Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH PEMBIAYAAN NON PERFORMING LAUNCH DAN CARA

PENYELESAIANNYA
( STUDI KASUS BMT FANSHOB KARYA BOJONEGORO )

Nely Nur Elynda


201913929116
IAI Al Hikmah Tuban
nellyelyn757@gmail.com

Abstract
Bait al Maal wa Bait al Tamwil (BMT) is a microfinance institution economic
social-oriented main activities accommodate religious treasures and channel it for the
purpose of realizing the benefit of the people and the nation in the sense that an area –
the breadth. In the treasures of funneling certainly has a lot of problems that one of
them is financing bogged down. BMT has a way to minimise the standstill with
financing systems family that was drafted in following such a construction, Bank,
billing and rescue.
All financial institutions in providing financing do not want the financing to
experience problems, but nevertheless problems often arise. BMT Fanshob Karya in
handling problem financing needs to carry out financing handling strategies by taking
several actions so as not to cause losses. How to handle problematic financing of
problem financing products by conducting intensive billing, giving warnings in the form
of warning letters, conducting resheduling and restructuring.

Keywords: BMT Fanshob Karya, Problematic Financing, Sharia Financing


Institutions, handling of problematic financing, baitul maal wat tamwil

LATAR BELAKANG

Kelompok usaha kecil ( mikro ) biasanya berada dalam dalam sector


usaha riil dengan modal yang terbatas. Kendalavbpermodalan bagi umumnya
pengusaha mikro sulit diakses melalui perbankan konvensioanal atau modern,
maka diperlukan adanya system kredit yang mampu menjangkau semua lapisan
masyarakat ( Ridwan, 2004 . Amanat yang tertuang dalam pasal 33 ayat (1)
Undang – Undang Dasar 1945 menyiratkan bahwa satu – satunya bentuk badan
usaha yang selaras dengan Pancasila adalah koperasi ( Primasatya, 2014 )
Lembaga keuangan yang mampu menjangkau semua lapisan masyarakat
diantaranya, Koperasi Simpan Pinjam, Baitul Mal Wa Tamwil, Bank
Perkreditan Rakyat, Pegadaian dan sebagainya. Dailihat dari prinsipnya,

1
Lembaga keuangan tersebut terbagi menjadi 2 ( dua ), yaitu Lembaga keuangan
dengan system konvensional dan Lembaga keuangan dengan system Syariah
( Ridwan, 2004 ).
Di Indonesia sendiri mulai banyak bermunculan lembaga keuangan
syariah yang menyasar pada ekonomi masyarakat menengah ke bawah yakni
BMT (Baitul Maal Wa Tamwil). BMT sendiri memiliki konsep yang sudah
dikenal sejak zaman Rasullulah SAW dengan nama Bait al-Maal, yang berfungsi
sebagai pengelola dana amanah dan harta rampasan perang pada masa awal
islam. Sekarang Baitul Maal merupakan sebuah lembaga keuangan yang
melakukan kegiatan pengelolaan dana bersifat nirlaba (sosial), dimana sumber
dana diperoleh dari zakat, infak dan sedekah, atau sumber lain yang halal dan
pada akhirnya dana tersebut disalurkan kepada mustahik, yang berhak, atau
untuk kebaikan1.
BMT sendiri secara umum diketahui menjalankan kegiatan yang berbeda
sifat, yakni laba dan nirlaba. Namun, secara operasional BMT tetap merupakan
entitas (badan) yang terpisah. BMT yang pada awal pendiriannya merupakan
hasil swadaya masyarakat, belum memiliki badan hukum yang resmi. Untuk
mengantisipasi persoalan yang muncul kedepannya maka BMT sendiri
dibuatkan badan hukum sendiri yang merupakan kebutuhan saat itu. Kemudian
BMT diarahkan untuk berbadan hukum koperasi, mengingat BMT berkembang
dari kelompok swadaya masyarakat dan diharapkan bisa memenuhi tujuan
pemberdayaan masyarakat luas yang lebih tepat sasaran. BMT secara resmi
sebagai lembaga keuangan yang beroperasi dengan prinsip syari’ah seiring
dengan disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
mencantumkan kebebasan penentuan imbalan dan sistem keuangan bagi hasil,
juga dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 yang
memberikan batasan tegas bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan usaha
dengan berdasarkan prinsip bagi hasil.2
Kelembagaan BMT kini tunduk pada Undang-Undang Perkoperasian
Nomor 17 tahun 2012 dan secara spesifik diatur dalam Keputusan Menteri
1
Hertanto Widodo.,dkk, PAS (Pedoman Akuntansi Syariat)–Panduan Praktis Operasional Baitul Mal Wat
Tamwil (BMT), (Bandung : Mizan, 2000), Cet. II, h. 81
2
Dicki Hartanto, Bank dan Lembaga Keuangan Lain – Konsep Umum dan Syari’ah, (Yogyakarta : Aswaja
Pressindo, 2012), Cet. I, h. 69

