Anda di halaman 1dari 10

DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN) DAN DEWAN PENGAWAS

SYARIAH (DPS)

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Hukum Ekonomi Syariah
di Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Ida Nurlaeli, M.Ag

Kelompok 4 :
1. Yanti Tamara 1917301115
2. Dyah Muslikhatunnisa 1917301117
3. Anisatul khoeriyah 1917301118
4. Anisa Fanelasari 1917301119
5. Riasih Novi Triana 1917301120

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk menjamin keutuhan dan keamanan keuangan syariah di indonesia.
Pemerintah membuat badan-badan yang bertanggung jawab menjamin keamanan
keuangan pada lembaga keuangan yang ada di indonesia. Agar kinerja Bank Islam efektif,
efesien, berintegritas tinggi, dan melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip kehati-
hatian diharapkan manajemen bank Islam memiliki kewenangan dan diberi fungsi yang
tegas dan pasti, agar dapat menjamin terselenggaranya kinerja perbankan Islam yang
menjunjung tinggi nilai kejujuran. Transparan dan memberikan pendidikan kepada
masyarakat, menjaga kehati-hatian dan kejujuran dan profesional. Untuk menunjang
kinerja tersebut, maka bank memiliki struktur organisasi internal salah satunya yaitu
Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan Pengawas
Syariah (DPS) merupakan salah satu bagian penting dari institusi Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) di Indonesia. Kedudukan dan fungsinya secara sederhana hanya diatur
dalam salah satu bagian dalam SK yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang berkenaan tentang susunan pengurus DSN-MUI.
Hal penting yang membedakan bank islam dari bank konvensional adalah adanya
Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang bersifat independen dan kedudukannya sejajar
dengan Dewan Komisaris(DK). Tugas DPS adalah melakukan pengawasan pada bank
islam yang mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional(DSN) serta norma-norma
syariah menyangkut operasionalisasi bank, produk bank islam, dan moral manajemen.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah di Bentuknya Dewan Syariah Nasional?
2. Bagaimana Sejarah di Bentuknya Dewan Pengawas Nasional?
3. Apa saja Peran dan Tugas Dewan Pengawas Syariah?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Sejarah Di Bentuknya Dewan Syariah Nasional.
2. Mengetahui tentang Sejarah di Bentuknya Dewan Syariah Nasional.
3. Mengetahui Peran dan Tugas Dewan Pengawas Syariah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah di Bentuknya Dewan Syariah Nasional


Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan lembaga yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang beranggotakan para ulama, praktisi dan pakar dalam
bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah, yang bertugas
menjalankan tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan
ekonomi syariah, baik yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah atau
lainnya. Pada prinsipnya, pembentukan DSN dimaksudkan oleh MUI sebagai usaha untuk
efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan
masalah ekonomi dan keuangan. Disamping itu, DSN diharapkan dapat berperan sebagai
pengawas, pengarah dan pendorong penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip ajaran Islam
dalam kehidupan ekonomi.1
Sejarah Berdirinya Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Seiring dengan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia
mengadakan tim rapat Pembentukan Dewan Syariah Nasional(DSN) pada tanggal 14
Oktober 1997. Lokakarya ulama tentang Reksadana Syariah yang diselenggarakan MUI
pusat pada tanggal 29-30 Juli 1997 di Jakarta merekomendasikan perlunya sebuah lembaga
yang menangani masalah- masalah yang berhubungan dengan aktivitas Lembaga
Keuangan Syariah (LKS). Pada tahun 1999 MUI membentuk DSN dengan menerbitkan
SK MUI No. Kep- 754/MUI/II/99 tentang pembentukan Dewan Syariah Nasional. Salah
satu tugas Dewan Syariah Nasional adalah mengeluarkan fatwa tentang produk dan jasa
keuangan syariah.2 MUI memiliki tiga perangkat, yaitu satu komisi dan dualembaga yang
terkait dengan pembuatan dan penetapan fatwa, yakni komisi fatwaLembaga Pengkajian
Pangan, Obat- obatan, Minuman dan Kosmetika (LP-POM),dan Dewan Syariah Nasional
(DSN).3

1
Sainul dan Muhammad Ibnu Afrelian, Aspek Hukum Fatwa DSN-MUI Dalam Operasional Lembaga Keuangan
Syariah, Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah STAIN Jurai Sewo Metro Vol. 03 No. 2, 2015, hlm. 179
2
Keputusan DSN-MUI No. 01 Th 2000
3
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif Hukum Dan Perundang- Undangan, ( Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI), h. 257.

