Anda di halaman 1dari 19

EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN

UMMAT

DI SUSUN OLEH :

FATHURRAHMAN A.M (21110202)

DEFRI OLANDA (12345977)

FAKULTAS EKONOMI

SEKOLAH TINGGI EKONOMI CAKRAWALA

ANGKATAN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah kami yang berjudul“
EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
sarandari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.

Wassalamu‟alaikum Wr.Wb

KARIMUN,23 FEBRUARY 2022


SALAM

PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI

Cover………………………………………………………………………………………….…i
Kata Pengantar……………………………………………………………………………….….ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ……………………………………………………………1
2. Rumusan Masalah………………………………………………………...1
3. Tujuan……………………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN

1. Sistem Ekonomi Islam ……………………………………………………2


2. Etos Kerja Islami…………………………………………………………..4
3. Disiplin Kerja Dalam Islam………………………………………………..9
4. Konsep Masyarakat Islami……………………………………………….12

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan ……………………………………………………………….15

DAFTAR PUSAKA ………………………………………………………………….………..16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ekonomi Islam atau Ekonomi berbasis Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang
memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan umat. Sistem ekonomi syariah berpedoman
penuh pada Al -Qur‟an. dan As - Sunnah. Hukum - hukum yang melandasi prosedur
transaksinya sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat, sehingga tidak ada satu pihakyang
merasa dirugikan. Kesejahteraan masyarakat dalam Ekonomi Islam tidak hanyadiukur dari
aspek materilnya, namun mempertimbangkan dampak sosial, mental danspiritual individu
serta dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan. Syariat Islam telahmengajarkan tatacara
manusia dalam menjalankan hidupnya dari segala aspek. Tidakhanya dalam aspek religious,
tetapi juga mengatur perilaku manusia sebagai mahluk sosial,menjaga hubungan antar
sesama manusia, hubungan manusia dengan alam, danmenghindarkan dari perilaku –
perilaku menyimpang agar dapat tercipta kedamaian dan ketentraman.

Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagianyang
terpisahkan dari agama Islam, sebagai bagian dari ajaran Islam, ekonomi Islam
akanmengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan,
dimanaIslam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi
kehidupanmanusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Manusia diciptakan Allah SWT dalam
kondisimerdeka. Manusia tidak tunduk kepada siapapun kecuali kepada-Nya. Hal ini
merupakancermin kebebasan manusia dari ikatan-ikatan perbudakan. Bahkan misi
kenabianMuhammad SAW adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai
yangmembelenggunya

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ekonomi islam dan kesejahteraan ummat
2. Bagaimana pengaruh ekonomi islam terhadap kesejahteraan ummat
3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari ekonomi islam dan kesejahteraan ummat
2. mengetahui pengaruh ekonomi islam terhadap kesejahteraan ummat

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sistem Ekonomi Islam


A. Pengertian
Ekonomi Syariah merupakan salah satu jenis sistem ekonomi yang saat ini berkembang
di dunia, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim. Penerapan ekonomi
syariah sebagai sistem dilandaskan nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadist.
Sistem ekonomi Islam secara sederhana merupakan sebuah peraturan, dimana
pelaksanaannya berlandaskan dengan berbagai syariat. Hal ini meliputi kegiatan seperti
simpan-pinjam, investasi dan bermacam kegiatan lain.
Perkembangan sistem ekonomi Islam selama ini diikuti dengan kemunculan pemikiran
banyak ahli, khususnya dari kalangan muslim, mengenai bidang ini. Karena itu, dalam hal
pengertian ekonomi Islam, sejumlah ahli juga telah menyodorkan berbagai definisi

Selama ini, ekonomi Islam juga kerap disebut dengan ekonomi syariah. Kedua istilah
merujuk pada makna yang sama dan hanya berbeda pada pemakaian kata.

Mengutip buku Konsep Ilmu Ekonomi (2020) terbitan Kemdikbud, pengertian ekonomi
Islam atau ekonomi syariah secara umum adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia
dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup dengan berdasarkan syariat/nilai-nilai ketuhanan.

Di samping pengertian di atas, ada juga sejumlah definisi ekonomi Islam yang sudah
dirumuskan oleh sejumlah ahli. Berikut ini, pengertian ekonomi Islam (ekonomi syariah)
menurut para ahli di bidang ini.

1. Yusuf Qaradhawi
Seperti dinukil dari buku Konsep Ilmu Ekonomi (2020), Yusuf Qaradhawi merumuskan
pengertian ekonomi Islam (ekonomi syariah) adalah ekonomi yang berdasarkan pada
ketuhanan.
2. Veithzal Rivai dan Andi Buchari
Kembali merujuk buku di atas, Veithzal Rivai dan Andi Buchari berpendapat bahwa
pengertian ilmu ekonomi Islam (konomi syariah) ialah suatu ilmu multidimensi atau
interdisiplin, komprehensif dan saling terintegrasi, yang bersumber dari Alquran dan
Sunnah serta ilmu-ilmu rasional.
3. Muh. Abdul Mannan
Masih dikutip dari buku yang sama, Muhammad Abdul Mannan mendefinisikan ilmu
ekonomi Islam (ekonomi syariah) adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari ekonomi dari orang-orang yang menganut nilai-nilai syariah. Sementara
dalam buku Islamic Economics: Theory and Practice, definisi yang diajukan Muhammad
Abdul Mannan, lebih tepatnya ekonomi Islam ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai dalam Islam.
4. Khursid Ahmad Khursid Ahmad
dalam buku Studies in Islamic Economics (Perspectives of Islam) menyampaikan
penjelasan bahwa Ilmu Ekonomi Islam adalah suatu usaha sistematis untuk memahami
masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif
Islam.
5. Muhammad Nejatullah al-Siddiqi
Muhammad Nejatullah al-Siddiqi, seperti dikutip di buku Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Maqashid Al-Syariah (2014:6) karya Ika Yunia dan Abdul Kadir, menyebutkan bahwa
pengertian ilmu ekonomi syariah adalah cara umat Islam dalam menghadapi hal yang
berbau ekonomi. Ketika menerapkan ekonomi Islam, umat muslim memakai Al-Quran,
Sunnah, akal, dan pengalamannya jadi acuan.

