Anda di halaman 1dari 19

KARYA TULIS

PERAN EKONOMI ISLAM DALAM MENGHADAPI

KRISIS EKONOMI MODERN

Disusun Oleh :
1. Shafira Anissakinah B 200 170 281
2. Dina Febriyanti B 200 170 284
3. Intan Lestari Dewi B 200 170 285
4. Arrumdani Susanto Putri B 200 170 298
5. Dita Qusna Pratiwi B 200 170 307

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2018/2019
BAB 1
PENDAHULUAN

Sistem Ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi dimana dalam


pelaksanaannya berlandaskan syariat Islam dengan berpedoman kepada Al-Quran dan
Al Hadits. Sehingga dikatakan bahwa sistem ekonomi Islam mengandung sifat-sifat
baik dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Sistem ekonomi Islam mengatur
berbagai kegiatan perekonomian seperti jual-beli, simpan-pinjam, investasi, dan
berbagai kegiatan ekonomi lainnya.
Pada pelaksanaannya, sistem ekonomi Islam memiliki prinsip-prinsip
ekonomi yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia. Yaitu setiap manusia
diharuskan mencari dan mengelola sumber daya alam sebaik-baiknya. Sistem
ekonomi Islam melarang praktik riba dalam setiap kegiatan ekonomi karena dianggap
dapat menyengsarakan peminjam dana, khususnya mereka yang kurang mampu. Agar
terhindar dari praktik riba maka ekonomi Islam telah memberikan solusi (alternatif)
dengan mengindari praktek riba (bunga/interest) didalam proses perbankan.
Pengalaman krisis demi krisis yang menimpa ekonomi dunia dalam satu abad
terakhir ini seharusnya telah menyadarkan kepada kita bahwa bobroknya ekonomi
telah menjalar menjadi persoalan yang semakin kompleks. Krisis ekonomi telah
banyak menimbulkan kerugian yang dampaknya tidak hanya mengganggu stabilitas
ekonomi namun juga berdampak pada kehidupan sosial politik di Indonesia. Tidak
hanya jumlah pengangguran yang bertambah, tingkat kejahatan yang meningkat juga
merupakan salah satu dampak yang disebabkan karena krisis ekonomi yang melanda
Indonesia.
Para ahli ekonomi dunia sibuk mencari sebab-sebabnya untuk memulihkan
perekonomian di negaranya masing-masing termasuk di Indonesia. Sistem ekonomi
kapitalis dengan sistem bunganya diduga sebagai penyebab terjadinya krisis. Hal ini
mengakibatkan beberapa ahli ekonomi mencoba mencari sistem ekonomi baru yang
dianggap bisa mengatasi permasalahan yang timbul akibat krisis ekonomi global.
Sistem ekonomi Islam mulai dilirik sebagai suatu pilihan alternatif, dan
diharapkan mampu mengatasi masalah krisis ekonomi global yang saat ini sedang
terjadi. Di beberapa negara sudah mulai diterapkan sistem keuangan syariah yang
berdasarkan pada konsep ekonomi Islam. Beberapa konsep ekonomi Islam telah
terbukti tahan terhadap krisis ekonomi global yang sedang terjadi.
Khusus di beberapa tahun belakang ini, lembanga-lembaga ekonomi yang
berbasiskan syariah semakin marak di panggung perekonomian nasional. Mereka
lahir menyusul krisis berkepanjangan sebagai buah kegagalan sistem moneter
kapitalis di Indonesia. Sejak berdirinya Bank Muamalat sebagai pelapor bank yang
menggunakan sistem syariah pada tahun 1991, kini banyak bermuculan bank-bank
syariah, baik yang murni menggunakan sistem tersebut maupun baru pada tahap
membuka Unit Usaha Syariah (UUS) atau divisi usaha syariah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Ekonomi Islam: Definisi, Karakteristik dan Kebijakannya
Ekonomi merupakan sebuah aktifitas dasar manusia dalam rangka memenuhi
