Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

PERAN PEMERINTAH DAN LEMBAGA-LEMBAGA DALAM


PENGEMBANGAN EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Ekonomi

Syariah Dosen Pengampu: Muhammad Romli M.S.I

Penyusun:

1. Bagas Surya Buana NIM: 4321105


2. Anton Bagus Santoso NIM: 4321120
3. Muhamad Iqbal Qudsi NIM: 4321122

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah yang berjudul “Peran Pemerintah dan Lembaga-lembaga Dalam
Penngembanagn Ekonomi dan Keuangan Syariah” disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Hukum Ekonomi Syariah. Kami mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dan bimbingannya kepada:

1. Bapak Dr. H. Zaenal Mustakim, M.Ag. selaku Rektor UIN K.H.


Abdurrahman Wahid Pekalongan beserta jajarannya.
2. Ibu Dr. Hj. Shinta Dewi Rismawati, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
beserta jajarannya.
3. Bapak Ade Gunawan, M.M. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Syariah UIN
K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
4. Bapak Muhammad Romli, M.S.I. selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Hukum Ekonomi Syariah.
5. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang ikut serta
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan
baik dari segi penulisan, bahasa, dan sebagainya. Untuk itu, kami membutuhkan
saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini. Semoga kedepannya makalah
ini dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................8
ISI.............................................................................................................................8
A. Bank Indonesia................................................................................................8
B. Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)......................10
C. Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).................31
D. Dewan Pengawas Syariah (DPS)..................................................................34
BAB III..................................................................................................................45
PENUTUP..............................................................................................................45
A. Kesimpulan....................................................................................................45
B. Saran..............................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................47

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran sebuah bank sangat erat kaitannya dengan perkembangan di


bidang perdagangan. Kehidupan dunia modern saat ini tidak dapat dilepaskan dan
bahkan sering tergantung pada aktivitas dan jasa perbankan. Hal ini sama seperti
yang terjadi di Indonesia, bahwa perkembangan perekonomian dan perdangangan
sangat bergantung pada kinerja perbankan.oleh karena itu, dengan kehadirannya
banyak lembaga keuangan perbankan maka, pemerintah Indonesia membuat
kebijakan tentang pengawasan terhadap kinerja bank. Ketentuan Pasal 34
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia yang telah dirubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia dan dirubah dengan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2009 yang
mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan
perusahaan pembiayaan serta badan-badan yang menyelenggarakan dana-dana
masyarakat. Sebelum terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk
tercapainya sebuah sistem perbankan yang sehat dan stabil, bank dalam
melaksanakan tugasnya tidak luput dari pengawasan Bank Indonesia yang
bertindak selaku bank sentral. Kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral,
mempunyai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Perbankan Indonesia telah memasuki babak baru, dengan diundangkannya
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut dengan OJK) pada
Tanggal 22 November 2011. Dimana pengaturan dan pengawasan sektor
perbankan tidak lagi berada pada Bank Indonesia namun dialihkan kepada otoritas
jasa keuangan yakni sebuah lembaga independen yang mempunyai fungsi, tugas
dan wewenang untuk melakukan pengaturan, pengawasan pemeriksaan dan
penyidikan terhadap jasa keuangan di Indonesia, dengan demikian seluruh
kegiatan jasa keuangan sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun,
lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya ada dalam
kewenangan OJK.

4
Keputusan untuk menempatkan fungsi pengawasan perbankan di bank sentral atau
memilih menempatkan dalam sebuah badan yang independen diluar bank sentral
pada masing-masing.
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) merupakan
lembaga yang berfungsi sebagai katalisator perkembangan ekonomi dan keuangan
syariah dalam skala nasional maupun internasional. KNEKS diamanatkan untuk
turut mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah guna mendukung
ketahanan ekonomi nasional.1 Oleh karena itu pemerintah dibawah
kepemimpinan presiden Joko Widodo mendirikan sebuah lembaga yang bernama
Komite Nasinal dan Keuangan Syariah (KNKS) yang diresmikan pada tanggal 2
Agustus 2016 dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional terutama
pengembangan keuangan syariah. KNEKS memiliki tugas dan fungsi lebih luas,
tidak hanya di sektor keuangan syariah tapi juga ekonomi syariah secara
menyeluruh. Wakil Presiden RI ditugaskan menjadi ketua harian. Ruang lingkup
kerja KNEKS dalam ekonomi dan keuangan syariah meliputi empat hal. Yakni,
pengembangan industri produk halal, pengembangan industri keuangan syariah,
pengembangan dana sosial syariah, dan pengembangan dan perluasan kegiatan
usaha syariah. Diharapkan dari terbentuknya struktur organisasi yang baru ini bisa
mewujudkan amanah yang telah diberikan kepada manajemen KNEKS, agar
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah bisa maju sejajar dengan Negara-
negara muslim lainnya bahkan diharapkan Indonesia bisa menjadi pemimpin
dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di dunia.
Beberapa dasawarsa tahun terakhir, umat Islam Indonesia mulai
memperhatikan sebuah pemahaman ekonomi berdasarkan ketentuan syariah. Hal
itu berawal dari sebuah sikap ketidakpuasan akan sistem ekonomi konvensional
yang tidak dapat memenuhi harapan mereka. Sehingga hadir ekonomi Islam
dalam rangka mewujudkan suatu tujuan yang tidak bisa dicapai oleh analisis dan
metodologi konvensional. Tentunya, perkembangan lembaga keuangan syariah
yang signifikan tersebut, membutuhkan payung hukum yang kuat sebagai suatu
perangkat yang memberikan kepastian hukum bagi para praktisi lembaga
keuangan syariah dalam menjalankan segala aktifitas operasionalnya. Secara
implisit,

5
kegiatan ekonomi syariah tercantum dalam konstitusi pada Pasal 29 ayat (1 dan 2)
UUD 1945.
Sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia
sudah sepantasnya unggul dalam penerapan sistem ekonomi berbasis Islam. Hal
ini pun dinilai sebagai alternatif bagi perkembangan ekonomi nasional. Di bawah
naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI), maka dibentuklah Dewan Pengawas
Syariah (DPS), suatu lembaga yang bertugas mengeluarkan 2 fatwa serta secara
mutlak dalam setiap kegiatan berbasis syariah, memberi aturan, juga sanksi bagi
yang melanggar.

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka penulis merasa perlu untuk
membahas lebih lanjut terkait dengan Bank Indonesia, KNEKS, DSN-MUI, dan
DPS dengan membatasi pembahasan sebagai berikut:
a) Apakah pengertian dari Bank Indonesia dan bagaimana peran Bank
Indonesia dalam pasar keuangan syariah?
b) Apa maksud dari KNEKS serta bagaimana tugas, fungsi, struktur dari
KNEKS?
c) Apakah yang dimaksud dari DSN-MUI dan bagaimana peran DSN-MUI di
Indonesia?
d) Apa pengertian dari DPS serta bagaimana DPS menempatkan dirinya
dalam pengawasan syariah di Indonesia?
C. Tujuan

a) Untuk mengetahui terkait dengan Bank Indonesia


b) Untuk memahami tentang yang namanya Komite Nasional Ekonomi dan
Keuangan Syariah
c) Untuk menjelaskan terkait dengan DSN-MUI
d) Untuk memberikan pengetahuan tentang Dewan Pengawas Syariah (DPS)

D. Manfaat

6
a) Sebagai bahan kajian untuk memperdalam dan memperluas wawasan serta
pengetahuan bagi penulis
b) Sebagai bahan masukan dan bahan informasi dalam penyusunan tugas
akhir bagi peneliti selanjutnya
c) Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan salah satu tugas dalam
mata kuliah Hukum Ekonomi Syariah

7
BAB II
ISI

A. Bank Indonesia

1. Pengertian bank Indonesia


Menurut undang undang nomer 3 pasal 4 ayat 1 tahun 2004, bank
Indonesia merupakan bank sentral Republik Indonesia. Sedangkan
menurut undang-undang pasal 4 ayat 2 bank Indonesia adalah lembaga
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lain, kecuali untuk hal-hal
yang secara tegas diaitur dalam undang-undang.1
Bank sentral (BI) dapat diartikan sebagai suatu lembaga milik
pihak swasta pada suatu pememerintah negara yang bertugas memelihara
dan mencapai stabilitas harga atau nilai mata uang di Indonesia agar tidak
terjadi inflasi dan bank sentral juga bertangungg jawab atas suatu
kebijakan moneter serta menciptakan tingkat aktivitas ekonomi yang
stabil.2
2. Sejarah Bank Indonesia
Pada Desember 1951 pemerintah Indonesia memiliki kebijakan
untuk menasionalkan De Javasche Bank, yaitu dengan dikeluarkannya UU
Nomor 24 Tahun 1951 Tentang Nasionalisasi De Javasche Bank NV.
Sedangkan, pada tanggal 1 Juli 1953, pemerintah Indonesia mendirikan
Bank Indonesia yang sekaligus menjadi bank sentral di Indonesia. Peran
dan fungsi bank Indonesia masih sama seperti yang dilakukan oleh De
Javasche Bank. Peran dan funsi tersebut, yaitu bank Indonesia sebagai
lembaga perbankan dan lembaga yang memebuat kebijakan moneter, dan
sistem pembayaran.
Tahun 1968 diterbitkan UU tentang bank sentral dan setelah UU
itu dibuat tugas serta fungsi yang dimiliki oleh Bank Indonesia mulai

