Anda di halaman 1dari 40

1

CATATAN PEMBIMBING :
1. SUSUN SECARA SISTEMATIS LOGIKA URAIAN LATAR BELAKANG
MASALAH.
2. RUMUSAN MASALAH MUNCUL DARI URAIAN LATAR
BELAKANG MASALAH, DAN DISUSUN SISTEMATIS-LOGIS.
3. TEORI SUDAH LUMAYAN BAGUS, HANYA SAJA HARUS
DIKAITKAN ANTARA BMT DENGAN RENTENIR.
4. KUTIP KARYA DOSEN FEBI. LIHAT TULISAN SAYA DI
WWW.REPOSITORYUINMATARA.AC.ID KLIK BROWSE AUTHOR
KETIK MUH. SALAHUDDIN. BACA SEMUA KARYA SAYA YANG
ADA TULISAN EKONOM, DEMOKRASI, DAN KOPERASI.
5. HAKEKATNYA, SUDAH TIDAK ADA LAGI LEMBAGA BMT HARI
INI. YANG ADA ADALAH KOPERASI SYARIAH.
6. COBA BACA LEBIH DETAIL LAGI
2

PERAN BAITUL MAAL WATTAMWIL DALAM MENGATASI


DAMPAK NEGATIF PRAKTEK RENTENIR
(studi pada BMT Al-Hasan Mitra Ummat Lenek)

Proposal

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Mataram Untuk


Melengkapi Persyaratan Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

IRMA AYU LESTARI


170501187

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MATARAM
2020
3

A. Judul

Peran BMT Dalam Mengatasi Dampak Negatif Praktek Rentenir (studi

pada BMT Al-Hasan Mitra Ummat Lenek)

B. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia diantaranya disebabkan

oleh ketidakpastian skala prioritas kebijakan pemerintah dalam mendorong

dunia usaha, di mana pemerintah lebih menekankan pada usaha yang berskala

besar dari pada skala usaha kecil. Tingginya akan tingkat kebutuhan

masyarakat terhadap dana atau modal, membuat masyarakat harus

berhubungan secara langsung dengan lembaga keuangan seperti Bank.

Namun disisi lain, para pelaku usaha kecil memiliki kendala dalam bidang

permodalan. Para pelaku usaha kecil tidak dengan mudah mendapatkan akses

pembiayaan di dalam dunia perbankan, karena akses untuk mendapatkan

pembiayaan di dunia perbankan relatif sulit diberikan untuk para pelaku

usaha kecil.1

Hal ini terjadi dikarenakan Bank Syariah masih mensyaratkan adanya

jaminan dalam pengajuan pembiayaan, yang memungkinkan tidak bisa

dipenuhi oleh para pelaku usaha kecil. Selain itu adanya persyaratan

administrasi pada saat melakukan pembiayaan seperti laporan keuangan

masih sangat relatif untuk dipenuhi oleh para pelaku usaha kecil. Pada sayang

1
Visita Dwi Ayogi Dan Tuti Kurnia, “Optimalisasi Peranan BMT Dalam Upaya
Penghapusan Praktek Rentenir” Jurnal Syarikah vol1 No 1, Juni 2015
4

bersamaan pelaku usaha kecil sangat membutuhkan pembiayaan untuk

mencapai keinginan mereka dalam melancarkan usaha.

Melihat kondisi seperti ini menjadikan rentenir sebagai salah satu

solusi dalam mengatasi masalah keuangan. Dana yang mudah dicairkan

menjadi salah satu daya tarik untuk meminjam modal usaha, peminjaman

pada rentenir memiliki dampak yang negatif yang dimana bunga dari

peminjaman dana memiliki bunga yang sangat besar. Margin keuntungan

yang diperoleh kembali lagi ke rentenir untuk membayar bunga. Praktir

rentenir di Indonesia belum tersentuh hukum dan pengawasan otoritas jasa

keuangan, praktik rentenir tidak pernah mati karena yang berlaku adalah

hukum ekonomi yaitu permintaan dan penawaran. Praktek rentenir sekalipun

mencekik leher orang yang berhutang, sulit diatasi jika hanya dikecam tanpa

memberikan solusi.

Perkembangan lembaga perbankan diikuti dengan tumbuhnya

lembaga keuangan mikro syariah sebagai wakil dari lembaga keuanagan Bank

Umum syariah. Lembaga keuangan mikro syariah biasa dikenal dengan

sebutan Baitul Maal wa Tamwil yang secara legal berbadan hukum Koperasi.2

Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), atau Balai Usaha Mandiri Terpadu

adalah sebuah lembaga keuangan Mikro yang menopang prekonomian, yang

bergerak pada masyarakat kecil-menengah (grass rool) yang dioperasikan

berdasarkan prisip bagi hasil, guna mengembang bisnis usaha mikro kecil,

dalam upaya mengangkat derajat dan martabat fakir miskin yang beroperasi

2
Muh. Salahuddin “Hijrah Ekonomi Masyarakat Kota Mataram”, (Laporan Penelitian UIN
Mataram, Mataram 2018). Hlm. 3
5

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dengan ketentuan hadist dan Al-

Qur’an.3 Dengan munculnya lembaga keuangan BMT dapat memberikan

jalan alternatif kepada masyarakat dalam mendapatkan pembiayaan dengan

pengembalian yang cukup lebih ringan, memfasilitasi pembiayaan kecil bagi

usaha produktif di masyarakat.

Dalam prakteknya rentenir sangat merugikan peminjamnya karena

jasa peminjaman keuntungan rentenir sudah cukup besar, sehingga sehingga

pedagang menggunakan kredit-kredit yang disediakan oleh rentenir dalam

dua cara, tergantung pada jangkauan aktifitasnya. Hutang piutang uang

informal sangat sesuai dengan kebutuhan pada pedagang skala besar yang

harus memebeli barang dalam jangka pendek. Apabila pembayar kredit tidak

sanggup membayar maka jangka waktu pembayaran kredit diperpanajang

sehingga keuntungan yang diperoleh oleh rentenir semakin besar dan semakin

menambah beban bagi peminjamnya, maka dalam hal ini islam sangat

melarang karena terdapat unsur bunga/riba. Maka dengan munculnya BMT

mampu memudahkan masyarakat bawah yang ingin meminjam, menambah

modal, dan membangun usahanya sehingga masyarakat terhindar dari

paraktik negatif rentenir dan lebih utama agar terhindar dari riba.

BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) merupakan lembaga keuangan bukan

bank yang bergerak dalam skala mikro sebagai Koperasi Simpan Pinjam

(KSP). BMT merupakan lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip

syariah dan dioperasikan dengan prinsip bagi hasil. BMT melaksanakan dua

3
Mahendro Nugroho, “Usaha Masyarakat Marjinal Perkotaan: Dampak Bunga Uang dan
Alternatif Pembiayaan Berbasis Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2001), hlm. 71
6

jenis kegiatan yaitu, Bait al Maal dan Bait at-Tamwil. Bait al Maal adalah

lembaga keuangan syariah yang memiliki kegiatan utama yaitu menghimpun

dan mendistribusikan dana ZISWAHIB (zakat, infak, sadaqah, waqaf, dan

hibah) tanpa adanya keuntungan (non profied oriented). Penyalurannya

ditargetkan kepada mereka yang berhak mendapatkan (Mustahik),

penyalurannya sesuai dengan aturan agama islam dan berdasarkan dengan

manajemen keuangan modern. Sedangkan Bait at Tamwil adalah lembaga

keuangan Syariah yang informal dengan orientasi keuangan (profit oriented).

Kegiatan utama dari yang dijalankan dari lembaga ini adalah menghimpun

dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan/tabungan dan kemudian

disalurkan melalui pembiayaan usaha-usaha masyarakat yang produktif dan

menguntungkan sesuai dengan sistem keuangan syariah.4

Dari hasil pengamatan BMT Al-Hasan Mitra Ummat Lenek sebagai

salah satu lembaga keuangan mikro syariah yang bersifat terbuka,

berorientasi pada pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk

mendukung ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan sosial

masyarakat sekitar, terutama pelaku usaha mikro dan menegah sehingga pada

tahun 2015 dibentuk BMT Al-Hasan Mitra Ummat dengan modal awal yang

bersumber dari kumpulan dana para anggota kurang lebih Rp. 200.000.000

dan dana dari masyarakat berupa zakat, infak, dan shadaqah. BMT juga

merupakan salah satu lembaga penopang ekonomi yang bergerak pada

masyarakat kecil-menengah (grass roll). Masyarakat pada umumnya tidak

4
Drasmawita and Herianingrum, “Peran Lembaga Bmt Almaun Berkah Madani Dalam
Pembebasan Nasabah Dari Rentenir.”
7

mengenali apa itu BMT, yang mereka ketahui adalah tempat peminjaman

uang untuk kebutuhan usaha dengan metode pemgembalian secara berangsur

dengan tempo jangka panjang yang di tentukan oleh peminjam. Masyarakat

desa aikmel tidak bisa membedakan antara lembaga simpan pinjam yang

konvensional dengan syariah, masayarakat aikmel mengenal lemabaga ini

dari mulut ke mulut dengan prantara marketing dari lembaga tersebut.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di Dusun

Kampung Remaja kec. Aikmel kab. Lombok Timur, jumlah pedagang yang

ada di Dusun Kampung Remaja kec. Aikmel adalah berjumlah 25 orang .

Tidak sedikit pedagang yang membutuhkan modal dari orang lain dalam

menjalankan usahanya dan ada beberapa yang memilih untuk meminjam

modal dari rentenir. Dari jumlah pedagang yang ada terdapat 15 pedagang

yang memilih untuk meminjam modal kepada rentenir. Praktik rentenir yang

ada di Dusun Kampung Remaja masih tetap bertahan hingga sekarang, dan

menjadi fenomena yang unik jika diperhatikan. Zaman sudah berubah tetapi

masih ada pelaku praktek renteir dan peminatnya. Padahal sudah terdapat

banyak lembaga keuangan yang menyediakan jasa peminjaman dengan

maegin yang sangat kecil di sekitar lokasi, seperti lembaga keuangan BMT

dibandingkan dengan praktek rentenir yang bunganya sangat besar.5

Berdasarkan wawancara dengan Ibu Mahani selaku pedagang sayur-

mayur sekaligus peminjam jasa rentenir sejak awal membuka usaha. Ibu

Mahani menjelaskan bahwa bunga yang diberikan jasa rentenir dalam

peminjaman sebesar 30% per 3 bulan dari dana yang diberikan dan
5
Hasil observasi di Desa Aikmel, 6 februari 2021.
8

pembayarannya dilakukan setiap hari. Hal ini belum bisa mencukupi kondisi

keuangan keluarga yang dibutuhkan. Besarnya nilai pinjaman uang kepada

rentenir hanya bisa menutupi kondisi keuangan sementara tanpa memberikan

sedikit nilai keuntungan dalam usahanya.6

Sedangkan menurut Ibu Johriah selaku Ibu Rumah Tangga yang

meminjam dana kepada jasa rentenir untuk mencukupi kebutuhan

keluarganya, menjelaskan bahwa bunga yang diberikan juga sama yaitu

sebesar 30%. Hal ini sangat memberatkan bagi Ibu Johriah karena bunga

yang begitu besar yang harus dibayarkan tidak sesuai dengan pendapatannya

selama ini sehingga Ibu Johriah memutuskan menjadi TKW untuk melunasi

pinjaman sekaligus bunga yang cukup besar.7

Berdasarkan masalah di atas maka penulis tertarik melakukan

penelitian tentang “Peran BMT Dalam Mengatasi Dampak Negatif

Praktik Rentenir (Studi Di BMT Al-Hasan Mitra Ummat Lenek)”.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas adapun fokus yang akan diteliti dalam

penelitian ini yaitu “Bagaimana Peran BMT dalam Mengatasi Dampak

Negatif Praktik Rentenir.”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

6
Mahani, Pelaku Simpan Pinjam, Wawancara, Aikmel 6 Februari 2021.
7
Johriah, Pelaku Simpan Pinjam, Wawancara, Aikmel 6 Februari 2021
9

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan diatas,

adapun tujuan dari penelitian yaitu, Untuk mengetahui peran BMT dalam

mengatasi dampak negatif rentenir.

2. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat yang

baik secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Penulis berharap dari hasil penelitian ini memberikan wawasan

untuk mengetahui bagaimana peranan BMT dalam mengatasi

dampak negatif praktik rentenir.

Secara praktis manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini

sebagai berikut:

1) Bagi Perusahaan

Di harapkan dapat memberikan mamfaat bagi perusahaan

terkait pentingnya peran BMT dalam mengatasi dampak

negatif praktik rentenir.

2) Bagi peneliti

Memberikan bahan masukan bagi peneliti selanjutnya

yang berkaitan dengan peran BMT dalam mengatasi dampak

negatif praktik rentenir.

E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup
10

Mengingat luasnya pembahasan dalam penelitian ini, maka peneliti

sengaja membatasi permasalahan pada pembahasan yang lebih mendalam

dan spesifik. Pembahasan ini dimaksudkan agar dalam penelitian

selanjutnya menuju kepada permasalahan yang sesuai dengan tujuan yang

hendak di capai. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian ini tentang peran BMT dalam mengatasi dampak negatif

praktik rentenir.