2
Nagara Koperasi dan UMKM RI Nomor 91/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang
petunjuk pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).
BMT bergerak dalam penggalangan dana masyarakat dalam bentuk
simpanan serta menyalurkannya dalam bentuk pinjaman atau pembiayaan usaha
dengan system jual beli, bagi hasil maupun jasa. BMT beroperasi berlandaskan
peinsip ekonomi islam yang pada intinya menerapkan bahwa dana pada
dasarnya merupakan salah satu alat produksi untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama bukan orang ataupun perorangan.
Berdasarkan hal tersebut diatas mulai bermunculan lembaga keuangan
BMT di berbagai penjuru Indonesia salah satunya BMT FANSHOB KARYA
yang beralamatkan di JL. KH. Ahmad Dahlan No.38 Desa Kauman,
Kab.Bojonegoro, Jawa Timur. BMT FANSHOB KARYA hadir ditengah-tengah
masyarakat sebagai solusi bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan modal
untuk unit-unit usaha mikro. Di tengah persaingan yang ketat, BMT FANSHOB
KARYA memiliki berbagai produk simpanan dan pembiayaan yang bervariasi.
Dari berbagai produk tersebut khususnya pada produk pembiayaan, diharapkan
mampu menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya
agar lebih berkembang. Sebagai lembaga keuangan yang bergerak di bidang laba
dan nirlaba, BMT FANSHOB KARYA menawarkan kepada para anggotanya
sebuah keuntungan yang melalui kerjasama tersebut didapatkan hasil yang
nantinya akan sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Keuntungan
tersebut nantinya akan dibagi melalui sistem bagi hasil (nisbah). Besaran nisbah
ini telah disepakati kedua belah pihak pada awal kesepakatan.
Transaksi keuangan antara pihak BMT dengan nasabahnya tidak selalu
berjalan lancer, melainkan dapat terjadi sengketa yang Sebagian besar
disebabkan karena adanya pembiayaan bermasalah . Pembiayaan bermasalah
adalah pembiayaan pembiayaan – pembiayaan yang tidak lancer, pembiayaan
dimana anggotanya tidak memenuhi persyaratan atau tidak menepati jadwal
angsuran, pembiayaan yang berpotensi merugikan BMT.
Dari kasus – kasus tersebut penulis tertarik meneliti lebih lanjut terkait
pembiayaan non performing launch atau pembiayaan bermasalah pada BMT
FANSHOB KARYA sebagai tugas akhir dari Praktik Pengalaman Lapangan

3
dengan judul “PENGARUH PEMBIAYAAN NON PEERFORMING LAUNCH
DAN CARA PENYELESAIANNYA”.

