Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HUKUM EKONOMI ISLAM

“LAHIR DAN BERKEMBANGNYA PERBANKAN SYARIAH DI


INDONESIA”

DOSEN PENGAMPU : DR. TAUFIK, S.H., M.HUM.

DISUSUN OLEH

NAMA : Dewi Noviana Putri

NPM : 0221058181

KELAS : Pagi D Semester 4

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PEKALONGAN 2023


KATA PENGANTAR

Dengan ini kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Lahir dan Berkembangnya Perbankan Syariah di
Indonesia” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Hukum Ekonomi Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan terkait permasalahan yang akan penulis bahas.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Pekalongan, 29 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................3

C. Tujuan.................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4

A. Keberadaan Perbankan Syariah dalam Sistem Undang-Undang Perbankan di


Indonesia.............................................................................................................4

B. Prinsip-Prinsip Hukum Perbankan Syariah........................................................8

BAB III PENUTUP.....................................................................................................15

A. Kesimpulan.......................................................................................................15

B. Saran.................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak pro kontra ekonomi yang dihadapi manusia, dimana manusia
akan selalumengikuti konsep Ilmu Ekonomi yang sesuai dengan
perkembangan zaman. Semakin berkembangnya zaman tidak
hanya Ekonomi Konvensional yang diminati, tetapi pada EkonomiSyariah
juga banyak diminati manusia pada saat ini walaupun pada dasarnya
EkonomiKonvensional masih berada di atas Ekonomi Syariah. Namun para
ekonom hingga saat ini memprediksi bahwa Ekonomi Syariah lambat laun
akan berkembang dengan pesat. Di Indonesiahingga saat ini dengan
masyarakat yang mayoritas Islam, dapat dijadikan sebagai pelopor dankiblat
pengembangan keuangan syariah di dunia.

Potensi Indonesia saat ini sangat baik terhadap Ekonomi Syariah


karena diantaranya: (i) jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi
nasabah industri keuangan syariah; (ii) prospek ekonomi yang cerah,
tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran6,0%-6,5%)
yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid; (iii) peningkatan
sovereigncredit ratingIndonesia menjadi investment gradeyang akan
meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik,
termasuk industri keuangan syariah; dan (iv) memilikisumber daya alam yang
melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlyingtransaksi industrikeuangan
syariah. Saat ini, menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Bulan
Desember2015, berdasarkan statistik perbankan syariah, jumlah perbankan
syariah telah mencapai 12 BankUmum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah dan
163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dengan total jaringan kantor sebanyak

iv
2,301 kantor di seluruh Indonesia. Dengan melihat perkembangannyayang
pesat di Indonesia, maka Ekonomi Syariah sangat mudah diterima masyarakat
Indonesia.

Namun dalam perkembangannya yang pesat, Ekonomi Syariah


masih memiliki beberapafaktor yang menjadi penghambat dalam
perkembangannya, antara lain : elum memadainyasumber daya manusia yang
terdidik dan profesional, menyangkut manajemen sumber dayamanusia dan
pengembangan budaya serta jiwa wirausaha ( entrepreneurship ) bangsa kita
yang masih lemah, permodalan ( dana ) yang relatif kecil dan terbatas.

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai


peranan penting didalam perekonomian suatu negara sebagai lembaga
perantara keuangan. Bank dalam Pasal 1 ayat(2) UUNo. 10 Tahun 1998
tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk si
mpanan danmenyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lain dalam rangkameningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sedangkan Bank Syariah merupakan bank yang mengikuti sistem


ekonomi Islam. Adapun ekonomi Islam menurut Fazlurrahman dalam Farida
(2011:53), “ekonomi Islam menurut para pembangun dan pendukungnya
dibangun di atas atau setidaknya diwarnai oleh prinsip- prinsip religious,
berorientasi dunia dan akhirat.”

Eksistensi perbankansyariah, jelas memiliki arti penting bagi


pembangunan ekonomi berwawasan syariah terutama dalam memberikan
solusi bagi pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta menjadi inti
kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan sekaligus menjadi penyangga
utama sistem perekonomian nasional. Halini menunjukkan peranan bank
syariahsangat berarti bagi masyarakat karena iamerupakan suatulembaga

v
intermediasiyang mampu memecahkan permasalahan fundamental yang
dihadapi oleh pengusaha kecil.

