Anda di halaman 1dari 21

DPS,DSN-MUI DAN PERANNYA DALAM SYARIAH COMPLIANCE

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah Keuangan Syariah

Dosen Pengampu : Andi Cahyono, S.H.I., M.E.I.

Disusun Oleh:

1. M.Ikhsanudin (182111068)

2. Adi Syahnan Putro (182111070)

PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “DPS,DSN-MUI DAN PERANNYA DALAM SYARIAH

COMPLIANCE”. Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas akademik

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah IAIN Surakarta.

Dalam penyusunan tugas ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan


dan bantuan dari berbagai belah pihak yang telah menyumbangkan pikiran, waktu,
tenaga, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan setulus
hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam penulisan makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada


kita semua. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan agar makalah ini
menjadi lebih baik lagi. Semoga segala bantuan, bimbingan, dan dukungan tersebut
dapat diterima sebagai amal baik oleh Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 01 Desember 2020

Penyusun,

Kelompok 13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan bisnis syariah yang saat ini berkembang pesat di Indonesia
dan dalam berbagai sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dan jasa keuangan
yang berbasis syariah. Hal itu tidak lepas dari peran lembaga – lembaga syariah
yang ada.Di Indonesia terdapat lembaga – lembaga syariah yang mempunyai peran
yang sangat penting pada masing – masing bagiannya, perkembangan ekonomi
syariah di Indonesia didukung dengan kinerja dari lembaga –lembaga seperti
Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia.

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai lembaga – lembaga syariah dan


perannya maka dalam makalah ini akan kami sampaikan beberapa rumusan
masalah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana Pengertian Dewan Pengawas Syariah (DPS) Dan DSN-MUI ?


2. Bagaimana dasar pemikiran berdirinya DSN-MUI?
3. Bagaimana kedudukan,status, tugas dan wewenang DSN-MUI?
4. Bagaimana pembiayaan (dana operasional) DSN-MUI ?
5. Bagaimana mekanisme kerja DSN-MUI?
6. Bagaimana pola yang timbul akibat hubungan DPS dan DSN-MUI?
7. Bagaimana pola yang timbul akibat hubungan DPS, DSN-MUI dengan
OJK?
8. Apa saja fatwa DSN-MUI di bidang Perbankan syariah.
C. Tujuan
1. Menguraikan definisi Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan DSN-MUI.
2. Mengetahui dasar pemikiran berdirinya DSN-MUI
3. Mengetahui kedudukan, status, tugas, dan wewenang DSN-MUI
4. Menguraikan pembiayaan (dana Operasional) DSN-MUI
5. Menjelaskan mekanisme kerja DSN-MUI
6. Mengetahui pola hubungan DSN-MUI dan DPS
7. Mengetahui pola hubungan DPS, DSN-MUI, dengan OJK.
8. Mengetahui Fatwa DSN-MUI di bidang perbankan syariah.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian DSN-MUI dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)


Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan institusi bentukan pemerintah
Orde Baru yang berfungsi sebagai saluran komunikasi alternatif umat Islam dengan
pemerintah selain melalui partai politik. Institusi ini menghimpun berbagai lapisan
umat Islam seperti ulama, umara (pemerintah), zu’ama (cendekiawan dan tenaga
ahli), organisasi dan lembaga Islam, serta perempuan dan pemuda sebagai
representasi suara umat Islam.

Sejalan dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah, ulama


semakin tertuntut untuk turut serta dalam memberikan masukan untuk kemajuan
lembaga tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk Dewan Syariah
Nasional (DSN) yang dianggap sebagai langkah efisien untuk mengkoordinasikan
ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi atau
keuangan. Disamping itu, DSN diharapkan berfungsi sebagai pendorong penerapan
ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, DSN berperan serta secara
proaktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia dalam bidang
ekonomi dan keuangan.

Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang dibentuk oleh MUI yang
bertugas menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga
keuangan syariah. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang bertugas mengembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk
usaha bank, asuransi dan reksadana. DSN merupakan satu-satunya lembaga yang
mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan,
produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh
lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia.1

Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan
nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan
pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah. Dewan Syariah
Nasional (DSN) merupakan satu-satunya badan yang berwenang mengeluarkan
fatwa syariah terhadap kegiatan, produk, dan jasa keuangan syariah.

