Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

2000, Vol. 15, No. 2, 186 - 200

KEMITRAAN AGRIBISNIS TIGA TUNGKU


Azril Azahari
Universitas Trisakti

ABSTRACT

Kebijakan strategis untuk memberdayakan petani telah dimasyarakatkan, yaitu


dengan melakukan perubahan pendekatan masalah yang semula menitikberatkan pada
peningkatan produksi beralih kearah kebijakan yang berorientasi pasar yang dikenal
dengan pendekatan agribisnis. Strategi yang digunakan dalam pengembangan SDM
Tiga Tungku adalah dengan pendekatan sistem usahatani terpadu, yaitu: (1) program
pengembangan pelopor, motivator dan mandiri, (2) peningkatan peranan wanita
pedesaan, (3) program pengembangan usahatani terpadu, (4) pemasaran, kredit dan
tabungan. Sebelum melakukan kegiatan kemitraannya, terlebih dahulu mengadakan
temu usaha antara calon pembeli atau calon pemasar termasuk “middle market” LSM
dan instansi pemerintah terkait. Sedangkan rantai jaringan distribusi tataniaga yang
sering digunakan petani adalah : petani-pedagang, pengumpul-pengecer atau petani-
pedagang, pengumpul-eksportir. Model kemitraan agribisnis yang dikembangkan
adalah : model pemasaran bersama, model saham, don model kontrak lepas.

PENDAHULUAN satu-satunya faktor sebagai bahan pertim-


bangan. Faktor-faktor lainnya seperti: keber-
Petani dan nelayan dalam keseluruhan sis-
sihan, kandungan gizi, penampilan produk,
tem agribisnis di Indonesia, mempunyai kedu-
kemasan, kemudahan didapat, ukuran yang
dukan, potensi, dan peranan yang sangat pen-
sesuai dengan kebutuhan, dan variabel-variabel
ting dan strategis. Melalui berbagai kegiatan
non-harga lainnya, peranannya akan semakin
usahatani dan kegiatan terkait lainnya, mereka
menonjol. Secara umum, kegiatan mengkon-
tetap menempati urutan pertama dalam mem-
sumsi bahan makanan tidak lagi semata-mata
berikan kontribusi terhadap total PDB yaitu
untak memenuhi kebutuhan akan rasa lapar
22,9% (1983), 20,2% (1990) dengan laju
belaka.
pertumbuhan rata-rata 2,4% per tahun. Sedang-
kan dari segi kuantitas, jumlah mereka yang Di masa datang, kegiatan di sektor per-
mencapai 22,5 juta rumah tangga atau sekitar tanian juga akan ditandai dengan makin tinggi-
51,1% dari total rumah tangga Indonesia, telah nya intensitas persaingan sebagai akibat dan
mengisi kesempatan kerja yang tersedia di suasana keterbukaan yang sedang giat-giatnya
sektor pertanian, terutama di wilayah-wilayah dipromosikan. Dalam lingkungan yang makin
pedesaan (BPS, 1993). terbuka dan bebas ini, produk pertanian Indo-
nesia tidak hanya akan bersaing dengan
Perubahan dalam variabel-vanabel demo-
sesama produk lokal lainnya, tetapi juga harus
grafis, mengisyaratkan bahwa di masa men-
mampu bersaing dengan produk impor yang
datang masyarakat Indonesia akan lebih sadar
keberadaanya sudah sama-sama kita rasakan.
terhadap dimensi kualitas dibandingkan de-
Selam itu, tantangan yang harus dihadapi peta-
ngan masa sebelumnya. Dalam membeli
ni juga akan semakin berat dengan semakin
produk pertanian, misalnya, harga bukan lagi
2000 Azril Azahari 187

berkurangnya bantuan langsung (subsidi) dari pengertian Agribisnis dengan faktor pelakunya
pemerintah. Dengan demikian upaya pember- baik perorangan maupun organisasi yang ter-
dayaan petani agar bisa tangguh dan mandiri libat dalam produksi, pengolahan, pengang-
merupakan agenda yang sifatnya sangat segera kutan, penyimpanan, keuangan, peraturan, dan
untuk dilaksanakan. pemasaran produk.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan Sistem agribisnis merupakan suatu sistem
usaha para petani, telah dikeluarkan berbagai usaha pertanian yang mencakup proses penga-
kebijaksanaan oleh pemerintah. Kebijaksanaan daan dan penyaluran sarana produksi sampai
yang sangat strategis dalam upaya memberda- pada pemasaran usahatani atau usaha agroin-
yakan petani juga telah dimulai dan sedang dustri. Dengan demikian agribisnis merupakan
dimasyarakatkan, yaitu perubahan pendekatan suatu sistem yang terdiri atas:
terhadap masalah-masalah pertanian yang 1. Sub sistem pengadaan dan penyaluran
sebelumnya lebih menitikberatkan pada aspek sarana produksi, teknologi dan pengem-
peningkatan produksi ke arah kebijaksanaan bangan sumberdaya pertanian;
yang lebih berorientasi pasar. Pendekatan ini
2. Sub sistem produksi pertanian atau usaha-
dikenal sebagai pendekatan agribisnis.
tani;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat 3. Sub sistem pengolahan hasil-hasil pertanian
disimpulkan bahwa upaya pemberdayaan peta- atau agroindustri; dan
ni agar menjadi tangguh dan mandiri memer-
4. Sub sistem distribusi dan pemasaran hasil
lukan strategi atau pendekatan yang bersifat
pertanian.
holistik dan terintegrasi. Pembinaan dan pe-
ngembangan di bidang produksi, pengolahan, Pelaku dalam sistem ini dapat dikelompokan
pemasaran, permodalan, SDM, dan teknologi, ke dalam 3 bagian:
harus dilakukan secara terpadu. Selain itu juga 1. Organisasi operasional atau pelaksana (pe-
perlu diciptakan iklim usaha yang menunjang/ tani, pengumpul, pengolah dan penyalur)
kondusif bagi berkembangnya usaha para yang secara fisik menangani komoditas
petani. Studi ini diharapkan mampu menjawab yang bergerak dalam sistem.
permasalahan : “bagaimana keragaan model- 2. Lembaga pendukung (pengadaan kebu-
model pengembangan kemitraan agribisnis tuhan pertanian atau fasilitator, bank dan
tiga tungku yang terintegrasi dengan pengem- pusat-pusat penelitian) yang memberikan
bangan agribisnis”. masukan penting kepada sistem.
3. Mekanisme koordinator (pemerintah, pe-
KERANGKA TEORITIS ngurusan kontrak, pemasaran dan asosiasi
industri) yang memberikan fasilitas/kemu-
Konsepsi Agribisnis dan Pengembangannya
dahan terhadap interaksi dan integrasi dari
Davis (1956) mengemukakan bahwa agri- berbagai tahapan sistem.
bisnis adalah semua kegiatan operasional Penerapan Sistem Agribisnis ini, didasari
pertanian, kegiatan penanganan, penyimpanan, oleh adanya perubahan-perubahan atau kecen-
pengolahan dan penyebaran atau distribusi dari derungan/trend yang akan terjadi (Baharsjah,
produksi pertanian. Menurut Goldberg (1974) 1993), yakni:
Agribisnis terdiri atas semua yang terlibat
1. Perubahan pendekatan dan orientasi komo-
dalam sistem pertanian secara vertikal dalam
ditas ke usahatani atau sumberdaya, artinya
arti luas mulai dari pengadaaan input bagi
dengan luasan yang dimiliki petani, petani
petani, pengolahan, distribusi dan pengguna
dibina untuk memanfaatkan sumberdaya
utama. Sedangkan Austin (1974) melengkapi
yang ada seefisien mungkin, guna memper-
188 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia April