naluri mereka untuk tetap bertahan hidup semampu mereka di dunia ini. Mereka
melakukan apa saja yang mereka mampu, sehingga segala kebutuhan hidupnya dapat
terpenuhi dengan maksimal. Pemenuhan kebutuhan ini pun terus berkembang bukan
hanya jenis variasi kebutuhan, tapi juga kualitas pemenuhan kebutuhan itu sendiri.
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang mandiri, oleh karena
itu Islam mendorong kehidupan sebagai kesatuan yang utuh dan menolong kehidupan
seseorang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, yang
individu-individunya saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam skema tata
sosial, karena manusia adalah entitas individu sekaligus kolektif. Ekonomi Islam akan
terwujud hanya jika ajaran Islam diyakini dan dilaksanakan secara menyeluruh.
Ekonomi Islam mempelajari perilaku ekonomi individu-individu yang secara sadar
dituntun oleh ajaran Islam Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam memecahkan masalah
ekonomi yang dihadapi. Berbagai ahli ekonom muslim memberikan definisi ekonomi
Islam yang bervariasi, diantaranya ada yang mengungkapkan bahwa Ekonomi Islam
adalah kumpulan dari dasar-dasar umum ekonomi yang diambil dari Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah serta dari tatanan ekonomi yang dibangun atas dasar-dasar
tersebut sesuai dengan berbagai macam bi’ah (lingkungan) dan setiap zaman. Adapun
karakteristik ekonomi islam adalah sebagai berikut:
a. Ekonomi Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep
Islam yang utuh dan menyeluruh,
b. Aktivitas ekonomi Islam merupakan suatu bentuk ibadah,
c. Tatanan ekonomi Islam memiliki tujuan yang sangat mulia,
d. Ekonomi Islam merupakan sistem yang memiliki pengawasan melekat
yang berakar dari keimanan dan tanggung jawab kepada Allah,
e. Ekonomi Islam merupakan sistem yang menyelaraskan antara
maslahah individu dan maslahah umum.
Berikut adalah hal-hal yang harus diusahakan agar tidak mengganggu
optimalisasi dan efektivitas implementasi ekonomi Islam. Kebijakan ini adalah
sebagai berikut:
2.1.1 Penghapusan Riba
Islam telah melarang segala bentuk riba karenanya ia harus dihapuskan
dalam ekonomi Islam. Pelarangan riba secara tegas ini dapat dijumpai
dalam Alqur’an dan Hadits.
2.1.2 Pelembagaan zakat
Sebagaimana diketahui zakat adalah uang iuran yang diwajibkan atas
harta seorang muslim yang telah memenuhi syarat, bahkan ia
merupakan rukun Islam yang ketiga. Zakat pada dasarnya merupakan
suatu sistem yang berfungsi untuk menjamin distribusi pendapatan dan
kekayaan masyarakat secara lebih baik. Karena zakat adalah poros dan
pusat keuangan negara Islami, karena zakat meliputi bidang moral,
sosial dan ekonomi.
2.1.3 Pelarangan Gharar
Ajaran Islam melarang aktivitas ekonomi yang mengandung gharar.
Dari segi bahasa, gharar berarti risiko, atau juga ketidakpastian.
Menurut Ibnu Taimiyah gharar adalah sesuat dengan karakter yang
tidak diketahui sehingga menjual hal ini adalah seperti perjudian.
Dengan kata lain, gharar terjadi karena seseorang sama sekali tidak
dapat mengetahui kemungkinan kejadian sesuatu sehingga bersifat
spekulatif. Selain itu juga dalam gharar terkandung pengertian,
sebagaimana game theory, apa yang disebut zero sum game with
uncertainty pay-off –yang artinya jika satu pihak menerima
keuntungan, maka pihak lain pasti mengalami kerugian.