1
UU No 23 Tahun 2004 pasal 4 ayat 1 dan 2
Wijaya Rafi, “pengertian bank sentral: sejarah, tugas, wewenang, serta perannya”,
2

Gramedia,https://www.gramedia.com/literasi/bank-sentral/

8
berkurang, Bank Indonesia tidak lagi menjalankan fungsi sebagai bank
komersial seperti dulu tetapi, BI punya tugas menjadi agen pembangunan
dalam upaya meningkatkan taraf hidup rakyat. Pada tahun 1999, UU
Nomor 23 Tahun 1999 diterbitkan dann bank Indonesia mengalami
perubahan tugas yaitu, Bank Indonesia memiliki peran dalam memelihara
serta menjaga stabilitas nilai rupiah. Selanjutnya, melalui amandemen
tahun 2004, BI punya peran tambahan dalam hal upaya menguatkan
governance. Dalam menjalankan tugasnya, BI memiliki 3 pilar utama,
yaitu menetapkan sekaligus menjalankan kebijakan moneter, menjaga
kelancaran sistem pembayaran, dan menjaga kestabilan sistem keuangan
di wilayah tanah air.3
3. Tugas dan Peran Bank Indonesia
Tugas dan peran bank Indonesia secara umum adalah menjaga stabilitas
moneter, sistem keuangan, dan sistem pembayaran, untuk menunjang
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tugas bank Indonesia antara lain
yaitu:4
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Bank Indonesia mengemban sebuah tuugas untuk menjaga
stabilitas moneter yaitu dengan melalui instrumen suku bunga
dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia diharapkan mampu
untuk menetapkan kebijakan moneter secara tepat. Hal ini
dilakukan mengingat ketika stabilitas moneter terganggu maka
akanberdampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.
Apabila kebijakan moneter dilakukan terlalu ketat dalam hal
penerapan suku bunga maka akan bersifat mematikan kegiatan

3
Ramadhani Niko, “sejarah dan perkembangan bank sentral di Indonesia”, akseleran, 27
Februari 2020, https://www.akseleran.co.id/blog/bank-sentral/
4
OJK,”Peran bank Indonesia”, https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/stabilitas-sistem-
keuangan/Pages/Peran-Bank- Indonesia.aspx#:~:text=Sebagai%20otoritas%20moneter%2C
%20perbankan%20dan,(perbankan% 20dan%20sistem%20pembayaran).

9
ekonomi, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, bank Indonesia
menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting
frameworkuntuk menciptakan stabilitas moneter.
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Ketika terjadi gagal bayar maka akan menimbulkan suatu resiko
yang dapat mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Dengan
sistem pembayaran yang terus meningkat, bank Indonesia
mengembangkan mekanisme yang bertujuan untuk mengurangi
resiko tersebut, antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran
yang bersifat real time yang lebih aman dan cepat.
c. Melakukan pengawasan dan pengaturan makroprudensial/SSK
Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat
memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi
kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem
keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan
instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi
kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut,
selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan
dalam sektor keuangan.

B. Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)

1. Pengertian dan Sejarah


Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah atau yang sering disebut
dengan KNEKS merupakan lembaga non struktural yang dipimpin oleh Presiden
sebagai ketua dan Wakil Presiden sebagai ketua harian yang akan menjadikan
Indonesia sebagai Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka Dunia tahun 2024. Komite
Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dibentuk berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tertanggal 10 Februari 2020. Kantor
pusat dari KNEKS sendiri terletak di Gedung Permata Kuningan Lt. PH, Jalan

10
Kuningan Mulia Kav. 9C, Jakarta Selatan. Adapun situs website dari KNEKS
yaitu https://kneks.go.id/ 5
Sejarah KNEKS pada awalnya untuk mempercepat proses pengembangan
ekonomi dan keuangan syariah seperti meningkatkan infrastruktur dan
kemampuan sistem keuangan syariah, mengatasi kesenjangan, memperbaiki
kinerja kelembagaan, menciptakan peluang baru di pasar domestik dan
internasional, dan memosisikan Indonesia sebagai pemain utama dalam keuangan
syariah di dunia, Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (Masterplan
AKSI) merekomendasikan pembentukan KNKS (Komite Nasional Keuangan
Syariah) sebagai salah satu rekomendasi utamanya.6
Rekomendasi tersebut, kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden dengan
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite
Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Peraturan Presiden ini sebagai wujud
komitmen pemerintah untuk serius mengembangkan ekonomi dan keuangan
syariah di Indonesia dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Dalam
perkembangannya, pada tanggal 10 Februari 2020, Pemerintah kemudian
melakukan perubahan KNKS menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan
Syariah (KNEKS), berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. Pertimbangan perubahan
tersebut Pemerintah memperluas ruang lingkup, yang semula hanya keuangan
syariah ditambah juga ekonomi syariah.
2. Landasan Hukum KNEKS
Untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional dan mendorong
percepatan pengembangan sektor keuangan syariah, Pemerintah secara khusus
mendirikan KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah) pada tanggal 8
November 2016. Tujuan pendiriannya agar dapat meningkatkan efektivitas,
efisiensi pelaksanaan rencana pembangunan nasional bidang keuangan dan
ekonomi syariah.7 Kemudian dalam perkembangannya, pada tanggal 10
Februari 2020,

5
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Komite_Nasional_Ekonomi_dan_Keuangan_Syariah
6
Ibid.
7
KNEKS, “Sejarah KNEKS”, https://knks.go.id/tentang, diakses 12 Juli 2020.

11
Pemerintah melakukan perubahan KNKS menjadi Komite Nasional Ekonomi dan
Keuangan Syariah (KNEKS).
Perubahan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menjadi Komite
Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) diwujudkan melalui
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan
Keuangan Syariah (selanjutnya disebut Perpres KNEKS). Tujuan perubahan
tersebut untuk meningkatkan pembangunan ekosistem ekonomi dan keuangan
syariah guna mendukung pembangunan ekonomi nasional.8 Dalam Perpres
KNEKS dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan KNEKS adalah lembaga non
struktural yang bersifat independen dalam pelaksanaan tugas dan fungsi.9 Adapun
ruang lingkup ekonomi dan keuangan syariah meliputi terkait pengembangan
industri produk halal, pengembangan industri keuangan syariah, pengembangan
dana sosial syariah, dan pengembangan dan perluasan kegiatan usaha syariah.10
3. Tugas, Fungsi, dan Struktur KNEKS
KNEKS mempunyai tugas mempercepat, memperluas dan memajukan
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka memperkuat
ketahanan ekonomi nasional.11 Dalam menjalankan tugasnya, maka KNEKS
melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Pemberian rekomendasi arah kebijakan dan program strategis pembangunan
nasional di sektor ekonomi dan keuangan syariah.
b. Pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, sinergisitas penyusunan dan
pelaksanaan rencana arahan kebijakan dan program strategis pada sektor
ekonomi dan keuangan syariah.
c. Perumusan dan pemberian rekomendasi atas penyelesaian masalah di sektor
ekonomi dan keuangan syariah.

8
Bagian menimbang, huruf a Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite
Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 41).
9
Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional
Ekonomi dan Keuangan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 41).
10
Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi
dan Keuangan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 41).
11
Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi
dan Keuangan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 41).