Bank syariah dituntut agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik sesuai
dengan ketentuan perbankan yang berlaku dan juga sesuai pula dengan prinsip
syariah. Untuk menjamin terlaksananya prinsip syariah, dalam aktivitas perbankan
syariah terdapat salah satu pihak terafiliasi, yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS)
yang memberikan jasanya kepada bank syariah. Dewan inilah sebagai pihak yang
bertanggung jawab atas informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan prinsip
syariah.

Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)


menerangkan bahwa DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah
(LKS) yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan
syariah. Anggota DPS diusulkan oleh rapat umum pemegang saham (RUPS) dan
penempatannya di bank syariah harus mendapatkan persetujuan DSN. Fungsi
utamanya adalah sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan
unit usaha syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang
terkait dengan aspek syariah. DPS wajib mengacu pada fatwa-fatwa DSN dalam
melaksanakan tugasnya. Sejak awal bank syariah harus menyertakan calon anggota
DPSnya untuk dimintakan rekomendasi dari DSN dan selanjutnya dilakukan uji
kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.2

2. Dasar Hukum dan Pemikiran Berdirinya DSN-MUI

1
Irwan Misbach, “KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM MENGAWASI
TRANSAKSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA,” Manajemen Ide dan Inspirasi (2015):
79–93.
2
Abdul Nasser Hasibuan, Audit Bank Syariah, 1st ed. (Jakarta: Kencana, 2020).
Dikutip dari laman resmi DSN-MUI sejarah berdirinya DSN-MUI tidak
terlepas dari Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syari’ah yang diselenggarakan
MUI Pusat pada tanggal 29-30 Juli 1997 di Jakarta. Yang saat itu
merekomendasikan perlunya sebuah lembaga yang menangani masalah-masalah
yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah (LKS). Yang
kemudian ditindak lanjuti oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengadakan
rapat Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) pada tanggal 14 Oktober
1997. Yang pada akhirnya Dewan Pimpinan MUI menerbitkan SK No. Kep-
754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999 tentang Pembentukan Dewan
Syari’ah Nasional MUI. 3

3. Kedudukan, Status, Tugas dan Wewenang DSN-MUI


Tugas MUI adalah sebatas memberi fatwa, nasihat maupun seruan moral
kepada pemerintah maupun kepada umat Islam baik masalah agama atau masalah
bangsa pada umumnya. Oleh karena itu, MUI lebih dikenal oleh masyarakat
Indonesia dengan seruan fatwa-fatwanya. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI
sifatnya otoritatif . MUI tidak memiliki kedudukan konstitusional dalam
ketatanegaraan Indonesia tetapi diperlakukan seolah merupakan badan legislatif.
Ricklefs menilai bahwa MUI cukup diperhitungkan dalam kalkulasi politik
Indonesia setidaknya sebagai representasi wakil umat Islam di Indonesia.
Supremasi fatwa maupun kedudukannya di tengah umat Islam menarik relasi MUI
dengan agenda politik nasional dan pembentukan wacana keislaman yang luas di
kalangan umat Islam Indonesia.4

Dalam menjalankan tugasnya MUI dibantu oleh DSN yang mempunyai


tugas berdasarkan keputusan DSN No. 01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar
Dewan Syariah Nasional-MUI, antara lain meliputi :

3
DSN-MUI.Sekilas Tentang DSN-MUI. https://dsnmui.or.id/kami/sekilas/ diakses pada 27
November 2020 pukul 21.52 WIB
4
Subekty Wibowo, “PERAN MAJELIS ULAMA INDONESIA PADA MASA ORDE BARU,” CANDI 17
(2018): 80.
a. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan khususnya.
b. Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan usaha.
c. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
d. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.5

DSN-MUI merupakan lembaga independen dalam mengeluarkan fatwa


sebagai rujukan yang berhubungan dengan masalah ekonomi, keuangan dan
perbankan. Peran DSN-MUI sangat penting utntuk meningkatkan perbankan
syariah dan menjaga kepatuhan bank syariah terhadap hukum Islam. Fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN-MUI bukanlah hukum positif, sama seperti fatwa-fatwa
yang dikeluarkan MUI dalam bidang-bidang lainnya. Agar fatwa-fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN-MUI dapat berlaku dan mengikat sebagai mana hukum
positif yang berlaku di Indonesia, maka pada UU No.21 tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah disebutkan bahwa fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI
dapat ditindak lanjuti sebagai Peraturan Bank Indonesia. 6

