Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank

Pembiyaan Rakyat Syariah (BPRS)”


Dosen Pengampu : Noni Afriyanti, ME.

Disusun Oleh :
ADITA DWI ANGGRAINI (2011140062)
SEPTI ANGGRAINI (2011140059)
MUHAMMAD TEDY GUNAWAN (2011140036)
ZONDRA WANTO (2011140038)
Kelas : PBS 3B
Tugas : Lembaga Keuangan Syariah

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PERGURUAN TINGGI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
ANGKATAN 2020/2021

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Elemen penting dalam pembangunan negara adalah salah satunya di sektor keuangan
terutama industri perbankan. Menurut (Kasmir 2013) dalam Undang-undang nomor 10
tahun 1998 pasal 1 no.2 menyebutkan bahwa perbankan secara teknis yuridis, yaitu
sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk – bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Lembaga Keuangan Bank di
Indonesia ada dua macam, yakni bank konvensional dan bank syariah.
Perbankan syariah di Indonesia telah menjamur dimana – mana sehingga bisa menjadi
salah satu alternatif lain yang ditawarkan perbankan syariah agar terhindar dari riba yang
berbentuk bunga beralih menggunakan sistem bagi hasil. Menurut (Umam 2011) setelah
banyaknya kritik terhadap bank konvensional karena karakteristiknya yang masih terdapat
unsur riba, judi (maysir), ketidakpastian (gharar), dan bathil maka perbankan syariah
menjadi sebuah alternatif bagi praktek perbankan konvensional sehingga perbankan
syariah tumbuh semakin meningkat. Semakin meningkatnya aktivitas ekonomi
masyarakat, peranan lembaga keuangan pun turut meningkat.
Di antara beberapa perbankan syariah di Indonesia, yaitu Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) merupakan salah satu bentuk badan usaha bank yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 10 tahun 1998, tentang Perbankan, pada pasal 1 ayat 4 yang menyatakan bahwa
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya di sini kegiatan BPR dan BPR Syariah jauh
lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum (Kasmir 2013).
Menurut (Yuliarmi & Yoga 2013) mengemukakan bahwa kehadiran BPR melalui
penyaluran kredit bagi masyarakat menengah ke bawah yang umumnya berorienttasi
sebgai pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi sangat penting, karena
mayoritas pelaku usaha di Indonesia merupakan pelaku UMKM. BPR menawarkan solusi
untuk mengatasi hambatan permasalahan permodalan kepada pelaku usaha informal untuk
mengembangkan usahanya sehingga BPR dan BPRS menjadi sangat berguna bagi
pengembangan UMKM di Indonesia.
Selanjutnya, yaitu Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS merupakan badan usaha yang setara
dengan bank perkreditan konvensional dengan bentuk hokum perseroan terbatas,
perusahaan daerah, atau koperasi (Jianti, 2015).
BPRS sebagai salah satu lembaga di perbankan memiliki fungsi intermediasi
keuangan. Menurut Iqbal dan Mirakhor (2008), fungsi intermediasi keuangan merupakan
proses pengumpulan atau pembelian surplus dana dari sektor usaha, pemerintah, maupun
rumah tangga, untuk disalurkan kepada unit ekonomi yang defisit. Dalam kegiatan
keuangannya, BPRS memfasilitasi fungsi intermediasi ini adalah dengan tersedianya akad
atau kontrak yang diterapkan sesuai dengan ketentuan syariah.
Menurut Sholahuddin dan Lukman (2018), BPRS dapat diartikan sebagai perbankan
yang sistem kerjanya sudah menerapkan sistem ekonomi syariah yang didasarkan dalam
syariat Islam. BPRS didirikan untuk perbankan secara umum dan secara khusus untuk
mengisi peluang terhadap kebijakan bank konvensional dalam menetapkan tingkat suku
bunga dan juga berbagai paket kebijaksanaan keuangan dan moneter. Kemudian BPRS
dikenal sebagai sistem yang menganut sistem ekonomi syariah berdasarkan syariat Islam.
BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) salah satu perbankan syariah yang menjadi
pilihan masyarakat untuk mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah serta
memberikan pembiayaan terhadap masyarakat kecil menengah ke bawah.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Pembahasan