12
d. Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan arah kebijakan dan program
strategis di sektor ekonomi dan keuangan syariah.12
Kemudian adapun struktur organisasi dari KNEKS sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 6 Perpres KNEKS terdiri dari Pimpinan, Sekretaris
merangkap anggota; Anggota; Manajemen Eksekutif; dan Sekretariat KNEKS.
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dipimpin oleh
Presiden Republik Indonesia selaku ketua. Disamping itu, Wakil Presiden
Republik Indonesia sebagai Wakil Ketua selaku Ketua Harian. Menteri Keuangan
menjabat sebagai Sekretaris yang merangkap sebagai anggota.
a. Pimpinan
Pimpinan KNEKS terdiri atas Ketua, yaitu Presiden Republik Indonesia,
dan Wakil Ketua selaku Ketua Harian, yaitu Wakil Presiden Republik
Indonesia. Wakil Ketua selaku Ketua Harian membantu Ketua dalam
mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi KNEKS serta memberikan
arahan kepada Sekretaris, Anggota, dan Manajemen Eksekutif.
b. Sekretaris merangkap anggota Pimpinan dalam melaksanakan tugasnya
dibantu oleh Menteri sebagai Sekretaris yang juga merangkap sebagai
anggota. Menteri di sini adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan. Selain melaksanakan tugas tersebut,
Sekretaris yang dijabat Menteri melaksanakan pemantauan dan evaluasi
kinerja Manajemen Eksekutif serta menyampaikan laporannya secara
berkala kepada Presiden dan Wakil Presiden.
c. Anggota
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mempunyai 16
anggota yang terdiri atas 3 Menteri Koordinator, 7 Menteri, 3 Ketua
lembaga pemerintah serta 2 instansi lainnya, yaitu sebagai berikut:
1) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
2) Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
3) Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi

Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan
12

Keuangan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 41).

13
4) Menteri Agama
5) Menteri Perindustrian
6) Menteri Perdagangan
7)Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional
8) Menteri Badan Usaha Milik Negara
9) Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
10) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
11) Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
12) Gubernur Bank Indonesia
13) Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan
14) Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
15) Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri
Anggota KNEKS yang terdiri dari pimpinan berbagai Kementerian
Negara, Lembaga Negara terkait bidang keuangan, Majelis Ulama, dan asosiasi
pengusaha tersebut, mempunyai tugas bersama dengan Manajemen Eksekutif
membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam mengembangkan ekonomi dan
keuangan syariah melalui perumusan arah kebijakan dan penyusunan program
strategis nasional dan melaksanakan arah kebijakan Wakil Presiden selaku Ketua
Harian dalam menjalankan program strategis nasional bidang ekonomi dan
keuangan syariah sesuai bidang tugas dan fungsi masing-masing. Dalam
melaksanakan tugas, anggota bertanggung jawab kepada Presiden melalui Wakil
Presiden selaku Ketua Harian.
d. Manajemen Eksekutif
Manajemen Eksekutif dipimpin oleh Direktur Eksekutif. Dalam menjalankan
tugasnya, maka Manajemen Eksekutif menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan rumusan rekomendasi arah kebijakan dan program strategis
pembangunan nasional di sektor ekonomi dan keuangan syariah.
2) Penyiapan pengoordinasian penyusunan dan pelaksanaan rencana
program strategis di sektor ekonomi dan keuangan syariah.

14
3) Pengelolaan dan pengolahan data dan informasi mengenai pengembangan
di sektor ekonomi dan keuangan syariah nasional.
4) Pemantauan dan evaluasi atas perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
program strategis pembangunan nasional di sektor ekonomi dan keuangan
syariah.
5) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Wakil Ketua selaku Ketua
Harian.
e. Sekretariat
Sekretariat dipimpin oleh Kepala Sekretariat yang diangkat oleh Menteri
Keuangan selaku Sekretaris KNEKS. Kepala Sekretariat berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Sekretaris KNEKS dan
secara administrasi dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan.
4. Peran dan Kewenangan Masing-masing Anggota KNEKS
Struktur organisasi KNEKS terdiri dari pimpinan, sekretaris, anggota
sebagaimana tersebut di atas, dapat dikelompokkan atas tiga kelompok besar.
Pertama, unsur pemerintah yang terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden serta
menterimenteri negara. Kedua, unsur Lembaga-lembaga Negara di bidang
keuangan, seperti Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia, dan ketiga, unsur
lembaga lain seperti MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan Kadin (Kamar Dagang
dan Industri).
Dalam Perpres KNEKS peran dan kewenangan masing-masing anggota
KNEKS tidak dijelaskan secara terperinci. Perpres KNEKS memberikan pedoman
secara umum bahwa Anggota KNEKS bersama dengan Manajemen Eksekutif
membantu Presiden dan Wakil Presiden untuk mengembangkan ekonomi dan
keuangan syariah melalui perumusan arah kebijakan dan penyusunan program
strategis nasional, melaksanakan arah kebijakan dalam menjalankan program
strategis nasional bidang ekonomi dan keuangan syariah sesuai bidang tugas dan
fungsi masing-masing. Berikut ini akan dijelaskan bidang tugas dan fungsi dari
masing-masing anggota KNEKS beserta relevansinya dengan ekonomi dan
keuangan syariah.
1. Pemerintah

15
a. Presiden dan Wakil Presiden
Presiden bersama dengan Wakil Presiden memiliki peran penting dalam
KNEKS karena mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi KNEKS
serta memberikan arahan kepada Sekretaris, Anggota, dan Manajemen
Eksekutif, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Presidenlah yang
bertanggungjawab secara penuh untuk mengembangkan dan memajukan
ekonomi dan keuangan Syariah di Indonesia.
b. Kementerian Negara
Kementerian Negara merupakan perangkat pemerintah yang membidangi
urusan tertentu dalam pemerintahan.13 Kementerian mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara14. Kementerian
dipimpin oleh seorang Menteri sebagai pembantu Presiden. Kementerian
dipimpin oleh seorang Menteri sebagai pembantu Presiden.15 Terkait
dengan KNEKS, Menteri melalui Kementerian Negara yang
dipimpinnya, diberi tugas untuk membantu Presiden dalam peningkatan
pembangunan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah guna
mendukung pembangunan ekonomi nasional, antara lain:
1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian memimpin Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, yang mempunyai tugas
menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan
kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang
perekonomian. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
menyelenggarakan fungsi:

13
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916).
14
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916).
15
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916).

16
a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang
perekonomian
b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga terkait
dengan isu di bidang perekonomian
c. Pengelolaan dan penanganan isu yang terkait dengan bidang
perekonomian; d. Pengawalan program prioritas nasional dan kebijakan
lain yang diputuskan oleh Presiden dan Sidang Kabinet
e. Penyelesaian isu di bidang perekonomian yang tidak dapat
diselesaikan atau disepakati antar Kementerian/Lembaga dan
memastikan terlaksananya keputusan dimaksud
f. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
g. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian
h. Pengawasan atas pelaksanaan fungsi di lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian
i. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden
Di antara fungsi-fungsi di atas dikaitkan ekonomi dan keuangan syariah,
maka Kementerian Bidang Perekonomian mempunyai peran untuk
mengoordinasikan dan mengsinkronisasikan perumusan, penetapan, dan
pelaksanaan kebijakan peningkatan dan pengembangan ekonomi syariah.
Selain itu, Kementerian ini berperan untuk melakukan pengawalan
Perpres KNEKS. Bentuk nyata peran Kementerian Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian untuk meningkatkan dan
mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah misalnya melalui
peluncuran uji coba proyek pengembangan ekonomi dan keuangan
syariah berbasis pondok pesantren

17
untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah serta pemberdayaan
ekonomi di lingkungan pondok pesantren.16
2. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
memimpin Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam
penyelenggaraan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan
kebudayaan.17 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan melakukan fungsi:
a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang
pembangunan manusia dan kebudayaan
b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang
terkait dengan isu di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
d. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden
Di antara fungsi-fungsi di atas dikaitkan ekonomi dan keuangan syariah,
maka Kementerian ini mempunyai peran untuk mengoordinasikan dan
mengsinkronisasikan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pembangunan
manusia dan kebudayaan dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan
oleh Presiden, yang dalam hal ini adalah meningkatkan dan
mengembangkan ekonomi syariah. Wujud nyata dari peran tersebut, di
antaranya dalam penyusunan penyelarasan Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia

16
ANTARA, “Pemerintah Luncurkan Pengembangan Ekonomi Syariah Berbasis
Pesantren”, https://www.borneonews. co.id/berita/149264-pemerintah-luncurkan-pengembangan-
ekonomi-syariah-berbasis-pesantren, diakses Juli 2020.
17
Kemenko PMK, “Sejarah Kemenko PMK”, https://www.kemenkopmk.go.id/profil-
kemenko-pmk, diakses 6 Juli 2020.

