Berikut ini prinsip kegiatan usaha yang dilakukan oleh BPR menurut Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) yang mengatur segala jenis kegiatan bank dan usaha di Indonesia:
Akan tetapi ada kegiatan yang dilarang BPR, berdasarkan pasal 14 UU No.17 tahun
1992, seperti:
BPR dilarang menerima deposito atau simpanan dalam bentuk giro dan
menyertai lalu lintas pembayaran dalam kegiatan usaha
BPR dilarang melakukan usaha perasuransian
BPR dilarang melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
BPR dilarang melakukan penyertaan modal
BPR dilarang melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha BPRS
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 38 tahun 1988, jenis usaha BPR masuk dalam ayat
(1) pasal 4 UU. No. 14 tahun 1967. Undang undang ini meliputi aturan untuk bank
pasar, lumbung desa, bank desa, bank desa, bank pegawai, dan lainnya.
Selain itu, secara status hukum, pertama kali status BPR diakui dalam pakto tanggal 27
Oktober 1988. Pakto ini bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan
perbankan. Sisi lain dan menurut sejarah, BPR merupakan penjelmaan dan
pengembangan dari beberapa lembaga keuangan, seperti Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK), Bank Karya Desa (BKPD), Bank Desa, Bank Pasar, Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK), atau lembaga keuangan sederajat lainnya.
Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, isinya
menekankan bahwa menteri keuangan telah memberikan izin terhadap lembaga-
lembaga keuangan sederajat seperti ini. Berkat hal ini, status BPR telah jelas.
BPRS berawal dari Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang peraturan perbankan dan
peraturan pemerintah no. 72 tahun 1992. Isinya mengatur bank berdasarkan prinsip bagi
hasil. Setelah itu terjadi perubahan, BPRS lalu diatur dalam Undang-Undang No. 10
Tahun 1998.
Dalam kegiatannya, BPRS melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Kemudian diatur Surat Keputusan Direktur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12
Mei 1999, mengenai Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Selain itu, keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No.
32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah
dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, dimuat pada tanggal 12 Mei 1999 dan Surat
Edaran BI No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Baca Juga : Keuntungan Melakukan Pinjaman di Universal BPR
BPRS dapat mengotorisasi dana dari masyarakat yang dihimpun ke bentuk seperti
simpanan wadiah, seperti adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini
digunakan untuk menitip infaq, shadaqah, ONH (biaya haji), dan lainnya.
Simpanan Amana: Titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat.
Tabungan Wadiah: Tabungan badan usaha atau pribadi. Tabungan ini bersifat
tabungan bebas.
Deposito wadiah/deposito mudharabah: Deposito berdasarkan nisbah bagi hasil
keuntungan lebih kecil dari mudharabah.
Secara praktek penyaluran dana BPRS/Bank Syariah masih mirip dengan BPR/Bank
Konvensional. Skema pembagian untung-rugi (mudharabah dan musyarakah), yang
merupakan skema pembiayaan syariah yang ideal, masih jarang diimplementasikan di
Indonesia karena sifatnya yang sangat berisiko (high risk, low return). Akibatnya, skema
ini cenderung tidak menarik tidak hanya untuk lembaga keuangan syariah, tetapi juga
untuk pelanggan mereka.
Alhasil, tidak mengherankan bahwa murabahah (skema penjualan mark-up yang
dianggap sangat mirip dengan produk kredit konvensional, meskipun secara teori
berbeda) mendominasi portfolio pembiayaan industri di Indonesia, menyumbang lebih
dari 90 persen portfolio pembiayaan bank syariah, sementara musyarakah dan
mudharabah menyumbang kurang dari 2 persen.
Bmt
Profil BMT
Secara umum profil BMT dapat dirangkum dalam butir-butir, diantaranya:
1. Tujuan BMT, yaitu meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk
mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
2. Sifat BMT, yaitu memiliki usaha bisnis yang bersifat mandiri
ditumbuhkembangkan dengan swadaya dan dikeloa secara professional serta
berorientasi untuk kesejahteraan anggota dan masyarkat dengan pengalangan
dana ZISWA (zakat, infaq,sedekah,wakaf dll.
3. Visi BMT, yaitu upaya untuk mwujudkan BMT menjadi lembaga yang
mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam arti luas)
,sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah SWT, memakmurkan
kehidupan anggota pada khasusnya dan masyarakat pada numumnya
4. Misi BMT, Membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan
struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran-kemajuan, serta
makmur-maju berkeadilan berlandaskan syariah dan ridho Allah SWT .
