Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam merupakan ajaran yang Syamil (universal), kamil (sempurna), dan mutakamil
(menyempurnakan) yang diberikan oleh Allah yang diangkat sebagai Khalifah (pemimpin) di bumi
ini yang berkewajiban untuk memakmurkannya baik secara material maupun secara spiritual
dengan landasan aqidah dan syari’ah yang masing-masing akan melahirkan peradaban yang lurus
dan akhlaqul karimah (perilaku mulia).

Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) selama sepuluh tahun ini
tercatat paling menonjol dalam dinamika keuangan syariah di Indonesia. Berbagai LKMS tersebut
lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan Bayt Al Mal Wa Tamwil (BMT). Berdirinya
lembaga Bayt Al- Mal Wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu perwujudan dari system keuangan
syariah. Lembaga ini dikategorikan sebagai lembaga keuangan mikro, karena umumnya melayani
masyarakat kecil yang tidak mampu berhubungan dengan lembaga perbankan.

Baitul Mal wat Tamwil (BMT) yang sebenarnya dalam konsepsi Islam merupakan
alternatif kelembagaan keuangan syari’ah yang memiliki dimensi sosial dan produktif dalam skala
nasional bahkan global, di mana perekonomian umat terpusat pada fungsi kelembagaan ini yang
mengarah pada hidupnya fungsi-fungsi kelembagaan ekonomi lainnya. BMT melakukan fungsi
lembaga keuangan, yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat, penyaluran dana
kepada masyarakat, dan memberikan jasa-jasa lainnya.
Hingga saat ini BMT belum memiliki payung hukum. BMT menggunakan pengaturan
yang beragam, menimbulkan masalah hukum, antara lain adanya ketidakpastian hukum, berkaitan
dengan bentuk hukum, proses pendirian, pengesahan, pembinaan dan pengawasan BMT. Hal ini
berbeda dengan Bank Syari’ah yang telah memiliki payung hukum yaitu Undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan Syari’ah yang
menetapkan antara lain bentuk hukum, pendirian, kepemilikan, kegiatan, pembinaan, pengawasan
dan operasional perbankan syari’ah.

1
Islam dalam menentukan suatu larangan terhadap aktivitas duniawiyah tentunya memberi
hikmah yang akan memberikan kemaslahatan, ketenangan dan keselamatan hidup didunia maupun
di akhirat. Namun demikian, Islam tidak melarang begitu saja kecuali di sisi lain ada alternatif
konsepsional maupun operasional yang diberikannya. Misalnya saja larangan terhadap riba,
alternatif yang diberikan Islam dalam rangka rrienghapus riba dalam praktek mu’amalah yang
dilakukan manusia melalui dua jalan. Jalan yang pertama, berbentuk shadaqah ataupun qardhul
hasan (pinjaman tanpa adanya kesepakatan kelebihan berupa apapun pada saat pelunasan) yang
rnerupakan solusi bagi siapa saja yang melakukan aktivitas riba untuk keperluan biaya hidup
(konsumtif) ataupun usaha dalam skala mikro. Sedangkan jalan yang kedua adalah melalui sistem
perbankan Islam yang didalamnya menyangkut perighimpunan dana melalui tabungan
mudharubah, deposito musyawarah dan giro wadiah yang kemudian disalurkan melalui pinjaman
dengan prinsip tiga hasil (seperti mudharabah, musyarakah), prinsip jual beli (bai’ bithaman ajil,
mudarabah dan sebagainya) serta prinsip sewa/fee (Ijarah, bai’at takjiri dan lain-lain). Dari kedua
jalan di atas, secara sistematik diatur dan dikelola melalui kelembagaan yang dalam istilah Islam
disebut Baitul Maal wat Tamwil.’

1,2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian BMT?

2. Bagaimana landasan hukum BMT?

3. Bagaimana prosedur pendirian BMT?

4. Bagaimana kegiatan Usaha BMT?

5. Bagaimana Kebijakan Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari BMT

2. Untuk memahami landasan hukum BMT

3. Untuk mengetahui prosedur pendirian BMT

4. Untuk memehami kegiatan Usaha BMT

5. Untuk mengetahui kebijakan pengembangan lembaga keuangan mikro syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian BMT


BMT adalah kependekan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Mal wat Tamwil,
yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:

a. Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-


usaha produktifdan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil
dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
Dalam pengertian ini BMT menjalankan fungsi yang sama dengan Koperasi Iasa Keuangan
Syariah (KIKS).

b. Baitul mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.

Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan
bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara
lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu,
baitul mal wat tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkannya.