2.2 Ekonom Islam: Sebuah Pendekatan dan Analisis
Banyak pakar yang memberikan solusi terhadap krisis ekonomi yang
terjadi. Meskipun terdapat perbedaan, tetapi pada umumnya kunci dari solusi
krisis adalah menghilangkan sistem bunga (riba) dalam ekonomi. Diantara
mereka adalah sebagai berikut:
2.2.1 Akram Khan dan Ariff
Akram Khan dan Ariff mengatakan bahwa untuk menstabilkan ekonomi,
diperlukan empat instrumen sebagai stabilizers, yaitu:
a. sistem perbankan harus terbebas dari bunga (riba). Dimana bunga
merupakan tambahan terhadap uang yang disimpan pada lembaga
keuangan atau terhadap uang yang dipinjamkan.
b. pasar uang yang bebas dari spekulasi. Hal ini bertujuan agar pasar
uang berada dalam keadaan seimbang secara terus-menerus antara
kekayaan dalam bentuk uang dan nilai riil saham. (c) upah yang adil;
upah yang adil bermakna bahwa upah yang diberikan haruslah
memenuhi kriteria keadilan. Adil disini bermakna proporsional.
2.2.2 Muhammad Ramzan Akhtar
Muhammad Ramzan Akhtar mengatakan bahwa, untuk menciptakan
sistem ekonomi yang benar-benar Islami, diperlukan 3 hal berikut, yaitu:
a. Menghapuskan sistem riba (interest). Basis bunga harus digantikan
dengan basis bagi untung dan resiko (profit and risk sharing),
b. Perlu mendirikan institusi zakat. Zakat dapat dipakai sebagai alat
ukur depresi atau booming dalam ekonomi. Zakat memiliki 3 peran:
pemberantasan kemiskinan, stabilisasi dan pembangunan ekonomi.
c. Faktor moral. Dalam sistem ekonomi Islam ada 2 faktor yang
diperlukan, yaitu faktor moral dan faktor material. Hal ini berbeda
dengan sistem ekonomi sekuler, dimana hanya faktor materi saja
yang diperhatikan.
2.2.3 Menurut Mahmud Abu Saud
Mahmud Abu Saud mengatakan bahwa, untuk menciptakan sistem
ekonomi Islam sebagai solusi, diperlukan 6 pilar, yaitu:
a. Work and reward.
Setiap muslim diharuskan untuk bekerja, dan dia juga harus
menerima risiko apapun yang terkait dengan pekerjaan itu, tidak ada
keuntungan atau manfaat yang diperoleh tanpa risiko. Inilah jiwa dari
prinsip al-haraj biddhaman (dimana ada manfaat, disitu ada resiko).
No harding (menimbun uang) and monopoly. Tidak seorangpun
diizinkan menimbun uang, dan uang kontan (cash) harus diusahakan.
Penimbunan biasanya digunakan untuk spekulasi yang dapat
berimbas pada ketidakstabilan ekonomi. Tidak ada satupun yang
boleh melakukan monopoli atau oligopoli, karena Islam mendorong
persaingan dalam ekonomi sebagai jiwa dari fastabiqul khairat.
b. Sepreciation.
Segala sesuatu didunia ini mengalami depresiasi (penyusutan).
Kekayaan juga terdepresiasi dengan zakat. Yang abadi didunia ini
hanya Allah SWT.
c. Money is a just a mean of exchange.
Uang hanya merupakan alat penyimpanan nilaidan uang bukanlah
merupakan alat komoditi. Karena komoditi mempunyai harga,
sedangkan uang tidak.
d. Interest is riba.
Jumhur ulama mengatakan bahwa bunga (interest) adalah mutlak
riba, yang sangat diharamkan dalam Islam. Baik itu oleh Majlis
Tarjih Muhammadiyah, Organisasi Konferensi Islam (OKI), maupun
oleh Mufti Negara Mesir.
e. Social solidarity.
Kaum muslimin ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit maka
seluruh tubuh akan merasakan sakit. Jika seorang muslim mengalami
problem kemiskinan, maka tugas kaum musliminlah untuk menolong
orang miskin itu. Karena kekayaan adalah amanah dan titipan dari
Allah SWT.

