Anda di halaman 1dari 12

PRINSIP-PRINSIP DASAR KEUANGAN SYARIAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas semester IV

Mata Kuliah:

PERENCANAAN KEUANGAN SYARIAH

Dosen Pengampu:

Meri piryanti, M.S.I.

Oleh:

Milatul Lu’luil Lathifah

Nim:

2020.03.01.0086

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AT-TAHDZIB

JURUSAN EKONOMI SYARIAH PRODI EKONOMI BISNIS ISLAM

REJOAGUNG NGORO JOMBANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana atas segala rahmat dan
karunianyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul
makalah kami ini adalah Prinsip-Prinsip Dasar Keuangan Syariah Dan Perusahaan Serta
Landasan Akad/Kontrak.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Ibu Meri Piryanti, M.S.I. selaku dosen mata kuliah Perencanaan Keuangan Syariah yang telah
memberikan tugas terhadap kami. Akmi juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah.

Kami jauh dari kata sempurna, namun kami harap makalah ini dapat bermanfaat
menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca. Dan karena keterbatasan waktu dan
kemampuan kami, maka kami mohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Jombang, Juni 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan ...................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Keuangan Syariah...................................................................................................5
B. Prinsip-prinsip keuangan syariah...........................................................................5
C. Macam-macam produk keuangan syariah..............................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................11
B. Kritik dan
Saran......................................................................................................11

DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keuangan syariah semakin diminati masyarakat indonesia. Hal itu terbukti
dengan data OJK yang mencatat aset keuangan berbasis syariah di indonesia.
Kelahiran bank syariah di indonesia didorong oleh keinginan masyarkat
Indonesia (terutama masyarakat Islam) yang berpendangan bunga merupakan riba,
sehingga dilarang oleh agama. Dari aspek hukum yang mendasari perkembangan
bank syariah di Indonesia adalah UU No. 7Tahun 1992. Dalam UU tersebut
prinsip syariah masih samar, yang dinyatakan sebagai prinsip bagi hasil. Prinsip
perbankan syariah secara tegas dinyatakan dalam UU No. 10 Tahun 1998, yang
kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia dan UU No. 3 Tahun 2004.

B. Rumusan Masalah
1. Keuangan Syariah
2. Prinsip-Prinsip Keuangan Syariah
3. Macam-Macam Produk Keuangan Syariah
C. Tujuan
1. Mengetahui Keuangan Syariah
2. Mengetahui Prinsip-Prinsip Keuangan Syariah
3. Mengetahui Macam-Macam Produk Keuangan Syariah

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keuangan Syariah
Keuangan syariah adalah salah satu sistem manajemen keuangan yang
menggunakan prinsip dan dasar hukum Islam sebagai pedomannya. Prinsip dan
dasar hukum Islam tidak hanya diaplikasikan pada sistem, tetapi juga berlaku pada
lembaga penyelenggara keuangan, termasuk produk-produk yang ditawarkannya.
Sebagai sebuah sistem manajemen keuangan, tujuannya adalah mengalihkan dana
nasabah yang tersimpan di lembaga penyelenggara keuangan kepada pengguna
dana. Keuangan syariah juga merupakan solusi umat islam dalam melakukan
transaksi jual beli atau hal lainnya.
Prinsip dasar syariah yang digunakan oleh sistem keuangan ini berasal dari
aturan yang sudah ditetapkan pada Al Qur’an dan juga sunah yang dipercaya oleh
agama Islam. Larangan yang dilakukan pada sistem keuangan syariah yaitu
melarang adanya riba, perjudian, monopoli, penipuan, gharar, penimbunan barang
dll. Oleh karena itu, segala aktifitas keuangan pada sistem ini harus sesuai dengan
prinsip syariah sebagaimana sudah diatur melalui Al Qur’an dan sunah.1

B. Prinsip-prinsip keuangan syariah


Praktik sistem keuangan syariah telah dilakukan sejak kejayaan Islam. Akan
tetapi,dikarenakan semakin melemahnya sistem kekhalifahan maka praktik sistem
keuangan syariah tersebut digantikan oleh sistem perbankan barat. Sistem tersebut
mendapat kritikan dari para 9 ahli fiqh bahwa sistem tersebut menyalahi aturan

1
Muh Arafah, SISTEM KEUANGAN ISLAM: SEBUAH TELAAH TEORITIS, Journal of Islamic Economic
and Business, 2019, I.

5
syariah mengenai riba dan berujung padakeruntuhan kekhalifan Islam. Pada tahun
1970-an, konsep sistem keuangan syariah dimulaidengan pengembangan konsep
ekonomi Islam.2
Dalam agama Islam ada prinsip dasar yang harus diikuti umatnya, sesuai
dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
‫ْس لِاْل ِء ْن َس ِن ِأاّل َ َما َس َعى( ) َواَ َّن َس ْعيَهُ َسوْ فَ يُ َرى( ) ثُ َّم يُجْ زَىهُ ْال َجزَ آ َء ااْل َوْ فَى‬
َ ‫) ( َواَ ْن لَي‬

Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa


yang telah diusahakannya dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat
(kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang
paling sempurna.” (QS. An-Najm:39-41).

Prinsip-prinsip Dasar Keuangan Islam mencakup 5 hal yaitu:

1. Ibadah
Islam adalah suatu agama yang mengajarkan segala sesuatu yang baik dan
bermanfaat bagi manusia. System keuangan dan perbankan islam merupakan
bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi islam dimana tujuannya
adalah memberlakukan system nilai dan etika islam kedalam lingkungan
ekonomi, kemampuan lembaga keuangan islam menarik investor dengan
sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu
menghasilkan keuntungan , tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut
secara sungguh-sungguh memperhatikan batas–batas yang digariskan oleh
islam. Islam berbeda dariagama-agama lainnya, dalam hal ini ia dilandasi oleh
iman dan ibadah. atau bisa dikatakan bahwa transaksi ekonomi yang dilakukan
oleh orang islam dan dilandasi oleh syariat islam akan bernilai ibadah di
hadapan Allah swt.
2. Keadilan
Prioritas utama dalam ajaran islam mengenai perekonomian adalah terciptanya
keadilan dan kesetaraan yang nyata. Pengertian keadilan dan kesetaraan, dari
produksi hingga distribusi, tertanam dalam system ini. Keadilan social dalam
islam terdiri dari penciptaan dan penyediaan kesempatan serta penghapusan
hambatan yang sama bagi semua anggota masyarakat. Hukum keadilan juga
dapat diartikan bahwa semua anggota masyarakat memiliki status hukum ,

2
Nur Kholis, ‘Potret Perkembangan Dan Praktik Keuangan Islam Di Dunia’, Millah: Jurnal Studi
Agama, XVII.1 (2017), 1–30 <https://doi.org/10.20885/millah.vol17.iss1.art1>.

6
perlindungan hukum, dan kesempatan hukum yang sama. Pengertian keadilan
ekonomi dan konsep distribusi keadilan yang menyertainya adalah
karakteristik dari system perekonomian islam: aturan yang mengatur perlakuan
ekonomi baik diizinkan maupun dilarang bagi konsumen, produsen, dan
pemerintah, serta hal-hal yang menyangkut hak milik, produksi, dan distribusi
kekayaan berdasarkan konsep keadilan social islam. Untuk menjamin adanya
keadilan, system syariat menyediakan sebuah jaringan aturan etika dan moral
untuk semuanya yang berpartisipasi dalam pasar dan mengharuskan norma-
norma saturan-aturan tersebut dipahami dan ditaati oleh semua.
3. Maslahah
Maslahah menurut bahasa berarti manfaat, segala sesuatu yang dianggap
maslahat itu haruslah berupa maslahat yang hakiki yaitu yang benar-benar
akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan, bukan berupa
dugaan belaka dengan hanya memprtimbangkan adanya kemanfaatan tanpa
melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkannya. Dalam ekonomi maslahah
biasanya menyangkut tentang bagaimana penggunaan dari uang yang
digunakan untuk transaksi yang seharusnya memprioritaskan kebutuhan umat
dari pada kepentingan umat. Tidak hanya itu tapi juga kehalalan toyiban juga
harus jadi prioritas untuk umat islam yang melakukan transaksi yang sesuai
dengan syariat islam, kehalalan toyiban ini menyangkut dari bagaimana cara
memperoleh uang itu sendiri dan memanfaatkannya.
4. Tidak boleh adanya riba
Istilah riba pertama kali diketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan
padamasa awal risalah kenabian Muhammad di makkah, kemungkinan besar
pada tahun ke IV atau V hijriah (614/615 M), praktek riba pada masa pra islam
meliputi segala bentuk tambahan (peningkatan) jumlah hutang yang menjadi
tanggungan debitur apabila tidak dapat mengembalikan hutangnya sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Dalam agama islam larangan bunga atau
larangan riba secara harfiah berarti “kelebihan” dan ditafsirkan sebagai
“peningkatan modal yang tidak bisa dibenarkan dalam pinjaman maupun
penjualan” ini adalah ajaran pokok dari system keuangan syariah. Atau lebih
tepatnya, semua tingkat pengembalian positif dan telah ditetapkan sebelumnya
yang terkait dengan jangka waktu dan jumlah pokok pinjaman(yaitu yang
dijamin tanpa memedulikan kinerja dari investasi tersebut) dianggap sebagai

7
riba dan dilarang. Hukum islam mendorong penerimaan keuntungan tetapi
melarang pengenaan bunga karena keuntungan ditentukan setelah kegiatan
yang melambangkan kesuksesan kewirausahaan dan penciptaan tambahan
kekayaan, dimana bunga ditentukan sebelum kegiatan sebagai biaya yang
diakui apapun hasil dari operasi bisnis yang dilakukan dan mungkin saja tidak
memberikan kekayaan.
5. Tidak boleh adanya gharar
Setelah riba, ambiguitas kontrak merupakan unsure penting dalamkontrak
keuangan. Dalam istilah sederhananya adalah gharar yang mengacu pada
ketidak pastian yang diciptakan oleh kurangnya informasi atau control dalam
kotrak. Hal ini dapat dianggap sebagai ketidak pedulian mengenai suatu unsur
penting dalam sebuah transaksi, seperti harga jual yang pasti atau kemampuan
penjual untuk memberikan apa yang telah dijual. Adanya ambiguitas membuat
kontrak batal dan tidak berlaku. Gharar dapat didefinisikan sebagai sebuah
situasi dimana salah satu pihak yang terikat kontrak memiliki informasi
mengenai beberapa unsur dari subjek kontrak yang tidak diberikan kepada
pihak lain atau dalam hal kedua pihak tidak memiliki control atas subjek dari
kontrak tersebut. Dengan mengingat pengertian keadilan dalam semua
transaksi komersial islam, syariat menganggap semua ketidak pastian tentang
jumlah, kualitas, pemulihan, atau keberadaan subjek kontrak sebagai bukti
adanya gharar. Namun, syariat mengizinkan para ahli hukum untuk
menentukan tingkat gharar dalam suatu transaksi dan bergantung pada
keadaan, apakah hal tersebut membatalkan kontrak atau tidak. Dengan
melarang gharar, syariat melarang bannyak kontrak yang dilakukan pada masa
pra islam, mengingat kontrak-kontrak tersebut terkait dengan ketidak pastian
yang berlebihan atau kegelapan pada salah satu pihak yang terlibat kontrak.
Dalam banyak kasus, gharar dapat dihilangkan hanya dengan menyatakan
objek penjualan dan harganya. Sebuah kontrak yang terdokumentasi dengan
baik juga menghilangkan ambiguitas. Mengingat gharar adalah ketidak pastian
yang berlebihan, kita dapat menyamakannya dengan unsur resiko. Beberapa
berpendapat bahwa larangan gharar adalah salah satu cara untuk mengelola
resiko dalam islam karena transaksi bisnis berdasarkan pembagian laba dan
rugi yang mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk melekukan due diligence
sebelum sepakat dalam sebuah kontrak. Larangan gharar memaksas berbagai

8
pihak untuk menghindari kontrak dengan tingkat asimetri informasi yang
tinggi dan tingkat pembayaran ekstrem; juga membuat pihak-pihak yang
terlibat untuk lebih bertanggung jawab dan accountable. Memperlakukan
gharar sebagai resiko dapat menghalangi transaksi perdagangan instrument
derivative yang dirancang untuk mengalihkan resiko dari suatu pihak ke pihak
lain. Area lain dimana larangan gharar menimbulkan perhatian adalah
transaksi keuangan kontemporer dibidang asuransi. Beberapa berpendapat
bahwa kontrak asuaransi menyangkut nyawa seseorang termsuk dalam definisi
gharar dan membatalkan kontrak. Maslah ini masih dalam tinjauan dan belum
terpecahkan sepenuhnya.
C. Macam-macam Produk Keuangan Syariah
Berikut ini adalah beberapa produk bank syariah di indonesia yang dapat di
manfaatkan masyarakat secara luas berdasarkan kebutuhan.3
1. Tabungan Syariah
Tabungan syariah terikat dengan adanya kesepakatan atau akad antara nasabah
dan bank, yaitu akad mudharabah tentang simpanan yang pengelolaannya
diberikan kepada bank dengan sistem bagi hasil.
Produk syariah ini menerapkan sistem bagi hasil. Jadi, bukan bunga karena
adanya unsur riba yang tidak halal.
Bank syariah berperan mengelola dana simpanan untuk disalurkan sebagai
modal usaha produktif yang sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungannya
diberikan dalam bentuk bagi hasil kepada nasabah sesuai kesepakatan.
2. Deposito Syariah
Deposito syariah adalah produk simpanan berjangka yang dikelola bank
syariah. Produk ini bisa didapatkan untuk nasabah perorangan dan perusahaan
dengan menggunakan prinsip mudharabah. Deposito syariah bisa ditarik
setelah jangka waktu simpanan telah berakhir atau jatuh tempo, yaitu pilihan 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, hingga 24 bulan.
Manfaat memiliki deposito syariah adalah pembagian keuntungan bisa diatur
sendiri dan bisa dijadikan jaminan pembiayaan, pengelolaan dana secara
syariah jadi dipastikan halal, adanya fasilitas Automatic Roll Over (ARO),
dana nasabah dipastikan aman karena dijamin Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS)
3
Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2003).