18
(SKKNI) di sektor industri halal untuk bidang auditor halal dan penyelia
halal.
3. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang
dipimpin oleh Menteri Bidang Kemaritiman dan Investasi, mempunyai
tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian
urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang
kemaritiman. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman menyelenggarakan fungsi:
a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan
kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang
kemaritiman
b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang
terkait dengan isu di bidang kemaritiman
c. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman
d. Sinkronisasi dan koordinasi kebijakan penguatan negara maritim, dan
pengelolaan sumber daya maritim
e. Koordinasi kebijakan pembangunan sarana dan prasarana kemaritiman;
f. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
g. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman
h. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden18
Di antara fungsi-fungsi di atas dikaitkan ekonomi dan keuangan syariah,
maka Kementerian ini mempunyai peran untuk mengoordinasikan dan
mengsinkronisasikan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang Kemaritiman
dan

18
Kemenko Kemaritiman dan Investasi, “Profil Kemaritiman”,
https://maritim.go.id/profil/, diakses 6 Juli 2020.

19
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden, yang dalam hal ini
adalah meningkatkan dan mengembangkan ekonomi syariah.
4. Kementerian Agama
Kementerian Agama dipimpin oleh seorang Menteri Agama, mempunyai
tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Agama menyelenggarakan
fungsi:
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang
bimbingan masyarakat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan
Konghucu, penyelenggaraan haji dan umrah, dan pendidikan agama dan
keagamaan
b. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian
Agama
c. Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Agama
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agama
e. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Agama di daerah;
f. Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah
g. Pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan di
bidang agama dan keagamaan
h. Pelaksanaan penyelenggaraan jaminan produk halal
i. Pelaksanaan dukungan substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian Agama19
Peran Kementerian Agama dalam peningkatan dan pengembangan
ekonomi dan keuangan syariah, terutama berkaitan dengan pelaksanaan
pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang ekonomi
dan keuangan syariah dan terkait dengan jaminan produk halal.

20
19
Kemenag, “Tugas dan Fungsi Kementerian Agama”,
https://kemenag.go.id/home/artikel/42941, diakses 6 Juli 2020.

21
5. Kementerian Perindustrian
Kementerian Perindustrian dipimpin oleh Menteri Perindustrian yang
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang perindustrian
dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian
Perindustrian menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang
perindustrian; b. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas
pelaksanaan kebijakan di bidang perindustrian
c. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang perindustrian
d. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Perindustrian
e. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan
Kementerian Perindustrian
f. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Perindustrian. 20
Di antara fungsi-fungsi di atas dikaitkan ekonomi dan keuangan syariah,
maka Kementerian ini mempunyai peran untuk merumuskan,
menetapkan, dan melaksanakan kebijakan di bidang perindustrian, yang
dalam hal ini adalah industri ekonomi syariah.
6. Kementerian Perdagangan
Kementerian Perdagangan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perdagangan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Perdagangan
menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penguatan dan
pengembangan perdagangan dalam negeri
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan dan pengembangan
perdagangan dalam negeri, pemberdayaan konsumen

20
Kemenperin,“Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Perindustrian”,
https://kemenperin.go.id/tugas-pokok-fungsikementerian-perindustrian diakses 6 Juli 2020.

22
c. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan
kebijakan di bidang penguatan dan pengembangan perdagangan dalam
negeri
d. Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan di bidang perdagangan
e. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Perdagangan
f. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan
Kementerian Perdagangan
g. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Perdagangan
h. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Perdagangan21
Peran penting Kementerian Perdagangan dalam ekonomi syariah terkait
perumusan, penetapan kebijakan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang
penguatan dan pengembangan perdagangan, pemberdayaan konsumen,
standardisasi perdagangan dan pengendalian mutu barang, tertib ukur,
dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa, serta pengawasan kegiatan
perdagangan terkait usaha-usaha ekonomi syariah. Salah satu contoh
kegiatan Kementerian Perdagangan terkait dengan ekonomi dan
keuangan syariah melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (Bappebti) dan Bank Aceh bekerja sama dalam
mengembangkan pembiayaan syariah dengan skema Sistem Resi Gudang
(SRG).
7. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional bertugas untuk menyusun dan
mengambil keputusan terkait dengan penyusunan rencana pembangunan
nasional, penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja
negara, pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana
pembangunan,

23
21
Kemendag, “Tugas dan Fungsi”, https://www.kemendag.go.id/id/about-us/main-
duty/staff-ahli-menteri diakses 6 Juli 2020.

24
dan pengambilan keputusan dalam penanganan permasalahan mendesak
dan berskala besar, sesuai penugasan.
8. Kementerian Badan Usaha Milik Negara
Kementerian BUMN mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Badan Usaha Milik Negara, untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Kementerian BUMN menyeleng gerakan
fungsi:
a. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penyusunan inisiatif
bisnis strategis, penguatan daya saing dan sinergi
b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang
penyusunan inisiatif bisnis strategis, penguatan daya saing dan sinergi
c. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi di lingkungan Kementerian BUMN
d. Pengelolaan barang milik negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian BUMN
e. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
BUMN22
Peran penting Kementerian ini adalah karena kementerian yang
bertanggung jawab langsung dalam merumuskan, menetapkan kebijakan
di bidang penyusunan inisiatif bisnis strategis, penguatan daya saing dan
sinergi, penguatan kinerja, penciptaan pertumbuhan berkelanjutan,
restrukturisasi, pengembangan usaha, serta peningkatan kapasitas
infrastruktur bisnis BUMN. Sebagai salah satu contoh keterlibatan
Kementerian BUMN dalam ekonomi dan keuangan syariah adalah
diambil kebijakan untuk menggabungkan tiga bank syariah, yaitu BNI
Syariah, BRI Syariah, dan Bank Mandiri Syariah. Penggabungan tiga
bank milik

25
22
Kementerian BUMN, “Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian BUMN”,
https://bumn.go.id/about/profile, diakses 6 Juli 2020.

26
BUMN diyakini akan memperbesar pangsa pasar ekonomi syariah dan
memperluas layanan kepada nasabah yang selama ini masih terbatas23
9. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, mempunyai
tugas menyelenggarakan urusan di bidang koperasi dan usaha kecil dan
menengah dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara. Fungsi Kementerian Koperasi
dan UKM:
a. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang koperasi dan usaha
mikro, kecil dan menengah
b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi
dan usaha mikro, kecil dan menengah
c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
e. Penyelenggaraan fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan koperasi,
usaha mikro, kecil dan menengah sesuai dengan undangundang di bidang
koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah.24
Peran penting Kementerian ini adalah karena kementerian yang
bertanggung jawab untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan di
bidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah.
10. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Kementerian/Badan ini mempunyai tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pariwisata dan tugas

23
ANTARA, “Pakar: Merger bank syariah BUMN optimalkan pasar ekonomi Syariah”,
https://www.antaranews.com/ berita/1790205/pakar-merger-bank-syariah-bumn-optimalkan-pasar-
ekonomi-syariah, diakses 20 November 2020.
24
Kementerian Koperasi dan UKM, “Tugas dan Fungsi Kementerian Koperasi dan
UKM”, http://www.depkop.go.id/tugas-dan-fungsi, diakses 6 Juli 2020.

27
pemerintahan di bidang ekonomi kreatif. Dalam melaksanakan tugas,
Kementerian/Badan menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pariwisata dan ekonomi
kreatif;
b. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan teknis
pengembangan sumber daya, kelembagaan, destinasi, infrastruktur,
industri, investasi, pemasaran, produk wisata dan penyelenggaraan
kegiatan, serta ekonomi digital dan produk kreatif di bidang pariwisata
dan ekonomi kreatif;
c. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang
pariwisata dan ekonomi kreatif;
d. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pariwisata
dan ekonomi kreatif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pariwisata dan
ekonomi kreatif sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;
f. Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional dan
rencana induk ekonomi kreatif;
g. Pengelolaan data dan informasi di bidang pariwisata dan ekonomi
kreatif;
h. Pembinaan, pemberian, dan pelaksanaan dukungan yang bersifat
administrasi dan substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian/Badan;
i. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan
Kementerian/Badan;
j. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian/Badan; dan
k. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian/
Badan.25

25
Kemenparekraf, “Tugas dan Fungsi”, https://www.kemenparekraf.go.id/post/tugas-dan-
fungsi-kemenparekrafbaparekraf, diakses 6 Juli 2020

