Anda di halaman 1dari 12

Mata Kuliah : Hukum Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ridwan Nurdin, M.C.L.


Jadwal Kuliah/Unit : Senin 11.15 s.d 12.55/Unit 01
Kelompok : 1 (Satu)
1. Zahrul Irham (200102163)
2. Tazkia Al Munawar (210102010)
3. Cut Atika Shabira (210102006)

DEWAN SYARIAH NASIONAL


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sehubungan dengan pesatnya perkembangan ekonomi di Indonesia
yang ditandai dengan munculnya lembaga keuangan baik syariah maupun
non-syariah yang berperan sebagai mediator antara pemodal dan
pengusaha. Namun terdapat banyak praktik-praktik yang dilakukan oleh
lembaga keuangan syariah tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah, salah satunya ada;ah praktik riba’ yang dilakukan dalam rangka
meraup keuntungan sebanyak mungkin serta merugikan orang lain.

Lembaga keuangan syariah dalam menjalankan kegiatannya,


berpegang pada kaidah dan prinsip dasar muamalah yang telah disepakati
oleh ulama empat mazhab, yakni halal, kebebasan dalam bertransaksi, tidak
zalim, tidak ada unsur penipuan, riba’, maupun judi, bersikap jujur, dan juga
tidak ada perantara atau sarana yang dapat menimbulkan kerugian.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, bank syariah menerapkan agar seluruh
penerimaan yang diperoleh adalah halal, serta menjalankan sistem bagi
hasil.

Adapun dalam hal kepentingan para pihak dapat terpenuhi dengan


baik pada perbankan syariah, telah diatur struktur pengelolaan dan

1
pengawasan yang melibatkan empat pihak, yaitu: pemegang saham (dewan
komisaris), pengurus bank, dewan pengawas syariah (DPS) dan/atau dewan
syariah nasional (DSN), serta nasabah deposan. Pihak-pihak tersebut
mempunyai batasan hak, kewanangan, dan kepentingan yang berbeda untuk
menghindari konflik. Adapun di dalam karya ilmiah ini akan dibahas salah
satu dari empat pihak tersebut, yakni hal-hal mengenai dewan syariah
nasional (DSN).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah adanya dewan syariah nasional (DSN)?
2. Apa pengertian dewan syariah nasional (DSN)?
3. Apa dasar hukum dewan syariah nasional (DSN)?
4. Bagaimana peran, tugas, fungsi, serta kewenangan dewan syariah
nasional (DSN)?
5. Bagaimana mekanisme kerja dewan syariah nasional (DSN)?
C. Tujuan

Mengetahui dan memahami materi yang berkaitan dengan dewan


syariah nasional, khususnya pada sejarah, definisi, dasar hukum, peran,
tugas, fungsi, serta kewenangan, dan juga mekanisme kerja dewan syariah
nasional.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Dewan Syariah Nasional (DSN)

MUI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang


keagamaan yang berhubungan dengan kepentingan umat Islam Indonesia
membentuk suatu dewan syariah yang berskala nasional yang bernama
dewan syariah nasional (DSN), berdiri pada tanggal 10 Februari 1999 sesuai
dengan surat keputusan (SK) MUI nomor kep-754/MUI/II/1999.1

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)


dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah
perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang
perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntutan syariah
Islam. Pembentukan DSN MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi
para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah
ekonomi. Berbagai masalah yang memerlukan fatwa akan ditampung dan
dibahas bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam
penanganannya oleh masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di
Lembaga Keuangan Syariah. Untuk mendorong penerapan ajaran Islam
dalam kehidupan ekonomi dan keuangan. Dewan Syariah Nasional
didirikan sebagai lembaga syariah yang bertugas mengayomi dan
mengawasi operasional aktivitas perekonomian LKS.Dan juga menampung
berbagai masalah kasus yang memerlukan fatwa agar di peroleh kesamaan
dalam penangganannya oleh masing masing dewan pengawasan syariah
(DPS)yang ada di masing masing Lembaga Keuangan Syariah (LKS).2
Berikut beberapa sejarah berdirinya Dewan Syariah Nasional:

1
Rahmat Ilyas, “Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan Syariah”, Jurnal
perbankan Syariah, Vol. 2, No, 1 (April 2021), 45.
2
Situs Resmi DSN, “Dewan Syariah Nasional” https ://dsnmui.or.id/kami/sekilas/ (diakses
pada 8 september 2023, pukul 20.55).

