Oleh :
Surono 091824553010
Bintang Ramadhan Putra 091824553024
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ...................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak sekali keterangan dari dalam Al-Quran yang menyinggung
masalah ekonomi, secara eksplisit maupun implisit. Bagaimana jual-beli yang
baik dan sah menurut Islam, pinjam meminjam dengan akad-akad yang sah
sampai dengan pelarangan riba dalam perekonomian. Semuanya dikupas secara
tuntas dalam hukum dan syari'ah Islam. Dalam Islam ini yang menjadi panutan
serta tauladan dalam penerapan hukum ekonomi Islam adalah Rasulullah Saw.
Sehingga diharapkan dengan menjalankan ekonomi Islam, manusia dapat
menemukan sebuah kesetiaan dan sesejatian dalam Islam yang diharapkan hal
ini dapat memberikan kesejahteraan bagi semua manusia. Cocok sekali dengan
tujuan Islam yakni Islam diturunkan untuk makhluk di bumi ini agar selamat
sejahtera.
Ekonomi Islam bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi
jangka panjang dan memaksilkan kesejahteraan manusia (falah). Falah berarti
terpenuhinya kebutuhan individu masyarakat dengan tidak mengabaikan
keseimbangan kepentingan sosial, keseimbangan, ekologi dan tetap
memperhatikan nilai-nilai keluarga dan norma-norma dalam masyarakat
(Chapra,2000). Sebagai konsekuensinya, diperlukan sejumlah etika pokok
dalam ekonomi sehingga falah itu terwujud. Etika-etika tersebut adalah :
Kesatuan(Tauhid), Keseimbangan/kesejajajran (Equilibrium), Kehendak
Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab (Resposibility ( Naqvi, 2003).
Sistem Keuangan Islam diharapkan mampu menjadi alternatif terbaik
dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga dalam
sistem keuangan islam memilik dampak makr yang cukup signifikan, karena
bukan hanya prinsip investasi langsung saja yang harus bebas dari bunga,
namun prinsip investasi tak langsung juga harus bebas dari bunga. Perbankan
sebagai lembaga perantara keuangan(financial intermediary), namun juga
3
sebagai industri penyedia jasa keuangan (financial industry) dan instrumen
kebijakan moneter yang utama (Sudarsono, 2003).
Sistem Keuangan Islam, dengan prinsip bagi hasil sebagai pengganti
prinsip bunga , menempatkan perbankan tidak hanya sebagai lembaga
intermediasi keuangan, tetapi lebih pada lembaga intermediasi
investasi (investment intermediary). Hal ini disebabkan karena hubungan antara
Bank Islam dengan nasabah lebih dominan pada huungan pemodal-pengusaha
atau modal ventura daripada kreditur-debitur. Oleh karenanya, sistem keuangan
Islam yang ideal akan ditandai oleh sinergi antara sektor keuangan dan sektor
riil. Melemahnya produktivitas sektor riil akan secara langsung dirasakan pula
oleh sektor keuangan karena bagi hasil yang akan diterima oleh perbankan akan
menurun. Begitu juga, bagi hasil yang akan diberikan oleh perbankan Islam
kepada pemodal juga akan menurun.
Sebaliknya, jika sektor riil mengalami peningkatan produksi, maka
dampaknya akan langsung dirasakan oleh sektor keuangan. Dengan demikian,
jika sistem bagi hasil ini dapat berjalan dengan efisien, maka pertumbuhan
ekonomi semu tidak akan terjadi dan investasi akan menuju pada proyek-proyek
yang profitable. Tenunya hal ini akan terwujud jika sistem ekonomi didukung
oleh budaya masyarakat dan sisem legal serta administrasi yang sesuai dengan
syari’ah islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Sistem Keuangan Islam dalam kacamata worldview ekonomi?
