Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUKUM BISNIS/ EKONOMI SYARIAH


“Lembaga Keuangan Mikro Syariah”

Disusun Oleh:
Soraya Parahdina 180102010138
Aisya Nur Akbarini 180102010136
Rabiatul Adawiyah 180102010142
Wiwi Fauziah 180102010152

Dosen Pengampu: Fuad Luthfi, S.Ag., M.H

Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin


Fakultas Syariah
Prodi Hukum Keluarga Islam

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam senantiasa kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
sebagai wujud rasa cinta dan hormat kami kepada beliau yang telah berjasa dalam
mengembangkan agama islam.
Berikut ini kami akan membahas sebuah makalah dengan tema “Lembaga Keuangan
Mikro Syariah” yang diberikan tugas oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Bisnis/
Ekonomi Syariah Bapa Fuad Luthfi, S.Ag., M.H yang Insya Allah akan memberikan manfaat
untuk mempelajari sedikit tentang Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
Kami menyadari bahwasanya terdapat banyak kekurangan dalam makalah yang kami
susun ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak untuk kepentingan dan kemajuan ilmu pengetahuan ini. Demikian yang dapat
kami paparkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Banjarmasin, Oktober 2019

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1


DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………….. 2

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………..….. 3

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………………………….. 3

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….…………………. 3

1.3 Tujuan Pembelajaran……………………………………………………………………………………….. 3

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………..…………….. 4

2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Keuangan Mikro Syariah…………………….. 4

2.2 Implementasi HES dan Fiqh Muamalah pada LMKS……………………………………….. 6

2.3 Pola Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah……………………………………….. 9

2.4 Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah………………………………………………………. 10

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………. 11

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………….. 11

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan ekonomi sudah seusia dengan peradaban Islam. Yang dimana


perkembangan ekonomi ini sudah melalu beberapa proses. Pertama, mulai dari
bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan yang kedua, seiring
dengan berkembangnya manusia.

Hukum Ekonomi Syariah terletak di kitab-kitab fiqih klasik, fatwa DSN, PP,
ketentuan Bank Indonesia. Hukum Ekonomi Syariah peraturannya tidak
terkompilasikan.

Ada beberapa topic pembahasan salah satunya ada sub judul Lembaga
Keuangan Mikro Syariah. Yang dimana pada kesempatan kali ini, kami dari kelompok
dua akan membahas lebih dalam serta terperinci mengenai Lembaga Keuangan
Ekonomi Syariah.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian diatas, maka permasalahan yang akan kami bahas ialah;
1. Apa pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Keuangan Mikro?
2. Apa Implementasi HES dan Fiqh Muamalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah?
3. Bagaimana pola pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah?
4. Bagaimana kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah?

1.3 Tujuan Pembelajaran

Agar mahasiswa(i) dapat menguasai dan memahami secara mendalam tentang


Lembaga Keuangan Mikro Syariah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Keuangan Mikro

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) merupakan suatu lembaga keuangan


yang berorientasi kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lahirnya lembaga
keuangan mikro syariah di Indonesia merupakan salah satu jawaban melihat perkembangan
perbankan syariah yang masih terpusat kepada masyarakat menengah ke atas. Maka, dengan
adanya LKMS ini dapat membantu para pengusaha kecil dalam penyediaan modal.

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) ialah Lembaga yang berbadan hukum
yang operasional usahanya memberikan layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Kegiatan yang dilakukan ialah dalam bentuk pembiayaan, bukan simpanan.

Pembiayaan disini diartikan sebagai penyediaan dana kepada masyarakat yang harus
dikembalikan sesuai dengan jadwal yang diperjanjikan menurut prinsip syariah yang terdapat
pada Pasal 1 (4) UU-LKM.

Dalam menjalankan usahanya LKMS harus merujuk kepada fatwa dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Dan juga, LKMS wajib
dalam membentuk Dewan Pengawas Syariag (DPS) yang bertugas memberi nasihat dan saran
kepada direksi atau pengurus, dan mengawasi jalan kegiatan LKM sesuai dengan prinsip
syariah yang terdapat pada Pasal 12 & 13 UU-LKM.

