Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PERKEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN

MENENGAH SEBELUM DAN SESUDAH MENERIMA PEMBIAYAAN


MUSYARAKAH PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH BMT
(STUDI KASUS: BMT DANA MULIA UTAMA DI KECAMATAN NGEMPLAK)

1. Latar Belakang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha disemua sektor ekonomi (Tambunan, 2012). UMKM merupakan usaha yang mampu bertahan di
tengah krisis ekonomi yang telah melanda sejak tahun 1997, bahkan menjadi katup penyelamat bagi pemulihan ekonomi bangsa
karena kemampuannya memberikan sumbangan yang cukup signifikan pada PDB maupun penyerapan tenaga kerja (Anggraeni,
2012). Peranan UMKM dalam menopang perekonomian nasional maupun regional dari tahun ke tahun baik eksistensi,
ketangguhan maupun kontribusinya terus meningkat. Keberhasilan UMKM ini dikarenakan, pertama, UMKM tidak memiliki
utang luar negeri dan tidak banyak utang ke perbankan. Kedua, sektor-sektor kegiatan UMKM, seperti pertanian, perdagangan,
industri rumah tangga, dan lain-lainnya tidak bergantung sumber bahan baku dari luar negeri. UMKM menggunakan bahan baku
lokal yang diperoleh dari potensi daerah sekitar perusahaan. Ketiga, walaupun belum semuanya, UMKM berorientasi ekspor,
dapat dikatakan UMKM merupakan soko guru perekonomian nasional. Sumbangan UMKM terhadap produk domestik bruto
(PDB) mencapai 54%-57%, dan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96% (Darawati, 2013).
Kontribusi sektor mikro terhadap perekonomian nasional sangat besar dalam menyediakan lapangan usaha dan menyerap
tenaga kerja, maka pembiayaan pada sektor usaha mikro menjadi penting untuk diperhatikan. Sejalandengan semangat financial
inclusion yang ingin mewujudkan akses seluas-luasnya kepada layanan jasa keuangan, maka pembiayaan keuangan mikro
merupakan salah satu upaya penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat kemiskinan, dan
ketidakmerataan pendapatan serta peningkatan kesejahteraan di Indonesia.
Banyaknya kontribusi UMKM dalam perekonomian Indonesia tidak membuat UMKM terlepas dari masalah.
Permasalahan utama yang dihadapi oleh sektor UMKM adalah masalah permodalan. Sektor UMKM me ng alami kesulitan
dalam memperoleh modal dari bank. Salah satu sebabnya adalah tingkat suku bunga kredit yang tinggi dan diharuskan adanya
jaminan kebendaan (collateral minded) dalam memperoleh kredit yang sulit dipenuhi. Pemberian fasilitas kredit sebagai aktivitas
utama lembaga perbankan pada dasarnya memiliki ciri yang sama sejak dulu. Namun dalam perkembangan nya saat ini mengarah
pada variasi dan pola-pola yang meng gabungkan perkembang an teknologi dengan segmen pasar dan regulasi yang
menyertainya. Jika dilihat dari segi pola dan penggolongan kredit, maka salah satu produk perbankan dalam memberikan
kreditnya kepada masyarakat adalah melalui UMKM.
Pemenuhan modal (peningkatan sumber pembiayaan) memerlukan keterlibatan perbankan, lembaga keuangan non bank,
lembaga modal ventura, koperasi simpan pinjam maupun koperasi jasa keuangan syariah. Namun, mengingat usaha mikro yang
pada umumnya tidak memiliki usaha yang formal, rencana bisnis, laporan keuangan dan pengalaman usaha, menjadi
permasalahan tersendiri. Berbagai kendala akses tersebut menurut Consultative Group to Assist the Poor (CGAP) seharusnya
dapat teratasi dengan adanya Lembaga Keuangan Mikro karena lembaga ini dapat menyediakan jasa keuangan bagi masyarakat
yanh berpenghasilan kecil atau pengusaha berskala kecil. (Salam, 2008:5).
Kehadiran Undang Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang berlaku mulai
tanggal 8 Januari 2015 menunjukkan bahwa pemerintah memberi perhatian khusus terhadap keuangan mikro. Melalui UU ini,
LKM didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak sematamata mencari keuntungan.
Lembaga keuangan mikro dibedakan menjadi dua, yaitu lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan
syariah.Pelayanan keuangan konvensional dapat ditemukan antara lain pada lembaga keuangan bank yangmenggunakan sistem
bunga, sedangkan pelayanan keuangan syariah berlakuprinsip–prinsip syariah Islam yang dapat ditemukan antara lain pada
bankSyariah, Asuransi Syariah, dan Koperasi Syariah yang merupakan usahapengumpulan dan penyaluran dana komersial
dengan landasan syariah (HeriSudarsono, 2005: 96). Praktek bunga yang diterapkan pada lembagakeuangan konvensional
ternyata dapat merugikan pihak nasabah.
Dalam pandangan Islam, bunga dianggap sebagai riba dan Islammelarang praktik riba dalam kehidupan sehari-hari.
Praktik riba dianggapsebagai tambahan lebih dari modal asal yang biasanya diterapkan dalamtransaksi hutang piutang. Hal ini
