Anda di halaman 1dari 18

Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 9:
SISTEM FINANSIAL ISLAM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai sistem finansial dalam ekonomi
syariah dan pandangan para tokoh ekonomi syariah tentang sistem finansial dalam
Islam. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Menjelaskan konsep Keuangan dalam ekonomi Islam
1.2 Menilai secara kritis teori Keuangan dalam ekonomi Islam.

B. URAIAN MATERI

Ekonomi Islam bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi


jangka panjang dan memaksilkan kesejahteraan manusia (falah). Falah berarti
terpenuhinya kebutuhan individu masyarakat dengan tidak mengabaikan
keseimbangan kepentingan sosial, keseimbangan, ekologi dan tetap
memperhatikan nilai-nilai keluarga dan norma-norma dalam masyarakat. Sebagai
konsekuensinya, diperlukan sejumlah etika pokok dalam ekonomi
sehingga falah itu terwujud. Etika-etika tersebut adalah:
Kesatuan(Tauhid), Keseimbangan/kesejajajran (Equilibrium), Kehendak
Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab (Resposibility)
Sistem Keuangan Islam diharapkan mampu menjadi alternatif terbaik
dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga dalam
sistem keuangan islam memilik dampak makr yang cukup signifikan, karena
bukan hanya prinsip investasi langsung saja yang harus bebas dari bunga, namun
prinsip investasi tak langsung juga harus bebas dari bunga. Perbankan sebagai
lembaga perantara keuangan (financial intermediary), namun juga sebagai
industri penyedia jasa keuangan (financial industry)dan instrumen kebijakan
moneter yang utama.

S1 Akuntansi Universitas 1
Pamulang
Sistem Keuangan Islam, dengan prinsip bagi hasil sebagai pengganti
prinsip bunga , menempatkan perbankan tidak hanya sebagai lembaga
intermediasi keuangan, tetapi lebih pada lembaga intermediasi
investasi (investment intermediary). Hal ini disebabkan karena hubungan antara
Bank Islam dengan nasabah lebih dominan pada huungan pemodal-pengusaha
atau modal ventura daripada kreditur-debitur. Oleh karenanya, sistem keuangan
Islam yang ideal akan ditandai oleh sinergi antara sektor keuangan dan sektor riil.
Melemahnya produktivitas sektor riil akan secara langsung dirasakan pula oleh
sektor keuangan karena bagi hasil yang akan diterima oleh perbankan akan
menurun. Begitu juga, bagi hasil yang akan diberikan oleh perbankan Islam
kepada pemodal juga akan menurun. Sebaliknya, jika sektor riil mengalami
peningkatan produksi, maka dampaknya akan langsung dirasakan oleh sektor
keuangan. Dengan demikian, jika sistem bagi hasil ini dapat berjalan dengan
efisien, maka pertumbuhan ekonomi semu tidak akan terjadi dan investasi akan
menuju pada proyek-proyek yang profitable. Tentunya hal ini akan terwujud jika
sistem ekonomi didukung oleh budaya masyarakat dan sisem legal serta
administrasi yang sesuai dengan syari’ah islam.

Sistem Keuangan Islam


Sebelum kita membahas teori uncertainity dalam keuangan Islam, akan
kita bahas lebih dulu secara singkat sebagai pengantar sistem keuangan dalam
Islam.
Keuangan Islam adalah sebuah sistem yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah, serta dari penafsiran para ulama terhadap usmber-sumber wahyu tersebut.
Dalam berbagai bentuknya , struktur keuangan islam telah tampil sebagai salah
satu implementasi modern dari sistem hukum Islam yang paling penting dan
berhasil, dan sebagai ujicoba bagi pembaruan dan perkembangan hukum Islam
pada masa mendatang.
Meskipun demikian, keuangan Islam tetap menimbulkan kesalahpahaman
di kalangan orang Islam sendir maupun non-Muslim. Misalny, umum diketahui
bahwa keuangan Islam melarag pengenaan bunga terhadap dana pinjaman, namun
hukum Islam sebenarnya tidak menolak gagasan tentang nilai waktu dalam
uang (time value of money) .
Sebagai contoh, jika uang dipercayakan kepada pihak lain untuk
digunakan selama jangka waktu tertentu, maka besarnya imbalan atas pembiayaan
tersebut tidak boleh ditetapkan dimuka berdasrkan persetujuan pihak lain terhadap
kontrak tersebut. Sebagai gantinya imbalan tersebut haruslah merupakan bagi
hasil dari keuntungan riil usaha tersebut. Uang tidak diperlakukan sebagai
komoditas, sebagaimana di ekonomi konvensional, namun uang sebagai pembawa
resiko sehingga tunduk pada ketidakpastian yang sama dengan ketidakpastian
yang dihadapi oleh mitra lain dari usaha tersebut.
Dengan mempertimbangkan cara-cara perolehan imbalan yang sah atas
pembiayaan di atas, istilah keuntungan perbankan (profit banking) merupakan
cara yang sangat membantu untuk menjelaskan sistem perluasan kredit dalam
dunia Islam. Aturan-aturan Islam memperbolehkan kegiatan bisnis untuk
memanfaatkan kredit dan tidak menetapkan bahwa semua kegiatan isnis harus
dibiayai sepenuhnya dengan modal sendiri.