2. Apa perbedaan Sistem Keuangan Islam dengan sistem keuangan lainya ?
3. Instrument apa yang menjadi penyusun Sistem Keuangan Islam ?
4. Bagaimana stabilitas Sistem Keuangan Islam ?
5. Bagaimana peran Sistem Keuangan Islam dalam ekonomi ?
6. Bagaimana Institutional Theory Sistem Keuangan Islam ?
4
C. Tujuan
1. Membahas dan mendiskusikan definisi Sistem Keuangan Islam dalam
kacamata worldview ekonomi
2. Membahas dan mendiskusikan perbedaan Sistem Keuangan Islam dengan
sistem keuangan lainya
3. Membahas dan mendiskusikan Instrument yang menjadi penyusun Sistem
Keuangan Islam
4. Membahas dan mendiskusikan Bagaimana stabilitas Sistem Keuangan
Islam
5. Membahas dan mendiskusikan Bagaimana peran Sistem Keuangan Islam
dalam ekonomi
6. Membahas dan mendiskusikan Bagaimana Institutional Theory Sistem
Keuangan Islam
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
tersusun atas jaringan antar lembaga keuangan syariah, sehingga dapat
dikatakan bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan bagian dari
sistem keuangan syariah. Lembaga Keuangan Syariah itu sendiri dapat
diartikan sebagai lembaga yang melayani/mengeluarkan jasa-jasa/produk-
produk keuangan syariah, serta memiliki izin sebagai lembaga keuangan
(Yaya, Maratawireja, & Abdurahim, 2014). Contoh lembaga keuangan
syariah antara lain, Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KJKS), Asuransi
Syariah, Unit Usaha Syariah, dan lain sebagainya. Sekumpulan lembaga
keuangan syariah tersebut disusun secara sistematis untuk menjalankan
transaksi-transaksi keuang syariah. Sehingga Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Keuangan
Syariah secara kesluruhan. Lembaga Keuangan Syariah secara bersama-
sama bersinergi membangun sebuah sistem keuangan yang disebut sebagai
sistem keuangan syariah.
7
namun didasari atas dasar suka sama suka; bebas dari maysir (spekulasi),
riba, gharar (ketidakpastian), dan bathil; bebas dari upaya mengendalikan
harga; bersifat transparan; transaksi berlandaskan pada kerja sama yang
saling menguntungkan dan solidaritas; mengimplementasikan zakat; dan
tentunya transaksi yang dilaksanakan berorientasi kepada kemashlahatan
umat. Prinsip tabi’i dihasilkan dari pendekatan yang berbeda, yaitu melalui
interpretasi akal dan ilmu pengetahuan dalam bisnis, seperti manajemen
permodalan, dasar dan analisis teknis, manajemen cash flow, manajemen
risiko, dan yang lainnya.
Jika ditinjau sistemnya, lembaga keuangan syariah harus memiliki
instrumen-instrumen yang menunjang berbagai tujuan. Tujuan tersebut di
antaranya adalah mampu memelihara keadilan dan keseimbangan (‘adl wa
tawazun) yang mampu mengalokasikan dan mendistribusikan sumber daya
sesuai ajaran agama Islam, mampu meningkatkan efisiensi sumber daya
dengan adanya mekanisme harga, dan intermediasi keuangan yang didasari
oleh prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Prinsip profit dan
loss sharing inilah salah satu prinsip yang mampu membuat lembaga
keuangan syariah tahan terhadap krisis ekonomi silam karena tingkat
pengembaliannya tidak berdasarkan pada tingkat suku bunga (interest
spread based). Lembaga keuangan syariah yang ideal juga merupakan
lembaga yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan para nasabahnya
yaitu dengan memberikan kemudahan dalam pengaksesan produk, kualitas
pelayanan, dan peningkatan infrastruktur di lembaga keuangan syariah
tersebut
8
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil dan Menggunakan sistem bunga dalam
Jual Beli transaksi
Berorientasi pada keuntungan dan Berorientasi pada profit semata
kemakmuran serta kebahagiaan dunia
akhirat
Penghimpunan dan penyaluran dana Tidak diawasi oleh DPS
harus sesuai dengan Fatwa DPS
Hubungan dengan nasabah dalam Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan bentuk kreditur dan debitur
1. Pelaporannya
Konven = Neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan
ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan.
