Anda di halaman 1dari 15

LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

a. Pengertian dan Lingkup Lembaga Keuangan Islam


b. Perkembangan Keuangan Islam
c. Dewan Syariah Nasional
d. Dewan Pengawas Syariah

A. Latar Belakang
Saat ini banyak berkembang Bank ataupun lembaga keuangan yang
berdasar atau dengan label syari’ah, dengan inovasi baru ini meberi
kesempatan bagi para pelaku ekonomi yang sekaligus ingin menjalankan
semua kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang jasa perbankan supaya lebih
terjamin dengan didukung dengan adanya Undang-Undang pendukung
pengoprasian lembaga keuangan bank ataupun non-perbankan yang
berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam.
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari
sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks
keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Lembaga leuangan syariah sebagai
bagian dari sistem ekonomi syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya
juga tidak terlepas dari ajaran Syariah.
Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang
diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas,
berkaitan dengan perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-
proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur Lembaga
Keuangan Syariah harus terdapat lembaga fasilitator yang menjamin
produk dan operasional lembaga tersebut.
B. Pengertian dan Lingkup Lembaga Keuangan Islam
Hukum Islam pada dasarnya merupakan konsep yang baku, namun
pada perjalanannya tidak menutup kemungkinan dilakukan ijtihad - ijtihad
di dalam bidang yang dibolehkan selama tidak keluar dari bingkai Syari`ah
Islamiyah. Sehingga Islam memang betul-betul mampu menjawab seluruh
perkembangan zaman.
Demikian juga halnya dengan sistem ekonomi Islam yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Islam, juga tidak luput dari
aktivitas ijtihad. Dengan demikian sistem ekonomi Islam diharapkan
mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan ekonomi yang
dihadapi oleh umat manusia, tanpa keluar dan melanggar ketentuan hukum
Allah SWT.

Keuangan Islam adalah sebuah sistem yang bersumber dari Al-Quran


dan Sunnah, serta dari penafsiran para ulama terhadap sumber-sumber
wahyu tersebut. Dalam berbagai bentuknya, struktur keuangan Islam telah
menjadi sebuah peradaban yang tidak berubah selama empat belas abad.
Selama tiga dasawarsa terakhir, struktur keuangan Islam telah tampil
sebagai salah satu implementasi modern dari sistem hukum Islam yang
paling penting dan berhasil, dan sebagai ujicoba bagi pembaruan dan
perkembangan hukum Islam pada masa mendatang.
Lembaga Keuangan Islam atau yang lebih popular disebut Lembaga
Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip
operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiyah. Dalam
operasionalnya lembaga keuangan Islam harus menghindar dari riba,
gharar, dan maisir. Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan Islam
adalah untuk menunaikan perintah Allah dalam bidang ekonomi dan
muamalah serta membebaskan masyarakat Islam dari kegiatan-kegiatan
yang dilarang oleh agama.

Ciri-Ciri sistem keuangan islam :


 Harta publik dalam sistem keuangan Negara Islam adalah harta
Allah.
 Rasul adalah orang pertama yang melakukan praktik keuangan
Islam.
 Al-Qur’an dan sunah merupakan sumber yang mendasar bagi
keuangan Islam.
 Sistem keuangan Islam adalah system keuangan yang universal.
 Keuangan khusus dalam Islam menopang sistem keuagan
Negara Islam.
 Sistem keuangan Islam mengambil prinsip alokasi terhadap
layanan sebagai sumber sumber pendapatan Negara.
 Sistem keuangan Islam ditandai dengan transparansi.
 Sistem keuangan Negara Islam merupakan gerakan kebaikan.
 Sistem keuangan Islam adalah modal toleransi umat Islam.

Prinsip-prinsip Islam dalam sistem keuangan yaitu :


 Kebebasan bertransaksi, namun harus didasari dengan prinsip
suka sama suka dan tidak ada yang dizalimi, dengan didasari
dengan akad yang sah. Dan transaksi tidak boleh pada produk
yang haram. Asas suka sama suka untuk melakukan kegiatan
bisnis atau perniagaan sangat penting. Tidak ada unsur paksaan
dalam hal ini yang dapat menimbulkan kerugian masing-
masing.
 Bebas dari maghrib (maysir yaitu judi atau spekulatif yang
berfungsi mengurangi konflik dalam sistem keuangan, gharar
yaitu penipuan atau ketidak jelasan, riba pengambilan
tambahan dengan cara batil).
 Bebas dari upaya mengendalikan, merekayasa dan
memanipulasi harga.
 Semua orang berhak mendapatkan informasi yang berimbang,
memadai, akurat agar bebas dari ketidaktahuan bertransaksi.