Pentingnya peran DSN untuk tetap menjaga kepatuhan LKS terhadap


ketentuan syariah, karena pada Undang-Undang No. 21 Thun 2008 tentang
Perbankan Syariah menegaskan bahwa setiap kegiatan usaha tidak boleh
bertantangan dengan syariah, yang dirujuk pada fatwa yang telah dikeluarkan DSN-
MUI dan telah dikonfersi kedalam PBI (Peraturan Bank Indonesia). Dengan
peraturan yang di tetapkan oleh Bank Indonesia akan memperkuat posisi fatwa dari
DSN-MUI menjadi salah satu sumber penting dalam melakukan innovasi produk
perbankan syariah.7

Para anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam
bidang yang terkait dengan muamalah syariah. Anggota DSN ditunjuk dan
diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus

5
Hasibuan, Audit Bank Syariah.
6
Imam Abdul Hadi. KEDUDUKAN DAN WEWENANG LEMBAGA FATWA (DSN-MUI) PADA BANK
SYARIAH. Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 1, No. 2 2011
7
Ibid.,
MUI pusat, yakni 5 (lima) tahun. Sedangkan dalam buku Petunjuk Pelaksanaan
Pembukaan Kantor Bank Syariah, yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, dikatakan
bahwa masa bakti DSN adalah 4 tahun.8

Adapun wewenang yang diberikan oleh MUI kepada DSN adalah sebagai berikut9 :

a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syari’ah (DPS)


di masing-masing lembaga keuangan Syari’ah dan menjadi dasar
tindakan hukum pihak terkait.
b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan
yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen
Keuangan dan Bank Indonesia.
c. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama
yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syari’ah pada suatu
lembaga keuangan syari’ah.
d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang
diperlukan dalam pembahasan ekonomi syari’ah, termasuk otoritas
moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
e. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syari’ah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh
Dewan Syari’ah Nasional.
f. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil
tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
Sedangkan Peran DPS adalah

a. mengawasi setiap lembaga keuangan syariah agar selalu sesuai dengan


prinsip-prinsip syariah yang telah difatwakan DSN.
b. Bersama komisaris dan direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal
dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitas yang
dikerjakan lembaga keuangan syariah.

8
Misbach, “KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM MENGAWASI
TRANSAKSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA.”
9
c. Peran lain DPS juga harus meneliti dan merekomendasikan produk baru
dari setiap lembaga keuangan syariah yang diawasinya.
Fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS):

a. Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan secara periodik pada


lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
b. Dewan Pengawas Syariah berkewajiban mengajukan usul-usul
pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang
bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional.
c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-
kurangnya dua kali dan satu tahun anggaran.10
4. Pembiayaan DSN
Dewan Syariah Nasional memperoleh dana operasional dari bantuan
Pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat. Dewan Syariah
Nasional menerima dana iuran bulanan dari setiap lembaga keuangan syariah yang
ada. Dewan Syariah Nasional mempertanggung-jawabkan keuangan/sumbangan
tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). 11

5. Mekanisme kerja DSN-MUI dan DPS


Mekanisme kerja yang disusun dalam keputusan MUI tentang susunan
pengurus DSN, Pada dasarnya merupakan kelanjutan dari tugas dan kewenangan
DSN. Dalam mekanisme kerja DSN terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan
yaitu, DSN, Badan Pelaksana Harian DSN, dan DPS. Adapun mechanism kerja
DSN adalah Sebagai Berikut.12

10
Waldi Nopriansyah, Hukum Bisnis Di Indonesia, 1st ed. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019).
11
Askar Abubakar dan Asdin, KONSEP DASAR DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN). IAIN Parepare
12
Jaih Mubarok.Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah,(Bandung:Pustaka Bani Quraisy,2004),
hal. 14
a. Mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana
Harian DSN dalam rapat pleno.
b. Menetapkan, mengubah atau mencabut berbagai fatwa dan pedoman
kegiatan lembaga keuangan syari’ah dalam rapat pleno.
c. Mengesahkan atau mengklarifikasi hasil kajian terhadap usulan atau
pertanyaan mengenai suatu produk atau jasa lembaga keuangan syari’ah
dalam rapat pleno.
d. Melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan atau
bilamana diperlukan. 5
e. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan
tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syari’ah yang
bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syari’ah sesuai
dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN).

