Disusun Oleh:
Soraya Parahdina 180102010138
Aisya Nur Akbarini 180102010136
Rabiatul Adawiyah 180102010142
Wiwi Fauziah 180102010152
1
KATA PENGANTAR
Kelompok 2
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………..….. 3
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………..…………….. 4
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………….. 11
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Ekonomi Syariah terletak di kitab-kitab fiqih klasik, fatwa DSN, PP,
ketentuan Bank Indonesia. Hukum Ekonomi Syariah peraturannya tidak
terkompilasikan.
Ada beberapa topic pembahasan salah satunya ada sub judul Lembaga
Keuangan Mikro Syariah. Yang dimana pada kesempatan kali ini, kami dari kelompok
dua akan membahas lebih dalam serta terperinci mengenai Lembaga Keuangan
Ekonomi Syariah.
Dari uraian diatas, maka permasalahan yang akan kami bahas ialah;
1. Apa pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Keuangan Mikro?
2. Apa Implementasi HES dan Fiqh Muamalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah?
3. Bagaimana pola pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah?
4. Bagaimana kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) ialah Lembaga yang berbadan hukum
yang operasional usahanya memberikan layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Kegiatan yang dilakukan ialah dalam bentuk pembiayaan, bukan simpanan.
Pembiayaan disini diartikan sebagai penyediaan dana kepada masyarakat yang harus
dikembalikan sesuai dengan jadwal yang diperjanjikan menurut prinsip syariah yang terdapat
pada Pasal 1 (4) UU-LKM.
Dalam menjalankan usahanya LKMS harus merujuk kepada fatwa dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Dan juga, LKMS wajib
dalam membentuk Dewan Pengawas Syariag (DPS) yang bertugas memberi nasihat dan saran
kepada direksi atau pengurus, dan mengawasi jalan kegiatan LKM sesuai dengan prinsip
syariah yang terdapat pada Pasal 12 & 13 UU-LKM.
4
Dilansir dari republika.co.id dan ekonomi.kompas.com beberapa Lembaga Keuangan
Mikro Syariah yang sudah diresmikan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), ada 10 Lembaga
Keuangan Mikro Syariah, yaitu;
Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
berbunyi “Lembaga Keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan
usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha
skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Dan juga dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pada Bab
I Pasal 1, yang dimaksud dengan koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Dalam Bab III Pasal 4 disebutkan fungsi dan peran koperasi adalah sebagai berikut: 1)
Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; 2)
berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat dan
5
manusia; 3) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuataan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya; dan 4) berusaha untuk
mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) ialah Koperasi yang menjalankan kegiatan
usaha keuangan syariah yang diatur dalam Kep.Men.Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah RI No. 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaba
Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Adapun Baitul Mal Wat Tamwil adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya
berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif
dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan
kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonominya. Selain itu, Baitul Mal wat Tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak, dan
sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya. BMT badan
hukumnya dapat memilih antara berbadan hukum koperasi atau berbadan hukum LKMS. 1
B. Implementasi HES dan Fiqh Muamalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah
1
Andri Soemitra, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah Di Lembaga Keuangan dan Bisnis
Kontemporer, cet ke-1, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019, h.228
2
Ibid
6
macam simpanan dalam koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan
simpanan bebas (sukarela).
a) Simpanan pokok adalah simpanan yang harus dibayarkan anggota koperasi
saat pertama kali menjadi anggota. Simpanan pokok hanya dilakukan sekali
selama menjadi anggota dan jumlahnya ditentukan oleh koperasi. Jumlahnya
sama bagi setiap anggota yang baru masuk. Simpanan pokok tidak bisa
diambil kembali oleh anggota koperai selama ia menjadi anggota dalam
koperasi tersebut, kecuali anggota tersebut mengundurkan diri dari koperasi.