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian BPR dan BPRS


1. Pengertian BPR
Pengertian Bank Perkreditan Rakyat, adalah lembaga keuangan bank yang
menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Status
BPR diberikan kepada bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai, lumbung pitih
nagari (LPN), lembaga perkreditan desa (LPD), badan kredit desa (BKD), badan kredit
kecamatan (BKK), kredit usaha rakyat kecil (KL) Lembaga perkreditan kecamatan (LPK),
bank karya prod, desa (BKPD), dan lembaga-lembaga lainnya dipersamakan dengan itu
Berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tata cara
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Istilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, dan pertama kali diakui sebagai bagian dari Paket
Kebijakan Keuangan, Moneter, dan perbankan., ketika BRI mulai menjalankan tugasnya
sebagai Bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan bankbank
sejenis lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut
diberi nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Landasan hukum BPR adalah UU No. 7/1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa
BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani
usaha- usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan
usahanya BPR hanya dapat melakukan single window, yaitu hanya dapat menjalankan
usahanya secara konvensional saja. Bagi BPR tidak terbuka peluang untuk melakukan
secara bersamaan, apapun kegiatan usaha yang membentuk perbankan konvensional dan
kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Artinya, bagi BPR tidak
dimungkinkan untuk melakukan kedua jenis kegiatan usaha perbankan itu secara bersama-
sama, sekalipun dilakukan oleh cabang secara khusus. (Munir Fuady, 1999).
Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga
tersebut telah berkembang dari lingkung masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan
masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan
No. 7/1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin
kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, matal persyaratan dan tata
cara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah. Visi dan Misi Bank Perkreditan Rakyat, Visi : Terwujudnya industri BPR
yang sehat, kuat, produktif, dan dipercaya untuk melayani UMK dan masyarakat,
khususnya di pedesaan guna mendukung pertumbuhan perekonomian daerah. Misi:
Menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendorong peningkatan kinerja dan pelayanan
BPR kepada UMK dai masyarakat setempat, terutama di wilayah pedesaan. Lembaga-
lembaga keuangan kecil dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu
dapat diberikan status sebagai BPR. dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP).

2. Pengertian BPRS
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. BPRS berdiri berdasarkan Undang-undang No
7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No 72 tahun 1992
mengenai Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Namun setelah terjadi perubahan BPRS
diatur dalam Undang-undang No 10 Tahun 1998.
Kehadiran Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) memang untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi islam terutama masyarakat ekonomi yang menengah
ke bawah dimana lokasinya ada di pedesaan yang belum terjangkau secara maksimal oleh
layanan bank umum. Tidak hanya itu, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tersebut
juga menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga arus urbanisasi ini
bisa dikurangi, dan yang tak kalah penting juga adalah membina ukhuwah islamiah
melalui kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan perkapita sehingga kualitas
hidup akan lebih memadai.

B. Fungsi Dan Tujuan BPR dan BPRS


1. Tujuan BPR yaitu mengumpulkan dana masyarakat dan menyalurkan
kembali ke masyarakat. Baik dalam bentuk kredit atau dalam bentuk
lainnya dengan tujuan mendorong kegiatan usaha masyarakat. Terutama
untuk disalurkan pada usaha retail dan kredit kecil. Praktiknya, kegiatan
BPR memang tak seluas kegaiatan bank umum.
Sasaran BPR adalah kalangan masyarakat belum dapat
terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan
layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan
pendapatan. Usaha BPR: Menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan
2. Tujuan Berdirinya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi Indonesia yang tengah mengalami
restrukturisasi ekonomi. Restrukturisasi perekonomian di Indonesia itu
terwujud dalam berbagai kebijakan, baik di bidang keuangan, moneter,
termasuk dalam bidang perbankan. Selain itu, berdirinya BPRS
dilatarbelakangi pula oleh adanya peluang bagi pengembangan Bank
Islam dalam Undang-undang perbankan, yang membolehkan
menggunakan prinsip bagi hasil.BPR Syariah, adapun tujuan yang
dihendaki dengan berdirinya BPR Syariah, antara lain :
a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama
masyarakat dari golongan ekonomi lemah yang pada umumnya
berada di pedesaan,
b. enambah lapangan pekerjaan terutama ditingkat kecamatan, sehingga
dapat mengurangi tingkat urbanisasi,
c. Membina semangat ukuwah islamioh melalui kegiatan ekonomi
dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita menuju kualitas
hidup yang memadai.