Adapun mekanisme kerja DPS, sebagaimana tertera dalam Pedoman Dasar


DSN, yaitu sebagai berikut : 13

a. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan


syari’ah yang berada di bawah pengawasannya.

13
Misbach. Loc.cit.
b. Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan
syari’ah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada
Dewan Syari’ah Nasional.
c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syari’ah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali
dalam satu tahun anggaran.
d. Merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan
pembahasan DSN
6. Pola hubungan DPS dengan DSN-MUI
Dalam struktur organisasi bank syariah wajib ada sebuah lembaga yang
disebut Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS berkedudukan di kantor pusat dan
fungsinya adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar sesuai dengan prinsip
syariah yang dalam menjalankan fungsinya wajib mengikuti fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN). Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa DPS adalah dewan
yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah. Keberadaan DPS pada setiap kantor pusat Bank
Syariah merupakan sebuah keharusan karena fungsi lembaga inilah yang
membedakan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah.

Tugas dan fungsi DPS diatur di dalam Keputusan Dewan Syariah Nasional
Nomor 03 Tahun 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan
Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah. Yaitu sebagai berikut:

1. Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha Lembaga


Keuangan Syariah (LKS) agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip
syariah yang telah difatwakan oleh DSN.
2. Fungsi utama DPS adalah:
a. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi,
pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang
syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
b. Sebagai mediator antara LKS dan DSN dalam
mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk
dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian fatwa DSN.
Sedangkan menurut Pasal 27 ayat (1) PBI Nomor 6/24/PBI 2004 tugas,
wewenang, dan tanggung jawab DPS adalah:

1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank


terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang
dikeluarkan Bank.
3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional
bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa kepada DSN.
5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya
setiap 6 (enam) bulan kepada Direksi, Komisaris, Dewan Syariah
Nasional dan Bank Indonesia.
Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan secara periodik pada
LKS yang berada di bawah pengawasannya. Selama dalam masa tugasnya tersebut,
DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan
lembaga yang bersangkutan dan kepda DSN. Dewan Pengawas Syariah melaporkan
perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN
sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran. Jika LKS yang diawasi
tersebut bermasalah maka DPS akan merumuskan permasalahan-permasalahan
yang memerlukan pembahasan DSN. Keanggotaan DPS terdiri dari para pakar di
bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang
perbankan. Setiap LKS harus memiliki sedikitnya 3 (tiga) orang anggota DPS yang
masa tugasnya berlangsung selama 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergantian
antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh LKS yang
bersangkutan, atau telah merusak citra DSN. 14

14
Khotibul Umah, Corporate Action Pembentukan Bank Syariah(Akuisi,Konversi, Dan Spin Off), 1st
ed. (Yogyakarta: UGM Press, 2018).
7. Pola hubungan DPS,DSN-MUI dengan OJK
Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari
aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh
OJK sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan pengaturan
dan sistem pengawasan yang disesuiakan dengan kekhasan sistem operasional
perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik
bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan produk
yang sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat
fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah.
Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank
syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka
kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak dan
terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud.15

Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang


menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga yang
memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Undang-
undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan
kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI
untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank. Kemudian
Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk
perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank
mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK. Pada tataran
operasional pada setiap bank syariah juga diwajibkan memiliki Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama fungsi pengawasan syariah dan
kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank dihadapkan pada pertanyaan
mengenai apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses
melakukan pengembangan produk yang akan disampaikan kepada DSN untuk

15
Ojk.Perbankan Syariah dan Kelembagaannya.
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-dan-
Kelembagaan.aspx diakses pada sabtu 5 Desember 2020. Pukul 15.16 WIB
memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam perbankan syariah juga
diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus pada pemantauan kepatuhan
syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit eksternal yang
digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi
di bidang syariah.16

Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS
dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem
pembayaran. Secara kelembagaan bank umum syariah ada yang berbentuk bank
syariah penuh (full-pledged) dan terdapat pula dalam bentuk Unit Usaha Syariah
(UUS) dari bank umum konvensional. Pembagian tersebut serupa dengan bank
konvensional, dan sebagaimana halnya diatur dalam UU perbankan, UU Perbankan
Syariah juga mewajibkan setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan
dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah
harus terlebih dahulu mendapat izin OJK.17