9
3. Gadai Syariah
Gadai syariah adalah produk pinjaman tunai dari bank syariah kepada
nasabahnya. Khususnya dalam hal ini, gadai syariah menggunakan akad rahn
atau ijarah. Sebagai syarat utama, nasabah wajib menyerahkan barang
jaminan. Pada penerapannya, jika nasabah atau debitur tidak sanggup
melunasi cicilan, barang jaminan akan dijual untuk menutupi utang. Jika harga
jualnya melebihi utang, kelebihannya akan dikembalikan kepada debitur.
Untuk biaya administrasi, debitur dikenakan biaya pemeliharaan barang.
Sebagaimana dalam pandangan Islam bahwa barang gadai tetap menjadi milik
debitur, otomatis biaya pemeliharaan akan ditanggung debitur yang kemudian
dibayarkan kepada kreditur atau bank.
4. Pembiayaan atau Pinjaman Syariah
Pinjaman syariah adalah produk pinjaman dari bank syariah. Nasabah wajib
melunasi utang tersebut dalam bentuk pembayaran langsung atau cicilan.
Transaksi semacam ini tidak tidak tergolong riba selama bertujuan tolong-
menolong dan tetap mengikuti syariat. Keuntungan bank didapatkan dari
margin harga beli barang di toko dengan harga jual kepada nasabah. Misalnya,
nasabah meminjam uang tunai untuk membeli komputer, bank syariah akan
membelikannya terlebih dahulu di toko. Lalu, komputer itu dijual kepada
nasabah dengan harga yang telah dimasukkan margin. Contoh lainnya dikenal
dengan sistem bagi hasil, yaitu saat kita pinjam sejumlah uang untuk modal
usaha. Bank akan dapat beberapa persen dari profit usaha kita nantinya.
Persentase profit sharing akan disetujui bersama di muka.
5. Giro Syariah
Giro syariah adalah produk simpanan di bank syariah yang dana bisa ditarik
dengan menggunakan cek atau bilyet giro selain kartu ATM. Nasabah giro,
disebut juga dengan giran, bisa dari perorangan atau badan hukum yang
membutuhkan kemudahan bertransaksi dalam jumlah yang sangat besar kapan
saja.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keuangan syariah adalah salah satu sistem manajemen keuangan yang
menggunakan prinsip dan dasar hukum Islam sebagai pedomannya. Praktik sistem
keuangan syariah telah dilakukan sejak kejayaan Islam. Prinsip dasar syariah yang
digunakan oleh sistem keuangan ini berasal dari aturan yang sudah ditetapkan pada Al
Qur’an dan juga sunah yang dipercaya oleh agama Islam, dan berbagai produk-produk
keuangan syariah.
B. Kritik dan saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak sekali
kesalahan dan masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih berhati-
hati dalam menjelaskan dengan mengacu pada sumber yang dapat di pertanggung
jawabkan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang lebih
membangun tentang pembahasan makalh diatas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Muh Arafah, Sistem Keuangan Islam: Sebuah Telaah Teoritis, Journal of Islamic Economic
and Business, 2019, I.
Nur Kholis, ‘Potret Perkembangan Dan Praktik Keuangan Islam Di Dunia’, Millah: Jurnal Studi
Agama, XVII.1 (2017), 1–30 <https://doi.org/10.20885/millah.vol17.iss1.art1>.
Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2003).

12

Anda mungkin juga menyukai