Anda di halaman 1dari 19

1.

Konsep BMT

Pengertian Baitul Mal wat Tamwil (BMT)


BMT terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah
pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti zakat, infaq dan
shadaqah. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana
komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai
lembaga pendukung bagi kegiatan ekonomi masyarakat kecil yang berlandaskan syariah.
Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni
menetaskan usaha kecil. Dalam prakteknya, PINBUK menetaskan BMT, dan pada gilirannya
BMT menetaskan usaha kecil.

Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau padanan kata dari Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah
lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil yang menumbuh
kembangkan bisnis ussaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat
serta membela kepentingan kaum fakir miskin. BMT adalah lembaga keuangan mikro syariah
yang ditumbuhkan dengan prakarsa dan dengan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat
setempat sebagai landasan ekonomi yang salaam ( keselamatan yang berintikan keadilan,
kedamaian dan kesejahteraan ). Secara konseptual BMT memiliki dua fungsi, yaitu:
Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) melakukan
kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil, terutama dengan mendorong kegiatan
menabung menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infaq dan
shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan
amanahnya.
Secara kelembagaan Baitul Mal wat Tamwil (BMT) didampingi atau didukung oleh Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK)
sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni menetapkan usaha
kecil. Dalam prakteknya, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) menetapkan Baitul
Mal wat Tamwil (BMT) dan pada gilirannya Baitul Mal wat Tamwil (BMT) menetapkan
usaha kecil.

Dengan demikian, keberadaan BMT dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu
sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf,
serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi yang bersifat
produktif sebagaimana layaknya bank. Pada fungsi kedua ini dapat dipahami bahwa selain
berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi lembaga ekonomi. Sebagai
lembaga keuangan BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat ( anggota BMT ) yang
memercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang
diberikan pinjaman oleh BMT. Sedangkan sebagai lembaga ekonomi, BMT berhak
melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan, industri dan
pertanian.

Visi Baitul Mal wat Tamwil


BMT memiliki visi untuk menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat dan kuat, yang
kualitas ibadah anggotanya meningkat sedemikian rupa sehingga mampu berperan menjadi
wakil pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat manusia
pada umumnya.

Misi Baitul Mal wat Tamwil


Misi BMT adalah mewujudkan gerakan pembebasan masyarakat dari belenggu rentenir, jerat
kemiskinan dan ekonomi riba, gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam
kegiatan ekonomi riil dan kelembagaannya menuju tatanan perekonomian yang makmur dan
maju serta gerakan keadilan membangun struktur masyarakat madani yang adil dan
berkemakmuran berkemajuan, serta makmur maju berkeadilan berlandaskan syariah dan
ridho Allah SWT.

Fungsi Baitul Mal wat Tamwil


Sebagai lembaga keuangan, BMT tentu menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan
dananya. Beberapa fungsi dari BMT diantaranya adalah mengidentifikasi, memobilisasi,
mengorganisir, mendorong, dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi
anggota, kelompok usaha anggota muamalat (Pokusma) dan kerjanya. Selain itu fungsi
lainnya adalah mempertinggi kualitas SDM (Sumber daya manusia) anggota dan Pukosma
menjadi lebih profesional dan Islami sehingga semakin utuh dan tangguh menghadapi
tantangan global, serta menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan anggota.

Prinsip-prinsip Utama Baitul Mal wat Tamwil


Keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dengan mengimplementasikan prinsip-
prinsip syariah dan muamalah Islam ke dalam kehidupan nyata.
Keterpaduan (kaffah), dimana nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan
menggerakkan etika dan moral yang dinamis, proaktif, adil, dan berakhlak mulia.
Kekeluargaan (kooperatif).
Kebersamaan.

Kemandirian.
Profesionalisme.

Istiqomah : Konsisten, kontinuitas / berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus
asa. Setelah mencapai suatu tahap, maju ke tahap berikutnya, dan hanya kepada Allah
berharap.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah suatu gambaran secara skematis tentang hubungan kerja sama
antar bagian yang terdapat dalam suatu badan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuannya adalah
untuk mempermudah pelaksanaan tugas, membagi suatu kegiatan-kegiatan kerja besar
menjadi kegiatan-kegiatan kerja yang lebih kecil. Di samping itu juga untuk mempermudah
pimpinan dalam melaksanakan tugas pengawasan.

Gambar Struktur Organisasi BMT

Prosedur Pendirian
Baitul Maal wat Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau lembaga keuangan syariah yang
non perbankan yang sifatnya informal. Disebut bersifat informal karena lembaga keuangan
ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga
keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. BMT dapat didirikan dan
dikembangkan dengan suatu proses legalitas hukum yang bertahap. Awalnya dapat dimulai
sebagai kelompok swadaya masyarakat dengan medapat sertifikat operasi/ kemitraan dari
PINBUK dan jika telah mencapai nilai aset tertentu segera menyiapkan diri ke dalam badan
hukum operasi.

Penggunaan badan hukum kelompok swadaya masyarakat (KSM) koperasi untuk BMT
disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan
dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dapat dioperasikan untuk
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut aturan yang berlaku, pihak yang
berhak menyalurkan dana masyarakat adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat, baik
dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan prinsip bagi hasil. Namun demikian,
jika BMT dengan badan hukum KSM atau koperasi telah berkembang dan telah memenuhi
syarat-syarat BPR, maka pihak manajemen dapat mengusulkan diri kepada pemerintah agar
BMT itu dijadikan sebagai Bank Perkreditan Rakyat Syariah dengan badan hukum koperasi
atau perseroan terbatas.