KAJIAN PUSTAKA

A. Prinsip Operasi BMT


Dalam menjalankan usahanya BMT menggunakan prinsip-prinsip di
bawah ini, yaitu:
a. Prinsip bagi hasil
Dengan prinsip ini pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan
BMT, yaitu al mudarabah, al musyarakah, al muzara’ah dan al musaqoh

b. Sistem jual beli


Sistem ini merupakan suatu tata cara jual yang dalam pelaksanaannya
BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan
pembelian barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual,
dengan menjual barang yang telah dibelinya tersebut dengan ditambah mark-up,
sistem ini antara lain: ba’i al murabahah, ba’i as salam, ba’i al istisna dan Ba’i
Bistsamaan Ajil (BBA).

c. Sistem non profit


Sistem ini sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan ini merupakan
pembiayaan yang bersifat sosial dan non-komersial. Nasabah cukup
mengembalikan pokok pinjamannya saja. Pembiayaan ini yaitu al qardu hasan.

d. Akad bersyarikat
Adalah kerjasama antara kedua belah pihak atau lebih dan masing-
masing pihak mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan
perjanjian pembagian keuntungan atau kerugian yang disepakati. Pembiayaan ini
yaitu musyarakah dan mudarabah.

B. Pembiayaan

Pengertian pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh


suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun lembaga.1 Perbedaan antara istilah pembiayaan
dengan kredit yaitu jika istilah pembiayaan digunakan untuk bank syariah
sedangkan kredit untuk bank konvensional. Selain itu yang membedakan antara
pembiayaan dan kredit yaitu terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank
yang berdasarkan prinsip bagi hasil mendapat imbalan berupa bagi hasil atas
pembiayaan sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip konvensional
keuntungan yang diperoleh melalui bunga. Menurut UU No.7 Tahun 1992 tentang
perbankan sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan Dalam Pasal 1 nomor (12):

4
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan utang atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakan antara Bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.3

Jadi, dalam hal ini pembiayaan yaitu penyaluran dana kepada masyarakat berupa
pembiayaan yang diperoleh dari dana tabungan maupun deposito masyarakat.
Pembiayaan di lembaga keuangan syariah mengandung berbagai maksud, dengan
kata lain dalam pembiayaan terkandung unsur – unsur yang direkatkan menjadi satu.
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pembiayaan yaitu:
a. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bahwa pembiayaan yang
diberikan benar-benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka
waktu yang sudah diberikan. Kepercayaan yang diberikan oleh lembaga
keuangan syariah sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu
pembiayaan berani dikucurkan. Oleh karena itu sebelum pembiayaan dikucurkan
harus dilakukan penyelidikan dan penelitian terlebih dahulu secara mendalam
tentang kondisi nasabah, baik secara intern maupun ekstern.
b. Jangka waktu
Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,
jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah
disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran yang
sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu
ini bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
c. Risiko
Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka semakin besar
risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungjawab
lembaga, baik risiko disengaja maupun risiko yang tidak disengaja. Misalnya
karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur
kesengajaan lainnya, sehingga tidak mampu melunasi pembiayaan yang
diperoleh.
d. Balas jasa
Balas jasa merupakan imbalan yang diperoleh dari pemberian
pembiayaan. Pada bank konvensional balas jasa ini berupa bunga namun dalam
lembaga keuangan syariah yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya
dikenal dengan bagi hasil.4

C. Tujuan Pembiayaan

Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu


tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan untuk tingkat
mikro. Secara makro dijelaskan bahwa pembiayaan bertujuan :

a) Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses


secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses
ekonomi.
3
Binti Nur Asiyah, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: Teras, 2014), hal. 1
4
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya ..., hal 86

5
b) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan
usaha membutuhkan dana tambahan.
c) Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat agar mampu meningkatkan daya produksinya.
d) Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor-sektor
usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka secara usaha
tersebut akan menyerap tenaga kerja.
e) Terjadinya distribusi pendapatan, artinya masyarakat produktif mampu
melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan
dari hasil usahanya.
Adapun secara mikro , pembiayaan bertujuan untuk:
- Upaya memaksimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki
- tujuan tertinggi yaitu menghasilkan laba usaha.
- Upaya meminimalkan resiko, artinya usaha yang dilakukan agar
mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu
meminimalkan resiko yang mungkin timbul.
- Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam
dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal.
- Penyaluran kelebihan dana, artinya mekanisme pembiayaan dapat
menjembatani penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari
pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang berkekurangan
(minus) dana.