2
B. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Prinsip-prinsip ekonomi islam diantaranya dualisme kepemilikan, kebebasan ekonomi, dan


tanggung jawab sosial sebab pada ekonomi islam kegiatan ekonominya didasarkan kepada
Syariah, moral dan akidah untuk menyeimbangkan perekonomian, Ekonomi Islam juga
meyakini bahwa harta dalam perekonomian sejatinya hanyalah milik Allah.

Sehingga dalam menjalankan perekonomian akan selalu disesuaikan dengan ajaran islam.
Tujuan perekonomian syariah sendiri bukan sekedar mendapatkan keuntungan fisik semata,
namun juga mendapat ketenangan batin dalam hidup. Ekonomi Islam hadir membantu
perekonomian nasabah untuk mendapatkan keuntungan namun tetap dalam aturan dan ajaran
Islam. Berikut ini  prinsip-prinsip ekonomi Islam yang perlu kamu ketahui:

1. Memberi Ruang pada Negara dan Pemerintah


Kerja sama sebagai suatu penggerak utama dalam ekonomi Syariah. Ekonomi ini menolak
akumulasi kekayaan beberapa orang. Pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan orang banyak dijamin dalam ekonomi Syariah.
Perekonomian syariah juga memberi ruang kepada negara sebagai penengah apabila terjadi
suatu permasalahan.

2. Melarang Praktik Riba


Perekonomian syariah melarang praktik riba, misalnya saja menambahkan pembayaran
kepada orang yang meminjam hartanya karena pengunduran tenggat waktu pembayaran dari
yang ditentukan.Seperti halnya sistem asuransi secara Islam yang didasari prinsip yang
menggabungkan usaha mencari keuntungan yang halal dan niat untuk berama melalui
sumbangan dengan sistem tabarru’ untuk membantu peserta asuransiyang dibahas secara
lengkap pada buku Asuransi Syariah.

3. Tidak Melakukan Penimbunan Atau Ikhtiar


Ikhtiar merupakan suatu perbuatan membeli barang dagangan dengan tujuan menyimpan
barang dalam jangka waktu lama sehingga barang tersebut dinyatakan langka atau memiliki
harga yang mahal.

4. Memiliki tanggung Jawab Sosial


Tanggung jawab seharusnya dimiliki oleh setiap pelaku ekonomi. Sebab, dengan menerapkan
tanggung jawab sosial maka secara langsung dirinya juga telah bersedekah terhadap sesama
dan yang membutuhkan, hal ini sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Agama Islam.

5. Menerapkan Sistem Bagi Hasil


Ekonomi Islam sendiri menerapkan Sistem bagi hasil yang mengedepankan keadilan sebagai
salah satu prinsip ekonomi Syariah. Setiap keuntungan dari setiap aktivitas ekonomi akan
dibagi secara adil, misalnya dalam perbankan syariah ada bagian keuntungan untuk bank dan
nasabah.

6. Kebebasan Ekonomi yang Teratur


Ekonomi Islam sesungguhnya tidak terlalu mengikat, sebab Allah SWT menjamin kebebasan
dan ruang gerak ekonomi manusia dengan seluas-luasnya. Artinya adalah Allah memberikan 
jaminan kebebasan selama kegiatan ekonomi tetap sesuai dengan syariat dan nilai-nilai
Agama Islam.

7. Dualisme Kepemilikan

3
Ekonomi Islam menganut Dualisme Kepemilikan, yaitu kepemilikan pribadi dan kepemilikan
umum secara bersamaan. Hal ini tidak terdapat pada kedua sistem ekonomi terbesar di dunia
yaitu Sistem Ekonomi Liberal atau Tradisional sehingga secara tidak langsung ekonomi
Islam merupakan solusi atas permasalahan kedua sistem ekonomi tersebut. Secara lebih
lanjut, hak kepemilikan pribadi kemudian tidak lantas membebaskan penggunanya. Kegiatan
jual beli tetaplah harus dilakukan secara wajar dan tidak berlebih-lebiha

8. Memberikan Kebebasan sesuai Ajaran Islam


Ekonomi Islam membebaskan para pelaku ekonomi untuk bertindak sesuai hak dan
kewajibannya dalam menjalankan perekonomian sesuai ajaran yang berlaku dengan
mempertanggungjawabkan juga apa yang telah dilakukan.

9. Tidak Melakukan Monopoli


Monopoli adalah perbuatan menahan keberadaan barang untuk tidak dijual di pasaran agar
harganya menjadi lebih tinggi. Selain itu juga menghindari Jual Beli yang diharamkan
Aktivitas jual beli yang sesuai dengan prinsip Islam, adil, halal dan tidak merugikan pembeli
adalah jual beli yang di ridhai oleh Allah SWT.

2. Etos Kerja Islami


Kata etos (ethos), berasal dari bahasa yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak,
karakter. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistim nilai yang
diyakininya. Dari kata etos dikenal pula kata etika, etiket, yang terkandung makna semangat
yang kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik dan optimal dengan
menghindari segala kerusakan, sehingga setiap pekerjaan yang dilakukannya akan diarahkan
untuk mengurangi bahkan menghilangkan cacat dari hasil pekerjaannya. Sikap ini dalam
islam dikenal dengan istilah ihsan.
Dari penjelasan tersebut tersirat makna bahwa Etos berkaitan dengan nilai kejiwaan
seseorang. Oleh karena itu seorang muslim harus mengisinya dengan kebiasaan kebiasaan
yang positif, sehingga akan mencerminkan kepribadiannya sebagai seorang muslim yang
pekerjaannya akan mengarah pada hasil yang baik dan sempurna.
Sementara kata kerja merujuk pada pengertian kegiatan (aktivitas) yang memiliki tujuan
serta usaha untuk yang sangat sungguh sungguh untuk mewujudkan aktivitasnya tersebut
memiliki arti (bermakna). Oleh karena itu sebenarnya tidak semua aktivitas disebut kerja.
Sebuah aktivitas di sebut kerja menurut Toto Tasmara jika memenuhi kriteria sebagai berikut
:

1. Aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga


tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya dan produk yang
berkualitas. Bekerja bukan sekedar mencari uang, tetapi inginmengaktualisasikannya
secara ortimal dan memiliki nilai transendental yang sangat luhur
2. Apa yang dilakukannya adalah sebuah kesengajaan dan direncanakan. Oleh karena itu
orang yang bekerja, akan mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa
yang dikerjakannya benar benar akan memberikan kepuasan dan manfaat.