2. Setting Penelitian

Setting penelitian adalah tempat penelitian di mana peneliti akan

melakukan penelitian lapangan, penelitian ini berlokasi di BMT Al-Hasan

Mitra Ummat Lenek

F. Telaah Pustaka

Studi terdahulu adalah penelusuran terhadap studi dan karya-karya

terdahulu yang terkait untuk menghindari duplikasi, plagiasi, reptisi serta

menjamin keaslian dan keabsahan peneliti yang di lakukan, peneliti

mendapatka atau menemukan beberapa pendapat, yaitu:

1. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurus Shoba Aristha judul “Peran

Koperasi Bmt Al Fithrah Mandiri Syariah Dalam Mereduksi Praktik

Rentenir Di Masyarakat Kecamatan Kenjeran Surabaya”.8

Dalam penelitiannya Nurus Shoba Aristha memfokuskan meneliti

tentang bagaimana strategi koperasi BMT Al-Fithrah Mandiri Syariah

dalam mereduksi praktik rentenir, dan bagimana peran koperasi BMT Al-
8
Nurus Shoba Aristha, “Peran Koperasi BMT Al Fithrah Mandiri Syariah Dalam
Mereduksi Praktek Rentenir Di Masyarakat Kecamatan Kenjeran Surabaya”, (Skripsi, Ekonomi
Syariah, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2018).
11

Fithrah Mandiri Syariah dalam mereduksi praktek rentenir. Persamaan

skripsi tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas

tentang lembaga keuangan BMT dalam mengatasi praktik rentenir.

Sedangkan letak perbedaannya adalah pada subjeknya ialah Koperasi

BMT Al Fithrah Mandiri Syariah, sedangkan subjek yang akan peneliti

lakukan adalah BMT Al-Hasan Mitra Ummat Lenek.

2. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jajang Nurjaman berjudul “Peran

Baitul Maal Wattamwil dalam Mengatasi Dampak Negatif Rentenir.”

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

penelitian lapangan (Field Research). Penelitian ini memfokuskan pada

bagaimana peran BMT Al-Fath Ikmi Ciputat dalam mengatasi dampak

negatif praktik renenir, bagaimana strategi BMT Al-Fath Ikmi Ciputat,

dan seberapa jauh tingkat keberhasilan BMT Al-Fath Ikmi Ciputat dalam

mengatasi dampak negatif praktek rentenir.9 Persamaan skripsi tersebut

dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang peran

lembaga keuangan non bank (BMT) dalam mengatasi dampak negatif

praktik rentenir. Akan tetapi letak perbedaanya pada subjeknya, pada

penelitiannya ini subjeknya ialah BMT Al-Fath Ikmi Ciputat, sedangkan

subjek yang akan peneliti lakukan adalah BMT Al-Hasan Mitra Ummat

Lenek.

9
Jajang Nurjaman, ‘Peranan Baitul Maal Wattamwil Dalam Mengatasi Dampak Negatif
Praktek RenteniR (Studi Pada BMT Al Fath IKMI Ciputat)’, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
SKRIPSI, 2010, h. 1-80.
12

3. Penelitian Visita Dwi Ayogi dan Tuti Kurnia yang berjudul “Optimalisasi

Peranan BMT Dalam Upaya Penghapusan Praktek Rentenir”.10

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kuantitatif. Penelitian ini memfokuskan untuk mengetahui

peran BMT sudah optimal atau belum dalam upaya penghapusan praktek

rentenir. Kesimpulan dari penelitian ini adalah peran yang dilakukan

BMT Amal Atina dan BMT Berkah Mandiri Sejahtera dalam upaya

penghapusan praktek rentenir belum dilakukan secara optimal.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama

membahas tentang peran BMT dalam upaya penghapusan praktek

rentenir. Akan tetapi letak perbedaannya adalah subjeknya, peneliti

membahas dan membandingkan dua BMT sekaligus sedangkan subjek

yang akan peneliti lakukan hanya berfokus pada satu BMT saja.

4. Penelitian Rozalinda yang berjudul “Peran Baitul Mal Wa Tamwil

(BMT) Taqwa Muhammadiyah dalam Membebaskan Masyarakat Dari

Rentenir di Kota Padang”.11

Dalam Penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif

kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada faktor-

faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat masih memilih dan

memanfaatkan jasa rentenir di Kota Padang dan bagaimana peran BMT

Taqwa Muhammadiyah dalam membebaskan masyarakat dari belenggu

10
Visita Dwi Ayogi and Tuti Kurnia, ‘Optimalisasi Peran Bmt Dalam Upaya
Penghapusan Praktik Rentenir', Jurnal Syarikah : Jurnal Ekonomi Islam, 1.1 (2015), 1–16.

11
Rozalinda, “Peran Baitul Mal Wa Tamwil (Bmt) Taqwa Muhammadiyah Dalam
Membebaskan Masyarakat Dari Rentenir Di Kota Padang.”
13

rentenir. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah

mengetahui sejauh mana peran BMT dalam membebaskan masyarakat

dari praktek rentenir yang masih ada sampa sekarang. Akan tetapi letak

perbedaannya adalah subjek yang akan diteliti BMT Taqwa

Muhammadiyah, sedangkan yang akan peneliti teliti yakni BMT Al-

Hasan Mitra Ummat Lenek.

G. Kerangka Teori

1. Baitul maal wa tamwil (BMT)

a. Pengertian, Fungsi, dan Peranan Baitul maal wa tamwil (BMT)

BMT adalah kependekan dari kata Balai Usaha Mandiri Terpadu

atau Baitul Mal wat Tamwil, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT sesuai

dengan namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:

a. Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan

pengembangan usaha-usaha produktif dan investas dalam

meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil

dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan

menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. Dalam pengertian ini

BMT menjelaskan fungsi yang sama dengan Koperasi Jasa

Keuangan Syariah (KJKS).

b. Baitul mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, nfak, dan

sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan

peraturan dan amanatnya.


14

Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah balai mandiri usaha terpadu

yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwl dengan kegiatan

mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam

meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil kebawah dan kecil

dengan antara lan mendorong kegiatan menabung dan menunjang

pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, batul mal wa tamwl

juga bisa menerima jakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkannya

sesuai dengan peraturan dan amanatnya.12

Dengan demikian keberadaan BMT dipandang memiliki dua

fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta

ibadah, seperti zakat, infak, sedkah, dan wakaf, serta dapat pula

berfungsi sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi yang

bersifat produktif sebagaimana layaknya bank. Pada fungsi kedua ini

dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga keuangan,

BMT bertugas menghimpun dana dar masyarakat (anggota BMT)

yang mempercayakan dananya di BMT dan menyalurkan dana kepada

masyarakat sebaga lembaga ekonomi, BMT berhak melakukan

kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan, industri,

dan pertanian.13

Nur Rianto berpendapat bahwa baitul maal wa tamwil (BMT)

adalah lembaga keuangan mikro yang dijalankan dengan konsep bagi

hasil, mengembangkan bisnis usaha mikro yang memiliki tujuan untuk


12
Andri Soemitra, “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. (Jakarta: Kencana,
2018), hlm.473
13
Ibid. hlm. 474
15

mengangkat derajat dan martabat sertab dapat membela kepentingan

dari kaum fakir miskin dan golongan orang-oranga yang tidak

mampu.14

Secara harfiah/lughowi, baitul maal adalah rumah dana dan

baitul tamwil adalah rumah usaha. Menurut Esnsiklopedia Hukum

Islam, Baitul maal adalah lembaga keuangan negara yang memiliki

tugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara

sesuai dengan aturan syariah. Sedangkan menurut Harun Nasution,

baitul maal adalah sebagai pendaharaan (umum atau negara).