C. Kegiatan Usaha BPR dan BPRS


1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah,
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan
kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro,
kegiatan valas, dan perasuransian.Berikut usaha yang dapat dilaksanakan
oleh BPR:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah,sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan bank
lain.

2. Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah:

BPRS menjalankan seluruh kegiatan bank dengan prinsip syariah


berdasarkan aturan BI. BPRS menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan dana kepada masyarakat atau nasabah. BPRS menghimpun
dana nasabah ke bank syariah lain dalam berdasarkan semua akad
syariah.
Berikut ini kegiatan usaha BPRS menurut OJK:
a. BPRS menjalankan seluruh kegiatan bank dengan prinsip syariah
berdasarkan aturan BI.
b. BPRS menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana
kepada masyarakat atau nasabah.
c. BPRS menghimpun dana nasabah ke bank syariah lain dalam
berdasarkan semua akad syariah.
Usaha yang tidak boleh dilakukan BPRS :
a. Menerima simpanan berupa giro.
b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
c. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan
concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah

D. Alokasi Kredit BPR Dan Alokasi Biaya BPRS

1. Alokasi Kredit BPR

Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas


kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan
perjanjian. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank
Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau
hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau
sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan
dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut
adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia.
Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank
Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau
hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham
(dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan
komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya,
serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak
pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal
disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga),
pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal
yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
2. Alokasi Biaya BPRS
Alokasi biaya adalah proses mengidentifikasi, mengumpulkan, dan
menetapkan biaya ke objek biaya seperti departemen, produk, program, atau
cabang perusahaan. Ini melibatkan mengidentifikasi objek biaya di perusahaan,
mengidentifikasi biaya yang dikeluarkan oleh objek biaya, dan kemudian
menetapkan biaya ke objek biaya berdasarkan kriteria tertentu. Ketika biaya
dialokasikan dengan cara yang benar, bisnis dapat melacak objek biaya tertentu
yang menghasilkan keuntungan atau kerugian bagi perusahaan. Jika biaya
dialokasikan ke objek biaya yang salah, perusahaan mungkin menetapkan
sumber daya ke objek biaya yang tidak menghasilkan keuntungan sebanyak yang
diharapkan.
Ada beberapa jenis biaya yang harus ditentukan organisasi sebelum
mengalokasikan biaya ke objek biaya spesifik mereka. Biaya-biaya tersebut
meliputi:
a. Biaya langsung
Biaya langsung adalah biaya yang dapat diatribusikan ke produk
atau layanan tertentu, dan tidak perlu dialokasikan ke objek biaya
tertentu. Itu karena organisasi mengetahui pengeluaran apa yang masuk
ke departemen tertentu yang menghasilkan keuntungan dan biaya yang
dikeluarkan dalam menghasilkan produk atau layanan tertentu. Misalnya,
gaji yang dibayarkan kepada pekerja pabrik yang ditugaskan di divisi
tertentu diketahui dan tidak perlu dialokasikan lagi ke divisi itu.
b. Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak terkait langsung
dengan objek biaya tertentu seperti fungsi, produk, atau departemen. Itu
adalah biaya yang dibutuhkan demi operasional dan kesehatan
perusahaan. Beberapa contoh umum dari biaya tidak langsung termasuk
biaya keamanan, biaya administrasi, dll. Biaya pertama kali
diidentifikasi, dikumpulkan, dan kemudian dialokasikan ke objek biaya
tertentu dalam organisasi. Biaya tidak langsung dapat dibagi menjadi
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang ditetapkan
untuk produk atau departemen tertentu.
Contoh biaya tetap adalah remunerasi supervisor proyek yang
ditugaskan ke divisi tertentu. Kategori biaya tidak langsung lainnya
adalah biaya variabel, yang bervariasi dengan tingkat output. Biaya tidak
langsung meningkat atau menurun seiring dengan perubahan output.
c. Biaya Overhead
Biaya overhead adalah biaya tidak langsung yang bukan
merupakan bagian dari biaya produksi. Mereka tidak terkait dengan
tenaga kerja atau biaya material yang dikeluarkan dalam produksi barang
atau jasa. Mereka mendukung proses produksi atau penjualan barang atau
jasa. Biaya overhead dibebankan ke akun pengeluaran, dan harus terus
dibayarkan terlepas dari apakah perusahaan menjual barang atau tidak.
Beberapa contoh umum dari biaya overhead adalah biaya sewa,
utilitas, asuransi, perangko dan pencetakan, biaya administrasi dan
hukum, serta biaya penelitian dan pengembangan.