Berdasarkan hal tersebut maka bagi seorang muslim bekerja adalah suatu upaya yang
dulakukan secara sungguh sungguh, dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan aset yang
dimilikinya baik berupa pikiran maupun tenaga dalam rangka mengaktualisasikan dirinya
sebagai hamba Allah yang harus memakmurkan bumi Allah dan harus menempatkan dirinya
sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah).
Selanjutnya Toto Tasmara mendefinisikan etos kerja muslim sebagai sikap kepribadian
yang melahirkan keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk
memuliakan dirinya, menampakan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu
manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.

4
Dengan demikian etos kerja islami dapat dirumuskan sebagai aktivitas yang dilakukan
seorang muslim dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya untuk
mengaktualisasikan dirinya sebagai hamba Allah, yang melahirkan hasil pekerjaan yang
terbaik dan bermanfaat tidak hanya untuk dirinya tapi juga untuk orang lain.

a) Aspek aqidah

Sikap hidup orang yang memiliki etos kerja yang islami akan mencerminkan aqidahnya di
antaranya sebagai berikut :
1. Akan menjunjung tinggi nilai nilai kejujuran dalam melaksanakan aktivitasnya, karena
dia memiliki keyakinan bahwa Allah adalah dzat yang maha melihat terhadap apapun
dan dimanapun aktivitas yang dilakukan hambanya. Sehingga bagi seorang muslim tidak
perlu adanya pengawasan dari manusia ketika diamanati untuk melakukan pekerjaan,
bagi dia Allah adalah pengawas yang sesungguhnya. Allah berfirman dalam surat al-
Ahzab ayat 52

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, danmenyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik baiknya kepadamu, Dan adalah Allah maha mengawasi segala sesuatu”. (al-
Ahzab : 52)
2. Akan selalu istiqomah / konsisten, yakni kemampuan untuk bersikap taat kepada azas,
pantang menyerah dan mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walaupun
harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya, karena baginya bekerja
adalah amanat yang wajib di tunaikan. Allah berfirman dalam surat an-Nisa : 58

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, danmenyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik baiknya kepadamu, sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat.
(an-Nisa : 58)
3. Akan selalu bertanggung jawab, yakni satu sikap yang ingin menunaikan segala
aktivitasnya dengan sebaik baiknya, karena hasilnya harus dipertanggung jawabkan.
Bagi seorang muslim pertanggung jawaban segala amal perbuatannya tidak hanya
kepada manusia tetap juga harus dipertanggung jawabkan kepada Allah di akherat kelak.
Allah berfirman :

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. (al-Muddatstsir :
38)
4. Senantiasa ikhlas Seorang muslim yang memiliki etos kerja islami, dia bekerja bukan
kerena ingin menumpuk kekayaan, tapi dia melakukannya semata mata karena Allah, dia
bekerja karena ada keyakinan bekerja adalah kewajiban dari Allah yang wajib ditunaikan,

5
dan meninggalkannya adalah berdosa. Karena yang menjadi orientasi bekerjanya adalah
Allah maka dia akan bekerja sebaik mungkin agar mendapat ridha dari Allah.

Menurut Toto Tasmara, orang yang ikhlas (mukhlis) dalam bekerja adalah mereka yang
melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa motivasi lain, kecuali bahwa pekerjaan
itu merupakan amanat yang harus ditunaikan dengan sebaik baiknya.7 Allah berfirman :
artinya : “Kecuali orang orang yang bertaubat dan mengadakan perbaikan dan
berpegang teguh pada agama Allah dan tulus ikhlas mengerjakan agama karena Allah.
Maka mereka itu adalah bersama sama orang yang beriman dan kelak Allah

b) Aspek ibadah
Ajaran Islam sangat menekankan agar umatnya bekerja, mencari rezeki untuk memenuhi
kebutuhan hidup di dunia ini dengan tangan sendiri dalam upaya memenuhi kebutuhan jasmani
manusia, dan tidak menjadi beban orang lain. Menurut Yusuf Qardhawi, bahwa bekerja adalah
aktifitas yang memiliki nilai tambah sebagai ibadah kepada Allah dan jihad di jalan Allah,
karena amal usaha dan aktifitas ini akan memungkinkan masyarakat melaksanakan risalah
islam, melaksanakan da’wahnya, menjaga dirinya dan membantunya dalam rangka
merealisasikan tujuan tujuannya yang lebih besar.
Ajaran Islam juga mengajarkan umatnya untuk hidup dalam keseimbangan antara
memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani. Dalam pengertian, kebutuhan jasmani dan
kebutuhan ruhani dipenuhi secara seimbang, tidak mementingkan pemenuhan kebutuhan
jasmani manusia dengan melupakan pemenuhan kebutuhan ruhani manusia. Dalam hal ini
Allah befirman :
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan)

negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi...” (QS. 28: 77).
Umar bin Khatab dalam sebuah atsar (ungkapan) nya menyatakan :
“ Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya. Dan beramallah
untuk akhiratmu, seolah-olah kamu akan mati besok" (HR. Baihaqi)”.
Dalam bekerja, Islam juga memberikan arahan atau tuntunan, inilah etika bekerja dalam
Islam atau "etos kerja Islami".Karena bekerja bagi seorang muslim adalah ibadah maka
seorang muslim yang memiliki etos kerja islami akan melahirkan perbuatan sebagai berikut:
1. Seorang muslim akan bekerja dengan sebaik-baiknya, sebaik ketika menjalankan ibadah
yang sifatnya hubungan langsung dengan Allah, seperti shalat, puasa, dll. hal ini seperti
ditegaskan dalam hadits Nabi dari kulaib, dalam sabdanya :
Kulaib, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang bekerja,
apabila bekerja ia melakukannya dengan ihsan”. (HR. Baihaqi).
2. Seorang muslim akan bekerja keras atau rajin, karena dalam keyakinannya bekerja bukan
hanya mencari harta semata mata, tapi bekerja adalah perintah Allah yang harus
ditunaikan dengan baik.
3. Seorang muslim yang memiliki etos kerja islami akan selalu menekankan pentingnya
kualitas kerja atau mutu produk. Seperti ditegaskan dalam sebuah hadits nabi dari Siti
Aisyah, nabi bersabda :
Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang melakukan suatu pekerjaan hendaklah
dilakukan secara itqon (profesional). (HR. Baihaqi)
4. Menjaga harga diri serta bekerja sesuai aturan yang ada. Menjaga harga diri bias
berartitidak melakukan perbuatan yang membawa aib pada diri sendiri, namun

6
sebaliknya, berusaha maksimal mencapai prestasi dan prestise. Pencuri, perampok,
koruptor, pemeras, dan semacamnya, tentu termasuk "tidak menjaga harga diri dalam
mencari kebutuhan hidup" dan itu dilarang keras oleh Islam. Karena bekerja dalam
Islam termasuk ibadah, maka mulailah setiap pekerjaan dengan basmalah, sebagai tanda
mohon perkenan, dan pertolongan Allah dalam kelancaran bekerja, dan akhiri dengan
hamdalah sebagai tanda syukur kepada-Nya.

c. Aspek Muamalah
Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul
bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi, walaupun pada kenyataannya Rasul dalam
perjalannya sebagai seorang pedagang mampu menjadi saudagar yang berkecukupan, namun
kekayaan yang dimilikinya beliau manfaatkan untuk kepentingan masyarakat, karena yang
mejadi tujuan akhirnya adalah meraih keridaan Allah SWT.
Bagi seorang muslim bekerja adalah manifestasi amal saleh. Oleh sebab itu, jika bekerja
adalah amal saleh, maka bekerja termasuk dalam katagori ibadah. Dan jika bekerja itu
merupakan ibadah kepada Allah, maka kehidupan seorang muslim tidak bisa dilepaskan dari
bekerja, karena dalam keyakinannya ketika meninggalkan bekerja maka yang ia dapatkan adalah
kemurkaan Allah. Hal ini sesuai dengan tujuan penciptaan manusia di dunia, bahwa Allah SWT
menciptakan manusia semata mata untuk beribadah kepada Allah, seperti firmanNya :
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melaikan supaya mereka

menyembahKu”. (QS. Adz-Dzariyah : 56)

bagaimana perilaku rasulullah dalam bidang muamalah atau bidang soaial kemasyarakatan
1. Rasul selalu bekerja dengan cara terbaik, profesional, dan tidak asal-asalan. Nabi
bersabda dalam sebuah hadits dari Siti ‘Aisyah:
“Sesungguhnya Allah menginginkan jika salah seorang darimu bekerja, maka
hendaklah dilakukannya secara itqon (profesional). (HR. Baihaqi)
2. Dalam bekerja Rasul melakukannya dengan manajemen yang baik, perencanaan yang
jelas, pentahapan aksi, dan adanya penetapan skala prioritas.
3. Rasul tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun. Seperti sabda Nabi dari
Abdullah bin Humaid dari Anna :
Dari Abdullah bin Humaid dari Anas, Rasulullah bersabda : Jika hari kiamat datang dan
pada tangan seseorang di antara kamu terdapat sebuah bibit tanaman, jika ia
mampu mananamnya sebelum datangnya kiamat, maka hendaklah ia menanamnya.
(HR Ahmad dan Bukhari)
4. Dalam bekerja Rasul selalu memperhitungkan masa depan. Beliau adalah sosok yang
visioner, sehingga segala aktivitasnya benar-benar terarah dan terfokus.
5. Rasul tidak pernah menangguhkan pekerjaan. Beliau bekerja secara tuntas dan
berkualitas. Ajaran islam melarang sikap mubadzir, membuang buang waktu yang
akan menyebabkan pekerjaan menjadi tertunda tunda. Karena dalah keyakinan islam
sikap mubadzir adalah buk rayu syetan. Seorang muslim yang sadar akan melakukan
pekerjaanya dengan cara efisien, tidak membuang wktu dan tenaga dengan percuma.
6. Rasul bekerja secara berjamaah dengan mempersiapkan (membentuk) tim yang solid
yang percaya pada cita-cita bersama. Seyogyanya bagi seorang muslim yang memiliki
etos kerja islam akan mementingkan kebersamaan (berjama’ah) dalam melakukan
pekerjaan, karena pada dasarnya manusia tidak mampu melaksanakan
pekerjaan apapun secara sendirian, dia pasti membutuhkan orang lain. Karena itu islam
mengharuskan memperteguh ukhuwah islamiyah dalam upaya mengikat jama’ah.

