Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“DSN-MUI dan DPS”

Di ajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Hukum Perbankan Syariah

Dosen Pengampuh : Ibu Wati, SE, MM

Disusun oleh :

1. Nurkhofifa
2. Siska Fujianti

JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALI (STAIMA)

KABUPATEN CIREBON

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah Swt. Yang telah memberikan nikmat kepada kita semua
diantaranya nikmat iman, islam dan ihsan. Shalawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada
junjungan kita, suritauladan umat yakni Nabi Muhammad saw. Yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang terang ini.

Rasa syukur saya ucapkan karena saya bisa menyelesaikan makalah ini. Tak lupa saya ucapkan kepada
dosen mata kuliah Hukum Perbankan Syari’ah karena telah memberikan ilmunya kepada saya. Dan saya
ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan semangat kepada saya, sehingga
makalah ini bisa terselesaikan dengan baik. Dengan terselesaikannya makalah ini saya berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Selepas dari itu, saya memahami bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna. Sehingga saya mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
terciptanya makalah yang lebih baik lagi untuk selanjutnya.
Babakan, 9 April 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewan Syariah Majelis Nasional Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan
aspirasi umat Islam mengenai masalah pekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam
bidang perekonomian / keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi parSebuah ulama dalam Berarti
isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi / keuangan. Berbagai masalah / kasus yang
membutuhkan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar diperoleh kesamaan pandangan
dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga
keuangan syariah Untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan,
DSN-MUI akan senantiasa dan ini secara proaktif dalam usia perkembangan masyarakat Indonesia
yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud DSN-MUI dan DPS?

2. Bagaimana Sejarah terbentuk nya DSN-MUI dan DPS?

3. Apa tugas dan wewenang DSN-MUI?

4. Apa Fungsi, Struktur, dan Kedudukan DPS?

5. Apa tugas dan tanggung jawab DPS?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian DSN-MUI dan DPS

2. Untuk mengetahui Sejarah DSN-MUI dan DPS

3. Untuk mengetahui tugas dan wewenang DSN-MUI

4. Untuk Mengetahui Fungsi, Struktur, dan Kedudukan DPS

5. Untuk mengetahui tugas dan tanggung jawab DPS


BAB II

PEMBAHASAN

A. DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA (DSN-MUI)

1. Pengertian Dewan Syariah Nasional

Dewan Syariah Nasional (DSN) menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (9) PBI adalah dewan yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa
tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip Syariah.

Dewan syariah nasional pada prinsipnya, didirikan sebagai lembaga syariah yang bertugas mengayongi
dan mengawasi operasional aktivitas perekonomian lembaga keuangan syariah (LKS). Selain itu, juga
untuk menampung berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa agar di peroleh kesamaan dalam
penangananya oleh masing masing dewan pengawas syariah (DPS) yang ada di masing-masing lembaga
keuangan syariah (LKS). Dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan fatwa yang dikeluarkan
tersebut, dewan syariah nasional tidak melakukan pengawasan langsung terhadap setiap lembaga
keuangan syariah karena keterbatasan jumlah anggotanya. Pengawasan yang di lakukan oleh dewan
syariah nasional terhadap pelaksanaan syariah tersebut dilakukan melalui dewan pengawas syariah yang
secara khusus intensif dan terprogram melakukan pengawasan terhadap perbankan syariah.

2. Sejarah Terbentuknya Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kegiatan dan aktivitas pengembangan ekonomi syariah
semakin meningkat. Undang.-undang tersebut menjadi dasar hukum bagi kegiatan perbankan
berdasarkan prinsip syariah. Jika dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 lebih lengkap dan telah mengatur secara eksplisit tentang kegiatan
perbankan berdasarkan prinsip syariah. Hal itu kemudian diikuti pertumbuhan pesat aktivitas
perekonomian yang berasaskan prinsip syariah, termasuk mendorong pendirian beberapa Lembaga
Keuangan Syariah (LKS).

Perkembangan pesat Lembaga Keuangan Syariah (LKS) memerlukan aturan-aturan yang berkaitan
dengan kesesuaian operasional LKS dengan prinsip-prinsip syariah. Persoalan muncul karena institusi
regulator yang semestinya mempunyai otoritas mengatur dan mengawasi LKS, yakni Bank Indonesia (BI)
untuk Perbankan Syariah, dan Kementerian Keuangan untuk lembaga keuangan nonbank, tidak dapat
melaksanakan otoritasnya di bidang syariah (untuk merumuskan prinsip-prinsip syariah secara langsung
dari teks Alquran, hadis, maupun kitab-kitab fikih). Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia tidak
memiliki otoritas untuk merumuskan prinsip-prinsip syariah secara langsung dari teks-teks keagamaan
dalam bentuk peraturan (regulasi), yang bersesuaian untuk setiap lembaga keuangan syariah. Sebab lain
adalah bahwa lembaga tersebut tidak dibekali peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
otoritas dalam mengurus masalah kesesuaian syariah.

