Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH EKONOMI SYARIAH

Riba, Gharar, dan Maisir

Dosen : Abdul Aziz, L.c., M.A

Disusun Oleh :
1. Diny Kurnia Ananda (1816220089)
2. Winda Wulandari (1816220024)

2 AKUNTANSI F
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Putra Perdana Indonesia
2018 / 2019

Jl. Citra Raya Utama Barat, Griya Harsa II


Blok i 10 No. 29, Cikupa – Kab. Tangerang 15710
KATA PENGANTAR
 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat serta karunia Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Riba, Gharar, dan
Maisir”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Ekonomi Syariah di STIE Putra Perdana Indonesia.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dan harapan kami semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Tangerang, 24 Februari 2019

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam melarang semua bentuk transaksi yang mengandung unsur kejahatan
dan penipuan. Di mana hak-hak semua pihak yang terlibat dalam sebuah perilaku
ekonomi yang tidak dijelaskan secara seksama (terbuka/jelas), akan
mengakibatkan sebagian dari pihak yang yang terlibat menarik keuntungan, akan
tetapi dengan merugikan pihak yang lain. Apapun bentuknya, segala aktivitas
dalam bidang ekonomi yang tidak dihalalkan dalam Islam adalah suatu perilaku
ekonomi yang mengandung unsur yang tidak halal, atau melanggar dan
merampas hak kekayaan orang lain.
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek
ekonomi (mua’malah, iqtishodiyah). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak
dan ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat
besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi tentang masalah
perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat yang
terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Al-Baqarah, yang menurut Ibnu Arabi
ayat ini mengandung 52 hukum/masalah ekonomi).
Transaksi Ekonomi Islam merupakan bagaimana cara umat muslim dalam
kegiatan muamalah yang sesuai dengan asas-asas. Dalam melakukan transaksi
yaitu melakukan perjanjian seseorang kepada orang lain demi memenuhi
kebutuhan seperti Al-Bai (Jual-Beli) harus sesuai dengan akad. Baik itu dalam
segi objek/dzat yang halal maupun dari transaksi yang halal dan juga adanya ijab
Qabul. Akan tetapi banyak orang melakukan transaksi yang melanggar prinsip
syariah baik itu transaksi melalui objek yang haram maupun transaksi yang
haram.
Dalam makalah kami ini , akan mengulas masalah mengenai transaksi yang
dilarang dalam ekonomi islam yaitu mengenai Riba, Gharar, dan Maisir.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Riba ?
2. Apa saja hukum Riba ?
3. Apa yang dimaksud dengan Gharar?
4. Bagaimana Menurut Pandangan Islam mengenai Maysir dan Gharar.
5. Gaharar dalam bisnis modern

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Riba
2. Untuk Mengetaui hukum Riba
3. Untuk Mengetahu pengertian Gharar
4. Agar mengetahui pengertian Riba

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba
Menurut etimologi riba berarti az-ziyadah, artinya tambahan. Riba secara
bahasa berarti penambahan, pertumbuhan, kenaikan, dan ketinggian.
Sedangkan menurut terminologi adalah:
‫ن‬ َ َ ‫ط ِأل‬
ِ ‫ح ٍد ال َعاقِ َد ْي‬ ٍ ‫ش ْر‬
َ ‫ض‬
ِ ‫ع َو‬
ِ ‫ن‬
ْ ‫ال َع‬
ٍ ‫خ‬ ُ ‫ه َو َفض‬
َ ‫ْل ال‬ ُ ِ‫الش ْرع‬
َّ ‫افى‬
ِ ِ َ‫ا‬
َ‫لرّب‬
“Kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan yang
disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad
(transaksi).”
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara bathil. Secara juristikal, riba mengandung dua
pengertian:
1. Tambahan uang yang diberikan ataupun diambil dimana pertukaran
uang tersebut dengan uang yang sama, misal dollar for dollar excange.
2. Tambahan nilai uang pada satu sisi yang sedang malkukan kontrak
tatkla komoditas yang diperdagangkan secara barter itu pada jenis
yang sama.

Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum


terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara
bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Mengenai hal ini Allah mengingatkan dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta


sesamamu dengan jalan bathil.” (Q.S. An Nisa: 29)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu

vi
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Q.S. Al Baqarah: 278-279).
B. Landasan Hukum Riba
Larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus,
melainkan diturunkan dalam empat tahap:
1. Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada
zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai
suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah .
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
(Q.S. Ar Rum: 39).
2. Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah
mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang
memakan riba.
“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami
haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik
(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan
yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di
antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An Nisa: 160-161)
3. Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu
tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa
pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan
fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah
berfirman :

vii
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130).
4. Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharam-kan apa pun
jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir
yang diturunkan menyangkut riba.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Q.S. Al
Baqarah: 278-279).

C. Jenis-Jenis Riba
1. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan
kualitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contoh :
tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras
dan sebagainya.
2. Riba Yadd, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima,
maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia
menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang
lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan
dengan pihak pertama.
3. Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang
disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah
meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan
membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa ila
terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya.
Ketentuan mbelambatkan pembayaran satu tahun.
4. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami atau yang memberi hutang.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi

viii
mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya
kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

D. Dampak negatif Riba


A. Dampak Ekonomi
Diantara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang
diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan
karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga.
Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan
ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa hutang,
dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya
bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari
ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut
dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara
berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman
lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-
negara peng-hutang harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan
pokoknya. Sehingga, terjadilah hutang yang terus-menerus. Ini yang
menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa
lebih dari separuh masyarakat dunia.
B. Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil.
Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintah-kan
orang lain agar berusaha dan mengembalikan misalnya, 25% lebih
tinggi dari jumlah yang dipinjam-kannya. Persoalannya, siapa yang
bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya
mendapatkan keuntungan lebih dari 25% ? Semua orang, apalagi yang
beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang
terjadi besok atau lusa. Dan siapa pun tahu bahwa berusaha memiliki
dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba,

ix
berarti orang sudah memastikan bahwa usaha yang dikelola pasti
untung.

E. Contoh Riba Dalam Masyarakat


Setelah memahami apa itu riba dan landasan hukumnya, tentu kita juga perlu
mengetahui apa saja contoh riba yang pernah dilakukan sehari-hari. Adapun contoh
praktik riba adalah sebagai berikut:
1. Bunga Bank Konvensional
Bunga yang diterapkan oleh Bank konvensional ternyata termasuk dalam praktik
riba. Ketika kita meminjam dana dari Bank, maka kita akan dikenakan bunga setiap
kali membayar angsuran pinjaman tersebut.
Hal ini (riba) juga terjadi pada lembaga keuangan lainnya, misalnya lembaga
pembiayaan. Ketika kita membeli kendaraan bermotor atau properti secara mencicil
maka kita akan dikenakan bunga, dan ini termasuk praktik riba.
2. Pinjaman Dengan Syarat
Ketika kita ingin meminjam uang dari pihak lain, seringkali pinjaman tersebut
disertai dengan syarat. Misalnya bunga atau hal lainnya sebagai syarat agar pemilik
uang mau meminjamkannya pada orang lain.
Contoh lain, misalnya seorang kerabat ingin meminjam uang dari kamu, lalu kamu
memberikan syarat memberikan pinjaman yaitu harus bersedia menjemput dan
mengantar kamu setiap hari. Hal-hal seperti ini ternyata sudah termasuk dalam
praktik riba yang dilarang.

Daftra Pustaka

http://bunganurindasari.blogspot.com/

https://miswati79.blogspot.com/2016/10/makalah-maysir-dan-gharar-
dalam-islam.html

http://jetzfatah.blogspot.com/2016/06/fiqh-muamalah-mengenai-
maghrib-maysir.html

x
https://bukaninfo.wordpress.com/2015/01/12/makalah-maysir-gharah-
riba-batil/

xi

Anda mungkin juga menyukai