3
1. Lokakarya Ulama Tentang Reksadana Syariah yang
diselenggarakan MUI pusat pada tanggal 29-30 juli 1997 di jakarta
merekomendasikan perlunya sebuah lembaga yang menangani
masalah-masalah yang berhubungan dengan LKS
2. Majelis Ulama Indonesia mengadakan rapat tim yang berhubungan
dengan aktivitas LKS
3. Dewan pimpinan MUI menerbitkan SK No. Kep-754/MUI/II/1999
tanggal 10 februari 1999 tentang pembentukan DSN.
B. Pengertian Dewan Syariah Nasional (DSN)
Dewan Syariah Nasional menurut Pasal 1 ayat (9) PBI adalah dewan
yang dibentuk oleh MUI yang bertugas dan memiiliki kewenangan untuk
menetapkan Fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha
berdasarkan prinsip Syariah. DSN bertugas menangani masalah-masalah
yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi syariah, serta menjadi
pengawas, pengarag, serta pendorong penerapan prinsip-prinsip syariah
dalam ekonomi.3

C. Dasar Hukum Dewan Syariah Nasional (DSN)

1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli


2004 tentang Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.
2. Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober
tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang
berdasarkan Prinsip Syariah yang lalu di ubah dengan Peraturan Bank
Indonesia No.7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005 tentang
Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan
Prinsip Syariah.
3. Peraturan Bank Indonesia No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari
tentang perubahan kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi
Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip

3
Cik Basir, Sengketa Perbankan Syariah. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2005),
Hal. 60

4
Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.

Semua Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut mewajibkan setiap Bank


Syariah harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah (DPS).4 Hal ini sejalan
dengan yang termuat dalam undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah pasal 32 maupun undang-undang nomor 40 tahun 2007
tentang perseroan terbatas pasal 109 yang pada intinya bahwa DPS wajib
dibentuk di bank syariah maupun perseroan yang menjalankan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah. DPS tersebut hanya dapat diangkat jika
telah mendapatkan rekomendasi DSN MUI.5

D. Peran, Fungsi, Tugas, dan Kewenangan Dewan Syariah Nasional


1. Peran DSN
Dewan syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam
menjamin ke-islaman keuangan syariah diseluruh dunia. Di Indonesia peran
ini dijalankan oleh DSN yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Adapun DPS merupakan perpanjangan tangan DSN dalam
merealisasikan fatwa yang telah diputuskan oleh DSN. DPS berperan
sebagai pengawas dari lembaga keuangan syariah yang mengawasi setiap
operasional kegiatan pebankan syariah baik itu bank syariah, asuransi
syariah, pasar modal syariah dan lain-lain, sehingga semua lembaga
keuangan syariah dapat berjalan sesuai dengan tuntutan syariat Islam.6
2. Fungsi DSN

Fungsi utama DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga


kuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. DSN bukan hanya
mengawasi Bank Syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lainnya seperti

4
Agus Waluyo, “Kepatuhan Bank Syariah Terhadap Fatwa Dewan Stariah Nasional Pasca
Transformasi ke dalam Hukum Positif”, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 10, No. 2
(Desember 2016), 524.
5
Rahmat Ilyas, “Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan Syariah”…45.
6
Rahmat Ilyas, “Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan Syariah”…47.

5
asuransi, reksadana, modal ventura, dan lain sebagainya yang melakukan
aktivitas ekonomi syariah. Untuk keperluan pengawasan tersebut, DSN
membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber
hukum Islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi DPS pada
lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan
produk dan jasa keuangan syariah.7 Fungsi lain DSN adalah meneliti dan
memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga
keuangan syariah.8

Adapun fungsi DPS berdasarkan keputusan pimpinan MUI tentang


susunan pengurus DSN-MUI nomor Kep-98/MUI/III/2001, DPS
menjalankan fungsi-fungsi sebagai berikut:9

a) Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan


kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
aspek syariah.
b) Sebagai mediator antara bank dengan DSN dalam
mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan
jasa bank memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
c) Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank-bank
syariah.
3. Tugas DSN