3
Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi paraulama
dalam menanggapi isu- isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan.
Berbagai masalah/ kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dandibahas bersama
agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penangannya oleh masing- masing Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah. Selain itu DSN-MUI juga
untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, DSN-
MUI akan senantiasa danberperan secara proaktif dalam menanggapi perkembangan
masyarakat Indonesiayang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan.
Pihak- pihak yang meminta fatwa adalah (mustafti) adalah LKS danpemerintah.
Lembaga Keuangan Syariah mengajukan fatwa kepada DSN untukpelaksanaan kegiatan
usahanya yang akan dilakukan, sedangkan pemerintahanmengajukan fatwa dalam rangka
pembuatan peraturan perundang-undangan yangakan diberlakukan. Pada prinsipnya,
penerbitan fatwa DSN didasarkan permintaanatau pertanyaan mustasfi meskipun tidak
semua identitas mustasfi dicantumkan dalam fatwa DSN. Adapula fatwa DSN yang tidak
diminta oleh mustasfi, mempertimbangkan perlu adanya fatwa tersebut terkait dengan
fatwa DSN yang tidak diminta oleh mustasfi.4
Proses internalisasi normative-religius mendesak pembentukan hukum (fatwa) di
bidang ekonom syariah untuk melaksanakan kegiatan ekonomi syariah yang tidak pernah
dilakukan sebelumnya. Pembentukan hukum di bidang ekonomi syariah menimbulkan
proses pengalihan dari nilai kegiatan ekonomi konvensional ke nilai kegiatan ekonomi
syariah. Selain itu, fatwa yang diminta oleh mustasfi adalah fatwa atas suatu peristiwa yang
belum terjadi. Fatwa iniberfungsi untuk kegiatan ekonomi syariah yang akan dilaksanakan.
Tanpa adanyafatwa, kegiatan ekonomi syariah tidak dapat dilaksanakan.5
B. Sejarah di Bentuknya Dewan Pengawas Syariah
Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri dari
beberapa orang yang perkerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding,
pengawas berasal dari kata awas yang berarti pengawas, 6
“syariah” adalah komponen
ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dari bidang ibadah

4
Ibid, h. 262
5
Ibid, h. 264
6
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2007) h. 289.

4
(habluminallah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan
aktualisasi akidah yang menjadi keyakinannya. Sementara muamalah sendiri meliputi
berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan
perniagaan disebut muamalah Maliyah.7 Jadi, yang dimaksud Dewan pengawas syariah
adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga
keuangan syariah. DPS diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan syariah melalui
RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.8
Dewan Pengawas Syariah ini berkedudukan di bawah Rapat Umum Pengawas Syariah atau
sejajar dengan Dewan Komisaris di dalam struktur suatu Bank Syariah atau lembaga
keuangan syariah. Posisi Dewan Pengawas Syariah adalah wakil Dewan Syariah Nasional
dalam mengawasi pelaksanaan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan
syariah yang bersangkutan.
Selanjutnya, yang membedakan antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan
konvensional adalah adanya kepastian pelaksanaan prinsip-prinsip Syariah dalam
operasionalnya. Agar menjamin operasi lembaga keuangan Syariah tidak menyimpang dari
tuntunan syariat, maka pada setiap lembaga Islam hanya diangkat manager dan pimpinan
lembaga yang sedikit banyak menguasai prinsip muamalah Islam.
Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah atau lembaga keuangan
syariah, setiap bank Islam atau lembaga keuangan Islam di indonesia, Bank Umum Syariah
(BUS) maupun Unit Usaha Syariah (UUS), wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah,
yang secara umum bertugas untuk memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta
mengawasi kegiatan bank agar tidak melenceng dari prinsip Syariah.9
Tahun 1999-an perhatian umat Islam di indonesia terhadap ajaran ekonomi yang
berdasarkan syariah mulai tumbuh dan berkembang. Melihat seperti itu MUI dan instusi
lain, terutama bank indonesia, memberikan respon positif dan bersifat proaktif. Salah
satunya dengan adanya bank Muamalat indonesia sebagai bank yang pertama di indonesia