Sementara Suwardi K. Lubis, menyatakan baitul maal dilihat dari segi

istilah fiqih adalah “suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk

mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang

berhubungan dengan pemasukan dan pengelolaan maupun yang

berhubungan dengan masalah pengeluaran”.15

Baitul Mal wa Tamwil (BMT) memiliki beberapa fungsi diantanya:

1. Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di

BMT, uang tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga dapat

menimbulkan unit surplus (pihak yang memiliki dana berlebih)

dan unit defisit (yang kekurangan dana).

2. Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan

memberikan pendapatan kepada para pegawainya.

14
Soritua Ahmad Ramdani Harahap dan Mohammad Ghozali, ‘Peran Baitul Mal
Wa Tamwil ( Bmt ) Dalam Pengembangan Ekonomi Umat’, Human Falah: Vol 7. No. 1 Januari-
Juni 2020. hlm. 21
15
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,
2014), hlm. 353.
16

3. Pemberi informasi, memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai resiko keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga

tersebut.

4. Sebagai salah satu lembaga keuangan mikro islam yang dapat

memberikan pembiayaan bagi usaha kecil, mikro, menengah dan

juga koperasi, dengan kelebihan tidak meminta jaminan yang

memberatkan bagi UMKM tersebut.16

Adapun fungsi BMT di masyarakat adalah:

1. Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus dan pengelola

agar menjadi lebih profesional, salaam (selamat, damai, dan

sejahtera) dan amanah.

2. Mengorganisasi dan memobilisasi dana, sehingga dana yang

dimiliki oleh masyarakat dapat dimanfaatkan secara oftimal untuk

kepentingan rakyat banyak.

3. Mengembangkan kesempatan kerja.

4. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan prouk-produk

anggota.17

Selain itu peran BMT di masyarakat, adalah sebagai berikut:

1. Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat

dalam program mengentaskan kemiskinan.

2. Menciptakan sumber pembiayaan dan menyediakan modal bagi

anggota sesuai dengan prinsip syariah.


16
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis
Dan Praktis (Jakarta:Kencana, 2010), hlm. 364
17
Ibid, hlm. 362
17

3. Menumbuhkembangkan usaha-usaha produktif sekaligus

memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota dibidang

usahanya.

4. Meningkatkan wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan

pola prekonomian Islam.

5. Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang

percepatan pertumbuhan ekonomi Nasional.18

b. Ciri-ciri utama Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)

1. Beriorentasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan

pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan

lingkungannya.

2. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk

mengefektifkan penggunaan zakat, infak, dan sedekah bagi

kesejahteraan orang banyak.

3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat

disekitarnya.

4. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT

itu sendiri, bukan milik orang seorang atau orang dari luar

masyarakat.

Disamping ciri-ciri utama di atas, BMT juga memiliki ciri-ciri

khusus, yaitu:

18
Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam Pendekatan Teoritis dan Sejarah,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 289
18

1. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif, dinamis, berpandangan

produktif, tidak menunggu tetapi menjemput nasabah, baik

sebagai penyetor dana maupun sebagai penerima pembiayaan

usaha.

2. Kantor dibuka dalam waktu tertentu dan ditunggui oleh sejumlah

staf yang terbatas, karena sebagian besar staf harus bergerak di

lapangan untuk mendapatkan nasabah penyetor dana, memonitor,

dan mensupervisi usaha nasabah.

3. BMT mengadakan pengajian rutin secara berkala yang waktu dan

tempatnya, biasanya di madrasah, masjid atau mushalla,

ditentukan sesuai dengan kegiatan nasabah dan anggota BMT.

4. Manajmen BMT diselenggarakan secara profesional dan islami,

di mana:

a. Administrasi keuangan, pembukuan dan prosedur ditata dan

dilaksanakan dengan sistem akuntansi sesuai dengan standar

akuntansi yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.

b. Aktif, menjemput bola, pro aktif, menemukan masalah

dengan tajam, dan menyelesaikan masalah dengan bijak,

bijaksana, yang memenangkan semua pihak.

c. Berfikir, bersikap dan berprilaku ahsanu amala (service

excellence).19

c. Landasan Hukum Baitul Maal Wa Tamwil (BMT

19
Andri Soemitra, Bank dan Lenbaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2016)
Edisi ke-2, hlm. 476
19

Secara kelembagaan BMT mengalami beberapa evolusi, mulai

dari lembaga keuangan informal (KSM/PHBK/LSM/Perkumpulan),

lalu menjadi lembaga keuangan semi informal (Koperasi Jasa

Keuangan Syariah), kemudiaan pada saat ini BMT dapat memilih

menggunakan payung hukum Koperasi Jasa Keuangan Syariah

(KJKS) di bawah naungan kementerian koperasi dan usaha kecil dan

menengah atau memilih Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di bawah

UU No. 1 tahun 2013 sehingga BMT masuk ke dalam lembaga

keuangan formal di dalam sistem keuangan nasional.20

Apabila BMT memilih dalam bentuk koperasi, maka akan

beroperasi sama dengan mekanisme operasional Kopersi Jasa

Keuangan Syariah (KJKS). Namun, apabila memilih berpayung pada

hukum Lembaga Keuangan Mikro (LKM) maka BMT dikategorikan

ke dalam salah satu lembaga keuangan mikro syariah di bawah

naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga Keuangan Mikro

merupakan lembaga keuangan khusus yang didirikan untuk

memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan

masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha

skala mikro pada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan,

maupun memberikan jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak

semata-semata untuk mencari keuntungan.21

2. Praktek Rentenir
20
Ibid, hlm. 478
21
Andri Soemitra, Bank dan Lenbaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2016)
Edisi ke-2, hlm. 479
20

a. Pengertian Rentenir

Secara harfiah rentenir berasal dari kata Rente yang memiliki arti

renten, buang uang. Individu yang memperoleh keuntungan (provit)