Gambar diatas menjelaskan mengenai bagaimana peran OJK dan DSN


diharuskannya saling mendukung. OJK sebagai peraturan dari sisi negaranya dan
DSN sebagai peraturan dari sisi keislamannya.18

16
Ibid.
17
Ibid.
18
Ariyatu Ni’mati Rahmatika dan Septian Ragil Anandita. DSN MUI DAN OTORITAS JASA
KEUANGAN SERTA PEREKONOMIAN (STUDI LITERATUR DAN FENOMENOLOGI). Jurnal Bisnis &
Akuntansi Volume 8, No.2,September 2018
8. Fatwa DSN di Bidang Perbankan.
Sejauh ini DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa sebanyak 53. Berikut
adalah fatwa DSN-MUI :19

1. Fatwa DSN No. 1/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro;


2. Fatwa DSN No. 2/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan;
3. Fatwa DSN No. 3/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito;
4. Fatwa DSN No. 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah;
5. Fatwa DSN No. 5/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham;
6. Fatwa DSN No. 6/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna';
7. Fatwa DSN No. 7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudharabah;
8. Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah;
9. Fatwa DSN No. 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah;
10. Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah;
11. Fatwa DSN No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah;
12. Fatwa DSN No. 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah;
13. Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam
Murabahah;
14. Fatwa DSN No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam
Murabahah;
15. Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas Nasabah
Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran;
16. Fatwa DSN No. 18/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pencadangan
Penghapusan Aktiva Produktif Dalam Lembaga Keuangan Syariah;
17. Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al qardh;
18. Fatwa DSN No. 22/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Istishna'
Paralel;

19
AHYAR A. GAYO, LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN FATWA MUI
DALAM UPAYA MENDORONG PELAKSANAAN EKONOMI SYARIAH, (BPHN PUSLITBANG. 2011)
halaman 46
19. Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan
dalam Murabahah;
20. Fatwa DSN No. 24/DSN-MUI/III/2002 tentang Safe Deposit Box;
21. Fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas;
22. Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah alMuntahiyah
bi al- Tamlik;
23. Fatwa DSN No. 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al
Sharf);
24. Fatwa DSN No. 29/DSN-MUI/III/2002 tentang Pembiayaan
Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah;
25. Fatwa DSN No. 30/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Rekening
Koran Syariah;
26. Fatwa DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Utang;
27. Fatwa DSN No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C)
Impor Syariah;
28. Fatwa DSN No. 35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C)
Ekspor Syariah;
29. Fatwa DSN No. 36/DSN-MUI/X/2002 tentang Sertifikat Wadi’ah Bank
Indonesia (SWBI);
30. Fatwa DSN No. 37/DSN-MUI/X/2002 tentang Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah;
31. Fatwa DSN No. 38/DSN-MUI/X/2002 tentang Sertifikat Investasi
Mudharabah AntarBank (Sertifikat IMA);
32. Fatwa DSN No. 42/DSN-MUI/V/2004 tentang Syariah Charge Card;
33. Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/III/2004 tentang Ganti Rugi (Ta'widh);
34. Fatwa DSN No. 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan
Multijasa;
35. Fatwa DSN No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan
Murabahah (Khashm Fi Al Murabahah);
36. Fatwa DSN No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang
Murabahah bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar;
37. Fatwa DSN No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali
tentang Tagihan Murabahah;
38. Fatwa DSN No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad
Murabahah;
39. Fatwa DSN No. 50/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah
Musytarakah;
40. Fatwa DSN No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card;
41. Fatwa DSN No. 55/DSN-MUI/V/2007 tentang Pembiayaan Rekening
Koran Syariah Musyarakah;
42. Fatwa DSN No. 56/DSN-MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review Ujrah
pada Lembaga Keuangan Syariah;
43. Fatwa DSN No. 57/DSN-Mul/V/2007 tentang Letter of Credit (L/C)
dengan Akad Kafalah bil Ujrah;
44. Fatwa DSN No. 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah;
45. Fatwa DSN No. 60/DSN-MUI/V/2007 tentang Penyelesaian Piutang
dalam Ekspor;
46. Fatwa DSN No. 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju'alah;
47. Fatwa DSN No. 63/DSN-MUI/X/11/2007 tentang Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS);
48. Fatwa DSN No. 64/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank
Indonesia Syariah Ju'alah (SBIS Ju'alah);
49. Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqasih.
50. Fatwa DSN No. 74/DSN-MUI/I/2000 tentang Penjaminan Syariah.
51. Fatwa DSN No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual beli Emas Secara
Tidak Tunai.
52. Fatwa DSN No. 78/DSN-MUI/IX/2010 tentang Mekanisme dan
Instrumen Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.
53. Fatwa DSN No. 79/DSN-MUI/III/2011 tentang Qardh Dengan
Menggunakan Dana Nasabah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
DSN-MUI merupakan lembaga independen dalam mengeluarkan fatwa
sebagai rujukan yang berhubungan dengan masalah ekonomi, keuangan dan
perbankan. Peran DSN-MUI sangat penting utntuk meningkatkan perbankan
syariah dan menjaga kepatuhan bank syariah terhadap hukum Islam serta dalam
mengembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada
umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan
reksadana. Para anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam
bidang yang terkait dengan muamalah syariah. Anggota DSN ditunjuk dan
diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus
MUI pusat, yakni 5 (lima) tahun/