Rencana pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) mulai diperbincangkan pada tahun 1990, ketika
acara lokakarya dan pertemuan yang membahas tentang bunga bank dan pengembangan ekonomi
rakyat, dan merekomendasikan agar pemerintah memfasilitasi pendirian bank berdasarkan prinsip
syariah, karena kesimpulan lokakarya ini mengindikasikan adanya kecenderungan mempersamakan
bunga bank dengan riba. Selanjutnya, pada tahun 1997, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan
lokakarya ulama tentang Reksadana Syariah, yang salah satu rekomendasinya adalah pembentukan
Dewan Syariah Nasional (DSN). Pada pertemuan tanggal 14 Oktober 1997, telah disepakati
pembentukan DSN. Usulan ini ditindaklanjuti sehingga tersusunlah DSN secara resmi tahun 1998.

Pada tahun 1999, pengurus DSN yang pertama adalah Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. H.A.
Malik Fajar pada acara Musyawarah Kerja Nasional ( Mukernas) Majelis Ulama Indonesia di Jakarta,
tepatnya pada bulan Februari 1998. Kehadiran DSN pada tahun itu bersamaan dengan terbentuknya
Komite Ahli Pengembangan Syariah di Bank Indonesia yang kemudian bertukar nama menjadi Biro
Perbankan Syariah.

Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang secara struktural berada di bawah MUI. Tugas DSN adalah menjalankan tugas MUI dalam masalah-
masalah yang berhubungan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan dengan aktivitas lembaga
keuangan syariah ataupun yang lainnya. Pada prinsipnya, pembentukan DSN dimaksudkan oleh MUI
sebagai usaha untuk ensiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan
dengan masalah ekonomi dan keuangan. Di samping itu, DSN diharapkan dapat berperan sebagai
pengawas, pengarah, dan pendorong penerapan nilai-nilai dan prinsip ajaran Islam dalam kehidupan
ekonomi. Oleh sebab itu, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) berperan secara
proaktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia di bidang ekonomi dan keuangan.

Secara yuridis, Dewan Syariah Nasional (DSN) pada awalnya diakui keberadaannya dalam Surat
Keputusan (SK) Direksi Bank Indonesia Nomor 32/ 34/ 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah, yakni sebagai badan yang memberikan pengaturan produk dan operasional perbankan syariah,
sekaligus Sebagai Pengawas Dewan Pengawas Syariah di berbagai lembaga keuangan syariah, Dalam
Pasal 31 SK tersebut ditentukan bahwa untuk melakukan kegiatan-kegiatan usahanya, Bank Umum
Syariah diwajibkan untuk memperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional. Lebih lanjut dalam Surat
Keputusan tersebut ditegaskan bahwa: “Demikian pula dalam hal bank akan melakukan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan 29, jika ternyata kegiatan usaha yang dimaksudkan belum
difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), maka bank wajib meminta persetujuan Dewan Syariah
Nasional (DSN) sebelum melaksanakan kegiatan usaha tersebut”.

3. Tugas dan Wewenang Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) sebagai lembaga yang mempunyai otoritas
dalam pembuatan fatwa di bidang ekonomi syariah, mempunyai beberapa tugas dan wewenang. Dalam
Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (PD DSN-MUI) yang termuat dalam
Bab IV Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 01 Tahun 2000.

Tugas dan Wewenang adalah sebagai berikut.

 Dewan Syariah Nasional bertugas:

1. menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada


umumnya dan keuangan pada khususnya

2. mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan

3. mengeluarkan fatwa atas suatu produk dan jasa keuangan syariah

4. mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

 Dewan Syariah Nasional berwenang:

1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga


keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait

2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang, seperti Departeman Keuangan dan Bank Indonesia
3. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk
sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah

4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan
ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri

5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan


dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional

6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan
tidak diindahkan.

4. Mekanisme dan Tata Kerja Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

Mekanisme kerja yang disusun dalam Keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang Susunan Pengurus
Dewan Syariah Nasional, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari tugas dan wewenang DSN. Dalam
mekanisme kerja DSN terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu DSN, Badan Pelaksana Harian-
Dewan Syarah Nasional (BPH-DSN), dan DPS. Mekanisme kerja yang berkaitan dengan DSN adalah
sebagai berikut:

a) Dewan Syariah Nasional mensahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana
Harian DSN.

b) Dewan Syariah Nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau
bilamana diperlukan.

c) Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual
report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan

d) telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional.
B. DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS)

1. Definisi Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang ada di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan bertugas
mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di LKS tersebut. DPS diangkat dan diberhentikan di LKS melalui
RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.

2. Landasan Yuridis Pembentukan Dewan Pengawas Syariah

Pasal 109 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menyebutkan
bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai
Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah dimaksud
terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas Rekomendasi Majelis Ulama
Indonesia (MUI).