LKMS dalam menjalankan usahanya berada dalam satu wilayah desa/kelurahan,


kecamatan atau kabupaten/kota. Yang mana jika LKMS melakukan kegiatan usaha melebihi
satu wilayah maka ia wajib merubah bentuknya menjadi bank terdapat dalam Pasal 16 & 27
UU-LKM

Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan


Mikro, LKMS dikenal dengan nama Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) atau Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah. BMT/KSPSS merupakan lembaga keuangan mikro yang
beroperasi berdasarkan prinsip syariah yang berbadan hukum koperasi di bawah pengawasan
kementerian koperasi dan usaha kecil dan menengah.

4
Dilansir dari republika.co.id dan ekonomi.kompas.com beberapa Lembaga Keuangan
Mikro Syariah yang sudah diresmikan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), ada 10 Lembaga
Keuangan Mikro Syariah, yaitu;

 LKM Syariah Amanah Berkah Nusantara,


 LKM Syariah Bank Wakaf Alpansa,
 LKM Syariah Almuna Berkah Mandiri,
 LKM Syariah Berkah Rizqi Lirboyo,
 LKM Syariah Denanyar Sumber Barokah,
 LKM Syariah An Nawawi,
 LKM Syariah Khas Kempek,
 LKM Syariah Buntet Pesantren,
 LKM SyariahBerkah Bersama Baiturrahman,
 LKM Syariah Ranah Indah Darussalam.

Di Indonesia Lembaga Keuangan Mikro (LKM) diperankan oleh Koperasi yang


mana diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan juga
Lembaga Keuangan Mikro yang dibina oleh Otoritas Jasa Keuangan yang diatur dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (UU LKM), serta
Baitul Mal Wat Tamwil.

Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
berbunyi “Lembaga Keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan
usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha
skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Dan juga dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pada Bab
I Pasal 1, yang dimaksud dengan koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Dalam Bab III Pasal 4 disebutkan fungsi dan peran koperasi adalah sebagai berikut: 1)
Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; 2)
berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat dan

5
manusia; 3) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuataan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya; dan 4) berusaha untuk
mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) ialah Koperasi yang menjalankan kegiatan
usaha keuangan syariah yang diatur dalam Kep.Men.Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah RI No. 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaba
Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Adapun Baitul Mal Wat Tamwil adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya
berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif
dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan
kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonominya. Selain itu, Baitul Mal wat Tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak, dan
sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya. BMT badan
hukumnya dapat memilih antara berbadan hukum koperasi atau berbadan hukum LKMS. 1

B. Implementasi HES dan Fiqh Muamalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Implementasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah pada Lembaga


Keuangan Mikro, Koperasi, dan Baitul Mal Wat Tamwil dapat dilihat berdasarkan produk
yang ditawarkan pada kegiatan usahanya dan akad yang melandasinya. Kegiatan usaha
Lembaga Keuangan Mikro pada umumnya adalah Kegiatan Penghimpunan Dana dan
Kegiatan Penyaluran Dana.2

 Produk Penghimpunan Dana


Produk penghimpunan dana pada Lembaga Keuangan Mikro yang sesuai dengan
prinsip syariah pada umumnya terdiri dari produk simpanan dan produk investasi.
Produk Simpanan dapat dibagi tiga macam, yaitu Simpanan Pokok., Simpanan Wajib,
dan Simpanan Sukarela. Simpanan pokok koperasi adalah salah satu fungsi dari
koperasi untuk simpan pinjam. Setiap anggota koperasi berhak dan wajib untuk
melakukan peminjaman atau penyimpanan uang pada koperasi. Secara umum macam-

1
Andri Soemitra, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah Di Lembaga Keuangan dan Bisnis
Kontemporer, cet ke-1, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019, h.228
2
Ibid