oleh pendapatan usahatani yang lebih 8. Perubahan pendekatan dari terlalu banyak
tinggi. peran pemerintah dalam pembangunan per-
2. Perubahan pendekatan dari petani ke ma- tanian menuju peningkatan partisipasi
syarakat pedesaan, artinya dengan luasan masyarakat antara lain pihak swasta.
usahatani yang sempit tidak mungkin peta- Untuk pengembangan agribisnis, pemilihan
ni dapat meningkatkan pendapatannya, segmen usaha merupakan hal yang sangat
sehingga harus mencari kegiatan di luar menentukan. Beberapa kriteria yang perlu
pertanian (off-farm activities), oleh karena dipertimbangkan dalam menganalisis segmen-
itu di dalam pembinaan petani terikat di da- segmen agribisnis antara lain:
lamnya pembinaan pada masyarakat desa.
1. Kriteria komersial. Kriteria komersial dida-
3. Perubahan pendekatan dan sentralisasi ke
sarkan pada kelayakan pengembalian
desentralisasi, artinya pentingnya pembe-
investasi dari usaha agribisnis.
rian wewenang yang lebih besar pada dae-
rah untuk melakukan perencanaan sendiri 2. Kriteria ekonomi. Kriteria ekonomi diten-
dan pelaksanaan pembangunan daerahnya. tukan oleh apakah segmen usaha dapat
berkontribusi nyata terhadap perkem-
4. Perubahan pendekatan dan teknologi padat
bangan ekonomi wilayah.
karya kepada teknologi padat modal untuk
meningkatkan mutu produk. 3. Kriteria sosio-ekonomik. Kriteria sosio-
ekonomik ditentukan oleh apakah segmen
5. Perubahan pendekatan dan subsistem ke
usaha menciptakan peluang memperkuat
komersial, artinya perlu mengajak petani
dampak pengembangan agribisnis pada
berpikir rasional ke arah bisnis pertanian
wilayah yang kurang maju.
yang modern. Hal-hal yang bersifat sub-
sistem secara bertahap dibina berpikir ke 4. Kriteria strategis. Kriteria strategis ditentu-
arah agribisnis yang berorientasi pada kan oleh apakah segmen usaha mencipta-
peningkatan keuntungan. kan peluang mencapai tujuan proyek secara
keseluruhan.
6. Perubahan pendekatan komoditi primer ke
komoditi yang bernilai tambah tinggi mi- 5. Kriteria Kebijaksanaan/Peraturan. Kriteria
salnya susu sapi tidak dijual dalam bentuk kebijaksanaan ditentukan apakah peluang
susu sapi segar, tetapi dalam bentuk segmen secara nyata dipengaruhi oleh kebi-
“evaporated milk” yang nilai ekonomisnya jaksanaan atau peraturan.
lebih tinggi. Untuk ini agro-industri skala 6. Kriteria pemilihan organisasi. Kriteria un-
kecil (skala petani) dapat dikembangkan tuk pemilihan organisasi agribisnis meli-
dan KUD dapat berperan lebih banyak puti:
dalam membantu memasarkan produk yang  Apakah organisasi aktif dalam pemi-
bernilai tinggi ini. lihan segmen?
7. Perubahan pendekatan “tarik tambang”  Komitmen dan organisasi agribisnis.
menuju “tarik tambang dan dorong gelom-  Keterbukaan.
bang”, artinya investasi di sektor pertanian  Komitmen anggota perusahaan.
perlu diratakan agar tidak berkonsentrasi di
 Potensi organisasi menghadapi peru-
daerah tertentu saja. Dalam kasus investasi
bahan kebijaksanaan/peraturan.
pertanian di Jawa dan di luar Jawa, misal-
nya perlu adanya dorongan khusus pada
daerah luar Jawa dengan insentif khusus. Konsepsi Kemitraan
Begitu juga dalam kasus investasi pertanian Salah satu konsep dasar kemitraan adalah
di IBB dan IBT perlu insentif khusus di penjalinan kerjasama antara dua pihak atau
IBT. lebih dalam kegiatan usaha tertentu, di mana
2000 Azril Azahari 189