5. Fungsi BMT, yaitu(1) mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir,
mendorong dan mengembangan potensi serta kemampuan ekonomi anggota,(2)
mempertingi kualitas SDM anggota agar menjadi lebih professional dan islami,
(3) mengalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan anggota.(Muhammad Ridwan,2004:124)
Ciri-ciri utama BMT:
1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan
ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkunganya.
2. Bukan lembaga sosial tapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan zakat,
infak dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.
3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya.
4. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu sendiri,
bukan milik orang seseorang atau dari luar masyarakat itu sendiri.
Ciri-ciri khusus BMT:
1) Staf karyawan BMT bertindak aktif, dinamis berpandangan produktif tidak
menunggu tapi menjemput nasabah.
2) Kantor dibuka dalam waktu tertentu dan ditunggui oleh sejumlah staff yang
terbatas,karena sebagian staf bergerak di lapangan untuk mendapatkan nasabah.
Koperasi syariah
Koperasi syariah secara teknis bisa dibilang sebagai koperasi yang prinsip kegiatan,
tujuan dan kegiatan usahanya berdasarkan pada syariah islam yaitu Al-quran dan
Assunah. Pengertian umum dari koperasi syariah adalah badan usaha koperasi yang
menjalankan usahanya dengan prinsi-prinsip syariah.Apabila koperasi memiliki
unit usaha produktif simpan pinjam, maka seluruh produk dan operasionalnya
harus dilaksanakan dengan mengacu kepada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
Majelis Ulama Indonesia. Berdasarkan hal tersebut,maka koperasi syariah tidak
diperkenankan berusaha dalam bidang-bidang yang didalamnya terdapat unsur-
unsur riba, maysir, dan gharar
Macam jenis produk penghimpunan dana dan penyaluran dana oleh lembaga
keuangan syariah sebagai berikut: 1. Produk Penghimpunan Dana (funding)
Pelayanan jasa simpanan atau tabungan berupa simpanan/tabungan yang
diselenggarakan adalah bentuk simpanan/tabungan yang terikat dan tidak terikat
atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya. a.
Simpanan Pokok Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang disetorkan
dimana besar simpanan pokok tersebut sama dan tidak boleh dibedakan antara
anggota. Akad Syariah simpanan pokok tersebut
adalah akad Musyarakah yang berarti transaksi penanaman dana dari dua atau
lebih pemilik dana untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan
pembagian hasil usaha para pihak berdasarkan pembagian hasil dan kerugian yang
disepakati sesuai porsi penanaman modal. Berdasarkan fatwa dewan syariah
nasional (DSN) NO.08/DSN-MUI/IV/2000. Menyatakan musyarakah adalah semua
bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-
sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang
tidakberwujud. Rukun musyarakah yang harus dipenuhi, yaitu: Pelaku akad, porsi
kerjasama, proyek/usaha, ijab dan kabul, nisbah bagi hasil. Syarat musyarakah,
yaitu: Objek boleh dikelola bersama, pembagian keuntungan harus disepakati oleh
para pihak. b. Simpanan Wajib Simpanan wajib masuk dalam kategori modal
koperasi sebagaimana simpanan pokok dimana besar kewajibannya diputuskan
berdasarkan hasil musyawarah anggota serta penyetorannya dilakukan secara
kontinu setiap bulannya sampai seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan
koperasi syariah. c. Simpanan Sukarela Simpanan anggota yang merupakan bentuk
investasi dari anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana kemudian
menyimpan di koperasi syariah. Bentuk simpanan sukarela ini memiliki 2 jenis
karakter antara lain: 1. Karakter yang pertama bersifat akad titipan, yang disebut
(Wadi’ah) yang berarti transaksi penitipan dana anggota kepada Koperasi Syariah
dengan kewajiban bagi Koperasi Syariah untuk dapat mengembalikannya pada saat
diambil sewaktu-waktu oleh anggota
Karakter kedua bersifat investasi, yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha
dengan mekanisme bagi hasil (Mudharabah) baik Revenue Sharing maupun Profit
and sharing. Konsep simpanan yang diberlakukan dapat berupa simpanan
berjangka Mudharabah Mutlaqoh maupun simpanan berjangka
MudharabahMuqayadah