A. Latar Belakang
Saat ini banyak berkembang Bank ataupun lembaga keuangan yang
berdasar atau dengan label syari’ah, dengan inovasi baru ini meberi
kesempatan bagi para pelaku ekonomi yang sekaligus ingin menjalankan
semua kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang jasa perbankan supaya lebih
terjamin dengan didukung dengan adanya Undang-Undang pendukung
pengoprasian lembaga keuangan bank ataupun non-perbankan yang
berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam.
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari
sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks
keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Lembaga leuangan syariah sebagai
bagian dari sistem ekonomi syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya
juga tidak terlepas dari ajaran Syariah.
Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang
diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas,
berkaitan dengan perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-
proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur Lembaga
Keuangan Syariah harus terdapat lembaga fasilitator yang menjamin
produk dan operasional lembaga tersebut.
B. Pengertian dan Lingkup Lembaga Keuangan Islam
Hukum Islam pada dasarnya merupakan konsep yang baku, namun
pada perjalanannya tidak menutup kemungkinan dilakukan ijtihad - ijtihad
di dalam bidang yang dibolehkan selama tidak keluar dari bingkai Syari`ah
Islamiyah. Sehingga Islam memang betul-betul mampu menjawab seluruh
perkembangan zaman.
Demikian juga halnya dengan sistem ekonomi Islam yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Islam, juga tidak luput dari
aktivitas ijtihad. Dengan demikian sistem ekonomi Islam diharapkan
mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan ekonomi yang
dihadapi oleh umat manusia, tanpa keluar dan melanggar ketentuan hukum
Allah SWT.
Islamic finance (keuangan Islam) terdiri dari dua suku kata, Islam and
finance. Finance menunjukkan bahwa pasar keuangan Islam dan lembaga yang
berurusan dengan alokasi keuangan dan risiko kredit. Dengan demikian,
keuangan Islam harus didasari dengan prinsip yang setidaknya mirip dengan
bentuk dari pembiayaan lainnya. Di sisi lain, kata Islam menunjukkan
beberapa perbedaan mendasar antara keuangan Islam dan lembaga keuangan
konvensional, karena adanya Islam sebagai sumber ajaran dan nilai dalam
keuangan.
Mengapa ada keuangan Islami? Minimal ada 3 faktor yang melatar
belakangi lahirnya keuangan Islam, yaitu: relijius ideologis, empiris
pragmatis, dan akademik idealis. Relijius ideologis merupakan latar belakang
yang bersifat fundamental berkaitan dengan ajaran Islam, yaitu a). Keinginan
umat Islam untuk mengaplikasikan konsep konsep keuangan Islami sebagai
upaya menjadikan Islam sebagai way of life. b). Konsep dan praktek keuangan
konvensional yang telah ada melanggar berbagai prinsip syariah, misalnya
mengandung unsur riba, gharar, maysir.
Sedangkan dari faktor empiris pragmatis politis, bahwa setelah masa
kemerdekaan dari kolonialisme Barat (sekitar tahun 1940-an), di negara
negara muslim muncul keinginan untuk juga merdeka secara ekonomi. Sistem
keuangan konvensional yang ada dipandang lebih menguntungkan Barat dan
merugikan negara-negara muslim yang umumnya tergolong negara
berkembang (developing countries). Pada saat yang bersamaan, terdapat
sejumlah besar dana milik muslim, terutama negara penghasil minyak, yang
ingin dikelola secara Islami. Keinginan itu mewujud dalam bentuk di
antaranya pendirian IDB (Islamic Development Bank). IDB didirikan di
Jeddah sebagai hasil agreement menteri-menteri OIC pada Desember 1973,
dan mulai beroperasi pada tahun 1975. IDB bukan bank komersial, tetapi
development bank (seperti World Bank) yang memiliki misi pemberdayaan
pembangunan negara2 muslim.
Sedangkan dari sisi latar belakang akademik, ditemukan dari berbagai
kajian akademik yang dilakukan bahwa sistem keuangan konvensional
berpotensi untuk: a). menimbulkan instabilitas dan krisis ekonomi, b).
memperlebar kesenjangan antara miskin dan kaya, c). ada alternatif sistem
keuangan yang secara konseptual lebih mampu menciptakan sistem keuangan
yang lebih adil dan harmoni.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal 27, tugas, wewenang,
dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah:
Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap
fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang
dikeluarkan bank.
Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank
secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
Mengkaji jasa produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa
kepada DSN.
Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap
enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.
Secara umum, ada dua fungsi DPS, yang pertama adalah fungsi penasihat. Fungsi
ini untuk menjamin berbagai kebijakan bisnis yang dilakukan agar tetap sesuai
syariat.
Selain itu, dewan ini juga berfungsi dalam proses melakukan pengembangan produk
yang akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa.
Meskipun begitu, lembaga keuangan syariah juga diarahkan memiliki fungsi audit
internal yang fokus untuk memantau apakah suatu kegiatan sesuai dengan syariat.
da pula pelaksanaan audit eksternal yang digunakan bank syariah dengan auditor yang
memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang syariah.
Secara rinci, tugas Dewan Pengawas Syariah antara lain menilai dan memastikan
pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan
lembaga keuangan syariah.
Fungsi lain DPS adalah meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk
produk baru bank yang belum ada fatwanya.
Tugas DPS lainnya adalah melakukan review secara berkala atas pemenuhan
prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa bank.
DPS juga bertugas untuk meminta data dan informasi terkait dengan aspek
syariah dari satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
DPS juga bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi agar kegiatan
perbankan sesuai dengan prinsip syariah.