7
7. Rasul adalah pribadi yang sangat menghargai waktu. Tidak berlalu sedetik pun waktu,
kecuali menjadi nilai tambah bagi diri dan umatnya.
8. Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul
bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih
keridhaan Allah SWT.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka sebagai seorang muslim harus menjadikan perilaku rasul
tersebut menjadi teladan dalam kehidupan manusia dan menjadi etos kerja seorang muslim
dalam melaksanakan aktifitas kehidupan sehari hari, agar fungsinya sebagai hamba dan
khalifatullah di bumi dapat terlaksana dengan sebaik baiknya.

d. Aspek Ahlaq
Ahlaq dalam pengertian bahasa berarti prilaku, budi pekerti yang terambil dari kata
khuluq. Dalam islam ahlaq adalah wujud nyata dari nilai aqidah ibadah dan muamalahnya
seseorang. Semakin baik aqidah, ibadah dan muamalah seseorang akan tersermin dalam
ahlaqnya sehari hari. Ahlaq juga dapat dijadikan barometer atau alat ukur untuk menilai seberapa
tinggi nilai aqidah, ketiga hal tersebut.
Menurut Toto Tasmara istilah etos, etika dan ahlaq memiliki banyak persamaan kalau
dilihat dari sudut obyek yang menjadi ruang lingkup ahlaq yang berkisar disekitar tingkah laku
dan perbuatan manusia, dan memiliki sedikit perbedaan dengan istilah ahlaq ketika berbicara
tentan nilai yang menjadi tolok ukur untuk menilai prilaku dan perbuatan manusia. Menurutnya
dari kata etos, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada pengertian akhlaq atau
nilai nilai yang berkaitan dengan baik dan buruk. Sehingga dari kata etos terkandung makna
semangat untuk mengerjakan segala sesuatu secara optimal, lebih baik dan bahkan untuk
mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Dalam ahlaq yang menjadi dasar untuk menulai baik atau buruk prilaku manusia
bersandar kepada kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Rasul, dalam pengertian jiak baik menuruk
al-Qur’an dan Sunah, maka prilaku seseorang akan dinilai baik. Sementara yang menjadi dasar
penilaian dalam etika adalah nilai nilai yang berkembang dimasyarakat yang menurut ukurab
logika / akal manusia beik pada waktu itu. Oleh karena itu nilainya bersifat temporer, tidak kekal
seperti halnya ahlaq.
Lebih lanjut Toto Tasmara menjelaskan bahwa dalam kata etos terkandung makna
keinginan untuk menyempurnakan segal pekerjaan dan menghindarkan segala bentuk kerusakan,
dalam hal ini ia menjelaskan :

Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan
menghindari segala kerusakan (fasad) sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi
bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaannya. Sikap seperti ini dikenal
dengan ihsan, sebagaimana Allah menciptakan manusia dlam bentuknya yang paling sempurna.
Senada dengan kata ihsan di dalam al-Qur’an kita temukan pula kata itqon yang berarti proses
pekerjaan yang sangat bersungguh sungguh, akurat dan sempurna.
Oleh sebab itu seorang muslim yang memiliki etos kerja islami akan selalu menyandarkan
prilakuknya kepada nilai nilai islam yang termaktub dalam dua sumber utamanya yakni al-
Qur’an dan sunnah Rasul yang bersifat absolut. Karena itu seorang muslim yang beretos kerja
islami akan melahirkan sikap hidup yang tercermin dalam ahlaqnya sehari hari, yang diantaranya
sebagai berikut :
A. Menghargai waktu, karena ajaran islam menganggap waktu adalah sesuatu yang
sangat penting, Al-Qur’an sendiri sangat menentang tindakan malas dan menyia
nyiakan waktu
denag cara berpangku tangan dan tinggal diam atau melakukan hal hal yang tidak
produktif.16 bahkan Allah bersumpah dengan menggunakan waktu seperti dalam
surat Al-Asyr. Waktu sangat berharga karena satu detik waktu jika telah lewat tidak
bisa diulangi, karena itu sangat merugi jika seseorang melewatkan waktu begitu
saja tanpa di isi dengan sesuatu yang bermakna. Allah berfirman :

8
Artinya : “Deni masa. Sesunggunya manusia ada dlam keadaan merugi. Kecuali
orang orang yang beriman dan beramal shaleh, dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS.
Al’Asyr : 1-3)
B. Tidak berbuat dhalim. Dhalim bisa bermakna menempatkan sesuatu bukan pada
tempat yang seharusnya, atau tidak memberikan hak kepada orang lain. Dalam
kehidupan sehari hari kata kata dhalim sering digunakan untuk menunjukan
perilaku yang menindas, seperti penguasa, pimpinan, majikan yang menindas,
perilaku mereka dianggap dhalim. . Rendah hati, dalam arti tidak menyombangkan
diri kepada orang lain, karena dia menganggap manusia itu sebenarnya sama dan
sederajat dihadapan Allah. Yang membedakannya hanya nilai taqwa.
C. Taat kepada hukum yang berlaku, dalam arti tidak menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, ia tahu persis hal hal yang diharamkan
ketika dia menjalankan usahanya, dan dia berusaha untuk menjauhinya dan tetap
dalam jalan yang lurus. Karena seorang muslim berkeyakinan bahwa apapun
aktifitas yang dilakukannya selalma di hidup di dunia akan dipertanggung jawabkan
tidak hanya dihadapan manusia tetapi lebih dari itu harus dipertanggung jawabkan
dihadapan mahkamah Allah di akherat kelak , dimana pada hari itu tidak ada
manusia yang mampu memanipulasi keadilan, karena yang akan
memberikankesaksian adalah anggota tubuhnya sendiri.

3. Disiplin Kerja Dalam Islam


A. Pengertian
Manusia yang sukses adalah manusia yang mampu mengatur dan mengendalikan diri
yang menyangkut pengaturan cara hidup dan mengatur cara kerja. Maka erat hubungannya
antara manusia sukses dengan pribadi disiplin.
Berkaitan dengan disiplin itu sendiri para ahli memiliki bermacam-macam pemaknaan
seperti yang diungkapkan oleh Prayudi Atmosudirjo disiplin berarti bentuk ketaatan dan
pengendalian diri yang rasional dan sadar, tidak emosional dan tanpa pamrih (Darsono dan
Tjatjuk Siswandoko: 2011). Sedangkan menurut Robbins dalam Arisandy disiplin kerja dapat
diartikan sebagai suatu sikap dan perilaku yang dilakukan secara sukarela dengan penuh
kesadaran dan kesediaan mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan
atau atasan, baik tertulis maupun tidak tertulis.