28
Peran penting Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala
Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah karena kementerian yang
bertanggung jawab untuk merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan
kebijakan teknis di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif termasuk di
bidang ekonomi dan keuangan syariah. Pengembangan pariwisata ramah
muslim Indonesia merupakan salah satu program prioritas Kementerian
ini.
11. Kementerian Keuangan
Dalam Perpres KNEKS, Menteri Keuangan memiliki peran selain
sebagai Sekretaris sekaligus merangkap sebagai anggota KNEKS.
Tugasnya adalah mendukung pelaksanaan tugas Presiden dan Wakil
Presiden dalam meningkatkan dan mengembangkan ekonomi dan
keuangan syariah, melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja
Manajemen Eksekutif serta menyampaikan laporannya secara berkala
kepada Presiden dan Wakil Presiden,493 dan mengangkat Kepala
Sekretariat KNEKS.26
2. Lembaga Negara yang Terkait Bidang Ekonomi dan Keuangan
a. Otoritas Jasa Keuangan
OJK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-
undangnya495, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.27 OJK mempunyai wewenang
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 UU OJK yaitu sebagai berikut:
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran
dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya
manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin
usaha bank

26
Pasal 8 dan Pasal 17 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite
Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 41).
27
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5253).
29
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman
terhadap simpanan, dan pencadangan bank
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank
3. Sistem informasi debitur
4. Pengujian kredit (credit testing)
5. Standar akuntansi bank
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
1. Manajemen risiko
2. Tata kelola bank
3. PPrinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan
d. Pemeriksaan bank
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 UUOJK, OJK mempunyai wewenang sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 8 UU OJK:
a. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada Lembaga Jasa Keuangan;
h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

30
i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 UUOJK, OJK mempunyai wewenang sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 9 UUOJK:
a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan
b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh
Kepala Eksekutif
c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,
dan/ atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau
pihak tertentu
e. Melakukan penunjukan pengelola statuter
f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter
g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
h. Memberikan dan/atau mencabut:
1. Izin usaha
2. Izin orang perseorangan
3. Efektifnya pernyataan pendaftaran
4. Surat tanda terdaftar
5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha
6. Pengesahan
7. Persetujuan atau penetapan pembubaran
8. Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan
b. Bank Indonesia

31
Bank Indonesia memiliki peranan penting dalam ekonomi dan keuangan
syariah mengingat keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari tugas Bank
Indonesia dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter, dan
pengaturan dan penjagaan kelancaran sistem pembayaran. Dalam
menjalankan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank
Indonesia berperan sebagai akselerator, inisiator dan regulator.
Sebagai akselerator, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan berbagai
stakeholder dalam rangka mendorong percepatan program ekonomi dan
keuangan syariah antara lain melalui Halal Value Chain, formulasi
kurikulum ekonomi dan keuangan syariah kepada publik, kampanye di
daerah, nasional dan internasional. Sebagai inisiator, Bank Indonesia
memprakarsai inovasi program pengembangan ekonomi dan keuangan
syariah antara lain pengembangan Islamic social finance (Zakat Core
Principles dan Waqf Core Principles), pengembangan sistem informasi
zakat, infak, sedekah dan wakaf, pemberdayaan ekonomi pesantren, model
sukuk korporasi untuk pembiayaan infrastruktur. Terakhir, sebagai
regulator, Bank Indonesia merumuskan dan menerbitkan ketentuan sesuai
kewenangan Bank Indonesia, antara lain penerbitan ketentuan Pembiayaan
Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Syariah (PLJPS), Giro Wajib
Minimum Syariah, Instrumen Makroprudensial Syariah (Rasio Intermediasi
Makroprodensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial), dan
pengembangan instrument- instrumen.28
c. Lembaga Penjamin Simpanan
LPS berbentuk badan hukum dan bersifat independen, transparan, dan
akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Fungsi LPS adalah
untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Dalam menjalankan fungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan, LPS

28
Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, “Kebijakan
Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia”,
https://www.bi.go.id/id/ekonomi-dan-keuangan-syariah/Cetak-Biru/Contents/default. aspx, diakses
November 2020

32
mempunyai tugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan
pelaksanaan penjaminan simpanan; dan melaksanakan penjaminan
simpanan. Sementara itu, untuk turut aktif dalam memelihara stabilitas
sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, maka LPS mempunyai
tugas, pertama, merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut
aktif memelihara stabilitas sistem perbankan; kedua, merumuskan,
menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank
resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan ketiga, melaksanakan
penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.29
3. Lembaga Lain
a. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
MUI sangat berperan penting dalam peningkatan dan pengembangan
ekonomi dan keuangan syariah, khusus terkait dengan pemberian nasihat
dan fatwa mengenai masalah ekonomi dan keuangan syariah. Dalam
organisasi MUI terdapat Lembagalembaga yang sangat berkaitan dengan
ekonomi dan keuangan syariah, seperti LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat- obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia), DSN MUI
(Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia), LSP MUI (Lembaga
Sertifikasi Profesi Majelis Ulama Indonesia), dan LSP DSN MUI (Lembaga
Sertifikasi Profesi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia).
b. Kamar Dagang dan Industri
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri merupakan pimpinan KADIN.
KADIN Indonesia adalah organisasi pengusaha Indonesia yang bergerak di
bidang perekonomian dan didirikan pada 24 September 1968 dan diatur
dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan
Industri.30
C. Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

29
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4420).
30
KADIN, “Kadin Indonesia”, https://kadin.id/, diakses 1 Agustus 2020

33
1. Pengertian DSN-MUI
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
merupakan sebuah lembaga yang berada di bawah MUI yang mempunyai tugas
dan wewenang MUI dalam memberikan solusi terkait permasalahan yang
berhubungan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan dengan sistem
operasional perbankan syariah maupun hal lainnya. Di samping itu, DSN secara
proaktif diharapkan dapat melakukan pengawasan, pengarahan dan penerapan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip ajaran Islam bagi para pelaku ekonomi syariah
.Dengan demikian, DSN-MUI merupakan otoritas tertinggi penetapan sebuah
fatwa dalam menetapkan nilai-nilai syariah di Indonesia.31
Fatwa menurut bahasa artinya petuah, nasehat, jawaban atas pertanyaan yang
berkaitan dengan hukum. Fatwa juga bisa diartikan sebagai jawaban mengenai
suatu kejadian atau peristiwa. Dalam ilmu Uṣul Fiqh, fatwa berarti pendapat yang
dikemukakan seorang mujtahid atau faqih sebagai jawaban yang diajukan peminta
fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat.32
2. Fungsi DSN-MUI
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-
produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini
bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti
asuransi, reksadana, modal ventur, dan sebagainya. Fungsi lain dari Dewan
Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa produk-produk yang
dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut
harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas
Syariah pada lembaga yang bersangkutan. Selain itu, Dewan Syariah Nasional
bertugas

31
Muhamad Izazi Nurjaman, Eksistensi Kedudukan Fatwa DsnMui Terhadap
Keberlangsungan Operasional Bisnis Di Lembaga Keuangan Syariah, AL-IQTISHOD: Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2021)
32
SolehHasan Wahid, PolaTransformasi Fatwa Ekonomi Syariah Dsn-Mui Dalam Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia, AHKAM (Tulungagung: Alumni Pascasarjana IAIN
Tulungagung, 2016) Vol 4

34
memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan
Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah33
Komisi fatwa DSN-MUI menggunakan beberapa metode dalam proses
penetapan fatwa. Metode itu menjadi sumber dan payung hukum yang mendasari
substansi fatwa, sehingga memiliki kekuatan yang tidak terbantahkan. Metode
tersebut dijabarkan dalam tiga pendekatan34yaitu:
a. Pendekatan Nash Qath‟i
Nash qath‟i merupakan berpegang teguh kepada nash Al-Qur‟an dan Al-
Hadits. Sehingga setiap persoalan yang ketentuannya ada dalam dua
sumber hukum tersebut. Namun, apabila persoalan itu tidak ditemukan
dalam kedua sumber hukum tersebut maka DSN-MUI menggunakan
pendekatan qauli dan manhaji dalam mencari jawabannya.
b. Pendekatan Qauli
Pendekatan Qauli merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan dengan
mendasarkan berbagai persoalan melalui pendapat para imam mazhab
yang ditulis dalam kitab-kitab fiqih mereka. Proses penetapan fatwa
melalui metode ini dapat dilakukan ketika jawaban suatu persoalan sudah
dianggap cukup melalui satu pendapat (qaul) dalam kitab tersebut. Adapun
satu pendapat itu dianggap tidak dapat dijadikan pegangan, ketika
pendapat itu sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Sehingga
apabila pendapat tersebut dipaksakan, akan menimbulkan kesulitan dalam
pelaksanaanya (ta’suratauta’adzdzur al-amal). Selain itu juga, satu
pendapat dianggap tidak dapat dijadikan pegangan adalah ketika pendapat
tersebut ketentuan alasan hukumnya (illah) berubah. Dengan demikian,
DSN-MUI selalu melakukan penelaahan ulang (I’adatunnadzar),
sebagaimana para ulama terdahulu melakukannya. Sehingga DSN-MUI
tidak hanya terpaku kepada satu pendapat ulama terdahulu yang telah ada.