Fungsi dan Tujuan Sistem Keuangan Islam


Peran utama dari sistem keuangan adalah untuk menciptakan insentif
untuk alokasi yang efisien atas keuangan dan sumber daya nyata untuk tujuan
kompetisi dan tujuan menembus ruang dan waktu. Sistem keuangan yang
berfungsi dengan baik, menaikkan investasi dengan mengidentifiasi dan mendanai
kesempatan usaha yang baik, memobilisasi tabungan, memantau kinerja manajer,
memberikan kesempatan atas perdagangan, mencegah dan mendiversifikasi
resiko, dan memfasilitasi pertukaran barang dan jasa. Fungsi-fungsi ini
menentukan pada alokasi sumber daya yang efisien, akumulasi modal fisik dan
manusia yang cepat, dan kemajuan teknologi yang lebih cepat, yang akhirnya
mendukung pertumbuhan ekonomi, sehingga kesejahteraan ekonomi dengan
kesempatan kerja penuh (full employment) dan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, keadilan sosioekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang
wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk
pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi
hasil) kepada semua pihak yang terlibat. Sehingga dari fungsi tersebut dapat
disimpulkan, bahwa menurut perspektif Islam, tujuan perbankan dan keuangan
Islam adalah :

1) penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan


pembaharuan semua aktivitas keuangan dan perbankan agar sesuai
dengan prinsip Islam
2) pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, dan
3) promosi pembangunan ekonomi.
Dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan sistem keuangan Islam
maka dapat terbentuk sistem keuangan Islam yang efisien diharapkan dapat
menampilkan beberapa fungsi. Pertama, sistem tersebut harus memfasilitasi
perantaraan keuangan yang efisien untuk mengurangi biaya informasi dan alokasi.
Kedua, sistem tersebut harus didasarkan pada sistem pembayaran tetap/stabil.
Ketiga, seiring dengan peningkatan globalisasi dan permintaan atas integrasi
keuangan, sistem keuangan harus menciptakan pasar modal dan uang yang cair,
efisien, dan likuid. Dan pada akhirnya, sistem tersebut harus memiliki pasar yang
berkembang dengan baik untuk memperdagangkan risiko, dimana para pelaku
ekonomi bisa membeli dan menjual perlindungan terhadap resiko kejadian (event
risk) dan juga resiko keuangan.Risiko selalu ada dalam semua sistem keuangan,
risiko sering diasosiasikan dengan fiduciary money, piutang yang gagal bayar,
kesalahan operasional, bencana alam dan kesalahan karena faktor manusia. Sistem
keuangan Islam mengandung semua risiko tersebut, dan yang paling unik di
sistem keuangan Islam adalah risiko yang timbul dari penerapan prinsip profit and
loss sharing (PLS). Namun ada dua alasan : Pertama, ada tuntutan moral untuk
menolak kehadiran bunga dalam sistem keuangan. Keyakinan seorang muslim
tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kedua, terdapat kepuasan tersendiri ketika
ketentuan Tuhan ini bisa membantu merealisasikan tujuan-tujuan kemanusian,
yang salah satu unsur terpentingnya dalah penerapan prinsip-prinsip keadilan.
Ketangguhan Sistem Ekonomi Islam
1. Ekonomi Islam tidak mengenal dualisme ekonomi, yaitu sektor riil dan sektor
non riil, yang aktivitasnya didominasi oleh praktik pertaruhan terhadap apa
yang akan terjadi pada ekonomi riil. Ekonomi Islam didasarkan pada ekonomi
riil. Dengan demikian, semua aturan ekonomi Islam memastikan agar