7
Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. (Jakarta: Erlangga,
2010) h. 24
8
Muhammad Firdaus Dkk, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah (Jakarta: Renaisan, 2007), h. 16
9
Imam Wahyudi Dkk, Manajemen Risiko Bank Islam. (Jakarta Selatan: Salemba Empat,2013) h. 156.

5
yang berbasiskan syariah dalam kegiatan transaksinya. Tak ketinggalan lembaga keuangan
lainnya seperti asuransi syariah takaful, dhompet dhuafa, BPRS, BMT terus bermunculan.
Untuk meningkatkan khidmah dan memenuhi harapan umat yang semakin besar,
Majelis Ulama Indonesia mengadakan tim rapat Pembentukan Dewan Syariah Nasional
(DSN) pada tanggal 14 Oktober 1997 dan pada Februari 1999 terbentuk DSN dengan
menerbitkan SK MUI No. Kep- 754/MUI/II/99 tentang pembentukan Dewan Syariah
Nasional. Lembaga ini yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’) serta ahli dan
prktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non- bank, berfungsi
10
mengeluarkan fatwa tentang produk dan jasa keuangan syariah. Dalam upaya
memurnikan pelayanan instistusi keuangan syariah agar benar-benar sejalan dengan
ketentuan syariah Islam maka, dibentuk lah dewan pengawas syariah. Yang mana
keberadaan dewan pengawas syariah mutlak diperlukan.
DPS merupakan lembaga kunci yang menjamin bahwa kegiatan opersional institusi
keuangan syariah sesui dengan prinsi- prinsip syariah. Merajuk pada surat keputusan
dewan syariah nasional No.3 tahun 2000, dewan pengawas syariah adalah bagian dari
lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, dan penempatannya atas persetujuan dewan
syariah nasional (DSN). Keberadaan dewan syaraih nasional (DSN) dan dewan pengawas
syariah (DPS) yang dijamin oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan masih harus dilengkapi dengan
petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk Teknis (JUKNIS). Hal ini dianggap
penting agar para anggota dewan pengawas syariah yang ditempatkan di lembaga keuangan
syariah dapat berkerja dengan lebih efektif dan efisien, sehingga jalannya perusahaan dapat
secara murni sesuai dengan prinsip syariah.11
C. Peran dan Tugas Dewan Pengawas Syariah
Dengan demikian keberadaan Dewan Pengawas pada setiap kantor pusat Lembaga
Keuangan Syariah merupakan sebuah keharusan karena fungsi lembaga inilah yang
membedakan antara Lembaga Keuangan Konvensional dengan Lembaga Keuangan
Syariah. Jumlah pengawas syariah paling sedikit 2 (dua) dan paling banyak 5 (lima) orang.
Peran dan fungsi DPS diatur di dalam keputusan Dewan Syariah Nasional Nomor

10
Keputusan DSN-MUI No. 01 Th 2000
11
Muhammad Firdaus Dkk, Op. Cit. h. 14.

6
03 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas
Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah. Yaitu sebagai berikut :
1) Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh
DSN.
2) Fungsi utama DPS adalah:
• Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syariah dan pimpinan kantor cabang syariah yang mengenai hal-hal yang terkait
dengan aspek syariah.
• Melakukan Pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif, terutama dalam
pelaksanaan fatwa DSN, serta memberikan pengarahan/pengawasan atas
produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syariah.
• Sebagai mediator antara LKS dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan
saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian fatwa
DSN.
Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Dewan Pengawas Syariah DPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
• Mampu untuk bertindak dengan itikad baik, jujur dan profesional;
• Mampu bertindak untuk kepentingan perusahaan pembiayaan syariah, uus dan/atau
pemangku kepentingan lainnya;
• Mendahulukan kepentingan perusahaan pembiayaan syariah, UUS dan/atau
pemangku kepentingan lainnya daripada kepentingan pribadi;
• Mampu mengambil keputusan berdasarkan penilaian independen dan objektif
untuk kepentingan perusahaan pembiayaan pembiayaan syariah, uus dan/atau
pemangku kepentingan lainnya; dan
• Mampu menghindarkan penyalahgunaan kewenangannya untuk mendapatkan
keuntungan pribadi yang tidak semestinya atau menyebabkan kerugian bagi
perusahaan pembiayaan syariah dan UUS.12