6
macam simpanan dalam koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan
simpanan bebas (sukarela).
a) Simpanan pokok adalah simpanan yang harus dibayarkan anggota koperasi
saat pertama kali menjadi anggota. Simpanan pokok hanya dilakukan sekali
selama menjadi anggota dan jumlahnya ditentukan oleh koperasi. Jumlahnya
sama bagi setiap anggota yang baru masuk. Simpanan pokok tidak bisa
diambil kembali oleh anggota koperai selama ia menjadi anggota dalam
koperasi tersebut, kecuali anggota tersebut mengundurkan diri dari koperasi.
Biasanya setiap koperasi mempunyai tenggat waktu maksimal pengembalian
uang simpanan poko tersebut, akad yang digunakan pada simpanan pokok
adalah akad wadiah yad dhamanah.
b) Simpanan wajib harus dibayarkan anggota koperasi secara rutin setiap jangka
waktu yang ditentukan, misalnya sebulan sekali. Uang yang masuk pada
simpanan wajib juga tidak bisa ditarik kembali oleh anggota koperasi. Modal
usaha koperasi bersumber pada simpanan pokok dan simpanan wajib anggota
koperasi. Akad yang digunakan pada simpanan wajib adalah akad wadiah yad
dhamanah.
c) Simpanan bebas atau sukarela yang berbeda dengan simpanan pokok dan
simpanan wajib. Simpanan bebas tidak diwajibkan bagi semua anggota.
Pembayaran simpanan bebas bisa dilakukan kapan saja, dan simpanan ini bisa
diambil kembali setiap saat oleh anggota. Dapat diibaratkan jika simpanan
bebas ini adalah kegiatan menabung. Akad yang digunakan pada simpanan
sukarela adalah akad wadiah yad dhamanah.3

Pada Baitul Mal Wat Tmwil umumnya penghimpunan dana bersumber dari
modal pendiri berupa simpanan pokok khusus dengan akad musyarakah dan berhak
atas sisa hasil usaha BMT, modal dasar dengan pola Simpanan Pokok dan
Simpanan wajib berakad wadiah yad dhamanah, dan Simpanan Sukarela berbasis
bagi hasil (mudarabah) seperti simpanan mudharabah biasa, simpanan pendidikan,
simpanan haji, simpanan umrah, simpanan kurban, dan simpanan berjangka , serta
simpanan sukarela berbasis titipan (wadiah yad dhamanah).

3
Ibid, hlm.229

7
Adapun produk investasi pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah pada
umumnya terbagi dua, yaitu investasi tidak terkait dan investasi terkait. Pada
investasi terkait digunakan akad mudarabah muqayyadah, sedangkan pada
investasi tidak terkait digunakan akad mudarabah muthlaqah adapun investasi
terikat menggunakan akad mudarabah muqayyadah.

Pada koperasi terdapat pula modal penyertaan dengan menggunakan akad


mudarabah dan Sertifikat Modal Koperasi menggunakan akad musyarakah. Para
pemilik modal ini berhak mendapatkan sisa hasil usaha (SHU) yang didasarkan
dengan besaran modal yang disetorkan.

 Produk Penyaluran Dana


Sebagai lembaga keuangan , baik Lembaga Keuangan Mikro Syariah , Baitul Mal
Wat Tamwil, maupun Koperasi Syariah semua menawarkan produk penyaluran dana.
Pada umumnya produk penyaluran dana dapat dikelompokkan pada sejumlah
kategori, yaitu :
a) Produk penyaluran dana berbasis jual beli
Produk penyaluran dana berbasis jual beli merupakan penyaluran dana dalam
bentuk pembiayaan kepada anggota dengan menggunakan akad jual seperti
piutang berbasis jual beli murabahah,piutang berbasis jual beli saham, piutang
berbasis jual beli istishna’. Termasuk di dalamnya adalah jual beli murabahah,
salam dan salam parallel, serta istishna’ dan istishna’ parallel.
b) Produk penyaluran dana berbasis bagi hasil
Produk penyaluran dana berbasis bagi hasil merupakan penyaluran dana dalam
bentuk pembiayaan kepada anggota dengan menggunakan akad berbasis kerja
sama (kongsi usaha), yaitu akad pembiayaan musyarakah dan akad
pembiayaan mudarabah.
c) Produk penyaluran dana berbasis sewa
Produk penyaluran dana berbasis sewa merupakan penyaluran dna dalam
bentuk pembiayaan kepada anggota dengan menggunakan akad ijarah dan
ijarah muntahiyah bit tamlik.