perputaran harta kekayaan tetap berputar secara luas. Larangan terhadap
adanya bunga (riba) bisa dipraktikan dengan melakukan investasi modal di
sektor ekonomi rill, karena Menggerakkan ekonomi riil. penanaman modal di
sektor lain (non-riil; seperti pasar uang maupun pasar modal) dilarang dalam
syariah. Kalaupun masih ada yang berusaha menaruh sejumlah modal sebagai
tabungan atau simpanan di bank (yang tentunya juga tidak akan memberikan
bunga), modal yang tersimpan tersebut juga akan dialirkan ke sektor riil bisa
dalam bentuk kerjasama (syarikah), sewa menyewa, maupun transaksi
perdagangan halal di sektor riil lainnya. Walhasil, setiap individu yang
memiliki lebih banyak kelebihan uang bisa menginvestasikan-nya di sektor
ekonomi riil, yang akan memiliki efek berlipat karena berputarnya uang dari
orang ke orang yang lain. Sebaliknya, keberadaan bunga, pasar keuangan, dan
judi secara langsung adalah faktor-faktor yang menghalangi perputaran harta.
2. Menciptakan stabilitas keuangan dunia.
Dengan diterapkannya sistem keuangan Islam (mata uang Islam dinar dan
dirham, larangan riba6 dan penerapan ekonomi berbasis sektor riil yang
melarang spekulatif di pasar keuangan derivatif7) akan tercipta stabilitas
keuangan dunia. Setelah lebih dari 14 abad daya beli/nilai tukar dinar memiliki
nilai yang tetap. Hal ini terbukti dengan daya beli 1 dinar pada zaman
Rasulullah saw. yang bisa ditukarkan dengan 1 ekor kambing. Pada saat ini pun
1 dinar dapat ditukarkan dengan 1 ekor kambing (1 dinar sekarang sekitar Rp
800.000) (Iqbal, 2007, hlm. 55).
3. Tidak mudah diintervensi asing/mandiri.
Negara yang menerapkan sistem keuangan Islam secara komprehensif—
sebagaimana telah diuraikan—akan melaksanakan politik swasembada;
mengurangi (meminimkan) impor; menerapkan strategi substitusi terhadap
barang-barang impor dengan barang-barang yang tersedia di dalam negeri;
serta meningkatkan ekspor komoditas yang diproduksi di dalam negeri dengan
komoditas yang diperlukan di dalam negeri ataupun menjualnya dengan
pembayaran dalam bentuk emas dan perak atau dengan mata uang asing yang
diperlukan untuk mengimpor barang-barang dan jasa yang dibutuhkan.
Dengan menerapkan sistem keuangan Islam global yang komprehensif negara
menjadi kuat dan mandiri. Niscaya hal tersebut akan menjadikan negara tidak
mudah diintervensi oleh pihak asing.

Sistem keuangan Islam bertujuan untuk memberikan jasa keuangan yang


halal kepada komunitas muslim, disamping itu juga diharapkan mampu
memberikan kontribusi yang layak bagi tercapanya tujuan sosio-ekonomi Islam.
Target utamanya adalah kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan kerja
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosio-ekonomi dan distribusi
pendapatan, kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta
investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan
jaminan keuntungan (bagi hasil) kepada semua pihak yang terlibat.
Tampaknya, dimensi religius harus dikemukakan sebagai tujuan terakhir,
dalam arti bahwa peluang melakukan operasi keuangan yang halal jauh lebih
penting dibanding model operasi keuangan itu sendiri. Validitas tujuan-tujuan
umum ini jarang dipersoalkan, namun tak pernah ada kesepakatan tentang struktur
ideal sistem keuangan yang diperlukan untuk mencapai semua tujuan tersebut.
Dari perspektif Islam, tujuan utama perbankan dan keuangan Islam dapat
disimpulkan sebagai berikut.:

a. Penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaruan


semua aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
b. Distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar.
c. Kemajuan dalam bidang pembangunan ekonomi.
Struktur Ideal Sistem Keuangan Islam
Literatur Ekonomi Islam mengungkapkan dua model sistem keuangan
yang Islami. Salah satunya yang dijalankan oleh M. Umer Chapra (1985) dan M.
Nejatullah Shiddiqi (1983), sedangkan yan kedua dikemukakan oleh Abdul halim
Ismail (1986). Mereka berbeda pendapat mengenai prilaku apa yang mestinya
ditunjukkan oleh institusi model masing-masing.
Chapra mengajukan sebuah sistem yang meliputi beberapa institusi
berikut: bank sentral, bank komersial, lembaga keuagan non-bank, lembaga kredit
khusus, korporasi asuransi deposito dan korporasi audit investasi. Sekilas, struktur
ini tidak ada bedanya dengan struktur sistem keuangan konvensional. Namun
Chapra melihat ada beberapa perbedaan dalam fungsi, ruang lingkup, dan
tanggung jawa setiap institusi. Tiap-tiap institusi dianggap sebagai komponen
penting dari suatu sistem integral yang diperlukan untuk mencapai tujuantujuan
yang diinginkan.
Ciri utama model keuanga Isla yang dikemukakan Chapra adalah
penyebaran tanggung jawab kesejahteraan sosial dan kepentingan agama ke
seluruh komponen sistem keuangan, dari mulai bank sentral sampai fungsi
obyektif agen-agen keuangan Islam. Penulis lain yang mengajukan kerangka
alternatif bagi sistem keuangan Islam adalah Abdul Halim Ismail (1986), yang
mengusulkan pembagian tanggung jawab yang lebih cermat. Ia membuat sketsa
sistem Ekonomi Islam yang terdir dari tiga sektor: yaitu sektor politik
(pemerintah), yang meliputi dana publik dan bank sentral, sektor sosial yang
bertanggung jawab atas administras pajak, dan sektor komersial yang meliputi
semua aktivitas komersial swasta. Setiap sektor memilik beragam bentuk
lembaga, yang semuanya bekerja mengikuti prinsip umum syari’ah dalam operasi-
operasi tertentu. Sistem keuangan Islam menopang lembaga-lembaga dalam
ketiga sektor tersebut.
Menurut sketsa Ismail , bank-bank komersial Islam jelas terasuk dalam
sektor komersial, tanggung jawab mereka dengan demikian terbatas pada
aktivitas-aktivitas komersial. Mereka tidk dibebani tugas untuk menjamin
distribusi pendapatan yang wajar , karena hal itu merupakan tugas pemerintah.
Demikian juga pengumpulan dan pajak bukan menjadi tugas bank komersial,
melainkan menjadi tanggung jawab lembaga sosial.
Dengan demikian kita melihat ada perbedaan penting antara kedua model
tersebut. Menurut chapra tiap-tiap lembaga dalam sistem ekonomi Islam
bertanggung jawab memenuhi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial secara umum,
kadang-kadang dengan mengorbankan profitabilitas individu. Konsekuensinya,
sistem keuangan Islam lebih memilih proyek-proyek yang secara sosial
menguntungkan, meskipun tidak demikian secara ekonomi.
Sebaliknya, menurut model Ismail, bank-bank Islam adalah lembaga
komersial yang bertanggung jawab terutama kepada par pemegang saham dan
deposan, mereka melayani masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masing-
masing, memperbesar laba dan pendapatan, serta distribusi zakat. Akibat yang
mungkin muncul dari perbedaan kedua pendekatan ini adalah bahwa setiap bank
dalam masing-masing model akan menetapkan cara operasi yang berbeda satu
sama lain. Meskipun perangkat operasi dan praktik pendanaan yang sah itu
merupakan hal yang lazim untuk kedua keadaan dan berlaku bagi semua lembaga
Islam, beberapa aktivitas bisa jadi lebih disukai daripada aktivitas lainnya,
tergantung pada tujuannya. Karena itu, penelitian tentang kerja yang
sesungguhnya dari praktik Bank Islam harus dikaji seraya memperhatikan
perbedaan-perbedaan tersebut.

Di dalam sitem ekonomi Islam, disamping berisi tentang aturan-aturan


ekonomi di sektor riil, tentu juga ada pengaturan dalam sistem keuangannya.
Bangunan dasar dari sistem keuangan Islam adalah bahwa Islam mewajibkan
bagi negara untuk mencetak mata uang yang terbuat dari emas dan perak. Namun
demikian, disamping adanya kewajiban dalam pencetakan mata uang emas dan
perak bagi negara tersebut, Islam juga memberikan ketentuan bagi negara untuk
melakukan penjagaan terhadap mata uang tersebut agar penggunaannya
senantiasa sesuai dengan aturan syara’, yaitu:
1) Hanya menggunakan mata uang sebagai alat tukar dan alat berjaga-jaga
saja (tidak untuk aktivitas spekulasi).
2) Wajib memungut zakat maal ke atas harta kekayaan (termasuk di
dalamnya adalah mata uang yang disimpan), yang sudah sampai nishob
dan haulnya.
3) Larangan menimbun mata uang (kanzul maal), yaitu menyimpan uang
tanpa ada hajat tertentu untuk pembelanjaannya.
4) Larangan mengambil riba nashiah (riba dalam utang-piutang).
5) Larangan mengambil riba fadhl (riba dalam tukar-menukar atau jual beli
pada barang tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’, seperti: jual beli
mata uang, saham dsb. secara tidak kontan dan tidak berada di tempat).
6) Larangan jual beli yang mengandung unsur judi (maysir), yaitu: jual beli
mata uang, saham dsb. yang mengandung unsur spekulasi dan dilakukan
secara tidak kontan dan tidak berada di tempat.
7) Larangan jual beli barang dan jasa yang haram (tabdzir).
8) Larangan menggunakan harta untuk berfoya-foya (tarif).
9) Larangan untuk kikir (taqtir) dalam membelanjakan hartanya.