Sebelum masuk kepada langkah-langkah pendirian BMT, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu mengenai lokasi atau tempat uasaha BMT. Sebaiknya berlokasi di tempat
kegiatan-kegiatan ekonomi para anggotanya berlangsung, baik anggota penyimpan dana
maupun pengembang usaha atau pengguna dana. Selain itu, BMT dalam operasionalnya bisa
menggunakan masjid atau sekretariat pesantren sebagai basis kegiatan.

Strategi Penanganan
1. Pengertian Strategi Penanganan
Strategi Penanganan merupakan istilah strategi yang berasal dari bahasa Inggris yaitu
Strategy , yang berarti siasat atau taktik. Sedangkan istilah penanganan dalam kamus bahasa
Indonesia diartikan sebagai cara atau perbuatan menangani. Dalam skripsi ini, strategi
penanganan yang dimaksud adalah cara-cara atau penanganan pembiayaan bermasalah pada
pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh BMT El-Gunung Jati Cirebon.

Pembiayaan Bermasalah
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Secara Harfiah, pembiayaan (financing atau marhun
bih) diartikan sebagai dana rahn, yaitu dana yang diperoleh rahin (anggota) setelah aplikasi
rahn-nya diterima oleh pihak murtahin (BMT), dengan syarat setelah ada penyerahan marhun
(jaminan) kepada pihak murtahin.

2. Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan bermasalah yang dimaksud adalah pembiayaan yang tidak lancar yang diberikan
pihak BMT kepada anggota atau calon anggota pada saat jatuh tempo. Pembiayaan yang
kurang lancar, diragukan, dan pembiayaan yang macet harus secepatnya diselesaikan agar
kerugian yang lebih besar dapat dihindari oleh BMT. Saat pembiayaan dicairkan kepada
anggota, saat itu pula pihak lembaga keuangan (BMT) yang mencairkan dana sudah
mempunyai resiko yang akan ditanggung di kemudian hari, dan resiko tersebut terjadi karena
ada pihak-pihak atau ada anggota yang tidak bertanggung jawab. Bagi anggota yang tidak
bertanggung jawab atau melanggar perjanjian yang telah disepakati, biasanya mengalami
pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah ini dapat berupa: pembiayaan yang kurang
lancar, diragukan, dan pembiayaan yang macet, serta pembiayaan dimana debiturnya tidak
memenuhi persyaratan yang dijanjikan, pembiayaan yang tidak menepati jadwal angsuran,
dan pembiayaan yang memiliki potensi untuk merugikan BMT.

Pembiayaan Murabahah
1. Pengertian Murabahah
Murabahah berasal dari kata ribhu yang berarti keuntungan, pengertian murabahah adalah
jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati antara
bank dengan nasabah. Dalam definisi yang lain disebutkan murabahah adalah transaksi
penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntunganyang disepakati oleh
penjual dan pembeli. Penjual harus memberitahukan kepada pembeli mengenai harga produk
yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah
satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required
rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh). Karena dalam definisinya disebut
adanya keuntungan yang disepakati karakteristik murabahah adalah si penjual harus
memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan
yang ditambahkan pada biaya tersebut. Murabahah diartikan oleh para fuqaha sebagai
penjualan barang seharga biaya atau harga pokok (cost) barang tersebut ditambah keuntungan
(mark-up) yang disepakati. Karakteristik murabahah adalah bahwa penjual harus
memberitahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan
yang ditambah pada biaya (cost) tersebut. Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN
(Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah
menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Murabahah adalah salah satu produk
penyaluran dana yang cukup digemari oleh masyarakat di BMT karena karakternya yang
profitable, mudah dalam penerapan, serta dengan risk factor yang ringan untuk
diperhitungkan. BMT bertindak sebagai pembeli sekaligus penjual barang halal tertentu yang
dibutuhkan anggota. Secara bahasa, murabahah adalah bentuk mutual (bermakna saling) dari
kata ribh yang berarti keuntungan, yakni pertambahan nilai modal.menurut terminologi ilmu
fiqh arti murabahah adalah menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang
jelas.

Pembiayaan yang disediakan oleh BMT biasanya berkaitan erat dengan sektor usaha dan tipe
anggota yang ingin dilayani. Contoh dari jenis-jenis pembiayaan yang harus dihindari, antara
lain: pembiayaan yang tidak sesuai dengan pembiayaan syariah atau untuk tujuan-tujuan yang
dilarang oleh syariah, pembiayaan yang diberikan tanpa informasi keuangan yang memadai,
pembiayaan yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimilki oleh BMT dan
pembiayaan yang diberikan kepada pengusaha yang bermasalah.15 Dari uraian definisi
murabahah di atas, dalam skripsi ini penulis menyimpulkan bahwa murabahah merupakan
transaksi jual beli yang dilakukan oleh lembaga keuangan Bank atau BMT dengan jumlah
keuntungan yang sudah diketahui dan disepakati bersama serta adanya suatu perjanjian atau
akad yang mengikat kedua belah pihak. Dalam pembiayaan murabahah pihak BMT akan
memberitahukan kepada anggota atau calon anggota mengenai nisbah bagi hasil antara BMT
dengan anggota dan menyepakati akad murabahah.

2. Landasan Syariah
Dalam menjalankan pembiayaan murabahah lembaga keuangan syariah Baitul Maal wat
Tamwil berlandaskan pada ayat-ayat Al-Quran, diantaranya:

a. Q.S Al-Baqarah (2) : 275


Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Dalam ayat tersebut ditafsirkan bahwasanya orang-orang yang mengambil riba-riba itu ialah
tambahan dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan (baik mengenai banyaknya
maupun mengenai waktunya) tidaklah bangkit dari kubur mereka kecuali seperti bangkitnya
orang yang kemasukan setan disebabkan penyakit gila yang menyerang mereka. Minal massi
berkaitan dengan yaquumuuna. Yang demikian itu disebabkan mereka mengatakan bahwa
jual-beli itu seperti riba dalam soal diperbolehkannya.