Sesuai dengan peraturan dan amanatnya. Dengan demikian keberadaan BMT dapat
dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah,
seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf, serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak
di bidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank. Pada fungsi kedua ini
dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai
lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan, BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat
(anggota BMT) yang mempercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada
masyarakat (anggota BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT. Sedangkan sebagai lembaga
ekonomi, BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan,
industri, dan pertanian.

Secara umum profil BMT dapat dirangkum dalam butir-butir berikut:

a. Tujuan BMT, yaitu meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya.

b. Sifat BMT, yaitu memiliki usaha bisnis yang bersifat mandiri, ditumbuhkembangkan dengan
swadaya dan dikelola secara profesional serta berorientasi untuk kesejahteraan anggota dan
masyarakat lingkungannya.

3
c. Visi BMT, yaitu menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat dan kuat, yang kualitas ibadah
anggotanya meningkat sedemikian rupa sehingga mampu berperan menjadi wakil pengabdi Allah,
memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.

d. Misi BMT, yaitu mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belenggu
rentenir, jerat kemiskinan, dan ekonomi ribawi, gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas
dalam kegiatan ekonomi riil dan kelembagaannya menuju tatanan perekonomian yang makmur
dan maju dan gerakan keadilan membangun struktur masyarakat madani yang adil dan
berkemakmuran-berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan berlandaskan syariah dan rida
Allah SWT.

Fungsi BMT, yaitu:

(1) Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan mengembangkan potensi


serta kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha anggota muamalah (Pokusma) dan kerjanya.

(2) Mempertinggi kualitas SDM anggota dan Pokusma menjadi lebih profesional dan islami
sehingga semakin utuh dan tangguh menghadapi tantangan global.

(3) Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
anggota.

f. Prinsip-prinsip utama BMT, yaitu:

1. Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip


syariah dan muamalah Islam ke dalam kehidupan nyata.

2. Keterpaduan (kaffah) di mana nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan


etika dan moral yang dinamis, proaktif, progresif, adil dan berakhlak mulia. Kekeluargaan
(koperatif).

3.Kebersamaan.

4.Kemandirian.

5.Profesionalisme.

6.Istiqomah, konsisten, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah
mencapai suatu tahap,maju ke tahap berikutnya, dan hanya kepada Allah berharap.

g. Ciri-ciri utama BMT, yaitu:

1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak
untuk anggota dan lingkungannya.

4
2. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infak,
dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.

3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya.

4. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang
seorang atau orang dari

luar masyarakat itu.

Di Samping ciri-ciri utama di atas, BMT juga memiliki ciri-ciri khusus, yaitu:

1. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif, dinamis, berpandangan produktif, tidak menunggu
tetapi menjemput nasabah, baik

sebagai penyetor dana maupun sebagai penerima pembiayaan usaha.

2. Kantor dibuka dalam waktu tertentu dan ditunggu oleh sejumlah staf yang terbatas, karena
sebagian besar staf harus bergerak di lapangan untuk mendapatkan nasabah penyetor dana,
memonitor, dan menyupervisi usaha nasabah.

3. BMT mengadakan pengajian rutin secara berkala yang waktu dan tempatnya , biasanya di
madrasah, masjid, atau musala, ditentukan sesuai dengan kegiatan nasabah dan anggota BMT.
Setelah pengajian biasanya dilanjutkan dengan perbincangan bisnis dari para nasabah BMT.

4. Manajemen BMT diselenggarakan secara profesional dan Islami, di mana:

(a). Administrasi keuangan, pembukuan dan prosedur ditata dan dilaksanakan dengan sistem
akuntansi sesuai dengan standar akuntansi Indonesia yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip
syariah.

(b). Aktif, menjemput bola, beranjangsana, berprakarsa, proaktif, menemukan masalah dengan
tajam dan menyelesaikan masalah dengan bijak, bijaksana, yang memenangkan semua pihak.

(c). Berpikir, bersikap dan berprilaku ahsanu amala (service excellence).

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dilihat bahwa tata kerja BMT hams dirumuskan secara
sederhana sehingga mudah untuk didirikan dan ditangani oleh para nasabah yang sebagian besar
berpendidikan rendah. Aturan dan mekanisme kerjanya dibuat dengan lentur, eflsien, dan efektif
sehingga memudahkan nasabah untuk memanfaat kan fasilitasnya.