Hutang, Bunga dan Krisis Finansial dalam Pandangan Islam


Masih ingatkah kita dengan kasus mega skandal bank century? Pada tahun
2008 lalu, untuk menyelamatkan bank Century dari kebangkrutan, sebagai dampak
dari krisis finansial yang terjadi di Amerika, bank Indonesia memberikan dana
talangan sebesar 6,7 triliun untuk bank kecil seperti bank Century. Meskipun telah
diberikan suntikan dana sebesar itu, bank tersebut masih saja bangkrut, dan
membuat nasabahnya mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Dana talangan
tadi disinyalir mengalir ke kantong orang-orang tertentu, dan sampai saat ini, siapa
sebenarnya pihak yang paling bertanggung-jawab atas skandal ini, masih belum
juga bisa ditangkap.
Sebelumnya, ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia, pada tahun 1998,
bank Indonesia juga memberikan bantuan kepada bank-bank di Indonesia, melalui
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang besarnya mencapai ratusan triliun
rupiah.
Meskipun demikian, tulisan ini tidak ingin mengkritisi tentang kinerja
pemerintah dalam mengatasi kasus-kasus tersebut. Namun tulisan ini lebih ingin
mengkritisi mengenai penyebab dari krisis finansial yang menjadi penyebab
diberikannya dana talangan yang menjadi potensi korupsi.
Hyman Philip Minsky, seorang profesor ekonomi di Universitas
Wasihington, seorang ekonom neo-Keynesian memberikan analisis yang cukup
menarik tentang penyebab krisis. Menurut beliau, ekonomi kapitalisme, memiliki
tendensi untuk mengalami krisis. Sehingga krisis menjadi suatu hal yang lumrah
dan akan senantiasa berulang didalam sistem ekonomi kapitalisme. Teori beliau
menganggap bahwa penyebab utama krisis ialah akumulasi hutang.
Menurut Minsky, ketika ekonomi tengah dalam kondisi yang baik, bisnis
berkembang, optimisme muncul, dan akhirnya merubah persepsi tentang level
hutang yang masih bisa diterima. Harga aset- aset finansial terus naik, dan
spekulasi meningkat.
Dengan meminjam uang lebih banyak, maka para pebisnis menganggap
lebih banyak keuntungan yang bisa dihasilkan. Karena keuntungan yang terus
meningkat, hal ini menarik investor lain untuk meminjamkan uangnya dan secara
otomatis meningkatkan level hutang perusahaan tadi. Karena ekonomi berjalan
dengan baik, dan kondisi finansial dari perusahaan peminjam tadi menunjukan
pertumbuhan yang baik, hal ini membuat para pemilik uang tadi dengan antusias
meminjamkan uang. Dengan berjalannya waktu, ternyata laju pertambahan hutang
meningkat begitu cepat, melebihi kemampuan perusahaan untuk membayar
kembali hutangnya.
Istilah hedge, speculative,dan Ponzi digunakan oleh Minsky untuk
menggambarkan kemampuan sebuah perusahaan untuk membayar kembali
hutang-hutangnya. Hedge artinya perusahaan tersebut mampu untuk membayar
semua kewajiban hutangnya melalui arus kas perusahaan tadi. Speculative, artinya
perusahaan yang hanya mampu membayar bunga pinjaman, namun harus memutar
kembali hutangnya, yaitu berhutang kembali kepada pihak lain, sebagai upaya
agar dapat membayar cicilan pokok hutangnya. Ponzi, digunakan untuk
menunjukan perusahaan yang tidak mampu membayar baik bunga maupun hutang
pokoknya. Perusahaan seperti ini bergantung pada naiknya nilai aset mereka untuk
bisa membayar kembali hutang mereka. Minsky berargumentasi, bahwa ada
kecenderungan semakin banyaknya perusahaan speculative, dan Ponzi, seiring
dengan naiknya suku bunga.
Dalam kondisi dimana perekonomian telah menjadi sangat rapuh, sedikit
guncangan dan hal tidak biasa, bisa menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. “hal
yang tidak biasa” yang dimaksud bisa berupa kebangkrutan sebuah perusahaan
raksasa, bangkrutnya bank, dll. Hal ini berakibat pada perasaan optimistik yang
sebelumnya ada hilang. Namun mengingat bahwa perekonomian kapitalisme pada
dasarnya tidak stabil, kemunculan hal seperti ini bakal sering terjadi.
Dengan demikian dapat terlihat beberapa sifat dan karakteristik yang
menjadi bagian tak terpisahkan dari kapitalisme, karakteristik tersebut ialah,
adanya hutang yang mengandung riba. Mereka mengambil hutang dengan
adanya bunga hal ini berakibat pada bertambahnya jumlah uang yang beredar,
yang tidak diimbangi dengan bertambahnya jumlah barang dan jasa. Hal ini
mengakibatkan perekonomian terlihat besar, namun sebenarnya rapuh,
sebagaimana yang dikatakan oleh Minsky.
Pertanyaan selanjutnya ialah, bagaimana pandangan islam terhadap hutang
dan bunga yang menjadi penyebab utama dari krisis ekonomi tersebut?Untuk itu
akan dibahas tentang riba dan bunga, serta kaitan antara keduanya.
Riba dari segi bahasa berarti tambahan. Riba dalam istilah syari ialah
tambahan yang didapat dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syariat. Para
ulama membedakan riba menjadi dua jenis, yaitu riba nasiah dan riba fadhl. Riba
nasiah ialah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran hutang. Riba
fadhl ialah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang-barang riba.
Syafi’i Antonio menjelaskan tentang karakteristik dari bunga yaitu a.
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung, b.
Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan, c.
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi,d.jumlah pembayaran
bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang booming .
Dengan demikian, pada dasarnya bunga dalam hutang tadi ialah riba
nasiah, karena merupakan tambahan dari hutang. Mengenai keharaman riba telah
jelas didalam al-Quran.

“Padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Al


Baqarah 275)”.
Ash-Shabuni dalam Shafawatut Tafasir menafsirkan firman Allah ini
dengan, “Allah menghalalkan jual-beli karena ada transaksi tukar menukar hal-hal
yang bermanfaat, dan mengharamkan riba karena dapat membahayakan individu
dan masyarakat. Riba merupakan kelebihan harta hasil jerih-payah orang si
penghutang.”
Didalam Al-Quran dan Hadist, tidak cukup Allah hanya menyatakan
keharaman dari riba, Allah juga telah menjelaskan tentang celaan dan ancaman
bagi para pemakan riba, misalnya didalam ayat yang sama, Allah swt berfirman

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila(Al Baqarah 275)” ,
Asy-Syahid Sayyid Quthb berkata bahwa ayat ini merupakan ancaman agar
sampai kepada perasaan, seakan-akan menjadi gambaran nyata, yaitu gambaran
orang yang menderita penyakit gila akibat kemasukan setan. Sebagaian ahli tafsir
berpendapat bahwa lafadz qiyam (berdiri sempoyongan) yaitu terjadi pada Hari
Kiamat. Akan tetapi, dalam realita yang terjadi di bumi ini banyak manusia yang
tersesat kemasukan setan seperti orang gila atau tertekan. Menurut hukum Allah,
dunia yang kita tempati saat ini adalah dunia kekacauan, kegelisahan, stres dan
lain sebagainya, meskipun dunia ini telah berada dipuncak peradaban materi.
Melihat realita yang ada, sepertinya banyak para pemakan riba yang kini
seperti orang gila, hal ini dikarenakan mereka sangat menginginkan agar mereka
bisa mendapatkan untung dari uang mereka, tanpa harus melakukan usaha apapun
dan memeras hasil keringat orang lain.Dilain pihak ada juga pihak
yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
,bahkan dengan mengambil hutang yang mengandung riba, bahkan mereka
menjadi pihak-pihak yang dalam posisi speculative dan Ponzi. Disisi lain,
kekhawatiran mereka dengan uang yang mereka dapatkan dari riba akan
menghilang, ataupun berkurang karena krisis ekonomi yang merupakan akibat dari
perbuatan mereka sendiri.

Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mengutuk orang yang


menerima riba, orang yang membayarnya, orang yang mencatatnya, dan
dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda “Mereka itu sama” (HR
Muslim),

Al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Masud bahwa Nabi saw bersabda,


“Riba itu mempunyai 73 pintu; yang paling rendah (dosanya) sama
dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya.”
Bahkan Allah swt telah memberikan ancaman:

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka


ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu(Al Baqarah
279)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud ayat ini ialah,
barangsiapa yang tetap melakukan praktek riba dan tidak melepaskan diri darinya
maka wajib atas imam kaum muslimin untuk memintanya bertaubat, jika ia mau
melepaskannya darinya, maka keselematan baginya, dan jika ia menolak maka ia
harus dipenggal lehernya.
Dengan kondisi yang demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi
kapitalisme mempunyai cacat bawaan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
ekonomi ini, yaitu riba. Perekonomian berbasis riba ini, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Minsky, mengakibatkan rapuhnya perekonomian, dan rawannya
terjadi krisis ekonomi. Terbukti pada abad ke 20, telah terjadi sekitar 20 kali krisis
besar. Dan sebagaimana yang dijelaskan oleh Paul MCcCulley krisis subprime
mortgage yang menjadi pemicu terjadinya krisis finansial di Amerika, bahkan
yang diyakini menjadi pemantik dari krisis hutang di Eropa, terjadi sebagaimana
yang diprediksi oleh Minsky. Dengan demikian, jelaslah krisis finansial akan
senantiasa berulang terjadi didalam sistem ekonomi kapitalisme sekarang.

7 Prinsip Mengelola Finansial Secara Islami

Islamic financial atau pengelolaan finansial secara islami sudah selayaknya


dilakukan oleh semua umat Islam. Terutama dalam lembaga keluarga, pengaturan
finansial adalah hal yang sangat krusial. Ini adalah solusi terbaik yang tentunya
diridai oleh Allah Swt.
Saat ini, kondisi perekonomian yang sangat tidak menentu menuntut setiap
keluarga untuk memiliki kemampuan mengelola finansial dengan cerdas.
Kebutuhan keluarga memang perlu direncanakan dengan sangat hati-hati.
Perencanaan finansial secara Islam terbukti tepat guna dan akan menyelamatkan
keuangan Anda.
Nah, bagaimanakah prinsip-prinsip mengelola finansial secara islami?
Prinsip perencanaan finansial secara islami ini diperkenalkan oleh Hijrah Strategic
Advisory Group Sdn. Bhd yang berada di Malaysia. Ada 7 prinsip utama dalam
menjalankan finansial keluarga sesuai syariat agama Islam. Jika 7 prinsip ini
dilaksanakan untuk merencanakan kebutuhan keluarga, tidak diragukan lagi
kesejahteraan akan tercapai.
Nah, inilah 7 prinsip mengelola finansial secara islami:
1. Pendapatan
Islam mengajarkan, sebagai imam keluarga, suami haruslah menafkahi
istri dan keluarganya dari sumber yang halal. Rasulullah Saw. bersabda:

S1 Akuntansi Universitas 210


Pamulang
“Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik saja.” (HR.
Muslim).
Pendapatan yang akan dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pokok,
seperti makan dan minum yang akan dikonsumsi, akan mengalir di dalam darah
kita. Jadi usaha apa pun yang Anda lakukan haruslah halal, agar membawa berkah
bagi keluarga dan terhindar dari murka Allah.
2. Pengeluaran
Ada peribahasa mengatakan “besar pasak daripada tiang” yang perlu
dihindari oleh diri setiap muslim. Jangan sampai pengeluaran lebih besar daripada
pemasukan.
Buatlah daftar anggaran bulanan yang dapat mengontrol pengeluaran agar
tidak berlebih. Namun jangan lupa, infakkanlah sebagian di jalan, sebagai bekal
amal saleh Anda.
3. Perencanaan Jangka Panjang
Manusia hanya bisa berencana, namun pada akhirnya Allahlah yang
menentukan. Untuk menyiasati kebutuhan yang tak terduga di masa mendatang,
perlu adanya komitmen.
Selain itu, bagi muslim di seluruh dunia, menjalankan Rukun Iman yang
kelima, yaitu pergi haji ke Tanah Suci Mekah juga merupakan suatu kewajiban
jika telah mampu.
Untuk mewujudkannya, Anda harus mempersiapkannya sedini mungkin
dengan perencanaan finansial yang baik.
4. Asuransi
Asuransi adalah salah satu tindakan yang tepat untuk melindungi harta
yang dimiliki dan anggota keluarga saat sakit. Dengan niatan yang baik, tidak ada
salahnya mengikuti asuransi syariah untuk meminimalkan risiko terhadap
kejadian buruk yang tak terduga.
5. Pengelolaan Utang
Utang yang diharamkan dalam Islam adalah utang yang mengandung
unsur riba, seperti berutang yang berbunga. Dewasa ini, banyak pilihan bank