8
d) Produk penyaluran dana berbasis pinjaman
produk penyaluran dana berbasis pinjaman merypakan penyaluran dana
kepada anggota dalam bentuk pinjaman berakad qardh dan qardhul hasan
untuk mewujudkan tanggung jawab social lembaga keuangan mikro syariah.4

C. Pola Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Hal yang membedakan lembaga keuangan (mikro) syariah dengan lembaga keuangan
konvensional ada pada perangkat yang dipakai, terutama sistem bagi hasil (profit and loss-
sharing sistem), sistem perniagaan, sistem kerja sama dengan pola bagi hasil.

Sistem – sistem tersebut memberikan banyak pilihan yang memungkinkan pelaku usaha
ekonomi mikro mendapatkan kemudahan-kemudahan. Selain itu, sistem-sistem tersebut
menjadi jalan pintas sistem bunga (interest rate sistem) yang diterapkan pada lembaga
keuangan konvensional.

Dalam pelaksanaan pembiayaan, lembaga keuangan mikro syariah memakai sistem bagi
hasil. Sistem ini memenuhi kriteria keadilan dalam islam dibandingkan dengan sistem bunga.
Bagi hasil diaplkasikan dengan konsep mudharabah, syirkah, mudharabah musytarakah,
musyarakah mutanaqishah dan muzara’ah.

Bunga dan bagi hasil memiliki kelaianan yang sangat jelas. Keduanya tidak hanya dilihat
dari sudut hasil, berupa tambahan atau kelebihan atas modal pokok. Karena apabila ditinjau
dari aspek ini, maka ada kecenderungan menyamaratakan setiap tambahan yang melebihi
pokok sebagai bunga. Hal yang diperlukan adalah memperhatikan dan mengawasi proses
penetapan tambahan dan skim yang di pakai dalam mendapatkannya.

Mudharabah merupakan akad transaksi yang dilakukan antara dua belah pihak, yaitu
pemilik modal dengan para pelaku ekonomi mikro dengan proposisi bagi hasil yang telah
disepakati diawal, sedangkan kerugian ditanggung pemilik modal.

Didalam mudharabah, pada pembiayaan lembaga keuangan mikro dijadikan sebagai


lembaga yang memberikan seluruh modal yang dibutuhkan usaha (100%). Sedangkan
pengelola menyedikan tenaga dan keahliannya. Pembagian hasilnya ditentukan secara
seimbang diawal kesepakatan kedua pihak. Apabila terjadi kerugian, jika kerugian tersebut
bukan diakibatkan oleh kecurangan pengelola, maka kerugian menjadi tanggungan koperasi

4
Ibid, hlm.230

9
atau lembaga keuangan mikro itu sendiri. Sedangkan kerugian pengelola adalah tidak
memperoleh apapun.

Ekonomi islam tidak bisa melegalkan laba dalam bentuk material sebagai satu-satunya
sistem penentu dalam menetapkan hubungan kerja sama antara dua pihak. Meskipun sistem
ini jelas mempunyai peran penting dalam lembaga ekonomi bisnis modern, namun ia
bukanlah satu-satunya, ia membutuhkan unsur lain ( the others ), etika, moral dan profit yang
bersifat transendental.

Nilai-nilai tersebut bergabung dan membentuk kekuatan sinergis yang saling membantu
dan menjadi aspek pembeda dalam operasi ekonomi dan lembaga keuangan syariah dengan
lembaga ekonomi konvensional. Dengan sinergitas antara nilai material dan nilai spiritual
operasional lembaga ekonomi syariah selalu berada dalam jalan kaidah-kaidah moral dan
etika serta menjunjung tinggi nilai-nilai humanitas dan nilai-nilai transendental.

Musyarakah, akad kerja sama yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih untuk
melakukan usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan sumbangan dana dengan
kesepakatan keuntungan dan resiko ditanggung bersama.

Didalam murabahah, pembiayaan berdasarkan praktik jual beli. Lembaga keuangan mikro
syariah membelikan kebutuhan barang konsuman dengan keuntungan dan sistem pembayaran
yang telah disepakati bersama.