 Pihak-pihak yang bertransaksi harus mempertimbangkan


kepentingan pihak ketiga yang mungkin dapat terganggu, oleh
karenanya pihak ketiga diberikan hak atau pilihan.

Prinisp-prinsip dalam keuangan Islam :


 Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis
transaksi.
 Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan
pada kewajaran dan keuntungan yang halal.
 Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
 Larangan menjalankan monopoli.
 Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas
bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.

Konsep Lembaga Keuangan menurut Al-Qur’an.


Al-Qur’an tidak menyebut konsep lembaga keuangan secara
eksplisit. Namun penekanan tentang konsep organisasi sebagaimana
organisasi keuangan telah terdapat dalam al-Qur’an. Konsep dasar
kerjasama kuamalah dengan berbagai cabang-cabang kegiatan
mendapat perhatian yang cukup banyak dari al-Qur’an. Dalam sistem
politik misalnya dijumpai istilah qaum untuk menunjukkan adanya
kelompok sosial yang berinteraksi dengan yang lain. Juga terdapat
istilah balad (negeri) untuk menunjukkan adanya struktur sosial
masyarakat dan juga muluk (pemerintahan) untuk menunjukkan
pentingnya sebuah pengaturan hubungan antar anggota masyarakat.
Khalifah (kepemimpinan), juga menjadi perhatian dalam alQur’an.
Konsep sistem organisasi tersebut, juga dijumpai dalam organisasi
modern. Khusus tentang urusan ekonomi, al-Qur’an memberikan
aturan-aturan dasar, supaya transaksi ekonomi tidak sampai melanggar
norma/etika. Lebih jauh dari itu, transaksi ekonomi dan keuangan lebih
berorientasi pada keadilan dan kemakmuran umat. Istilah suq (pasar)
misalnya menunjukkan tentang betapa aspek pasar (market), harus
menjadi fokus bisnis yang penting.
Organisasi keuangan dikenal dengan istilah Amil. Badan ini tidak
saja berfungsi untuk urusan zakat semata, tetapi memiliki peran yang
lebih luas dalam pembangunan ekonomi. Pembagian ghonimah,
misalnya menunjukkan adanya mekanisme distribusi yang merata dan
adil. Sebagai lembaga dengan struktur organisasi yang jelas, Islam juga
menekankan pentingnya akhlak/etika. Merujuk pada ciri-ciri organisasi
modern seperti; transparansi dan akuntabilitas, keterbukaan,
egalitarianisme, pro-fesionalisme dan pertanggungjawaban, juga
mendapat perhatian yang serius. Al-Qur’an telah sejak lama
memberikan aturan dan prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan
bagi pembentukan organisasi modern.
Prinsip akuntabilitas dan transparansi memberikan arahan
bahwa lembaga bisnis harus dapat menunjukkan prinsip keterbukaan
dan bebas dari manipulasi. Konsep pencatatan (akuntansi dalam istilah
ekonomi modern) baik laporan keuangan (laba-rugi dan perubahan
modal dan administrasi bisnis yang lain) secara jelas diatur dalam
AlQur’an. Sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 282.
Dilihat dari beberapa ciri tersebut, jelaslah bahwa Islam
menekankan pentingnya pengaturan bisnis secara benar. Untuk
mencapai kemakmuran dan kesejahteraan, jalan mengorganisasi diri
dalam sebuah wadah menjadi tuntutan. Lembaga bisnis dalam Islam
sesungguhnya bukan saja berfungsi sebagai pengumpul modal dan
mengakumulasi laba, tetapi juga berperan dalam pembentukan sistem
ekonomi yang lebh adil dan terbebas dari perilaku ekonomi yang
zalim.
Penjelasan ini dapat kita jumpai dalam Surat Ali Imran ayat
104. Mengajak kepada kebajikan dapat berarti menuju pada
peningkatan kehidupan dan kesejahteraan ekonomi. Berbuat baik dan
mencegah 6 kemungkaran berarti juga menciptakan iklim dan sistem
bisnis yang Islami jauh dari sistem yang anarkis dan eksploitatif.
Perkembangan Keuangan Islam.
a). Perkembangan di Dunia
Tidak bisa dipungkiri, bahwa sebutan keuangan Islam melahirkan
kesan yang beragam. Bagi sebagian kalangan, kata “Islam” memposisikan
keuangan Islam pada tempat yang sangat eksklusif, sehingga menghilangkan
nilai kefitrahannya sebagai tatanan bagi semua manusia. Bagi lainnya,
keuangan Islam digambarkan sebagai sistem hasil racikan antara aliran
kapitalis dan sosialis, sehingga ciri khas spesifik yang dimiliki oleh keuangan
Islam itu sendiri hilang.
Umar Chapra menyebut ekonomi Islam, sebagai induk keuangan
Islam, dengan sebutan Ekonomi Tauhid atau divine economics. Cerminan
watak “Ketuhanan” ekonomi Islam bukan pada aspek pelaku ekonominya
sebab pelakunya pasti manusia tetapi pada aspek aturan atau sistem yang harus
dipedomani oleh para pelaku ekonomi. Ini didasarkan pada keyakinan bahwa
semua faktor ekonomi termasuk diri manusia pada dasarnya adalah kepunyaan
Allah, dan kepadaNya (kepada aturanNya) dikembalikan segala urusan.
Manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Setiap tindakan manusia
tidak boleh lepas dari nilai, yang secara vertikal merefleksikan moral yang
baik, dan secara horizontal memberi manfaat bagi manusia dan makhluk
lainnya. Dalam konteks itulah, keuangan Islam juga bersandar pada nilai-nilai
normatif-imperatif tersebut.
Seiring dengan perkembangan globalisasi, praktik keuangan Islam juga
mengglobal dan mendapatkan sambutan yang baik di berbagai benua dan
wilayah, baik di Asia, Afrika, Australia, Eropa, Amerika dan Canada, Timur
Tengah, dan lain-lain.Aset perbankan Islam sebagai salah satu industri yang
paling populer dalam keuangan Islam, mencapai US$882 billion (setara
dengan 11.466 trilyun).
Dalam Global Islamic Report 2015, dengan menetapkan 5 kriteria
yaitu Advocacy, Infastructure , Human Resource , Linkages , Regulation ,
ditetapkan ada 10 Negara yang disebut sebagai the top Centres of Excellence
in Islamic Banking And Finance , yaitu :
1. Kuala Lumpur – Malaysia.
2. Manama – Bahrain.
3. Dubai – UAE.
4. London - United Kindom.
5. Doha – Qatar.
6. Kuwait – Kuwait.
7. Karachi – Pakistan.
8. Riyadh - Saudi Arabia.
9. Jakarta – Indonesia.
10. Istanbul – Turkey.