melalui penarikan bunga yang disebut dengan rentenir. Sedangkan

untuk institusi yang memperoleh provit melalui penarikan bunga

disebut sebagai lembaga rente, seperti bank, koperasi dan lembaga

pengkreditan lainnya. Rentenir adalah orang yang disebut sebagai

lintah darat karena menawarkan pinjaman dalam jangka pendek tanpa

jaminan akan tetapi menarik menarik bunga yang sangat tinggi untuk

setiap kredit.22

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia rentenir adalah

orang yang memberikan nafkah dan membungakan uang/ tukang/

pelepas/ pelepas uang/ lintah darat. Rentenir juga disebut sebagai

lintah darat karena kegiatannya menghisap habis uang masyarakat

untuk mendapatkan profit dengan pemberlakuan bunga kredit yang

dijalaninya. Rentenir adalah pemberi pinjaman uang (kreditur) dengan

besaran bunga sekitar 10-30 persen perbulan dalam kondisi

prekonomian normal dengan rata-rata bunga pinjaman bank umum

kurang lebih 1-3 persen perbulan. Plafon pinjaman yang diberikan

beragam, biasanya sekitar antara 100.000 sampai dengan 5.000.000

rupiah. Untuk plafon yang tidak terlalu tinggi yakni sekitar 100.000

sampai dengan 1.000.000 rupiah tanpa perlu adanya jaminan,

22
Heru Nugraha, Uang Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001), hlm. 80
21

sedangkan untuk plafon yang 1.000.000 ke atas biasanya disertai

dengan adanya jaminan seperti BPKB, surat tanah, dan lain

sebagainya. Target peminjam (debitur) mereka biasanya orang-orang

dengan ekonomi lemah yang tinggal di kota maupun di pinggiran

kota, seperti buruh kecil, pegawai kecil, dan perajin kecil atau

masyarakat yang kurang mampu dari segi ekonomi. 23 Salah satu

sebutan yang diberikan masyarakat terhadap praktek rentenir ini

adalah “bank rontok”. Keberadaan rentenir sudah lama dirasakan oleh

masyarakat, karena sebagian besar dari rentenir beroperasi di pasar

pasar tradisional dan juga mengunjungi orang dari pintu ke pintu.

b. Rentenir dalam ekonomi Islam

Ekonomi islam memandang kredit dengan isnstrumen utamanya

adalah bunga yang sudah jelas keharamannya. Bunga memiliki arti

yang sama dengan riba. Riba berasal dari bahasa Arab al-riba atau ar-

rima yang bermakna tambah, tumbuh dan subur. Pengertian tambah

dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh

dengan cara yang tidak dibenarkan, apakah tambahan itu berjumlah

sedikit maupun berjumlah banyak. Riba secara teknis mengacu pada

pembayaran “premi” yang harus dibayar oleh peminjam kepada

pemberi pinjaman di samping perpanjanagn waktu jatuh tempo.24

Ulama fiqh mengartikan riba sebagai kelebihan harta yang

diperoleh dalam suatu muamalah tanpa adanya transaksi pengganti


23
Ibid. hlm 81
24
Amri Amir, “Ekonomi Dan Keuangan Islam”, (Jakarta: Pustaka Muda 2015) hlm.
280
22

atau penyeimbang yang sesuai dengan aturan syariah. Maksud dari

transaksi penyeimbang adalah transaksi bisnis komersial yang

membenarkan tambahan tersebut secara adil. Misalnya transaksi jual-

beli, si pembeli akan membayar harga atau imbalan atas barangnya,

sewa, gadai ataupun bagi hasil proyek. Pengganti yang didapatkan

sebagai akibat dari usaha yang mengandung resiko. Berbeda dengan

rentenir yang mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya

penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan

faktor waktu yang berjalan selama waktu peminjaman.

Dalam hukum ekonomi Islam bunga sangatlah dilarang, karena

memiliki dampak yang sangat merugikan, merampas kekayaan orang

lain, merusak moralitas, menumbuhkan benih kebencian dan

permusuhan antara sesama manusia. Ekonomi syariah sangat melarang

praktik riba karena dapat menjauhkan manusia dari rahmat Allah SWT.

dan bahkan Allah SWT akan memberikan azab bagi setiap orang yang

melakukan riba karena sangat merugikan yang lain terutama kaum

yang lemah.25

3. Dampak Negatif Praktik Rentenir

Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi masyarakat masih

melakukan pinjaman terhadap rentenir diantaranya: Pertama, prosedur

yang mudah. Kedua, persyaratan yang tidak merepotkan. Ketiga, tidak

adanya agunan atau jaminan dalam bentuk uang ataupun barang, tidak

25
Mustafa Kamal, dkk, Wawasan Islam Dan Ekonomi, (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1997). Hlm. 146
23

seperti halnya dengan bank atau koperasi. Keempat, adanya kelonggaran

seperti kelonggaran dalam pembayaran. Kelima, sifat rentenir yang ramah.

Keenam, jangka waktu pengambilan yang begitu pendek (short term

period).

Pada umumnya dampak negatif praktik rentenir dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Dapat berkembangnya riba secara luas.

b. Dapat memperluas kesenjangan ekonomi (yang kaya semakin kaya

sedangkan yang miskin semakin miskin).

c. Sulitnya terlepas dari jeratan rentenir, karena apabila 1 kali macet

maka ia harus membayar bunga tersebut dengan jumlah yang sama.

d. Meresahkan masyarakat karena harus membayar bunga yang begitu

besar sekitar 20% dibandingkan dengan BMT 2-3%.

e. Mekanisme lebih mudah atau tidak menyulitkan para nasabah

peminjamnya.26

Praktik rentenir dijalankan dengan beberapa metode diantaranya: ada

yang berkedok usaha berupa Koperasi Simpan dan ada juga

pengelolaannya dengan cara pribadi yang menjadikannya sebagai

penghasilan utama atau sebagai usaha sampingan. Rentenir yang berkedok

koperasi simpan pinjam memiliki Surat Izin Usaha yang diterbitkan oleh

pemerintah setempat, berpegangan dengan surat izin tersebut mereka

melakukan praktek usaha dengan sistem pinjam-sita.


26
Islamiyah, “Implementasi Strategi Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Dalam Mengurangi
Dampak Negatif Praktik Rentenir (Studi Kasus Di BMT Al-Kahfi Jombang).” JIES: Journal of
Islamic Ekonomics Studies: Vol 1 Nomor 1, Februari
24

Terdapat beberapa jenis pinjaman yang diberikan, mulai dari yang

tanpa agunan, surat-surat motor, ijazah, hingga surat tanah. Jangka waktu

peminjaman yang diberikan bervariasi mulai dari yang dipungut harian,

mingguan, dan bulanan. Tetapi apapun jenisnya, bagimanapun modusnya,

seperti apapun pengelolaannya tujuannya satu menarik “bunga” sebesar-

besarnya.