Maka Allah Swt menolak dalam firman-Nya, Padahal, Allah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba. Siapa yang datang dan sampai kepadanya pelajaran atau nasihat dari
Tuhannya lalu ia menghentikannya dan tidak memakan riba lagi maka baginya apa yang
telah berlalu sebelum datangnya larangan dan ia tidak diminta untuk mengembalikannya.
Urusannya dalam memaafkannya terserah kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi
memakannya dan tetap menyamakannya dengan jual-beli tentang halalnya maka mereka
adalah penghuni neraka Mereka kekal di dalamnya.

b. Q.S An-Nisaa (4) : 29

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuhdirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Menurut penulis, ayat tersebut menceritakan tentang ketika melakukan perniagaan yang jujur
akan mendatangkan keberkahan. Penulis menguatkan alasan ini dengan hadits yang
mengatakan bahwa: Hakim bin Hizam r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda: Dua
orang yang melakukan niaga hendaknya melakukan pilihan sebelum keduanya berpisah. Jika
keduanya berlaku jujur dan menerangkan satu sama lain keadaan barang dagangannya,
keduanya akan diberkahi dalam jual belinya. Namun, jika keduanya berdusta dari
menyembunyikan cacat barang dagangannya, kemungkinan keduanya akan memperoleh
untung. Tetapi akan dihapuskan dari keduanya keberkahan dalam jual-belinya. (HR. Al-
Bukhari) Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa hukum asal murabahah adalah halal, hal ini
dikarenakan prinsip murabahah yaitu jual beli yang didalamnya terdapat sarana tolong
menolong.

Landasan syariah mengenai murabahah tidak hanya bersumber atau berdasarkan Al-Quran,
namun terdapat juga di dalam hadits. Salah satunya merupakan hadits riwayat Imam Bukhari,
Muslim, dan Nasai.

Artinya: Bahwa Rasulullah SAW pernah membeli bahan makanan dari seorang Yahudi
dengan hutang dan memberikan baju besinya sebagai jaminan.

Menurut fatwa DSN MUI tentang sanksi atas anggota yang mampu tetapi menunda-nunda
pembayaran. adapun fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI tersebut adalah:

Pertama:
1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada
anggota atau calon anggota yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda
pembayaran dengan disengaja.
2. Anggota atau calon anggota yang tidak atau belum mampu membayar disebabkan
force majeur (bencana yang tidak terduga) tidak boleh dikenakan sanksi.
3. Anggota atau calon anggota yang mampu tetapi menunda pembayaran dan atau tidak
mempunyai kemauan dan itikad yang baik untuk membayar hutangnya boleh
dikenakan sanksi.
4. Sanksi didasarkan pada prinsip tazir yaitu bertujuan agar anggota atau calon anggota
lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar
kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.
Kedua:
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
kedua belah pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Dalam Hadits lain juga disebutkan tentang dasar murabahah adalah yang terdapat dalam:
dari Suaib ar-Rumi ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tiga hal yang di dalam terdapat
keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual. ( HR. Ibnu Majah ) Selain itu,
dalam Kaidah Fiqh juga disebutkan bahwa: Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Rukun dan Syarat Murabahah


Rukun murabahah, yaitu meliputi penjual (Baiu), pembeli (musytari), objek jual beli
(mabi), Harga (Tsaman), dan ijab qabul.
Syarat dalam murabahah
1) Syarat orang yang melakukan pembiayaan
Sebagai keabsahan suatu perjanjian (akad) para pihak harus cakap hukum.
Mengetahui harga pertama.

Mengetahui besarnya keuntungan.


Modal hendaklah memiliki persamaan dan jenis.

Transaksi pertama harus sah secara Syari.


Penetapan bagi hasil harus disepakati kedua belah pihak.

Sukarela dan tidak di bawah tekanan ( terpaksa / dipaksa ).


2) Syarat Objek yang dijadikan pembiayaan
Barang atau objek yang diperjualbelikan tidak termasuk barang yang dilarang
(haram), dan bermanfaat serta tidak menyembunyikan adanya cacat barang.
Barangnya harus ada dan jelas.

Barang harus memiliki kejelasan harga.


Barang itu milik sendiri atau perusahaan.

Diserahkan waktu akad.


3) Sighat atau Ijab qabul
Harus jelas secara spesifik ( siapa ) para pihak yang berakad.
Antara ijab qabul harus selaras dan transparan baik dalam spesifikasi barang
( memberitahu biaya modal kepada pembeli ).
Tidak mengandung klausal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada
kejadian yang akan datang.
Tujuan Pembiayaan
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal sebagai berikut:
a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan.
1. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi, maupun
kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi.
2. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility dari suatu barang.
b. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital
goods) serta fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

Jika dalam aktifitas pembiayaan terjadi ketidaklancaran pembayaran oleh anggota maka akan
terjadi pembiayaan bermasalah.

Pembagian Murabahah
Ada beberapa hal yang mendasari pembagian jual beli murabahah,yaitu:

a. Murabahah berdasarkan kepemilikan terhadap barang atau produk.