Adapun dalam sisi perbankan ekonomi Islam telah memberikan solusi


(alternatif) untuk mengindari praktek riba (bunga/interest) didalam proses
perbankannya. Solusi tersebut berupa produk Mudharabah yang berbasis pada nisbah
bagi hasil yang dinyatakan dalam bentuk prosentase antara shahibul mal dan
mudharib, bukan dinyatakan dalam nilai nominal ‘Rp’ tertentu, jadi nisbah
keuntungan itu misalnya adalah 50:50, 70:30 atau bahkan 99:1. Dengan sistem bagi
hasil agaknya tidak memungkinkan bagi bank-bank komersial untuk mengajukan
pinjaman yang terlalu besar karena bias menjadi cikal bakal timbulnya krisis. Oleh
karena itu, nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan
berdasarkan porsi setoran modal. Ketentuan ini merupakan konsekuensi logis dari
karakteristik akad mudharabah itu sendiri yang tergolong kedalam kontrak investasi
(natural uncertanty contrasts). Dalam kontrak ini, return dan timing cash flow nya
tergantung kepada kinerja sektor riilnya.

Berdasarkan paparan diatas ,penulis sangat yakin bahwa sesungguhnya sistem


ekonomi Islamlah satu-satunya solusi yang ampuh dan steril dari semua krisis
ekonomi. Karena sistem ekonomi Islam benar-benar telah mencegah semua faktor
yang akan menyebabkan krisis ekonomi.

Pertama: Sistem ekonomi Islam telah menetapkan bahwa emas dan perak
merupakan mata uang, bukan yang lain. Mengeluarkan kertas substitusi harus
ditopang dengan emas dan perak, dengan nilai yang sama dan dapat ditukar, saat ada
permintaan. Dengan begitu, uang kertas negara manapun tidak akan bisa didominasi
oleh uang negara lain. Sebaliknya, uang tersebut mempunyai nilai intrinsik yang
tetap, dan tidak berubah.

Kedua: Sistem ekonomi Islam melarang riba, baik nasi’ah maupun fadhal,
juga menetapkan pinjaman untuk membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa
tambahan (bunga) dari uang pokoknya. Di Baitul Mal kaum Muslim juga terdapat
bagian khusus untuk pinjaman bagi mereka yang membutuhkan, termasuk para
petani, sebagai bentuk bantuan untuk mereka, tanpa ada unsur riba sedikit pun di
dalamnya.

Ketiga: Sistem ekonomi Islam melarang penjualan komoditi sebelum dikuasai


oleh penjualnya. Karena itu, haram menjual barang yang tidak menjadi milik
seseorang. Haram memindah tangankan kertas berharga, obligasi dan saham yang
dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua sarana
penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh kapitalisme, dengan klaim kebebasan
kepemilikan.

Keempat: Sistem ekonomi Islam juga melarang individu, institusi dan


perusahaan untuk memiliki apa yang menjadi kepemilikan umum, seperti minyak,
tambang, energi dan listrik yang digunakan sebagai bahan bakar. Islam menjadikan
negara sebagai penguasanya sesuai dengan ketentuan hukum syariah.

Terjadinya krisis ekonomi dalam Islam tidak terlepas dari praktek-praktek


atau aktivitas ekonomi yang dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai keislaman,
seperti tindakan mengkonsumsi riba, monopoli, korupsi, dan tindakan malpraktek
lainnya. Bila pelaku ekonomi telah terbiasa bertindak di luar tuntunan ekonomi
Ilahiah, maka tidaklah berlebihan bila krisis ekonomi yang melanda kita adalah suatu
malapetaka yang sengaja diundang kehadirannya. Hal ini seperti disinyalir Allah swt:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan


tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar-Rum: 40),
dan “Dan apa saja yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri dan Allah mema’afkan sebahagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu)” (Q.S. As-Syura: 30).

”....dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah


kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”(Q.S. Asy-Syu’ara: 183).

Melakukan praktek ekonomi yang bertentangan dengan syari’at Islam seperti


disebutkan dalam ayat di atas adalah merupakan suatu tindakan yang tidak hanya
merugikan diri sendiri tetapi juga akan merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi
umat. Karena setiap aturan Ilahiyah senantiasa mengandung kemaslahatan bagi umat
baik di dunia maupun di akhirat kelak. Sebaliknya, pelanggaran syari’at Islam baik
yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak, pasti akan mengundang malapetaka
(ganjaran setimpal) langsung atau tidak langsung dari Allah swt. Krisis ekonomi
adalah merupakan salah satu contoh malapetaka atau cobaan Tuhan terhadap
makhluk-Nya yang telah terlalu jauh melaksanakan aktivitas ekonomi melenceng dari
rel al-Qur’an dan Sunnah, seperti melegalkan riba yang merajelala di tengah-tengah
ekonomi umat.