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur mengenai DPS dalam Pasal
32, yang intinya Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional
yang memiliki UUS, mereka diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas Rekomendasi Majelis
Ulama Indonesia. DPS bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan
Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. Ketentuan lebih lanut mengenai pembentukan Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
3. Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Tujuan utama dibentuknya Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah untuk mengawasi aktivitas
Operasional bank dan lembaga keuangan syariah lainnya agar sesuai dengan prinsip syariah. Untuk
itulah, DPS bertugas mengawas operasional bank dan lembaga keuangan syariah lainnya beserta
produk-produknya, agar sesuai dengan ketentuan atau prinsip syariah. Dalam pengembangan
perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya, DPS memiliki peran yang strategis.

Peran tersebut menurut Setiawan Budi Utomo sebagaimana dikutip oleh Neneng Nurhasanah adalah
sebagai berikut.

 Supervisor, yaitu melaksanakan fungsi dan tugas pengawasan langsung kepatuhan syariah dan
implementasi fatwa DSN pasal operasional LKS.

 Advisor, yaitu memberikan nasihat, inspirasi, pemikiran, saran, serta konsutasi untuk
pengembangan produk dan jasa yang inovatif untuk persaingan global.

 Marketer, yaitu menjadi mitra strategis untuk peningkatan kuantitas dan kualitas industri LKS
melalui komunikasi masa untuk memberikan sosialisasi, community and networking building, dan peran-
peran strategis dalam bentuk hubungan kemasyarakatan (public realitionship).

 Supporter, yaitu memberikan berbagai support dan dukungan, baik networking, pemikiran,
motivasi, doa, dan lain-lain untuk pengembangan perbankan dan ekonomi syariah.

 Player, yaitu sebagai pemain dan pelaku ekonomi syariah, baik sebagai pemilik, pengelola,
nasabah penyimpan/investor maupun mitra/nasabah penyaluran dan pembiayaan.

4. Fungsi, Struktur, dan Kedudukan Dewan Pengawas Syariah (DPS)

a) Fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut.

• DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di
bawah pengawasannya.
• DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada
pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.

• DPS melaporkan perkembangan produk dan operasionallembaga keuangan syariah yang


diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.

• DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan


DSN.

b) Struktur Dewan Pengawas Syariah Nasional (DPS) adalah sebagai berikut :

• DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas
Direksi.

• Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS
melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-
produk agar tetap sesuai dengan prinsip syariah.

• Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan
ke-Islaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.

• Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.

• Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.

c) Kedudukan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagaimana tercantum dalam Dalam buku yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia dijelaskan bahwa DPS mempunyai tiga kedudukan, yaitu:
 sebagai penasihat dan pemberi saran kepada Direksi, Pimpinan Unit Usaha Syariah, dan
pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah

 sebagai mediator antara bank dengan DSN adalam mengkomunikasikan usul dan saran
pengembangan produk dan jasa bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN

 sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank. DPS wajib melaporkan kegiatan usaha
dan perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSN satu kali dalam satu tahun (minimal).
Perlu ditambahkan bahwa kedudukan DPS di bank-bank syariah juga berkedudukan sebagai penjamin
bahwa bank yang diawasinya berjalan sesuai dengan prinsip syariah.

5. Tugas dan Tanggung jawab Anggota DPS

Dalam kaitannya dcngan permasalahan ini, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/ 2009
tentang Unit Usaha Syuriah mengemukakan garis panduan (guidelines) tentang tugas dan tanggung
Jawab dewan syariah ini dalam perbankan syariah di Indonesia. Pasal 27 dari aturan ini menyebutkan
bahwa tugas dan tanggung jawab dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah untuk:

• Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah dalam pedoman operasional dan produk
yang dikeluarkan

• Mengawasi proses pengembangan produk baru sejak awal sampai dengan dikeluarkannya
produk tersebut

• Memberikan opini syariah terhadap produk baru dan pembiayaan yang direstrukturisasi

• Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru yang belum ada fatwanya

• Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank
• Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank dalam rangka
pelaksanaan tugasnya.

BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

Dewan Syariah Nasional (DSN) menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (9) PBI adalah dewan yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa
tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip Syariah.

Mekanisme kerja yang berkaitan dengan DSN adalah sebagai berikut:

• Dewan Syariah Nasional mensahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana
Harian DSN.

• Dewan Syariah Nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau
bilamana diperlukan.

• Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual
report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan

• telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional.

Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang ada di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan bertugas
mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di LKS tersebut. DPS diangkat dan diberhentikan di LKS melalui
RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.

Tujuan utama dibentuknya Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah untuk mengawasi aktivitas
Operasional bank dan lembaga keuangan syariah lainnya agar sesuai dengan prinsip syariah. Untuk
itulah, DPS bertugas mengawas operasional bank dan lembaga keuangan syariah lainnya beserta
produk-produknya, agar sesuai dengan ketentuan atau prinsip syariah.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nurhasanah Neneng, M.Hum, Adam Panji, S.Sy,M.H. 2017. Hukum perbankan syari’ah konsep dan
regulasi. Jakarta: Sinar Grafika Offset

Anda mungkin juga menyukai