B. Faktor-Faktor
Berpengaruh Terhadap Disiplin KerjaPada dasarnya tujuan disiplin adalah agar seseorang
dapat bertingkah laku sesuai dengan apa yang disetujui oleh perusahaan. Dengan kata lain, agar
seseorang dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik (Anwar Prabu Mangkunegara:
2004).
Disiplin itu haruslah dimulai dari atas, sebab disiplin itu pertama-tama dan yang utama harus
ditunjukkan oleh para atasan, pimpinan mempunyai pengaruh langsung atas sikap kebiasaan
yang diperoleh karyawan. kebiasaan itu ditentukan oleh pemimpin, baik dengan iklim atau
suasana kepemimpinan maupun melalui contoh diri pribadi, oleh karena itu, untuk mendapatkan
disiplin yang baik, maka pemimpin harus memberikan kepemimpinan yang baik pula.
Faktor yang dapat mempengaruhi disiplin kerja (Edi Sutrisno: 2010).
1. Besar kecilnya pemberian kompensasiBesar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi
tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia
merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah
dikontribusikan bagi perusahaan.
2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena
ada lingkungan perusahaan semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana
pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan
dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang
sudah ditetapkan. Oleh karena itu, bila seorang pemimpin mengingikan tegaknya disiplin

9
dalam perusahaan, maka ia harus lebih dulu memperhatiakn, supaya dapat diikuti dengan
baik oleh para karyawan lainnya.
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan. Pembinaan disiplin tidak akan
dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat
dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang
dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang berubah-ubah sesuai kondisi dan situasi.
Oleh karena itu, disiplin akan dapat ditegakkan dalam suatu perusahaan, jika ada aturan
tertulis yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, para karyawan akan mendapat
suatu kepastian bahwa siapa saja dan perlu dikenakan sanksi tanpa pandang bulu.
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan. Bila ada seorang karyawan yang
melangggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan
yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Pimpinan harus berani dan tegas
bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi
hukuman yang diterapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman
bagi pegawai yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh
bawahannya. Dengan demikian pemimpin tersebut akan dapat memelihara kedisiplinan
pegawai.
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh
perusahan perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat
melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dengan
adanya pengawasan maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan
disiplin kerja. Orang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini tentulah
atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan
langsung yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan yang ada dibawahnya.
Pengawasan yang dilaksanakan atasan langsung ini sering disebut waskat. Seorang
pemimpin bertanggung jawab melaksanakan pengawasan melekat ini, sehingga tugas-
tugas yang dibebankan kepada bawahan tidak menyimpang dari apa yang telah
ditetapkan.
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan. Seorang karyawan membutuhkan
perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri. Pimpinan yang berhasil memberikan
perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang
baik.
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin. Adapun kebiasaan-
kebiasaan positif itu antara lain, saling menghormati bila bertemu dilingkungan
pekerjaan, melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya sehingga para
karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut, sering mengikutsertakan
karyawan dalam pertemuan pertemuan apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib
dan pekerjaan mereka, memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan
sekerja dengan menginformasikan kemana dan untuk urusan apa walaupun kepada
bawahan sekalipun.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dengan kepemimpinan yang baik,
seorang pemimpin dapat berbuat banyak untuk menciptakan penegakan disiplin sebagai proses
yang wajar, karena para karyawan akan menerima serta mematuhi peraturan-peraturan dan
kebijakan-kebijakan sebagai pelindung bagi keberhasilan kesejahteraan pribadi mereka. Secara
umum dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya disiplin kerja karyawan antara lain dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kepemimpinan, keadaan karyawan itu sendiri, serta
peraturan-peraturan yang diberlakukan dalam organisasi tersebut.

C. Disiplin Kerja dalamPandangan Islam


Manusia sukses adalah manusia yang mampu mengatur, mengendalikan diri yang
menyangkut pengaturan cara hidup dan mengatur cara kerja. Hal ini erat hubungannya antara
manusia sukses dengan pribadi disiplin. Hal demikian dalam ajaran agama Islam, manusia juga
harus mempunyai rasa iman yang kuat agar segala sesuatu yang dikerjakan bisa diselesaikan
dengan tulus dan iklhas.

10
Islam sebagai ajaran ilahi yang sempurna dan paripurna memuat berbagai aspek yang
terkait dengan hidup dan kehidupan manusia, termasuk di dalamnya aspek perubahan. Disiplin
kerja pada karyawan yaitu bekerja dengan menaati aturan-aturan yang ada pada organisasi atau
sistem kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi dimana karyawan harus bisa bekerja sesuai
aturan. Hal ini apabila dilihat dalam pandangan Islam dimana seseorang yang bisa bekerja secara
disiplin berarti sudah dapat melaksanakan amanah yang telah diberikan oleh orang banyak
dengan baik. Dimana seorang yang bekerja secara berorganisasi menghendaki akan perubahan
dan mencapai tujuan yang telah direncanakan. Sesuai penjelasan isi Al-Qur‟an surah Ar-Ra‟d
ayat 11 menyebutkan