Islamic finance (keuangan Islam) terdiri dari dua suku kata, Islam and
finance. Finance menunjukkan bahwa pasar keuangan Islam dan lembaga yang
berurusan dengan alokasi keuangan dan risiko kredit. Dengan demikian,
keuangan Islam harus didasari dengan prinsip yang setidaknya mirip dengan
bentuk dari pembiayaan lainnya. Di sisi lain, kata Islam menunjukkan
beberapa perbedaan mendasar antara keuangan Islam dan lembaga keuangan
konvensional, karena adanya Islam sebagai sumber ajaran dan nilai dalam
keuangan.
Mengapa ada keuangan Islami? Minimal ada 3 faktor yang melatar
belakangi lahirnya keuangan Islam, yaitu: relijius ideologis, empiris
pragmatis, dan akademik idealis. Relijius ideologis merupakan latar belakang
yang bersifat fundamental berkaitan dengan ajaran Islam, yaitu a). Keinginan
umat Islam untuk mengaplikasikan konsep konsep keuangan Islami sebagai
upaya menjadikan Islam sebagai way of life. b). Konsep dan praktek keuangan
konvensional yang telah ada melanggar berbagai prinsip syariah, misalnya
mengandung unsur riba, gharar, maysir.
Sedangkan dari faktor empiris pragmatis politis, bahwa setelah masa
kemerdekaan dari kolonialisme Barat (sekitar tahun 1940-an), di negara
negara muslim muncul keinginan untuk juga merdeka secara ekonomi. Sistem
keuangan konvensional yang ada dipandang lebih menguntungkan Barat dan
merugikan negara-negara muslim yang umumnya tergolong negara
berkembang (developing countries). Pada saat yang bersamaan, terdapat
sejumlah besar dana milik muslim, terutama negara penghasil minyak, yang
ingin dikelola secara Islami. Keinginan itu mewujud dalam bentuk di
antaranya pendirian IDB (Islamic Development Bank). IDB didirikan di
Jeddah sebagai hasil agreement menteri-menteri OIC pada Desember 1973,
dan mulai beroperasi pada tahun 1975. IDB bukan bank komersial, tetapi
development bank (seperti World Bank) yang memiliki misi pemberdayaan
pembangunan negara2 muslim.
Sedangkan dari sisi latar belakang akademik, ditemukan dari berbagai
kajian akademik yang dilakukan bahwa sistem keuangan konvensional
berpotensi untuk: a). menimbulkan instabilitas dan krisis ekonomi, b).
memperlebar kesenjangan antara miskin dan kaya, c). ada alternatif sistem
keuangan yang secara konseptual lebih mampu menciptakan sistem keuangan
yang lebih adil dan harmoni.