Biasanya setiap koperasi mempunyai tenggat waktu maksimal pengembalian
uang simpanan poko tersebut, akad yang digunakan pada simpanan pokok
adalah akad wadiah yad dhamanah.
b) Simpanan wajib harus dibayarkan anggota koperasi secara rutin setiap jangka
waktu yang ditentukan, misalnya sebulan sekali. Uang yang masuk pada
simpanan wajib juga tidak bisa ditarik kembali oleh anggota koperasi. Modal
usaha koperasi bersumber pada simpanan pokok dan simpanan wajib anggota
koperasi. Akad yang digunakan pada simpanan wajib adalah akad wadiah yad
dhamanah.
c) Simpanan bebas atau sukarela yang berbeda dengan simpanan pokok dan
simpanan wajib. Simpanan bebas tidak diwajibkan bagi semua anggota.
Pembayaran simpanan bebas bisa dilakukan kapan saja, dan simpanan ini bisa
diambil kembali setiap saat oleh anggota. Dapat diibaratkan jika simpanan
bebas ini adalah kegiatan menabung. Akad yang digunakan pada simpanan
sukarela adalah akad wadiah yad dhamanah.3
Pada Baitul Mal Wat Tmwil umumnya penghimpunan dana bersumber dari
modal pendiri berupa simpanan pokok khusus dengan akad musyarakah dan berhak
atas sisa hasil usaha BMT, modal dasar dengan pola Simpanan Pokok dan
Simpanan wajib berakad wadiah yad dhamanah, dan Simpanan Sukarela berbasis
bagi hasil (mudarabah) seperti simpanan mudharabah biasa, simpanan pendidikan,
simpanan haji, simpanan umrah, simpanan kurban, dan simpanan berjangka , serta
simpanan sukarela berbasis titipan (wadiah yad dhamanah).
3
Ibid, hlm.229
7
Adapun produk investasi pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah pada
umumnya terbagi dua, yaitu investasi tidak terkait dan investasi terkait. Pada
investasi terkait digunakan akad mudarabah muqayyadah, sedangkan pada
investasi tidak terkait digunakan akad mudarabah muthlaqah adapun investasi
terikat menggunakan akad mudarabah muqayyadah.
8
d) Produk penyaluran dana berbasis pinjaman
produk penyaluran dana berbasis pinjaman merypakan penyaluran dana
kepada anggota dalam bentuk pinjaman berakad qardh dan qardhul hasan
untuk mewujudkan tanggung jawab social lembaga keuangan mikro syariah.4
Hal yang membedakan lembaga keuangan (mikro) syariah dengan lembaga keuangan
konvensional ada pada perangkat yang dipakai, terutama sistem bagi hasil (profit and loss-
sharing sistem), sistem perniagaan, sistem kerja sama dengan pola bagi hasil.
Sistem – sistem tersebut memberikan banyak pilihan yang memungkinkan pelaku usaha
ekonomi mikro mendapatkan kemudahan-kemudahan. Selain itu, sistem-sistem tersebut
menjadi jalan pintas sistem bunga (interest rate sistem) yang diterapkan pada lembaga
keuangan konvensional.
Dalam pelaksanaan pembiayaan, lembaga keuangan mikro syariah memakai sistem bagi
hasil. Sistem ini memenuhi kriteria keadilan dalam islam dibandingkan dengan sistem bunga.
Bagi hasil diaplkasikan dengan konsep mudharabah, syirkah, mudharabah musytarakah,
musyarakah mutanaqishah dan muzara’ah.
Bunga dan bagi hasil memiliki kelaianan yang sangat jelas. Keduanya tidak hanya dilihat
dari sudut hasil, berupa tambahan atau kelebihan atas modal pokok. Karena apabila ditinjau
dari aspek ini, maka ada kecenderungan menyamaratakan setiap tambahan yang melebihi
pokok sebagai bunga. Hal yang diperlukan adalah memperhatikan dan mengawasi proses
penetapan tambahan dan skim yang di pakai dalam mendapatkannya.
Mudharabah merupakan akad transaksi yang dilakukan antara dua belah pihak, yaitu
pemilik modal dengan para pelaku ekonomi mikro dengan proposisi bagi hasil yang telah
disepakati diawal, sedangkan kerugian ditanggung pemilik modal.
4
Ibid, hlm.230
9
atau lembaga keuangan mikro itu sendiri. Sedangkan kerugian pengelola adalah tidak
memperoleh apapun.
