Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH

Diajukan memenuhi tugas mata kuliah


“Lembaga Keuangan Syariah”

Dosen Pengampu:

Firda Zulfa F. M.Sy.

Disusun oleh :
ES 1-E Kelompok 8 :

1. Vinda Vega Amaniar (12402183196)


2. Aldina Triyuana (12402183205)
3. Rizky Pradana (12402183)

EKONOMI SYARIAH 1 - E
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
AGUSTUS 2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur hanya layak tercurahkan kepada Allah SWT., karena atas
limpahan karunia-Nya. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Rasullullah SAW. Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak untuk
diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya
kebaikan. Sehingga kami dapat menyeleseikan tugas kelompok ini tepat pada
waktunya. Kami sangat tertarik untuk membahas tentang LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH.

Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas
kelompok ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari
berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok ini dengan
baik, oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih
kepada

1. Bapak Mafthukin, M.Pd. selaku Rektor IAIN TULUNGAGUNG


2. Ibu Firda Zulfa F. M.Sy. selaku dosen Lembaga Keuangan Syariah
Semoga ilmunya berkah dan menjadi aliran amal hingga kelak di
Barzakh.
3. Teman-teman yang telah memberikan dukungan serta motivasi.

Kami menyimpulkan bahwa tugas kelompok ini masih belum sempurna,


oleh karena itu kami menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas
kelompok ini dan bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Tulungagung, 17 Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. ii

DAFTAR ISI........................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................... 1

A.Latar Belakang 1

B.Rumusan Masalah 1

C.Tujuan penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A.Pegertian Lembaga Pembiayaan Syariah

B.Macam Macam Pembiayaan Syariah

C.Pembinaaan dan pengawasan lembaga pembiayaan syariah

D.Pendirian lembaga pembiayaan syariah

Bab III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan lembaga keuangan ang menawarkan berbagai
bentuk fasilitas pembiayaan yang digunakan untuk memperluas
penyediaan pembiayaan alternative bagi dunia usaha dalam system
perekonomian modern. Lembaga pembiayaan syariah digunakan guna
untuk mendukung dan memperkuat system keuangan nasional yang
terdiversifikasikan sehingga dapat memberikan alternative yang lebih
banyak bagi pengembangan. Belakangan masuk dalam kategori
lembaga pembiayaan syariah adalah perusahaan pembiaayaan
infrastruktur. Melihat jenis usaha yang beragam, maka perusahaan
pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula
disebut multi finance company. Lembaga ini akan banyak membantu
perekonomian masyarakat yang khususnya pada masyarakat ekonomi
mikro. Lembaga pembiaayaan memberikan fasilitas kepada nasabah
dalam transaksi simpan pinjam atau pembiayaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari lembaga keuangan syariah ?
2. Apa saja macam macam lembaga pembiayaan syariah ?
3. Apa saja yang dilakukan dalam pengawasan dan pembinaan
lembaga pembiayaan syariah ?
4. Bagaimana pendirian lembaga syariah ?
C. Tujuan
1. Memahami apa itu lembaga pembiayaan syariah
2. Memahami macam macam pembiayaan syariah
3. Memahami pengawasan dan pembinaan lembaga keuangan syariah
4. Memahami pendirian lembaga keuangan syariah
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH


Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan untuk pengadaan barang dan jasa. Perusahaan pembiayaan itu
sendiri adalah badan usaha di luar bank dan lembaga Keuangan Bukan Bank
( LKBB ) yang khusus didirikan untuk melakukan kagiatan yang termasuk
kedalam bidang usaha “Lembaga Pembiayaan”. Lembaga pembiayaan
merupakan fasilitas kepada masyarakat untuk memperoleh suatu asset yang
dapat memberikan nilai tambah melalui skema pinjaman atau pembiayaan.
Untuk it, bagi masyarakat yang membutuhkan asset namun, secara finansial
masih terbatas, maka dapat menggunakan pembiayaan sebagai salah satu
alternative cara untuk memperoleh asset tersebut.
Perusahaan pembiayaan selain beroperasi menggunakan system
konvensional juga dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan
tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Perusahaan pembiayaan syariah adalah perusahaan pembiayaan yang
mempunyai UUS wajib secara jelas mencantumkan kegiatan pembiayaan
syariah dalam anggaran dasarnya. Perusahaan pembiayaan syariah wajib
memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai bagian dari Organ
perusahaan yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan terhadap
penyelenggaraan kegiatan perusahaan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Untuk penamaan bagi perusahaan syariah nama perusahaan pembiayaan
(finance) disertai dengan kata syariah.1
Meskipun lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan
bersama dengan lembaga perbankan, namun dilihat dari padanan istilah dan
penekanan kegiatan usahanya antara lembaga pembiayaan dan lembaga
keuangan berbeda. Istilah lembaga pembiayaan merupakan padanan dari
istilah bahasa Inggris Financing Institution. Lembaga pembiayaan ini kegiatan
usahanya lebih menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara
langsung dari masyarakat.
Sebagai badan usaha, lembaga keuangan menjalankan jasanya dalam
bidang jasa keuangan, baik penyediaan dana untuk membiayai usaha
produktif dan kebutuhan konsumtif, maupun jasa keuangan bukan
pembiayaan. Jadi, dalam kegiatan usahannya lembaga keuangan lebih
menekankan pada fumgsi keuangan, yaitu jasa keuangan pembiayaan dan jasa
keuangan bukan pembiayaan. Dengan demikian, istilah lembaga pembiayaan
lebih sempit pengertiannya dibandingkan dengan istilah lembaga keuangan.
Lembaga pembiayaan adalah bagian dari lembaga keuangan.2
Dalam perannya lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha
di bidang keuangan bukan bank yang mempunyai peranan sangat penting
dalam hal pembiayaan. Kegiatan lembaga keuangan ini dilakukan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk tabungan,giro, dan surat sanggup
bayar. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan
tersebut, lembaga pembiayaan mempunyai peran yang penting sebagai salah
satu lembaga sumber pembiayaan alternative yang potensial untuk menunjang
pertumbuhan perekonomian nasional. Lembaga pembiayaan dikatakan
1
Dr. Andri Soemitra, M.A., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,( Jakarta: Kencana,2017), hlm 350
2
Sunaryo, S.H., M.H., Hukum Lembaga Keuangan, ( Jakarta: Sinar Grafika,2013), hlm 2
sebagai sumber pembiayaan alternative karena diluar lembaga pembiayaan
masih banyak lembaga keuangan lain yang dapat memberi bantuan dana,
seperti pegadaian, pasar modal,dan sebagainnya. Kesulitan memperoleh dana
tersebut disebabkan oleh masing masing lembaga keuangan ini menerapkan
ketentuan yang tidak mudah dapat dipenuhi oleh pihak yang membutuhkan
dana. Disamping berperan sebagai sumber alternative, lembaga pembiayaan
juga mempunyai peran dalam hal pembangunan, yaitu menampung dan
menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam
pembangunan. Aspirasi dan minat masyarakat dalam pembangunan (ekonomi)
ini bisa terwujud jika ada pihak yang memfasilitasinya. Dengan memberikan
kontribusinya dalam bentuk bantuan dana guna menumbuhkan dan
mewujudkan aspirasi dan minat masyarakat lembaga pembiayaan ini dapat
mengatasi salah satu masalah faktor krusial (faktor permodalan).3