Maka dari itu Umat Islam diharapkan dapat memahami perkembangan


bank syariah danmengembangkannya apabila dalam posisi sebagai pengelola
bank syariah yang perlu secaracermat mengenali dan mengidentifikasi semua
mitra kerja yang sudah ada maupun yang potensial untuk pengembangan bank
syariah. Dengan demikian Ekonomi Syariah dapat berkembang sebanding
dengan Ekonomi Konvensiaonal dan lebih memberikan dan memecahkan
permasalahan bagi rakyat kecil, menengah, maupun yaang sudah diatas.

Berdasarkan latar belakang tersebut, saya selaku penyusun makalah


tertarik untuk mengkaji lebih dalam persoalan tersebut dan dituangkan dalam
bentuk karya tulis ilmiah yang berjudul “Lahir dan Berkembangnya
Perbankan Syariah di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan penulis
bahas sebagai berikut :
1. Bagaimana keberadaan perbankan syariah dalam sistem undang-undang
perbankan di Indonesia?
2. Apa saja prinsip-prinsip hukum perbankan syariah?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak di capai dalam yaitu sebagai berikut :

1. Mengetahui bagaimana keberadaan perbankan syariah dalam sistem


undang-undang perbankan di Indonesia;
2. Mengetahui apa saja prinsip-prinsip hukum perbankan syariah;

vi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keberadaan Perbankan Syariah dalam Sistem Undang-Undang


Perbankan di Indonesia
Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam
berpengaruh pada negara ini. Pada awal periode 1980an banyak diskusi atau
seminar-seminar tentang bank syariah mulai dilakukan. Beberapa uji coba
kecil seperti Baitut Tamwil-Salman, di Bandung dan koperasi Ridho Gusti di
Jakarta telah dibentuk. Akan tetapi prakarsa lebih khusus untuk mendirikan
bank Islam atau Bank Syariah di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990.
Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 18-20 Agustus 1990
menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor,
Jawa Barat. Hasil tersebut dibahas lebih lanjut pada Musyawarah Nasional IV
MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta pada tanggal 22-25
Agustus 1990, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di
Indonesia.

Lahirnya Bank Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja


tim perbankan MUI dengan dibentuknya PT Bank Muammalat Indonesia
(BMI) yang akte pendiriannya ditandatangani tanggal 1 November 1991. Saat
ini BMI sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar
seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar, dan kota-kota lainnya.3 Pada
tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor,
dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp
106.126.382.000,00. Dengan modal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank
Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi.

vii
Perbankan syariah dalam istilah internasional dikenal sebagai Islamic
Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan
menggunakan kata Islamic tidak dapat dilepaskan dari asal usul sistem
perbankan syariah itu sendiri. Dan pada utama prinsipnya berkaitan dengan
pelarangan praktik riba, kegiatan maisir (spekulasi), dan gharar
(ketidakjelasan) yang merupakan unsur-unsur yang dilarang dalam Islam.

Berdasarkan paradigma tersebut, serta adanya realitas empiris yang


menunjukkan bahwa bank-bank konvensional banyak yang tidak sanggup
bertahan di saat krisis keuangan dan moneter melanda, maka mendorong
pemerintah untuk mengamandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Yang didalamnya introduksi bank berdasarkan prinsip
bagi hasil dalam hukum positif dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Perubahan Atas beberapa
materi muatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, undang-undang inilah yang
mempertegas eksistensi perbankan syariah di Indonesia.

Sejarah perkembangan sistem perbankan syariah di Indonesia


mencerminkan dinamika aspirasi dan keinginan dari masyarakat Indonesia
sendiri untuk memiliki sebuah alternatif sistem perbankan yang adil, melalui
penerapan sistem bagi bagi hasil yang menguntungkan bagi nasabah dan
bank.7 Menurut pasal 1 (2) Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah menyebutkan : “Badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dengan kata lain, ruang lingkup fungsi dan kegiatan bank Syariah
meliputi transaksi-transaksi:

viii
a. Penghimpunan dana berdasarkan prinsip titipan dan prinsip investasi.

b. Investasi atau pembiayaan berdasarkan akad jual beli dan pembiayaan


ekuitas termasuk jual beli surat-surat berharga yang berbasis syariah.