Bai al salam, pembelian barang yang dilakukan oleh lembaga keuangan mikro kepada
orang yang meproduksi atau produsen (dimana produsennya adalah anggota peminjam)
dengan pembayaran di awal dan penyerahannya kemudian hari setelah selesai diproduksi.
Barang tersebut setelah dibuat kemudian dijual kepada konsumen dan keuntungannya dibagi
bersama sesuai kesepakatan awal.5

D. Kinerja Lembaga Keuangan Syariah

Kinerja yang dimiliki Lembaga Keuangan Mikro (BMT) yang beroperasi atas dasar
sistem syari’ah dimaksudkan untuk menggambarkan kemampuan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) dalam memediasikan diri sebagai banknya rakyat miskin, agar bisa menyentuh ke
lapisan masyarakat kelas menengah kebawah/ miskin yang mana sulit disentuh oleh lembaga

5
Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syariah : Pergulatan Melawan Kemiskinan Dan Penetrasi
Ekonomi Global, Yogyakarta : Graha Ilmu, Cet. 1, 2009, Hlm : 63 – 66.

10
keuangan formal (bank), yang selama ini lebih berpihak kepada orang kaya daripada orang
miskin. Akibat yang ditimbulkan ialah masyarakat miskin nyaris tidak tersentuh
(underserved) orang miskin sehingga modal yang dikuasai tidak tersalurkan kedalam usaha-
usaha produktif. Dampak dari tersalurnya modal untuk memenuhi kepentingan konsumtif ini
adalah tertutupnya lapangan kerja yang mengakibatkan terjadinya pengangguran.

Penerapan sistem bunga pada lembaga keuangan konvensional (bank) juga menjadi
masalah persoalan yang dihadapi oleh masyarakat miskin. Sistem ini terbukti kurang berhasil
dalam membantu memerangi kemiskinan dan pemerataan pendapat. Karena penerapan bunga
bank itu memberi peluang kepada masyarakat kelas menengah ke bawah untuk
mengembangkan usahanya di bidang ekonomi.

Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro berbasis syari’ah ini dapat mengisi kegagalan
dari penerapan bunga bank yang terjadi selama ini. Penerapan prinsip bagi hasil, larangan
mempraktikan bunga uang, memiliki implikasi filosofis dan normative terutama dengan
pemberian peluang kepada kelompok bawah untuk mengubah mental konsumtif menjadi
mental produktif.

LKM sendiri lebih banyak mengacu kepada model bank untuk orang miskin, dan
lembaga keuangan mikro telah banyak membantu untuk kelompok usaha menengah
kebawah. Para pengelola Lembaga Keuangan Mikro banyak mengacu pada model bank orang
miskin Grameen Bank yang diterapkan Muhammad Yunus dari Bangladesh.6

Model Grameen Bank ini jugamenarik perhatian Majelis Ulama Indonesia. MUI
bekerjama dengan ICMI dan Bank Muamalat mendirikan PINBUK yang bertugas untuk
melakukan sosialisasi dan pembentukan lembaga keuangan mikro Bait al Mal wal Tanwil
(BMT) yang mengarahkan usahanya untuk membantu fakir miskin.7

Beberapa Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (BMT) telah menunjukkan kinerja yang
membanggakan seperti yang terlihat pada kasus BMT Tumang Desa Cepogo, Boyolali.
Lembaga Keuangan Mikro ini pada awal berdirinya 1 Oktober 1998 beroperasi dengan modal
Rp 7.050.000 yang dihimpun dari 60 orang anggota pendirinya. Dalam perkembangannya,
modal awal mengalami perkembangan pesat sehingga memiliki asset menjadi Rp 18 Juta
pada akhir tahun 1998, Rp 95 juta pada akhir tahun 1999, dan Rp 212 juta pada akhir tahun

66
Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah: Pergulatan Melawan Kemiskinan dan Penetrasi
Ekonomi Global, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hl.85
7
Ibid

11
2000, Rp 406 juta di akhir tahun 2001 dan hamper 2 milyar di akhir tahun 2003. Melayani
lebih dari 1000 orang peminjam yang merupakan representasi dari berbagai sektor pengusaha
mikro dan menerima simpanan sebanyak lebih dari 1800 anggota penabung (Azis, 2004:vi)