D. Fungsi Pembiayaan

Pembiayaan secara umum berfungsi untuk:


a. Meningkatkan daya guna uang
Para penabung menyimpan uangnya di lembaga keuangan dalam bentuk
giro, tabungan, dan deposito. Uang tersebut dalam persentase tertentu
ditingkatkan keunaannya oleh lembaga keuangan guna suatu usaha
peningkatan produktivitas. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari
lembaga keuangan untuk memperluas atau memperbesar usahanya baik
untuk peningkatan produksi, perdagangan maupun untuk usaha-usaha
rehabilitasi ataupun memulai usaha baru. Secara mendasar melalui
pembiayaan terdapat suatu usaha peningkatan produktivitas secara
menyeluruh. Dengan demikian dana yang mengendap di lembaga keuangan
tidaklah diam dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat bagi
pengusaha meupun masyarakat.
b. Meningkatkan daya guna barang
Produsen dengan bantuan pembiayaan lembaga keuangan dapat
mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility bahan tersebut
meningkat. Contoh peningkatan utility kelapa menjadi kopra dan selanjutnya
menjadi minyak kelapa. Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat
memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat
yang lebih bermanfaat. Contohnya penguasa onix, dimana pengusaha ini
memindahkan batu marmer dari pegunungan dan diolah dengan tangan-

6
tangan kreatif akan menjadikan batuan tersebut lebih memiliki nilai yang
lebih tinggi.
c. Meningkatkan peredaran uang
Melalui pembiayaan peredaran uang kartal maupun giral akan lebih
berkembang, karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha
sehingga penggunaan uang akan bertambah, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
d. Menimbulkan kegaerahan berusaha
Pembiayaan yang diterima pengusaha dari lembaga keuangan syariah
kemudian digunakan untuk meperbesar volume usaha dan produktivitasnya.
e. Stabilitas ekonomi
Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi
diarahkan pada usaha-usaha:
1) Pengendalian inflasi
2) Peningkatan ekspor
3) Rehabilitasi prasarana
4) Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat untuk meneruskan arus inflasi dan
untuk usaha pembangunan ekonomi maka pembiayaan memegang peran
penting.
f. Jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
Para usahawan memperoleh pembiayaan untuk meningkatkan usahanya.
Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara
kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi ke dalam
struktur permodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus.
Dengan pendapatan yang terus berarti pajak perusahaanpun akan terus
bertambah. Sehingga secara tidak langsung pendapatan negara juga akan
meningkat.

1. Analisis Pembiayaan bermasalah di BMT Fanshob Karya


a. Pengertian Pembiayaan
Istilah pembiayaan dapat diartikan sebagai I Believe, I Trust, “ saya
percaya” atau “saya menaruh kepercayaan”. Perkataan pembiayaan yang
artinya kepercayaan ( trust ), berarti Lembaga pembiayaan selaku shohibul
mal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah
yang diberikan. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus
disertai dengan ikatan dan syarat – syarat yang jelas, dan saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Quran surah An-Nisa 29 “ Wahai
orang – orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil ( tidak benar ), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu.”