33
Mohammad Fateh, Konstruksi Filosofis Fatwa DSN-MUI, Jurnal JHI: Jurnal Hukum Islam
(Pekalongan: IAIN Pekalongan, 2018) Vol 16
34
Muhamad Izazi Nurjaman, Eksistensi Kedudukan Fatwa Dsn Mui Terhadap Keberlangsungan
Operasional Bisnis Di Lembaga Keuangan Syariah, AL-IQTISHOD: Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Ekonomi Islam (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2021)

35
Sedangkan pendapat itu sudah tidak relevan untuk dijadikan pegangan
atau dasar hukum.
c. Pendekatan Manhaji.
Pendekatan manhaji digunakan ketika jawaban dalam bentuk fatwa
dianggap belum memiliki argumen atau dasar hukum yang kuat dari
nash qath‟i maupun pendapat para ulama dalam kitabnya. Pendekatan ini
merupakan penggunaan kaidah-kaidah pokok (al-qawaid al-ushuliyah)
dalam proses penetapan fatwa. Kaidah tersebut menjadi salah satu
metodologi yang dirumuskan para imam mazhab dalam mempermudah
menyelesaikan sebuah persoalan. Pendekatan ini biasanya dilakukan
secara kolektif melalui ijtihad jama’i dengan menggunakan metode al-
jam’uwa al- taufiq (mengompromikan kedua dalil yang bertentangan dan
memilih salah satunya) ,tarjihi (menyelesaikan dua dalil yang
bertentangan dengan cara memilih dalil yang lebih kuat di antara
keduanya), ilhaqi (menghimpun suatu masalah dengan bandingannya), dan
istinbathi (mengeluarkan makna- makna dari naṣ-naṣ (yang terkandung)
dengan menumpahkan pikiran dan kemampuan (potensi) naluriah
DSN-MUI pun selalu memerhatikan tingkat kemaslahatan umum
(maslahah al- ‘ammah) dan tujuan hukum Islam (maqashid al-syari‟yah)
dalam proses penetapan fatwanya. Sehingga fatwa yang dihasilkan benar-
benar dapat menjawab persoalan yang ditanyakan. Selainitujuga, substansi
fatwa memiliki argumen yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan
3. Proses Penetapan Fatwa
Salah satu tugas DSN-MUI adalah mengeluarkan fatwa atau jenis-
jenis kegiatan keuangan syariah serta produk dan jasa keuangan syariah. Dalam
proses penetapan fatwa ekonomi syariah DSN melakukannya melalui rapat pleno
yang dihadiri oleh semua anggota DSN, BI atau lembaga otoritas keuangan
lainnya, dan pelaku usaha baik perbankan, asuransi, pasar modal, maupun
lainnya35. Alur penetapan fatwa ekonomi syariah melalui beberapa tahapan:

35
Ibid

36
1. Badan Pelaksana Harian DSN-MUI menerima usulan atau pertanyaan
hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah. Usulan atau
pertanyaan hukum ini dilakukan oleh praktisi lembaga perekonomian
melalui Dewan Pengawas Syariah atau langsung ditujukan pada sekretariat
Badan Pelaksana Harian DSN-MUI.
2. Sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris paling lambat satu hari kerja
setelah menerima usulan/pertanyaan harus menyampaikan permasalahan
kepada ketua.
3. Ketua Badan Pelaksana Harian DSN-MUI bersama anggota BPH DSN-
MUI dan staff ahli selambat-lambatnya 20 hari kerja harus membuat
memorandum khusus yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu
pertanyaan atau usulan hukum tersebut.
4. Ketua BPH DSN-MUI selanjutnya membawa hasil pembahasan kedalam
Rapat Pleno DSN-MUI untuk mendapat pengesahan.
5. memorandum yang sudah mendapat pengesahan dari rapat pleno DSN-
MUI ditetapkan menjadi fatwa DSN-MUI. Fatwa tersebut ditandatangani
oleh ketua DSN-MUI (ex officio Ketua Umum MUI) dan sekretaris DSN-
MUI (ex officio sekretaris umum MUI)

D. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

1. Definisi Dewan Pengawas Syariah


Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri
dari beberapa orang yang perkerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan
berunding, pengawas berasal dari kata awas yang berarti pengawas. Sedangkan
“syariah” adalah komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan
seorang muslim baik dari bidang ibadah (habluminallah) maupun dalam bidang
muamalah (hablumminannas) yang merupakan aktualisasi akidah yang menjadi
keyakinannya. Sementara muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan

37
antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut
muamalah maliyah.36
Merujuk pada surat keputusan Dewan Syariah Nasional No. 3 Tahun 2000,
bahwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah bagian dari Lembaga Keuangan
Syariah yang bersangkutan, yang penempatannya atas persetujuan Dewan Syariah
Nasional (DSN). Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu badan yang
bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah.
DPS diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan syariah melalui RUPS
setelah mendapat rekomendasi dari DSN.
Dewan Pengawas Syariah merupakan dewan yang bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai
dengan prinsip syariah.37 Pada dasarnya Dewan Pengawas Syariah melanjutkan
perpanjangan tangan Dewan Syariah Nasional dalam merealisasikan fatwa yang
telah diputuskan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah
berperan sebagai pengawas dari lembaga keuangan syariah yang mengawasi
setiap operasional kegiatan pebankan syariah baik itu bank syariah, asuransi
syariah, pasar modal syariah dan lain-lain, sehingga semua lembaga keuangan
syariah dapat berjalan sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Dewan Pengawas
Syariah tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan manajemen lembaga
keuangan syariah, karena hal ini sudah menjadi tanggung jawab langsung di
bawah wewenang Direksi suatu lembaga keuangan syariah. Dewan Pengawas
Syariah berhak memberikan masukan kepada pihak pelaksana lembaga keuangan
syariah.38
Sehingga dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa Dewan
Pengawas Syariah merupakan badan yang independen yang bertugas dalam
melakukan kegiatan pengarahan, pemberian nasihat, melakukan evaluasi, serta
melakukan pengawasan pada setiap kegiatan bank syariah dalam rangka untuk
memastikan bahwa di setiap kegiatan operasional perbankan telah dijalankan
sebagaimana

36
Sultoni, "Peran Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah di
Indonesia", EKSYAR: Jurnal Ekonomi Syari'ah & Bisnis Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam
Muhammadiyah Tulungagung (2019), hal. 107
37
Ibid., hal. 108.
38
Ibid., hal. 108.

38
mestinya yaitu telah mematuhi prinsip-prinsip syariah sebagaimana telah
ditentukan oleh fatwa dan syariah Islam.39
2. Landasan Hukum Dewan Pengawas Syariah
1. Al-Quran Surat Al-Mujadilah Ayat
7 Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berfirman:

‫ۗ َا لَ ْمت َ ع م َما س ٰم ٰو ِت َو َما ِفىا َْْل ْرض‬


‫َر َا َّنال ّٰل ي ل ِفىال‬
َ
‫ه‬
‫ه ْم‬ ‫ما َيُك ْونُ ِم ج ٰوى َث ٰ ل َث ٍة ِا ِ َو ْ س ةاِ س‬
َ ‫ه ْم َو َ ْۤل َا ْد ك َو َ ْۤل َا ْكث‬
‫َرِا َّْل م‬ ‫ٰن ى ِ م ْ ن ٰ ذ ِ ل‬ ‫ه َو ب َْل ه م َّْلهُ َو ا‬
ُ ‫َّْل‬ ‫ْن ن‬
‫َو‬ ‫ِد‬ ‫ْم‬
‫خ‬ ‫را‬
‫ِان َّالل ِبك شي ˚ ۗ ُث َّم ِب ع ِملُ ْوا َي ْو ۗ َا ْي ك اُن ْوا‬
‫ِل’ ٍء م ُي َن ِ’بئ َما ه َما ْل ِق ٰي َمة َن َما‬
‫ْم‬ ‫ع‬ ‫ه‬
‫ِل‬
‫ْي‬
"Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang,
melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang, melainkan Dialah
yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan
Dia pasti ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan
memberitakan kepada mereka pada hari Kiamat apa yang telah mereka kerjakan.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Mujadilah 58:
Ayat 7)40
Dari ayat di atas tidak secara langsung dan spesifik menjelaskan tentang
pengawasan, akan tetapi jika dipahami betul-betul secara lebih mendalam lagi
ayat tersebut memiliki makna yang berhubungan dengan pengawasan. Sehingaa
jika dipahami dengan betul-betul ayat tersebut menjelaskan bahwa, pada dasarnya
dalam Islam pengawasan lebih ditujukan kepada kesadaran dalam diri sendiri
tentang keyakinan bahwa Allah selalu mengawasi setiap pekerjaan yang kita
39
lakukan. Sehingga kita takut untuk melakukan kecurangan dan penyimpangan.
Sama halnya dengan kinerja dari Dewan Pengawas yang tugasnya mengawasi
haruslah memiliki kesadaran diri akan tanggung jawab yang harus diembannya
sehingga kinerja dari pengawasan yang dilakukan dengan optimal, terkontrol, dan