B. MACAM MACAM LEMBAGA PEMBIAYAAN


1. Fund Using Services
1) Pembiayaan
a. Mudharabah
b. Musyarakah
2) Piutang
a. Murabahah
b. Salam
c. Istishna
d. Ijarah
3) Qardh
4) Penempatan
5) Penyertaan Modal
6) Penyertaan Modal Sementara
3
Ibid..,hlm 4
2. Non Found Using Services
1) Commitment
a. Pembiayaan
b. Kafalah
2) Wakalah
3) Akseptasi
3. Found Generating Using Services
1) Giro
a. Wadiah
b. Mudarabah
2) Tabungan
a. Wadiah
b. Mudharabah
3) Deposito Mudarabah
4. Commission Services
1) Wakalah
a. Inkaso
Warkat Bank dalam negeri & luar negeri
b. Transfer
c. Penerusan L/C
2) Wadi’ah Yad Amanah
SDB-Safe Deposit Box
3) Sharf
4) Hawalah
5) Rahn
6) Kafalah

C. Pembinaan Dan Pengawasan Lembaga Pembiayaan Syariah


1. Pembinaan Lembaga Pembiayaan Syariah
a. Mitigasi Resiko Pembiayaan Syariah
Perusahaan syariah wajib melakukan pemagaran (mitigasi) risiko
untuk mengurangi terjadinya kerugian akibat risiko yang terjadi pada
pembiayaan syariah dengan melakukan sejumlah tindakan, yaitu
1) Mengalihkan risiko pembiayaan syariah melalui mekanisme
penjaminan syariah yang telah mendapatkan izin usaha dan OJK
dan tidak dalam pengenaan sanksi pembekuan kegiatan usaha
dari OJK dalam jangka waktu paling singkat sama dengan jangka
waktu pembiayaan;
2) Mengalihkan resiko atas barang yang dibiayai atau barang yang
menjadi agunan dari kegiatan pembiayaan syariah melalui
mekamisme asuransi syariah yang telah mendapatkan izin usaha
dari OJK dan tidak dalam pegenaan sanksi pembekuan kegiatan
usaha dari OJK dengan jangka waktu paling singkat sama
dengan jangka waktu pembiayaan;
3) Melakukan pembebanan jaminan fidusia atas barang yang
dibiayai atau barang yang menjadi agunan dari kegiatan
pembiayaan syariah dan wajib mendaftarkan jaminan fidusia
pada kantor pendaftaran fidusia termasuk yang sumber
pembiayaannya berasal dari dana terusan (channeling) paling
lambat 1 bulan setelah tanggal perjanjian pembiayaan.
Penilain tingkat resiko perusahaan pembiayaan syariah juga diatur
secara khusus dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
55/SEOJK.05/2015 tentang penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank Syariah.
b. Tingkat Kesehatan Keuangan
Perusahaan pembiayaan syariah wajib setiap saat memenuhi
ketentuan tingkat kesehatan yang diatur oleh OJK. Tingkat kesehatan
keuangan pebiayaan syariah meliputi terpenuhinya rasio permodalan,
kualitas aset produktif, rentabilitas, dan likuiditas.
1) Rasio permodalan perusahaan syariah wajib memenuhi rasio
permodalan paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen).
2) Kualitas aset produktif dimana perusahaan syariah wajib menilai,
memantau dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan
untuk menjaga kualitas aset produktif agar tetap lancar yaitu
tidak terdapat keterlambatan pembayaran pokok, margin, hasil
investasi/bagi hasil, dan/atau imbal jasa (ujarah) atau terdapat
keterlambatan pembayaran pokok, marjin, hasil investasi/bagi
hasil, dan/atau imbal jasa (ujarah) sampai dengan 30 (tiga puluh)
hari kalender. Nilai aset produktif dengan kategori kualitas aset
produktif bermasalah (aset produktif dengan kualitas kurang
lancar, diragukan, dan/atau macet) setelah dikurangi cadangan
penyisihan penghapusan aset produktih wajib paling tinggi
sebesar 5% (lima persen) dari total aset produktif.
3) Rentabilitas di mana perusahaan syariah wajib memenuhi rasio
rentabilitas dengan nilai komposit paling sedikit sebesar 2,5 (dua
koma lima). Nilai komposit dihitung dengan menggunakan
metode rata-rata tertimbang dari 4 rasio rentabilitas dengan
bobot masing-masing 25% (dua puluh lima persen).
4) Likuiditas di mana perusahaan syariah wajib memenuhi rasio
likuiditas dengan nilai komposit paling sedikit sebesar 2,5 (dua
koma lima). Nilai komposit dihitung dengan menggunakan
metode rata-rata tertimbang dari nilai setiap rasio likuiditas
dengan bobot masing-masing 33,33 % (tiga puluh tiga koma tiga
puluh tiga persen).
5) Perusahaan syariah wajib memiliki aset produktif neto paling
rendah 40% (empat puluh persen) dari total aset.
6) Perusahaan pembiayaan syariah wajib memiliki rasio terhadapp
modal disetor paling rendah sebesar 50% (lima puluh persen).
Ekuitas perusahaan pembiayaan syariah yang berbentuk badan
hukum untuk perseroan terbatas wajib memiliki ekuitas paling
sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), koperasi
wajib memiliki ekuitas paling sedikit Rp 50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah0, dan untuk UUS wajib memiliki
ekuitas paling sedikit Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar rupiah).
c. Perusahaan Pembiayaan Syariah Syariah Di Indonesia
Harus diakui bahwa struktur sistem keuangan di Indonesia hingga
saat ini masih didominasi oleh perbankan, perlahan geliat pasar
keuangan modal secara perlahan juga ikut meningkat. Belakangan
perusahaan pembiayaan juga ikut meningkat seiring dengan
meningkatkatnya passar keuangan. Menurut data DSN MUI pada
tahun 2008 terdapat 11 perusahaan pembiayaan syariah di Indonesia,
yanitu PT Federal Internasional Finance, PT Semesta Citra dana, PT
Mandala Multifinance, Tbk, PT Wahana Ottomita Multiartha, Tbk,
PT Amanah Finance, PT Fortuna Multi Finance, PT Trust Finance
Indonesia, Tbk, PT Capitalinc Finance , PT Al-Ijarah Indonesia
Finance, PT Trimanas Finance, PT Nusa Surya Ciptadana.
d.
2. Pengawasan Lembaga Pembiayaan Syariah