12
Hasan Sultoni, Peran Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, Vol. 06 No. 02
November 2019: 106 – 115

7
Tugas Dewan Pengawas Syariah
Sesuai Keputusan DSN-MUI No. 2 Tahun 2000, tugas DPS yaitu:
• Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan usaha syarah dan pimpinan
kantor cabang Lembaga keuangan Syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
aspek Syariah;
• Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun pasif, terutama dalam pelaksanaan
fatwa DSN serta memberikan pengarahan/pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan
usaha agar sesuai dengan prinsip Syariah;
• Sebagai mediator antar Lembaga keuangan Syariah dengan DSN dalam
mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari Lembaga
keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa DSN. Mengikuti fatwa DSN;
• Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan DSN;
• Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan Lembaga keuangan Syariah yang
diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan lembaga yang dibentuk oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang beranggotakan para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-
bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah, yang bertugas
menjalankan tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan
ekonomi syariah, baik yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah atau
lainnya. Pada tahun 1999 MUI membentuk DSN dengan menerbitkan SK MUI No. Kep-
754/MUI/II/99 tentang pembentukan Dewan Syariah Nasional. Salah satu tugas Dewan
Syariah Nasional adalah mengeluarkan fatwa tentang produk dan jasa keuangan syariah.
Dewan pengawas syariah adalah suatu badan yang bertugas mengawasi
pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah. DPS diangkat dan
diberhentikan di lembaga keuangan syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi
dari DSN. Majelis Ulama Indonesia mengadakan tim rapat Pembentukan Dewan Syariah
Nasional (DSN) pada tanggal 14 Oktober 1997 dan pada Februari 1999 terbentuk DSN
dengan menerbitkan SK MUI No. Kep- 754/MUI/II/99 tentang pembentukan Dewan
Syariah Nasional. Merajuk pada surat keputusan dewan syariah nasional No.3 tahun 2000,
dewan pengawas syariah adalah bagian dari lembaga keuangan syariah yang bersangkutan,
dan penempatannya atas persetujuan dewan syariah nasional (DSN). Keberadaan dewan
syaraih nasional (DSN) dan dewan pengawas syariah (DPS) yang dijamin oleh undang-
undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang perbankan masih harus dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan
petunjuk Teknis (JUKNIS).
Peran dan fungsi DPS diatur di dalam keputusan Dewan Syariah Nasional Nomor
03 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas
Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah. Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan
usaha Lembaga Keuangan Syariah (LKS) agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah
yang telah difatwakan oleh DSN.

9
DAFTAR PUSTAKA

Sainul dan Muhammad Ibnu Afrelian. 2015. Aspek Hukum Fatwa DSN-MUI Dalam
Operasional Lembaga Keuangan Syariah, Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah STAIN Jurai Sewo
Metro Vol. 03 No. 2
Keputusan DSN-MUI No. 01 Th 2000
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif Hukum Dan Perundang- Undangan,
Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Poerwadarminta. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Amir Machmud, Rukmana. 2010. Bank Syariah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di
Indonesia. Jakarta: Erlangga
Muhammad Firdaus Dkk. 2007. Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah Jakarta:
Renaisan
Imam Wahyudi Dkk. 2013. Manajemen Risiko Bank Islam. Jakarta Selatan: Salemba
Empat.
Keputusan DSN-MUI No. 01 Th 2000
Hasan Sultoni. 2019. Peran Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah
Di Indonesia. Vol. 06 No. 02 November 2019: 106 – 115

10

Anda mungkin juga menyukai