Krisis inipun bersumber dari kerapuhan moral manusia dalam mengelola


keuangan. Pertama, diawali dari pemberian kredit yang sangat longgar oleh lembaga
keuangan seperti bank, perusahaan investasi, asuransi dan lainnya. Mereka
menawarkan penyediaan modal dalam bentuk kredit perumahan yang jaminannya
adalah properti itu sendiri yang dikenal dengan prime-mortgage. Jenis kredit ini
biasanya hanya diberikan kepada nasabah yang mampu mencicil dan melunasi
kreditnya karena berpenghasilan memadai, punya pekerjaan tetap, memiliki jabatan,
dan punya track record yang baik dalam pembayaran kredit. Namun akibat kerakusan
yang merasuki para manajer untuk mendapatkan bonus atau fee, maka muncullah
inovasi keuangan dengan menciptakan kredit sub-prime-mortgage yang diberikan
kepada mereka yang tidak memiliki kapasitas membayar, misalnya buruh, pekerja
tidak tetap, dan masyarakat yang hidup pas-pasan. Kredit ini dikenal dengan sebutan
“NINJA LOAN” atau “No Incame, No Job dan No Asset” dengan resiko gagal
bayarnya sangat besar.

Karena resiko sub-prime lebih tinggi, maka bunga yang dikenakan bank
kepada peminjam juga lebih tinggi dari prime mortgage. Betapa tidak bermoralnya
manakala orang-orang kaya yang mampu diberikan kredit dengan bunga lebih murah,
sedangkan orang-orang yang hidup pas-pasan harus membayar utang kredit dengan
bunga yang lebih tinggi. Ironinya para eksekutif keuangan berani bertaruh atas resiko
tinggi tersebut dengan memperdagangkan surat utang sub-prime-mortgage tersebut di
bursa saham. Surat-surat utang tersebut di sekuritaskan sehingga resiko dapat
dialihkan kepada pihak lain seperti perusahaan ansuransi yang pada hakikatnya si
penjamin sendiri tidak memiliki cadangan modal yang cukup terutama dalam bentuk
aset untuk menjaminnya.

2.3 Solusi Islam untuk Mengatasai Krisis Ekonomi Global


Islam telah menawarkan satu sistem ekonomi yang memartabatkan
manusia. Dengan senantiasa melakukan perbaikan dalam masyarakat dengan
berbasis pada nilai-nilai moralitas, spiritual. Yaitu suatu sistem yang ditopang
oleh prinsip Tauhid dalam proses mendapatkan dan pemanfaatan harta sesuai
dengan mekanisme dan aturan-Nya. Harta harus diperoleh dengan cara-cara
yang etis dan halal, seperti tidak boleh ada unsur judi, riba, dan gharar (tidak
transparan), menipu dan cara ekploitatif lainnya. Demikian pula dalam
pemanfaatannya, harta harus dimanfaatkan sesuai dengan cara-cara yang etis dan
halal. Dalam setiap harta yang dimiliki oleh seseorang ada hak milik orang lain
yang kurang beruntung. Tegasnya Islam menghapus segala bentuk praktik
ribawi, ekploitatif, judi dan mempromosikan persaudaraan, kerjasama dalam
kegiatan ekonomi.
Seluruh aktifitas ekonomi senantiasa menyeimbangkan kepentingan
dunia dan kepentingan akhirat sekaligus. Menjunjung nilai-nilai kemanusiaan
dengan mengedepankan akhlak yang terpuji dalam kebijakan ekonomi dan
prilaku bisnis sesuai dengan kedudukan manusia sebagai khalifah.
Mengedepankan kemaslahatan masyarakat atas kepentingan pribadi.
Menegakkan prinsip-prinsip kesamaan hak dan kewajiban di antara sesama
manusia. Dan memperhatikan perintah maupun larangan Allah dan Rasul-Nya
dalam melaksanakan aktifitas bisnis.
Tujuan utama ekonomi Islam untuk mencapai sasaran keadilan dengan
memakai instrumen zakat, sedekah dan sistem berbagi untung dan kerugian
(profit-loss sharing). Pertama, Zakat atau sedekah sebagai Instrumen distribusi
kekayaan/pendapatan yang utama sebagaimana firman Allah dalam QS.At-
Taubah ayat 103 “Ambilah Sedekah (Zakat) dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. Melalui program zakat
akan dapat mengikis ketidakadilan yang masih tersisa sehingga menciptakan
suatu distribusi pendapatan yang manusiawi dan seirama dengan konsep
persaudaraan kemanusiaan.
Krisis keuangaan yang terjadi di Amerika Serikat (AS) ternyata telah
mempengaruhi wajah keuangan global. Dampak krisis yang dihadapi negara-
negara di dunia pada umumnya adalah meningkatnya inflasi, turunnya nilai
tukar, turunnya pertumbuhan ekonomi, runtuhnya indeks bursa dan sejumlah
bank/institusi keuangan/korporasi mengalami kesulitan keuangan atau bangkrut.
Dampak langsung krisis keuangan ini bagi Indonesia adalah kerugian
beberapa perusahaan di Indonesia yang berinvestasi di institusi-institusi
keuangan Amerika Serikat. Perusahaan keuangan ataupun non bank yang
mengalokasikan dana pada sumber pendapatan alternatif, melalui pembelian
saham atau obligasi pada instrumen keuangan asing, seperti Citigroup, UBS,
Merril Lynch, Morgan Stanley, Lehman Brothers, Fannie Mae, Freddie Mac,
American International Group (AIG) dan lainnya.
Sedangkan dampak tidak langsung dari krisis adalah turunnya
likuiditas, melonjaknya tingkat suku bunga, turunnya harga komoditas,
melemahnya nilai tukar rupiah, dan melemahnya pertumbuhan sumber dana.
Demikian juga, menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar
terhadap berbagai institusi keuangan yang menyebabkan melemahnya pasar
modal.