Syariah = Neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan
ekuitas, laporan perubahan dana investasi terkait, laporan konsiliasi
pendapatan dan bagi hasil, laporan sumber dana, dan penggunaan zakat,
terakhir adalah penggunaan dana kebaikan.
9
4. Penyelesaian Sengketa
Jika mengalami permasalahan dengan lembaga keuangan syariah akan
diselesaikan dengan syariah pula. Sedangkan konvensional berurusan
dengan pengadilan negeri.
Lembaga yang mengatur hukum syariah di Indonesia adalah BAMUI
(Badan Arrbitrase Muamalah Indonesia).
5. Usaha yang Dibiayai
Syariah menekankan pada rasa kepercayaan bahwa setiap aktivitas manusia
memiliki nilai akuntabilitas dan menepatkan akhlak sebagai sebagai
parameternya.
10
dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan
kesepakatan, sedang kerugian ditanggung secara proporsional sesuai
dengan kontribusi modal.
c. Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan
prinsip syariah.
d. Saham syariah produknya harus sesuai dengan syariah.
2. Akad jual beli/sewa menyewa, kelompok akad ini adalah:
a. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan biaya perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang dijual belikan
belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan
pembayarananya dilakukan secara tunai.
c. Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam
istishna’ pembayaran dapat dilakukan di muka cicilan dalam beberapa
kali (termin) atau ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu.
d. Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan
penyewa untuk mendapakan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
3. Akad lainnya meliputi:
a. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
b. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang
kepada pihak yang menima titipan dengan catatan kapan pun titipan
diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali
uang/barang titipan tersebut.
c. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang mempersyaratkan adanya
imbalan, waktu pengambilan pinjaman ditetapkan bersama antara
pemberi dan penerima pinjaman.
d. Al-Wakalah adalah jangka pemberian kuasa dari satu pihak kepihak
yang lain.
e. Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas
pembayaran utang atas suatu pihak atau pihak lain.
11
f. Hiwalah adalah pengalian utang atau piutang dari pihak pertama (al-
muhil) kepada pihak lain (al-muhal ’alaih) atas dasar saling
mempercayai.
g. Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan pinjaman aset.
12
4. Jaminan sosial. Di dalam al-Quran banyak dijumpai ajaran yang menjamin
tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat.
5. Pelarangan terhadap praktek-praktek usaha yang kotor. Ada beberapa
praktek bisnis yang dilarang dalam Islam seperti pelarangan
terhadap praktek penimbunan, takhfîf (curang dalam timbangan), tidak
jujur, tidak menghargai prestasi, proteksionisme, monopoli, spekulasi,
pemaksaan dan lainlain. Hal ini dilarang karena bila ditolerir akan dapat
merusak pasar sehingga kealamiahan pasar menjadi rusak dan terganggu.
6. Peranan Negara. Untuk tegaknya tujuan dan nilai-nilai sistem ekonomi
syariah diatas diperlukan power atau peranan negara terutama dalam aspek
hukum, perencanaan dan pengawasan alokasi atau distribusi sumber daya
dan dana, pemerataan pendapatan dan kekayaan serta pertumbuhan dan
stabilitas ekonomi.
13
3. mempertahankan dan meningkatkan fungsi-fungsi utama tersebut bahkan
ketika terkena guncangan eksternal atau membangun ketidakseimbangan
melalui mekanisme perbaikan sistem.
De Graeve, et al (2008) melakukan pendekatan mikro-makro dengan
model yang terintegrasi dalam menganalisa kepekaan sektor perbankan
terhadap guncangan ekonomi makro. Menurut Zeman, et al (2004:4) bank lebih
rentan terhadap dampak negatif dari berbagai guncangan ekonomi makro.
Misalnya, ketika GDP mengalami penurunan pertumbuhan dapat memperburuk
situasi keuangan rumah tangga dan perusahaan sehingga akan meningkatkan
kerugian kredit pada portofolio perbankan (Ichsan, 2011: 13).
Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada
intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak
stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan
ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari
berbagai sumber:
a. ” Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan
menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan
terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.”
b.” Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan
terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan
fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara
baik.”
c. ” Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme
ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko
berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.”
Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan
penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor
keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam
penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara
kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan
pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal
14
(domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan
antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.
Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang
didukung oleh perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan
menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu,
inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan kompleksitas
yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain dapat
mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan
meningkat dan semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya
mengatasi ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya
lebih bersifat forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi
sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya
dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin
membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan
perekonomian.
15
ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi hasil) bagi semua
pihak yang terlibat dengan penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan.
Tujuan dan fungsi paling fundamental dari sistem keuangan Islam:( Agustianto,
2002)
1. Kesejahteraan ekonomi yang menyeluruh berdasarkan full employment dan
tingkat pertumbuhan ekonomi optimum.
2. Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan
kesejahteraan.
3. Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of change
dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam
penangguhan pembayaran dan nilai tukar yang stabil.
4. Mobilitas dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan
jaminan pengembalian yang adil dan prospektif.
5. Penagihan yang efektif dari semua jasa dan produk perbankan.
Untuk memberikan dampak yang lebih signifikan terhadap
ekonomi, sistem keuangan Islam perlu memiliki porsi yang lebih signifikan
terhadap total asset keuangan, yakni setidaknya 20 persen. Oleh karena itu,
pemerintah, bank sentral, dan agen-agen ekonomi yang peduli pada sistem
keuangan Islam perlu bekerja lebih keras. Terkait dengan itu, setidaknya ada
lima langkah dalam mempercepat perkembangan sistem keuangan syariah, baik
secara nasional maupun internasional.
a. perlunya memperkuat sistem pengaturan dan pengawasan lembaga
keuangan Islam. Tingkat pertumbuhan keuangan Islam sangatlah beragam
di berbagai negara. Tingkat perkembangan ini memiliki korelasi
yang positif terhadap tingkat pengaturan dan pengawasan. Sistem keuangan
yang kurang baik di berbagai negara terkadang disebabkan tidak layaknya
peraturan dan pengawasan yang ada, sehingga diperlukan kolaborasi dalam
mengisikesenjangan pengaturan yang ada.
b.perlunya koordinasi dan kerjasama internasional. Berdasarkankodratnya,
sistem keuangan Islam lebih tahan dan lebih stabil dari guncangan
keuangan. Namun demikian, pada kenyataannya, harus disadari bahwa
16
operasional dari sistem keuangan Islam tidaklah terisolasi dari sistem
keuangan konvensional. Dalam situasi demikian, diperlukan kerja sama dan
koordinasi internasional. Saat ini, sudah terdapat beberapa lembaga
internasional, seperti internasional Financial Services Board (IFSB) di
Malaysia, International Islamic Financial Markets (IIFM), dan Accounting
& Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) di
Bahrain. Peran dari institusi-institusi tersebut sebaiknya diperkuat dan
ditingkatkan.
c. perlunya kolaborasi di tingkat pengawasan sistem keuangan Islamlintas
negara. Saat ini, telah terlihat banyak lembaga keuangan Islam yang
beroperasi secara global, namun memiliki kekurangan kolaborasi di
dalampengawasan lintas negara. Hampir seluruh kolaborasi pada
sistem keuangan Islam fokus terhadap standar regulasi dan manajemen
likuiditas.
d.perlunya model bisnis sistem keuangan Islam khususnya diperbankan
syariah, dengan memberikan penekanan pada bisnis di sektor rillketimbang
pasar keuangan. Selain lebih mempromosikan pertumbuhan yang
berkesinambungan. Model seperti ini lebih mampu menahan tekanan
krisiskeuangan. Perkembangan keuangan ekonomi Islam di Indonesia
sampai saat ini masih sejalan dengan model bisnis. Hal ini disebabkan
adanya perkembangan produk sistem keuangan Islam yang didorong oleh
pasar dalam memenuhi permintaan di sektor riil. Namun demikian, strategi
ini bukan berartimelupakan upaya perkembangan produk-produk
keuangan Islam di Indonesiayang terhitung masih agak tertinggal.
e. perlunya penetapan acuan rate of return berdasarkan prinsip Islamyang
sesungguhnya. Prinsip berbagi keuntungan dan kerugian merupakan
semangat terciptanya sistem keuangan Islam. Namun demikian, sampat saat
ini, lembaga keuangan Islam sepertinya cenderung mengacu pada rate of
returnsistem perbankan konvensional, yakni suku bunga. Perilaku seperti
ini membawa risiko bagi reputasi lembaga keuangan Islam itu sendiri.
17
F. Institutional Theory Sistem Keuangan Islam
1. Teori institusional
Dasar pemikiran teori institusional (Institutional Theory) adalah
bahwa untuk bertahan hidup, organisasi harus meyakinkan kepada publik
atau masyarakat bahwa organisasi adalah entitas yang sah (legitimate) serta
layak untuk didukung (Meyer dan Rowan, 1977). Scott (2008) dalam
Villadsen (2011) menjelaskan bahwa teori institusional digunakan untuk
menjelaskan tindakan dan pengambilan keputusan dalam organisasi. Teori
institusional telah muncul menjadi terkenal sebagai penjelas yang kuat dan
populer, baik untuk tindakan-tindakan individu maupun organisasi yang
disebabkan oleh faktor eksogen, faktor eksternal, faktor sosial, faktor
ekspektasi masyarakat, dan faktor lingkungan (Jun dan Weare, 2010) dalam
Basuki dan Ridha (2012). Teori institusional berpendapat bahwa organisasi
atau individu yang mengutamakan legitimasi akan memiliki kecenderungan
untuk berusaha menyesuaikan diri pada harapan eksternal atau harapan
sosial (Basuki dan Ridha 2012) dimana organisasi berada. Organisasi
publik yang cenderung untuk memperoleh legitimasi akan cenderung
memiliki kesamaan atau isomorfisme (isomophism) dengan organisasi
publik lain (DiMaggio dan Powell, 1983).
2. Ekonomi Institusional
Ekonomi institusional secara umum adalah sebuah mazhab
pemikiran dalam ilmu ekonomi yang berisi pandangan bahwa perilaku
ekonomi (economic behavior) seseorang atau suatu pihak sangat
dipengaruhi oleh institusi tertentu. Institusi sendiri dalam hal ini memiliki
arti yang cukup luas dan secara singkat dapat didefinisikan sebagai “aturan
main” dalam suatu kelompok masyarakat, baik yang sifatnya formal
maupun informal, yang sengaja disusun untuk membatasi atau mengatur
hubungan antar manusia yang ada dalam kelompok masyarakat tersebut.
Institusi formal dapat berupa peraturan, regulasi, hukum perundangan dll;
sementara institusi informal dapat berupa konvensi, tren, budaya, dsb.
Dengan demikian institusi di sini tidak sama dengan organisasi. Mazhab
18
Institusional pada awalnya muncul sebagai sanggahan terhadap pandangan
atau mazhab ekonomi neo-klassik yang menyatakan bahwa perilaku
ekonomi seseorang adalah semata-mata didasarkan pada keinginan setiap
individu untuk memaksimalkan keuntungan (maximizing profit behaviour).