b). Perkembangan di Indonesia


i. Landasan Hukum Bank Syariah Pertama (1992 – 1998)
Pada saat itu, landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem
syariah terdapat pada UU No 7 Tahun 1992. Kemudian, pemerintah
dan DPR menyempurnakannya menjadi UU No. 10 Tahun 1998.
Dengan adanya undang-yndang ini juga berdampak pada berdirinya
beberapa bank syariah baru.
ii. Muncul Kebijakan Syariah di berbagai Sektor (1998 – 2010)
Pengesahan beberapa produk perundangan telah memberikan kepastian
hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan Islam. Dengan
telah diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan
syariah, membuat industri keuangan syariah semakin mempunyai
landasan hukum. Selain itu, peraturan keuangan Islam yang memadai,
akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat secara signifikan.
iii. Pemantapan Kebijakan Syariah (2010 – 2015)
Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan
berpindah dari Bank Indonesia ke Otoritas jasa Keuangan. Maka
pengawasan dan pengaturan bak syariah juga berpindah ke OJK.
Kemudian, OJK menyusun Roadmap Perbankan Syariah Indonesia
(RSPI) sebagai panduan arah pengembangan sektor keuangan syariah.
iv. Digitalisasi Keuangan Syariah (2015 – saat ini)
Hingga saat ini, keuangan syariah terus mengembangkan teknologi
guna membantu kemajuan industri keuangan syariah di Indonesia.
Dengan semakin meningkatnya permintaan di sektor keuangan syariah,
membuat industri ini terus berinovasi menciptakan kemudahan-
kemudahan bagi para peminatnya.
C. Dewan Syari’ah Nasional
a. Pengertian
Dewan Syariah Nasional (DSN) menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (9)
PBI adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk
dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip Syariah.
Dewan syariah nasional pada prinsipnya, didirikan sebagai lembaga
syariah yang bertugas mengayongi dan mengawasi operasional aktivitas
perekonomian lembaga keuangan syariah (LKS). Selain itu, juga untuk
zzkesamaan dalam penangananya oleh masing masing dewan pengawas
syariah (DPS) yang ada di masing-masing lembaga keuangan syariah (LKS).
Dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan fatwa yang
dikeluarkan tersebut, dewan syariah nasional tidak melakukan pengawasan
lansung terhadap setiap lembaga keuangan syariah karena keterbatasan jumlah
anggotanya. Pengawasan yang di lakukan oleh dewan syariah nasional
terhadap pelaksanaan syariah tersebut dilakukan melalui dewan pengawas
syariah yang secara khusus intensif dan terprogram melakukan pengawasan
terhadap perbankan syariah.

b. Visi , Misi , Tugas dan Wewenang.