E. Perbedaan dan Persamaan BPR dan BPRS


1. Perbedaan
Perbedaan BPR, BPRS dan Bank Syariah, secara umum dilihat dapat diketahui
bahwa BPR dan BPRS hampir memiliki kesamaan, hal tersebut dikarenakan BPRS
berdiri karena pengaruh berdirinya BPR yang sebelumnya telah didirikan. Hal yang
membedakan BPR dengan BPRS adalah pada prinsip operasional. BPR dapat
menjalankan kegiatan operasinya secara konvensional juga syariah. Namun pada
kenyataannya, BPR lebih sering bahkan hanya menggunakan prinsip konvensional pada
setiap kegiatannya. Sedangkan BPRS hanya menjalankan kegiatannya berdasarkan
prinsip syariah saja.
Untuk perbedaan BPRS dengan Bank Syariah, terdapat pada lingkup kegiatan.
BPRS hanya melalukan kegiatan di satu wilayah tertentu sedangkan lingkup kegiatan
Bank Syariah dapat mencangkup jangkauan dunia. Untuk kegiatan BPRS sama dengan
kegiatan BPR, baik kegiatan yang diperbolehkan maupun kegiatan yang tidak
perbolehkan. Kegiatan BPRS hanya dibatasi dalam menghimpun dan menyalurkan
dana. Sedangkan kegiatan Bank Syariah lebih luas dari pada BPRS. Namun, BPRS
memiliki karakter operasional yang spesifik sehingga dapat memfokuskan untuk
melayani masyarakat pedesaan juga UMK (Usaha Mikro Kecil).

Perbedaan BPR - BPRS - Bank Syariah


Faktor BPR BPRS Bank Syariah
Prinsip Usaha Konvesional Syariah Syariah
Ruang Lingkup Nasional Nasional Intrernasional
Kegiatan Usaha Dibatasi Dibatasi Tidak Dibatasi
Deposito, Deposito, Deposito,
Sumber Dana Tabungan Tabungan Tabungan, dan
Simpanan Lain

2. Persamaan
BPR merupakan lembaga keuangan bank yang menerima simpanan sebatas
bentuk tabungan, deposito berjangka, atau bentuk fasilitas lain yang sederajat, kemudian
menyalurkan dana tersebut kepada nasabah sebagai kegiatan usaha dari BPR. BPR juga
menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah sebagaimana BPRS menjalankan
usahanya. BPR dan BPRS sama-sama merupakan jenis bank yang tidak dapat
menyediakan jasa lalu lintas pembayaran.
Selain itu, fasilitas pada BPR dan BPRS juga tidak melingkupi pelayanan
kegiatan valuta asing, simpanan giro (seperti cek dan bilyet giro), dan perasuransian.
Jangkauan BPR dan BPRS terhadap nasabah juga minim (dibandingkan bank umum),
yakni terbatas pada tingkat provinsi, berdasarkan kebutuhan yang sederhana. Namun
karena hal tersebut, BPR dan BPRS juga cenderung lebih cepat dalam memproses
kredit/pembiayaan, karena seluruh pemegang keputusan berada di satu wilayah.
F. Produk dan Layanan BPR dan BPRS
 Produk dan Layanan Yang Diberikan Oleh BPR adalah :
1. Tabungan
Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Tabungan
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan /atau alat
lainnya yang dipersamakan dengan itu
2. Deposito
Deposito atau yang sering juga disebut sebagai deposito berjangka,
merupakan produk bank sejenis jasa tabungan yang biasa ditawarkan kepada
masyarakat. Dana dalam deposito dijamin oleh pemerintah melalui Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) dengan persyaratan tertentu
3. Kredit
Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang
atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya
kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan
bahwa kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Jika seseorang menggunakan jasa kredit,
maka ia akan dikenakan bunga tagihan.