1. Barang atau produk telah dikuasai atau dimiliki oleh pihak BMT/ penjual pada waktu
negoisasi. Dalam hal ini pembeli pada waktu itu juga, karena barang atau produk telah
berada dalam kekuasaan penjual, sehingga pembeli tidak usah melakukan pemesanan
terlebih dahulu.
2. Barang atau produk tidak dimiliki oleh pihak BMT sebagai penjual. Apabila yang
terjadi demikian maka sistem yang digunakan adalah murabahah kepada pemesan
pembelian.
b. Murabahah berdasarkan pembayaran
Berdasarkan pembayaran Murabahah dibagi menjadi dua,yaitu:
1. Pembayaran secara tunai.
2. Pembayaran dengan cicilan.
Dalam Murabahah dengan pembayaran secara cicilan, dalam memperoleh keuntungan (mark
up) dalam setiap cicilannya tidak boleh berbanding lurus dengan waktu atau bisa diartikan
dari pembelian asal pihak penjual memperoleh keuntungannya 10% dari harga setiap
bulannya. Maka, yang demikian itu tidaklah benar karena hal tersebut sama dengan bunga
yang ditetapkan oleh bank konvensional dan hal tersebut merupakan bentuk riba yang
dilarang dalam Islam.

Dalam menentukan keuntungan (mark up) pihak penjual menentukannya sekali yaitu pada
transaksi awal atau tidak mengambil keuntungan setiap bulan waktu pembeli melakukan
angsurannya atau dalam menentukan keuntungan tidak berbanding lurus dengan waktu. Maka
yang demikian itu diperbolehkan dalam Islam.

c. Murabahah berdasarkan sumber dana yang digunakan


Murabahah berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murabahah secara garis
besar dapat dibedakan menjadi tiga,yaitu:
1. Pembiayaan Murabahah yang didanai dengan UREA ( Unrestricted Investment
Account = Investasi tidak terikat )
2. Pembiayan Murabahah yang di danai dengan RIA ( Restricted Investment account =
Investasi terikat).
3. Pembiayaan yang didanai dengan modal BMT.
Dalam setiap pembiayaan, perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1). Kebutuhan
anggota. 2) Kemampuan finansial anggota.

Faktor-faktor ini juga mempengaruhi sumber dana yang akan digunakan untuk pembiayaan
tersebut. Dalam Murabahah pesanan, BMT melakukan pembelian barang setelah ada
pemesanan dari anggota dan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk
membeli barang yang akan dipesannya.
2. sejarah BMT

Masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam (1-11 H/622-632 M)

Pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ini, Baitul Mal lbh mempunyai
pengertian sbg pihak (al-jihat) yg menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa
pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus utk
menyimpan harta, karena saat itu harta yg diperoleh belum begitu byk . Kalaupun ada, harta
yg diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kpd kaum muslimin serta dibelanjakan utk
pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam senantiasa
membagikan ghanimah & seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan,
tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai
peruntukannya masing-masing.

Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

Abu Bakar dikenal sbg Khalifah yg sangat wara (hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pd
hari kedua setelah beliau dibaiat sbg Khalifah, beliau tetap berdagang & tdk mau mengambil
harta umat dari Baitul Mal utk keperluan diri & keluarganya.

Diriwayatkan oleh lbnu Saad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokohmuslim, bahwa
Abu Bakar yg sebelumnya berprofesi sbg pedagang membawa barang-barang dagangannya
yg berupa bahan pakaian di pundaknya & pergi ke pasar utk menjualnya. Di tengah jalan, ia
bertemu dgn Umar bin Khaththab. Umar bertanya, Anda mau kemana, hai Khalifah? Abu
Bakar menjawab, Ke pasar. Umar berkata, Bagaimana mungkin Anda melakukannya,
padahal Anda telah memegang jabatan sbg pemimpin kaum muslimin? Abu Bakar
menjawab, Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah utk keluargaku? Umar berkata,
Pergilah kpd Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.
Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yg segera menetapkan santunan (tawidh) yg
cukup utk Khalifah Abu Bakar, sesuai dgn kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000
dirham setahun yg diambil dari Baitul Mal.

Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)

Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati,
menerima pemasukan & sesuatu yg halal sesuai dgn aturan syariat & mendistribusikannya
kpd yg berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yg dicatat oleh lbnu Kasir (700-
774 H/1300-1373 M), penulis sejarah & mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul
Mal, Umar berkata, Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan 2 potong
pakaian musim panas & sepotong pakaian musim dingin serta uang yg cukup utk kehidupan
sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, & aku adl seorang biasa seperti
kebanyakan kaum muslimin.

Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)

Kondisi yg sama juga berlaku pd masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yg besar
& keluarganya, tindakan Usman byk mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul
Mal. Dalam hal ini, lbnu Saad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742
M), seorang yg sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yg menyatakan, Usman
telah mengangkat sanak kerabat & keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pd enam tahun
terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kpd
Marwan yg kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari
penghasilan Mesir serta memberikan harta yg byk sekali kpd kerabatnya & ia (Usman)
menafsirkan tindakannya itu sbg sesuatu bentuk silaturahmi yg diperintahkan oleh Allah
SWT. Ia juga menggunakan harta & meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, Abu
Bakar & Umar tdk mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah
mengambilnya & membagi-bagikannya kpd sementara sanak kerabatku. Itulah sebab rakyat
memprotesnya. (Dahlan, 1999).

Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pd posisi
yg sebelumnya. Ali, yg juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu
Kasir, mendapatkan jatah pakaian yg hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, &
sering bajunya itu penuh dgn tambalan.

Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya

Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul
Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pd masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dgn
penuh kehati-hatian sbg amanat Allah Subhanahu wa taala & amanat rakyat, maka pd masa
pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah
tanpa dpt dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat (Dahlan, 1999).
4. sejarah BMT di Indonesia
5. Kegiatan operasional perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1992
melalui pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. (PT. BMI) atau 4 tahun
setelah deregulasi pakto 88. Operasional perbankan syariah di Indonesia
didasarkan pada Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang
kemudian diperbaharui dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Perbankan
syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan dengan pesat, masyarakat
mulai mengenal dengan apa yang di sebut Bank Syariah. Dengan di awali
berdirinya pada tahun 1992 oleh bank yang di beri nama dengan Bank Muamalat
Indonesia (BMI), sebagai pelopor berdirinya perbankan yang berlandaskan sistem
syariah, kini bank syariah yang tadinya diragukan akan sistem operasionalnya,
telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat mempesonakan.
Bank syariah mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, di awali
dengan pengujian pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya
Baitut Tamwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam bentuk koperasi,
yakni Koperasi Ridho Gusti. Berangkat dari sini, Majlis Ulama Indonesia (MUI)
berinisiatif untuk memprakarsai terbentuknya bank syariah, yang dihasilkan dari
rekomendasi Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, dan di bahas
lebih lanjut dengan serta membentuk tim kelompok kerja pada Musyawarah
Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jakarta pada tanggal 22-25
Agustus 1990. Awal berdirinya bank Islam, banyak pengamat perbankan yang
meragukan akan eksistensi bank Islam nantinya. Di tengah-tengah bank
konvensional, yang berbasis dengan sistem bunga, yang sedang menanjak dan
menjadi pilar ekonomi Indonesia, bank Islam mencoba memberikan jawaban atas
keraguan yang banyak timbul. Jawaban itu mulai menemukan titik jelas pada
tahun 1997, di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup
memprihatinkan, yang dimulai dengan krisis moneter yang berakibat sangat
signifikan atas terpuruknya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang mencapai rata-rata 7% per tahun itu tiba-tiba
anjlok secara spektakuler menjadi minus 15% di tahun 1998, atau terjun sebesar
22%. Inflasi yang terjadi sebesar 78%, jumlah PHK meningkat, penurunan daya
beli dan kebangkrutan sebagian besar konglomerat dan dunia usaha telah
mewarnai krisis tersebut. Indonesia telah berada pada ambang kehancuran
ekonomi, hampir semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan negatif. Sektor
konstruksi merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan negatif paling besar,
yaitu minus 40% karena di akibatkan tingkat bunga yang sangat tinggi, penurunan
daya beli, dan beban hutang yang sangat besar. Sektor perdagangan dan jasa
mengalami kontraksi minus 21%, sektor industri manufaktur menurun sebesar
19%. Semua berakibat dari implikasi krisis moneter yang mengguncang
Indonesia.
Kondisi terparah ditunjukkan oleh sektor perbankan, yang merupakan
penyumbang dari krisis moneter di Indonesia. Banyak bank-bank konvensional
yang tidak mampu membayar tingkat suku bunga, hal ini berakibat atas terjadinya
kredit macet. Dan non-performing loan perbankan Indonesia telah mencapai 70%.
Akibat dari hal tersebut, dari bulan juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999,
pemerintah telah menutup sebanyak 55 bank, di samping mengambil alih 11 bank
(BTO) dan 9 bank lainnya di bantu untuk melakukan rekapitalisasi. Sedangkan
bank BUMN dan BPD harus ikut direkapitalisasi. Dari 240 bank yang ada
sebelum krisis moneter, hanya tinggal 73 bank swasta yang dapat bertahan tanpa
bantuan pemerintah dan dinyatakan sehat, sisanya pemerintah dengan terpaksa
harus melikuidasinya. Salah satu dari 73 bank tersebut, terdapat Bank Muamalat
Indonesia yang mampu bertahan dari terpaan krisis ekonomi, yang nyata memiliki
sistem tersendiri dari bank-bank lain, yaitu dengan memberlakukan sistem
operasional bank dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil yang diterapkan
dalam perbankan syariah sangat berbeda dengan sistem bunga, di mana dengan
sistem bunga dapat ditentukan keuntungannya diawal, yaitu dengan menghitung
jumlah beban bunga dari dana yang di simpan atau dipinjamkan. Sedang pada
sistem bagi hasil ketentuan keuntungan akan ditentukan berdasarkan besar
kecilnya keuntungan dari hasil usaha, atas modal yang telah diberikan hak
pengelolaan kepada nasabah mitra bank syariah.
Pertimbangan perubahan Undang-undang tesebut dilakukan untuk mengantisipasi
tantangan sistem keuangan yang semakin maju dan komplek serta mempersiapkan
infrastruktur era globalisasi. Dengan adanya UU tersebut merupakan kesempatan
emas bagi perbankan syariah untuk mengenalkan dan membumikan lembaga
keuangan yang beroperasi dengan menggunakan sistem syariah. Menurut Arifin,
berdirinya bank syariah ini merupakan lembaga keuangan yang disediakan untuk
masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga, membuka peluang
pengembangan usaha yang berdasar prinsip kemitraan, dan memenuhi kebutuhan
produk barang dan jasa yang memiliki keunggulan komparatif berupa peniadaan
beban bunga, membatasi kegiatan spekulasi dan kegiatan usaha yang lebih
memperhatikan unsur moralitas. Oleh karena itu dengan kondisi masyarakat
Indonesia yang mayoritas adalah muslim, maka bisa dimungkinkan bank syariah
akan mempunyai prospek yang sangat menjanjikan. Baitul Mal Wattamwil (BMT)
adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip prinsip syariah Islam yang tata
cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadist.
Baitul Mal Wattamwil (BMT) beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan syariah
Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam
tata cara bermuamalat itu dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan
mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas
dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Untuk menjamin operasi bank
Islam tidak menyimpang dari tuntunan syariah, maka pada setiap bank Islam
hanya diangkat manager dan pimpinan bank yang sedikit banyak menguasai
prinsip muamalah Islam. Selain dari pada itu di bank ini di bentuk dewan
pengawas syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dari sudut
syariahnya. Baitul Mal berasal dari bahasa Arab bait yang berarti rumah, dan al-
mal yang berarti harta. Jadi secara etimologis (mana lughawi) Baitul Mal berarti
rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta. Secara yuridis formal
keberadaan Baitul Mal Wattamwil (BMT) memiliki dasar-dasar hukum terhadap
status dan kinerjanya, beberapa dasar hukum yang menjadi landasan bagi Baitul
Mal Wattamwil adalah :
a. Dari segi hukum Islam
1) Menurut Al-Quran
Baitul Mal Wattamwil (BMT) dalam hukum Islam dapat bersumber pada
pengaturan terhadap konteks hukum bisnis dalam Islam. Konsep Baitul Mal lebih
bersifat umum dan tidak secara khusus ditegaskan di dalam Al-Quran, tetapi Al-
Quran mengatur perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan harta benda yang
digunakan (dinafkahkan) susuai tuntunan agama. Penjelasan di dalam Al-Quran
yang berkaitan dengan Baitul Mal Wattamwil (BMT) diantaranya dapat
ditemukan pada QS. Al-Baqarah ayat 261 yang artinya :
Perumpamaan (nafkah) yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh butir, dan pada tiap-tiap butir (menumbuhkan) 100 biji. Allah akan
melipatgandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
karunia-Nya
lagi Maha Mengetahui".
Sesuai ayat diatas Baitul Mal Wattamwil digunakan untuk kemaslahatan umat,
yaitu dengan menjalin silahturahmi dalam mengadakan kerja sama bagi hasil
dengan cara membagi keuntungan yang diperoleh.