Selain BMT Tumang, model lain yang bisa dijadikan referensi adalah BMT
Marhamah di kecamatan Lekson, Wonosobo. BMT Marhamah ini dari tahun ketahun
mengalami kinerja yang sangat positif. Pada awal berdirinya, tahun 1995 hanya
mengandalkan modal Rp 875.000 yang terhimpun dari 104 orang pendirinya. Tahun 2001
lembaga keuangan mikro ini memiliki asset hamper 2 milyar. BMT membiayai lebih dari
4000 anggota peminjam pengrajin jamur, Larica, mebeler dan lain sebagainya. (Azis, 2004)

Penerapan model Grameen Bank ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Demikian pula dengan lembaga keuangan mikro atau BMT-BMT yang ada, meskipun harus
diakui sebagian dari BMT-BMT yang ada juga tidak dapat menunjukkan kegigihannya untuk
bertahan hidup.8

Lembaga Keuangan Syariah memiliki peranan yang besar untuk menstimulasi


bergeraknya sektor riil dan sector moneter di kalangan pengusaha kecil. Kehadiran lembaga
keuangan mikro langsung memberikan implementasi demokrasi ekonomi yang diamanatkan
konstitusi Negara RI 1945. Pada intinya membuka peluang masyarakat miskin dalam proses
produksi dan distribusi , serta perancang jalannya proses produksi dan distribusi. LKM
Syari’ah juga memiliki kekuatan dan tidak mengenal monopoli dan oligopoly yang
melahirkan ketidakadilan ekonomi.9

Keseimbangan dan keterkaitan antara sector riil dan sector moneter menjadi salah satu
apek yang mendukung kinerja lembaga keuangan syari’ah.

8
Ibid, hl.86
9
Ibid, hl.88

12
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Jadi, kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan diatas ialah;

1. Lembaga Keuangan Mikro Syariah ialah sebuah lembaga yang memberikan jasa
pelayanan keuangan dengan konsep syariah. Dalam menjalankan usahanya LKMS harus
merujuk kepada fatwa dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI).

2. Implementasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah pada Lembaga Keuangan
Mikro, Koperasi, dan Baitul Mal Wat Tamwil dilihat berdasarkan produk yang
ditawarkan. Kegiatan usaha Lembaga Keuangan Mikro pada umumnya adalah Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Kegiatan Penyaluran Dana.

3. Dalam pelaksanaan pembiayaan, lembaga keuangan mikro syariah memakai sistem


bagi hasil. Sistem ini memenuhi kriteria keadilan dalam islam dibandingkan dengan
sistem bunga. Bagi hasil diaplkasikan dengan konsep mudharabah, syirkah, mudharabah
musytarakah, musyarakah mutanaqishah dan muzara’ah. Dalam pelaksanaan pembiayaan
inilah yang membedakan lembaga keuangan mikro syariah dengan lembaga keuangan
konvensional

4. Kinerja yang dimiliki Lembaga Keuangan Mikro (BMT) yang beroperasi atas dasar
sistem syari’ah dimaksudkan untuk mengubah masyarakat menengah kebawah/ miskin
agar tidak mengalami penggangguran dan juga membantu usaha kelompok menengah
kebawah yang kesusahan akan dana. Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro berbasis
syari’ah ini dapat mengisi kegagalan dari penerapan bunga bank yang terjadi selama ini.
Penerapan prinsip bagi hasil, larangan mempraktikan bunga uang, memiliki implikasi
filosofis dan normative terutama dengan pemberian peluang kepada kelompok bawah
untuk mengubah mental konsumtif menjadi mental produktif.

13
DAFTAR PUSTAKA

Azizy, A. Qodry, Membangun Fondasi Ekonomi Umat,Cet I (Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2004)

Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah: Pergulatan Melawan Kemiskinan


dan Penetrasi Ekonomi Global, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009)

Soemitra, Andri, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah Di Lembaga Keuangan
dan Bisnis Kontemporer, cet ke-1, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019)

14

Anda mungkin juga menyukai