 Produk Dan layanan yang diberikan BPRS Adalah :


Produk Penghimpunan Dana
a. Tabungan Amanah iB (wadi’ah)
b. TabunganKu iB (wadi’ah)
c. Tabungan Qurban iB Taqorub (mudharabah)
d. Tabungan Haji Umrah iB Taharah (mudharabah)
e. Deposito Berhasil iB (mudaharabah)
Produk Penyaluran Dana
a. Pembiayaan Akad Jual Beli (Murabahah)
b. Pembiayaan Akad Bagi Hasil (Musyarakah/Mudharabah)
c. Pembiayaan Akad Sewa (Ijarah, Ijarah Multijasa)

G. Kelebihan Dan Kekurangan BPR dan BPRS


1. Kelebihan dan Kekurangan BPR
Dalam pemberian kredit atau pinjaman, BPR memiliki kelebihan
dibanding Bank umum lainnya seperti : Jenis Jaminan yang dipersyaratkan Tidak
Sulit. Mengutamakan Unsur Kepercayaan dengan Nasabah. Memiliki Sistem
Pemasaran yang Baik karena fokus terhadap UMKM.
Sementara keterbatasan BPR di antaranya adaptasi teknologi relatif lebih
lambat, di mana akuisisi pengguna lebih lama dan mahal sebab dilakukan secara
tatap muka. Kemudian, analisis risiko pada borrower retail lebih mahal karena
dilakukan secara manual, serta terbatasnya SDM yang mumpuni di bidang
teknologi informasi.
2. Kelebihan Dan Kekurangan BPRS
Keberadaan lembaga Bank Pembiayaan Rakyat Syariah memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan bank umum, yaitu BPRS dapat memberikan
layanan perbankan dengan proses yang mudah, pencairan pembiayaan dengan
cepat, sederhana, dan tidak memperlukan persyaratan yang rumit seperti dalam
bank umum kepada masyarakat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbankan syariah di Indonesia telah menjamur dimana – mana sehingga bisa
menjadi salah satu alternatif lain yang ditawarkan perbankan syariah agar terhindar dari
riba yang berbentuk bunga beralih menggunakan sistem bagi hasil. Menurut (Umam
2011) setelah banyaknya kritik terhadap bank konvensional karena karakteristiknya yang
masih terdapat unsur riba, judi (maysir), ketidakpastian (gharar), dan bathil maka
perbankan syariah menjadi sebuah alternatif bagi praktek perbankan konvensional
sehingga perbankan syariah tumbuh semakin meningkat. Semakin meningkatnya
aktivitas ekonomi masyarakat, peranan lembaga keuangan pun turut meningkat.
Menurut (Yuliarmi & Yoga 2013) mengemukakan bahwa kehadiran BPR melalui
penyaluran kredit bagi masyarakat menengah ke bawah yang umumnya berorienttasi
sebgai pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi sangat penting, karena
mayoritas pelaku usaha di Indonesia merupakan pelaku UMKM. BPR menawarkan solusi
untuk mengatasi hambatan permasalahan permodalan kepada pelaku usaha informal
untuk mengembangkan usahanya sehingga BPR dan BPRS menjadi sangat berguna bagi
pengembangan UMKM di Indonesia.
Selanjutnya, yaitu Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS merupakan badan usaha yang
setara dengan bank perkreditan konvensional dengan bentuk hokum perseroan terbatas,
perusahaan daerah, atau koperasi (Jianti, 2015).
BPRS sebagai salah satu lembaga di perbankan memiliki fungsi intermediasi
keuangan. Menurut Iqbal dan Mirakhor (2008), fungsi intermediasi keuangan merupakan
proses pengumpulan atau pembelian surplus dana dari sektor usaha, pemerintah, maupun
rumah tangga, untuk disalurkan kepada unit ekonomi yang defisit. Dalam kegiatan
keuangannya, BPRS memfasilitasi fungsi intermediasi ini adalah dengan tersedianya
akad atau kontrak yang diterapkan sesuai dengan ketentuan syariah.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Prasetyo, Eko. 2019. Memiliki BPR itu Mudah. Seleman: Budi Utama.

Usman, Rachmadi. 2001. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta


Gramedia Pustaka Utama.

Soemitra, A. (2016). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Kencana.Kasmir. Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya.2002. Tujuan dan Fungsi Kredit. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.

Arbi, Muhammad Syarif. 2013. Lembaga : Perbankan, Keuangan dan Pembiayaan.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Herli, Ali Suyanto. 2013. Pengelolaan BPR dan Lembaga Keuangan dan Pembiayaan
Mikro. Yogyakarta : CV Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai