Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PEMBANGUNAN PERBANKAN SYARIAH: MENYELARASKAN


PRINSIP HUKUM ISLAM DENGAN DINAMIKA KEUANGAN
Disusun untuk memenuhi penugasan kelompok pada mata kuliah Hukum Islam

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Tri Setiady, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :


Aulia Fatin Nur Hasanah 2210631010007
Maysaroh 2210631010038
Wiwit Tasya Fitrianna 2210631010151
Zulfan Lidnan 2210631010157

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2024
KATA PENGANTAR

Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah-Nya yang
memungkinkan kami menyelesaikan makalah berjudul "Pembangunan Perbankan
Syariah: Menyelaraskan Prinsip Hukum Islam Dengan Dinamika Keuangan".
Kami juga mengirimkan sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW.
Kami ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen kami, Dr. Tri Setyadi, S.H.,
M.H. yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Hukum Islam. Tak lupa, kami
juga berterima kasih kepada rekan-rekan di kelompok 3 yang telah memberikan
kontribusi berharga baik dari segi materi maupun ide sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.
Harapan kami adalah agar makalah ini dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan tambahan kepada pembaca. Kami menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang membangun sehingga kami dapat meningkatkan kualitas makalah
kami di masa mendatang.

Karawang, 5 April 2024

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ 1
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 3
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................... 5
1.3 Metode Penelitian ....................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 7
2.1 Prinsip-Prinsip Hukum Islam Dalam Perbankan Syariah dapat
Diselaraskan dengan Dinamika Keuangan Kontemporer yang Ditandai
oleh Inovasi Teknologi, Globalisasi, dan Perubahan Regulasi .................. 7
2.2 Hambatan Utama yang Dihadapi oleh Lembaga Perbankan Syariah dalam
Memperkuat Posisinya dalam Pasar Keuangan Global, dan Cara
Mengatasi Tantangan Tersebut untuk Memastikan Pertumbuhan
yang Berkelanjutan ..................................................................................... 18
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 24
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 24
3.2 Saran ........................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

ii
ABSTRAK
Perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan pesat seiring
dengan dinamika keuangan global yang dipengaruhi oleh globalisasi dan inovasi
teknologi. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip hukum
Islam dalam perbankan syariah diselaraskan dengan dinamika keuangan
kontemporer serta mengidentifikasi hambatan utama yang dihadapi. Metode analisis
deskriptif digunakan dengan fokus pada regulasi dan perkembangan perbankan
syariah di Indonesia. Hasilnya menunjukkan landasan hukum yang kuat bagi
perbankan syariah, baik dari sumber hukum positif maupun Islam. Namun, masih
ada tantangan seperti keterbatasan sumber daya manusia yang memahami prinsip-
prinsip syariah dan minimnya pemahaman masyarakat tentang bank syariah.
Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan industri
perbankan syariah untuk mengatasi tantangan ini. Kesimpulannya, perbankan
syariah memiliki potensi besar untuk memperkuat posisinya dalam pasar keuangan
global dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan
terus berinovasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat akan perbankan
syariah.

Kata kunci : Perbankan syariah, dinamika keuangan, hukum Islam

ABSTRACK
Islamic banking in Indonesia has experienced rapid development
alongside the global financial dynamics influenced by globalization and
technological innovations. This research aims to elucidate how the principles of
Islamic law in Islamic banking are aligned with contemporary financial dynamics
and identify the main challenges faced. Descriptive analysis method is employed,
focusing on the regulation and development of Islamic banking in Indonesia. The
results indicate a strong legal foundation for Islamic banking, both from positive
legal sources and Islamic sources. However, there are still challenges such as

1
limited human resources understanding Islamic principles and the lack of
understanding among the public about Islamic banking. Collaboration among the
government, educational institutions, and the Islamic banking industry is needed to
address these challenges. In conclusion, Islamic banking has great potential to
strengthen its position in the global financial market and contribute to sustainable
economic growth through continuous innovation and increasing public
understanding of Islamic banking.

Keywords : Islamic banking, financial dynamics, Islamic law

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagaimana tercantum dan diamatkan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pancasila bahwa tujuan pembangunan
nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi
ekonomi melalui pengembangan sistem perekonomian berkeadilan. Untuk
menjamin keberlangsungan demokrasi ekonomi, maka seluruh potensi, ide, dan
kreativitas masyarakat harus dikerahkan dan dikembangan secara maksimal tanpa
merugikan kepentingan umum. Dengan demikian, seluruh potensi kekuatan
ekonomi dapat dimobilisasikan ke dalam masyarakat guna memberikan kontribusi
terhadap perkembangan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
perlu lebih diperhatikan upaya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan unsur
pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan stabilitas nasional dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi. Salah satu lembaga yang berperan strategis
dalam menyelaraskan, menyerasikan, dan menyeimbangkan unsur trilogi
pembangunan adalah perbankan.1
Perbankan merupakan keseluruhan kaidah tentang perbankan, mencakup
segala kegiatan usaha, organisasi, cara dan proses dalam menjalankan kegiatan
usahanya. Dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang
kegiatan usahanya adalah memobilisasikan dana dari masyarakat, mengembalikan
dana tersebut kepada masyarakat, dan menyelenggarakan jasa keuangan lainnya.
Berdasarkan kegiatan usahanya, jenis-jenis bank dapat digolongkan
menjadi bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional, sedangkan bank
syariah adalah adalah bank yang beroperasi berdasarkan pada prinsip-prinsip

1
Andrew Shandy Utama, Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Unes Law Review, vol 2 (2),
2020, hlm 290

3
hukum Islam dalam operasional perbankannya berdasarkan petunjuk yang
diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.2
Perkembangan perbankan syariah secara internasional dimulai dengan
pelaksanaan Konferensi Menteri luar Negeri yang diadakan oleh Organisasi
Konferensi Islam yang diadakan di Pakistan pada bulan Desember tahun 1970.
Mesir mengajukan proposal untuk mendirikan bank Perdagangan dan
Pembangunan Islam Internasional (International Islamic Bank for Trade and
Development) dan proposal untuk mendirikan Federasi Perbankan islam
(Federation of Islamic Banks). Setelah berdiskusi dengan 18 negara Muslim,
proposal tersebut akhirnya diterima. Pada tahun 1975, Organisasi Konferensi
Islam di Arab Saudi menyelenggarakan Sidang Menteri Keuangan dan menyetujui
pendirian Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank).3
Bank Islam atau Bank Syariah merupakan bank yang kegiatan usahanya
berkaitan dengan hukum Islam dan dalam menjalankan kegiatan usahannya tidak
membebankan bunga atas operasionalnya serta tidak membayar bunga kepada
nasabahnya. Remunerasi Bank Syariah yang dibayarkan kepada nasabah
tergantung pada perjanjian dan akad yang disepakati oleh nasabah dan pihak bank.
Perjanjian (akad) yang ada dalam operasional perbankan syariah harus mematuhi
syarat dan rukun akad yang diatur dalam syariat islam.4
Salah satu bentuk eksplorasi potensi dan wujud kotribusi masyarakat
terhadap perekonomian nasional adalah pengembangan sistem perekonomian
berdasarkan prinsip nilai-nilai Islam (syariah) dengan mengangkatnya ke dalam
sistem hukum nasional. Prinsip-prinsip syariah didasarkan pada nilai-nilai
keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan. Nilai-nilai tersebut
berlaku bagi transaksi perbankan berdasarkan prinsip syariah.5

2
Ibid, hlm 291
3
Ibid, hlm 292
4
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2011, hlm 25
5
Andrew Shandy Utama, Op.cit, hlm 293

4
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan mengkaji
"Pembangunan Perbankan Syariah: Menyelaraskan Prinsip Hukum Islam
Dengan Dinamika Keuangan".

1.2 Identifikasi Masalah


1. Bagaimana prinsip-prinsip hukum Islam dalam perbankan syariah dapat
diselaraskan dengan dinamika keuangan kontemporer yang ditandai oleh
inovasi teknologi, globalisasi, dan perubahan regulasi?
2. Apa saja hambatan utama yang dihadapi oleh lembaga perbankan syariah
dalam memperkuat posisinya dalam pasar keuangan global, dan bagaimana
cara mengatasi tantangan tersebut untuk memastikan pertumbuhan
yang berkelanjutan?

1.3 Metode Penelitian


Penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan berdasarkan
metode, sistematika, dan pemikiran-pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
menganalisa satu atau beberapa permasalahan hukum. Dalam penelitian ini,
metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang
menekankan pada penafsiran hukum positif dan menganalisa dengan
menggunakan bahan-bahan kepustakaan dan peraturan hukum tertulis. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sukender, diperoleh dari
peraturan perundang-undangan, berbagai jurnal ilmiah, dan literatur hukum.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan.

1.4 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip hukum Islam dalam perbankan syariah
dapat diselaraskan dengan dinamika keuangan kontemporer yang ditandai
oleh inovasi teknologi, globalisasi, dan perubahan regulasi.

5
2. Untuk mengetahui hambatan utama yang dihadapi oleh lembaga perbankan
syariah dalam memperkuat posisinya dalam pasar keuangan global, dan
bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut untuk memastikan pertumbuhan
yang berkelanjutan.

1.5 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan dari penulisan makalah ini, maka makalah ini diharapkan
memiliki manfaat di antaranya sebagai berikut.
1. Secara teoritis
Penulisan makalah ini diharapkan dapat mengembangkan pemahaman serta
pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai pembangunan perbankan
syariah: menyelaraskan prinsip hukum islam dengan dinamika keuangan.
2. Secara praktis
Penulisan makalah ini diharapkan menjadi bahan penulisan selanjutnya
mengenai pembangunan perbankan syariah: menyelaraskan prinsip hukum
islam dengan dinamika keuangan.

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip-Prinsip Hukum Islam Dalam Perbankan Syariah dapat Diselaraskan
dengan Dinamika Keuangan Kontemporer yang Ditandai oleh Inovasi
Teknologi, Globalisasi, dan Perubahan Regulasi
Kata "Perbankan" memiliki makna yang berarti suatu hal yang
membahas berkenaan dengan lembaga keuangan yang meliputi kegiatan usaha dan
proses dalam pelaksanaan kegiatannya, serta mencakup tentang lembaga. Hal
tersebut tercantum pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Peraturan mengenai bank syariah tercantum pada Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bank syariah atau yang biasa disebut
dengan interest fee banking atau islamic banking adalah sistem yang pada
implementasinya tidak melakukan riba (bunga), maysir (hipotesis), dan gharar
(ketidakpastian). Artinya, bank syariah merupakan lembaga keuangan yang
pelaksanaan dan komoditasnya ditingkatkan menurut Al- Qur'an dan Hadits/As-
sunnah (syariat Islam) dengan memanfaatkan kaidah fiqih. Bank syariah ialah
bank yang melakukan kegiatan usahanya menggunakan prinsip syariah.
Di Indonesia, perbankan syariah mempunyai 2 acuan hukum, yakni
hukum positif dan hukum Islam. Hukum positif merupakan pokok yang berasal
dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, regulasi
perbankan Indonesia dan acuan lainnya bisa digolongkan dengan hukum positif.
Selanjutnya yakni acuan dari hukum Islam yang melingkupi dalil dan landasan
hukum yang telah disetujui oleh ahli fiqih, yakni Al-Quran, Hadits, qiyas, ijma’,
serta dalil hukum yang tidak disetujui yakni istihsan dan istihlal, istidlal, maslahah
mursalah, dan lainnya.6

6
Muhamad, Gemala Dewi, Perbankan Syariah Tinjauan Hukum Normatif dan Hukum Positif, Jakarta :
Kencana, 2021, hlm. 3-5

7
Islam merupakan salah satu agama yang bersifat universal yang
memperhatikan permasalahan dalam pembangunan ekonomi. Menurut Islam,
pembangunan ekonomi mencakup aspek kualitatif dan kuantitatif yang bertujuan
untuk kebahagiaan dunia akhirat. Allah berfirman dalam surat An-nisa ayat 29 (4),
yang berarti: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”. Pada pembahasan tersebut memperlihatkan pentingnya perniagaan
yang terjalin persetujuan antara pihak 1 dengan pihak lainnya yang melakukan
transaksi, dengan demikian mencegah timbulnya rasa kecewa yang dikhawatirkan
akan berakhir pada kebencian. Berawal pada periode 1991, perbankan syariah
berevolusi yang terus menghadapi peningkatan dan perkembangan sampai tahun
1997 yang mana terjadinya keberlangsungan atas ketidakstabilan perekonomian
yang dikarenakan kapasitas bank syariah dalam menghadapi luapan keuangan
yang ditandai bunga yang cukup besar, sedangkan perbankan syariah tidak terikat
dengan kerugian karena tidak ada bunga.7
Kemunculan produk hukum didorong oleh pengaruh globalisasi dari
kepentingan singkat yang kritis, dapat dilihat dengan dampak peraturan yang
ditujukan pada saat diimplementasikan pada masyarakat. Setiap tahapannya
keterlibatan bentuk nyata dari perbankan syariah yakni sebagai berikut:
1) Perkenalan, diidentifikasi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengenalkan prinsip bagi hasil, didukung
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan
prinsip bagi hasil. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Pasal 1
angka 12 mengatakan: “Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang

7
Aji Satapji, Implementasi Hukum Islam Terhadap Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal Ilmu
Akuntansi dan Bisnis Syariah, Volume I/Nomor 01/ Januari 2019, hlm. 96-97

8
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.” Ketetapan ini
memperlihatkan bahwa di Indonesia telah mengenalkan kredit yang tidak
melandaskan pada sistem bunga, melainkan bentuk imbalan dan bagi hasil.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 Pasal 1 menyatakan
“Bank berdasarkan prinsip bagi hasil ialah Bank Perkreditan atau Rakyat Bank
Umum yang menjalankan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi
hasil.” Hal tersebut diperkuat dengan Pasal 6, yakni : (a). Bank Perkreditan
Rakyat atau Bank Umum yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan
prinsip bagi hasil, tidak diperbolehkan menjalankan kegiatan usaha yang tidak
berdasarkan prinsip bagi hasil; (b). Bank Perkreditan Rakyat atau Bank Umum
yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak
diperbolehkan menjalankan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
2) Pengakuan, diidentifikasi dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Undang-undang tersebut pada dasarnya sebagai tanggapan
pemerintah yang disebabkan krisis keuangan yang memiliki dampak bagi
perbankan di Indonesia. Karena hal tersebutkah Indonesia memiliki kebijakan
sistem perbankan ganda (dual bangking system). Hanya bank umum yang
diperkenankan menjalankan kegiatan usaha secara baku dan syariah, sementara
bank pekreditan rakyat tidak diperkenankan.
3) Pemurnian, diidentifikasi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang dilatarbelakangi oleh dorongan
untuk menumbuhkan kepatuhan bank syariah pada prinsip-prinsip syariah yang
tercantum dalam Al-Quran dan Hadits/As-sunnah. Hal tersebut sejalan dengan
ekspansi Perbankan Syariah Nasional yakni terbentuknya sistem perbankan
syariah yang istiqamah, kuat, sehat dalam kerangka keadilan, kemanfaatan dan

9
keseimbangan untuk memperoleh masyarakat yang sejahtera secara material
dan spiritual.8
Para teoritis agama mengatakan bahwa bunga merupakan salah satu hal
yang riba. Dengan mencetuskan bahwa bunga adalah riba, teoritis perbankan Islam
mempercayai gagasan jika laba yang disertakan atas kredit untuk kreditur adalah
riba, oleh karena itu tiap-tiap harta kekayaan yang dimasukkan atas kredit yang
diberi oleh peminjam adalah riba. Menurut Saeed, ekspansi tersebut terjadi
perbedaan antara teori dan praktik. Untuk menanggapi hal tersebut, Saeed
berusaha untuk membenarkan konsep keuangan Islam. Menurut beliau, harus ada
perspektif terbaru terkait pemikiran-pemikiran mengenai finansial yang
berlandaskan pada dalil Al-Qur’an dan Hadits dan sudut pandang keuangan
kontemporer dan ekonomi. Beliau menegosiasikan metode peninjauan
menghindari mudhorot dan mengambil manfaat. Untuk mendalami perbankan
tanpa bunga yang haram tidak diperkenankan diartikan dengan "bebas bunga".
Suatu bank dapat menjadi bank syariah dengan syarat:
a. Memiliki prinsip keadilan, kejujuran, kesamaan, tidak menyalahgunakan
dengan pedomannya;
b. Berperikemanusiaan yang mana secara finansial menghiraukan orang yang
“memerlukan”;
c. Menolong orang kelas ekonomi kebawah atau orang yang kurang beruntung
untuk menghidupkan kehidupannya.

Terkait beberapa hal yang telah disebutkan diatas, Saeed


menegosiasikan gagasan baru yang tidak serupa dari pencetus dan cendikiawan
perekonomian Islam. Saeed membagi 3 aspek yang diantaranya:
a. Konsep riba

8
Ibid, hlm. 98-101

10
Kerangka pengharaman riba perbankan syariah mengatakan jika
"bunga" adalah riba. Sebagian besar orang yang beragama islam mempercayai
pemahaman ini ditemukan dalam fiqih adalah akura dan wajib dijalani.
Censikiawan Sayid Quthb mengatakan bahwa "bunga" berarti bank telah
memakan “daging dan tulang" dan mengkonsumsi “plasma dari keringat” dari
si miskin dari sistem bunga. Al-Qur’an secara terus menerus memberitahukan
esensi memberikan penghidupan untuk memudahkan tanggungan dari orang
yang kurang mampu. Secara tidak langsung Al-Qur’an membela orang-orang
yang kurang mampu dan memancarkan kebutuhan untuk memberikan bantuan
keuangan kepada mereka.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan bantu-membantu
tersebut itu disarankan dalam perkara peminjam yang memiliki rasa
keterpaksaan untuk meminjam uang atau barang guna memenuhi kepentingan
primernya. Tak ada yang memperlihatkan bahwa kegiatan transaksi kredit di
golongan ekonomi menengah keatas yakni untuk keperluan berniaga dengan
tujuan kemanusiaan. Saeed menghubungkan konsep hal-hal diatas dengan
pokok-pokok dilarangnya bunga, riba dianggap berhubungan dengan
penyalahgunaan masyarakat yang kurang mampu. Selepas Allah SWT.
menentang bunga dengan sedekah, Al-Qur’an mensyariatkan golongan
masyarakat muslim untuk membebaskan keistimewaan pengambilan bunga
yang tengah tersedia dan cuma memperbolehkan pinjaman yang diserahkan
kreditur kepada peminjam.
b. Interpretasi riba berdasarkan konteks
Saeed mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan riba. Yang
pertama ditinjau dari segi tingkah laku sebagai landasan haramnya riba. Saeed
mengemukakan bahwa pelarangan riba dilandaskan pada aspek tingkah laku
adalah perkara logis karena instasi riba sebelum Islam mempunyai keinginan
untuk membuat debitur terpedaya dengan utang. Oleh Karena itu,
kemungkinan ketidakpastian untuk membayar utang adalah kemungkinan

11
untuk menjadi budak. Pada umumnya para debitur zaman sekarang tidak
seperti debitur zaman sebelum adanya Islam yang berdasar pada perolehan
harta masa depan yang dapat ditebak untuk membayar utang-utangnya, baik
berdasarkan pekerjaan maupun pendapatan yang mendatang yang mungkin
dari bisnis atau sumber sumber lainnya. Ditinjau dari keadaan masyarakat
pada zaman tersebut yang mana pemenuhan keperluan sehari-hari adalah
masalah yang lumrah, pendapatan dan pekerjaan tidak jelas. Oleh karena itu
Al-Qur’an melarang adanya bunga sebagai tanggapan mengenai keadaan
termaktub, supaya ekonomi dan sosialnya rendah menjadi malang.
Pembahasan kedua, yakni apa yang dilarang ialah riba sebelum Islam
dapat ditinjau dari hadits yang disampaikan Ath-Thabari: “Riba yang dilarang
ialah sebelum Islam dan bisa diambil kesimpulan jika bunga rendah tak
dilarang”. Poin ketiga, kepentingan sebagai dalih demi memperbolehkan
bunga ringan. Saeed berpandangan bahwa riba jahiliyyah adalah bentuk riba
yang sangat kurang baik. Pada arah yang berlawanan, lantaran riba
penangguhan (nasi’ah), pinjaman dan peningkatan (fadhl) dilarang, demi
menghalau timbulnya riba sebelum Islam, oleh karena itu hal tersebut
memiliki kemungkinan untuk diperbolehkan dengan jangka waktu yang tidak
lama. Namun, hukum harus memutuskan batasan-batasan bagi tarif pinjaman
dari bank, metode bertransaksi, dan keseluruhan jumlah finasnsial yang harus
dilunasi hingga dapat membuat perkiraan yang dibutuhkan. Keempat, kredit
untuk pemakaian merupakan salah satu asas diizinkannya bunga. Meninjau
latar belakang diturunkannya dalil-dalil mengenai larangan riba untuk
memerdekakan beban orang yang kurang mampu dalam finansial dan orang-
orang yang terlilit utang, oleh karena itu larangan riba dari perspektif ini
berkaitan dengan kredit untuk pemakaian.
c. Prinsip bagi hasil
Mudarabah dan Musyarakah mencerminkan penanaman modal bank
Islam yang harus memiliki landasan prinsip bagi hasil atau yang biasa dikenal

12
dengan sebutan profit and loss sharing (PLS). Filosofi ini memiliki argumen
jika bank Islam hendak menyiapkan asset untuk menghasilkan pendapatan
secara leluasa kepada debitur dengan alasan klasifikasi akibat, bukan seperti
biaya yang berbasis bunga, yang mana debitur memperhitungkan seluruh
akibat. Pada implementasinya, umumnya bank Islam sudah mengetahui
bahwa prinsip bagi hasil tidak bisa digunakan dengan lepas di perbankan
syariah atas dasar akibat yang dijalani. Pemahaman ini membuahkan bank
Islam untuk memperoleh upaya menahan implementasi kedua gagasan prinsip
bagi hasil dan memperbarui gagasan yang nyaris tidak ada akibat. Mudarabah
(muqaradhah) adalah gagasan kunci dari bagi hasil. Menurut fuqaha’
mudarabah artinya, “memberikan aset untuk diperdagangkan dengan laba
yang dipisahkan”.
d. Prinsip jual beli (murabahah)
Murabahah merupakan permasalahan-permasalahan yang dapat
dijumpai di perbankan Islam pada penerapan rancangan bagi hasil yang
menyebabkan kemerosotan pada pemanfaatannya, akibatnya metode
pengelolaannya analog dengan bunga. Hal ini menandakan diantara barang
biaya yang diimplementasikan berlangsung ketidakseimbangan. Bisnis ini
dilakukan hampir tidak memiliki risiko yang menjadi terkenal dan disukai
oleh bank Islam hingga mencapai kurang lebih 70% (tujuh puluh persen)
bisnis bank Islam, hal ini dapat ditunjukkan dari hasil beberapa tinjauan yang
ternyata banyak bank yang menggunakan murabahah sebagai metode
pembiayaan.9
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PB1/2007 Pasal 2
dengan perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PB1/2008 bahwa
dalam melakukan jasa perbankan melewati kegiatan akumulasi keuangan,

9
Sofyan Sulaiman, Prinsip-Prinsip Keuangan Islam Menurut Abdullah Saeed, Millah Vol. XV, No. 1,
Agustus 2015, hlm. 142-153

13
distribusi dan pelayanan jasa bank, wajib memenuhi Prinsip Syariah yang
bersumber pada Farwa yang dikeluarkan oleh DSN.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan memenuhi ketentuan dasar hukum
Islam, diantaranya:
a) Prinsip keadilan, yakni memposisikan sesuatu berdasarkan pada
tempatnya, dan memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak
menerima serta melakukan sesuatu sesuai dengan kedudukannya;
b) Prinsip kemaslahatan, yakni suatu bentuk kebaikan dunia dan akhirat,
material dan non material, serta individu dan kelompok yang wajib
memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu berfaedah, ketaatan syariah, dan
membawa kebaikan yang tidak memicu kerugian;
c) Prinsip keseimbangan, meliputi aspek material dan non material, sosial
dan bisnis, aspek publik dan privat, sektor riil dan sektor keuangan, dan
keseimbangan aspek kelestarian dan pemanfaatan;
d) Prinsip universalisme, yakni bisa dilakukan dan diterima oleh pihak yang
berkaitan tanpa membedakan suku, ras, agama, dan golongan.

Serta tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut:


a) Dzalim, yakni transaksi yang menciptakan ketidakseimbangan bagi orang
lain;.
b) Gharar, yakni kesepakatan yang tujuannya tidak dimiliki, tidak memiliki
kejelasan, tidak diketahui keberadaannya atau tidak dapat diserahkan pada
saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;
c) Maysir, yakni kesepakatan yang dikaitkan dengan kondisi yang bersifat
abstrak dan tak pasti;;
d) Objek haram, yakni barang atau jasa yang dilarang dalam syariat;
e) Riba, yakni pemastian kenaikan penghasilan dengan tidak sah atau bathil pada
kesepakatan modifikasi barang serupa namun tidak sama kuantitas, mutu, dan
batas penyerahannya atau pada kesepakatan kredit yang memiliki syarat

14
konsumen pemeroleh akomodasi memulangkan harta kekayaan yang didapat
melewati waktu peminjaman karena .

Lain halnya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, aturan yang


melekat lebih memusatkan pada kata yang berasaskan Prinsip Syariah. Hal ini
telah sesuai dengan ciri dari perbankan syariah. Dalam hal menjalankan kegiatah
usahanya, perbankan syariah tidak hanya berasaskan Prinsip Syariah, namun
berasaskan kepada demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian juga. Hal tersebut
tercantum pada ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.10
Bank Muamalat Indonesia ialah pendahulu bank syariah di Indonesia yang
diupayakan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia), pemerintah Indonesia dan
mendapat dorongan dari ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) serta
tokoh muslim lainnya. Ketika akan melakukan penandatangan pendirian akta
perseroan, Bank Muamalat memperoleh dorongan dari komunitas yang dapat
demonstrasikan dengan kontrak pembelian saham perseroan dengan nilai Rp84
miliar dan Rp106 miliar dengan pembubuhan dari masyarakat Jawa Barat pada
saat berkunjung di Istana Bogor.
Bank Muamalat memperoleh julukan sebagai Bank Devisa setelah 2 tahun
berlalu yang memperkuat kedudukan perusahaan sebagai Bank Syariah pertama
yang memiliki banyak produk dan jasa yang selalu meningkat. Pendapatan ini
membuat Bank Syariah untuk berkembang di tengah-tengah jatuhnya Bank
Konvensional. Meskipun pada akhirnya Bank Syariah terkena efek keuangan
buruk yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Namun Bank Muamalat berhasil
mengatasi krisis moneter tanpa meminta bantuan kepada pemerintah dan dapat
dijadikan bukti jika bank syariah bisa menjadi lebih kuat ketika berhadapan dengan
keadaan keuangan yang buruk. Salah satu upaya ekspansi yang diimplementasikan
ialah memberi persetujuan kepada bank konvensional untuk menjadi syariah dan

10
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, hlm.
55-56

15
membuka kantor cabang unit usaha dari perubahan Undang-undang perbankan
Nomor 7 tahun 1992 yang menjadi Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
perbankan.
Peraturan tersebut mendorong perkembangan perbankan syariah menjadi
semakin cepat, yang awalnya hanya satu Bank Syariah dan tujuh puluh delapan
Bank Perkreditan Rakyat Syariah, karena perkembangan yang sangat pesat
tersebut bertambah menjadi tiga Bank Syariah, dua puluh tiga Unit Usaha Syariah,
dan seratus enam Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Sistem bagi hasil perbankan
syariah yang ditetapkan pada barang-barangnya bisa menjaga pekerjaannya dan
tak bergantung pada imbalaan jasa atas pinjaman uang yang meningkat hingga
beban operasional lebih kecil dari bank konvensional. Pengawasan terhadap bank
syariah berpindah pada tahun 2013 yang awalnya dari Bank Indonesia kemudian
berubah menjadi OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Pada tahun 2015 sistem keuangan
syariah menjadi salah satu sistem keuangan terbaik dan yang diakui secara
internasional dengan memiliki dua belas Bank Umum Syariah, dua puluh dua
Usaha Syariah dan seratus enam puluh dua Bank Perkreditan Rakyat Syariah
sebanyak 4.61% dengan total aset Rp273,49 triliun.
Pada tahun 2021, bank syariah melakukan penggabungan perusahaan
menjadi Bank Syariah Indonesia yang merupakan dari penyatuan tiga syariah
BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Ketiga bank tersebut adalah Bank Rakyat
Indonesia Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank Nasional Indonesia Syariah. Bank
Syariah Indonesia merupakan salah satu bank yang tergolong pada 10 besar bank
terbesar di Indonesia dengan nilai Rp245,7 triliun yang selanjutnya menargetkan
untuk menjadi 10 besar di dunia.11

11
Januariansyah Arfaizar, Dinamika Kontemporer dalam Transaksi Perbankan Syariah dan
Problematikanya, Jurnal Perbankan Syariah, Vol 7, No. 2, 2023, hlm. 167-169

16
Pada tahun 1980 teknologi mengalami perubahan digital dengan
modifikasi teknologi digital yang sering menghadapi peningkatan dan kemajuan.
Klimaksnya dari revolusi teknologi digital yakni setelah penemuan perangkat
pribadi komputer yang mengerjakan, menyimpan dan menciptakan hasil produksi
data yang dipersiapkan supaya bisa diatur dengan cepat dan tepat. Sampai
pertumbuhan jaringan komputer menyebabkan penjamuran penyiaran digital dan
penggunaan internet. Mulai dari hal tersebut, hal-hal yang berbau digital menyebar
ke beberapa bagian area, tambahan dengan minat corporate pada implementasi
teknologi untuk komoditasnya. Teknologi terbaru yakni peningkatan teknologi
pelayanan tempat makan yang mengimplementasikan mesin atau robot untuk
menggantikan pelayanan dari manusia. Ditinjau dari segi perbankan, teknologi
digital merupakan suatu hal yang harus dimiliki seseorang untuk memudahkan
negosiasi persetujuan nasabah, debitur dan kreditur. Sebagian orang memandang
jika barang teknologi digital perbankan merupakan salah satu keperluan utama dari
kehidupan disebabkan produk digital sudah menempel pada kehidupan
masyarakat. Contoh kecil yang dapat diambil, yakni menggunakan aplikasi shopee
untuk membeli token atau membayar tagihan listrik, membayar uang kuliah
tunggal dan beberapa transaksi online lainnya.
Perbankan syariah di era digital ini memiliki beberapa tantangan yang
cukup rumit karena bukan hanya terjadi perubahan pada kondisi masyarakat,
namun dituntut untuck selalu siap siaga dalam menghadapi permasalahan yang
kemudian dikerjakan menjadi produk perbankan yang dapat membantu. Misalnya
pada kehidupan sehari-hari yang awalnya transfer uang harus datang langsung ke
ATM yang transaksinya menggunakan kartu, namun sekarang tak harus susah
payah ke luar, cukup melalui aplikasi mobile banking untuk mempermudah
pembayaran tanpa harus keluar rumah dan pergi ke ATM. Hal mengurangi risiko
permasalahan masyarakat seperti kekhawatiran adanya pembobolan pada
penggunaan kartu debit dan lupa membawa uang tunai.

17
Hanya dengan menggunakan sebuah alat komunikasi, nasabah dapat
dengan mudah melakukan kegiatannya, yakni untuk melakukan pengecekan dana,
pengecekan pengeluaran uang masuk dan keluar, belanja kuota, membayar tagihan
listrik, transfer, top-up uang ke tokopedia, shoppe dan beberapa aplikasi yang
memerlukan top-up lainnya. Teknologi memudahkan dan menghasilkan urusan
perbankan mudah dan dengan cepat menyesuaikan diri.12

2.2 Hambatan Utama yang Dihadapi oleh Lembaga Perbankan Syariah dalam
Memperkuat Posisinya dalam Pasar Keuangan Global, dan Cara Mengatasi
Tantangan Tersebut untuk Memastikan Pertumbuhan yang Berkelanjutan
Pada hakikatnya, akan ada saja hambatan-hambatan yang akan atau harus
dihadapi oleh setiap Lembaga perbankan, begitu pun perbankan syariah.
Hambatan-hambatan dan cara mengatasinya yang dialami Perbankan Syariah
adalah sebagai berikut:
1. Sumber Daya Manusia Bank Syariah yang masih terbatas
Menurut Manan, sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan Bank Syariah. Pertumbuhan bank syariah tidak
diiringi dengan adanya kualitas sumber daya manusia yang memahami betul
tentang bank syariah, hal itu dikarenakan adanya perpindahan dari pegawai
bank konvensional yang menjadi pegawai bank syariah.13 Indonesia bahkan
dalam tingkatan global yang dirasakan masih langka pejabat bank (bankir)
yang sudah mempunyai kemampuan dalam keahlian operasional suatu bank
syariah. Bahkan bankir yang sudah melalui berbagai pelatihan di berbagai
tempat pelatihan pun pada praktiknya masih mengalami keterbatasan
pengetahuan untuk mengelola aplikasi model penghimpunan dana, pembiayaan
dan jasa dari suatu bank syariah.

12
Ibid, hlm. 180-181
13
Zulfaidi Nugraha T.P & Husni Thamrin, “Problematika dan Dinamika Perbankan Syariah di Era
Globalisasi”, Jurnal Tabarru’: Islamic Banking and Finance, Vol. 5 (1), 2022, hlm 37.

18
Dalam hal ini, Lembaga Perbankan syariah dalam memperkuat
posisinya dalam pasar keuangan global, sudah seharusnya memilih dan
memiliki sumber daya manusia yang mempunyai daya untuk bersaing. Bank
syariah sudah seharusnya mempunyai sumber daya manusia yang memiliki dua
kemampuan dalam keterampilan mengelola operasional dan pengetahuan yang
luas mengenai syariah juga akhlak seerta moral dengan integritas yang tinggi.
Sudah seharusnya persyaratan saat memilih pegawai untuk bank syariah
harus memenuhi Shidiq, Tabligh, Amanah dan Fathonah (STAF). Shiddiq
berarti jujur, yang mengharuskan pegawai bank syariah harus jujur dalam
melaksanakan pekerjaannya. Tabligh berarti menyampaikan dan
menyebarluaskan suatu kebaikan, pegawai bank syariah harus berani untuk
menyatakan atau mengungkapkan serta menyampaikan kebaikan ataupun
keburukan demi mencegah terjadinya kemungkaran. Amanah berarti dapat
dipercaya, yang mengharuskan pegawai bank syariah untuk menjaga sebaik-
baiknya kepercayaan yang telah diberikan oleh pimpinan-pimpinan kepadanya.
Fathonah berarti pandai dan memiliki kemampuan yang mahir terhadap
tugasnya. Dan sudah sepatutnya otoritas persayaratan sumber daya manusia
Bank syariah yang dirumuskan dalam STAF sudah harus ditetapkan ddidalam
ketentuan-ketentuan dan petunjuk otoritas pengawas sumber daya manusia
secara eksplisit dan implisit.
2. Minimnya pengetahuan Masyarakat kepada Bank Syariah
Pandangan terhadap Bank syariah masih kerap kali salah, banyak
Masyarakat mengartikan dan menganggap bahwa bank syariah dan bank
konvensional itu sama. Namun Masyarakat menganggap bahwa bank syariah
menggunakan dasar bagi hasil dalam pendistribusian pendapatan yang diterima
oleh pihak bank. dan juga terdapat pandangan dari Masyarakat bahwa bank
syariah dianggap bank yang dikhususkan untuk agama islam dan tertutup

19
terhadap transaksi yang akan dilakukan oleh orang diluar agama islam. 14 Selain
itu, banyak juga Masyarakat yang tidak paham bagaimana prinsip-prinsip
syariah dapat tercermin di dalam produk dan layanan yang terdapat pada
perbankan syariah. 15
Hal-hal tersebut bisa ditimbulkan karena minimnya pemberitahuan yang
menjadikan kurangnya pemahaman tentang bank syariah. Sudah seharusnya
Lembaga-lembaga perbankan syariah mulai memperbanyak literatur maupun
karya tulis serta mengadakan sosialisasi mengenai perbankan syariah agar bisa
merubah pemahaman dan pandangan-pandangan Masyarakat tentang bank
syariah. Selain itu, ditingkat perguruan tinggi seharusnya mulai menyediakan
kurikulum atau materi pembelajaran tentang perbankan syariah, karena sangat
minim sekali Lembaga Pendidikan di Tingkat perguruan tinggi mengadakan
pengkajian tentang perbankan syariah. 16
Dalam hal meningkatkan pengetahuan Masyarakat tentang perbankan
syariah, sudah seharusnya peran pemerintah juga diikutsertakan. Karena
pemerintah mempunyai peran sebagai payung hukum untuk bank syariah.
Pemerintah pun sangat diharapkan agar ikut serta dalam mengedukasi
Masyarakat tentang perbankan syariah dengan cara sosialisasi secara langsung
maupun mempergunakan media. Menggunakan media saat ini bisa dengan
membuat konten tentang perbankan syariah di berbagai platform yang dapat
dijangkau oleh Masyarakat atau melalui iklan-iklan. 17
3. Pelayanan yang diberikan oleh Bank syariah masih belum optimal
Bank syariah memiliki keterbatasan dalam pelayanan kepada
Masyarakat dikarenakan keterbatasan dalam jaringan Kerjasama, yang

14
Siti Yunitarini, “Prospek dan Kendala Bank Syariah di Era Globalisasi”, Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Pekalongan. Vol. 5 (2), 2022, hlm 175-176.
15
Fatimah Tuzzuhro, Noni Rozaini & Muhammad Yusuf, “Perkembangan Perbankan Syaraiah di
Indonesia” PeKA: Jurnal Pendidikan Ekonomi Akuntansi, Vol 11 (2), 2023, hlm 84.
16
Siti Yunitariani, Op.Cit., hal 175-176.
17
Zulfaidi Nugraha T.P & Husni Thamrin, Op.Cit., hlm 39.