Pentingnya peran DSN untuk tetap menjaga kepatuhan LKS terhadap


ketentuan syariah, karena pada Undang-Undang No. 21 Thun 2008 tentang
Perbankan Syariah menegaskan bahwa setiap kegiatan usaha tidak boleh
bertantangan dengan syariah, yang dirujuk pada fatwa yang telah dikeluarkan DSN-
MUI dan telah dikonfersi kedalam PBI (Peraturan Bank Indonesia). Dengan
peraturan yang di tetapkan oleh Bank Indonesia akan memperkuat posisi fatwa dari
DSN-MUI menjadi salah satu sumber penting dalam melakukan innovasi produk
perbankan syariah.
Daftar Pustaka.

Abdul Nasser Hasibuan, 2020.Audit Bank Syariah, 1st ed. Jakarta: Kencana
AHYAR A. GAYO, 2011.LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUKUM
TENTANG KEDUDUKAN FATWA MUI DALAM UPAYA MENDORONG
PELAKSANAAN EKONOMI SYARIAH, BPHN PUSLITBANG
Ariyatu Ni’mati Rahmatika dan Septian Ragil Anandita. DSN MUI DAN OTORITAS
JASA KEUANGAN SERTA PEREKONOMIAN (STUDI LITERATUR DAN FENOMENOLOGI).
Jurnal Bisnis & Akuntansi Volume 8, No.2,September 2018

Askar Abubakar dan Asdin, KONSEP DASAR DEWAN SYARIAH


NASIONAL (DSN). IAIN Parepare

DSN-MUI.Sekilas Tentang DSN-MUI. https://dsnmui.or.id/kami/sekilas/


diakses pada 27 November 2020 pukul 21.52 WIB

Hasibuan, Audit Bank Syariah.


Imam Abdul Hadi. KEDUDUKAN DAN WEWENANG LEMBAGA FATWA
(DSN-MUI) PADA BANK SYARIAH. Economic: Jurnal Ekonomi dan
Hukum Islam, Vol. 1, No. 2 2011

Irwan Misbach, 2015. “KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PENGAWAS


SYARIAH DALAM MENGAWASI TRANSAKSI LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH DI INDONESIA,” Manajemen Ide dan Inspirasi

Jaih Mubarok. 2004.Perkembangan Fatwa Ekonomi


Syariah.Bandung:Pustaka Bani Quraisy.

Khotibul Umah, 2018.Corporate Action Pembentukan Bank


Syariah(Akuisi,Konversi, Dan Spin Off), 1st ed. Yogyakarta: UGM Press.
Ojk.Perbankan Syariah dan Kelembagaannya.
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-dan-
Kelembagaan.aspx diakses pada sabtu 5 Desember 2020. Pukul 15.16 WIB
Subekty Wibowo, 2018. “PERAN MAJELIS ULAMA INDONESIA
PADA MASA ORDE BARU,” CANDI 17
Waldi Nopriansyah, 2019. Hukum Bisnis Di Indonesia, 1st ed. Jakarta:
Prenadamedia Group

Anda mungkin juga menyukai