2.4 Pengaruh Krisis pada Bank Syariah dan Bank Konvensional


Krisis keuangan menyebabkan Bank Indonesia meningkatkan BI rate
untuk meredam inflasi yang diakibatkan oleh turunnya nilai rupiah terhadap
dolar. Kenaikan BI rate direspon dengan kenaikan tingkat bunga bank
konvensional secara masif. Namun kenaikan tingkat bunga ini tidak
mempengaruhi bank syariah secara langsung. Sistem jual beli (bai’) di bank
syariah, dimana pembayaran margin didasarkan fixed rate dimana ketetapan
didasarkan kontrak tidak bisa berubah sewaktu-waktu seperti hanya dengan
bunga. Namun bagi produk bagi hasil dimungkinkan krisis keuangan ini akan
mempengaruhi return bank syariah karena krisis keuangaan akan mempengaruhi
bagi hasil pegusaha untuk mendapatkan laba optimal.
2.5 Krisis Keuangan
Istilah krisis keuangan digunakan untuk berbagai situasi di mana
beberapa lembaga keuangan atau aset tiba-tiba kehilangan nilainya dalam jumlah
yang besar.
Ada beberapa macam krisis keuangan. Pertama, bank run atau rush
yaitu situasi ketika suatu bank komersial mengalami penarikan yang masif oleh
para deposannya. Mengingat bank telah meminjamkan sebagian besar dana yang
diterima dari deposan, maka bank akan mengalami kesulitan uang tunai
(liquidity problems) dalam waktu cepat karena banyaknya permintaan. Hal ini
dapat menyebabkan bank mengalami kebangkrutan.
Jenis krisis keuangan yang kedua adalah speculative bubbles and
crash. Suatu aset keuangan disebut menjadi gelembung (bubble) ketika harganya
melebihi nilai yang akan didapat di masa depan berupa bunga atau dividen
apabila dipegang sampai jatuh tempo. Jika sebagian besar pelaku pasar membeli
suatu aset dengan tujuan untuk menjualnya kembali pada harga yang lebih
tinggi, bukannya mengharapkan income dari asset tersebut ketika jatuh tempo
atau di masa yang akan datang, maka ini menandakan adanya bubble. Jika ada
bubble, maka ada pula risiko akan terjadinya crash pada harga aset tersebut.
Jenis krisis ketiga terjadi ketika suatu negara mempertahankan kurs
valuta asingnya dan tiba-tiba dipaksa untuk mendevaluasi mata uang tersebut
karena serangan para spekulan, maka hal ini disebut krisis mata uang atau
balance of payments crisis. Jika suatu negara gagal membayar utang negaranya,
maka ini disebut sovereign default. Kedua macam krisis ini dapat menyebabkan
para investor asing berhenti atau menarik dananya dari negara tersebut.
2.6 Mengapa Terjadi Krisis?
a. Strategic Complementarities
b. Leverage
c. Asset-Liability Mismatch
d. Regulatory Failure
e. Fraud
f. Contagion Effect
g. Kekurangan Likuiditas ( Lack of Liquidity )
h. Diabaikannya Etika Bisnis yang Sehat
2.7 Mengapa Keuangan Syariah Bertahan?
Krisis ekonomi global hendaknya menjadi pelajaran penting bagi
lembaga keuangan Islam untuk tidak mengedepankan keuntungan materi saja
dan mengabaikan rasa keadilan dalam aktifitas ekonomi. Maka Islam
menawarkan suatu instrumen dan sistem yang dapat mengalirkan modal atu
uang sebagai mata air ekonomi sehingga dapat membawa dampak kemaslahatan
bagi kehidupan sosial yang berkeadilan.
Tujuan utama ekonomi Islam untuk mencapai sasaran keadilan dengan
memakai instrumen zakat, sedekah dan sistim berbagi untung dan kerugian
(profit-loss sharing). Pertama, Zakat atau sedekah sebagai Instrumen distribusi
kekayaan/pendapatan yang utama. Kedua, instrumen berbagi untung dan resiko