pihak-pihak yang bekerja (bermitra) mempu- mengupayakan kemitraan ini, karena satu sama
nyai kedudukan yang “sejajar” (equal stan- lain perlu memiliki komitmen yang sama
ding). Proses kemitraan akan terjadi dan benar- (pemberdayaan usaha kecil) dan perlu men-
benar dapat disebut kemitraan apabila prinsip- dapat dukungan dunia perbankan.
prinsip dasarnya dipenuhi, yakni saling mem-
butuhkan, saling melengkapi, saling mengun- Model Kemitraan
tungkan dan saling memperkuat. Kemitraan
tidak tercapai berdasarkan perubahan-peru- Beberapa model kemitraan yang telah dite-
bahan yang datangnya dari “perintah atasan” rapkan, saat ini diantaranya adalah “contract
dan tidak akan berlangsung secara mendadak farming” dan pola PIR.
atau “tiba-tiba”. Proses kemitraan timbul
melalui proses evolusi sebagai buah usaha dari 1) “Contract Farming”
pihak-pihak yang bermitra dalam kedudukan Secara definitif “contract farming” dapat
yang sejajar dan memiliki komitmen yang diartikan sebagai “usahatani yang didasari
sama (Robinson, 1989). kontrak antara satu lembaga atau firma yang
Pada kenyataan di lapangan, sering terjadi berperan sebagai pengolah atau pemasar hasil-
hal-hal seperti: (1) pihak-pihak yang akan hasil pertanian dengan petani yang berperan
bermitra ternyata belum siap; (2) kesejajaran sebagai produsen primer hasil-hasil pertanian
dalam kedudukan antara pihak-pihak yang tersebut”. Dalam hubungan ini petani yang
akan bermitra belum terjadi dan tidak dapat berperan sebagai produsen primer, akan
terjadi tiba-tiba; serta (3) fungsi pasar tidak menjual/menyediakan sejumlah hasil produksi-
berjalan. Oleh karena itu dalam keadaan yang nya kepada lembaga atau firma.
demikian diperlukan adanya intervensi (cam- Lembaga ini kemudian akan mengolah atau
pur tangan) pihak-pihak tertentu untuk meng- menjual kembali hasil produksi melalui sejum-
upayakan terjalinnya kemitraan. Proses campur lah penentuan pengikat hubungan ini yang
tangan ini antara lain dilakukan oleh pihak disepakati kedua belah pihak. Lebih jauh lagi
pemerintah dan hal ini sering disebut dengan lembaga atau perusahaan yang membeli
istilah “pembinaan”. produk pertanian dapat juga menyediakan
Di Indonesia, paragdima ekonomi yang nasehat-nasehat teknis, kredit serta sarana
diharapkan sebenarnya adalah ekonomi kerak- produksi lainnya secara langsung serta kerja-
yatan yang dijabarkan dalam strategi Trilogi sama dengan pihak lain. Oleh karena itu, Kirk
Pembangunan Nasional, yaitu pertumbuhan, (1987) menyebut sistem “contract farming”
pemerataan dan stabilitas nasional. Namun dengan “core-satellite” model atau model inti-
ternyata logika trilogi pembangunan tersebut satelit. Lembaga atau firma pembeli menjadi
tidak tepat sasaran, karena menuju era industri, inti dari petani-petani produsen primer menjadi
saat ini yang menonjol adalah kuatnya domi- satelit-nya.
nasi usaha menengah ke atas yang jumlahnya Model “contract farming” meliputi bebe-
hanya 0,1 %, namun menguasai 91 % ekonomi rapa macam hubungan kerjasama antara petani
Indonesia (Siagian, 1996). kecil dengan perusahaan swasta yang ben-
Agar usaha kecil dapat berkembang, perlu tuknya mereka rancang sendiri. Oleh karena
dijalani kemitraan yang saling membutuhkan, itu, di dalam “contract farming” pihak yang
saling melengkapi, saling menguntungkan dan menjadi inti dapat berbentuk badan-badan
saling memperkuat, meski dalam kedudukan usaha milik negara atau lembaga-lembaga
yang “belum sejajar”. Di sinilah Pemerintah yang dibentuk khusus untuk kepentingan ini,
sebagai pihak pembina menjembatani posisi perusahaan-perusahaan swasta atau koperasi.
pihak-pihak yang bermitra. Tidak mudah Sedangkan kontrak yang terjalin dengan pihak
190 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia April

inti atau pihak pembeli kontrak dan petani- kuat dan terus menerus mendominasi petani
petani kecil satelitnya (plasma) dapat tertulis dengan menciptakan beberapa sistem yang bisa
atau hanya berbentuk kesepakatan lisan. memperkokoh posisinya. Diciptakanlah sis-
Dalam model “contract farming” ada tem-sistem yang membuat petani terus mene-
hubungan produksi yang mengikat petani rus tergantung secara teknologi, finansial, dan
untuk menyediakan/menjual sejumlah hasil pasar. Bahkan jika diperlukan metoda dan
pertaniannya dalam batasan-batasan tertentu sistem kekerasan juga diterapkan agar sistem
(harga, mutu, dan jumlah) yang tidak bisa dominasi ini tetap terwujud. Dengan demikian,
disertakan dengan jumlah tenaga yang harus dalam hubungan kontrak ini yang sesung-
mereka keluarkan. Pada banyak kasus petani guhnya terjadi adalah suatu model penguasaan
tidak dapat terlibat pasar bebas untuk ekonomi bahkan sosial budaya, yang dapat
kelebihan-kelebihan komoditi yang mereka memberikan jaminan atau peningkatan keun-
miliki (jika mereka memilikinya), karena akses tungan bagi pihak yang lebih memiliki kekua-
untuk terlibat di pasar bebas tersebut tidak saan.
mereka miliki. Akses yang bersifat infrastruk- Pemerintah Indonesia sendiri sangat termo-
tur maupun struktur pasar bebas dari komoditi- tivasi untuk menerapkan model “contract far-
komoditi tertentu memang tidak tersedia. Oleh ming” dalam pengembangan pertanian, karena
karena itu Wilson (1986) menyebut sebagai beranggapan bahwa:
mekanisme yang direkayasa untuk menggan- 1. Model “contract farming” diyakini dapat
tikan peran pertukaran di pasar bebas. Dalam meningkatkan kapasitas produksi pertanian
banyak hal, hubungan antara inti dan satelitnya Indonesia, khususnya produksi hasil perta-
juga kerap melibatkan pihak-pihak lain yang nian yang menunjang industri maupun
berfungsi sebagai katalis atau partner bagi ekspor. Keyakinan ini didorong oleh pen-
pihak inti. Negara sebagai sebuah institusi dapat dan pandangan lembaga-lembaga
kerap pula melibatkan dirinya secara aktif, donor, khususnya Bank Dunia. Badan
tidak hanya melalui badan-badan usahanya dunia ini menyatakan bahwa pengem-
yang menjadi inti, tetapi juga melalui perang- bangan pertanian dengan pendekatan inti
kat-perangkat lainnya untuk mendukung pelak- rakyat merupakan satu alat untuk mening-
sanaan hubungan produksi yang akan dijalin. katkan kapasitas produksi pertanian dunia
Di tingkat mikro, “contract farming” ketiga, khususnya tanaman yang hasilnya
membuat petani-petani berada dalam situasi digunakan untuk industri.
tergantung kepada pihak inti. Ketergantungan 2. Model “contract farming” merupakan se-
ini terjadi akibat situasi dan struktur pasar yang macam koreksi atas model pengembangan
menekan mereka. Jelas tanpa bantuan pihak pertanian tanaman-tanaman ekonomi yang
pemberi kontrak, petani-petani tersebut sulit berorientasi pada estate. Pada “contract
untuk masuk dan menembus pasar global. farming” petani produsen kecil bisa dili-
Namun dengan bantuan yang diterimanya, batkan dalam pengembangan tanaman
umumnya mereka akan terjebak di dalam pasar ekonomi;
yang monopsonis dan monopolis. Kedua
bentuk pasar ini sangat mungkin terjadi dalam 3. Model “contract farming” diyakini dapat
“contract farming”, karena sifat dominan pihak turut memerangi kemiskinan di pedesaan,
pemberi kontrak. Sifat dominan ini kemudian seperti anggapan Bank Dunia.
akan menciptakan ketergantungan petani yang 4. Model “contract farming” dapat menjadi
pada gilirannya malah akan memperkokoh alat penyaluran kredit pedesaan untuk
dominasi pihak pemberi kontrak. Akhirnya petani kecil dan transfer teknologi;
pihak pemberi kontrak semakin bertambah
2000 Azril Azahari 191