39
Ibid., hal. 108.
40
Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com

40
sesuai dengan penetapan aturan yang tidak bertentangan dengan syariah. Dengan
demikian, pengawasan dapat berjalan sebagaimana mestinya.41
2. Fatwa DSN-MUI.
3. Berdasar Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 16 /Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah untuk Koperasi Syariah.
4. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia.
5. Berdasar Pada Undang-Undang.
Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan:
1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank
Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis
Ulama Indonesia.
3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas
Syariah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan Peraturan
Bank Indonesia. (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas mengenai Eksistensi Dewan Pengawas Syariah.
Keberadaan Dewan Pengawas pada setiap kantor pusat Lembaga
Keuangan Syariah merupakan sebuah keharusan karena fungsi lembaga inilah
yang membedakan antara Lembaga Keuangan Konvensional dengan Lembaga
Keuangan Syariah.42
Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah
difatwakan oleh DSN. Tugas DPS adalah mendiskusikan masalah-masalah dan
transaksi-transaksi usaha yang dihadapkan kepadanya ; dan ia menetapkan bahwa

41
Sultoni, Op.Cit., hal. 109.
42
Sultoni, Op.Cit., hal. 110.

41
transaksi atau masalah itu sesuai atau tidak sesuai dengan syariah. Sedangkan
wewenang DPS adalah : (a) memberikan pedoman syariah kepada bank untuk
pengerahan dana, penyaluran dana, dan kegiatan bank lainnya; dan (b)
mengadakan perbaikan seandainya suatu produk yang dijalankan dinilai tidak
sesuai syariah.43
Anggota DPS terdiri dari ahli syariah yang sedikit banyak menguasai
hukum dagang yang berlaku dan terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis. Anggota
DPS bersifat independen, dalam arti bahwa mereka tidak tunduk kepada pimpinan
bank yang diawasinya. Dalam rangka menjamin independensi DPS, hal-hal yang
harus diperhatikan adalah: (a) anggota DPS bukan staf bank; mereka tidak tunduk
di bawah kekuasaan adminstratif bank; (b) mereka dipilih oleh Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS); (c) honorarium mereka ditentukan oleh RUPS; dan (d)
DPS mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas tertentu seperti halnya badan
pengawas lainnya.44
Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang, dan
dibolehkan menunjuk beberapa orang pakar ekonomi untuk membantu tugasnya,
namun anggotanya tidak boleh merangkap sebagai director atau komisaris utama
(President Commissioner atau significant shareholders) dari institusi keuangan
syariah tersebut. Anggota DPS dapat merangkap pada lembaga keuangan syari'ah
lainnya sebanyak-banyaknya 2 (dua) lembaga keuangan syari'ah pada lokasi yang
sama namun dengan alamat yang berbeda.45
DPS yang merupakan perwakilan DSN yang ditempatkan pada lembaga
keuangan syariah mempunyai beberapa peran sebagai berikut:
1. Mengikuti fatwa DSN.
2. Merumuskan permaslahan yang memerlukan pengesahan DSN.
3. Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam
setahun.

43
Misbach, "Kedudukan Dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Dalam Mengawasi
Transaksi Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia", Jurnal Minds: Manajemen Ide dan Inspirasi,
Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar (2015), hal. 85.
44
Ibid., hal. 85.
45
Faozan, "Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan
Syariah", el-Jizya: Jurnal Ekonomi Islam, 2(1), hal. 33.

42
Peran pokok DPS pada setiap lembaga keuangan syariah adalah:
1. Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syariah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syariah mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah.
2. Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif,
terutama dalam pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan
pengarahan/pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai
dengan prinsip syari'ah.
3. Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN
dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa
dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari
DSN.46
Menurut Amidhan Ketua MUI Pusat, DPS dan ulama pada umumnya
dapat melakukan peran strategis sebagai berikut:
1. Sebagai supervisor yaitu melaksanakan fungsi dan tugas pengawasan
langsung kepatuhan syariah dan implementasi fatwa DSN pada
operasional LKS/bank syariah
2. Sebagai advisor, yaitu memberikan nasehat, inspirasi, pemikiran, saran-
saran konsultansi untuk perkembangan produk dan jasa yang inovatif
untuk persaingan global.
3. Sebagai marketer yaitu menjadi mitra strategis untuk peningkatan
kuantitas dan kualitas indutri LKS melalui komunikasi massa untuk
memberikan motivasi penjelasan dan edukasi publik sebagai penyiapan
SDM, sosialisasi, community & networking building dan peran-peran
lainnya dalam bentuk hubungan bermasyarakat public relationship.47
Setiawan Budi Utomo menambahkan dua peran ulama (DPS) pada
perbankan syariah sehingga ulama atau DPS mempunyai 5 peran strategis,
yaitu:

46
Ibid,. hal. 29.
47
Ibid,. hal. 30.

43
1. Supporter, yaitu memberikan berbagai support dan dukungan baik
networking, pemikiran, motivasi, dan doa dan lain-lain untuk
pengembangan perbankan dan ekonomi syariah; dan
2. Player, yaitu sebagai pemain dan pelaku ekonomi syariah, baik sebagai
pemilik, pengelola, nasabah penyimpan atau investor maupun
mitra/nasabah penyaluran dan pembiayaan.48
3. Fungsi DPS
Fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut :
1. DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan
syariah yang berada di bawah pengawasannya.
2. DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga
keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan
kepada DSN.
3. DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga
keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua
kali dalam satu tahun anggaran.
4. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan
pembahasan DSN.
4. Problematika DPS
1. Kelangkaan ulama integratif
Untuk melaksanakan tugas pengawasan di LKS, anggota DPS harus
memenuhi kualifikasi sebagai DPS agar fungsi-fungsi pengawasannya
dapat berjalan dengan optimal. Syarat utama yang harus dimiliki oleh
anggota DPS adalah penguasaan fiqh muamalah terapan dan penguasaan
ilmu ekonomi dan keuangan. Dengan demikian dua disiplin tersebut harus
dimiliiki oleh anggota DPS. Untuk memenuhi kualifikasi di atas, pihak
perbankan syariah dan Bank Indonesia mengalami kesulitan, karena
langkanya ulama ahli fiqh yang memahami ilmu ekonomi keuangan,
khususnya perbankan. Selama ini, kita mudah mencari ulama yang ahli
fiqh,

48
Ibid,. hal. 30-31.

44
tetapi tidak menguasai ilmu ekonomi, keuangan dan perbankan. Juga, kita
mudah mencari orang memahami ilmu ekonomi dan perbankan tetapi
tidak menguasai aspek syariah, khusunya riqh muamalah.
Oleh karena itu, tidak aneh jika masih banyak anggota DPS yang belum
memiliki ilmu yang memadahi tentang ilmu ekonomi dan perbankan.
Masih banyak juga DPS bank syariah yang tidak bisa membedakan
perbedaan penting antara bunga dan margin murabahah. DPS seharusnya
memahami secara mendalam tentang mekanisme operasional bank syariah
dan konvensional, memahami keunggulan-keunggulan bank syariah,
memahami perbedaan bank syariah dan bank konvensinal, produk-produk
bank syariah, perbedaan bunga dengan margin murabahah, bunga dengan
bagi hasil dan mampu membaca dan memahami laporan keuangan.
Kekeliruan perbankan syariah saat ini adalah mengangkat DPS karena
kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena
keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syariah serta ilmu fiqh
muamalah. Sehingga, figur DPS terkesan hanya sebagai pajangan yang
kurang berfungsi dalam menjalankan pengawasan. Akibatnya, fungsi
mereka sebagai DPS tidak berjalan optimal. Di masa depan, pihak bank
syariah, DSN dan Bank Indonesa harus secara selektif memilih anggota
DPS. Calon anggota DPS harus diuji secara lisan dan tulisan.
2. Tidak melakukan pengawasan secara optimal
Para anggota yang diangkat sebagai DPS biasanya sudah mempunyai
kesibukan tertentu ditempat lain, seperti dosen, ulama, guru dan da’i.
Karena kesibukan-kesibukan tersebut menyebabkan pengawasan yang
dilakukan menjadi tidak optimal. Terkadang ada DPS hanya mengunjungi
Bank Syariah hanya satu kali dalam sebulan, ada juga yang hanya bisa
dihubungi via telepon. Karena kesibukan mereka di dunia luar, fungsi-
fungsi yang harusnya dijalankan tidak bisa dilaksanakan. DPS hanya
dijadikan sebagai objek pelengkap pada sebuah institusi perbankan syariah
sehingga struktur yang telah ada bisa terisi dengan baik. Selain itu, karena
keterbatasan pengetahuan DPS dalam ilmu fiqh muamalah, keuangan dan