c. Jasa-jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar akad


wakalah atau ijarah.

d. Jasa sosial, yaitu pelayanan sosial yang dananya bersumber dari dana-
dana yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Secara garis besarnya dapat dibedakan tiga kategori kegiatan yang


dapat dilakukan oleh bank syariah yaitu kegiatan penghimpunan dana
(funding), penyaluran dana (/ending), dan kegiatan di bidang jasa (service).
Dalam PBI No. 9/19/2007 disebutkan bahwa pemenuhan Prinsip Syariah
dalam kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa,
dilakukan sebagai berikut:

a. Dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain


akad wadi’ah dan mudharabah.
b. Dalam kegiatan peyaluran dana berupa Pembiayaan dengan
mempergunakan antara lain Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah,
Salam, Istishna, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik dan Qardh.
c. Dalam kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain Akad
Kafalah, Hawalah, dan Sharf.

Sistem perbankan nasional yang bertransformasi dari single banking


system menjadi dual banking system tentunya memerlukan kesiapan dari
Pemerintah untuk responsif terhadap ketersediaan perangkat-perangkat
pendukung seperti infrastruktur, Sumber Daya Manusia dan yang terpenting
adalah kelengkapan perangkat hukum berupa regulasi yang diatur dalam

ix
peraturan perundang-undangan tentang perbankan syariah secara hierarkhis
yang berjenjang sesuai dengan fungsi-fungsi regulasi.

Dasar hukum perbankan syariah nasional dapat dilihat secara umum


dan secara khusus. Dasar hukum secara umum artinya segala bentuk peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan aspek hukum perbankan syariah
yang secara hierarkhi antara lain:

1. UUD 1945 dalam ketentuan yang mengatur tentang Perekonomian


Negara dan Prinsip Demokrasi Ekonomi;
2. Undang-undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan;
3. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI No. 3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia;
4. Undang-undang RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
5. Undang-undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
6. Undang-undang RI No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan;
dan
7. Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(P-OJK) sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang.

Dasar hukum perbankan syariah secara khusus secara hierarkhi


antara lain:

1. Undang-undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; dan


2. Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (P-
OJK) sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang.

x
Sebagai catatan, bilamana dalam penerapannya terdapat pertentangan
antar peraturan, maka sebagai solusinya adalah dengan merujuk pada asas-
asas hukum. Bila pertentangan terjadi antara peraturan yang lebih tinggi dan
peraturan yang lebih rendah secara hierarkhi, maka rujukannya adalah asas
hukum Ôe¨ Superiori Derogat Ôegi ×nferiori atau peraturan yang lebih tinggi
mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Bila pertentangan terjadi
antar peraturan yang secara hierarkhi sama tingkatannya, maka rujukannya
adalah asas hukum Lex Specia/is, Derogat Legi Genera/e atau peraturan yang
bersifat khusus lebih diutamakan daripada peraturan yang bersifat umum.

B. Prinsip-Prinsip Hukum Perbankan Syariah


1. Asas Demokrasi Ekonomi (Economic Democracy Princip/es)
Demokrasi Ekonomi adalah asas yang fundamental dalam perekonomian
negara. Betapa pentingnya asas demokrasi ekonomi ini sehingga
disebutkan secara khusus dalam UUD 1945 dalam Bab tentang
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Asas demokrasi
ekonomi dalam kegiatan perekonomian nasional mengandung nilai-nilai:
a. Keadilan;
b. Pemerataan;
c. Kebersamaan;
d. Efisiensi Berkeadilan;
e. Berkelanjutan;
f. Berwawasan Lingkungan;
g. Kemandirian, dan
h. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Penerapan asas demokrasi ekonomi dalam sistem perbankan syariah
nasional adalah tindak lanjut dari amanat konstitusi untuk mewujudkan
perekonomian nasional sesuai dengan nilai-nilai demokrasi ekonomi guna
mensejahterakan masyarakat. Asas demokrasi ekonomi sangat diperlukan