5. Melalui “contract farming” dapat diserta- proyek program intensifikasi dan ekstensifikasi
kan program landreform dan program beberapa komoditas perkebunan. PIR-Trans
pengembangan wilayah. untuk proyek PIR perkebunan yang diterapkan
6. Model “contract farming” dalam PIR dapat di daerah-daerah luar Jawa disertai program
menjadi resep untuk mengatasi kesulitan transmigrasi. Proyek PIR Trans selalu membu-
mendapatkan program intensifikasi dan ka areal perkebunan baru dan menyertakan
replantasi perkebunan rakyat; dan (yang sejumlah transmigrasi yang dijadikan petani
terpenting) pihak-pihak donor asing, seperti plasma dalam proyek ini.
Bank Dunia dan ADB, setelah tahun 1970-
an hanya mau membiayai program pe- METODOLOGI
ngembangan perkebunan khususnya perke- Untuk mengantisipasi permasalahan studi
bunan rakyat, jika model “contract far- dan ruang lingkupnya maka digunakan pen-
ming” diterapkan. dekatan induktif. Dengan demikian studi ini
Dengan kata lain, retorika pemerintah Indo- berangkat dari fakta-fakta dalam berbagai
nesia dalam pengembangan pertanian dengan kasus untuk mendapatkan “generalisasi” bagi
model “contract farming” memiliki dua tujuan berbagai kondisi yang mempunyai karakte-
pokok. Pertama menghapus citra negatif yang ristik yang sama. Metode studi yang digunakan
ada selama ini dalam masyarakat tentang adalah “Studi kasus” yang bersifat deskriptif
pengembangan pertanian yang berorientasi (Descriptive Research) di Kabupaten Sima-
pada estate. Kedua menggunakan model lungun Propinsi Sumatera Utara.
“contract farming” untuk mencapai asas peme- Studi ini menggunakan data primer dan
rataan pembangunan. sekunder. Data primer dari responden lang-
sung, sedangkan data sekunder diperoleh dari
2) Pola PIR dinas-dinas dan instansi terkait (Pertanian,
Perdagangan, Perindustrian, BAPPEDA) baik
Beberapa model “contract farming” telah
berupa dokumen maupun laporan-laporan yang
diterjemahkan ke dalam beberapa program
dipublikasikan.
pengembangan pertanian di Indonesia dengan
berbagai istilah seperti PIR, TRI, PIR-Bun dan Responden yang menjadi sumber data
sebagainya. Program-program ini didukung primer adalah:
dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh 1. Pelaku agribisnis yaitu: (a) penghasil dan
pemerintah sebagai landasan hukumnya. Pada penyalur input, (b) petani atau produser, (c)
awalnya, diimplementasikan pemerintah mela- pengolah/perusahaan, (d) pedagang/perusa-
lui sejumlah proyek yang dikelola badan-badan haan.
usahanya. Selanjutnya diimplementasikan juga
2. Pembina, yaitu (a) Aparat; penyuluh perta-
pada pihak swasta baik secara substansi
nian lapangan, (b) Pengusaha dan (c)
maupun hanya di tingkat jargon.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Secara umum pemerintah sering menggu-
Metoda pengumpulan data primer meng-
nakan istilah-istilah untuk proyek PIR
gunakan : (1) Interview dengan kuesioner, (2)
berdasarkan dua hal, yaitu dari sudut peserta
Observasi Lapangan dan (3) Diskusi Kelom-
atau calon pesertanya dan dari sumber dana
pok Terfokus (focus group discussion). Meto-
yang digunakan. Secara khusus, program PIR
de analisis dalam pengkajian ini adalah analisis
memiliki beragam variasi nama dan
statistik deskriptif untuk data kuantitatif.
penerapannya, diantaranya PIR-Bun untuk
192 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia April

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Petani


Keadaan Umum Lokasi Studi Sebagian besar responden telah tinggal di
lokasi usahatani lebih dari 10 tahun dengan
Kabupaten Simalungun merupakan salah pengalaman berusaha tani rata-rata lebih dari
satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara enam tahun. Penguasaan lahan oleh petani u-
yang terbagi ke dalam 21 kecamatan, 195 desa mumnya berupa milik sendiri dan terdapat pula
dan 12 kelurahan. Kabupaten Simalungun yang berstatus sewa. Luas lahan rata-rata yang
secara geografis terletak antara 02°36’ -3°18’ dikuasai responden adalah 0,75 ha dari lahan
Lintang Utara dan 98°32’ - 99°35’ Bujur yang diperuntukkan untuk komoditas kubis,
Timur dengan luas wilayah seluruhnya semusim yang lalu rata-rata seluas 0,4 ha.
4.386,60 Km2 (6,12 %) dari luas wilayah
Aktivitas kelompok tani atau kelompok
Sumatera Utara. Ketinggian tempat berkisar 50
swadaya masyarakat dinilai cukup aktif yang
- 1.650 meter di atas permukaan laut. Sebagian
ditunjukkan oleh banyaknya kegiatan yang
besar wilayah kabupaten ini merupakan
dilakukan kelompok. Kegiatan yang paling
perbukitan dan pegunungan (dataran tinggi/
banyak dilakukan adalah membuat rencana
upland). Umumnya makin mendekati ke arah
kerja kelompok (60%) yang disusul oleh
Danau Toba topografinya semakin kasar.
kegiatan mencari informasi (30%) terutama
Propinsi Sumatera Utara, khususnya Kabu- yang berkaitan dengan pemasaran.
paten Simalungun mempunyai potensi untuk Kualitas SDM pertanian ditunjukkan oleh
daerah pengembangan komoditas holtikultura. berbagai indikator yang dalam studi ini terdiri
Secara umum komoditas yang sedang dikem- atas 14 penciri petani yang telah mencirikan
bangkan cukup beranekaragam jenis. Peru- petani moderen. Pengukuran terhadap aspek
bahan orientasi petani dalam melakukan usaha- kualitas SDM Pertanian dalam Agribisnis yang
taninya membawa dampak yang cukup luas digali dari persepsi responden menggunakan
terhadap perkembangan dan keanekaragaman skala skor 1-4 dengan katagori rendah, sedang,
jenis komoditas tanaman yang diusahakan. tinggi dan sangat tinggi.
Sebagai contoh, di Kabupaten Simalungun,
Secara umum petani peserta kemitraan
semakin banyak diusahakan tanaman-tanaman
yang menjadi sampel tergolong kepada kata-
hortikultura yang dibutuhkan pasar ekspor
gori sedang (nilai skor 2,2). Penciri yang ter-
seperti; garlic, baby kailan, kapri pucuk,
golong tinggi untuk petani mitra dan non mitra
asparagus dan lain-lain.
yaitu; orientasi ekonomi (3,3), penggunaan
tenaga kerja (3,2) dan solidaritas sosial (3,2).
Keragaan SDM Pertanian Skor terendah (0,9) terdapat pada unsur sum-
Di dalam model kemitraan Tiga Tungku di ber kapital, dan skor 1,3 untuk indikator ciri
Kabupaten Simalungun, SDM pertanian yang produk, dan pola hubungan sosial. Para petani
terlibat terdiri atas kelompok-kelompok swa- responden hampir seluruhnya menyatakan bah-
daya masyarakat yang mendapat pembinaan wa produk yang dihasilkan seluruhnya (100%)
dari LSM Cinta Desa dan Dinas Tanaman dijual dengan tujuan usaha untuk memperoleh
Pangan dan Hortikultura dan Perusahaan Mitra keuntungan yang maksimal dari berkeinginan
Tani Sitalasari. Pembinaan yang diberikan oleh untuk mengembangkan usahanya.
LSM lebih mengarah kepada pembinaan yang Usahatani yang dilakukan masih dalam
sifatnya non teknis seperti dinamika kelompok, kondisi transisi dan tradisional ke moderen.
kepemimpinan dan keswadayaan. Sedangkan Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat
instansi pemerintah selain melaksanakan pem- teknologi yang temasuk dalam kategori sedang
binaan secara teknis juga melaksanakan (semi tradisional dan moderen) dan peng-
pembinaan non teknis. gunaan tenaga kerja terampil.
2000 Azril Azahari 193