(profit-loss sharing) sebagai pengganti bunga. Dengan berbagi untung dan
resiko tidak ada pihak yang dizalimi, keduanya diposisikan setara.
Implementasi sistem tersebut dalam lembaga keuangan Islam diyakini
dapat mencegah terjadinya krisis keuangan seperti yang terjadi di AS. Pertama,
seluruh pemberian fasilitas pembiayaan terutama pinjaman uang harus
dibebaskan dari beban bunga. Disini lembaga pembiayaan syariah bukan
berorientasikan kegiatan bisnis keuangan semata, melainkan membawa misi suci
untuk merealisasikan tujuan syari’at (maqashid shari’ah). Dengan demikian,
maka lembaga keuangan syariah merupakan salah satu institusi pemberdayaan
golongan tidak mampu atau mereka yang berpenghasilan pas-pasan. Kedua,
kredit pinjaman atau pembiayaan dalam bentuk utang harus dijadikan sebagai
satu instrumen untuk saling tolong menolong
Islam memiliki karakteristik yang berbeda dari sistem ekonomi yang
lain. Hal ini menjadi keunggulan tersendiri bagi perekonomian Islam. Oleh
karenanya, keunggulan tersebut seharusnya tetap terjaga agar mampu menjadi
identitas perekoomian islam. Terdapat tiga prinsip pokok yaitu :
1. Prinsip Tauhid
Ayat-ayat Alquran yang terkait dengan prinsip tauhid dalam
menjalankan kegiatan ekonomi, antara lain adalah sebagai berikut:
Katakanlah (Muhammad) "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada
beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia (Q.S. 112: 1-4).
Dalam konteks berusaha atau bekerja, ayat di atas dapat memberikan
sprit kepada seseorang, bahwa segala bentuk usaha yang dilakukan
manusia harus tetap bergantung kapada Allah.
Kesadaran tauhid akan membawa pada keyakinan dunia akhirat secara
simultan, sehingga seorang pelaku ekonomi tidak mengejar
keuntungan materi semata. Kesadaran ketauhidan juga akan
mengendalikan seorang atau pengusaha muslim untuk menghindari
segala bentuk eksploitasi terhadap sesama manusia. Dampak positif
lainnya dari prinsip tauhid dalam sistem ekonomi Islam adalah
antisipasi segala bentuk monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi
pada seseorang atau satu kelompok saja.
2. Prinsip Keadilan
Kata adil berasal dari kata Arab/‘adl yang secara harfiyah bermakna
sama. Islam melarang riba dengan segala bentuknya, karena
bertentangan dengan prinsip kemanusiaan, persaudaraan dan kasih
sayang. Pengharaman riba dapat dimaknai sebagai penghapusan
praktek ekonomi yang menimbulkan kezaliman atau ketidak adilan.
Jika Islam memerintahkan menegakkan keadilan, Islam juga melarang
kezaliman. Jika keadilan harus di tegakkan maka implikasinya
kezaliman harus dihapus. Baik kezaliman yang merugikan diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan, baik yang bersifat jangka pendek
maupun jangka panjang.
3. Prinsip Maslahat
Maslahat bisa diartikan dengan mengambil manfaat dan menolak
kemadaratan (al-Ghazali:1983: 139), atau sesuatu yang mendatangkan
kebaikan, keselamatan, faedah atau guna (al-Syathibi: 1997: 25).
Aktivitas ekonomi dipandang memenuhi maslahat jika memenuhi dua
unsur, yakni ketaatan (halal) dan bermanfaat serta membawa kebaikan
(thayyib) bagi semua aspek secara integral. Dengan demikian, aktivitas
tersebut dipastikan tidak akan menimbulkan mudarat.
BAB 3
PENUTUP
Ada beberapa tantangan ekonomi syariah yang harus di hadapi oleh bangsa
Indonesia untuk menuju kemajuan ekonomi syariah. Pertama, sistem kapitalis