7
b. Pengertian Pembiayaan Bermasalah
Nasabah yang mendapat pembiayaan dari BMT apapun jenisnya,
setelah jangka waktu tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan
tersebut, berikut imbalan ataupun bagi hasil.
Risiko yang terjadi dalam proses pembiayaan adalah nasabah yang
tertunda atau ketidakmampuan nasabah untuk membayar kewajiban yang
telah dibebankan. Atau pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang
kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar, diragukan, dan macet.
c. Dampak Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan bermasalah bagaimanapun akan berdampak negative baik
secara mikro ( bagi koperasi dan BMT ) maupun secara makro ( system dan
perekonomian ). Dampak dari pembiayaan bermasalah tersebut sangat
berpengaruh pada :
1. Kolektivitas dan penyisihan penghapusan aktiva ( PPA ) semakin
meningkat
2. Kerugian semakin besar sehingga laba yang diperoleh semakin
turun
3. Meningkatnya biaya operasional untuk menagih
4. Tingkat Kesehatan keuangan BMT semakin menurun
5. Menurunkan reputasi BMT
6. Meningkatkan biaya operasional jika berbicara secara ligitasi
d. Bentuk Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan yang ditawarkan oleh BMT Fanshob Karya secara umum
sudah diketahui oleh anggota dan masyarakat sebagai calon nasabah. BMT
Fanshob karya memiliki 4 sistem pembiayaan yang berlaku untuk semua
jenis produk pembiayaan, yaitu pembiayaan dengan system harian,
mingguan, bulanan, atau dalam jangka waktu tertentu seperti musiman 3
Bulan, 6 bulan dll dalam akad ijaroh Multi Jasa. Dikarenakan keberagaman
sifat yang berkembang dimasyarakat dalam ketertiban dan ketaatan
memenuhi kewajiban keuangannya, terdapat banyak risiko yang dihadapi
oleh BMT Fanshob Karya pada aktivitas pembiayaan yang diberikan. Salah
satunya adalah pembiayaan bermasalah, ciri – ciri pembiayaan bermasalah

8
dengan akad mudharabah diantaranya nasabah tidak tepat waktu dalam
membayar angsurannya, atau nasabah yang telah menunggak pembayaran 3
kali atau lebih dari 6 kali termasuk pembiayaan dengan kategori kurang
lancar.
Pembiayaan dalam kategori diragukan yakni nasabah menunggak
pembiayaan 6 kali dan maksimal 9 kali selama masa pembiayaan masih
berjalan, atau pelunasan pembiayaan lebih dari jatuh tempo yang telah
ditentukan.
Bentuk pembiayaan bermaslah dalam akad mudharabah ini dapat dilihat
di Software USSI system perpindahan kolektibilitas pembiayaan BMT
Fanshob Karya dalam kurun waktu 2019-2021.
Data perpindahan kolektibiltas dalam system tahun 2019-2021
menunjukkan bahwa keseluruhan pembiayaan yang dikeluarkan oleh BMT
Fanshob Karya selama per kurun waktu 3 tahun adalah Rp 1.101.938.860
dari 579 anggota, dengan total pembiayaan bermasalah adalah Rp
328.464.066,- dari 21 anggota.
Berkenaan dengan permasalahan tersebut, maka perlu diketahui upaya
penyelesaian pembiayaan bermasalah seperti apa yang digunakan oleh BMT
Fanshob Karya untuk melancarkan kembali angsuran anggota yang masih
menunggak, khususnya dalam pembiayaan akad musyarakah. Hal ini
dilakukan guna mencari solusi bagi BMT lain yang juga mengalami
permasalahan dalam pembiayaan. Fokus pembahasan masalah dibatasi pada
penyelesaian pembiayaan bermasalah dalam akad musyarakah yang terjadi
di BMT Fanshob Karya. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah
bagaimana bentuk pembiayaan bermasalah yang terjadi dalam akad
musyarakah pada BMT Fanshob Karya dan bagaimana penyelesaian
pembiayaan bermasalah dalam akad musyarakah pada BMT Fanshob Karya.
2. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Kebijakan yang diambil oleh setiap BMT berbeda-beda dalam
menangani permasalahan dalam pembiayaan. Penyelesaian pembiayaan
bermasalah pada BMT Fanshob Karya dapat dilakukan secara pendekatan
dan pembuatan surat teguran serta mengintensifkan penagihan kepada