Istilah “ekonomi institusional” (institutional economics) pertama
kali diperkenalkan oleh Walton Hamilton pada tahun 1919. Namun tokoh-
tokoh awal yang secara konvensional dianggap sebagai pendiri mazhab
institusional dalam ekonomi diantaranya adalah Thorstein Veblen, Wesley
Mitchell, dan John R. Commons. Menurut Rodrik (2003) dalam Arsyad
(2010), ada empat fungsi institusi dalam kaitannya dengan mendukung
kinerja perekonomian, yaitu:
a. Menciptakan pasar (market creating) yaitu institusi yang melindungi
hak kepemilikan dan menjamin pelaksanaan kontrak.
b. Mengatur pasar (market regulating) yaitu institusi yang bertugas
mengatasi kegagalan pasar yakni institusi yang mengatur masalah
eksternalitas, skala ekonomi (economies of scale) dan
ketidaksempurnaan informasi untuk menurunkan biaya transaksi
(misalnya: lembaga – lembaga yang mengatur telekomunikasi,
transportasi dan jasa – jasa keuangan).
c. Menjaga stabilitas (market stabilizing) yaitu institusi yang menjaga agar
tingkat inflasi rendah, meminimumkan ketidakstabilan makroekonomi
dan mengendalikan krisis keuangan (misalnya: bank sentral, sistem
devisa, otoritas moneter dan fiskal).
d. Melegitimasi pasar (market legitimizing) yaitu institusi yang
memberikan perlindungan sosial dan asuransi, termasuk mengatur
redistribusi dan mengelola konflik (misalnya: sistem pensiun, asuransi
untuk pengangguran dan dana – dana sosial lainnya).
Negara – negara dengan institusi yang baik lebih mampu
mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien, sehingga
perekonomiannya bisa bekerja lebih baik. Institusi yang kuat juga akan
melahirkan kebijakan ekonomi yang tepat dan kredibel, sehingga berbagai
19
bentuk kegagalan pasar bisa teratasi. Sebaliknya, institusi yang buruk hanya
akan menjadi sebuah beban yang akan senantiasa menghalangi
perekonomian untuk bisa bekerja dengan baik. Kebijakan yang dilahirkan
oleh sebuah institusi yang buruk juga berpotensi besar mengalami
kegagalan di tataran kebijakan (policy failure). Hal tersebut tentu saja akan
semakin memperburuk kerugian yang ditimbulkan oleh adanya kegagalan
pasar.
3. Fase Ekonomi Institusional
Dalam perkembangannya institusional ekonomi terbagi menjadi 2
fase yakni :
a. Teori Institutional Lama
Ekonomi Institusional Lama ini dibangun dan berkembang di
kawasan Amerika Utara, para tokohnya antara lain: Veblen, Commons,
Mitchell dan Clarence Ayres. Ekonomi Institusional Lama ini muncul
sebagai kritik terhadap aliran neoklasik. Para tokoh Ekonomi
Institusional Lama mengkritik keras aliran neoklasik karena:
1) Neoklasik mengabaikan institusi dan oleh karena itu mengabaikan
relevansi dan arti penting dari kendala – kendala non anggaran
(nonbudgetary constraints).
2) Penekanan yang berlebihan kepada rasionalitas pengambilan
keputusan (rational-maximizing self-seeking behaviour of
individuals).
3) Konsentrasi yang berlebihan terhadap keseimbangan (equilibrium)
serta bersifat statis.
4) Penolakan neoklasik terhadap preferensi yang dapat berubah atau
perilaku adalah pengulangan atau kebiasaan (Nabli&Nugent, 1989
dalam Arsyad, 2010).
b. Teori Institutional Baru
Ekonomi Institusional Baru mencoba untuk menawarkan
ekonomi lengkap dengan teori dan institusinya (Nabli&Nugent, 1989
dalam Arsyad, 2010). Ekonomi Institusional Baru menekankan
20
pentingnya institusi, tetapi masih menggunakan landasan analisis
ekonomi neoklasik. Beberapa asumsi ekonomi neoklasik masih
digunakan, tetapi asumsi tentang rasionalitas dan adanya informasi
sempurna (sehingga tidak ada biaya transaksi) ditentang oleh Ekonomi
Institusional Baru. Menurut Ekonomi Institusional Baru, institusi
digunakan sebagai pendorong bekerjanya sistem pasar.
Arti penting dari Ekonomi Institusional Baru adalah:
1) Ekonomi Institusional Baru merupakan seperangkat teori yang
dibangun di atas landasan ekonomi neoklasik, tetapi Ekonomi
Institusional Baru mampu menjawab bahkan mengungkapkan
permasalahan yang selama ini tidak mampu dijawab oleh ekonomi
neoklasik. salah satu permasalahan tersebut adalah eksistensi sebuah
perusahaan sebagai sebuah organisasi administratif dan keuangan.
Ekonomi Institusional Baru merupakan sebuah paradigma baru di
dalam mempelajari, memahami, mengkaji atau bahkan menelaah
ilmu ekonomi.
2) Ekonomi Institusional Baru begitu penting dan bermakna di dalam
konteks kebijakan ekonomi sejak dekade 1990-an, karena Ekonomi
Institusional Baru berhasil mematahkan dominasi superioritas
mekanisme pasar. Ekonomi Institusional Baru telah memposisikan
dirinya sebagai pembangun teori institusional non-pasar (non-
market institutions). Ekonomi Institusional Baru telah
mengeksplorasi faktor – faktor non-ekonomi, seperti hak
kepemilikan, hukum kontrak dan lain sebagainya sebagai satu jalan
untuk mengatasi kegagalan pasar (market failure). Menurut
Ekonomi Institusional Baru, adanya informasi yang tidak sempurna,
eksternalitas dan fenomena free-riders di dalam barang barang
publik dinilai sebagai sumber utama kegagalan pasar, sehingga
kehadiran institusi non-pasar mutlak diperlukan.
3) Ketika studi – studi pembangunan memerlukan satu landasan
teoritis, Ekonomi Institusional Baru mampu memberikan solusinya.
21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem keuangan Islam adalah sistem keuangan yang berdasarkan prinsip
prinsip Islam, bagaimana cara memproduksinya, mendapatkannya dan
mendistribusikannya sesuai dengan jalan yang telah di atur oleh Al-Qur’an, Sunnah
dan juga Ijma Ulama serta memberikan kontribusi yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Sistem keuangan Islami dilakukan untuk memenuhi maqashidus syariah
bagian memelihara harta. Dalam menjalankan sistem keuangan Islam, faktor yang
paling utama adalah adanya akad/ kontrak/ transaksi yang sesuai dengan syariah
Islam. Agar akad tersebut sesuai syariah maka harus memenuhi prinsip keuangan
syariah, yang berarti tidak mengandung hal-hal yang dilarang syariah. Prinsip
keuangan syariah sendiri secara ringkas harus mengacu pada prinsip rela sama rela,
tidak ada pihak yang mendzalimi dan didzalimi, hasil usaha muncul bersama biaya,
dan untung muncul bersama resiko. Dari prinsip ini berkembanglah berbagai
instrumen keuangan syariah.
22
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal, Zamir Dan Abbas Mirakhor. 2008. Pengantar Keuangan Islam: Teori
dan Praktek. Jakarta: Kencana.
Nurhayati, Sri. 2015. Akuntansi Syariah Di IndonesiaEdisi 4. Jakarta:
Salemba Empat.
Soemitra, Andri.2010. Bank Dan Lembaga Keuangan Shari’ah. Jakarta: Kencana.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung. CV. Pustaka Setia.
Veithzal Rivai, Haji. 2013. Commercial Bank Management:
Manajemen Perbankan Dari Teori Ke Praktik. Jakarta PT. Raja Grafindo
Persada
Sundjaja Ridwan S. & Barlian Inge, Manajemen Keuangan, edisi ke lima, Literata
Lintas Media, Jakarta, 2003.
Dienul Islam, Drs. Nasruddin Razak, Al-Ma’arif Bandung, 1989
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI Press, 1998),h.
8
Agustianto, Percikan Pemikiran Ekonomi Islam (Bandung: Citapustaka Media,
2002), h. 48
M. Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi; Sebuah tinjauan Islam, (Jakarta :
Gema Insani Press) hal:100
Syed Nawab Hader Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar,2003) hal: 37
Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan
Ilustrasi, Edisi II (Yoguyakarta: Ekonisia, 2003) hal; 5
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf(Jakarta: UI Press,
1988), h. 5-6.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Bandung: Gunung Djati Press, 1997), h. 2.
TM Hasbi Ash-Shiddqiey, Pengantar Hukum Islam (Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 1997), h. 177-179.
Ridha dan Basuki. 2012. Pengaruh Tekanan Eksternal, Ketidakpastian Lingkungan,
Dan Komitmen Managemen Terhadap Penerapan Transparansi Pelaporan
Keuangan, Proceeding SNA 15, Banjarmasin
Villadsen, A. R. 2011. Structural Embeddedness of Political Top Executives as
Explanation of Policy Isomorphism. Journal of Public Administration
Research and Theory.
23
Sesi Diskusi Makalah
1. Yususf Kurniawan
Bagaimana theory institutional dalam sistem keuangan Islam?
Teori institusional dalam sistem keuangan Islam yaitu dimana sebuah sistem
atau struktur yang dapat mempengaruhi prilaku masyarakat dalam melakukan
tindakan atau aktivitas ekonomi yang sesuai dengan nilai dan prinsip ekonomi
Islam, dalam ekonomi islam dikenal dengan tiga mazhab ekonomi islam
(Iqtishaduna, Mainstream dan Analisis-Kritis ) untuk mempengaruhi
masyarakat dalam bertindak atau melakukan kegiatan ekonomi islam. oleh
karena itu dalam teori istitusional dalam keuangan islam akan terkait dengan
maqasyid syariah dan beberapa mazhab dalam ekonomi Islam.
3. Aditya Kusuma
Bagaimana Stabilitas sistem keuangan Islam dan penerapan sistem keuangan
secara kaffah ?
Stabilitas sistem keuangan islam tercermin dengan adanya baitul maal yang
memenuhi apa yang dibutuhkan dan sebagai sarana untuk penyimpan kekayaan
untuk didistribusikan ketika terjadi kekurangan. Disisi lain intervensi pemimpin
ketika terjadi distorsi pasar sangat diperhatikan. Sehingga keuangan yang ada
dimasyarakat dan pasar berputar dan berjalan selaras dan seimbang . dilain sisi
stabilitas sistem keuangan islam memfasilitasi alokasi sumber daya ekonomi
secara efisien dan efektif, menilai, menghargai, mengalokasikan, dan mengelola
risiko keuangan , dan mempertahankan dan meningkatkan fungsi-fungsi utama
tersebut bahkan ketika terkena guncangan eksternal atau membangun
ketidakseimbangan melalui mekanisme perbaikan sistem.
Dalam penerapan keuangan islam secara mnyeluruh dibutuhkan keseriusan dan
meluruskan dalam beragama dan berakidah serta akhlak sehingga menghasilkan
sumberdaya insani yang mempunyai dasar yang kuat serta keilmuan yang
kokoh, selain itu sistem yang diterapkan juga harus menyeluruh sistem yang
24
mengedepankan nilai-nilai dan prinsip ekonomi islam dan al-Quran dan Hadis
dijadikan sebagai pedoman dan sumber hukum utama dalam menetapkan
kebijakan dan mengatasi sesuatu masalah.
4. Maya Maulida
Bagaimana sistem keuangan dalam perpsektif Islam ?
Sistem keuangan Islam / syariah merupakan sebuah jaringan kerja antar institusi
keuangan di suatu negara yang tersusun secara sistematis, yang berfungsi untuk
menjalankan transaksi-transaksi keuangan yang berlandaskan prinsip-prinsip
syariah. Sistem keuangan syariah tersusun atas jaringan antar lembaga
keuangan syariah, sehingga dapat dikatakan bahwa Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) merupakan bagian dari sistem keuangan syariah. Lembaga Keuangan
Syariah itu sendiri dapat diartikan sebagai lembaga yang melayani/
mengeluarkan jasa-jasa/produk-produk keuangan syariah
25