PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia. Maka tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan ekonomi
Indonesia juga didominasi dengan nuansa islami atau biasa dikenal
dengan kata syariah, termasuk dalam lembaga keuangan yang ada di
indonesia.
Tentunya dalam lembaga keuangan pada umumnya
(konvensional) akan berbeda dengan lembaga keuangan syariah baik
dalam mekanisme maupun produk-produk yang dihadirkan. Untuk itu,
perlu adanya pengawasan dalam setiap lembaga keuangan syariah yang
ada di Indonesia agar penerapan nilai-nilai syariah yang ada dapat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di negara Indonesia.
Salah satu bentuk pengawasan terhadap lemmbaga keuangan
syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang disyaratkan harus
ada dalam setiap lembaga keuangan syariah. Selain DPS ada juga
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang
dalam hal ini berperan sebagai payung dari DPS agar dapat
meminimalisir timbulnya fatwa dan pendapat yang berbeda dari masing-
masing DPS yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas
bagaimana korelasi pengawasan antara DPS dan DSN-MUI dalam
menjalankan tugasnya serta adakah perbedaan dari segi tugas,
wewenang atau sektor pengawasan antar keduanya terhadap lembaga
keuangan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana korelasi pengawasan antara Dewan Pengawas
Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI)?
2. Adakah perbedaan dari segi tugas, wewenang dan sektor
pengawasan antara Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan
Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan
Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
2. Mengetahui tugas dan wewenang Dewan Pengawas Syariah
(DPS) dan Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI)
3. Mengetahui korelasi pengawasan antara Dewan Pengawas
Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI)
BAB II
PEMBAHASAN
1
H. Rahman Ambo Masse, “Dewan Pengawas Syariah dan Profesionalisme Sumber Daya
Manusia”, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 16, Nomor 2, Desember 2018, hlm.149-150
dewan syariah yang bersifat nasional yang membawahi lembaga-
lembaga keuangan syariah di Indonesia. Lembaga ini kemudian
dikenal dengan nama DSN (Dewan Syariah Nasional).2
Lembaga ini merupakan lembaga otonom dibawah Majelis
Ulama Indonesia dan dipimpin oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia
dan sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari DSN dijalankan oleh
Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta
beberapa anggota. Namun, secara umum pengurus DSN-MUI
dibedakan menjadi 2 hal yaitu:
1. Pengurus yang bersifat umum (Pengurus Pleno)
Pengurus Pleno terdiri dari ketua, ketua pelaksana, empat
orang wakil ketua, seretaris, dan dua wakil sekretaris dan
anggota
2. Badan Pelaksana Harian
BPH terdiri dari ketua, tiga wakil ketua, sekretaris, dua
wakil sekretaris, bendahara dan anggota.
2
Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasional,
Jakarta: Gema Insani, 2004, hlm.543
2. Posisi Dewan Syariah Nasional di Indonesia
DSN-MUI merupakan lembaga independen dalam
mengeluarkan fatwa sebagai rujukan yang berhubungan dengan
masalah ekonomi, keuangan dan perbankan.3 Tugas DSN-MUI
dalam bidang keuangan dan perbankan adalah sebagai badan otoritas
yang memberikan saran kepada institusi terkait (Bank Indonesia,
Departemen Keuangan atau Bapepam) berkaitan dengan operasi
perbankan syaariah atau lembaga keuangan syariah lainnya,
mengkoordinasi isu-isu syariah tentang keuangan dan perbankan
syariah, menganalisis dan mengevaluasi aspek-aspek syariah dari
produk baru yang diajukan oleh institusi perbankan dan keuangan
syariah lainnya.
Fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI bukan merupakan hukum
positif,4 sama seperti fatwa-fatwa MUI dalam bidang lainnyaa. Agar
fatwa DSN-MUI dapat berlaku dan mengikat sebagaimana hukum
positif, maka pada UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah disebutkan bahwa fatwa-fatwa DSN-MUI dapat ditindak
lanjuti sebagaimana peraturan Bank Indonesia.
3
Imam Abdul Hadi, “Kedudukan dan Wewenang Lembaga Fatwa (DSN-MUI) pada Bank
Syariah, Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol.1, No.2 , 2011, hlm.3
4
Ibid, hlm.4
4. Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) , Bank Indonesia
membentuk Komite Perbankan Syariah
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pembentukkan,
keanggotaan dan tugas komite perbankan syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Bank Indonesia.