Pengembangan BMT sendiri merupakan hasil prakarsa dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan
Menengah (PIN BUK) yang merupakan badan pekerja yang dibentuk oleh Yayasan Inkubasi
Usaha Kecil dan Menengah (YINBUK). YINBUK sendiri dibentuk oleh Ketua Umum Majelis
Ulama Indonesia (MUI), Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), dan

5
Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan akta notaris Leila Yudoparipurno, S.H.
Nomor 5 Tanggal l3 Maret 1995.

PINBUK didirikan memiliki fungsi:

1. Menyupervisi dan membina teknis, administrasi, pembukuan, dan finansial BMT-BMT yang
terbentuk.

2. Mengembangkan sumber daya manusia dengan melakukan inkubasi bisnis pengusaha baru dan
penyuburan pengusaha yang ada.

3. Mengembangkan teknologi maju untuk para nasabah BMT sehingga meningkat nilai
tambahnya.

4. Memberikan penyuluhan dan latihan.

5. Melakukan promosi, pemasaran hasil, dan mengembangkan jaringan perdagangan usaha kecil.

6. Memfasilitasi alat-alat yang tidak mampu dimiliki oleh pengusaha secara perorangan, seperti
faks, alat-alat promosi dan alat-alat pendukung lainnya.

Saat ini untuk mengakses data mengenai BMT dan memantau perkembangan serta isu-isu
terbaru mengenai BMT dapat dibuka www.bmt-link.co.id. Pada web site ini masyarakat umum
dapat mendapatkan informasi yang sangat banyak mengenai BMT dan dapat pula mengajukan
kritik dan saran dalam upaya memajukan dan mengembangkan BMT.

BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) telah bermetamorfosis ke dalam
berbagai bentuk yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari ujung barat (Aceh) BMT lebih dikenal
dengan nama Baitul Qiradh (BQ), di Sumut dan Sumbar lebih dikenal dengan BMT KUBe, di
lingkungan Muhammadiyah mempopulerkan nama BTM (Baitut Tamwil Muhammadiyah), di
lingkungan Nahdhatul Ulama (NU) diperkenalkan Syirkah Muawwanah (SM), sedangkan di luar
Sumatera dan jawa BMT berkembang sesuai dengan provider yang mendampinginya, Seperti
PINBUK, Microfin, BMT Center, Yamida, dan Peramu dengan berbagai model bisnisnya.

2.2 Payung Hukum BMT


Secara kelembagaan BMT mengalami evolusi dari lembaga keuangan informal
(KSM/PHBK/LSM/Perkumpulan), lalu menjadi lembaga keuangan semi formal (Koperasi Iasa
Keuangan Syariah), lalu saat ini BMT dapat memilih menggunakan payung hukum Koperasi jasa
Keuangan Syariah (KIKS) di bawah pembinaan kementerian koperasi dan usaha kecil dan
menengah atau memiliih berbadan hukum LKM (Lembaga Keuangan Mikro) di bawah UU No. 1
tahun 2013 sehingga BMT masuk menjadi struktur lembaga keuangan formal di dalam sistem
keuangan nasional.

6
Apabila BMT memilih berbadan hukum koperasi, maka koperasi akan beroperasi sama
dengan mekanisme operasional KIKS. Namun, apabila BMT memilih berpayung hukum LKM
maka BMT dikategorikan sebagai salah satu lembaga keuangan mikro syariah di bawah
pembinaan Otoritas jasa Keuangan. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan
yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan
masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang
tidak semata-mata mencari keuntungan.

Sejumlah peraturan yang berkaitan dengan lembaga keuangan mikro antara lain Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (UU LKM), Peraturan
Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga Pinjaman atau Imbal Hasil Pembiayaan
dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro; Peraturan OJK (POJK) Nomor
12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro, POJK
Nomor 13/POJK.05/ 2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro, dan POJK
Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan lembaga Keuangan Mikro.

Baitul Maul wa Tamwil (BMT) yang telah berdiri dan telah beroperasi sebelum berlakunya
UU LKM yaitu pada tanggal 8 Januari 2015, serta belum mendapatkan izin usaha berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib memperoleh izin usaha melalui pengukuhan
sebagai LKM kepada OIK paling lambat tanggal 8 Januari 2016. Bentuk badan hukum BMT
umumnya berbentuk koperasi di mana AD/ART disahkan oleh menteri koperasi dan usaha kecil
dan menengah. Untuk memperoleh izin usaha, LKM wajib mengajukan permohonan kepada
kantor OIK/kantor regional/direktorat lembaga keuangan mikro sesuai tempat kedudukan LKM
dengan memenuhi ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan dalam POJK Nomor
12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang telah memperoleh izin usaha sebagai koperasi sebelum
berlakunya UU LKM yaitu pada tanggal 8 Januari 2015, tunduk pada UU yang mengatur mengenai
perkoperasian sehingga tidak wajib memperoleh izin usaha dari OJK.