2) Menurut Hadits
Suatu perbuatan atas dasar mencari ridho illahi tentunya harus berlandaskan
hukum Islam sebagai umat muslim tentunya dasar hukum dari perbuatan adalah
Al-Quran dan Sunnah Rasul, begitu halnya terhadap Baitul Mal Wattamwil yang
di dalamnya terdapat akad, suatu perjanjian untuk berbuat bisnis harus didasarkan
pada kepercayaan para pihaknya hal ini dipertegas dengan Hadits Qudsi :
Saya (Allah) pihak ketiga dari 2 (Dua) orang yang berserikat selama salah
1(satu) dari keduanya tidak mengkhianati yang lain Jika yang 1 (satu)
mengkhianati temannya maka aku keluar dari keduanya

3) Menurut Ijma
Selain Al-Quran dan As Sunnah, Ijma yaitu (kreatifitas) dari sahabat nabi/para
ulama/cendekia untuk hal ini (mungkin) diperlukan karena perkembangan Islam
yang terus meningkat.Seperti halnya Al-Quran dan As Sunnah Ijma dapat
dijadikan dasar hukum bagi Baitul Mal Wattamwil. Beberapa riwayat sahabat
Nabi yang dapat dijadikan landasan hukum Baitul Mal Wattamwil :
a) Riwayat Abu Bakar Ash Shiddiq
Abu Bakar merintis embrio Baitul Mal Wattamwil dalam arti yang lebih luas.
Baitul Mal Wattamwil bukan sekedar berarti pihak (al- jihat) yang menangani
harta umat, namun juga berarti suatu tempat (al-makam) untuk menyimpan harta
negara. Abu Bakar menyiapkan tempat khusus di rumahnya berupa karung atau
kantung (ghirarah) untuk menyimpan harta yang dikirimkan ke Madinah. Hal ini
berlangsung sampai kewafatan beliau pada tahun 13 H/634 M.
b) Umar bin Khatab
Selama memerintah, Umar bin Khathab tetap memelihara Baitul Mal Wattamwil
secara hati-hati, menerima pemasukan dari sesuatu yang halal sesuai dengan
aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam
salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M),
penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal
Wattamwil, Umar berkata :
Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian
musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk
kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Kuraisy biasa, dan aku
adalah
seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.

c) Ustman bin Affan


Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena
pengaruh yang besar dari kaum keluarganya, tindakan Usman banyak
mendapatkan protes dari
umat dalam pengelolaan Baitul Mal Wattamwil. Dalam hal ini, lbnu Saad
menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri, seorang yang sangat besar jasanya
dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan :
Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan
tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan
khumus (seperlima ghanimah)kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4
Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta
memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan Ia (Usman)
menafsirkan tindakannya itu
sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga
menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, Abu
Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku
telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak
kerabatku. Itulah sebab rakyat memprotesnya.

d) Ali bin Abi Thalib


Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal Wattamwil
ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat
santunan dari Baitul Mal Wattamwil, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir,
mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo
kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan. Fatwa merupakan salah
satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan jawaban dan solusi terhadap
problem yang dihadapi umat. Bahkan umat Islam pada umumnya menjadikan
fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebab posisi fatwa
di kalangan masyarakat umum, laksana dalil di kalangan para mujtahid (Al-Fatwa
fi Haqqil Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid). Artinya, kedudukan fatwa bagi
orang kebanyakan, seperti dalil bagi mujtahid. Kehadiran fatwa-fatwa ini menjadi
aspek organik dari bangunan ekonomi Islami yang tengah ditata/dikembangkan,
sekaligus merupakan alat ukur bagi kemajuan ekonomi syariah di Indonesia.
Fatwa ekonomi syariah yang telah hadir itu secara teknis menyuguhkan model
pengembangan bahkan pembaharuan fiqh muamalah maliyah.