Terjemahannya:
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah apa yang terdapat pada keadaan suatu kaum atau
masyarakat, sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental) mereka. .
(Kementrian Agama RI: 2012).
Disiplin berasal dari bahasa latin yaitu diciplina yang memiliki arti latihan atau
pendidikan, kesopanan, dan kerohanian yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan
ketetapan perusahaan (Sinaga: 2012). Disiplin adalah sikap mental untuk bisa mematuhi
peraturan dan bertindak sesuai peraturan secara suka rela. Selain itu ada penjelasan isi Al-Qur‟an
yang lain menyatakan bahwa orang yang dapat menjaga ketaatan dan amanah dari orang banyak
berarti sudah bisa bertanggung jawab atas tugas pokoknya. Menurut Helmi disiplin kerja
dibicarakan
dalam kondisi yang sering kali timbul bersifat negatif. Disiplin lebih dikaitkan dengan sanksi
atau hukuman (Helmi AF: 1996). Dalam ajaran Islam banyak ayat Al-Qur‟an dan Hadist yang
memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain
surat An-Nisa ayat 59:

membagi ajaran agama kepada dua sisi, yakni pengetahuan dan pengamalan. Akidah
yang wajib diimani merupakan sisi pengetahuan, sedangkan syariat merupakan sisi pengamalan.
atas dasar ini, para ulama memahami alladziina amanu dalam arti orang-orang yang memiliki
pengetahuan menyangkut kebenaran.
puncak kebenaran adalah pengetahuan tentang ajaran agama yang bersumber dari Allah
swt. Kalau demikian sifat pertama yang dapat menyelamatkan seseorang dari kerugian adalah
pengetahuan tentang kebenaran (M. Quraish Shihab: 2002).

lebih lanjut dijelaskan kata Amal yang biasa diterjemahkan dengan “pekerjaan” digunakan dalam
ayat ini untuk menggambarkan penggunaan daya manusia-daya fikir, fisik, kalbu dan daya hidup
yang dilakukan dengan sadar oleh manusia. oleh karena itu, “amal saleh” dalam ayat ini adalah
pekerjaan yang apabila dilakukan maka akan terhenti suatu mudharat atau kerusakan, ataukah
dengan dikerjakannya diperoleh manfaat dan kesesuaian. Dengan demikian amal saleh yang
dimaksud pada ayat ini adalah segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok
dan manusia secara keseluruhan (M. Quraish Shihab:2002 ). Olehnya itu, disiplin dalam bekerja
menjadi suatu yang sangat penting dalam Islam, karena dengan disiplin kerja dapat
mengantarkan suatu organisasi keluar dari keterpurukan atau kegagalan, menuju kepada
keberhasilan dan kesuksesan sehingga kelak dapat bermanfaat dalam hidup dan kehidupan
manusia.
Menurut Kohlberg dalam Widodo aspek dari kedisiplinan meliputi:
a. Kontrol diri,
b. Taat dan patuh pada peraturan,
c. dapat dipercaya
(Widodo B: 2013). Hal yang sama diungkapkan oleh Hidayat agar disiplin dapat tumbuh
dan terpelihara dengan baik maka terdapat tiga faktor yang sangat perlu diperhatikan
yaitu:
a. kesadaran,

11
b. keteladanan,
c. penegakan peraturan
(Hidayat H.S : 2013). Sikap dan perilaku karyawan yang menguntungkan organisasi yang tidak
bisa ditumbuhkan dengan basis kewajiban peran formal saja tetapi perilaku tambahan di luar
kewajiban formalnya akan mendukung kepentingan organisasi sangat diperlukan (Pratiningtyas:
2013).
Menurut al-Hasyimi Perilaku yang baik taat kepada ajaran agama merupakan suatu sikap
disiplin, sebagai contoh, yaitu: berperilaku jujur, pemberani, menepati janji dan amanah (Al-
Hasyimi: 2009).

4. Konsep Masyarakat Islami


A. Pengetian Manusia
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-basyar, al-insaan,
an-naas, al-abd, bani adam dan sebagainya. Kata basyar disebut dalam Al-Qur'an 27 kali. Kata
basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologi (QS. Ali 'Imran [3]: 47)
menekankan memberi pengertian kepada sifat-sifat biologi manusia, seperti makan, minum,
hubungan seksual dll. Kata Al-Insan dituturkan sampai 65 kali dalam Al-Qur'an yang berarti
suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Kata An-Nas disebut sebanyak 240
kali dalam Al-Qur'an yang mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial tertentu misalnya
mereka mengaku percaya padahal sebenarnya tidak. Al-abd berarti manusia sebagai hamba
Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.

B. Hakikat Manusia
Hakikat manusia dalam islam :
1. Manusia sebagai hamba Allah
Tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi ini adalah agar manusia itu mengabdi
kepada Allah atau menjadi pengabdi Allah SWT. Mengabdi kepada Allah berarti menurut
apa saja yang dijanjikan oleh Allah. Apa saja yang diharapkan oleh Allah, maka itu pula
yang diminta oleh pengabdi Allah, dan apa saja yang dibenci oleh Allah, maka itu pula
yang dibenci oleh pengabdi Allah.

2. Manusia sebagai makhluk yang mulia


Allah menciptakan manusia sebagai penerima dan pelaksana ajarannya dan karena itu
ditempatkan pada kedudukan yang mulia baik dilihat dari biologi maupun dari segi
psikologisnya. Selain itu manusia diciptakan dengan bentuk fisik yang harmonis dan
bagus. Agar manusia dapat mempertahankan kedudukan manusia yang mulia, maka allah
membekali dan melengkapinya dengan akal dan perasaan yang memungkinkan manusia
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam suatu proses m kemang idikan meli.

3. Manusia sebagai pemelihara dan pemanfaat kelestarian alam


Allah telah memberikan kelengkapan bagi manusia berupa potensi-potensi rokhani yang
tidak dimiliki oleh makhluk hidup lain terutama akal. Oleh karena itu, manusia diberi
tugas untuk memelihara, mandiri, dan memanfaatkan alam sekitar. Itulah tugas manusia
sebagai penguasa di bumi ini untuk mengurus, memelihara dan mengelola alam semesta
ini.

C. Kejadian Manusia
Para ahli masih mempertentangkan asal usul kejadian manusia. Dengan dua versi yaitu
Rasional (Antropologi) dan Tekstual (Nash Al-quran). Para ahli masih mempertentangkan asal
usul kejadian manusia. Dengan dua versi yaitu rasional (antropologi) dan tekstual (nash alquran).
Dari rasional (antropologi) yaitu bertumpu pada teori evolusi, yang menyatakan bahwa jenis
hewan dan tumbuhan yang ada sekarang, tidak langsung lahir seperti wujudnya sekarang.
Demikian pula, manusia berasal dari bangsa yang lebih rendah, yakni hewan. Teori ini dipelopori
oleh Charles Darwin dengan hasil evolusinya.