9
anggota agar dapat melunasi tunggakannya dengan cara continue mendatangi
nasabah yang bermasalah. Menurut ketentuan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
Bagi Lembaga Keuangan Non Bank Pasal 23 ayat (1) menentukan bahwa
dalam rangka mengidentifikasi, menganalisis, memantau dan menyediakan
laporan secara efektif untuk dapat memastikan bahwa transaksi yang
dilakukan Nasabah konsisten dengan profil, karakteristik dan pola transaksi
Nasabah yang bersangkutan, LKNB wajib memiliki sistem informasi yang
memadai. Upaya yang dilakukan BMT Fanshob Karya untuk menerapkan
prinsip yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank adalah dengan melakukan
strategi pengelola pembiayaan guna meminimalkan pembiayaan bermasalah
pada BMT Fanshob Karya yaitu, melakukan Monitoring atau pengawasan
pembiayaan yang dilakukan oleh pihak pengelola pembiayaan secara
langsung. Proses pengawasan merupakan langkah yang menjadikan tingkat
pembiayaan macet menjadi rendah karena pembiayaan dilakukan sesuai
dengan aturan yang berlaku, sehingga risiko pembiayaan dapat diminimalisir
(Anwar, 2018 ).
Strategi penyelesaian kredit bermasalah dapat ditempuh melalui dua
cara yaitu upaya penyelamatan kredit dan upaya penyelesaian kredit.
Pengertian dari upaya penyelamatan kredit adalah langkah penyelesaian
kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) sebagai kreditur dan nasabah sebagai peminjam
sebagai debitur (Akhmad, 2017). Upaya penyelesaian yang yang diterapkan
BMT umumnya mengikuti kelaziman yang ada pada Bank. Peraturan BI No.
13/9/PBI/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan BI No. 10/18/PBI/2008
Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah Pasal 1 angka7 menentukan bahwa Restrukturisasi pembiayaan
adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar
dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui Penjadwalan kembali

10
(rescheduling), Persyaratan kembali (reconditioning), dan Penataan kembali
(restructuring).
Pedoman Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (PJOK) No.
11/PJOK.03/2015 tentang ketentuan kehati-hatian dalam rangka stimulus
perekonomian nasional bagi lembaga keuangan yang terdapat pada Pasal 1
nomor 04 tentang restrukturisasi pembiayaan menyatakan bahwa upaya
perbaikan yang dilakukan lembaga keuangan dalam kegiatan perkreditan
terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya
dengan melalui penurunan tingkat margin, perpanjangan waktu serta
pengurangan tunggakan (Sudrajat, 2019).
Penyelesaian pembiayaan bermasalah pada BMT Fanshob Karya
dilakukan dengan cara melakukan upaya administratif, penjadwalan kembali
(Rescheduling), persyaratan kembali (Reconditioning), penataan kembali
(Restructuring) dan eksekusi jaminan. Upaya administratif adalah
memberikan peringatan kepada anggota yang dilakukan secara terus menerus
sampai batas waktu toleransi yang diberikan Pihak BMT Fanshob Karya.
Upaya Rescheduling merupakan penjadwalan kembali sebagian atau
seluruh kewajiban anggota. Penjadwalan tersebut bisa berbentuk
memperpanjang jangka waktu/jumlah angsuran, sehingga dalam hal ini
anggota diberi keringanan jangka waktu angsuran (Fakhrurozi, 2017). Upaya
Reconditioning merupakan usaha Pihak BMT Fanshob Karya untuk
menyelamatkan pembiayaan bermasalah dengan cara mengubah sebagian
atau seluruh persyaratan yang semula disepakati bersama pihak BMT
Fanshob Karya dengan anggota dimana perubahan tersebut harus
disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh anggota, kemudian
dituangkan dalam perjanjian pembiayaan. Pihak BMT Fanshob Karya
memberi kesempatan pada anggota dengan hanya membayar kewajiban
pokoknya saja, sementara nisbah bagi hasil atau keuntungan diberi
kelonggaran waktu sampai ia sanggup membayarnya sesuai kewenangan dan
kesepakatan dari pihak BMT Fanshob Karya.
Upaya Restructuring dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan pihak anggota dalam melakukan pembiayaan. Hal yang harus