terlanjur mendominasi sistem perekonomian di dunia bahkan banyak negara yang
notabene berpenduduk Islam cenderung menggunakan sistem kapitalis walaupun
dalam penerapannya terdapat modifikasi. Kedua, sulitnya untuk membuktikan bahwa
Sistem Perekonomian Islam lebih unggul daripada kapitalis dan sosialis, karena
Negara Islam di pandang tidak kuat secara ekonomi dan politik. Ketiga, pengertian
Sistem Perekonomian Islam diantara para ahli sendiri masih silang pendapat.
Ekonomi syariah dalam menghadapi masa depan Indonesia di era globalisasi kiranya
perlu menyiapkan diri dengan memperhatikan beberapa faktor, diantaranya adalah
penguasaan teknologi; pengembangan ukm berbasis syariah; dan menjaga
keunggulan ekonomi syariah.
Dari uraian panjang di atas setidaknya dapat disimpulkan bahwa krisis
keuangan global yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
manusia dan faktor sistem keuangan dunia itu sendiri. Faktor manusia mencakup
gaya hidup yang berlebih-lebihan sehingga menyebabkan banyak orang yang terjebak
dalam hutang yang bertumpuk dan diabaikannnya nilai-nilai moral dalam berbagai
dimensi kehidupan terutama dalam pola transaksi keuangan. Sementara yang
menyangkut sistem yaitu dilibatkannya unsur riba (berupa bunga) dan maysir (berupa
spekulasi yang berlebihan) dalam transaksi keuangan dunia.
Untuk menyelesaikan krisis dan mencegahnya datang kembali, keuangan
syariah menawarkan beberapa solusi. Di antaranya Islam melarang hidup secara
berlebih-lebihan. Islam mendorong umat manusia untuk moderat dalam memenuhi
kebutuhan materialnya. Islam juga mengajak untuk menghindari praktek-praktek riba,
maysir, dan gharar dalam berbagai transaksi ekonomi. Tujuannya adalah agar umat
manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka secara adil dan wajar dari semua
sumber daya yang diberikan oleh Allah SWT.
Secara umum bisa disimpulkan bahwa sistem perbankan syariah lebih stabil
dibandingkan dengan bank konvensional dalam menghadapi krisis keuangan global.
Sistem keuangan syariah yang tidak mengenal bunga menjadikan bank syariah
mampu bertahan dari fluktuasi tingkat bunga yang disebabkan oleh turunnya nilai
rupiah yang disebabkan langkanya dolar di pasar. Selain itu, kinerja keuangan bank
syariah dibandingkan dengan bank konvensional menunjukkan kondisi keuangan
yang konsisten dan efisien.
Berdasarkan penjelasan di atas, membuktikan bahwa ekonomi Islam adalah
satu-satunya solusi terbaik untuk menghindarkan krisis ekonomi terjadi. Sistem
ekonomi Islam yang terbebas dari nilai-nilai riba, gharar dan maysir, ternyata
merupakan rahmat Allah swt yang sering terlupakan dalam mengatasi krisis ekonomi.
Di samping bahaya riba dan utang luar negeri terhadap perjalanan ekonomi sebuah
negara, ternyata nilai-nilai akhlaqul karimah pemerintah dan pebisnis sangat
memainkan peran penting dalam usaha menghindari dan mengatasi krisis ekonomi
umat.
Untuk mencapai kemaslahatan yang seimbang dan holistik dalam berbagai
aspek kehidupan manusia yang merupakan tujuan ekonomi dalam Islam, Islam
memberi rambu-rambu yang jelas dalam melakukan interaksi dan transaksi.
Misalnya, kegiatan ekonomi dilandasi tauhid, adil, asas kebolehan dan kebebasan,
berorientasi pada kemaslahatan, bebas dari riba (eksploitasi manusia), jelas; objek,
harga, dan nilainya.

Anda mungkin juga menyukai