20
menyulitkan dalam memanfaatkan fasilitas kartu debit maupun kredit. Pada
dasarnya, hal tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi Masyarakat
melakukan berbagai macam transaksi. Hal tersebut pun terjadi karena bank
syariah merupakan bank pendatang terbaru yang menyebabkan jaringannya
terhadapn toko-toko atau pedagang-pedagang tidak sebanding dengan bank-
bank konvensional. Kondisi yang seperti itu dapat menyulitkan para nasabah
dan membuat mereka memikirkan Kembali untuk menggunakan bank syariah
dalam transaksi di kehidupannya sehari-hari.
Sudah seharusnya dalam hal ini bank syariah mulai memperbanyak
jaringan dengan berbagai toko dan merchant dan juga mempermudah layanan
bank syariah untuk di kota yang berada diluar negeri agar mampu memperkuat
posisinya dalam pasar keuangan global.18 Karena pelayanan adalah hal yang
sangat utama untuk membuat minat Masyarakat agar mau menjadi bagian dari
nasabah bank. Pelayanan yang baik bisa berbentuk memaksimalkan fasilitas
produk (kartu debit maupun krdit) memperluas jaringan kantor, memperbanyak
cabang ATM dan memperbanyak merchant untuk menjadi tempat penggunan
kartu debit maupun kredit bank syariah. Tidak hanya itu, kecakapan dalam
memanfaatkan teknologi dalam keperluan setiap transaksi pun sangat amat
diperlukan, karena sekarang, Manual banking system tidaklah menjadi pilihan
yang tepat di Masyarakat dalam era modern saat ini. Gengsi, gaya hidup dan
trend yang serba menggunakan teknologi mengharuskan Lembaga perbankan
syariah lebih inovatif lagi untuk fasilitas yang diberikan untuk mempermudah
transaksi. Misalnya dengan menggunakan aplikasi Mobile Banking dengan
fitur-fitur yang beragam dan lengkap seperti Bank-Bank Konvensional, bahkan
akan lebih baik jika Mobile Banking Bank syariah memiliki kelebihan tersendiri
dibandingkan Bang-Bank Konvensional. 19

18
Ibid., hal 38.
19
Ibid, hal 39.

21
4. Penerapan Standar Tingkat Kesehatan Perbankan
Dalam masalah ini, perbankan syariah sangat dituntut membuat laporan
keuangan sebagai suatu Lembaga yang mencari keuntungan. Konsep dasar dari
perbankan syariah, selain untuk investasi juga berkonsep pada norma moral
serta norma sosial. Disamping hal itu, perbankan syariah diharuskan
memperhatikan dasar kebenaran dan keadilan, dalam pencatatan menggunakan
konsep islam pun tetap harus mengacu pada laporan yang jelas, rinci,
transparan, adil, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diperbandingkan.
Laporan keuangan perbankan syariah dapat melihat atau mengikuti stansar
akuntansi pada Organisasi AAQIFI, yaitu organisasi Akuntansi dan Auditing
untuk Lembaga keuangan islam.
Bank syariah pada hakikatnya akan diawasi oleh otoritas pengawas,
yaitu Bank sentral pada saat ini, dalam memenuhi tugasnya, bank sentral harus
mengadakan pengawasasn kepada kegiatan-kegiatan dalam bank syariah.
Untuk hal itu, bank sentral sangat memerlukan adanya piranti pengaturan dalam
bentuk standar. Seperti standar dalam pengukuran suatu kinerja atau Tingkat
Kesehatan dalam setiap perbankan, contohnya standar CAMEL seperti yang
telah ditetapkan pada bank konvensional pada saat ini. Namun untuk
menerapkan standar CAMEL perlu diterapkan juga prinsip prudential banking.
Namun, dalam penerapan prudential banking pada perbankan syariah sudah
menjadi permasalahan yang telah ada sejak lama. Menurut Working paper IMF
pada maret 1998, Banking: Issues in prudential regulation and supervision,
menyebutkan bahwa dalam mengimplementasikan prinsip kehati-hatian pada
bank syariah bisa menggunakan standar Bask Committee on Banking
Supervision (BIS) seperti yang telah diterapkan pada bank-bank konvensional.
Namun untuk menerapkan BIS dalam perbankan syariah sangat sulit, karena

22
jelas akan adanya perbedaan dalam menerapkan prinsip syariah dalam setiap
negara muslim.20
5. Keamanan dan kepercayaan Masyarakat
Kerangka hukum sangat diperlukan untuk mendapat kepercayaan
Masyarakat dalam keamanan perbankan syariah. Kerangka hukum yang bsa
menyelesaikan segala permasalahan keuangan yang akan timbul dikemudian
hari. Karena adanya perbedaan sistem keuangan bank syariah dengan bank-
bank konvensional, maka penggunaan kerangka hukum yang digunakan oleh
bank-bank konvensional akan kurang memadai. Dikarenakan hal itu,
diperlukan kompilasi hukum tentang keuaangan islam atau keuangan syariah
yang harus disepatkati Bersama agar dijadikan suatu rujukan dan harus
disahkan oleh negara.21
Apabila Masyarakat melihat dan mempercayai jaminan keamanan yang
diberikan oleh perbankan syariah akan menjadi suatu pendorong positif bagi
peminat para calon nasabah bank syariah. Dalam hal ini, Lembaga perbankan
syariah dituntut untuk membuat mekanisme yang dapat membangun
kepercayaan dengan audit yang independent, pelaporan yang dilakukan secara
transparan serta memperkuat pengembangan sistem keamanan secara internal
maupun eksternal.22