Minimal simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah (koperasi) untuk mendirikan LKM
untuk simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah LKM dengan ketentuan paling kurang 50%
wajib digunakan untuk modal kerja ditetapkan paling sedikit:

a. Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), untuk LKM dengan cakupan wilayah usaha
desa/kelurahan.

b. Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), untuk LKM dengan cakupan wilayah usaha kecamatan;
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), untuk LKM dengan cakupan wilayah usaha
kabupaten/kota.

7
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang telah memperoleh izin usaha ebagai koperasi sebelum
lahirnya UU tentang LKM tunduk pada UU yang mengatur mengenai Perkoperasian.

Pengaturan OIK berkaitan dengan BMT sebagai LKMS terkait embiayaan antara lain:

1) LKM wajib melakukan analisis atas kelayakan penyaluran pembiayaan.

2) LKM menetapkan imbal hasil maksimum pembiayaan yang akan diterapkan.

3) LKM wajib melaporkan imbal hasil maksimum Pembiayaan kepada OJK setiap 4
bulan (paling lambat minggu terakhir bulan April. Agustus, dan Dcsember).

4) LKM wajib mclaporkan kepada OJK, dalam hal menaikkan imbal hasil maksimum
pembiayaan.

5) LKM dilarang menerapkan imbal hasil Pmbiayaan melebihi imbal basil


pcmbiayaan yang tclah dilaporkan kepada OJK.

6) LKM wajib mengumumkan imbal hasil maksimum pembiayaan kepada


masyarakat.

7) LKM setiap saat wajib memenuhi batas maksimum pembiayaan kepada setiap
nasabah.

8) LKM wajib melakukan penilaian kualitas pembiayaan yang disalurkan.

9) LKM wajib membentuk penyisihan penghapusan pembiayaan.

Batas pinjaman atau pembiayaan terendah yang dilayani oleh LKM sebesar Rp50.000,00
(lima puluh ribu rupiah). Batas maksimum pemberian pinjaman atau Pembiayaan ditetapkan
sebagai berikut:

a. Paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari modal LKM untuk nasabah kelompok.

b. Paling tinggi 5% (lima persen) dari modal LKM untuk 1 (satu) nasabah.

2.3 Prosedur Pendirian


Sebelum masuk kepada langkah-langkah pendirian BMT, ada beberapa hal yang perlu
untuk diperhatikan, yaitu mengenai lokasi atau tempat usaha BMT. Sebaiknya berlokasi di tempat
kegiatan-kegiatan ekonomi para anggotanya berlangsung, baik anggota penyimpan dana maupun
pengembang usaha atau pengguna dana. Selain itu, BMT dalam operasionalnya bisa menggunakan
masjid atau sekretariat pesantren sebagai basis kegiatan.

8
Untuk mendirikan BMT terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahapan pendirian BMT
tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perlu ada pemrakarsa, motivator yang telah mengetahui BMT. Pemrakarsa mencoba
meluaskan jaringan para sahabat dengan menjelaskan tentang BMT dan peranannya dalam
mengangkat harkat dan martabat rakyat. Iika dukungan cukup ada. maka perlu
berkonsultasi dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat yang berpengaruh, baik yang
formal maupun yang informal.

2. Di antara pemrakarsa membentuk Panitia Penyiapan Pendirian BMT (P3B) di lokasi


jamaah masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan, kecamatan, atau lainnya. jika dalam satu
kecamatan terdapat beberapa P3B. maka P3B kecamntan menjadi koordinator P3B yang
ada.

3. P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar Rp10.000.000,00 sampai dengan
Rp30.000.000,00 agar BMT memulai operasi dengan syarat modal itu. Modal awal ini
dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZIS, Pemda, dan sumber lainnya.

4. P3B bisa juga mencari modal-modal pendiri (Simpanan Pokok Khusus/SPK semacam
saham) dari sekitar 20 -44 orang di kawasan tersebut untuk mendapatkan dana urunan.
Untuk kawasan perkotaan mencapai jumlah Rp20 sampai 35 juta rupiah. Sedangkan untuk
kawasan pedesaan SPK antara 10-20 juta. Masing-masing para pendiri perlu membuat
komitmen tentang peranan masing-masing.

5. Jika calon pemodal-pemodal pendiri telah ada, maka dipilih pengurus yang ramping (3
orang maksimal 5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan BMT.
Pengurus mewakili para pemilik modal BMT.