11
diperhatikan dalam melakukan upaya restructuring adalah prospek usaha dan
i’tikad baik. Tindakan BMT Fanshob Karya dapat berupa menambah modal
anggota dengan mempertimbangkan anggota tersebut memang
membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai masih layak. Pihak
BMT Fanshob Karya melihat kondisi usaha dari anggota yang bermasalah
tersebut.
Selanjutnya penanganan pembiayaan bermasalah dengan cara
eksekusi jaminan dapat dilakukan apabila kebijakan yang dilakukan dengan
surat peringatan dan kebijakan rescheduling, reconditioning, serta
restructuring masih belum bisa menangani pembiayaan musyarakah
bermasalah di BMT Fanshob Karya. Tindakan eksekusi yang dilakukan
BMT Fanshob Karya atas permohonan anggota atau pemilik jaminan dengan
mempertimbangkan kondisi anggota karena sudah tidak ada kebijakan yang
lainnya (Fakhrurozi, 2017).
Ketentuan Pasal 27 ayat (2) Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah RI No.11/Per/M.KUKM/XII/2017 menentukan bahwa
dalam hal KSPPS dan USPPS koperasi memiliki agunan yang telah jatuh
tempo dan tidak mungkin lagi ditebus oleh peminjam, dapat dilakukan
tindakan sesuai dengan isi perjanjian. Penyitaan barang jaminan dapat
berupa jaminan BPKB dan peralatan rumah tangga (Elektronik).
Dasar berlakunya upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dalam
akad musyarakah pada BMT Fanshob Karya adalah kesepakatan pengurus
berbentuk keputusan berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang
menjadi dasar operasional prosedur. Tahapan menyelesaikan pembiayaan
bermasalah pada BMT Fanshob Karya mulai dari upaya administratif dan
salah satu upaya penyelesaian rescheduling, reconditioning, restructuring
atau eksekusi jaminan diterapkan pada semua sistem pembiayaan secara
sama baik itu pada sistem pembiayaan harian, mingguan, maupun bulanan
(Fakhrurozi, 2017).
Langkah pertama dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah
dalam akad musyarakah pada BMT Fanshob Karya adalah melakukan upaya
administratif yang akan terus dilakukan pada saat anggota memiliki

12
tunggakan pembayaran 1 kali atau lebih selama jangka waktu pembayaran
angsuran masih berjalan sebelum jatuh tempo atau pada saat jangka waktu
angsuran pelunasan telah melebihi jatuh tempo, kemudian salah satu upaya
penyelesaian rescheduling, reconditioning atau restructuring dapat dilakukan
sesuai kesepakatan antara pihak BMT Fanshob Karya dengan anggota pada
saat kualitas pembiayaan kurang lancar, diragukan ataupun macet.
Sedangkan pada saat pembiayaan dalam kualitas kurang lancar, diragukan
ataupun macet sudah dilakukan kebijakan dengan surat peringatan dan
kebijakan rescheduling, reconditioning, atau restructuring masih belum bisa
menangani pembiayaan musyarakah bermasalah tersebut dan sudah tidak ada
perubahan iktikad baik dari anggota dalam membayar angsuran, maka dapat
dilakukan upaya eksekusi jaminan.
BMT Fanshob Karya lebih menerapkan upaya penyelesaian
rescheduling sebagai solusi terbaik dan aman dalam menyelesaikan
pembiayaan bermasalah yang dalam hal ini adalah akad musyarakah. Hingga
saat ini belum ada kasus pembiayaan bermasalah dalam akad musyarakah
pada BMT Fanshob Karya yang diselesaikan dengan cara penyelesaian
reconditioning, restructuring dan eksekusi jaminan, dikarenakan sebagian
besar anggota pembiayaan musyarakah yang bermasalah yang tidak mampu
menyelesaikan angsuran pembiayaannya dapat melunasinya menggunakan
upaya penyelesaian rescheduling (Fakhrurozi, 2017).
Kasus pembiayaan bermasalah dalam akad musyarakah pada BMT
Fanshob Karya 2019-2021 berjumlah 21 anggota dengan total pembiayaan
sebesar Rp 328.464.066.000,- yang diselesaikan dengan upaya penyelesaian
rescheduling dan belum ada kasus yang diselesaikan dengan upaya
penyelesaian lain. Upaya penyelesaian rescheduling lebih diutamakan untuk
dipakai karena tidak memberikan risiko merugikan pihak BMT Fanshob
Karya ataupun pihak anggota. Alasannya karena dalam menyelesaikan
pembiayaan bermasalah dalam akad musyarakah dengan cara rescheduling
hanya dengan menambah jangka waktu angsuran dan menurunkan jumlah
angsuran, sehingga anggota pembiayaan musyarakah dapat terbantu dalam