yang melandasi pelaku UMKM untukberalih ke lembaga keuangan mikro syariah. Beralihnya pelaku UMKM terhadap lembaga
keuangan mikro syariah dilandaskan pada keinginanmereka untuk menjalankan perekonomian sesuai dengan prinsip
islam.Lembaga keuangan mikro syariah berfungsi sebagai lembaga keuangan yangmampu menjadi solusi yang tepat dalam
pembiayaan untuk peningkatanusaha, mudah diakses bagi UMKM, dan mengantarkan masyarakat khususnyaUMKM terhindar
dari sistem bunga yang diterapkan pada lembaga keuangankonvensional. Salah satu lembaga keuangan mikro syariah yang
berorientasisebagai lembaga sosial keagamaan adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariahatau yang sering disebut dengan KJKS.
Di Indonesia, Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari: (1). Bank, dengan beragamnyaruang lingkup dan wilayah, antara lain
Bank Umum Syariah (BUS), Bank Umum Syariah sebagai unit usaha bank konvensional (UUS), dan Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS), (2). Non-Bank seperti perusahaan multifinance,Baitul Maal wa Tamlik (BMT), dan Takaful.
BMT adalah lembaga swadaya masyarakat yang didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat terutama pada awal
berdiri, biasanya dilakukan dengan menggunakan sumber daya termasuk dana atau modal dari masyarakat setempat itu sendiri.
BMT memiliki beberapa kelebihan. Pertama, dalam BMT terkandung dua kepentingan yang saling menunjang yaitu kepentingan
sosial dan kepentingan bisnis. Kepentingan sosial direpresentasikan oleh baitul maal dan kepentingan bisnis direpresentasikan
oleh baitul tamwil. Kedua, sistem operasi BMT mengacu pada ketentuan-ketentuan Islam, bukan menggunakan sistem bunga
seperti pada lembaga keuangan konvensional. Ketiga, pemimpin dan pengurus BMT bertindak aktif, proaktif, dinamis, tidak
menunggu tetapi menjemput calon anggota penyimpan atau peminjam (Nizarul, 2009).
Pola pembiayaan merupakan kontrak yang mendasari berbagai produklayanan masyarakat BMT dalam usahanya.
Pembiayaan BMT dapatdiklasifikasikan dalam empat kategori umum, yaitu prinsip bagi hasil(syirkah), prinsip jual beli (tijarah),
prinsip sewa (ijarah) dan prinsip jasa.Syirkah dalam bahasa Arab berarti pencampuran atau interaksi atau membagisesuatu antara
dua orang atau lebih menurut hukum kebiasaan yang ada.Prinsip syirkah untuk produk pembiayaan BMT adalah pembiayaan
yangpaling sering dipergunakan dalam membantu pembiayaan UMKM. Prinsipsyirkah dapat dioperasikan dengan dua pola yaitu
mudharabah dan musyarakah.
BMT Dana Mulia Utama membantu mengatasi permasalahan permodalan nasabah melalui pembiayaan musyarakah.
Dalam memberikan pembiayaanmusyarakah BMT cukup selektif karena nasabah harus memenuhi beberapapersyaratan.
Berbeda dengan renteniryang lebih mudah memberikanpinjaman kepada pedagang yangmengajukan pinjaman.
Pembiayaanmusyarakah dari BMT Dana Mulia Utama cabangan Ngemplak paling banyak dipilih nasabah untuk mengatasi
masalah permodalan usaha, karena akad yang sesuaidengan pedagang, dan angsuran tidak memberatkan. Berbeda dengan
renteniryang memberatkan pedagang karena bunganya yang tinggi. Pembiayaanmusyarakah pada BMT Dana Mulia Utama
diharapkan dapat membantu mengatasimasalah pemodalan sehingga nantinya UMKM dapat berkembang.
Perkembangan UMKM menjadi penting sebagaimana telah diulas didepan tentang kontribusi UMKM. Dengan adanya
pembiayaan musyarakahyang disediakan BMT, diharapkan UMKM dapat berkembang.Perkembangan UMKM dapat dilihat dari
adanya perbedaan sebelum dansesudah menggunakan pembiayaan. Apabila ada perkembangan UMKMsesudah menggunakan
pembiayaaberarti penggunaan pembiayaan tersebutberhasil. Apabila sesudah penggunaan pembiayaan tidak
terjadiperkembangan berarti pembiayaan tersebut belum berhasil.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka diambil judul penelitian “(ANALISIS
PERKEMBANGAN USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH SEBELUM DAN SESUDAH
MENERIMAPEMBIAYAAN MUSYARAKAH PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH BMT (STUDI
KASUS: BMT DANA MULIA UTAMA, KEC. NGEMPLAK)”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya
yaitu :
1) Bagaimana perbedaan omset penjualan sebelum dan sesudahmenggunakan pembiayaan musyarakah pada BMT Dana
Mulia Utama Kec. Ngemplak?
2) Bagaimana perbedaan jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudahmenggunakan pembiayaan musyarakah pada BMT Dana
Mulia Utama Kec. Ngemplak?
3) Bagaimana perbedaan jumlah pelanggan sebelum dan sesudahmenggunakan pembiayaan musyarakah pada BMT Dana
Mulia Utama Kec. Ngemplak?