Menurut keputusan DSN nomor 01 tahun 2000 tentang pedoman


dasar MUI, sekurang-kurangnya ada empat hal yang menjadi tugas pokok
Dewan Syari’ah Nasional, diantaranya adalah: 10

7
Ridwan Nurdin, Hukum Ekonomi Syariah Substansi dan Pendekatan, (Banda Aceh:
Sahifah, 2018), hal. 37.
8
Rahmat Ilyas, “Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan Syariah”…45.
9
Rahmat Ilyas, “Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan Syariah”…48.
10
Irwan Misbach, “Kedudukan dan fungsi Dewan pengawas Syariah dalam Mengawasi
Transaksi Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia”, Jurnal Alauddin Makassar, 83.

6
a) Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syari’ah dalam
kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada
khususnya.
b) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan syariah.
c) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syari’ah.
d) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
4. Wewenang DSN
Wewenang yang diberikan oleh MUI kepada DSN adalah sebagai
berikut:
a) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah
di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar
Tindakan hukum pihak terkait.
b) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi
ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi berwenang,
seperti Depkeu dan BI.
c) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi
nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah
pada suatu Lembaga keuangan syariah.
d) Mengundang para ahli menjelaskan suatu masalah yang
diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk
otoritas moneter/Lembaga keuangan dalam dan luar negeri.
e) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah
f) Menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan
Dewan Syariah Nasional.
g) Mengusulkan kepada instansi berwenang untuk mengambil
tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. 11

11
Dikutip oleh Jaih Mubarok dalam Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah,(Bandung:
Pustaka Bani Quraisy,2004),hal. 13 dari Lampiran Keputusan MUI No. Kep-98/MUI/III/2001
tentang Susunan Pengurus DSN MUI masa bakti Tahun 2000-2005, tentang Pedoman DSN-MUI
(bagin-IV,2). Lihat Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah, hal 22-23.

7
E. Mekanisme DSN

Mekanisme kerja DSN yang disusun dalam Keputusan MUI mengenai


Susunan Pengurus DSN, pada dasarnya merupakan lanjutan dari tugas dan
wewenang DSN yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam mekanisme kerja
DSN terdapat tiga unsur yang perlu diperhatikan, yakni: DSN, Badan Pelaksana
Harian DSN, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)

a) Mekanisme kerja DSN


Secara garis besar, mekanisme kerja DSN sebagai berikut:
1) Mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan
Pelaksana Harian DSN dalam rapat pleno.
2) Menetapkan, mengubah atau mencabut berbagai fatwa dan
pedoman kegiatan lembaga keuangan syari’ah dalam rapat
pleno.
3) Mengesahkan atau mengklarifikasi hasil kajian terhadap usulan
atau pertanyaan mengenai suatu produk atau jasa lembaga
keuangan syari’ah dalam rapat pleno.
4) Melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan
atau bilamana diperlukan.
5) Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam
laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan
syari’ah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap
ketentuan syari’ah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syari’ah Nasional (DSN).12
b) Mekanisme kerja berkaitan dengan Badan Pelaksana Harian DSN
1) Badan Pelaksana Harian DSN menerima usulan atau pernyataan
hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah

12
Dikutip oleh Jaih Mubarok dalam Perkembangan Fatwa Ekonomi
Syariah,(Bandung:Pustaka Bani Quraisy,2004), hal. 14 dari Lampiran Keputusan MUI No. Kep-
98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI masa bakti Tahun 2000-2005, tentang
Pedoman DSN-MUI (bagin-V,A)

8
2) Sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris paling lambat setelah
satu hari kerja setelah menerima usulan atau pernyataan,
menyampaikan permasalahan tersebut kepada ketua
3) Ketua Badan Pelaksana Harian DSN bersama anggota dan staf
ahli selambat-lambatnya 20 hari kerja setelah usulan atau
pernyataan itu ada, membuat memorandum khusus yang berisi
telah dan pembahasan pernyataan atau usulan yang ada
4) Ketua Badan Pelaksana Harian DSN membawa hasil
pembahasan tersebut ke dalam rapat pleno DSN untuk mendapat
pengesahan
5) Fatwa atau memorandum DSN ditandatangani oleh Ketua dan
Sekretaris DSN.13
c) Mekanisme kerja berkaitan dengan dewan pengawas syariah (DPS)
1) DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga
keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya
2) DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan
lembaga keuangan syariah pada pimpinan lembaga yang
bersangkutan dan kepada DSN
3) DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional
lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN
sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran
4) DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang
memerlukan pembahasan DSN.14