13
menyelesaikan pembiayaannya dengan adanya kelonggaran waktu dan pihak
BMT Fanshob Karya juga tidak mengalami kerugian (Fakhrurozi, 2017).

KESIMPULAN

Faktor penyebab terjadinya pembiayan bermasalah pada Fanshob Karya


terjadi karena dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yaitu, Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan. Sedangkan faktor
eksternal yaitu Karakter Anggota Penerima Pembiayaan, Peningkatan Pola
Konsumsi dan Gaya Hidup dan Memprioritaskan Kepentingan Lain.
Cara penanganan pembiayaan bermasalah terhadap produk pembiayaan
bermasalah dengan melakukan penagihan secara intensif, memberikan teguran
berupa surat peringatan, melakukan resheduling dan restructuring.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Hartanto, Dicki,.2012.Bank dan Lembaga Keuangan Lain – Konsep Umum dan
Syari’ah.(Yogyakarta : Aswaja Pressindo.
Machmud , Amir dan Rukmana .2010.Bank Syariah (Teori,Kebijakan,dan Studi
Empiris di Indonesia).Jakarta:Erlangga.
Rusyd, Ibnu.1990.Terjemahan Bidayatul-Mujtahid.Semarang: Asy-Syifa.
Widodo, Hertanto .2000.PAS (Pedoman Akuntansi Syariat)–Panduan Praktis
Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT).Bandung : Mizan.
Aburaera, dkk. (2013). Filsafat Hukum Teori dan Praktek. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Imaniyati, N. S. (2010). Aspek-Aspek Hukum BMT. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Muhammad, A. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.
Ridwan, A. H. (2004). BMT & Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syari’ah.
Bandung:Pustaka Bani Quraisy.
Ridwan, M. (2004). Manajemen Baitul Maal wat Tamwil. Yogyakarta: UII Press.
Akhmad, N. T. (2017). Strategi Penyelesaian Kredit Bermasalah Untuk Mencegah
Financial Distress Pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Surakarta: STMIK
Duta Bangsa.
Anshori, A. G. (2008). Penerapan Prinsip Syari’ah Dalam Lembaga Keuangan
Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Jurnal
Anwar, a. Z. (2018). Analisa Manajemen Pembiayaan Macet (Studi Pada BMT Mitra
Muamalah Jepara. Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 9(No. 1), 2.
Faozah, U. (2015). Penanganan Pembiayaan Bermasalah Pada Akad Murabahah
(Studi Kasus Pada KJKS BMT Amanah Ummah Kc. Karah Agung Surabaya).
Global-Jurnal Ekonomi Pembangunan, 42.

15
Haryoso, L. (2017). Penerapan Prinsip Pembiayaan Syariah (Murabahah) Pada BMT
Bina Usaha di Kabupaten Semarang. Jurnal Law and Justice, Vol. 2(No. 1), 35.
Primasatya, A. (2014). Penanganan Pembiayaan Mudharabah Bermasalah di Koperasi
Syariah Kanindo Jatim (Studi di Koperasi Syariah Kanindo Jatim, Dau,
Kabupaten Malang). Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 3.
Wawancara
Siti Noor Faida, Amirul, Karyawan BMT Fanshob Karya

16

Anda mungkin juga menyukai