xi
dalam pengelolaan bank untuk menjaga eksistensi perbankan sebagai
lembaga intermediasi tetap optimal dan berkesinambungan. Selanjutnya,
sesuai amanat konstitusi maka pengaturan tentang asas demokrasi
ekonomi akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
Dasar hukum pengaturan tentang penerapan asas demokrasi dalam
sistem perbankan nasional terdapat dalam UURI No. 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas UURI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
UURI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam asas demokrasi ekonomi harus diimplementasikan
dalam sistem perbankan syariah nasional seperti dalam kegiatan
operasional, hubungan hukum dengan nasabah dan lembaga terkait dan
pengawasan bank syariah. Dalam penjelasan Undang-undang Perbankan
Syariah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi
adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan.
2. Prinsip Syariah (Sharia Princip/es)
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah.17 Prinsip syariah adalah prinsip hukum
Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.18 Kegiatan usaha yang dijalankan dengan prinsip syariah adalah
segala bentuk kegiatan usaha bank syariah yang tidak mengandung unsur:
a. Riba, yaitu praktik penambahan pendapatan dengan cara tidak halal
(batil) seperti dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak
sama kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan (fadh/), atau dalam
transaksi pinjam meminjam dengan persyaratan nasabah wajib
mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman dengan
alasan berjalannya waktu (nasi’ah). Contoh lainnya dari praktik riba
adalah pertukaran mata uang yang sama dengan nilai yang berbeda.

xii
Praktik batil seperti ini biasanya terjadi menjelang peringatan hari raya
keagamaan. Mata uang yang sama dalam bentuk rupiah (uang lama)
ditukar dengan uang rupiah baru dengan nilai yang berbeda. Dalam
praktiknya bahkan nilai pertukarannya lebih dari 20 % dari nilai mata
uang yang ditukarkan. Misalnya, seikat uang Rp. 5.000.- yang
berjumlah 100 lembar atau Rp. 500.000, ditukar dengan uang lama Rp.
600.000.- atau selisih 20 %;
b. Maisir, yaitu transaksi yang bersifat untung-untungan karena
digantungkan pada sesuatu kondisi yang tidak pasti. Pada praktiknya,
maisir sifatnya yang penuh ketidakpastian atas hasil transaksi yang
dilakukan;
c. Gharar, yaitu bentuk transaksi yang tidak diketahui atau tidak jelas
objeknya, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya dan hal- hal
lainnya yang mengandung ketidakjelasan;
d. Za/im, yaitu praktik transaksi yang tidak adil bagi salah satu pihak.
Dengan kata lain, transaksi yang za/im adalah transaksi yang
menguntungkan salah satu pihak dengan merugikan pihak lain;
e. Haram, yaitu transaksi yang dilarang (diharamkan) secara syariah baik
menyangkut objeknya, maupun pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Prinsip syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan
ekonomi. Dengan penerapan prinsip syariah oleh bank syariah, maka akan
menimbulkan dampak positif dalam sistem perekonomian nasional berupa
terciptanya iklim investasi yang adil, sehat melalui sistem bagi hasil dan
mengurangi risiko kerugian yang hanya akan diderita oleh salah satu pihak
saja oleh karena hakikatnya prinsip syariah selain berbagi keuntungan
(laba) juga berbagi risiko untuk ditanggung bersama. Bila prinsip syariah
ini diterapkan secara konsekuen, maka akan terjadi keadilan dan
pemerataan antara bank dan nasabah.
3. Prinsip Kehati-hatian Bank (Prudentia/Banking)

xiii
Bank Syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya tak jarang
menghadapi berbagai bentuk risiko usaha. Guna mengurangi risiko- risiko
perbankan, maka bank syariah wajib untuk menerapkan prinsip kehati-
hatian. Prinsip kehati-hatian bank adalah pedoman pengelolaan bank yang
wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan efisien
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.19 Dasar hukum
penerapan prinsip kehati- hatian bank dalam lingkungan perbankan
syariah diatur dalam Pasal 35 37 UURI No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
Bagi bank syariah, prinsip kehati-hatian ini berguna untuk:
a. Menghindarkan bank dari risiko-risiko yang mengakibatkan kerugian;
b. Melindungi data nasabah;
c. Melindungi dana nasabah yang tersimpan di bank syariah; dan
d. Melindungi nasabah dari praktik-praktik penipuan.
Penerapan prinsip kehati-hatian bank oleh bank syariah dalam
menjalankan kegiatan usahanya dilakukan dengan cara:
a. Menyampaikan laporan keuangan kepada OJK berupa:
1) Neraca tahunan;
2) Laporan laba rugi.
Laporan keuangan tersebut disertai dengan penjelasan yang
disusun berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum;
b. Laporan berkala lainnya dalam bentuk yang diatur dalam Peraturan
OJK;
c. Mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada publik dalam
waktu yang ditentukan oleh OJK;
d. Menyalurkan pembiayaan dan kegiatan usaha lainnya yang tidak
merugikan bank syariah dan kepentingan nasabah yang
mempercayakan dananya;