Manajemen usahatani yang paling mudah da kemajuan yang lebih positif dalam hal kua-
untuk di deteksi antara lain bagaimana petani litas/kemampuan petani untuk beragribisnis.
melakukan perencanaan apakah sekedar ikut- Di dalam usahatani hortikultura terutama
ikutan atau berdasarkan analisis-analisis perhi- sayur-sayuran masalah yang dihadapi adalah
tungan, sehingga konsekwensinya petani akan fluktuasi harga yang sangat besar, sehingga
dan harus mempunyai catatan lengkap (pembu- lebih dari 50% petani responden menyatakan
kuan). Data hasil survey menunjukkan bahwa murahnya harga jual merupakan masalah yang
petani responden baik petani mitra maupun serius. Masalah lain yang digali dari informasi
non mitra tergolong ke dalam kategori sedang petani adalah terbatasnya modal, terbatasnya
(2,3 dan 2,1). Sebagian besar petani responden keterampilan usaha, dan mahalnya sarana pro-
melakukan perencanaan berdasarkan penga- duksi termasuk bibit dan obat-obatan. Masalah
laman sendiri dan sedikit ditambah dengan yang dihadapi mereka cukup beragam, terka-
pengalaman orang lain. Pencatatan terhadap dang kelangkaan sarana produksi, atau kalau-
kegiatan usahatani masih belum dilakukan pun ada dan banyak, harganya tidak terjang-
secara terperinci. kau, kualitas yang ada tidak memenuhi kebu-
Dalam hal penggerak ekonomi, petani tuhan, misalnya daya tumbuh benih rendah.
mitra masih tergolong ke dalam kategori padat Dalam Tabel 2 terlihat bahwa permasa-
karya. Demikian pula sumber kapital belum lahan yang menduduki lima besar terdiri atas:
banyak mengakses ke lembaga keuangan for-
mal (perbankan). Spirit usaha, baru sebatas 1. Modal usaha atau kredit yang diberikan ti-
berkeinginan untuk meningkatkan dan me- dak cukup, 80,00 persen responden menya-
ngembangkan usaha saat ini dan belum terpi- takan sangat menjadi masalah.
kirkan untuk memperluas usaha di tempat lain 2. Harga obat-obatan, 66,67 persen responden
dan bidang lain. menyatakan sangat menjadi masalah,
Ciri produk yang dihasilkan tergolong ke- 3. Harga jual produk murah, 63,33 persen pe-
dalam kategori rendah (1,3), dalam arti belum tani menyatakan sangat menjadi masalah,
melalui proses standardisasi dan sifat produk 4. Harga pupuk dan bunga pinjaman, 60,00
masih musiman (manual) belum kontinyu. persen responden menyatakan sangat men-
Dalam hal pola hubungan komunikasi antar jadi masalah.
prilaku bisnis masih berhubungan langsung
dan sedikit sekali yang mempergunakan media 5. Harga peralatan dan benih/bibit unggul,
alat komunikasi. Adapun penanggungan resiko masing-masing 53,33 persen dan 50 persen
usahatani ditanggung bersama dengan keluarga responden menyatakan sangat bermasalah.
atau kelompok.
Penciri kompetisi dan dorongan kreativitas 2. Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat
usaha menunjukkan bahwa belum terjadi per- Yayasan Cinta Desa adalah suatu wadah
saingan yang ketat. Hal tersebut ditunjukkan yang didasari atas kepedulian dan beberapa
oleh nilai skor sedang yaitu 2,1. Demikian pula orang yang merasa terpanggil untuk ikut
dengan penciri ketegangan sosial menunjukkan memberi jawaban terhadap masalah-masalah
skor sedang artinya mereka masih menghindari yang dihadapi masyarakat desa sehingga mam-
persaingan dalam berusaha. pu meningkatkan taraf hidupnya melalui
Walaupun kondisi di atas belum menunjuk- pengembangan SDM dan Usahatani Terpadu
kan perilaku petani moderen tetapi pihak yaya- di daerah Hulu DAS lingkar Danau Toba
san tetap berupaya membina petaninya kearah Propinsi Sumatera Utara, (Kabupaten Sima-
usahatani yang berorientasi agribisnis, dan lungun, Karo, Dairi, dan Tapanuli Utara).
upaya-upaya tersebut tampak mengarah kepa-
194 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia April

Tabel 2 Persepsi Responden Terhadap Masalah-Masalah Yang Dihadapi Di Dalam Kegiatan Agribisnis
(Dalam Persen) Dan Ranking Sangat Menjadi Masalah.

Faktor-faktor yang menjadi Tingkat permasalahan Rank


hambatan dalam usahatani TM KM CM SM SM
1. Keterampilan usaha (budidaya, pengolahan, 43,33 40,00 16,67 0,00 19,2
pemasaran)
2. Kemampuan mencari informasi 20,00 30,00 36,67 13,33 14
3. Modal usaha (kredit yang tidak cukup) 3,33 3,33 13,33 80,00 1
4. Kemampuan membina hubungan dengan 6,67 10,00 76,67 6,67 17
lembaga keuangan
5. Terbatasnya wilayah pemasaran 86,67 10,00 3,33 0,00 19,2
6. Pembinaan penyuluhan dari petugas 73,33 23,33 3,33 0,00 19,2
7. Kursus/pelatihan yang berkaitan dengan 40,00 33,33 16,67 10,00 15,5
usahatani
8. Tenaga kerja 43,33 50,00 3,33 3,33 18
9. Keterampilan tenaga kerja yang ada 16,67 30,00 53,33 0,00 19,2
10. Teknologi yang digunakan 23,33 20,00 40,00 16,67 13
11. Keterbatasan benih/bibit varietas unggul 6,67 26,67 36,67 30,00 11,5
12. Harga benih/bibit 0,00 10,00 40,00 50,00 7
13. Harga pupuk 0,00 3,33 36,67 60,00 4,5
14. Mahalnya upah tenaga kerja 3,33 0,00 56,67 40,00 8
15. Harga obat-obatan 0,00 6,67 26,67 66,67 2
16. Kesuburan tanah 7333 20,00 6,67 0,00 19,2
17. Pengairan/irigasi 10,00 16,67 40,00 33,33 9,5
18. Jarak ke lokasi pemasaran 20,00 20,00 50,00 10,00 15,5
19. Harga jual produk murah 0,00 3,33 33,33 63,33 3
20. Harga peralatan mahal 3,33 0,00 43,33 53,33 6
21. Serangan OFT 6,67 20,00 40,00 33,33 9,5
22. Pemilikan lahan (skata usaha) 0,00 33,33 36,67 30,00 11,5
23. Bunga pinjaman 0,00 20,00 20,00 60,00 4,5
Sumber : DioIah dari data primer
TM : Tidak menjadi masalah KM : Kurang menjadi masalah
CM : Cukup menjadi masalah SM : Sangat menjadi masalah