Visi :
Memasyarakatkan ekonomi syariah dan mensyariahkan ekonomi
masyarakat.
Misi :
Menumbuhkembangkan ekonomi syariah dan lembaga keuangan/bisnis
syariah untuk kesejahteraan umat dan bangsa.
Tugas :
1. Menetapkan fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa LKS, LBS,
dan LPS lainnya.
2. Mengawasi penerapan fatwa melalui DPS di LKS, LBS, dan LPS
lainnya.
3. Membuat Pedoman Implementasi Fatwa untuk lebih menjabarkan
fatwa tertentu agar tidak menimbulkan multi penafsiran pada saat
diimplementasikan di LKS, LBS, dan LPS lainnya.
4. Mengeluarkan Surat Edaran (Ta’limat) kepada LKS, LBS, dan LPS
lainnya.
5. Memberikan rekomendasi calon anggota dan/atau mencabut
rekomendasi anggota DPS pada LKS, LBS, dan LPS lainnya.
6. Memberikan Rekomendasi Calon ASPM dan/atau mencabut
Rekomendasi ASPM.
7. Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atau Keselarasan Syariah
bagi produk dan ketentuan yang diterbitkan oleh Otoritas terkait.
8. Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atas sistem, kegiatan,
produk, dan jasa di LKS, LBS, dan LPS lainnya.
9. Menerbitkan Sertifikat Kesesuaian Syariah bagi LBS dan LPS lainnya
yang memerlukan.
10. Menyelenggarakan Program Sertifikasi Keahlian Syariah bagi LKS,
LBS, dan LPS lainnya.
11. Melakukan sosialisasi dan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi
keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah.
12. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
Wewenang :
Fungsi utama dewan syariah nasional adalah mengawasi produk-produk
lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini
bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain
seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk
keperluan pengawasan tersebut, dewan syariah nasional membuat garis
panduan produk syariah yang di ambil dari sumber-sumber hukum Islam.
Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi dewan pengawas
syariah pada lembaga lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar
pengembangan produk-produknya.
Berikut wewenang Dewan Syariah Nasional:
1. Memberikan peringatan kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang diterbitkan oleh
DSN-MUI.
2. Merekomendasikan kepada pihak yang berwenang untuk
mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
3. Membekukan dan/atau membatalkan sertifikat Syariah bagi LKS,
LBS, dan LPS lainnya yang melakukan pelanggaran.
4. Merekomendasikan kepada pihak terkait untuk
menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan
ekonomi syariah.
5. Menjalin kemitraan dan kerjasama dengan berbagai pihak, baik
dalam maupun luar negeri untuk menumbuhkembangkan usaha
bidang keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah
c. Mekanisme Kerja Dewan Syari’ah Nasional
Mekanisme kerja yang disusun dalam keputusan MUI tentang susunan
pengurus DSN, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari tugas dan
kewenangan DSN. Dalam mekanisme kerja DSN terdapat tiga unsur yang
harus diperhatikan, yaitu: DSN, badan pelaksana harian DSN, dan dewan
pengawas syariah (DPS). Mekanisme kerja yang berkaitan dengan DSN
adalah:
1. Dewan syariah nasional mensahkan rancangan fatwa yang
diusulkan oleh badan pelaksana harian DSN.
2. Dewan syariah nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu
kali dalam tiga bulan,atau bilamana diperlukan.
3. Setiap tahunnya membuat suatu penyataan yang dimuat dalam
laporan tahunan (annual repport) bahwa lembaga keuangan syariah
yang bersangkutan yang telah/tidak memenuhi segenap ketentuan
syariah sesuai dengan fatwa yang di keluarkan oleh dewan syariah
nasional.
Dewan Syariah Nasional mengesahkan rancangan fatwa yang
diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN. Dewan Syariah Nasional
melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau
bilamana diperlukan. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang
dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan
syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah
sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

d. Badan Pelaksana Harian


Badan Pelaksana Harian menerima usulan atau pertanyaan hukum
mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah. Usulan ataupun
pertanyaan ditujukan kepada sekretariat Badan Pelaksana Harian.
Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah menerima usulan /pertanyaan harus menyampaikan permasalahan
kepada Ketua.
Ketua Badan Pelaksana Harian bersama anggota dan staf ahli
selambatlambatnya 20 hari kerja harus membuat memorandum khusus
yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu pertanyaan/usulan.
Ketua Badan Pelaksana Harian selanjutnya membawa hasil pembahasan ke
dalam Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional untuk mendapat pengesahan.
Fatwa atau memorandum Dewan Syariah Nasional ditandatangani oleh
Ketua dan Sekretaris Dewan Syariah Nasional