xiv
e. Mematuhi ketentuan tentang batas maksimum penyaluran dana
berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi
surat berharga berbasis syariah yang dapat dilakukan oleh bank syariah
kepada nasabah atau kelompok nasabah yang menerima fasilitas
terkait. Batas maksimum penyaluran dana tidak boleh melebihi 30%
(tiga puluh persen) dari modal Bank Syariah.
Penerapan prinsip kehati-hatian bank juga berlaku bagi pihak-pihak
yang terafiliasi dengan bank syariah seperti:
a. Pemegang saham bank syariah 10% (sepuluh persen) atau lebih
dan keluarganya;
b. Anggota dewan komisaris dan keluarganya;
c. Anggota direksi dan keluarganya;
d. Pejabat bank lainnya; dan
e. Perusahaan yang di dalamnya terdapat dari pihak pemegang
saham, dewan komisaris, direksi, dan pejabat bank dan
keluarganya.
Bagi para pihak yang terafiliasi dengan bank syariah tersebut, maka
batas maksimum penyaluran dana oleh bank syariah tidak boleh
melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal bank syariah. Semakin
berkembangnya kegiatan usaha perbankan syariah tentunya akan
semakin besar pula potensi risiko yang akan dihadapi oleh bnak
syariah. Bila prinsip kehati-hatian bank ini dilalaikan, maka bank
syariah akan mengalami kerugian yang signifikan.
4. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Princip/es)
Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank
syariah sebagai pedoman untuk mengenal dan mengetahui identitas
nasabah dan memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan
transaksi mencurigakan yang terjadi di bank syariah kepada Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Penerapan prinsip

xv
mengenai nasabah ini sesuai dengan rekomendasi dari Base/ Committee
on Banking Supervision bahwa prinsip mengenal nasabah adalah faktor
penting dalam melindungi kesehatan bank. Bank Syariah sebagai lembaga
keuangan rentan digunakan sebagai sarana dalam melakukan kejahatan
baik secara langsung maupun tidak langsung. The Financia/ Action on
Money Laundering mengemukakan bahwa penerapan prinsip mengenal
nasabah adalah upaya untuk mencegah industri perbankan digunakan
sebagai sarana atau sasaran dalam kejahatan. Tujuan prinsip mengenal
nasabah adalah:
a. Meningkatkan peran lembaga keuangan melalui berbagai kebijakan
dalam menunjang praktik lembaga keuangan;
b. Menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan dijadikan
ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang dilakukan nasabah;
c. Melindungi nama baik dan reputasi bank syariah sebagai lembaga
keuangan; dan
d. Menciptakan iklim perbankan yang sehat, dinamis dan terpercaya
Prinsip mengenal nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.
3/10/PBI/2001. Dalam menerapkan prinsip ini, bank syariah wajib untuk
membuat dan menetapkan kebijakan penerimaan nasabah, kebijakan dan
prosedur dalam mengidentifikasi calon nasabah, kebijakan dan prosedur
pemantauan terhadap rekening dan transaksi ketika calon nasabah telah
diterima menjadi nasabah bank syariah, kebijakan dan prosedur
manajemen risiko yang berkaitan dengan prinsip mengenal nasabah. Bank
syariah wajib membentuk unit kerja khusus dan pejabat bank yang
bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal nasabah
5. Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Princip/e)
5. Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Princip/e)
Prinsip kepercayaan adalah suatu prinsip yang melandasi terjalinnya
hubungan hukum antara bank syariah dan para nasabahnya. Di satu sisi