12
Sedangkan jawaban yang paling memuaskan berdasarkan pada Al-quran atau nash, manusia
adalah makhluk biologis, psikologis, dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan
diperhatikan baik kewajibannya secara seimbang, dan selalu berada dalam hukum-hukum yang
berlaku. Tentang asal-usul manusia, alquran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah
liat. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami, saripati itu air mani (yang disimpan) di tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami melihat segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami melihat
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus daging. Kemudian Kami menunjukkan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS Al-Mu'minun: 12-14)

D. Tujuan Penciptaan Manusia


Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan Allah. Pengertian penyembahan
kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya membayangkan aspek ritual
yang tercermin salam shalat saja. Penyembahan berarti ketundukan manusia pada hukum Allah
dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik ibadah ritual yang menyangkut hubungan
VertiKal (manusia dengan Tuhan) maupun ibadah sosial yang menyangkut Horizontal (manusia
dengan alam semesta dan manusia).
Penyembahan manusia pada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang adil dan baik. Oleh karena itu penyembahan
harus dilakukan secara sukarela, karena Allah tidak membutuhkan sedikitpun pada manusia
termasuk pada ritual – ritual penyembahannya. Dalam hal ini Allah berfirman:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyambah-Ku.
Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya
mereka member aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah maha pemberi Rezeki yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”

(Az-Zaariyaat, 51:56-58). “Dan mereka tidak di perintahkan kecuali supaya mereka


menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan degnan
dekimikian itulah agama yang lurus” (Bayyinah, 98:5)
Penyembahan yang sempurna dari seseorang manusia akan menjadikan dirinya sebagai
khalifah Allah di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam semesta. Keseimbangan alam
dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan manusia
tidak sekedar akan menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain, inilah tujuan
penciptaan manusia di tengah-tengah alam.

E. Fungsi dan Peranan Manusia


Berpedoman kepada QS. Al-Baqarah 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai
pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk menjadi
pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut
memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain. Peran yang hendaknya
dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan Allah, diantaranya adalah :
1. Belajar (surat An Naml : 15-16 dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada
ayat pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an.

2. Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39) ; Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah
maka wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain. Yang dimaksud dengan ilmu
Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan.

3. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya
untuk disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri
dahulu agar membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.

13
Di dalam beberapa surah yang lain juga disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah
kepada manusia.

a. Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada
Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada
nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau
melaksanakan apapun perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah
Allah. Abdi juga tidak akan pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum
dalam QS Az Dzariyat : 56

“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah_Ku”. (QS Az Dzariyat : 56)

b. Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah
bahwa hanya Dialah Tuhannya. Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di
hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi
orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam.

Hal ini tercantudalam QS Al A’raf : 172.

“Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”.
Mereka menjawab: ”Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi”.(Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)”.

c. Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan
misi yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk
memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai
Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang
pemimpin Islam yang mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah
diajarkan Rosulullah kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang
mampu memikul tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang
mempusakai dunia ini.

14
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan

Berdasaer makalah yang saya buat dapat disimpilkan bahwa Ekonomi Islam atau Ekonomi
berbasis Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang memiliki tujuan utama untuk
kesejahteraan umat. Sistem ekonomi syariah berpedoman penuh pada Al -Qur‟an. dan As -
Sunnah. Berikut ini  prinsip-prinsip ekonomi Islam

1. Memberi Ruang pada Negara dan Pemerintah


2. Melarang Praktik Riba
3. Tidak Melakukan Penimbunan Atau Ikhtiar
4. Memiliki tanggung Jawab Sosial
5. Menerapkan Sistem Bagi Hasil
6. Kebebasan Ekonomi yang Teratur.
7. Dualisme Kepemilikan
8. Memberikan Kebebasan sesuai Ajaran Islam
9. Tidak Melakukan Monopoli
Etos kerja islami adalah upaya meningkatkan kinerja dan kemajuan ummat islam .etos
kerja bukan hanya tentang kedisplinan tapi juga membangun inshan yang bertanggung jawab
dan berakhlaq dalam segala keadaan.
Manusia yang sukses adalah manusia yang mampu mengatur dan mengendalikan diri
yang menyangkut pengaturan cara hidup dan mengatur cara kerja. Maka erat hubungannya
antara manusia sukses dengan pribadi disiplin.
Peranan manusia diciptakan di muka bumi ialah
1. Menjadi abdi Allah.. Hal ini tercantum dalam QS Az Dzariyat : 56

“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah_Ku”. (QS
Az Dzariyat : 56)
2. Menjadi saksi Allah. Hal ini tercantudalam QS Al A’raf : 172.

“Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka
menjawab: ”Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi”.(Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ”Sesungguhnya kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
3. Khalifah Allah

Jadi , agar terciptanya masyarakat yg islami sebagai ummat muslim kita harus
mengetahui tujuan atas di ciptakannya kita dimuka bumi ini .dan dengan menjauhi segala
yang dilarangNYA dan melaksankan apa yang di perintahkanNYA.

15
DAFTAR PUSAKA

1. https://www.academia.edu/8896966/
AGAMA_ISLAM_Ekonomi_Islam_dan_Kesejahteraan_Umat
2. Sunardi, D. (2014). Etos kerja islami. JISI: Jurnal Integrasi Sistem Industri, 1(1).
3. Abdullah, W. (2015). Disiplin Kerja dalam Islam. Jurnal Minds: Manajemen Ide
dan Inspirasi, 2(1), 153-169.
4. Dacholfany, MI (2012). Konsep masyarakat dalam Islam. Akademika: Jurnal
Pemikiran Islam , 17 (1), 47-74.

16

Anda mungkin juga menyukai