D.Dewan Pengawas Syari’ah


Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri dari
beberapa orang yang perkerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding,
pengawas berasal dari kata awas yang berarti pengawas. Sedangkan “syariah” adalah
komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dari
bidang ibadah (habluminallah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas)
yang merupakan aktualisasi akidah yang menjadi keyakinannya. Sementara
muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut
ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah.
Jadi, Dewan Pengawas Syariah adalah lembaga yang mengawasi aktivitas
keuangan syariah agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.Dewan pengawas
syariah wajib dibentuk di Bank Syari’ah dan Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS maupun BPRS. Dewan Pengawas Syari’ah diangkat oleh rapat Umum
Pemgang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia . Dewan Pengawas
Syari’ah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syari’ah.
Dalam kegiatannya, DPS akan mengawasi sistem manajemen, produk yang
dipasarkan, dan pengelolaan dana serta kebijakan investasi lembaga tersebut.
Menurut Otoritas Jasa keuangan (OJK) fungsi pengawasan perbankan syariah
dibentuk dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian serta tata kelola yang baik.
Hal ini untuk menjamin mekanisme pemenuhan kepatuhan syariah. Lebih jauh,
aturan DPS ditetapkan Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal 27, tugas, wewenang,
dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah:
 Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap
fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
 Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang
dikeluarkan bank.
 Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank
secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
 Mengkaji jasa produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa
kepada DSN.
 Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap
enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.

Secara umum, ada dua fungsi DPS, yang pertama adalah fungsi penasihat. Fungsi
ini untuk menjamin berbagai kebijakan bisnis yang dilakukan agar tetap sesuai
syariat.
Selain itu, dewan ini juga berfungsi dalam proses melakukan pengembangan produk
yang akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa.
Meskipun begitu, lembaga keuangan syariah juga diarahkan memiliki fungsi audit
internal yang fokus untuk memantau apakah suatu kegiatan sesuai dengan syariat.
da pula pelaksanaan audit eksternal yang digunakan bank syariah dengan auditor yang
memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang syariah.
Secara rinci, tugas Dewan Pengawas Syariah antara lain menilai dan memastikan
pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan
lembaga keuangan syariah.
Fungsi lain DPS adalah meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk
produk baru bank yang belum ada fatwanya.
Tugas DPS lainnya adalah melakukan review secara berkala atas pemenuhan
prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa bank.
DPS juga bertugas untuk meminta data dan informasi terkait dengan aspek
syariah dari satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
DPS juga bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi agar kegiatan
perbankan sesuai dengan prinsip syariah.

Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :


1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank
Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi
Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta
mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas
Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Bank Indonesia.

Fungsi utama dewan pengawas syariah adalah:


 Sebagai penesehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit
usaha syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal
yang terkait dengan aspek syariah.
 Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan dewan
syariah nasional dalam mengomunikasikan usul dan saran
pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang
memerlukan kajian dan fatwa dari dewan syariah nasional (DSN).
 DPS melakukan pengawasan secara periodic pada lembaga keuangan
syariah yang berada di bawah pengawasannya.
 DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga
syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan
kepada DSN.
 DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan
pembahasan DSN.

Untuk melakukan fungsi pengawasan tersebut, anggota DPS harus memiliki


kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqih muamalat dan ilmu ekonomi
keuangan Islam modern, bukan karena kharisma dan kepopulerannya ditengah
masyarakat. Jika pengangkatan DPS bukan didasarkan pada keilmuannya, maka
fungsi pengawasan DPS tidak akan efektif sehingga dapat menyebabkan terjadinya
penyimpangan praktek syariah.
Idealnya, salah satu celah yang sampai saat ini sering kali menjadi sumber
pelanggaran prinsip syariah dalam praktik perbankan Islam atau lembaga keuangan
Islam lainnya adalah fatwa yang diterbitkan oleh DSNMUI terkait berbagai perkara
perbankan Islam masih bersifat terlalu umum. Padahal, produk perbankan Islam atau
lembaga keuangan Islam yang ditawarkan kepada masyarakat biasanya sangat
spesifik yang dilengkapi dengan skema-skema yang telah mengalami banyak
modifikasi dari akad dasarnya. Sebagai contoh, DSN-MUI hanya menetapkan fatwa
mengenai hukum rahn (gadai) emas, namun tidak menetapkan fatwa spesifik terkait
produk gadai emas yang marak ditawarkan oleh berbagai bank Islam atau lembaga
keuangan Islam di Indonesia. Dalam penerapan di lapangan, praktik gadai emas
biasanya dimodifikasi oleh bank Islam menjadi kebun emas di mana akad gadai emas
digabungkan dengan akad jual beli emas secara tangguh. Transaksi tersebut sanagat
berpotensi melanggar ketentuan syariah terkait dengan hukum jual beli emas.
Namun,bank Islam tetap meneruskan produk tersebut karena menganggap produk
gadai emas yang di-budling dengan jual beli emas diperbolehkan oleh DSN-MUI.

Anda mungkin juga menyukai