45
ekonomi sehingga menyebabkan anggota DPS tidak mengetahui kalau
terjadi penyimpangan pada LKS yang diawasinya.49
5. Solusi Alternatif
Penulis berharap beberapa hal yang dipaparakan di bawah ini dapat
memberikan solusi pada permasalahan yang ada dalam DPS.
1. Anggota DPS mempunyai kompetensi atau kemampuan dalam bentuk
keahlian yang dihasilkan lewat pendidikan formal. Seperti, ilmu fiqh
muamalat, operasional bank, pengawasan dan menguasai administrasi
umum. Dari kreteria pertama ini diharapkan anggota DPS secara umum
harus mempunyai latar belakang syari’ah khususnya dan keagamaan pada
umumnya. Selama ini, belum dapat dapat diketahui secara jelas sejauh
mana seorang anggota DPS yang semata-mata memiliki latar belakang
pengetahuan agama, sudah dipersiapkan, atau mempersiapkan diri dengan
pengetahuan pendukung lainnya, seperti manajemen, operasi perbankan
dan auditing. Yang ideal tentunya, memang harus ada pendidikan khusus
yang dapat memberikan otoritas keilmuan dan ketrampilan, atau
sedikitnya semacam sertifikasi, semisal halnya dalam profesi akuntan
publik.
2. DPS harus professional dan berkerja penuh waktu (full time). Tidak bisa
disebut seorang professional, bila yang bersangkutan bekerja sambilan
atau paruh waktu. Cukup banyak contoh yang dapat terlihat kasat mata
bahwasanya sebagian besar (atau mungkin seluruhnya) anggota DPS yang
sekarang ada hanya bekerja paruh waktu. Karena mereka yang sebagian
besar saat ini menjadi anggota DPS adalah mereka sudah bekerja secara
permanen di tempat lain, dalam posisi kunci yang juga super sibuk, entah
sebagai dosen, tenaga ahli, konsultan, da’i yang selalu berkeliling memberi
ceramah, dsb.
3. Anggota DPS mempunyai dan menjadi anggota asosiasi profesi.
Sebagai profesional sudah selayaknya ada asosiasi profesi yang menaungi
profesi tersebut, semisal akuntan menjadi anggota Ikatan Akuntan

49Ibid,. hal. 34-

42
Indonesia (IAI), insinyur harus menjadi anggota PII dan yang lainnya.
Sampai saat ini belum ada wacana untuk membentuk adanya profesi baru
yang semata-mata dapat mengingat anggotanya dalam batasan profesi
kepengawasan LKS. Dengan adanya asosiasi profesi DPS, maka asosiasi
ini dapat menjadi wadah guna meningkatkan kompentensi dan membuat
kode etik profesi sehingga kepercayaan masyarakat pada DPS dapat
terjaga.
4. Anggota DPS mempunyai komitmen untuk meningkatkan kualitas ilmu
dan ketrampilan, baik melalui media asosiasi profesi (bila nantinya ada)
ataupun melalui media lain. Hal ini dapat dilakukan melalui jasa yang
umumnya diberikan oleh ikatan profesi. Oleh karena itu, adanya ikatan
profesi pengawas syari’ah menurut penulis mutlak ada khususnya di
Indonesia dimana pendidikkan khusus profesi Ini belum berkembang
dengan baik. Untuk peningkatan fungsi dan peranan Dewan Pengawas
Syariah (DPS) pada lembaga-lembaga keuangan syariah baik perbankan
syariah maupun asuransi syariah, pasar modal syariah, dan lain-lain, maka
kedudukan DPS seyogianya menjadi profesi yang dijalankan secara
profesional dalam rangka memajukan lembaga keuangan syariah di
Indonesia.
5. Berani menegur pengelola LKS yang menyimpang
Seorang anggota DPS tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu fiqh
muamalah terapan, perbankan serta ekonomi, tetapi ia harus berani untuk
menegur lembaga keuangan yang diawasinya apabila melakukan
penyimpangan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wafik dan
Pallegrini, tentang peran DPS di bank-bank syariah di seluruh dunia
menunjukkan bahwa salah satu kendala yang dihadapi oleh DPS adalah
ketikdakindependenannya dalam mngeluarkan pendapat. Karena, insentif
atau honor mereka berasal dari lembaga keuangan yang diawasinya.50

50
Ibid,. hal. 36-38.

43
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

44
Dari pembahan yang telah disampaikan diatas, didapatkan
kesimpulan bahwa lembaga-lembaga pemerintah seperti Bank Indonesia, Komite
Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
memiliki peran dan tugasnya masing-masing. Bank Indonesia adalah lembaga
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari
campur tangan pemerintah dan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas
diaitur dalam undang-undang. Adapun yang dimaksud dengan Komite Nasional
Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yaitu lembaga non struktural yang
dipimpin oleh Presiden sebagai ketua dan Wakil Presiden sebagai ketua harian
yang akan menjadikan Indonesia sebagai Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka
Dunia tahun 2024.
Kemudian Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
merupakan sebuah lembaga yang berada di bawah MUI yang mempunyai tugas
dan wewenang MUI dalam memberikan solusi terkait permasalahan yang
berhubungan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan dengan sistem
operasional perbankan syariah maupun hal lainnya. Disamping itu, maish ada
lembaga DPS atau Dewan Pengawas Syariah yang merupakan bagian dari
Lembaga Keuangan Syariah yang bersangkutan, yang penempatannya atas
persetujuan Dewan Syariah Nasional (DSN). Dewan Pengawas Syariah (DPS)
adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di
lembaga keuangan syariah. DPS diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan
syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis berharap
adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan makalah
kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis
khususnya. Makalah ini juga menjadi bahan referensi kebijakan untuk pembaca
dalam menciptakan karya yang lebih baik. Selain itu, makalah ini juga dapat
menjadi bahan masukan bagi penulis lain untuk menggali kemampuan dalam
berpikir kritis

45
dan sebagai bahan pertimbangan untuk pembaca dalam mengetahui serta
memahami terkait dengan materi peran pemerintah dan lembaga-lembaga.

DAFTAR PUSTAKA

46
Faozan, A. (2014). Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syariah Pada
Lembaga Keuangan Syariah. el-Jizya: Jurnal Ekonomi Islam, 2(1), 23-40.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Komite_Nasional_Ekonomi_dan_Keuangan_Syari
ah
Misbach, I. (2015). Kedudukan Dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Dalam
Mengawasi Transaksi Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia. Jurnal
Minds: Manajemen Ide dan Inspirasi, 2(1), 79-93.
Mohammad Fateh, Konstruksi Filosofis Fatwa DSN-MUI, Jurnal JHI: Jurnal
Hukum Islam (Pekalongan: IAIN Pekalongan, 2018) Vol 16
Muhamad Izazi Nurjaman, Eksistensi Kedudukan Fatwa DsnMui Terhadap
Keberlangsungan Operasional Bisnis Di Lembaga Keuangan Syariah,
AL-IQTISHOD: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam
(Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2021)
OJK,”Peran bank Indonesia”, https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/stabilitas-
sistem-keuangan/Pages/Peran-Bank- Indonesia.aspx#:~:text=Sebagai
%20otoritas%20moneter%2C%20perban kan%20dan,(perbankan%20dan
%20sistem%20pembayaran)
Ramadhani Niko, “sejarah dan perkembangan bank sentral di Indonesia”,
akseleran, 27 Februari 2020, https://www.akseleran.co.id/blog/bank-
sentral/
Soleh Hasan Wahid, Pola Transformasi Fatwa Ekonomi Syariah Dsn-Mui Dalam
Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, AHKAM (Tulungagung:
Alumni Pascasarjana IAIN Tulungagung, 2016) Vol 4
Sultoni, H. (2019). Peran Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan
Syariah di Indonesia: Hasan Sultoni. EKSYAR: Jurnal Ekonomi Syari'ah
& Bisnis Islam, 6(02), 106-115.
Wijaya Rafi, “pengertian bank sentral: sejarah, tugas, wewenang, serta
perannya”, Gramedia,https://www.gramedia.com/literasi/bank-sentral/

47

Anda mungkin juga menyukai