Adapun alasan peminjaman kepada rentenir secara mayorintas adalah

karena terpaksa sekalipun mengetahui bahwa bunga yang diberikan sangat

tinggi. Kegiatan ini berlangsung secara terus-menerus hingga akhirnya

menjadi ketergantungan.27 Meski demikian, masyarakat masih tetap

menggunakan jasa rentenir. Adapun alasan masyarakat masih melakukan

peminjaman pada rentenir karena mudah, agunan, atau jamnan dalam

bentuk uang, ataupun barang dan dalam waktu pengamblan relatif pendek.

Oleh karena itu, seseorang yang telah menggantungkan diri pada rentenir

makan akan sulit untuk melepaskan diri dari kredit tersebut. Apabila

dalam satu kali terdapat kemacetan maka harus membayar bunga sesuai

dengan nilai yang sama dan menyebabkan masyarakat resah untuk

membayar bunga yang cukup besar mencapai 20% dibandingkan dengan

BMT 2-3%. Oleh karena itu, dampak negatif praktik rentenir yaitu

mengembangkan riba secara lebih luas, sementara riba adalah hukumnya

haram.

4. Hubungan BMT Dengan Rentenir

27
Suidjo, “Peran Rentenir Dalam Pengembangan Usaha Kecil Di Daerah Istimewa
Yogyakarta”.
25

Permodalan yang dimanfaatkan untuk prekonomian sangat

berhubungan dengan Lembaga Keuangan. Salah satunya adalah dalam

bentuk konvensional maupun berbentuk syariah. Namun karena

terbatasnya akses pembiayaan modal dengan bunga rendah bagi para

pengusaha mikro kecil dan menengah membuat ruang gerak aktivitas

usaha menjadi lebih terbatas. Keterbatasan modal dapat menyebabkan

terjadinya kesulitan untuk mencapai tingkat pendapatan yang lebih optimal

guna menjaga keberlangsungan hidup usahanya. Lembaga keuangan sudah

berupaya untuk mengatasi hal tersebut dengan mengeluarkan jenis

pembiayaan Kredit Usaha Rakyat. Namun karena beberapa faktor, seperti

rumitnya administrasi yang pada akhirnya membuat pengusaha mikro

kecil dan menengah lebih memilih lembaga informal yang justru

sebenarnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan lembaga formal.

Lembaga informal yang saat ini banyak ditemukan ditengah masayarakat

maupun di kalangan pengusaha mikro kecil dan menengah adalah rentenir.

Menurut M. Ishak dalam jurnal Pembiayaan Permodalan Ideal Dalam

Mengatasi Praktik Rentenir, tingginya kebutuhan masyarakat terhadap

dana atau pembiayaan terutama modal usaha, membuat rentenir masih

akan tumbuh pesat disepanjang tahun. Selain karena mudah mencairkan

dana juga proses administrasi yang lebih mudah jika dibandingkan dengan

mengajukan pembiayaan. Rentenir menjadi stigma yang negatif di dalam

pandangan masyarakat karena mengandug unsur bunga atau riba. Tetapi

jasa rentenir justru masih dibutuhkan oleh masyarakat terutama pengusaha


26

mikro kecil yang membutuhkan modal untuk usaha yang digelutinya.

Kelebihan meminjam dari rentenir ini adalah karena persyaratan yang

mudah, kecepatan dalam pencairan dana, dan tidak adanya jaminan dalam

bentuk apapun. Keunggulan yang ditawarkan oleh rentenir menjadikan

transaksi ini masih terus berkembang hingga sekarang dan membuat

keberadaan lembaga keuangan lain seperti bank umum, bank swasta,

termasuk lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan mikro dalam

mampu menghilangkan keberadaan transaksi rente.

Dalam hal ini strategi yang dimiliki BMT dalam memperkuat

permodalan masyarakat, pengusaha mikro kecil dan menengah harus

didasarkan pada pemahaman dan kelemahan-kelemahan yang melekat di

dalamnya. Salah satu alternatif untuk memperkuat usaha adalah dengan

mendorong terjadinya kemitraan serta keterkaitan. Dalam rangka

menciptakan kemitraan dan keterkaitan, BMT dapat ikut aktif dalam

memperkuat pengusaha mikro kecil dan menengah dengan menjadi

sumber permodalan bagi mereka. Dalam hal ini BMT memberikan

kemudahan dalam mengakses pembiayaan, juga mempasilitasi pemberian

informasi, serta memberikan dukungan bantuan manajemen pengelolaan

usaha. Harapannya adalah tidak ada lagi masyarakat, pengusaha mikro

kecil maupun menengah yang mengharapkan sumber permodalan dari

rentenir yang hanya mampu menyelesaikan masalah jangka pendek tetapi

setelah itu justru kesejahteraan yang diidam-idamkan tidak kunjung

menjadi kenyataan. Langkah yang di ambil oleh BMT ini pun pada
27

akhirnya dapat mempersempit ruang gerak rentenir dan pada akhirnya

sistem yang salah ini pun dapat hilang dengan sendirinya.28

H. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya suatu rancangan untuk mendapat atau

menganalisis atau memecahkan masalah-masalah dalam suatu penelitian

supaya data yang didapatkan signifikan. Oleh karena itu diperlukan metode

atau cara yang tepat untuk memperoleh suatu data. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Desain penelitian

Desain penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (filed

research) yaitu rancangan susunan penelitian untuk mendapatkan data

langsung ke tempat penelitian yaitu BMT BMT Al-Hasan Mitra Ummat

Lenek. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendek kualitatif

diskriftif, di mana menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode

kualitatif sebagai prosedur pnelitian yang menghasilkan data deskriftif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diaamati.29 Alasan peneliti menggunakan metode penelitian ini

berdasarkan peranan BMT dalam mengatasi praktik rentenir. Dalam

penelitian ini, peneliti sebagai instrumen yang turun langsung untuk

melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam melakukan

penelitian diperlukan metode penelitian yang disusun secara sistematis

28
Harjoni dan Reza Fahmi “Pembiayaan Permodalan Ideal Dalam Mengatasi Praktik
Rentenir”. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, Vol. 3, Nomor. 1, Juni 2018. Hlm. 26
29
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2017), hlm. 4
28

agar data yang diperoleh benar keabsahannya sehingga penelitian ini layak

diuji kebenarannya.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti adalah peran dan upaya peneliti dalam memperoleh

data terhadap penelitian yang dilakukan. Kehadiran peneliti di lokasi

penelitian merupakan hal yang sangat penting, karena dengan peneliti

hadir langsung di lokasi penelitian memungkinkan peneliti mendapatkan

data yang dibutuhkan. Subjek penelitian yang berada di lokasi penelitian

mengetahui kehadiran penelitian sebagai peneliti.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di BMT Al-Hasan Mitra Ummat

Lenek. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan januari 2021.