6. P3B atau pengurus jika telah ada mencari dan memilih calon pengelola BMT.

7. Mempersiapkan legalitas hukum untuk usaha sebagai:

a.) KSM/LKM dengan mengirim surat ke PINBUK.

b.) Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Syariah atau Koperasi Serba Usaha (KSU) unit syariah
dengan menghubungi kepala kantor/dinas/badan koperasi dan pembinaan pengusaha kecil
di ibukota kabupaten/kota. 8. Melatih calon pengelola sebaiknya juga diikuti oleh satu
orang pengurus dengan menghubungi kantor PINBUK terdekat.

8. Melaksanakan persiapan-persiapan sarana kantor dan berkas administrasi yang diperlukan.

9. Melaksanakan bisnis Operasi BMT.

9
Setelah BMT berdiri maka perlu diperhatikan bahwa struktur organisasi BMT yang paling
sederhana harus terdiri dari badan pendiri. badan pengawas, anggota BMT, dan badan pengelola.

Maka dapat dijelaskan bahwa badan pendiri adalah orang-orang yang mendirikan BMT dan
mempunyai hak prerogatif yang seluas-luasnya dalam menentukan arah dan kebijakan BMT.
Dalam kapasitas ini, badan pendiri adalah salah satu struktur dalam BMT yang berhak mengubah
anggaran dasar dan bahkan sampai membubarkan BMT.

Badan pengawas adalah badan yang berwenang dalam menetapkan kebijakan operasional
BMT. Yang termasuk ke dalam kebijakan operasional adalah antara lain memilih badan pengelola,
menelaah dan memeriksa pembukuan BMT, dan memberikan saran kepada badan pengelola
berkenaan dengan operasional BMT. Pihak-pihak yang bisa masuk menjadi badan pengawas ini
adalah anggota badan pendiri, penyerta modal awal yang memiliki penyertaan tetap, dan anggota
BMT yang diangkat dan ditetapkan badan pendiri atas usulan badan pengawas.

Anggota BMT adalah orang-orang yang secara resmi mendaftarkan diri sebagai anggota BMT
dan dinyatakan diterima oleh badan pengelola. Selain hak untuk mendapatkan keuntungan atau
menanggung kerugian yang diperoleh BMT, anggota juga memiliki hak untuk memiSlih dan
dipilih sebagai anggota badan pengawas. Anggota BMT bisa terdiri dari para pendiri dan para
anggota biasa yang mendaftarkan diri setelah BMT berdiri dan beroperasi.

Badan pengelola adalah sebuah badan yang mengelola BMT serta dipilih dari dan oleh anggota
badan pengawas (badan pendiri dan perWakilan anggota). Sebagai pengelola BMT. badan
pengelola ini biasanya mcmiliki struktur organisasi tersendiri. Struktur organisasi pengelola BMT
secara umum dapat disusun baik secara sederhana maupun secara lengkap.

2.4 Kegiatan Usaha BMT


Baitul Mal wat Tamwil merupakan lembaga keuangan mikro syariah. Sebagai lembaga
keuangan BMT tentu menjalankan fungsi menghimpun dana dan menyalurkannya.

Dapat dilihat bagaimana perguliran dana BMT. Pada awalnya dana BMT diharapkan
diperoleh dari para pendiri, berbentuk simpanan pokok khusus. Sebagai anggota biasa, para pendiri
juga membayar simpanan pokok, simpanan wajib, dan jika ada kemudahan simpanan sukarela.
Dari modal para pendiri ini dilakukan investasi untuk membiayai pelatihan pengelola,
mempersiapkan kantor dengan peralatannya, serta perangkat administrasi. Selama belum memiliki
penghasilan yang memadai, tentu saja modal perlu juga untuk menalangi pengeluaran biaya harian
yang diperhitungkan secara bulanan, biasa disebut dengan biaya operasional BMT. Selain modal
dari para pendiri, modal dapat juga berasal dari lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti yayasan,
kas masjid, BAZ, LAZ, dan lain-lain.