13
Dikutip oleh Ridwan Nurdin dalam Hukum Ekonomi Syariah, (Banda Aceh:Sahifah,
2018), hal. 39-40 dari Lampiran Keputusan MUI No. Kep-98/MUI/III/2001 tentang Sususan
Pengurus DSN MUI masa bakti Tahun 2000-2005, tentang Pedoman DSN-MUI (bagin V, B).
14
Dikutip oleh Ridwan Nurdin dalam Hukum Ekonomi Syariah, (Banda Aceh: Sahifah,
2018), hal. 40-41 dari Lampiran Keputusan MUI No. Kep-98/MUI/III/2001 tentang Sususan
Pengurus DSN MUI masa bakti Tahun 2000-2005, tentang Pedoman DSN-MUI (bagin V, C).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. MUI membentuk suatu dewan syariah yang berskala nasional yang
bernama dewan syariah nasional (DSN), berdiri pada tanggal 10
Februari 1999 sesuai dengan surat keputusan (SK) MUI nomor kep-
754/MUI/II/1999.
2. Dewan Syariah Nasional menurut Pasal 1 ayat (9) PBI adalah dewan
yang dibentuk oleh MUI yang bertugas dan memiiliki kewenangan
untuk menetapkan Fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha
berdasarkan prinsip Syariah.
3. Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah pasal
32 maupun undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan
terbatas pasal 109 yang pada intinya bahwa DPS wajib dibentuk di bank
syariah maupun perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah. DPS tersebut hanya dapat diangkat jika
telah mendapatkan rekomendasi DSN MUI.
4. Peran : Dewan syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan
dalam menjamin ke-islaman keuangan syariah diseluruh dunia. Di
Indonesia peran ini dijalankan oleh DSN yang dibentuk oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI).
Fungsi : Fungsi utama DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga
kuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam.
Tugas : Tugas pokok Dewan Syari’ah Nasional, diantaranya adalah:
(a)Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syari’ah dalam
kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
(b)Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan syariah,
(c)Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syari’ah,
(d)Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

10
Wewenang : (a) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan
Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan
menjadi dasar Tindakan hukum pihak terkait, (b) Mengeluarkan
fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang
dikeluarkan oleh instansi berwenang, seperti Depkeu dan BI, (c)
Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama
yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu
Lembaga keuangan syariah, (d) Mengundang para ahli menjelaskan
suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah
termasuk otoritas moneter/Lembaga keuangan dalam dan luar negeri,
(e) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah, (f)
Menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan Dewan
Syariah Nasional, (g) Mengusulkan kepada instansi berwenang untuk
mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
5. Dalam mekanisme kerja DSN terdapat tiga unsur yang perlu diperhatikan,
yakni: DSN, Badan Pelaksana Harian DSN, dan Dewan Pengawas Syariah
(DPS).

11
DAFTAR PUSTAKA

Nurdin, Ridwan. (2018). Hukum Ekonomi Syariah Substansi dan


Pendekatan, Banda Aceh: Sahifah.

Mubarok, Jaih. (2004). Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah. Bandung:


Pustaka Bani Quraisy.

Basir, Cik. (2005). Sengketa Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada


Media Grup.

Ilyas, Rahmat. “Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan


Syariah”, Jurnal perbankan Syariah, Vol. 2, No, 1. (April 2021)

Waluyo, Agus. “Kepatuhan Bank Syariah Terhadap Fatwa Dewan Stariah


Nasional Pasca Transformasi ke dalam Hukum Positif”, Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, Vol. 10, No. 2 (Desember 2016)

Misbach, Irwan. “Kedudukan dan fungsi Dewan pengawas Syariah dalam


Mengawasi Transaksi Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia”, Jurnal Alauddin
Makassar.

Situs Resmi DSN, “Dewan Syariah Nasional”


https://dsnmui.or.id/kami/sekilas/ (diakses pada 8 september 2023, pukul 20.55).

12

Anda mungkin juga menyukai