D. Pendirian Lembaga Pembiayaan Syariah


Adapun prosedur penndirian dan pengurusan izin usaha serta
kelembagaan penyelenggaraan perusahaan pembiayaan syariah merujuk pada
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2014 tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan. Perusahaan Pembiayaan
syariah dapat dibentuk dengan berbadan hukum koperasi atau perseroan
terbatas. Selanjutnya, perusahaan pembiayaan syariah dapat terdiri dari
perusahaan pembiayaan syariah yang secara penuh dapat terdiri dari
perusahaan pembiayaan syariah yang secara penuh melakukan pembiayaan
syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang merupakan unit kerja dari
kantor pusat perusahaan pembiayaan yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor yang melaksanakan pembiayaan syariah.
Prinsip dan Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah
Dalam POJK Nomor 31/POJK.05/2014 disebutkan bahwa perusahaa
pembiayaan syariah adalah perusahaan pembiayaan yang seluruh kegiatan
usahanya melakukan pembiayaan syariah. Pembiayaan syariah adalah
penyaluran pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yaitu
ketentuan hukum islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian
syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Penyelenggaraan pembiayaan syariah wajib memenuhi sejumlah
prinsip, yaitu:
1. Memenuhi prinsip keadilan (‘adl), yaitu menempatkan sesuatu hanya pada
tempatnya, memberikan sesuatu hanya pada yang berhak, serta
memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
2. Keseimbangan (tawazun), yaitu meliputi keseimbangan aspek material
dan spiritual, aspek private dan publik, sektor keuangan dan sektor rill,
bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan kelestarian.
3. Maslahah, yaitu segala bentuk kebaikan yang berdimensi duniawi dan
ukhrawi, material dan spiritual, serta indiividual dan kolektif serta harus
memenuhi 3 (tiga) unsur, yakni kepatuhan syariah (halal), bermanfaat dan
membawa kebaikan (thoyib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang
tidak menimbulkan kemudaratan.
4. Universalisme (alamiyah), yaitu dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) tanpa membedakan
suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan
semesta (rahmatan lil alamin).
5. Seta tidak mengandung unsur:
a. Gharar, yaitu transaksi yang diobjeknya tidak jelas, tidak dimiliki,
tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat
transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah.
b. Maysir, yaitu yang bersifat spekulatif (untung-untungan) yang tidak
terkait langsung dengan produktivitas di sektor riil.
c. Riba, yaitu pemastian penambahan pendapatan secara tidak sah
(bathil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang
tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), yaitu
dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah
penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok
pinjaman karena berjalannya waktu (nasibah).
d. Zhulm, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya.
e. Risywah, yaitu tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau bentuk
lainnyaa yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan fasilitas
atau kemudahan dalam suatu transaksi.
f. Objek haram, yaitu suatu barang atau jasa yang diharamkan dalam
syariah.
Kegiatan pembiayaan syariah dapat dilakukan dengan menggunakan
akad tunggal dan/atau gabungan akad dari berbagai akad setelah terlebih
dahulu melaporkan setiap penggunaan akad tunggal tunggal dan/atau
gabungan akad kepada OJK. Pengunaan gabungan akad dilakukan untuk “
suatu kegiatan pembiayaan syariah tertentu “ antara lain penggunaan
gabungan akad jual beli (aqd al-bai’), akad ijarah, dan akad keperantaraan
(akad wakalah bil ujrah), akad ju’alah, atau akad bai’ al samsarah) dengan
tujuan untuk melakukan pembiayaan jasa usaha keperantaraan (wasathah)
dalam bisnis properti.
Kegiatan pembiayaan syariah meliputi sejumlah pembiayaan yang
terdiri dari sejumlah akad sebagai berrikut:
1. Pembiayaan jual beli, yaitu pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
melalui transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah
yang disepakati oleh para pihak. Akad yang digunakan dalam pembiayaan
jual beli sebagai berikut.
a. Murabahah, yaitu jual beli suatu barang dengan menegaskan harga
belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga lebih (murjin) sebagai laba sesuai dengan kessepakatan
para pihak.
b. Salam, yaitu jual beli suatu barang dengan pemesanan sesuai dengan
syarat-syarat tertentu dan pebayaran harga barang terlebih dahulu
secara penuh.
c. Istishna’, yaitu jual beli suatu barang dengan pemesanan pembuatan
barang sesuai dengan kriiteria dan persyaratan tertentu dan
pembayaran harga barang sesuai dengan kessepakatan oleh para pihak.
2. Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal
dengan jangka waktu tertentu untuk kegiatn usaha prooduktif dengan
pembagian keuntungan sesuai dangan perjanjian pembiayaan syariah yang
