesar 22,14 %. Kondisi ini menggambarkan bahwa fungsi intermediasi lembaga
perbankan tidak berjalan dengan baik serta masih lebarnya permasalahan yang
dihadapi oleh UMKM. Namun, di sisi yang lain hal ini juga memberikan potensi
yang sangat besar dalam penyaluran kredit karena masih terbuka pasar yang luas
untuk skim-skim kredit skala mikro.

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia telah membuktikan bahwa :

1. Tumbuh dan berkembang di masyarakat serta melayani usaha mikro dan kecil
(UKM);
2. Diterima sebagai sumber pembiayaan anggotanya (UKM);
3. Mandiri dan mengakar di masyarakat;
4. Jumlah cukup banyak dan penyebaran nya meluas;
5. Berada dekat dengan masyarakat, dapat menjangkau (melayani) anggota dan
masyarakat;
6. Memiliki prosedur dan persyaratan peminjaman dana yang dapat dipenuhi
anggotanya (tanpa agunan);
7. Membantu memecahkan masalah kebutuhan dana yang selama
ini tidak bisa
8. dijangkau oleh kelompok miskin;
9. Mengurangi berkembangnya pelepas uang (money lenders);
10. Membantu menggerakkan usaha produktif masyarakat dan ;
11. LKM dimiliki sendiri oleh masyarakat sehingga setiap surplus
yang dihasilkan oleh LKM bukan bank dapat kembali dinikmati
oleh para nasabah sebagai pemilik.

Anda mungkin juga menyukai