4. Sumber Data

Dalam penyususnan penelitian ini, peneliti menggunakan 2 jenis

sumber data yaitu:

a. Sumber data primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh

secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media prantara). Data

pokok yang tertulis atau tercatat yang digunakan sebagai bukti atau

keterangan yang sah. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data wawancara dari manager beserta staf-staf yang ada di

BMT Al-Hasan Mitra Ummat Lenek.

b. Sumber data skunder


29

Sumber data skunder adalah sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik

pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan

dengan observasi (pengamatan) interview (wawancara), kuoesioner

(angket), dokumentasi dan gabungan ke empatnya.30

5. Prosedur Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneiti melakukan pengumpulan data dengan

menggunakan beberapa teknik meliputi observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

a. Observasi

Nasution dalam buku Sugiono Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif, menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu

fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Peneliti melakukan penelitian partisipan. Dalam observasi ini peneliti

hadir langsung dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati

atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan

pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber

data, dan ikut merasakan suka-dukanya. Dengan menggunakan teknik

ini, peneliti dapat melihat berbagai aktivitas di BMT Al-Hasan Mitra

30
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, Dan R&D, (Bandung: 2019)
hlm. 296
30

Ummat Lenek terkait dengan Peran BMT Dalam Upaya Mengatasi

Dampak Negatif Praktek Rentenir.

b. Wawancara (interview)

Wawancara (interview) merupakan pertemuan dua orang atau lebih

untuk bertukar ide atau informasi melalui proses tanya jawab, sehingga

dapat dikonstruksikan makna dalam satu topik tertentu. 31 Secara umum,

sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu menetapkan

secara persis seperti apa data yang diperlukan.

Oleh karena itu peneliti menggunakan wawancara terstruktur dan

wawancara tidak terstruktur sebagai teknik pengumpulan data tentang

informasi apa yang diperoleh. Wawancara terstruktur yakni wawancara

yang di mana penelitian menyiapkan terlebih dahulu instrumen

penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif

jawabnnya pun telah disiapkan. Wawancara tak terstruktur merupakan

wawancara yang bebas, di mana wawancara tidak menggunakan

pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap

untuk mengumpulkan datanya, pedoman yang digunaka dalam

wawancara berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan.

Dengan menggunakan kedua teknik wawancara tersebut akan

mempermudah peneliti untuk mendapatkan data yang lebih banyak di

lokasi penelitian.

c. Dokumentasi

31
Ibid, hlm. 304
31

Dokumentasi merupakan catatan pristiwa yang sudah berlalu.

Dokumentasi bisa berbentuk tulisan (catatan harian, sejarah kehidupan,

biografi, peraturan, kebijakan), gambar (foto, gambar hidup, sketsa),

atau karya-karya monumental (gambar, film, patung, dan lain-lain).32

Dari paparan di atas merupakan kelengkapan dari penggunaan

metode observasi dan wawancara yang digunakan oleh peneliti untuk

mendapatkan informasi. Tujuan dari dokumentasi ini untuk

memperoleh data dan informasi tentang profil BMT Al-Hasan Mitra

Ummat Lenek, catatan, surat-suat, dokumen resmi seperti arsip

lembaga, rekaman, vidio, dan foto-foto yang berkaitan dengan hasil

wawancara dan observasi mengenai Peran BMT Dalam Upaya

Mengatasi Dampak Negatif Praktek Rentenir.

6. Teknik Analisis Data

Jika peneliti telah melakukan observasi, wawancara, serta

dokumentasi tentu akan memperoleh sekian banyak data terkait dengan

permasalahan yang telah difokuskan. Harus diketahui bahwa tidak semua

data yang telah diperoleh peneliti akan valid kebenaranya, dan langsung

bisa dijadikan sebagai jawaban dari fokus permasalahan, maka dari itu

perlu peneliti menyaring dan mensortirkan data-data tersebut agar tersusun

secara sistematis dan matang untuk dipublikasikan dan proses ini disebut

dengan tahapan menganalisis data. Teknik analisis data data dalam

penelitian ini menggunakan model Miles and Huberman, mengemukakan

32
Ibid, hlm. 314
32

bahwa dalam menganalisis data dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, aktivitas dalam analisis

data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion

drawing/verification.33

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan

kecerdasan dan keluasaan dan kedalaman wawasan yang tinggi.34 Maka

dari itu data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak, kompleks, dan

rumit. Untuk itu perlu dicatat secara detail dan rinci seperti yang telah

dikemukakan semakin lama peneliti ke lapangan, maka data akan

semakin banyak dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis

data melalui reduksi data, mereduksi data merupakan merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang pokok,

menfokuskan pada hal-hal yang penting. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya

dan mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini data-data yang

diperoleh dalam mereduksi data yakni melalui observasi, wawancara,

dan dokumentasi terkait dengan Peran BMT Dalam Upaya Mengatasi

Dampak Negatif Praktek Rentenir.

b. Penyajian Data (Data Display)

33
Ibid, hlm. 321
34
Ibid, hlm. 325
33

Display data merupakan menyajian data hasil reduksi maka

selanjutnya adalah penyajian data, penyajian data ini dapat dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart, dan sejenisnya.35 Berdasarkan jenis metode penelitian maka

data disajikan dalam bentuk teks narasi atau teks deskriptif Peran BMT

Dalam Upaya Mengatasi Dampak Negatif Praktek Rentenir.

c. Verification (Conclusion Drawing)

Tahap ketiga dalam analisis data kualitatif adalah verifikasi atau

penarikan kesimpulan dan hasil yang diperoleh di lapangan. Dalam

penelitian ini dapat disimpulkan mengenai Peran BMT Dalam Upaya

Mengatasi Dampak Negatif Praktek Rentenir.

7. Keabsahan Data

Untuk meyakinkan bahwa data hasil dari penelitian yang diperoleh di

lokasi penelitian benar-benar dapat dipercaya maka penelitian ini

dilakukan dengan cara:

a. Meningkatkan ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara

lebih cermat dan berkesinambungan, dengan cara tersebut maka

kepastian data dan urutan peristiwa dapat direkam secara pasti dan

sisitematis.36 Meningkatkan ketekunan peneliti dapat melakukan

pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan salah atau

tidak, demikian juga dengan meningkatkan ketekunan maka peneliti

35
Ibid, hlm. 325
36
Ibid, hlm. 367
34

dapat memberi diskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa

yang diamati dilokasi penelitian terkait dengan Peran BMT Dalam

Upaya Mengatasi Dampak Negatif Praktek Rentenir.

b. Triangulasi

Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang

memiliki sifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data

dan sumber data yang telah ada.37 Oleh karena itu triangulasi yang

dipakai pada penelitian ini adalah triangulasi tehnik.

Triangulasi tehnik adalah sebuah proses pembuktian keabsahan

dengan memadukan tiga tehnik pengumpulan data yang terdiri dari

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Maka yang dipadukan dalam

hal ini adalah memadukan atau membanding-bandingkan hasil dari

tiga tehnik yang dipakai yaitu hasil dari observasi, hasil dari

wawancara serta hasil dari dokumentasi, bila terjadi perbedaan

jawaban dari ketiga tehnik ini menolak atau meragukan dari

pernyataan seorang narasumber maka hal ini membuktikan bahwa

pernyataan narasumber itu adalah salah. Pernyataan atau jawaban dari

narasumber akan dianggap valid apabila terbukti benar dan tidak ada

perbedaan jawaban setelah dibanding-bandingkan dari hasil ketika

tehnik pengumpulan data tersebut yaitu: observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Jadi triangulasi ini bertujuan untuk memelihara

kevaliditan sebuah data khusus mengenai “Peran BMT Dalam Upaya

Mengatasi Dampak Negatif Praktek Rentenir”.


37
Ibid, hlm. 315
35

c. Menggunakan bahan refrensi

Yang dimaksud dengan bahan refrensi di sini adalah

adanyapendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh

peneliti.38 Dalam laporan penelitian, sebaiknya data-data yang

dikemukakan perlu dilengkapai dengan foto-foto, atau dokumen

autentik sehingga lebih dapat dipercaya. Dalam hal ini kecukupan

refrensi menggunakan bahan dokumentasi, catatan lapangan yang

tersimpan untuk melihat apakah masih ada yang diragukan diragukan

atau tidak ada antara data informasi dan kesimpulan data hasil

penelitian.

I. Sistematika Pembahasan

Judul penelitian ini tentang “Peran BMT Dalam Upaya Mengatasi

Dampak Negatif Praktek Rentenir (Studi BMT Al-Hasan Mitra Ummat

Lenek)” penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Di

latarbelakan peneliti membahas Peran BMT Dalam Upaya Mengatasi

Dampak Negatif Praktek Rentenir (BMT Al-Hasan Mitra Ummat Lenek)”.

Dalam rumusan masalah peneliti menghadirkan pertanyaan “Bagaimana

Peran BMT dalam Mengatasi Dampak Negatif Praktik Rentenir?”.

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun fokus yang akan diteliti pada

penelitian ini yaitu “Bagaimana Peran BMT dalam Mengatasi Dampak

Negatif Praktik Rentenir?”.

Dalam penelitian ini kerangka teori menguraikan pengertian baitul maal

wa tamwil, praktek rentenir dan dampak negatif rentenir. Metode yang


38
Ibid, hlm. 370
36

digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif

deskriptif, lokasi penelitian, kehadiran peneliti, prosedur pengumpulan data

yang meliputi (tehnik wawancara, observasi, dan dokumentasi), keabsahan

data, dan tehnik analisis data, pengujian keabsahan data menggunakan uji

credibility yaitu: meningkatkan ketekunan, triangulasi tehnik, dan

menggunkan bahan refrensi.


37

J. Rencana Jadwal Penelitian

Tabel 1.1 Rencana Jadwal Penelitian


No Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6

1 Penyusunan proposal √

2 Seminar proposal √

3 Memasuki lapangan √ √

4 Tahap sele ksi dan analisi √

5 Membuat draf laporan √

6 Diskusi draf laporan √

7 Penyusunan laporan √

8 Dan seterusnya di sesuaikan √

dengan kebutuhan.
38

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Soritua, and Ramdani Harahap. Peran Baitul Mal Wa Tamwil (Bmt)

Dalam Pengembangan Ekonomi Umat, Human Falah, 7.1 (2020), 19–29

Arif, Muhammad Nur Rianto Al. 2012, Lembaga Keuangan Syariah. Cetakan

Pertama, Bandung : Pen. CV. Pustaka Setia

Arista, Nurus Soba. Peran Koperasi BMT Al Fithrah Mandiri Syariah Dalam

Mereduksi Praktek Rentenir Di Masyarakat Kecamatan Kenjeran Surabaya,

(Skripsi, Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam, UIN Sunan

Ampel, Surabaya, 2018)

Ayogi, Visita Dwi, and Tuti Kurnia, Optimalisasi Peran Bmt Dalam Upaya

Penghapusan Praktik Rentenir, Jurnal Syarikah : Jurnal Ekonomi Islam, 1.1

(2015), 1–16

Drasmawita, Fitri, and Sri Herianingrum, Peran Lembaga Bmt Almaun Berkah

Madani Dalam Pembebasan Nasabah Dari Rentenir, Jurnal Ekonomi

Syariah Teori Dan Terapan, 7.1 (2020), 35

Harjoni dan Reza Fahmi, Pembiayaan Permodalan Dalam Mengatasi Praktik Rentenir,

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. 3, Nomor. 1, Januari-Juni 2018

Huda, Nurul dan Mohamad Heykal, 2010, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan

Teoritis Dan Praktis, Cetakan pertama, Jakarta : Pen. Kencana

Islamiyah, Nur, Program Studi, Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi, Cukir

Kecamatan, and Diwek Kabupaten, Implementasi Strategi Baitul Maal Wa


39

Tamwil (BMT) Dalam Mengurangi Dampak Negatif Praktik Rentenir (Studi

Kasus Di BMT Al-Kahfi Jombang)’, 1 (2020), 33–49

Lexy J.Moleong, Metodelogi penelitian kualitatif, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2017)

Moderat, Muhammad Satriya, Peran BMT Dalam Mengatasi Praktik Rentenir

(Studi Kasus : BMT UGT Sidogiri Malang Kota ), Ekonomi, Jurusan Ilmu,

Fakultas Ekonomi, Dan Bisnis, and Universitas Brawijaya, ‘Jurnal Ilmiah’,

2019

Nurjaman, Jajang, Peranan Baitul Maal Wattamwil Dalam Mengatasi Dampak

Negatif Praktek Rentenir (Studi Pada BMT Al Fath IKMI Ciputat)’,

Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. SKRIPSI, 2010, h. 1-80

Nisyah Permatasari Tambunan, Peran Baitul Maal Wattamwil Dalam Mengatasi

Dampak Negatif Praktek Rentenir Pada BMT Al Munawar Medan, (Skripsi,

Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, UMSU, Sumatra Utara, 2019)

Rozalinda, Rozalinda, Peran Baitul Mal Wa Tamwil (Bmt) Taqwa

Muhammadiyah Dalam Membebaskan Masyarakat Dari Rentenir Di Kota

Padang’, Inferensi, 7.2 (2013), 513

Salahuddin, Muh, “Hijrah Ekonomi Masyarakat Kota Mataram” Laporan Penelitian UIN

Mataram 2018

Soemitra, Andri. 2016, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Cetakan keenam.

Jakarta: Pen. Kencana


40

Sugiyono. 2019, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, Dan R&D, Bandung

Anda mungkin juga menyukai