xvi
bank syariah mendapatkan kepercayaan (trust) dari nasabahnya yang
menyimpan dananya di bank syariah, di sisi lain bank syariah wajib untuk
menjaga dana nasabah dan mengelolanya sesuai prinsip syariah dan
prinsip-prinsip tata kelola bank lainnya. Demikian pula bagi nasabah
peminjam (debitur) di bank syariah. Di satu sisi bank syariah memercayai
nasabah sebagai debitur atas dana yang diberikan dalam bentuk
pembiayaan, namun di sisi lain nasabah juga wajib menjaga kepercayaan
dari bank syariah dan mengelola pembiayaan dengan sebaik mungkin dan
tidak melupakan kewajibannya sebagai debitur yaitu membayar angsuran
sesuai waktu yang disepakati.
6. Prinsip Kerahasian (Secrecy Principle)
Hubungan kerja antara bank syariah dan nasabah selain dilandasi dengan
prinsip kepercayaan, juga perlu terjaga berbagai informasi dan data
nasabah yang kerahasiaannya perlu dilindungi oleh bank. Rahasia bank
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya. Prinsip kerahasiaan bank diatur
dalam Pasal 40 Pasal 47 A UURI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas UURI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Pasal 41- Pasal 49
UURI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bank syariah dan
pihak terafiliasi wajib untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya.

xvii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bank syariah dalam kegiatan pengelolaan usahanya bertujuan untuk
mencari profit bagi kemajuan perusahaan. Guna mencapai tujuannya itu
bank syariah mengerahkan seluruh sumberdaya yang dimilikinya terutama
sumber daya manusia untuk memajukan perusahaan yang pada gilirannya
akan semakin diminati oleh masyarakat. Pengelolaan sebuah usaha atau yang
lazimnya disebut kegiatan bisnis dilakukan secara interaktif antara dua pihak
atau lebih, misalnya antara bank dan nasabah dan antara pemberi jasa dan
pengguna jasa. Pengelolaan bank syariah, memerlukan adanya kepercayaan
yang antara para pihak terkait sehingga jalannya roda perusahaan akan
berlangsung secara berkesinambungan. Oleh sebab itulah maka pengelolaan
sebuah bisnis tidak boleh hanya semata-mata bertujuan untuk mencari
keuntungan, dengan mengabaikan aspek nilai-nilai etika sehingga akan
menimbulkan kerugian yang akan diderita oleh pihak lain.

B. Saran
Bank syariah masih memiliki beberapa kekurangan yaitu seperti masih
kurangnya pemahaman masyarakat tentang bank syariah. Dan masih banyak
lagi. Tapi jangan khawatir, karena seiring dengan waktu semua kekurangan
yang dimilikinya, bank syariah akan berusaha dan berupaya akan menutupi
dan bahkan menghilangkan semua kekurangan itu. Itu semua menjadi tugas
kita bersama-sama baik itu pemerintah maupun masyarakat luas. Walaupun
Negara kita ini bukanlah 100% Islam, tapi jangan khawatir bagi umat
nonmuslim untuk menggunakan layanan bank.

xviii
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Antonio, Muhammad Syafi i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani,
Jakarta, 2001.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Bank Syariah, Rajawali Press, Jakarta, 2011.
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi Ekonomi, Kompas, Jakarta, 2010.

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasiona/
MU/ JJi/id 1 dan 2/, Diterbitkan atas kerjasama Dewan Syariah Nasional
(DSN) MUI dan Bank Indonesia, 2010.

Dimyati, Ulfiah, Ana/isis Tingkat Kesehatan BN/ Syariah, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam IAIN Palopo, 2017.

Djakfar, Muhammad, Etika Bisnis /s/ami Tataran Teoritis dan Praktis, UIN Malang,
Press Malang, 2008.

Djakfar, Muhammad, Hukum Bisnis, Membangun Wacana


/ntegrasi Perundangan Nasiona/ dengan Syariah, UIN Malang, Press Malang,
2009.

Fatwa, A.M, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, Kompas, Jakarta,
2009.

Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media Bandung, 2009.

Henny van Greuning, et al; Adhi, M. Ramdhan, Ana/isis Resiko Perbankan


JAna/yzing Banking Risk/, Salemba Empat, Jakarta, 2009.

Republik Indonesia, Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

xix
Republik Indonesia, Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

Republik Indonesia, Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank /ndonesia;


Republik Indonesia, Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank /ndonesia;

Republik Indonesia, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

xx

Anda mungkin juga menyukai