Adapun Masalah-masalah yang dihadapi 3. Teknologi Pertanian yang berwawasan


masyarakat di daerah hulu DAS yang meru- lingkungan
pakan daerah pelayanan Yayasan Cinta Desa 4. Permodalan untuk usaha Tani.
adalah masalah kemiskinan dan kerusakan
lingkungan (tanah kritis) yang disebabkan oleh Sehingga Program YCD dilakukan melalui
4 (empat) faktor utama yaitu: pendekatan secara terpadu menyeluruh kepada
1. Organisasi Petani/petani (Faktor manu- pemecahan keempat faktor tersebut.
sianya). Untuk mencapai tujuannya YCD, menggu-
2. Pemasaran hasil Produksi Pertanian nakan strategi antara lain:
2000 Azril Azahari 195

1. Pengembangan SDM (3 tungku) yaitu: kan pembinaan teknis budidaya pengendalian


 Pelopor sebagai petani peneliti dan hama terpadu dan pasca panen, bersama
penyuluh (Petani berlatar belakang Yayasan Cinta Desa (Mitra Desa) dan Dinas
pendidikan pertanian). Tanaman Pangan Kabupaten DT. II Sima-
lungun. Sedangkan petani bertanggung jawab
 Motivator sebagai petani penggerak
untuk menyalurkan/menjual kubis minim pes-
pembangunan desa dan penyuluh.
tisida kepada perusahaan mitra, serta menyu-
 KSM (Kelompok Swadaya Masya- sun jadwàl tanam/panen sesuai dengan hasil
rakat), sebagai pelaku pembangunan di kesepakatan bersama dengan perusahaan. Di
pedesaan. samping itu petani mitra juga berkewajiban
Ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisah- untuk mengelola usahataninya dengan me-
kan satu sama lain dalam pembangunan desa. ngendalikan hama tanpa atau minim pestisida.
 Seorang pelopor membina 5-10 Moni-
vator. 4. Peranan Pemerintah
 Seorang Motivator membina 2-5 KSM. Pemerintah, dalam hal ini Dinas Tanaman
 Sehingga perbandingan Pelopor: Moti- Pangan dan Hortikultura DT II Simalungun,
vator: KSM di pedesaan = 1: 5:10 selaku instansi pembina, tidak terlihat secara
jelas fungsi dan peranannya di dalam kerja-
2. Pendekatan sistem usahatani terpadu (Inte- sama kemitraan tiga tungku. Akan tetapi dalam
grated Farming System) Melalui pende- upaya menciptakan iklim yang kondusif,
katan ini tercapai tujuan ganda yaitu dengan SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II
penigkatan taraf hidup masyarakat seka- Simalungun dibentuk tim kerja yang bertugas
ligus pelestarian lingkungan (eco-ekologi). untuk menjalankan dan mengawasi pelaksa-
naan kerjasama kemitraan. Di samping itu
3. Peranan Pengusaha pemerintah daerah memberikan bantuan beru-
PT. Mitra Tani Sitalasari merupakan pa fasilitas lahan dan bangunan penelitian, dan
perusahaan terbatas yang bergerak dalam rencana anggaran rutin dari APBD.
ekspor produk pertanian. Dalam peranannya Walaupun demikian kegiatan yang melibat-
sebagai eksportir, tugas perusahaan tersebut kan pemerintah pusat dalam hal ini Badan
membeli hasil pertanian pada kualitas dan Agnibisnis, terkesan kurang koordinatif, se-
kuantitas yang dihasilkan petani mitra. Tujuan hingga terjadi kelambatan di dalam pelaksana-
utama dan kerjasama kemitraan ini adalah (1) annya. (kolektor) LSM dan instansi pemerintah
upaya membantu mempercepat peningkatan terkait.
produksi kubis minim pestisida (reuduce
pesticide), (2) meningkatkan pendapatan peta- Pembentukan Unit-unit Pengembangan
ni, melalui jaminan harga jual produk kubis, Agribisnis
(3) meningkatkan keterampilan petani dalam
pengelolaan tanaman kubis minim pestisida Dalam upaya pengembangan agribisnis,
(reduce pesticide) dan (4) meningkatkan peran faktor skala usaha petani masih merupakan
swasta dalam pengembangan kubis minim kendala yang cukup mencuat ke permukaan,
pestisida. hal tersebut disebabkan karena pemilikan lahan
oleh petani relatif sempit Untuk mengatasi
Di dalam kerjasama kemitraan tersebut, masalah skala usaha tersebut maka perlu
pihak perusahaan bertanggung jawab untuk (1) dibentuk unit-unit produksi yang memenuhi
menampung produksi kubis minim pestisida skala usaha/skala ekonomis. Upaya tersebut
yang dihasilkan oleh petani mitra, (2) melaku- ditempuh pihak yayasan dengan mendirikan
196 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia April