S1 Akuntansi Universitas 211


Pamulang
syariah yang menawarkan modal usaha dengan sistem pengelolaan yang merujuk
kaidah menurut hukum Islam.
Jadi, tidak perlu menghawatirkan lagi sumber-sumber finansial yang bisa
Anda pergunakan. Meskipun kita tetap mesti secara teliti mencermati akad-
akadnya.
6. Investasi
Investasi dalam bentuk emas, deposito, ataupun saham adalah hal yang
sah-sah saja untuk dilakukan. Kesempatan membuka peluang usaha saat ini dan
masa yang akan datang dapat dimulai dengan menginvestasikan modal secara
islami.
7. Zakat
Zakat bertujuan untuk menyucikan harta. Allah mewajibkan hamba-Nya
untuk mengeluarkan zakat setiap tahunnya. Poin zakat ini mesti wajib dimasukkan
dalam perhitungan dan perencanaan keuangan secara Islam.

Kesimpulan
Dalam hukum syari’ah, ada dua macam kaidah, yaitu dalam ibadah dan
muamalah. Dalam ibadah, kaidah hukum yang berlaku adalah semua hal dilarang,
kecuali yang ada ketentuannya dalam Al-Qur’an atau Sunnah. Sedangkan dalam
muamalah, semua hal diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Hal ini
berarti, ketika ada suatu transaksi baru yang muncul, dan belum dikenal
sebelumnya dalam rukun islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima,
kecuali bila terdapat implikasi dari Al-Qur’an dan sunnah yang melarangnya, baik
secara eksplisit maupun implisit.
Dengan demikian untuk mengidentifikasi transaksi yang dilarang oleh
islam, dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor sebagai berikut :

1) Haram dzat atau barangnya (Haraam lidzatihi), meliputi : Babi, Minuman


keras, Bangkai, Darah
2) Haram selain dzatnya (haraam lighoirihi), mencakup
:Tadlis, Taghrir (Gharar), Ihtikar (monopoli), Bai’
najasi, Riba, Maysir, Risywah (suap menyuap).
3) Tidak sah (lengkap) akadnya, mencakup :Rukun dan syaratnya tidak
terpenuhi, Terjadi ta’alluqatau ketergantungan suatu akad dengan akad
yang lain, Terjadi two in one

C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan prinsip-prinsip dasar dalam sistem finansial ekonomi syariah !
2. Bagaimana model keuangan Islam yang ideal menurut Umar Chapra !
3. Terdapat pandangan bahwa sistem finansial global akan cenderung stabil
apabila mata uang dinar dan dirham diberlakukan sebagai satuan nilai.
Jelaskan pandangan anda mengenai penggunaan dinar dan dirham sebagai
standar satuan nilai dalam Islam !
4. Jelaskan bagaimana ekonomi syariah mengatasi krisis finansial !
D. DAFTAR PUSTAKA
Dawam Raharjo, Menegakan Syariat Islam di Bidang Ekonomi, dalam
Adiwarman Karim, Bank Islam: analisis fiqh dan Keuangan, IIIT
Indonesia, Jakarta, 2003
Durant, Will, The Age of Faith, New York, Simon and Schuster, Encyclopaedia of
Islam, New Editoin, 1950
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia,
2002), hal. 149. Penulis buku ini menkompilasi dari Sumber M.
Najatullah Siddiqi (1995), M. Aslam Hannaef (1995), dan A. Karim
(2001).
Javed Ansari, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis: Laporan dari
Islamabad dalam Islamisasi Ekonomi: Suatu Sketsa Evaluasi dan Prospek
Gerakan Perekonomian Islam, (Amrullh dkk., e.,) PLP2M, Yogyakarta,
1985, hal. 100-111.
Mardani, 2011. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Penerbit PT Refika
Aditama : Bandung.
Muhammad Abdul Mannan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam.
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhammad Abu Zahrah, Abu`Hani`fah, Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby
Schumpeter, Joseph. A., History of Economic Analysis, Oxford University Press
(New York), 1954
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah, Jakarta, Alpabet,2000,

Anda mungkin juga menyukai