5
Ahmad Ifham Solihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010, hlm.51
6
Imam Abdul Hadi, “Kedudukan dan Wewenang Lembaga Fatwa (DSN-MUI) pada Bank
Syariah, Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol.1, No.2 , 2011, hlm.6
berwenang seperti Bank Indonesia dan Departemen
keuangan
3. Memberikan rekomendasi dan atau mencabut
rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai
Dewan Pengawas Syariah pada suatu LKS
4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah
yang diperlukan dalam pembahasan Ekonomi Syariah
termasuk otoritas moneter atau lembaga keuangan dalam
maupun luar negeri
5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan
syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa
yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional
6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk
mengambil tindakkan apabila peringatan tidak
diindahkan.
Kepakaran dalam anggota DSN tidak diragukaan lagi, namun
dalam menetapkan suatu hal DSN-MUI memiliki wewenang untuk
memanggil tenaga ahli guna menelaah isu-isu keuangan islam
dengan lebih profesional.
7
Soemitra Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, 2009, Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, hlm.90-92
B. DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS)
1. Latar Belakang Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Dalam upaya memurnikan pelayanan institusi keuangan
syariah agar benar-benar sejalan dengan ketentuan syariat islam,
maka adanya DPS sangat diperlukan. DPS merupakan lembaga
kunci bahwa kegiatan operasional institusi keuangan syariah sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.8 Merujuk pada Surat Keputusan
Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000, bahwa Dewan
Pengawas Syariah (DPS) adalah bagian dari lembaga keuangan
syariah yang bersangkutan dan penempatannya atas persetujuan
Dewan Syariah Nasional (DSN).
Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008
menyebutkan bahwa:
1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank
Syariah dan Bank Konvensional yang memiliki UUS
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimasud ayat (1)
siangkat oleh rapat umum pemegang saham atas
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai
dengan prinsip syariah
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukkan Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Bank Indonesia
8
Irwan Misbach, “Kedudukan dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam Mengawasi
Transaksi Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia”, Jurnal UIN Alauddin Makasar,
hlm.80
2. Tugas-Tugas DPS
Tugas penting DPS ada 8 macam yaitu:9
1. DPS adalah seorang ahli (pakar) yang menjadi sumber dan
rujukan dalam penerapan prinsip-prinsip syariah termasuk
rujukan fatwa
2. DPS mengawasi pengembangan semua produk untuk
memastikan fitur yang melanggar syariah
3. DPS menganalisa segala sesuatu yang belum pernah terjadi
sebelumnya yang tidak didasari fatwa di transaksaksi
perbankan untuk memastikan kepatuhan dan kesesuaiannya
kepada syariah
4. DPS menganalis segala jenis kontrak dan perjanjian
mengenai transaksi-transaksi di bank syariah untuk
memastikan kepatuhan kepada syariah
5. DPS memastian koreksi pelanggaran dengan segera (jika
ada) untuk mematuhi syariah. Jika ada pelanggaran DPS
harus segera mengoreksi pelanggaran agar disesuaikan
dengan prinsip syariah
6. DPS memberikan supervisi unuk program pelatihan syriah
bagi staf Bank Islam
7. DPS menyusun laporan tahunan tentang neraca bank syariah
tentang kepatuhan kepada syariah. Dengan pernyataan DPS
yang menyatakan kesyariahan laporan keuangan perbankan
syariah
8. DPS melakukan supervisi dalam pengembangan dan
penciptaan investasi yang sesuai syariah dan produk
pembiayaan yang inovatif.
9
Ratna Wiranti, “Peran dan Fungsi MUI DSN dan DPS”, Jurnal Academia, hlm. 19
3. Kualifikasi dan Prosedur Penetapan Anggota DPS yang
Ideal
Melihat tugas DPS yang penting tersebut, seorang DPS tidak
bisa hanya ulama dan cedekiawan muslim yang tidak dibarengi
dengan ilmu keuangan dan perbankan. Namun DPS harusnya adalah
sarjana (ilmuan) yang memiliki reputasi tinggi dalam pengalaman
luas di bidang hukum, ekonomi dan sistem perbankan dan khusus
dalam bidang hukum dan keuuangan.
Pemilihan DPS dengan kualifikasi tersebut mutlak
diperlukan agar peranan DPS bisa lebih dioptimalkan dan
menimbulkan citra positif dalam pengembangan Bank Syariah di
Indonesia.
Adapun prosedur penetapan anggota DPS adalah sebagai
berikut:
Kesimpulan
Wiranti, Ratna, “Peran dan Fungsi MUI DSN dan DPS”, Jurnal Academia