unit produksi di setiap dusun dimana satu unit pok tani. Apabila digambarkan model ini dapat
produksi terdiri atas: satu orang pelopor, lima terlihat pada gambar berikut ini:
orang motivator dan 10 KSM atau (±120
orang) atau dikenal dengan formulasi 1:5:10. LSM LOCAL TESTING
Di dalam konsep ini, untuk menciptakan - Petani pelopor
satu unit pengembangan agribisnis dilakukan - Perguruan Tinggi
melalui pentahapan: (a) Local testing, (b)
Demplot, (c) Uji Coba Pengembangan dan (d)
Pengembangan.
DEMPLOT
1. Local testing. Kegiatan ini dilaksanakan - Petani pelopor
PENGUSAHA
oleh petani pelopor dan perguruan tinggi - Petani Motivator
- Lokal
yang bertujuan untuk menguji varietas atau
- Eksportir
komoditi baru yang diminta oleh pasar
(eksportir). Komoditi baru yang telah diuji
coba antara lain : baby kailan, kapri pucuk Uji Coba
dan kapro buah muda, garlic dan chery. Pengembangan
- Petani Pelopor
2. Demplot. Hasil local testing kemudian di - Petani Motivator
ujicobakan dalam skala yang lebih luas - Petani KSM
yaitu melalui petak demonstrasi. Kegiatan
ini dilaksanakan oleh petani pelopor
bersama-sama dengan petani motivator. Di
PENGEMBANGAN
dalam alih teknologi dan petani pelopor
kepada petani motivator dilakukan dengan
model SL. Gambar 1. Pentahapan Pengembangan Satu Unit
Produksi (Usaha)
3. Uji Coba Pengembangan. Tahapan ini
dilaksanakan di kalangan petani pada lahan
Keragaan Kemitraan
yang relatif terbatas tetapi sudah memper-
timbangkan skala usaha dan kontinuitas Sebagai konsekuensi logis dan dibentuknya
produksi. Di samping itu pada tahap ini unit-unit produksi maka kebutuhan terhadap
telah menjalin kerjasama kemitraan dengan jasa pemasaran sangat diperlukan. Untuk men-
pihak pengusaha/eksportir. Untuk komodi- jawab hal tersebut, maka dilakukan kerjasama
tas kubis “reduce pesticide” satu unit uji kemitraan. Terdapat tiga model kemitraan
coba pengembangan dilaksanakan oleh 14 yang dikembangkan YMD yaitu; (1) model
KSM atau sekitar 140 orang di mana pemasaran bersama, (2) model saham dan (3)
masing-masing orang mengelola seluas 2,5 model kontrak lepas.
rantai (1000 m2) Di dalam adat Batak untuk acara-acara
4. Tahap pengembangan. Tahapan ini dilaksa- penting dalam keluarga terdapat kepercayaan
nakan dengan melengkapi segala keku- bahwa acara-acara tersebut tidak akan berjalan
rangan yang ditemui pada tahap sebe- lancar apabila tanpa kehadiran “tiga tungku
lumnya. atau dalihan natolu” yaitu Tondong atau Hula-
Dalam kegiatan ini terlihat adanya keter- hula, Sanina atau Dongan Tubu dan Boru.
paduan antara pelatihan dengan sistem agribis- Bagaimana pun beratnya sesuatu kerja/acara
nis. Melalui SL, petani pelopor menyampaikan dan masalah yang dihadapi kalau tiga tungku
hasil-hasil penelitian (local testing) kepada ini bersatu, maka bisa diharapkan acara
petani motivator dan seterusnya kepada kelom- tersebut dapat berjalan dengan lancar.
2000 Azril Azahari 197

Demikian pula model kemitraan yang Dengan model ini, para petani bersama-
dikembangkan oleh Yayasan Mitra Desa sama dengan kolektor membentuk suatu wadah
dengan mitra-mitranya mencoba menggabung- koperasi yang bernama KOPAS (Koperasi
kan ketiga tungku tersebut yaitu: unsur Pemasaran Sayuran) Cinta Desa, kemudian
pengusaha, LSM dan petani. Penggalangan KOPAS tersebut bertindak sebagai eksportir.
kerjasama kemitraan antar unsur, juga dikem- Dengan demikian keuntungan usaha koperasi
bangkan tiga model kemitraan yaitu: (a) Model (SHU) akan diperoleh petani dan kolektor
Koperasi, (b) Model Saham dan (c) Model secara bersama-sama
kontrak lepas. Adapun LSM, selain membina petani dan
kolektor, di dalam model ini berperan juga
a. Model Koperasi (Pemasaran Bersama) sebagai penghubung antara pihak-pihak yang
Kemitraan model pemasaran bersama ter- terlibat. Model tiga tungku pada kemitraan
diri atas unsur-unsur pengusaha lokal (kolek- pemasaran bersama digambarkan sebagai
tor), LSM dan Petani yang tergabung dalam berikut
Kelompok Tani atau Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM). Dengan model kemitraan
ini diharapkan permasalahan yang sering KOPAS
terjadi antara pihak petani dan kolektor yang
kerap merugikan petani sedikitnya dapat diper-
kecil. Di samping itu upaya ini ditempuh untuk
memperkecil perbedaan keuntungan yang
selama ini “disinyalir” lebih besar di pihak LSM
kolektor.

PASAR
- Ekspor
- Domestik KSM Kolektor

Gambar 3. Model tiga tungku pada kemitraan


KOPAS koperasi
- Petani (KT/KSM)
- Pengusaha lokal/
b. Model Saham
kolektor
- LSM Model ini akan dikembangkan guna me-
ningkatkan partisipasi petani dalam pemu-
pukan modal dan meningkatkan kontribusi
SHU dalam subsistem pemasaran. Di dalam model
Pengusaha ini pemilik saham terdiri atas tiga pihak yaitu;
PEMBINAAN
lokal/kolektor pihak eksportir, LSM dan petani dengan
MODAL
pembagian saham masing-masing 50 : 40 : 10
persen. Pada tahap awal dari model ini terlihat
PETANI/KT/KSM bahwa pihak eksportir mendominasi pemilikan
saham. Akan tetapi menurut pihak LSM kom-
Gambar 2. Model Kemitraan “Pemasaran posisi ini akan diupayakan menjadi sebaliknya
Bersama” dalam jangka waktu tiga tahun.
198 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia April