10
Untuk menambah dana BMT, para anggota biasa menyimpan simpanan pokok, simpanan
wajib, dan jika ada kemudahan juga simpanan sukarela yang semuanya itu akan mendapatkan bagi
hasil dari keuntungan BMT. Mengenai bagaimana caranya BMT mampu membayar bagi basil
kepada anggota, khususnya anggota yang menyimpan simpanan sukarela, maka BMT harus
memiliki pemasukan keuntungan dari basil usaha pembiayaan berbentuk modal kerja yang
diberikan kepada para anggota, kelompok usaha anggota (Pokusma), pedagang ikan, buah.
pedagang asongan, dan sebagainya. Karena itu pengelola BMT harus menjemput bola dalam
membina anggota pengguna dana BMT agar mereka beruntung cukup besar, dan karenanya BMT
juga akan memperoleh untung yang cukup besar pula. Dari keuntungan itulah BMT dapat
menanggung biaya operasional dalam bentuk gaji pengelola dan karyawan BMT lainnya, biaya
listrik, telepon, air, peralatan komputer, biaya operasional lainnya, dan membayar bagi hasil yang
memadai dan memuaskan para anggota penyimpan sukarela.

Dalam menjemput bola tersebut, pengelola BMT harus mampu menjelaskan dengan
menarik minat anggota atau calon anggota untuk menyimpan simpanan sukarelanya dalam jumlah
yang besar, semisal Rp100.000,00; Rp 500.000,00; Rp 1.000.000,00; sampai dengan
Rp10.000.000,00 atau lebih, dengan menunjukkan kemungkinan pembiayaan/pinjaman untuk
kegiatan usaha pengusaha kecil yang menguntungkan itu, kelayakannya, tingkat keuntungannya,
dan juga dengan alasan jika menyimpan di BMT dananya akan aman dan bermanfaat bagi
masyarakat, lebih menguntungkan dengan prinsip bagi hasil dan bebas dari unsur riba. Dalam
menjamin dananya, BMT umumnya menggunakan analisa kelayakan usaha dan jaminan
(collateral).

Dalam operasionalnya, BMT dapat menjalankan berbagai jenis kegiatan usaha, baik yang
berhubungan dengan keuangan maupun nonkeuangan. Adapun jenis-jenis usaha BMT yang
berhubungan dengan keuangan dapat berupa:

1. Setelah mendapatkan modal awal berupa simpanan pokok khusus, simpanan pokok, dan
simpanan wajib sebagai modal dasar BMT, selanjutnya BMT memobilisasi dana dengan
mengembangkannya dalam aneka simpanan sukarela (semacam tabungan umum) dengan
berasaskan akad mudarabah dari anggota berbentuk:

a. Simpanan biasa;

b. Simpanan pendidikan;

c. Simpanan haji;

d. Simpanan umrah;

e. Simpanan qurban;

f. Simpanan idul fitri;

11
g. Simpanan walimah;

h. Simpanan aqiqah;

i. Simpanan perumahan (pembangunan dan perbaikan);

j. Simpanan kunjungan wisata;

k. Simpanan mudarabah berjangka (semacam deposito l, 3, 6, 12 bulan).

Dengan akad wadi’ah (titipan tidak berbagi hasil), di antaranya:

a) Simpanan yad al-amanat; titipan dana zakat, infak, dan sedekah untuk disampaikan
kepada yang berhak.

b) Simpanan yad ad-damanat; giro yang sewakm-waktu dapat diambil oleh penyimpan.

2. Kegiatan pembiayaan/kredit usaha kecil bawah ( mikro) dan kecil, antara lain dapat
berbentuk:

a. Pembiayaan mudarabah, yaitu pembiayaan total dengan menggunakan mekanisme bagi


hasil.

b. Pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan bersama dengan menggunakan mekanisme


bagi hasil.

c. Pembiayaan murabahah, yaitu pemilikan suatu barang tertentu yang dibayar pada saat
jatuh tempo.

d. Pembiayaan bay’ bi saman ajil, yaitu pemilikan suatu barang tertentu dengan mekanisme
pembayaran cicilan.

e. Pembiayaan qard al-hasan, yaitu pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian kecuali
sebatas biaya administrasi.

Selain kegiatan yang berhubungan dengan keuangan di atas, BMT dapat juga mengembangkan
usaha di bidang sektor riil, seperti kios telepon, kios benda pos, memperkenalkan teknologi maju
untuk peningkatan produktivitas hasil para anggota, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga
atau pengolahan hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil
produksi, serta usaha lain yang layak, menguntungkan dan tidak mengganggu program jangka
pendek, dengan syarat dikelola dengan sistem manajemen yang terpisah dan profesional. Usaha
sektor riil BMT tidak boleh menyaingi usaha anggota, tetapi justru akan mendukung dan
memperlancar pengorganisasian secara bersama-sama keberhasilan usaha anggota dan kelompok
anggota berdasarkan jenis usaha yang sama.

12
Untuk mendukung kegiatan sektor riil anggota BMT, terdapat dua jenis kegiatan yang sangat
mendasar perlu untuk dikembangkan oleh EMT. Pertama, mengumpulkan informasi dan sumber
informasi tentang berbagai jenis kegiatan produktif unggulan untuk mendukung usaha kecil dan
kelompok usaha anggota di daerah itu. Kedua adalah kegiatan mendapatkan informasi harga dan
melembagakan kegiatan pemasaran yang efektif sehingga produk-produk hasil usaha anggota dan
kelompok usaha dapat dijual dengan harga yang layak dan memenuhi jerih payah seluruh anggota
keluarga yang bekerja untuk kegiatan tersebut.

2.5 Kebijakan Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah


` Sebagai salah satu lembaga keuangan syariah, KJKS dan BMT dipercaya lebih mempunyai
peluang untuk berkembang dibanding dengan lembaga keuangan lain yang beroperasi secara
konvensional karena hal-hal sebagaj berikut:

1. Lembaga keuangan syariah dijalankan dengan prinsip keadilan, wajar, dan rasional, di
mana keuntungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan adalah benar berasal dari
keuntungan penggunaan dana oleh para pengusaha lembaga keuangan syariah. Dengan
pola ini, maka lembaga keuangan syariah terhindari dari negative spread, sebagaimana
lembaga keuangan konvensional.

2. Lembaga keuangan syariah mempunyai misi yang sejalan dengan program pemerintah,
yaitu pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga berpeluang menjalin kerja sama yang saling
bermanfaat dalam upaya pencapaian masing-masing tujuan. Sebagaimana diketahui,
pemerintah telah mengembangkan perekonomian yang berbasis pada ekonomi kerakyatan
melalui kredit-kredit program KKPA Bagi Hasil, Pembiayaan Modal Kerja (PMK) BPRS,
Pembiayaan Usaha Kecil dan Mikro (PPKM). Hal ini tentu saja membuka peluang bagi
BMT untuk mengembangkan pola kemitraan.

3. Sepanjang nasabah peminjam dan nasabah pengguna dana taat asas terhadap sistem bagi
hasil, maka sistem syariah sebenarnya tahan uji atas gelombang ekonomi. Lembaga
keuangan syariah tidak mengenal pola eksploitasi oleh pemilik dana kepada pengguna dana
dalam bentuk beban bunga tinggi sebagaimana berlaku pada sistem konvensional.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa KJKS dan BMT memiliki peluang cukup besat dalm
lkut berperan dalam mengembangkan ekonomi yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Hal ini
disebabkan karena KJKS dan BMT ditegakkan di atas prinsip syariah yang lebih memberikan
kesejukan dalam memberikan ketenangan, baik bagi para pemilik dam maupun kepada para
pengguna dana.

Berdasarkan data yang ada, jumlah BMT pada akhir 1998 telah berjumlah 1.957 buah, dan
2.938 BMT terdaftar pada tahun 2001, kini angkanya jauh lebih besar. Dengan anggapan tingkat

13
pertumbuhan serupa dengan apa yang terjadi pada masa lalu, kini jumlah BMT terdaftar berada di
sekitar angka 4.000-an.

Namun harus diakui bahwa pengembangan KJKS dan BMT masih membutuhkan kerja keras.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Minako Sakai dan Kacung Marijan mengenai
pertumbuhan Baitul Mal wat Tamwil (BMT) di Indonesia, terdapat beberapa rekomendasi yang
diusulkan dalam rangka pengembangan BMT, yaitu:

1.) BMT seharusnya berkonsentrasi pada pengelolaan pinjaman-pinjaman bernilai kecil


kepada usaha-usaha mikro dan kecil (di bawah Rp 50.000.000,-). Pada nasabah yang
membutuhkan jumlah pinjaman lebih besar sebaiknya mendapatkan pembiayaan dari bank-
bank.

2.) BMT seharusnya menyelenggarakan program-program pelatihan bisnis/kewirausahaan


secara berkala bagi anggota-anggotanya (misalnya melalui pengajian dan rapat-rapat).
Kegiatan ini akan membantu meningkatkan modal sosial yang diperlukan guna pengembangan
BMT lebih lanjut di Indonesia.

3.) Departemen koperasi seharusnya memprakarsai kegiatan-kegiatan merancang dan


mendanai program-program peningkatan kemampuan bagi BMT yang sesuai dengan sifat-sifat
kelembagaannya yang unik dan tujuan sosialnya.