Ekonomi islam tidak bisa melegalkan laba dalam bentuk material sebagai satu-satunya
sistem penentu dalam menetapkan hubungan kerja sama antara dua pihak. Meskipun sistem
ini jelas mempunyai peran penting dalam lembaga ekonomi bisnis modern, namun ia
bukanlah satu-satunya, ia membutuhkan unsur lain ( the others ), etika, moral dan profit yang
bersifat transendental.
Nilai-nilai tersebut bergabung dan membentuk kekuatan sinergis yang saling membantu
dan menjadi aspek pembeda dalam operasi ekonomi dan lembaga keuangan syariah dengan
lembaga ekonomi konvensional. Dengan sinergitas antara nilai material dan nilai spiritual
operasional lembaga ekonomi syariah selalu berada dalam jalan kaidah-kaidah moral dan
etika serta menjunjung tinggi nilai-nilai humanitas dan nilai-nilai transendental.
Musyarakah, akad kerja sama yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih untuk
melakukan usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan sumbangan dana dengan
kesepakatan keuntungan dan resiko ditanggung bersama.
Didalam murabahah, pembiayaan berdasarkan praktik jual beli. Lembaga keuangan mikro
syariah membelikan kebutuhan barang konsuman dengan keuntungan dan sistem pembayaran
yang telah disepakati bersama.
Bai al salam, pembelian barang yang dilakukan oleh lembaga keuangan mikro kepada
orang yang meproduksi atau produsen (dimana produsennya adalah anggota peminjam)
dengan pembayaran di awal dan penyerahannya kemudian hari setelah selesai diproduksi.
Barang tersebut setelah dibuat kemudian dijual kepada konsumen dan keuntungannya dibagi
bersama sesuai kesepakatan awal.5
Kinerja yang dimiliki Lembaga Keuangan Mikro (BMT) yang beroperasi atas dasar
sistem syari’ah dimaksudkan untuk menggambarkan kemampuan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) dalam memediasikan diri sebagai banknya rakyat miskin, agar bisa menyentuh ke
lapisan masyarakat kelas menengah kebawah/ miskin yang mana sulit disentuh oleh lembaga
5
Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syariah : Pergulatan Melawan Kemiskinan Dan Penetrasi
Ekonomi Global, Yogyakarta : Graha Ilmu, Cet. 1, 2009, Hlm : 63 – 66.
10
keuangan formal (bank), yang selama ini lebih berpihak kepada orang kaya daripada orang
miskin. Akibat yang ditimbulkan ialah masyarakat miskin nyaris tidak tersentuh
(underserved) orang miskin sehingga modal yang dikuasai tidak tersalurkan kedalam usaha-
usaha produktif. Dampak dari tersalurnya modal untuk memenuhi kepentingan konsumtif ini
adalah tertutupnya lapangan kerja yang mengakibatkan terjadinya pengangguran.
Penerapan sistem bunga pada lembaga keuangan konvensional (bank) juga menjadi
masalah persoalan yang dihadapi oleh masyarakat miskin. Sistem ini terbukti kurang berhasil
dalam membantu memerangi kemiskinan dan pemerataan pendapat. Karena penerapan bunga
bank itu memberi peluang kepada masyarakat kelas menengah ke bawah untuk
mengembangkan usahanya di bidang ekonomi.
Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro berbasis syari’ah ini dapat mengisi kegagalan
dari penerapan bunga bank yang terjadi selama ini. Penerapan prinsip bagi hasil, larangan
mempraktikan bunga uang, memiliki implikasi filosofis dan normative terutama dengan
pemberian peluang kepada kelompok bawah untuk mengubah mental konsumtif menjadi
mental produktif.
LKM sendiri lebih banyak mengacu kepada model bank untuk orang miskin, dan
lembaga keuangan mikro telah banyak membantu untuk kelompok usaha menengah
kebawah. Para pengelola Lembaga Keuangan Mikro banyak mengacu pada model bank orang
miskin Grameen Bank yang diterapkan Muhammad Yunus dari Bangladesh.6
Model Grameen Bank ini jugamenarik perhatian Majelis Ulama Indonesia. MUI
bekerjama dengan ICMI dan Bank Muamalat mendirikan PINBUK yang bertugas untuk
melakukan sosialisasi dan pembentukan lembaga keuangan mikro Bait al Mal wal Tanwil
(BMT) yang mengarahkan usahanya untuk membantu fakir miskin.7
Beberapa Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (BMT) telah menunjukkan kinerja yang
membanggakan seperti yang terlihat pada kasus BMT Tumang Desa Cepogo, Boyolali.
Lembaga Keuangan Mikro ini pada awal berdirinya 1 Oktober 1998 beroperasi dengan modal
Rp 7.050.000 yang dihimpun dari 60 orang anggota pendirinya. Dalam perkembangannya,
modal awal mengalami perkembangan pesat sehingga memiliki asset menjadi Rp 18 Juta
pada akhir tahun 1998, Rp 95 juta pada akhir tahun 1999, dan Rp 212 juta pada akhir tahun
66
Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah: Pergulatan Melawan Kemiskinan dan Penetrasi
Ekonomi Global, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hl.85
7
Ibid
11
2000, Rp 406 juta di akhir tahun 2001 dan hamper 2 milyar di akhir tahun 2003. Melayani
lebih dari 1000 orang peminjam yang merupakan representasi dari berbagai sektor pengusaha
mikro dan menerima simpanan sebanyak lebih dari 1800 anggota penabung (Azis, 2004:vi)
Selain BMT Tumang, model lain yang bisa dijadikan referensi adalah BMT
Marhamah di kecamatan Lekson, Wonosobo. BMT Marhamah ini dari tahun ketahun
mengalami kinerja yang sangat positif. Pada awal berdirinya, tahun 1995 hanya
mengandalkan modal Rp 875.000 yang terhimpun dari 104 orang pendirinya. Tahun 2001
lembaga keuangan mikro ini memiliki asset hamper 2 milyar. BMT membiayai lebih dari
4000 anggota peminjam pengrajin jamur, Larica, mebeler dan lain sebagainya. (Azis, 2004)
Penerapan model Grameen Bank ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Demikian pula dengan lembaga keuangan mikro atau BMT-BMT yang ada, meskipun harus
diakui sebagian dari BMT-BMT yang ada juga tidak dapat menunjukkan kegigihannya untuk
bertahan hidup.8
Keseimbangan dan keterkaitan antara sector riil dan sector moneter menjadi salah satu
apek yang mendukung kinerja lembaga keuangan syari’ah.
8
Ibid, hl.86
9
Ibid, hl.88
12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Jadi, kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan diatas ialah;
1. Lembaga Keuangan Mikro Syariah ialah sebuah lembaga yang memberikan jasa
pelayanan keuangan dengan konsep syariah. Dalam menjalankan usahanya LKMS harus
merujuk kepada fatwa dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI).
2. Implementasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah pada Lembaga Keuangan
Mikro, Koperasi, dan Baitul Mal Wat Tamwil dilihat berdasarkan produk yang
ditawarkan. Kegiatan usaha Lembaga Keuangan Mikro pada umumnya adalah Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Kegiatan Penyaluran Dana.
4. Kinerja yang dimiliki Lembaga Keuangan Mikro (BMT) yang beroperasi atas dasar
sistem syari’ah dimaksudkan untuk mengubah masyarakat menengah kebawah/ miskin
agar tidak mengalami penggangguran dan juga membantu usaha kelompok menengah
kebawah yang kesusahan akan dana. Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro berbasis
syari’ah ini dapat mengisi kegagalan dari penerapan bunga bank yang terjadi selama ini.
Penerapan prinsip bagi hasil, larangan mempraktikan bunga uang, memiliki implikasi
filosofis dan normative terutama dengan pemberian peluang kepada kelompok bawah
untuk mengubah mental konsumtif menjadi mental produktif.
13
DAFTAR PUSTAKA
Soemitra, Andri, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah Di Lembaga Keuangan
dan Bisnis Kontemporer, cet ke-1, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019)
14