4. perkembangan BMT di Indonesia

Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) selama sepuluh tahun ini tercatat
paling menonjol dalam dinamika keuangan syariah di Indonesia. Berbagai LKMS tersebut
lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Masing-
masing BMT biasa memiliki nama, yang diperlihatkan pada papan nama dan identitas
lainnya. Ada LKMS yang menyebut diri sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS),
dan yang secara lengkap menyatakan diri sebagai KJKS BMT dengan nama tertentu.
BMT pada umumnya memiliki dua latar belakang pendirian dan kegiatan yang hampir sama
kuatnya, yakni sebagai lembaga keuangan mikro dan sebagai lembaga keuangan syariah.
Identifikasi yang demikian sudah tampak pada beberapa BMT perintis, yang beroperasi pada
akhir tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an. Mereka memang belum
diketahui secara luas oleh masyarakat, serta masih melayani kelompok masyarakat yang
relatif homogen dengan cakupan geografis yang amat terbatas. Perkembangan pesat dimulai
sejak tahun 1995, dan beroleh momentum tambahan akibat krisis ekonomi 1997/1998.
Pada tahun 2010, telah ada sekitar 4.000 BMT yang beroperasi di Indonesia. Beberapa
diantaranya memiliki kantor pelayanan lebih dari satu. Jika ditambah dengan perhitungan
faktor mobilitas yang tinggi dari para pengelola BMT untuk jemput bola, memberikan
layanan di luar kantor, maka sosialisasi keberadaan BMT telah bersifat masif. Wilayah
operasionalnya pun sudah mencakup daerah perdesaan dan daerah perkotaan, di pulau Jawa
dan luar Jawa.
BMT-BMT tersebut diperkirakan melayani sekitar 3 juta orang nasabah, yang sebagian besar
bergerak di bidang usaha mikro dan usaha kecil. Cakupan bidang usaha dan profesi dari
mereka yang dilayani sangat luas. Mulai dari pedagang sayur, penarik becak, pedagang
asongan, pedagang kelontongan, penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani,
peternak, sampai dengan kontraktor dan usaha jasa yang relatif moderen.
Pertumbuhan kelembagaan dan jumlah nasabah membawa perkembangan yang pesat pula
dalam kinerja keuangannya. Dana yang bisa dihimpun bertambah banyak, pembiayaan yang
bisa dilakukan naik drastis, dan pada akhirnya aset tumbuh berlipat hanya dalam beberapa
tahun. Mereka pun dipercaya oleh masyarakat yang kebanyakan berpenghasilan rendah dan
menengah bawah untuk menyimpan dananya. Pada saat bersamaan, BMT telah memberikan
pembiayaan melebihi dana yang berhasil dihimpun, yang dimungkinkan oleh semakin
membaiknya modal sendiri maupun mulai ada kepercayaan dari bank syariah untuk
bekerjasama.
Potensi untuk berkembang lebih pesat di masa mendatang masih sangat besar. Namun masih
ada banyak kendala dan tantangan dalam operasional BMT-BMT. Dukungan berbagai pihak
pun belum sepenuhnya kuat. Keberadaannya pada dua kaki, sebagai lembaga keuangan
mikro yang terkait erat dengan UMKM dan sebagai lembaga yang bersifat syariah, belum
berhasil diramu menjadi keunggulan yang berkesinambungan. Pihak otoritas ekonomi dan
Pemerintah Daerah masih terkesan lambat memberi dukungan, bahkan kadang menghambat
dengan regulasi atau birokrasi yang tidak dilandasi pemahaman permasalahannya. Dari sisi
internal BMT sendiri masih ada banyak kendala terkait permodalan, sistem operasional dan
ketersediaan sumber daya insani yang memadai.
Para pegiat pun sadar akan belum optimalnya perkembangan BMT. Berbagai forum dan
kerjasama antar mereka telah dilakukan, termasuk mendirikan asosiasi dan perhimpunan. Ada
upaya penyamaan beberapa hal yang memang perlu distandarisasi demi kemajuan bersama.
Salah satu yang mendasar adalah menyepakati dan mengembangkan beberapa karakteristik
dasar yang serupa, yang mencerminkan jati diri sebagai gerakan BMT. Hal lain yang tak
kalah pentingnya adalah kesadaran akan adanya tantangan masa depan terkait perkembangan
kondisi eksternal yang sebagiannya musti dihadapi secara bersama. Tantangan tersebut
meliputi antara lain: dinamika perekonomian nasional bahkan global, kemajuan teknologi dan
komunikasi, kondisi sosial politik dan budaya, kesadaran praktik syariah dan lain sebagainya.
Perhimpunan BMT Indonesia yang disebut juga sebagai BMT Center merupakan asosiasi
yang paling serius mengembangkan diri sejak didirikan padatanggal 14 Juni 2005.Ada 142
BMT yang menjadi anggotanya sampai dengan pertengahan 2010, Mereka tersebar di
berbagai wilayah di Indonesia, antara lain: Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa
Timur, Jakarta, Sumatera dan Aceh. Bisa dikatakan, hampir semua yang termasuk besar
menurut ukuran BMT bergabung dalam BMT Center. Namun, syarat dan kriteria yang utama
dalam penerimaan keanggotaan BMT center adalah kesehatan operasional dan
kelembagaannya, serta komitmen untuk mengembangkan gerakan BMT secara nasional.
Sampai dengan Desember 2005, ketika BMT center masih beranggotakan 96 BMT, total asset
para anggota adalah sekitar Rp 364 milyar. Dengan adanya pertumbuhan selama tahun
berjalan dan penambahan beberapa anggota baru, maka sampai dengan akhir tahun 2006, aset
total adalah sekitar Rp 458 miliar. Nilai ini terus meningkat menjadi Rp 695 miliar pada akhir