4.) Upaya-upaya untuk memberi inspirasi kepada masyarakat agar giat memecahkan masalah
melalui cara-cara yang kreatif dan inovatif masih lemah. Kami mengusulkan agar departemen
sosial dan dinas sosial mempertimbangkan penerbitan sebuah buku tentang pribadi usahawan-
usahawah sosial. Menciptakan suatu penghargaan yang prestisius juga dapat meningkatkan
kebanggaan dan kesadaran masyarakat terhadap usaha-usaha sosial.\

5.) Departemen koperasi seharusnya menghimpun pedoman informasi wilayah yang memuut
keterangan mengenai BMT-BMT yang ada dan menonjolkan berbagai strategi bisnis, produk
dan jasa BMT-BMT terkemuka. Versi elektronik (web site) juga dapat dipertimbangkan untuk
meningkatkan akses terhadap informasi- informasi tersebut. Karena tidak semua BMT
berhasil, kalangan BMT tidak mempunyai dana untuk melaksanakan upaya-upaya semacam
ini.

6.) Dinas koperasi dan departemen koperasi seharusnya memperjuangkan peran yang lebih
besar bagi usaha-usaha sosial dalam pengembangan masyarakat. Sesi-sesi pelatihan untuk
mengajarkan masyarakat bagaimana mendirikan dan menjalankan BMT memang
direkomendasikan, namun akuntabilitas yang lebih ketat juga diperlukan. Dinas koperasi
sebaiknya mendanai BMT-BMT yang sudah mapan dan mempunyai program pelatihan untuk
menyelenggarakan pelatihanpelatihan tersebut.

14
7.) Asosiasi-asosiasi BMT di daerah sebaiknya direformasi. Kelompok-kelompok ini
seharusnya berbagi informasi dan mengembangkan prosedur operasi yang baku sebagai
langkah awal menjadi lembaga yang dapat pengaturan dirinya sendiri.

8.) BMT-BMT seharusnya memanfaatkan pengetahuan lokal dan modal sosial untuk
memperluas bisnisnya.

9.) BMT-BMT memang seharusnya menjamin bahwa dana para anggotanya aman, namun
kami kami juga perlu mengingatkan bahwa usaha-usaha sosial membutunkan kebijakan-
kebijakan pemerintah yang memungkinkan keluwesan yang diperlukan kegiatan-kegiatan
sosial. Mengatur BMT dengan dasar-dasar hukum perbankan yang sudah ada kemungkinan
akan menghancurkan fungsi utama BMT-BMT.

10.) Dalam jangka pendek, memasukkan BMT ke dalam UU tentang koperasi layak. Proses
perubahan undang undang sebaiknya melibatkan konsultasi-konsultasi dengan para operator
BMT yang aktif dewasa ini.

11.) Dalam jangka panjang perlu dibuat satu UU khusus dan menyeluruh yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan BMT (pembiayaan mikro, pelatihan bisnis dan pengelolaan zakat
melalui konsultasi dengan para pihak yang berkepentingan. Perlu ditekankan di sini bahwa
perubahan yang dilakukan pemerintah dewasa ini terhadap UU zakat (yang bertujuan
mendelegasikan pengelolaan zakat ke pemerintah) akan mengancam kegiatan-kegiatan baitul
maal yang melekat ke BMT-BMT.

15
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan
bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara
lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu,
baitul mal wat tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkannya.

Secara kelembagaan BMT mengalami evolusi dari lembaga keuangan informal


(KSM/PHBK/LSM/Perkumpulan), lalu menjadi lembaga keuangan semi formal (Koperasi Iasa
Keuangan Syariah), lalu saat ini BMT dapat memilih menggunakan payung hukum Koperasi jasa
Keuangan Syariah (KIKS) di bawah pembinaan kementerian koperasi dan usaha kecil dan
menengah atau memiliih berbadan hukum LKM (Lembaga Keuangan Mikro) di bawah UU No. 1
tahun 2013 sehingga BMT masuk menjadi struktur lembaga keuangan formal di dalam sistem
keuangan nasional.

Setelah BMT berdiri maka perlu diperhatikan bahwa struktur organisasi BMT yang paling
sederhana harus terdiri dari badan pendiri. badan pengawas, anggota BMT, dan badan pengelola.
Maka dapat dijelaskan bahwa badan pendiri adalah orang-orang yang mendirikan BMT dan
mempunyai hak prerogatif yang seluas-luasnya dalam menentukan arah dan kebijakan BMT.
Dalam kapasitas ini, badan pendiri adalah salah satu struktur dalam BMT yang berhak mengubah
anggaran dasar dan bahkan sampai membubarkan BMT.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Prof. Dr. Thamrin. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: Pt Rajagrafindo
Persada.

Dr. Kasmir. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada.

17

Anda mungkin juga menyukai