3. Metode penelitian
1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang
digunakan untuk meneliti populasi atau sampel yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang sudah ditetapkan
sebelumnya.
2) Populasi dan Sampel
a. Populasi : Masyarakat kecamatan Ngemplak yang menjadi nasabah di BMT Dana Mulia Utama
b. Sampel : masyarakat pedesaan yaitu desa manggung.

3) Teknik Sampel Penelitian


Penelitian ini menggunkan teknik sampel acak sederhana
4) Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian dengan menggunakan kuisioner angket, dan menggunkan data sekundet yaitu data yang diperoleh dari jurnal,
skripsi dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian.
5) Teknik Analisis Data
Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis pendekatan asosiatif kuantitatif. Jumlah populasi dari penelitian ini yaitu
anggota BMT Dana Mulia Utama.
Daftar Pustaka

., R. (2018). Pengaruh Kinerja Pembiayaan Mikro Musyarakah dan Mudharabah di Bank Syariah terhadap Sektor Usaha Mikro di
Provinsi Jawa Timur. 1(1), 32–53.
Ovami, D. C., Thohari, A. A., Al-wasliyah, U. M. N., & Akuntansi, P. S. (2018). Pengaruh dana pihak ketiga dan non performing
financing terhadap pembiayaan musyarakah. 3(1).
Riset, J., Asia, A., Lisa, O., & Lisa, O. (2018). Determinan Distribusi Pembiayaan dan Implikasinya terhadap Profitabilitas : Studi
Empiris Pada Koperasi Syariah Baitul Maal wa Tamwil ( BMT ) di Indonesia.
Kara, M. (2008). KONSTRIBUSI PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO , KECIL
, DAN MENENGAH. 315–322.
Husaeni, U. A., & Titi, K. D. (2019). PENGARUH PEMBIAYAAN MIKRO SYARIAH TERHADAP TINGKAT PERKEMBANGAN
USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) PADA ANGGOTA BMT DI JAWA BARAT. Bongaya Journal for Research in
Management , 2 (1).

Pratama, Ditha Nada; lia, dwi martika; rahmawati, teti. (2017). PENGARUH PEMBIAYAAN MUDHARABAH, PEMBIAYAAN
MUSYARAKAH DAN SEWA IJARAH TERHADAP. 3 (1).

Anda mungkin juga menyukai