Kerjasama kemitraan model saham ini rendah, profesionalisme manajemen kope-


sudah disepakati untuk dilaksanakan antara rasi masih rendah dan citra koperasi yang
petani-petani yang tergabung dalam KSM yang kurang baik di mata masyarakat setempat.
dibina oleh LSM, LSM Mitra Desa dan pengu- 2. Model Saham. Model ini hampir mirip de-
saha/eksportir. Ketiga unsur tesebut mempu- ngan model koperasi hanya yang membe-
nyai peranan masing-masing yaitu LSM dakan berupa saham. Di dalam perusahaan
sebagai pembina dan sekaligus yang menghu- seperti ini kekuasaan tertinggi ada pada
bungkan petani dengan ekportir. Bentuk pem- pemegang saham terbesar, sehingga apabila
binaan yang diberikan berupa teknis dan petani sebagai pemegang saham yang
manajemen usahatani dan modal revolving. paling kecil, maka sudah dipastikan bahwa
Adapun petani berperan dalam penyediaan petani tetap ada pada posisi yang lemah.
kubis “reduced” pestisida, sedangkan ekspor-
tir bersedia memasarkan kubis tersebut. 3. Model Kontrak Lepas. Model ini sangat
riskan dalam menghadapi resiko kerugian.
Bagi pihak pengusaha sering kali membeli
c. Model Kontrak Lepas
produk ke petani di luar mitra pada saat
Melalui model kontrak lepas, ketiga tungku panen raya (harga murah), sebaliknya pe-
berdiri sendiri-sendiri tidak dalam satu wadah tani sering menjual ke pengusaha lain pada
seperti pada model saham dan pemasaran saat harga di atas harga kontrak. Hal ini
bersama. Model ini masing-masing unsur lebih sering terjadi dengan adanya eksportir
menandatangani kontrak satu sama lainnya dan baru/gurem yang sering kali menawarkan
kemitraan dianggap selesai bila kontrak selesai harga beli di atas kontrak.
artinya ada kemitraan sepanjang ada kontrak.
KESIMPULAN
d. Analisis Ketiga Model
Dari hasil temuan di Kabupaten Sima-
Dalam setiap bentuk kerjasama tentu lungun dapat disimpulkan sebagai berikut:
memiliki keunggulan dan kelemahan masing-
masing. Dengan memilih berbagai altematif 1. Kualitas SDM pertanian secara umum baik
model, dimungkinkan untuk mendapatkan mo- petani peserta maupun bukan peserta yang
del yang lebih menguntungkan semua fihak. menjadi sampel, tidak menunjukkan perbe-
daan, dengan skor nilai 2,2 termasuk kata-
1. Model Koperasi (pemasaran bersama). gori sedang. Penggunaan alat dan teknik
Secara teoritis model ini akan saling meng- berusahatani pada umumnya petani masih
untungkan semua pihak, dimana petani menggunakan cara tradisional dengan nilai
akan memperoleh keuntungan dan hasil skor relatif kecil dengan katagori petani
penjualan kepada kolektor, sedangkan masih tergolong sedang, masih dalam
kolektor juga akan mendapatkan keun- kondisi transisi dan tradisional ke modern.
tungan dari hasil penjualan kepada kope- Penggunaan tenaga kerja manusia relatif
rasi. Karena koperasi merupakan kumpulan lebih besar dibandingkan alat pertanian.
antara tiga unsur, maka koperasi yang
mengekspor produk-produk petani juga 2. Kendala yang dirasakan petani sampai saat
akan mendapatkan keuntungan. Apabila ini belum terpecahkan yaitu; mengenal
keuntungan koperasi besar, maka petani permodalan, keterampilan usaha, mahalnya
dan kolektor pun akan mendapat keun- sarana produksi, kelangkaan sarana pro-
tungan dan SHU. Walaupun demikian mo- duksi dan murahnya harga jual produksi
del ini masih terdapat kelemahan yaitu pertanian.
kesadaran petani untuk berkoperasi masih
2000 Azril Azahari 199

3. Strategi yang digunakan Yayasan Cinta 8. Ada tiga model kemitraan yang dikem-
Desa adalah pengembangan SDM Tiga bangkan oleh Yayasan Mitra Desa yaitu;
Tungku dengan pendekatan sistem usaha- (1) model pemasaran bersama, (2) model
tani terpadu, dengan kegiatan yang dila- saham dan (3) model kontrak lepas.
kukan yaitu; (1) program pengembangan
pelopor, motivator dan KSM mandiri, (2)
DAFTAR PUSTAKA
peningkatan peranan wanita pedesaan, (3)
program pengembangan usahatani terpadu Anonimus. 1993. Pedoman Umum Sekolah
dan (4) pemasaran, kredit dan tabungan. Lapangan Usahatani Berorientasi Agribis-
4. PT. Mitra Tani Sitalasari merupakan perus- nis
ahaan terbatas yang bergerak dalam ekspor Azahari, A., Diding Hardedi. 1995. Kebijakan,
produk pertanian, peranannya sebagai eks- Strategi dan Program Pengembangan
portir pembeli hasil pertanian yang dihasil- Kesempatan Kerja Produktif Sektor Per-
kan oleh petani mitra, dengan tujuan dan tanian pada Pelita VI. Ciawi-Bogor:
kerja sama kemitraan ini adalah membantu AMDC
petani dalam meningkatkan pendapatan dan Azahari, A., Iwan Rifianto, Diding Hardedi,
keterampilan petani, dan meningkatkan Kusmayadi. 1995. Metode dan Bahan/
peran swasta dalam mengembangkan kubis Materi Penyuluhan Agribisnis.
minim pestisida.
Bachriadi, D. 1995. Ketergantungan Petani
5. Pemerintah Dinas Pertanian Tanaman dan Penetrasi Kapital. Bandung: Akatiga.
Pangan dan Hortikultura DT. II Simalu-
ngun selaku instansi pembina tidak terlihat Badan Agribisnis. 1994. Kebijaksanaan, Stra-
secara jelas fungsi dan peranannya di da- tegi Agribisnis.
lam kerjasama kemitraan Tiga Tungku, Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan
sedangkan dalam SK Bupati kepala Daerah Pertanian. 1986. Evaluasi Latihan Teknis
TK. II Simalungun dibentuk tim kerja yang Pertanian Unit Pengembangan Tenaga
bertugas mengawasi pelaksanaan kerja- Kerja Pertanian.
sama kemitraan. Di samping itu pemerintah Biro Pusat Statistik. 1993. Sensus Pertanian
daerah memberikan bantuan fasilitas lahan, Tahun 1993. Jakarta: BPS
bangunan penelitian dan rencana anggaran
rutin dari dana APBD Tingkat II. Collins, D.J. and C.A. Montgomery. 1995.
Competing on Resources: Strategy in
6. Dalam pengadaan modal sebagian besar 1990s. Harvard Business Review (July-
petani (33,33%) menggunakan modal sen- August 1995).
diri dengan tingkat kesulitan 83,33 persen
cukup sulit dan tidak ada satu orang pun Darling, PH. 1993. Training for Profit : A
petani yang menyatakan perolehannya guide in the integration of training in an
sangat mudah. organization. London: Mc.Graw Hill.

7. Ada tiga rantai jaringan distribusi tataniaga Kusmana. 1985. Proses Belajar Mengajar.
kubis yang selama ini berjalan pada petani Bandung: IKIP
yaitu (1) petani-pedagang, pengumpul- Mitzberg, H. 1987. The Strategy Concept: Five
pengecer, (2) petani-pedagang, pengumpul Form Strategy. California Management
eksportir dan (3) petani-eksportir, dan keti- Review 30.
ga rantai tersebut umumnya para petani Mintzberg, H. 1990. Strategy Formation:
menggunakan rantai yang pertama atau School of Thought in Fredrikson, J.W. (ed)
yang kedua. New York: Harvard Business
200 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia April

Mitzberg, H, J.B. Quinn and J.Voyer. 1995. Suprapto, A. 1993. Strategi Peningkatan
The Strategy Process. New Jersey: Prentice Kemampuan dan Kualitas Sumberdaya
Hall. Manusia Dalam Mengantisipasi Perkem-
Padmanegara, S. 1993. Petani, Kemarin Hari bangan Agribisnis pada Pembangunan
ini dan Esok. Jangka Panjang Tahap Kedua.
Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage Veter, E.W. 1967. Manpower Planning For
of Nation.. London: MacMillan. High Talent Personnel. University of
Michigan
Robinson, D.G. and J.C. Robinson. 1984. Trai-
ning for Impact: How to Link Training and Walker, J.W. 1992. Human Resource Strategy.
Measure the Results. San Franscisco: Josey New York: McGraw Hill.
Boss. Whittington, R. 1993. What is Strategy and
Sluck, F.W. 1980. Strategic Management for Does it Matter. London: Routledge.
Competitive Advantage. Harvard Business
Review 7-8.

Anda mungkin juga menyukai