tahun 2007, hampir mencapai Rp 1 trilyun pada akhir tahun 2008, dan sekitar Rp 1,6 trilyun
pada akhir 2009. Nilai tersebut diperkirakan sekitar 50 persen dari total BMT yang mencapai
lebih dari Rp 3 trilyun.
BMT secara umum telah terbukti berhasil menjadi lembaga keuangan mikro yang andal.
Kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat terbilang luar biasa, mengingat
mayoritas anggota dan nasabahnya adalah pelaku usaha berskala mikro, yang selama ini tidak
diperhitungkan oleh perbankan sebagai sumber dana. Dengan mengembangkan kemampuan
menabung mereka, ketahanan masyarakat dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan yang
bersifat mendesak seperti sakit, musibah maupun kebutuhan mendesak lainnya menjadi
semakin kuat. Mereka pun mulai belajar mengakumulasikan modal bagi peningkatan
kapasitas bisnis, atau pembuatan bisnis baru. Sementara itu, perkembangan pembiayaan yang
diberikan pun terbilang spektakuler. Rasio financing to deposit ratio (FDR), yang umumnya
mendekati atau lebih dari 100%, menunjukkan bahwa dana yang dihimpun dari anggota dan
nasabah dapat disalurkan sepenuhnya. Tak jarang, BMT memerlukan tambahan dana dari
sumber lain, seperti perbankan syariah.
Jati diri BMT yang paling pokok adalah identitas dan ciri keislamannya. Secara historis,
pendirian dan perkembangan gerakan BMT selalu berkaitan dengan nilai-nilai Islam dan
respon atas kondisi umat Islam. Para pegiat pun berupaya mengedepankan berbagai identitas
keislaman dalam operasionalisasi BMT, termasuk dalam proses dan kinerja sebagai badan
usaha yang melaksanakan prinsip-prinsip syariah. Secara penamaan, lembaga beserta produk-
produknya, mengesankan citra Islami. Konsekwensi logis dari semua itu, BMT harus
bertanggungjawab untuk istiqamah terhadap citra diri yang demikian. Tidak saja
kepada stakeholder yang bersifat sosiologis, melainkan juga bertanggung jawab kepada
Allah Subhanahu wa taala.
Aspek jati diri lainnya adalah sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menjadi motor
penggerak sektor usaha mikro dan usaha kecil (UMK). Dengan fokus penyaluran kepada
sektor UMK yang merupakan tumpuan hidup dari mayoritas rakyat Indonesia, maka
diharapkan produktifitas masyarakat secara keseluruhan menjadi meningkat. Pada giliran
berikutnya, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas karena ditopang oleh sektor riil akan
terjadi secara memadai dan berkesinambungan, sehingga menguatkan fundamental ekonomi
Indonesia. Keuangan mikro (microfinance) pada saat ini dipercaya menjadi salah satu alat
yang paling efektif untuk mengatasi kemiskinan, sekaligus menciptakan masyarakat yang
memiliki tanggung jawab, mandiri dan bermartabat. Pandangan demikian tak hanya bersifat
nasional, namun telah berlaku umum di dunia internasional.
Perkembangan BMT yang pesat diiringi pula oleh semakin besarnya tantangan yang
dihadapi. Tantangan internal terpenting diantaranya adalah: soal kepatuhan syariah (syariah
compliance), soal mempertahankan idealisme gerakan, soal profesionalisme pengelolaan,
soal pengembangan sumber daya insani, dan soal kerjasama antar BMT. Sementara itu,
tantangan eksternal yang utama adalah: dinamika makroekonomi, masalah kemiskinan yang
masih menghantui perekonomian Indonesia, dinamika sektor keuangan yang belum
menempatkan keuangan mikro sebagai pilar utama, serta masalah legalitas dan regulasi untuk
BMT.
Musyawarah nasional BMT Center April 2010 menetapkan suatu cetak biru yang dinamakan
Haluan BMT 2020 dengan tujuan mengidentifikasi tantangan utama yang akan dihadapi
oleh gerakan BMT pada sepuluh tahun mendatang. Haluan memuat penjelasan tentang jati
diri BMT, semacam identitas dan citra diri yang melandasi operasi BMT serta menginspirasi
para pegiatnya. Haluan juga mengetengahkan sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas
yang jelas, sehingga para stakeholder dalam kegiatan pengembangan usaha BMT dapat
memiliki pedoman untuk menyelaraskan aktivitasnya.
BMT Center menyelenggarakan pula beberapa kegiatan penting untuk mulai merealisasikan
Haluan itu, salah satu diantaranya adalah BMT SUMMIT dan TOP MANAGEMENT BMT
WORKSHOP pada tanggal 22-24 Oktober 2010. Acara tersebut antara lain diharapkan:
memperkuat konsolidasi antar BMT, mempertegas jati diri, memperkaya wawasan para top
manajer, serta memperluas komunikasi kepada pihak lain.
Acara yang akan diikuti oleh sekitar 150 manajer puncak BMT dari berbagai wilayah di
Indonesia itu terdiri dari dua bagian. Pertama, berupa forum musyawarah (summit) yang
melanjutkan pembahasan beberapa tema utama yang telah diputuskan di Munas serta evaluasi
perkembangan mutakhir dari gerakan BMT. Kedua, berupa pelatihan (workshop) untuk para
manajer puncak BMT. Diharapkan pula terjadi komunikasi yang optimal dengan para
narasumber secara timbal balik sehingga berfungsi pula sebagai media publikasi gerakan
BMTke pihak lain.

https://www.mozaikislam.com/184/sejarah-bmt.htm

http://www.puskopsyahlampung.com/2013/05/perkembangan-bmt-dari-tahun-ke-tahun.html

http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/sejarah-berdirinya-baitul-mal-wattamwil-
bmt.html

Anda mungkin juga menyukai