20
Siti Yunitarini., Op.Cit., hlm 177.
21
Abdul Rachman, Dewi Putri Mandiri, Widi Astuti & Siti Rokayah, “Tantangan Perkembangan
Perbankan Syariah di Indonesia”, Jurnal Tabarru’: Islamic Banking and Finance, Vol 5 (2), 2022. hlm
362-362.
22
Fatimah Tuzzuhro, Noni Rozaini & Muhammad Yusuf, Op.Cit., hlm 85.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perbankan syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan yang
pesat seiring dengan transformasi dalam dinamika keuangan global yang
dipengaruhi oleh globalisasi dan inovasi teknologi. Dengan prinsip-prinsip hukum
Islam sebagai landasannya, seperti penghindaran dari riba (bunga), maysir
(spekulasi), dan gharar (ketidakpastian), perbankan syariah telah berhasil
menyelaraskan dirinya dengan perkembangan tersebut. Dua landasan hukum
utama yang mengatur perbankan syariah di Indonesia adalah sumber hukum
positif, seperti peraturan perundang-undangan, dan sumber hukum Islam, seperti
Al-Quran dan Hadis.
Pada sisi regulasi, pemerintah Indonesia telah menerbitkan berbagai
peraturan yang mengatur operasional perbankan syariah, seperti Undang-undang
Perbankan Syariah dan peraturan Bank Indonesia terkait. Hal ini memberikan
kerangka kerja yang jelas bagi lembaga-lembaga perbankan syariah dalam
menjalankan aktivitasnya, mulai dari proses pemberian kredit hingga pengelolaan
risiko. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh
perbankan syariah. Salah satunya adalah keterbatasan sumber daya manusia yang
memahami prinsip-prinsip syariah secara mendalam. Diperlukan upaya yang lebih
serius dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan para pegawai bank
syariah tentang aspek hukum Islam dan prinsip-prinsip ekonomi syariah.
Tantangan lainnya adalah minimnya pemahaman masyarakat tentang
bank syariah. Meskipun perbankan syariah telah tumbuh pesat, masih banyak
masyarakat yang belum memahami konsep dan manfaat dari produk dan layanan
yang ditawarkan oleh bank syariah. Oleh karena itu, perlu adanya program-
program edukasi dan kampanye yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya perbankan syariah sebagai alternatif yang sesuai
dengan prinsip-prinsip agama Islam. Dalam mengatasi tantangan-tantangan ini,

24
kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan industri perbankan syariah
menjadi krusial. Pemerintah dapat memberikan insentif dan dukungan kebijakan
yang memperkuat ekosistem perbankan syariah, sementara lembaga pendidikan
dapat meningkatkan kurikulum dan program pelatihan yang memperkuat
pemahaman prinsip-prinsip syariah di kalangan para profesional keuangan. Di sisi
lain, industri perbankan syariah perlu terus berinovasi dalam produk dan
layanannya serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas untuk membangun
kepercayaan masyarakat.
Dengan demikian, perbankan syariah dapat memperkuat posisinya dalam
pasar keuangan global dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, sejalan dengan prinsip-prinsip hukum Islam dan dinamika
keuangan kontemporer yang terus berkembang.

3.2 Saran
Dari beberapa pembahasan diatas, terdapat beberapa saran yang ingin
kami sampaikan, diantaranya:
1. Untuk mahasiswa, sangat disarankan untuk aktif dalam mengeksplorasi materi
tambahan mengenai perbankan syariah. Manfaatkan sumber daya seperti buku,
jurnal, dan artikel terbaru untuk mendalami konsep serta praktik dalam industri
ini. Selain itu, partisipasi dalam diskusi, seminar, dan lokakarya tentang
perbankan syariah dapat memberikan kesempatan untuk berbagi pengetahuan
dan pengalaman dengan sesama mahasiswa dan praktisi industri. Tidak hanya
itu, mencari kesempatan untuk mengikuti program praktikum atau magang di
bank syariah juga dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang
operasi perbankan syariah.
2. Untuk akademisi, langkah-langkah yang dapat diambil antara lain melakukan
penelitian lanjutan mengenai aspek tertentu dari perbankan syariah, seperti
inovasi produk atau pengelolaan risiko, untuk menyumbangkan pengetahuan
baru bagi masyarakat akademis dan praktisi industri. Kolaborasi antara industri

25
dan akademisi juga sangat dianjurkan, di mana kemitraan dengan bank syariah
dan lembaga keuangan lainnya dapat menghasilkan penelitian bersama serta
memfasilitasi pertukaran pengetahuan. Selain itu, penting untuk terus
memperbarui kurikulum pendidikan agar mencerminkan perkembangan terbaru
dalam industri perbankan syariah dan menekankan pada keterampilan praktis
yang relevan dengan pasar kerja.
3. Bagi pembaca yang tertarik dengan topik perbankan syariah, disarankan untuk
menjadikan membaca sebagai kegiatan rutin. Jadwalkan waktu untuk membaca
buku, artikel, dan publikasi terbaru tentang perbankan syariah untuk tetap
terkini dengan perkembangan industri ini. Bergabung dalam klub baca atau
komunitas online yang berfokus pada perbankan syariah juga dapat menjadi
cara yang baik untuk berdiskusi dan memperluas jaringan. Selain itu, penting
untuk mencoba menerapkan prinsipprinsip perbankan syariah dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam pengelolaan keuangan pribadi maupun dalam pemilihan
produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan mahasiswa, akademisi,
dan pembaca dapat memperluas pemahaman mereka tentang perbankan syariah
dan memberikan kontribusi positif dalam pengembangan industri ini.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rachman, D. P. (2022). Tantangan Perkembangan Perbankan Syariah di


Indonesia. Jurnal Tabarru, 362.
Arfaizar, J. (2023). Dinaika Kontemporer dalam Transaksi Perbankan Syariah dan
Problematikanya. Jurnal Perbankan Syariah, 167-169.
Fatimah Tuzzuhro, N. R. (2023). Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia.
Jurnal Pendidikan Ekonomi Akuntansi, 84.
Ismail. (2011). Perbankan Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group.
Muhammad, G. D. (2021). Perbankan Syariah Tinjauan Hukum Normatif dan Hukum
Positif. Jakarta: Kencana.
Satapji, A. (2019). Implementasi Hukum Terhadap Perbankan Syariah di Indonesia.
Jurnal Ilmu Akuntansi dan Bisnis Syariah, 96-97.
Sulaiman, S. (2015). Prinsip-Prinsip Keuangan Islam Menurut Abdullah Saeed. 142-
153.
Thamrin, Z. N. (2022). Problematika dan Dinamika Perbankan Syariah di era
Globalisasi. Jurnal Tabarru, 37.
Usman, R. (2014). Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika.
Utama, A. S. (2020). Perkembangan Perbankan Syariah. Unes Law Review, 290.
Yunitarini, S. (2022). Prospekdan Kendala Bank Syariah di Era Globalisasi. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, 175-176.

27

Anda mungkin juga menyukai