disepakati oleh para pihak. Akad yang digunakan dalam pembiayaan
investasi antara lain:
a. Mudharabah, yaitu akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (shahib mal) menyediakan seluruh modal,
sedang pihak kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai deengan kesepakatan
para pihak.
b. Musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara
dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan para pihak.
c. Mudharabah musytarakah, yaitu bentuk mudharabah dimana pengelola
dana (mudharib) turut menyertakan modal dalam kerja sama di mana
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan para pihak.
d. Musyarakah mutanaqishah, yaitu musyarakah atau syirkah yang
kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik)
berkurang disebabkan pembelian porsi kepemilikan (hishshah) secara
bertahap oleh pihak lainnya.
3. Pembiayaan jasa, yaitu pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk
pemberian manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana talangan)
dan/atau pemberian pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal
jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati
oleh para pihak. Akad yang digunakan dalam pembiayaan jasa antara lain:
a. Ijarah, yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b. Ijarah muntahiyah bittamlik, yaitu ijarah yang disertai dengan janji
pemindahan kepemilikan (wa’ad) setelah masa ijarah selesai.
c. Hawalah, atau hawalah bil ijrah. Hawalah adalah pengalihan utang
dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib
menanggung pembayarannya. Adapun hawalah bil ujrah adalah
hawalah dengan pengenaan imbal jasa (ujrah).
d. Wakalah atau wakalah bil ujrah. Wakalah adalah pemberian kuasa dari
pemberi kuasa (muwakkil)kepada penerima kuasa (wakil) dalam hal
yang boleh diwakilkan, di mana penerima kuasa (wakil) tidak
menanggung risiko terhadap apa yang diwakilkan, kecuali karena
kecerobohan atau wanprestasi. Adapun wakalah bil ujrah adalah
wakalah dengan pengenaan imbalan jasa (ujrah).
e. Kafalah atau kafalah bil ujrah. Kafalah adalah jaminan yang diberikan
oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul’anhu, ashil).
Adapun kafalah bil ujrah adalah kafalah dengan pengenaan imbal jasa
(ujrah).
f. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberiakan
imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah)
atas suatu pekerjaan yang ditentukan.
g. Qardh, yaitu pinjam-meminjam dana (dana talangan) tanpa imbalan
dengan kewajiban pihak peminjaman mengambilkan pokok pinjaman
secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari tentang usaha
membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan
kesucian dengan marifat menuju keabadian, saling mengingatkan
antara manusia,berpegang teguh pada janji Alloh,syariat Rasullalloh
dan mendekatkan diri kepada keridhoan – Nya. Dari serangkaian
definisi tasawuf ada satu azaz yang disepakati yakni tasawuf
merupakan moralitas mmoralitas berdasarkan Islam artinya tasawuf
bermakna moral dan semangat islam, karena seluruh ajaran islam dari
berbagai aspeknya adalah prinsip moral.
Adanya kekacauan pada masa khalifah keempat telah
menyadarkan para pemikir Islam selanjutnya untuk kembali pada
keindahan hidup dalam kesederhanaan. Inilah cikal bakal munculnya
tasawuf. Dalam perkembangannya, ajaran Kaum Sufi dapat dibedakan
ke dalam beberapa pperiode dengan karakteristik masing masing.
Dimana pada abad ke I dan II Hijriah disebut dengan fase Zuhud
(asketisme). Perkembangan abad III H ditandai dalam upaya
menegakkan akhlaq ditengah terjadinya dekadensi moral. Abad IV H
ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat. Abad ke V H
disebut dengan fase Kosolidasi yakni memperkuat dengan dasaranya
yaitu Al – Qur’an dan Al –Hadits. Dan abad ke VI H ditandai dengan
munculnya tasawuf falsafi yang didalamnya memadukan dengan
filsafat Yunani dan tasawuf itu sendiri.
Kalau diteliti secara cermat maka akan dapat disimpullkan bahwa
tahun tahun pertama masuknya aga Islam ke Nusantara adalah juga
tahun tahun pertama sufisme berkembang di Nusantara dan Kerajaan
Islam Pasai merupakan kancah pertama kali lahirnya para sufisme di
Nusantara. Kegiatan tasawuf yang dapat kita lihat di zaman sekarang
contohnya tahlil, yasin, rotib, marhaban dan yang lainnya yang
dipraktekkan di beberapa wilayah di Indonesia.

B. SARAN
Demikian makalah yang dapat kami susun. Sebagai mahasiswa kita
harus mengembangkan ilmu yang kita peroleh dan mencari kebenaran
ilmu itu dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Mengingat
bahwa ilmu Tasawuf termasuk ilmu yang penting dan harus dipelajari
dalam bab mendekatkan diri kepada Alloh SWT dengann tujuan
mendaptkan Keridhoan – Nya. Kami menyadari bahwa makalah ini
bukanlah proses akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih
banyak memerlukan perbaikan, karena itu kami berharap saran dan
kritikan yang membangun demi sempurnanya makalahkami
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai