Anda di halaman 1dari 25

Bagian 2

Lingkungan Manajemen
Keuangan Syariah
BAB 2
LINGKUNGAN INDUSTRI KEUANGAN SYARI`AH

Menurut Yusuf Qardhawi (1995), bahwa zaman kita sekarang ini penuh dengan berbagai
persoalan dunia usaha (bisnis) dan persoalan baru dalam bidang ekonomi dan keuangan, yang hal
itu belum pernah dikenal oleh orang-orang yang hidup pada zaman dahulu. Oleh karena itu,cara
penyelesaian terbaik terhadap bentuk-bentuk muamalat dan perseroan baru tersebut, ialah dengan
dibahas secara serius dan dikaji secara teliti. Sekarang ini, banyak perkembangan baru yang
terkait dalam bidang ekonomi, seperti masalah mata uang, pola transaksi perdagangan, dan
sebagainya. Terkait dengan aktivitas di dalam pasar modal, banyak aspek yang perlu dicermati.
Sebab aspek tersebut belum tentu sesuai dengan prinsip atau kaidah ekonomi Islam, seperti:
Konsep time value of money atau positive time preference. Tentunya kita harus bekerja keras
menemukannya atau langkah yang cukup representatif adalah meniru negara-negara yang telah
menjalankan aktivitas keuangan syári'ah.
Adanya lembaga seperti pasar modal tidaklah unik dalam sistem Islam, tetapi lembaga ini
terlalu penting jika dilupakan. Jika, Mudharabah akan menjadi model investasi yang sangat
dominan, maka efisiensi dan stabilitas pasar saham amat penting. Oleh karena itu diperlukan
untuk menjamin bahwa pengusaha dapat meningkatkan kecukupan modal equitasnya tanpa
kesulitan, dan investor dapat menjual sahamnya dan melakukan share dimana mereka
membutuhkan likuiditas. Larangan riba dapat dijadikan alat untuk menanggulangi terjadinya
spekulasi. Dalam dunia modern, tipe pendekatan personal dalam syirkah akan memiliki skope
yang terbatas. Oleh karena itu, hal ini akan diperlukan untuk meningkatkan kerjasama investasi
yang di dalamnya orang dapat berbagi, baik dalam modal maupun manajemen. Pelaksanaan
investasi merupakan salah satu langkah dalam mengembangkan uang, sehingga uang tersebut
berputar dan dapat menambah kuantitas harta yang dimiliki oleh seseorang

Konsep Keuangan dalam Al-Qur'an (Islam)

Konsep (lembaga) keuangan tidak disebut secara eksplisit dalam al-Qur'an. Namun jika
yang dimaksud lembaga itu sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen,
fungsi serta hak kewajiban, maka semua lembaga itu disebut secara jelas. Sebagaimana halnya
lembaga politik yang tidak pernah disebut bentuknya apakah itu kerajaan, republik, federal dan
sebagainya nampaknya al-Qur'an membebaskan kaum muslimin untuk memberi bentuk kepada
prinsip-prinsip ekonomi yang diangkat darinya. Pada akhirnya lembaga-lembaga keuangan
tersebut bertindak seperti individu yang bisa melakukan transaksi ekonomi antara satu dengan
yang lainnya. Dalam fiqih lembaga ini disebut dengan istilah "syakhsyiyah”, “i'tibariyyah" atau
"syakhsyiyah ma'nawiyyah. Dengan demikian lembaga yang bertindak seperti individu ini
memiliki kewajiban yang sama seperti layaknya sebuah individu, seperti membayar zakat dari
keuntungan yang diperoleh dari usahanya.
Di sisi lain, dalam hal akhlak, al-Quran menyebutkan secara eksplisit, baik berupa kisah
maupun perintah. Al-Qur'an menjelaskan perlunya hirarki manajemen sebagai satu
struktur yang rapi untuk melakukan perjuangan mencapai tujuan lembaga sebagai
manifestasi kecintaan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa fungsi sebuah lembaga tidak akan
berjalan jika akhlak dalam melaksanakan fungsi itu tidak sebagaimana mestinya. Karena itu
dapat disimpulkan bahwa penekanan al-Quran terletak bukan pada bentuk lembaga yang
merupakan bangunan dari sebuah fungsi, tetapi pada akhlak/etika lembaga tersebut.

Keuangan Islam di Zaman Rasulullah

Sebelum Muhammad diangkat sebagai Rasul, dalam masyarakat Jahiliyah sudah terdapat
sebuah lembaga politik semacam Dewan Perwakilan Rakyat untuk ukuran masa itu yang disebut
dārun nadwah. Ketika dilantik sebagai Rasul, mengadakan semacam lembaga tandingan untuk
itu, yaitu Dărul Arqam. Perkembangan lembaga ini terkendala karena banyaknya tantangan dan
rintangan, sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Ketika beliau
hijrah ke Madinah, maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah masjid (masjid Quba),
yang bukan saja merupakan tempat beribadah, tetapi juga sentral kegiatan kaum muslimin.

Pendirian "lembaga" dilanjutkan dengan penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan


menolak membentuk pasar yang baru yang khusus untuk kaum muslimin, karena pasar
merupakan sesuatu yang alamiah dan harus berjalan dengan sunnatullah. Demikian halnya dalam
penentuan harga. Akan halnya mata uang tidak ada satupun bukti sejarah yang menunjukkan
bahwa Nabi menciptakan mata uang sendiri.

1. Pendirian baitul maal


Sesuatu yang revolusioner' yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah pembentukan
lembaga penyimpanan yang disebut Baitul Maal. Apa yang dilaksanakan Rasul itu
merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan
(expenditure) yang transparan yang bertujuan apa yang disebut sekarang ini sebagai
welfare oriented. Ini sangat asing pada waktu itu, karena umumnya pajak-pajak yang
dikumpulkan oleh seorang menteri dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kaisar
dan raja, walaupun lembaga atau para penulis muslim sendiri berbeda pendapat dalam hal
fungsi Baitul Maal ini. Sebagian berpendapat bahwa Baitul Maal serupa dengan bank
sentral seperti yang ada sekarang. Sedangkan yang lain berpendapat bahwa Baitul Maal
berfungsi seperti Menteri Keuangan atau Bendahara Negara masa kini, karena fungsinya
yang aktif dalam menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja negara, bukan hanya
sekadar berfokus kepada pengaturan suplai dan moneter.

2. Wilyatul hisbah
Konsep yang sama sekali baru adalah sistem pengawasan atau kontrol oleh negara
yang pada zaman Rasulullah SAW dipegang sendiri oleh beliau. Ini sejalan dengan
apa yang pada zaman modern disebut "enforcement agency' atau "Wilayatul Hisbah”.
Raja-raja dan penguasa lokal seenaknya mengenakan upeti dari rakyat dan
mempermainkan harga di pasar agar komoditas yang mereka miliki mahal harganya,
sedangkan barang-barang yang diperlukan jatuh harganya. Pilar infrastruktur yang satu
ini barangkali yang terpenting menurut perspektif ekonomi dari sekian pilar yang ada.
Dengan kata lain, aktifitas muamalat pada zaman itu tidak akan berhasil tanpa
pemeliharaan "law and order”.

3. Pembangunan etika bisnis


Penting untuk disebut di sini bahwa Rasulullah tidak saja meletakkan dasar tradisi
penciptaan suatu lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak
(etika) lembaga sebagai pendukung dan prasyarat dari lembaga itu sendiri. Kelembagaan
"pasar" misalnya tidak akan berjalan dengan baik tanpa akhlak dan etika yang diterapkan.

4. Penghapusan riba
Walaupun basic infrastructure telah berhasil dibangun, namun kondisi Madinah masih
belum lagi kondusif untuk pembangunan sektor ekonomi, terutama public economics.
Keberadaan para Yahudi dengan praktik ribanya membuat penduduk Madinah resah,
karena sering kali perbuatan mereka itu mencekik leher. Opini umum menganggap
bahwa dengan melakukan peminjaman uang kepada orang lain dan menetapkan riba pada
pinjaman itu maka pinjaman itu akan tumbuh. Tapi opini ini dijawab langsung oleh Al-
Qur'an, bahwa itu tidak betul. Hanya orang Yahudi saja yang tetap melakukan praktik itu
dengan dalih bahwa tidak ada bedanya antara jual beli dengan riba, sebab keduanya
sama-sama merupakan praktik mencari margin dari modal yang diputarkan. Tapi Al-
Qur'an lagi-lagi menolak dakwaan seperti itu. Penghapusan riba ini terbukti berhasil
menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk tumbuhnya ekonomi secara cepat.
Jika pada masa hijrah, Madinah merupakan kota yang miskin, tetapi ketika Nabi
meninggal, Madinah merupakan kota baru yang tumbuh dan berkembang menghidupi
daerah-daerah sekitarnya.

5. Keadilan
Dalam setiap kebijakan ekonomi Nabi mementingkan keadilan yang bukan saja berlaku
untuk kaum Muslimin, tetapi juga berlaku untuk kaum-kaum lainnya sekitar Madinah.
Terbukti ketika diminta untuk menetapkan harga, Rasulullah marah dan menolaknya. Ini
membuktikan bahwa Nabi SAW menyerahkan penetapan harga itu pada kekuatan pasar
yang alami (bukan karena monopoli atau proteksi).

6. Monopoli
Monopoli merupakan kejahatan pasar yang tidak pernah dimaafkan oleh siapapun. Ini
sudah dilarang oleh Nabi SAW sejak abad 14 yang lalu,. Demikian pula sebaliknya, yang
monopoli. Kedua hal ini bertentangan dengan kebijakan ekonomi muamalah gaya
Rasulullah yang mementingkan keadilan.

7. Prinsip dan etika bisnis lainnya


Selain hal di atas, Rasulullah juga menganjurkan agar setiap pedagang senantiasa
berpegang kepada sifat-sifat yang terpuji. Hal ini bukan saja akan menguntungkan
perdagangannya sendiri tapi juga memiliki konsekuensi religius. Dengan bekal kejujuran
beliau dagangan itu laku keras di tengah persaingan throat-to-throat competition secara
wajar. Selain itu beliau juga mengajarkan agar para pedagang senantiasa bersikap adil,
baik (ihsan), kerjasama (ta'awun), amanah, tawakal, qana'ah, sabar, dan tabah.
Sebaliknya beliau menasehati agar meninggalkan sifat kotor perdagangan yang hanya
memberikan untung sesaat, tetapi merugikan diri sendiri di dunia dan akhirat.
Akibatnya kredibilitas hilang, pelanggan lari dan kesempatan berikutnya jadi sempit.
Sifat-sifat yang dimaksud adalah dzalim, menipu, suka marah dan benci, terlalu
memuja uang, tidak mempedulikan hukum dan utang yang berlebihan.
Kumpulan sifat yang disebut belakangan ini adalah sifat-sifat umum yang dimiliki
manusia apabila memasuki dunia bisnis. Jika sifat-sifat terpuji ini diikuti, maka
masyarakat pedagang khususnya dan masyarakat pada umumnya telah siap membangun
dirinya sendiri, dalam segala dimensi kehidupan, politik, ekonomi, hukum, kebudayaan,
dan sebagainya. Pada masa hidupnya di Makkah, Rasulullah diberi julukan sebagai orang
yang dapat dipercaya atau al-Amin. Rasulullah waktu itu dipercaya oleh masyarakat
Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke
Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib ra. untuk mengembalikan semua titipan itu
kepada para pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan
harta titipan. Pemberian modal kerja berbasis bagi hasil, seperti Mudharabah,
musyarakah, muzara'ah, dan musaqah, telah dikenal sejak awal di antara kaum Muhajirin
dan Anshar.
Gambaran ini menunjukkan bahwa ada individu-individu yang telah
melaksanakan fungsi perbankan pada masa Rasulullah, meskipun hanya salah satu fungsi.
Penjelasan diatas merupakan bukti bahwa pada masa rasulullan melakukan fungsi
penitipan uang, ada yang melakukan fungsi peminjaman uang, dan ada yang melakukan
fungsi pengiriman uang, serta ada pula yang melakukan pemberian modal kerja.

Keuangan Zaman Khulafa Rasyidin

Tradisi yang dibangun oleh Rasulullah diteruskan dan dikembangkan pada zaman para
khalifah pengganti beliau. Tercatat misalnya kebiasaan musyawarah dalam suatu urusan yang
melembaga di zaman mereka, dimulai dengan memilih Abu bakar Sidiq sebagai khalifah,. Baitul
Maal semakin mapan bentuknya pada zaman khalifah Umar bin Khattab. Pada masanya
sistem administrasi dan pembentukan dewan-dewan dilakukan untuk ketertiban
administrasi. Umar juga meluaskan basis zakat dan sumber pendapatan lainnya. Umar juga
terkenal dengan keadilan dan ketelitiannya sehingga pengawasan menjadi lembaga berwibawa
di bawah pemerintahannya. la turun sendiri menjaga mekanisme pasar berjalan dengan
semestinya, menegur orang yang berusaha mencari keuntungan dengan cara yang tidak benar
dan memberi selamat kepada para pedagang yang jujur. Umar memberlakukan apa yang disebut
dalam dunia perdagangan internasional zaman ini sebagai principle of reciprocity.

Kebijakan Umar diteruskan oleh Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khalifah-
khalifah berikutnya. Yang patut dicatat dalam periode ini adalah bahwa para khalifah rasyidin
itu amat serius dalam memikirkan kesejahteraan rakyat dengan memfungsikan secara
maksimal pendapatan dan penerimaan dalam Baitul Maal. Fungsi Baitul Maal sebagai
instrumen dalam kebijakan fiskal ini tentu hanya dapat terlaksana dengan pribadi-pribadi yang
jujur dan amanah tersebut.

Keuangan di Zaman Dinasti-Dinasti Islam

Ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat dan diganti oleh Mu'awiyah yang lalu
diteruskan oleh anaknya, Yazid maka lembaga syuro dalam politik pemerintahan Islam telah
bergeser menjadi dinasti/kerajaan. Hanya satu khalifah pada dinasti ini yang dikagumi karena
keadilan dan keshalehannya, yaitu Umar bin Abdul Aziz. Pada masa pemerintahannya yang
pendek, sekitar 2,5 tahun, ia mampu mendistribusikan pendapatan negara sedemikian rupa
sehingga dapat menyejahterakan rakyatnya. Konon karena sejahteranya rakyat pada masa itu
sehingga susah dicari orang yang menerima zakat.

Dinasti Umayyah di Damaskus berakhir dengan naiknya dinasti Abasiyah. Sepanjang


dinasti ini terjadi perubahan pola-pola ekonomi yang menyebabkan karena adanya kebijakan dari
salah satu khalifahnya untuk menciptakan standar uang bagi kaum muslimin. Hal itu
dilakukan karena ada kecenderungan orang menurunkan nilai uang emas dan perak. Dengan
demikian sebenarnya sejak saat itu fungsi Baitul Maal tidak hanya mengeluarkan kebijakan
fiskal, tetapi mengatur kebijakan moneter, pengeluaran untuk riset ilmiah dan
penerjemahan buku-buku Yunani, selain untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin
pegawai.

Dinasti Abasiyah pudar kemudian berganti dengan Turki Saljuq di Asia Tenggara,
Sasanid di Cordova dan Fathimiyah di Mesir, dan terakhir Turki Usmani di Istambul.
Selama itu pula fungsi Baitul Maal berkembang menjadi perbendaharaan negara dan
pengatur kebijakan fiskal dan moneter. Etika dalam bidang keuangan tetap dijaga, seperti
tidak adanya riba, sehingga nilai uang stabil, tidak pernah terjadi krisis dan kesejahteraan
masyarakat terjamin. Pada masa Umayyah dan Abasiyyah ada orang-orang yang memiliki
keahlian di bidang keuangan yang disebut Jihbiz. Runtuhnya Dinasti Usmaniyah di Turki
menandakan menangnya kolonialisme di negeri- negeri Islam, baik secara fisik maupun
pemikiran. Karena itu meskipun kemudian negeri - negeri Islam merdeka dari penjajahan, nama
Baitul Maal tidak pernah muncul lagi, padahal fungsinya dalam negara tetap dilaksanakan,
seperti kebijakan fiskal dan moneter.

Perkembangan Keuangan Syariah Modern

Hal pentingyang perlu di cermati dalam sepanjang sejarah Islam, sejak zaman Rasulullah,
sampai Turki Usmani, adalah lembaga keuangan yang pernah ada dan pada zaman itu
hanyalah dimiliki pemerintah. Sementara kegiatan bisnis dilakukan secara perorangan.
Meskipun sejak tahun 1940-an satu per satu negeri muslim mulai merdeka dari zaman
penjajahân, namun arahnya pembentukan sebuah negara Islam dengan pelaksanaan syariat Islam
mengalami banyak kendala. Di antaranya karena faham nasionalisme sekuler yang ditanamkan
oleh para penjajah dan dijadikan alat perjuangan oleh penduduk negeri- negeri muslim itu kini
menjadi bumerang. Agama dipahami sebagai urusan individu, sedangkan yang berurusan
dengan sosial politik, agama tidak boleh ikut campur. Para pemimpin pasca penjajahan
inilah yang kemudian menjadi penghalang bagi bangkitnya kembali politik Islam.

Kegiatan ekonomi adalah sesuatu yang jarang terlepas kaitannya dengan politik. Jika
untuk membangun negara dengan tatanan Islam sulit terpenuhi, demikian pula dengan tatanan
ekonominya. Mereka merdeka secara politik, tetapi tidak secara sistem, terutama sistem
ekonomi. Tanpa diketahui, sistem yang mereka wariskan juga membawa penyakit yang inheren
dalam sistem itu, seperti inflasi, pengangguran, resesi, dan sebagainya. Hal ini kemudian orang
mulai mencari sistem baru yang bisa menyelamatkan masyarakat terutama di negeri-negeri
Islam. Meskipun relatif tidak sukses dalam gerakan politik- idiologis, mereka mencoba membuat
terobosan dengan menggunakan idiom ekonomi.

Gerakan lembaga keuangan Islam modern dimulai dengan didirikannya sebuah bank
dengan simpanan lokal (local saving bank) yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir,
di tepi Sungai Nil, Mesir pada tahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid An-Naggar.Walaupun
beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen. Setelah itu muncul bank-bank
komersial yang transaksi-transaksinya didasarkan pada ajaran Islam. Latar belakang didirikannya
bank merupakan inovasi dari yang lazim berlaku dalam sejarah Islam klasik, yaitu bahwa
kegiatan bisnis dilakukan oleh individu sedangkan keuangan (Baitul Maal) di tangani oleh
negara.

Munculnya bank-bank swasta Islam baik tingkat desa maupun internasional, diiringi
dengan keperluan akan lembaga-lembaga pendukungnya seperti asuransi islam (takaful), pasar
modal Islam, dan fund manager Islam. Langkah ini ternyata bukan hanya dilakukan oleh kaum
muslimin tetapi juga oleh orang lain. Baru-baru ini Dow Jones misalnya mengeluarkan apa yang
disebut Islamic Index yang memuat indeks saham yang diperdagangkan secara Islam. Kelahiran
Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 dipakai sebagai tonggak lahirnya sistem
keuangan secara empiris, maka rentang waktu 27 tahun kemudian sistem ekonomi Islam telah
menunjukkan perkembangan yang cukup bagus. Kini telah berdiri lebih dari 200 lembaga
keuangan dan investasi Islam. Setelah tiga dasawarsa, sistem keuangan Islam telah menarik
perhatian para investor Barat terutama Eropa. Metode pembiayaan Islam telah dipandang sebagai
suatu tantangan sekaligus peluang bagi mereka yang berkecimpung dalam bisnis keuangan
modern di Barat. Fenomena nuansa bisnis modern membuat kesediaan dari pihak pengelola
lembaga keuangan untuk senantiasa mendengarkan dan terus mempelajari perkembangan dan
pengalaman bank-bank Islam yang diperkirakan akan menjadi sebuah trend baru dalam sistem
keuangan dunia.

Dorongan untuk mengkaji sistem keuangan Islam secara umum terus meningkat seperti
pada tingkat bisnis empiris, tingkat akademis dan kesarjanaan. Kini, banyak lembaga pendidikan
Islam di Barat yang menawarkan program studi ekonomi dan keuangan Islam seperti University
of Durham di Inggris. Jika di Eropa terjadi peningkatan dalam jumlah lembaga keuangan, di
Indonesia juga mengalami hal sama.

Jenis pembiayaan yang paling sering dipakai adalah Mudharabah dan Musyarakah.
Bentuk pertama merupakan perkongsian dan dimana salah satu pihak yang lain menyediakan
jasa keusahaan. Hubungan yang terjalin antara kedua belah pihak merupakan suatu hubungan
kemitraan dan kerja sama dan bukan layaknya hubungan yang terjadi dalam transaksi pinjam
meminjam. Keuntungan dari usaha ini akan dibagi dua berdasarkan proporsi yang disepakati
kedua belah pihak. Namun jika terjadi kerugian, maka financer yang akan mendapatkan kerugian
sementara pengelola dana akan kehilangan tenaga dan waktunya.

Dalam musyarakah, pemilik modal (financer) terlibat langsung terhadap proses kegiatan
bisnis. Bedanya dengan Mudharabah, dalam sistem itu financer merupakan mitra usaha. Jika
terjadi kerugian, maka kerugian itu akan dihitung proporsional terhadap modal yang telah disetor
dalam perkongsian ini. Jika terjadi keuntungan, maka akan dibagi berdasarkan proporsi yang
telah disepakati di depan. Islam tidak mengharamkan kredit secara umum. Islam membolehkan
penyaluran kredit yang langsung berhubungan dengan pembelian barang dan jasa. Hal ini dapat
kita lihat dalam jual beli Murabahah, Salam, dan Ishtisna'.

Para Pengembang Teori Keuangan

Hal penting yang perlu dicermati dalam sepanjang sejarah Islam, sejak zaman Rasulullah,
sampai Turki Usmani, adalah lembaga keuangan yang pernah ada pada zaman itu hanyalah
dimiliki pemerintah. Sementara kegiatan bisnis dilakukan secara perorangan. Pada masa
pemerintahan Abassiyah mulai ada orang yang memiliki keahlian di bidang keuangan, yang
disebut dengan jihbia. persamaan antara jihbiz dengan perbankan, yaitu Jihbiz dan Bank sama-
sama melakukan fungsi menerima simpanan dana masyarakat, memberikan pembiayaan kepada
masyarakat, dan melakukan transfer uang. Sedangkan perbedaannya adalah Jihbiz dikelola oleh
individu dan Bank dikelola oleh institusi.

Menurut Rodney Wilson, kini sudah ada sembilan lembaga keuangan multinasional yang
membuka unit usaha syariah di London. Sembilan lembaga keuangan multinasional itu adalah
ANZ International, Al-Rahji Banking, Citibank Internatinal, Dresdner Klienworth Benson,
Hongkong & Shanghai Banking Corporation, National Commercial Bank, Riyadh Bank Europe,
Standar Chartered Bank dan United Bank Of Kuwait. Diperkirakan akan terjadi perkembangan
lebih besar di masa yang akan datang sekalipun perkembangan itu mungkin agak terbatas.

Siapa yang mempunyai sumbangan penting terhadap perkembangan teori keuangan?


Sumbangan penting bisa dilihat dari hadiah Nobel bidang keuangan. Hadiah Nobel diberikan
kepada tokoh yang dianggap memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan ilmu.
Untuk teori keuangan, sampai sekarang (2003) ada beberapa orang yang sudah memperoleh
hadiah Nobel. Pada tahun 1990, Harry Markowitz, William Sharpe, dan Merton Miller
memperoleh hadiah Nobel bidang Ekonomi untuk sumbangan mereka terhadap teori Keuangan

Merton Miller bersama dengan Franco Modigliani barangkali bisa dikatakan sebagai
"bapak” manajemen keuangan modern. Mereka mendiskusikan pengaruh dividen dan pendanaan
(financing) terhadap nilai perusahaan melalui serangkaian artikel yang dimulai dari artikel
mereka 'The Cost of Capital, Corporation Finance, and The Theory of Investmenť yang muncul
di American Economic Review pada tahun 1958. Artikel tersebut menimbulkan kontroversi dan
diskusi berkepanjangan dalam teori keuangan perusahaan (coroporate finance). Sebagian besar
paper yang muncul kemudian ingin melihat ketidaksempurnaan pasar yang bisa mempengaruhi
nilai perusahaan.

Harry Markowitz barangkali bisa disebut sebagai bapak teori investasi. Markowitz,
melalui artikelnya pada tahun 1952 di Journal of Finance (Portfolio Selection), menunjukkan
secara matematis bahwa diversifikasi bisa mengurangi risiko. Teori investasi berubah dari teori
yang deskriptif menjadi teori yang kuantitatif. William Sharpe mengembangkan lebih lanjut
kerja Markowitz menjadi teori keseimbangan Capital Asset Pricing Model ('Capital Asset Prices:
A Theory of Market Equilibrium under Conditions of Risk, Journal of Finance, 1964).Teori
portofolio yang dikembangkan oleh Markowitz dan Sharpe banyak digunakan saat ini dalam
lingkungan akademis ataupun praktisi (profesional).

Pada tahun 1997 dua orang ahli keuangan Myron Scholes dan Robert Merton
memperoleh hadiah Nobel untuk sumbangan mereka dalam teori penilaian opsi. Myron Scholes
dengan Fischer Black menerbitkan artikel mengenai penilaian instrumen keuangan opsi di
Journal of Political Economy. Opsi adalah hak untuk membeli atau menjual aset pada harga
tertentu. Robert Merton juga menerbitkan model penilaian opsi, yang merupakan
penyederhanaan dari model Black dan Scholes. Teori opsi mempunyai potensi bisa menjelaskan
fenomena keuangan lebih banyak lagi.Pada tahun 2002, ahli perilaku Daniel Kahneman
memperoleh Nobel di bidang ekonomi. Dia bersama Amos Tversky mengembangkan teori
perilaku, yang kemudian mengilhami munculnya behavioral finance (Teori Keuangan
berdasarkan perilaku). Teori behavioral finance merupakan alternatif (penentang) teori efisiensi
keuangan. Teori efisiensi keuangan mengatakan bahwa harga mencerminkan semua informasi
yang relevan. Pasar digambarkan mempunyai proses yang rasional. Sebaliknya, teori behavioral
finance mengatakan bahwa pasar tidak serasional yang dibayangkan. Di Indonesia juga sudah
mulai bermunculan para pengembangan keuangan Islam, diantaranya: Muhammad Syafei'i
Antonio, Sofyan Safri Harahap, Adiwarman Karim, Muhammad, dan yang lainnya.

Mapping Teori dan Riset di Bidang Keuangan

1. Topics in Finance: Building Blocks


2. Savings and Investment in Perfect Capital Market
3. Portfolio Theory
4. Capital Structure Theory
5. Dividend Model
6. Capital Asset Pricing Model
7. Efficient Capital Market Theory
8. Option Pricing Theoy
9. Agency Theory
10. Signaling Theory
11. The Modern Theory of Corporate Control
12. Financial Intermediation
13. Market Microstructure
14. Behavioral Finance
BAB 2
BENTUK ORGANISASI PERUSAHAAN

Kekuatan dan vitalitas kondisi perekonomian masyarakat adalah sangat tergantung pada
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan barang dan jasa. Proses produksi
dan distribusi barang-barang dan jasa ini pada dasarnya tidak dapat terlepas dari tersedianya
sumber daya (resources), tidak hanya uang (modal), akan tetapi juga sangat butuhkan adanya
keterampilan dan manajemen yang mendukungnya. Kenyataannya tidak semua orang memiliki
sumber daya ini secara optimum dan komplit. Dengan demikian perlu adanya usaha yang
dilakukan untuk mengumpulkan dan mengorganisasikan sumber daya yang ada dan sesuai
dengan nilai-nilai religius (syari'ah) yang mengaturnya (khususnya terkait dengan hukum
muamalah). Salah satunya adalah mengelola dan memadukan tersedianya modal usaha (sebagai
salah satu faktor produksi) yang dimiliki oleh satu pihak saja, dan adanya kemampuan yang
dimiliki pihak lain untuk mengelola modal tersebut dalam suatu usaha yang dapat memberikan
keuntungan secara bersama- sama dan adil.

Oleh karena itu dalam bab ini akan dipaparkan tentang beberapa bentuk atau jenis
organisasi bisnis yang ada dalam perekonomian Islam. Merujuk pada pemikiran salah seorang
ekonom Islam Muhammad Akram Khan, seperti bentuk organisasi bisnis perorangan sole
proprietorship). jenis persekutuan (partnership), kontrak Mudharabah, dan beberapa
permasalahan yang terkait dengannya, misalnya bagaimana pengalokasian keuntungan dan
kerugian yang mungkin terjadi, kewajiban dan hak-hak dari para mitra usaha, pemutusan kontrak
kerjasama.

Bentuk Organisasi Bisnis Dalam Perekonomian Syari'ah

Di dalam perekonomian Islam bentuk atau jenis dari organisasi-organisasi bisnis (usaha)
yang ada secara umum antara lain dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk atau jenis utama,
antara lain yaitu: jenis organisasi bisnis perusahaan perorangan (sole proprietorship), bentuk
persekutuan (partnership), dan yang terakhir adalah jenis organisasi bisnis Mudharabah .

1. Perusahaan Perorangan (Sole Proprietorship)


Perusahaan perorangan (Sole Proprietorship) merupakan format organisasi bisnis yang
paling sederhana yang hampir ada dalam setiap sistem ekonomi non-sosialis, dan
merupakan bentuk usaha pelaksanaan bisnis yang tertua, dimana bentuk-bentuk
organisasi bisnis lain yang berkembang kemudian adalah berangkat dari bentuk awal ini
sesuai dengan kompleksitas dan kebutuhan hidup sosial dan ekonomi manusia.
Sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi Islam mengizinkan
perusahaan swasta (private enterprise) yang dikelola oleh setiap individu dan tidak
mengikat mereka secara khusus, selama usaha atau bisnis yang dijalankannya terikat
dengan ketentuan syari'ah. Dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa sifat alami bisnis
haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan mendasar (principles) yang ditentukan oleh
hukum yang ada.

2. Persekutuan/Syirkah (Partnership)
 Definisi
Persekutuan atau partnership adalah suatu hubungan antara dua orang atau
lebih untuk mendistribusikan laba (profit) atau kerugian (losses) dari suatu bisnis
atau usaha yang dijalankan oleh seluruhnya atau salah satu dari mereka sebagai
pengelola atas yang lain. Namun yang terpenting dalam Dalam hal ini tiap individu
diberikan kebebasan untuk memutuskan apakah ia memerlukan sejumlah dana pinjaman
untuk menjalankan usahanya, atau untuk menjual barangnya secara kredit, termasuk jika
dari bisnisnya itu, hasil yang diperoleh tidak bisa memenuhi kewajibannya dalam
melunasi utang dari pinjaman modal yang dilakukan.
Dalam bentuk kerjasama ini adalah masing-masing pihak harus memiliki andil
modal dalam usaha tersebut. Bentuk usaha perserikatan ini dikenal dengan istilah
syirkatul Inan atau syirkatul mufawwadah. Sementara bentuk persekutuan usaha, di mana
seseorang memiliki nama baik menjalankan usaha dengan menggunakan modal orang
lain adalah dikenal dengan istilah persekutuan syirkatul wujuh. Secara implisit juga
dalam definisi tersebut terkandung adanya persetujuan hubungan terhadap bentuk bisnis
yang akan dijalankan sesuai dengan undang-undang, dengan tujuan untuk
mendistribusikan laba atau kerugian yang mungkin timbul dari bisnis yang dijalankan
tersebut, dan bukan merupakan suatu bentuk persetujuan untuk beramal.
 Pembagian keuntungan dan kerugian (Profit and Loss Sharing)
Di dalam bentuk organisasi bisnis kedua ini, pendistribusian laba yang akan diberikan
diantara para pihak (mitra) diatur sesuai perbandingan (ratio) yang telah disepakati.
Sementara itu pendistribusian kerugian akan dibagi berdasarkan perbandingan jumlah
modal yang diikutsertakan (investasi). Namun dalam masalah kerugian terjadi, akan
dibebankan kepada para mitra sesuai dengan modal yang diinvestasikan. Dan menurut
aturan hukum Islam (syari'ah), bahwa semua kerugian yang terjadi dalam usaha yang
dijalankan secara bersama itu harus dipikul oleh pemilik modal, kecuali kerugian yang
terjadi dapat ditunjukkan dengan jelas (dapat dibuktikan), sebagai akibat dari risiko yang
di luar kemampuan manusia.
 Hak-hak dan kewajiban para mitra usaha
Semua mitra usaha (partner) yang ikut ambil bagian dalam kontrak organisasi bisnis ini,
pada dasarnya memiliki hak-hak dan kewajiban yang jelas dan mengikat mereka. Adapun
hak-hak dan wewenang yang dimiliki oleh para mitra usaha, secara implisit dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Masing-masing mitra memiliki hak untuk menjual barang-barang secara kredit
b. tanpa terlebih dahulu meminta izin secara tegas/eksplisit dari mitra lainnya, dan semua
mitra dalam hal ini menjadi terikat juga dengan penjualan barang
barang dengan kredit tersebut.
c. Masing-masing mitra berhak untuk menerapkan semua hak yang dimiliki dan
melaksanakan semua aktivitas bisnisnya sebagai bagian dari usaha tersebut.
d. Masing-masing mitra memiliki hak untuk mendapatkan uang atau keuntungan yang
kemudian dapat dipakai untuk mengelola bisnis pribadinya, tanpa persetujuan pihak
lain terhadap pengelolaan bisnis itu.
e. melaksanakan semua aktivitas bisnisnya sebagai bagian dari usaha tersebut.
f. Secara eksplisit, hak-hak yang dimiliki para mitra adalah masing-masing mereka
harus memperoleh ijin dari semua mitra lain di dalam berbagai hal berikut:
g. Memberikan pinjaman uang perusahaan kepada pihak ketiga atau kepada seorang
mitra, ataupun melakukan peminjaman uang atau modal untuk perusahaan dari pihak
ketiga atau dari seorang mitra.
h. Pembelian bahan-bahan yang akan dijual atau aksesoris-aksesoris lain secara kredit
melebihi dari total likuiditas bisnis setiap waktu.
i. Mengundang atau mengajak pihak ketiga menjadi seorang mitra.
j. Memberikan sebagian dari modal perusahaan untuk membiayai beberapa bisnis lain,
ataupun untuk menggabungkannya dengan bisnis yang lain.
k. Menjalankan suatu bisnis mandiri dengan mitra lain yang mana dapat mempengaruhi
hubungan bisnis pada setiap kapasitas.
l. Beberapa tindakan lain yang dapat merugikan kepentingan-kepentingan partner yang
lain dalam hubungan bisnis.
Sementara itu kewajiban-kewajiban yang dimiliki dan harus dijalankan oleh setiap mitra
usaha dalam organisasi bisnis ini adalah:
a. Para mitra dapat dikenakan tanggung jawab secara luas dalam kaitannya dengan
modal yang dimiliki, termasuk dengan melakukan pinjaman dari luar Artinya bahwa
jika suatu persekutuan perusahaan tidak melakukan pinjaman dari sumber manapun,
maka dengan sendirinya hal itu akan mengikat atau terbatas pada bagian atau saham
yang dimiliki saja. Akan tetapi jika para mitra yang satu dengan yang lainnya
menyetujui untuk meminjam uang dari luar, maka dengan demikian para pihak akan
terikat kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada kreditur dan akan dapat
dikenakan kewajiban sesuai dengan komitmen yang disepakati.
b. Tidak seorang pun (sesuai dengan ketentuan syari'ah) bertanggung jawab atas
kewajiban atau tanggung jawab orang lain.
c. Jika kredit diperoleh lebih dari total likuiditas bisnis yang ada, melalui persetujuan
dari semua mitra usaha, dan sesudah itu bisnis mengalami suatu kerugian dan tidak
bisa mengatasinya, maka kerugian atas sejumlah pinjaman tersebut akan menjadi
tanggungan bersama semua mitra dalam porsi yang sama dan buka dibebankan
berdasarkan rasio atau perbandingan modal yang diikuti.
 Pemutusan hubungan kerjasama
Di dalam kontrak kerjasama ini, pemutusan hubungan kerjasama dapat terputus jika:
a. Adanya kesepakatan jika salah satu dari mereka (yang membuat persetujuan) melakukan
tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan kerugian atas kepentingan-kepentingan pihak
lain.
b. Salah satu dari mitra meninggal dunia, menjadi gila/sangat bodoh dan tertimpa sakit
sehingga tidak mampu untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
c. Periode masa kontrak telah berakhir.
d. Pekerjaan atau tujuan dari adanya hubungan kerjasama ini telah terealisasi.

3. Mudharabah
 Definisi
Suatu hubungan antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak menyediakan
modal (investor) kepada pihak lain yang berkedudukan sebagai pengelola (mudharib)
untuk menjalankan suatu bisnis dengan kesepakatan untuk mendapatkan tingkat
keuntungan tertentu. Persetujuan tidak terbatas hanya antara dua orang saja, akan tetapi
dapat terjadi lebih dari jumlah tersebut. Dalam setiap persetujuan terdapat dua pihak yang
terlibat. Pertama, pihak yang berkedudukan sebagai penyedia modal usaha sebagai
pengelola (yang menjalankan bisnis atau usaha), yang disebut sebagai proprietor atau pihak
utama (principal), dan kedua, pihak yang berkedudukan entrepreneur atau sebagai seorang
agent

 Pengalokasian keuntungan dan kerugian


Pengalokasian keuntungan antara pemilik modal dan pengelola dibuat berdasarkan
kesepakatan antara kedua belah pihak. Tidak boleh dibuat berdasarkan jumlah atau
nominal pasti sebelum berjalannya bisnis tersebut, hanya dalam bentuk prosentase atas
keuntungan yang akan diperoleh Sementara itu berdasarkan aturan umum syari'ah,
pengalokasian kerugian yang terjadi dalam bisnis Mudharabah adalah ditanggung
seluruhnya oleh pemilik modal, dan tidak dapat ditangguhkan kepada pihak pengelola.
Berbeda dengan apa yang dijalankan dalam bisnis ekonomi kapitalis, dimana banyak orang
yang menginvestasikan modalnya hanya untuk mendapatkan keuntungan saja, tanpa mau
untuk menghadapi risiko kerugian yang mungkin terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam bisnis syari'ah terkandung prinsip keadilan. Siapapun berhak untuk
mendapatkan keuntungan, sekaligus juga dapat mengalami kerugian.

 Hak hak pengelola (enterpreneur)


Berdasarkan persetujuan yang telah disepakati bersama dengan pihak pemilik modal,
seorang pengelola mempunyai hak hak berikut:
a. Hak untuk mengelola atau membawa modalnya sendiri dalam bisnis tersebut.
b. Hak untuk memperoleh modal dari pihak ketiga untuk menjalankan bisnis
Mudharabah -nya.
c. Hak untuk ikut serta dalam kerjasama dengan pihak ketiga.
d. la berhak untuk menjual dan membeli barang-barang secara kredit (pembelian barang
melebihi total likuiditas bisnis harus mendapat persetujuan pihak pemilik modal)
e. la berhak untuk mengikuti semua kebiasaan dari aturan perdagangan yang ada
(berlaku).
f. la berhak untuk mengeluarkan atau meminjamkan modal awal kepada pihak ketiga
untuk menjalankan bisnis Mudharabah -nya (tetapi tetap harus meminta ijin kepada
pihak pemilik modal).

 Konsep Mudharabah ganda (double Mudharabah )


Pengertian Mudharabah ganda adalah seseorang yang memperoleh keuntungan dari
bisnis Mudharabah, dan keuntungan itu ia berikan kepada pihak ketiga untuk
menjalankan bisnis lainnya. Dengan demikian dalam kondisi seperti ini ia memiliki peran
ganda, yaitu sebagai pengelola dari pemilik modal awal dan sebagai pemilik modal dari
bisnisnya yang kedua. Pengalokasian kerugian yang terjadi akan ditanggung oleh pihak
yang mengeluarkan modal sendiri sesuai dengan aturan syari'ah yang berlaku. Dengan
demikian berdasarkan deskripsi tentang kinerja dari bentuk Mudharabah ganda
tersebut, dapat dilihat pada prinsip perbankan syari'ah.

 Mudharabah dan kewajiban (liabilitas) para peserta


Konsep kewajiban (liability) di dalam bisnis Mudharabah banyak memiliki kemiripan
dengan bentuk bisnis persekutuan (partnership) yang disebutkan sebelumnya, seperti pada:
a. Kewajiban pemegang saham adalah dapat menyediakan modal yang akan digunakan
untuk menjalankan perusahaan tersebut
b. Jika pihak pengelola bisnis Mudharabah membeli barang secara cicilan melebihi total
modal yang ada melalui persetujuan pemilik modal, maka kedua-duanya bertanggung
jawab untuk melunasi utang yang ada tersebut.
c. Kerugian atau keuntungan yang diperoleh dari hasil pinjaman di luar modal tersebut
akan dibagi secara bersama antara pemilik modal dan pihak pengelola, dan bukan
berdasarkan perbandingan (ratio) keuntungan yang disepakati.
d. Jika terjadi kerugian terhadap modal yang dipinjam sat diputar dalam usaha yang
dijalankan, maka pelunasan modal pinjaman ini harus didahulukan sebelum
mengembalikan modal awal yang dimiliki pemilik modal.

 Pemutusan kontrak Mudharabah


Seperti halnya dengan bentuk persekutuan (partnership). kontrak Mudharabah dapat dicabut
kembali setiap saat, jika dalam kontrak tersebut dapat menyebabkan kerugian bagi pihak
yang terkait, sebagaimana kontrak Mudharabah itu dapat dibubarkan karena adanya
kematian ataupun terganggunya akal salah satu pihak yang terlibat. Seperti halnya bentuk
persekutuan juga, kontrak Mudharabah juga dapat dijalankan terus oleh pihak lain yang
terlibat mengelolanya. Dengan demikian hal ini akan memberikan kesempatan bagi pihak
yang tidak bubar untuk tetap terus menjalankannya, dan tidak perlu untuk membubarkannya.

 Mudharabah dan penyertaan saham perusahaan (join stock company)


Struktur penyertaan saham perusahaan modern sekarang ini, dapat ditemukan beberapa variasi
konsep yang serupa dengan konsep Mudharabah , diantaranya:

a. Kemiripan bentuk dengan kontrak Mudharabah, dimana penyertaan saham perusahaan juga
memiliki pembagian antara kepemilikan (ownership) dan pengawasan (control). Artinya
mereka yang menginvestasikan modalnya tidak langsung mengelola atau menjalankan bisnis
tersebut.
b. Tidak adanya batasan jumlah pemegang saham yang terdapat di dalam suatu bentuk
penyertaan saham perusahaan, sebagaimana halnya juga berlaku dalam bentuk Mudharabah
.
c. Pemindahan (transfer) saham atau bagian dari seorang pemilik modal kepada yang lainnya
tidakakan menyebabkan perusahaan tersebut bubar, sebagaimana halnya juga dalam
Mudharabah .

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa satu-satunya hal yang membedakan
antara bentuk penyertaan saham perusahaan modern sekarang ini, yang banyak terdapat
beberapa negara, adalah hanya garis-garis syari'ah yang diterapkan di dalam bisnis
Mudharabah. Secara keseluruhan bentuk atau jenis organisasi bisnis di dalam system
perekonomian Islam pada dasarnya mengambil tiga bentuk utama. Yang pertama adalah jenis
organisasi bisnis perorangan (private business/sole proprietorship), Sementara bentuk organisasi
bisnis yang kedua yaitu organisasi bisnis persekutuan/ irah (partnership) dan bentuk yang ketiga
yaitu organisasi bisnis Mudharabah, secara umum memiliki banyak kesamaan.

IMPLEMENTASI SYIRKAH DALAM PERUSAHAAN BISNIS

Menurut Ghazali, Omar, dan Aidit (2005:456), konsep "perusahaan" yang dikenal
sebagai syahsiyah i'tibariyah berdasarkan prinsip-prinsip qiyas (analogi) dan istihsan atau
mashalih mursalah (kepentingan umum). Misalnya, keberadaan bayt al-mal (public treasury) dan
lembaga wakaf yang menunjukkan pengakuan atas konsep perusahaan dengan badan hukum
yang terpisah. Sebelum bentuk organisasi bisnis dipahami lebih dalam, selayaknya diketahui
terlebih dahulu jenis-jenis usaha yang dipastikan salah satunya melekat dalam bentuk organisasi
tersebut.

Pada prinsipnya, kegiatan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis


usaha. Pertama, jenis usaha perdagangan atau distribusi, yaitu usaha yang terutama bergerak
dalam kegiatan memindahkan barang dari produsen ke konsumen atau dari tempat yang
mempunyai kelebihan persediaan ke tempat yang memerlukan. Kedua, jenis usaha
produksi/industri, yaitu jenis usaha yang terutama bergerak dalam kegiatan proses pengubahan
suatu barang menjadi barang lain yang berbeda bentuk atau sifatnya dan mempunyai nilai
tambah. Ketiga, jenis usaha komersial, yaitu usaha yang bergerak dalam kegiatan pelayanan
atau menjual jasa sebagai kegiatan utamanya. Untuk memulai usaha atau bergabung dengan
usaha yang sedang berjalan, seseorang dapat memilih salah satu jenis usaha di atas. Setelah
pilihan ditentukan, kemudian dapat dilanjutkan dengan memilih bentuk usaha atau organisasi
bisnis yang sesuai.

JENIS AKAD DAN IMPLEMENTASI DALAM ORGANISASI BISNIS

Korporasi merupakan sebuah wujud dari inovasi modern. Pandangan ulama mengenai
egalitas bentuk-bentuk korporasi ini akan disajikan secara singkat dari sudut pandang syari'ah.
Pembahasan juga akan menyangkut perbandingan berbagai bentuk organisasi bisnis, di antaranya
dalam hal:

1. Eksposur atau risiko atas harta pribadi dari bisnis yang dijalankan, yaitu kewajiban yang
terbatas dan tak terbatas
2. Kemudahan dan biaya pendirian serta pemeliharaannya;
3. Estimasi kelangsungan hidup bisnis;
4. Eksposur pajak atas pendapatan bisnis;
5. Kemudahan relatif dalam memperoleh dan meningkatkan modal di pasar keuangan.

Setiap organisasi bisnis atau bentuk kepemilikan usaha memiliki seperangkat keuntungan
dan kerugian yang unik. Kunci untuk memilihnya yang benar adalah dengan memahami
karakteristik masing-masing dan mengetahui bagaimana bentuk usaha ini mempengaruhi, baik
hal-hal bisnis maupun pribadi. Bentuk usaha yang terbaik adalah bentuk usaha yang sesuai
dengan keadaan, kepribadian, keyakinan, atau kemampuan calon pebisnis. Ditinjau dari aspek
kepemilikan, secara umum bentuk organisasi bisnis terbagi menjadi tiga, yaitu perusahaan
perseorangan, perusahaan persekutuan (kemitraan), dan perusahaan perseroan. Berikut adalah
definisi dan karakteristik bentuk-bentuk organisasi bisnis tersebut yang disertai dengan tinjauan
kontrak syari'ah yang mendasarinya.

1. Usaha Perorangan

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, usaha perorangan atau sole proprietorship


memadukan harta pribadi dan aset bisnis dari seorang individu dalam bisnisnya. Menurut
Sumarni dan Soeprihanto (2010: 44), usaha ini dimiliki, dikelola, dan dipimpin oleh seseorang
yang bertanggung jawab penuh (tidak terbatas) terhadap semua risiko dan aktivitas perusahaan.
Bentuk usaha ini mengandung kewajiban yang tidak terbatas bagi individu tersebut yang
merupakan eksposur harta pribadi terhadap utang bisnisnya.
2. Usaha Pola Kemitraan

Usaha pola kemitraan (partnership) adalah perjanjian antarperorangan untuk me-madukan


modal dan bakat (keahlian) mereka dalam sebuah bisnis. Usaha dalam bentuk ini dimiliki oleh
dua orang atau lebih dengan nama bersama. Partnership mempunyai banyak nama lain seperti
perusahaan persekutuan, perkongsian atau (dalam tulisan ini dipilih) kemitraan. Bentuk
perusahaan ini dapat berupa firma (Fa) dan persekutuan komanditer (CV). Kemitraan modern
memiliki kemiripan dengan usaha-usaha yang dijalankan pada masa klasik yaitu usaha dengan
pola Mudharabah dan musyarakah. Berikut ini penjelasan tentang Mudharabah , musyarakah,
kombinasi keduanya dan musyarakah yang menurun serta disandingkan dengan kemitraan
modern seperti firma dan CV.

a. Mudharabah
Menurut PSAKNo.105tentang Akuntansi Mudharabah, bahwa Mudharabah didefinisikan
sebagai akad kerjasama usaha antara dua pihak, yaitu pihak pertama (pemilik dana) yang
menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak sebagai
pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan, sedangkan
kerugian finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No.
07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) mendasarkan pada salah satu
sumber hukum ijma' berikut. Diriwayatkan sejumlah sahabat menyerahkan kepada orang,
mudharib) harta anak yatim sebagai Mudharib dan tak ada seorang pun mengingkari mereka.

b. Musyarakah
Sementara dalam PSAK No. 106 tentang Akuntansi Musyarakah, Musyarakah didefinisikan
sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Setiap pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan, sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana Para pemilik modal
(mitra/syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai Suatu usaha tertentu, baik yang
sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya, mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan
bagi basil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada entitas (mitra
lain). Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset non-kas,
termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten

c. Kombinasi Mudharabah dan Musyarakah atau Mudharabah Musytarakah


Berdasarkan Fatwa DSN No. 50/DSN-MU1/I11/2006 tentang Mudharabah Musytarakah,
mendefinisikan bahwa Mudharabah Musytarakah adalah salah satu bentuk akad Mudharabah
yang mensyaratkan pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerjasama
investasi. Hal ini diperlukan karena mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaannya dan
dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Kemudian Mudharabah Musytarakah, dalam
PSAK No. 105 tentang Akuntansi Mudharabah, adalah bentuk Mudharabah dengan pengelola
ikut menyertakan dananya dalam kerjasama investasi. Dalam PSAK No. 106 tentang Akuntansi
Musyarakah disebutkan bahwa mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik
mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut. Mitra pasif adalah mitra
yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa definisi dan karakteristik organisasi bisnis (bentuk usaha) CV sebagai tahap
awal memperoleh titik temu dengan landasan akad Mudharabah Musytarakah. Persekutuan
komanditer atau Commanditaire Vennootschap (CV) adalah perusahaan yang dibentuk oleh dua
orang atau lebih yang terdiri atas pihak (anggota) yang aktif dan pihak (anggota) yang pasif. Hal
ini berbeda dengan firma yang dimungkinkan semua pemiliknya aktif mengelola perusahaan.
Pembagian laba dari para sekutu disesuaikan dengan ketetapan dalam akte pendirian.

3. Perseroan

Perusahaan yang berlaku di era modern adalah Perseroan-Terbatas atau corpora Perseroan
terbatas adalah badan hukum (perusahaan) yang terpisah dari pemiliknyas disebut pemegang
saham. Menurut PSAK No. 21 tentang Akuntansi Ekuitas dinyat bahwa modal PT terdiri atas
saham dan tanggung jawab persero terbatas pada jumlah modal saham yang disetor apabila PT
telah disahkan Menteri Kehakiman. Dalam pemisahan manajemen bisnis dan kepemilikan
tersebut, pemegang saham berhak memilih dewan direksi dan dapat menunjuk manajemen senior
Adanya konsep badan hukum pada perseroan terbatas atau disebut pula Naamloze Vennootschap
(NV) menyebabkan bentuk perusahaan ini berbeda jauh dibandingkan bentuk usaha perorangan
dan kemitraan.
Perusahaan dalam bentuk PT, mempunyai ciri: a) hak dan kewajiban yang terbatas bagi
pemegang sahamnya, b) Proses pendirian PT diperlukan adanya Akte Notaris dan biaya yang
relatif tinggi serta waktu yang lama, c) Keberlangsungan usahanya relatif jangka panjang
memiliki organisasi bisnis yang lebih besar dan terdapat biaya hukum, d) merupakan entitas yang
terkena pajak baik pajak pendapatan perusahaan maupun pajak penghasilan pribadi (pajak
ganda), dan e) mampu menggabungkan modal dari banyak pemegang saham serta f) lebih
cenderung untuk meningkatkan modalnya dari pasar keuangan, baik pasar uang maupun pasar
modal.

4. Perbandingan Mudharabah, Musyarakah, dan Perseroan

Mudharabah dan musyarakah adalah contoh bentuk kemitraan yang di dalamnya bera
ketentuan bagi hasil (return) dan risiko. Return tersebut mungkin akan bertambah dalam bentuk
keuntungan periodik dan perubahan nilai aset. Berikut ini diulas perbanding antara Mudharabah
dan musyarakah dari sejumlah aspek, yaitu rasio keuntungan, potensi kerugian, kewajiban
pemodal, perubahan nilai aset, dan likuidasi investasi.

Salah satu ciri penting dari Mudharabah adalah rasio keuntungan yang disepakati
sebelumnya, yaitu keuntungan harus didistribusikan antara pemodal dan pengusaha. Hal ini
mengatur setiap alokasi keuntungan secara absolut selain sesuai rasio yang disepakati
sebelumnya. Hal yang sama berlaku juga untuk musyarakah. Adapun kerugian pada sebuah
Mudharabah benar-benar ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengusaha bertanggung
jawab menanggung kerugian hanya jika kerugian tersebut merupalkan hasil dari kelalaian atau
kesalahan manajerial. Jika terjadi kerugian dalam musyarakah, maka kedua belah pihak berbagi
kerugian tersebut menurut rasio investasi masing-masing pihak dalam proyek.

Ciri lain pada Mudharabah dan musyarakah klasik adalah bahwa salah satu pihak dalam
perjanjian tersebut memiliki opsi untuk mengakhiri perjanjian atau mengundurkan diri dari usaha
tertentu setiap saat yang mereka anggap tepat. Karenanya likuiditas investasi merupakan hal
yang pasti bagi para mitranya. Pada tanggal keputusan mengakhiri kontrak tersebut terjadi,
keuntungan ditentukan sebagai selisih antara nilai seluruh asset yang dilikuidasi atas jumlah
investasinya. Setelah keuntungan ditentukan, kemudian didistribusikan antarpihak yang
bersangkutan sesuai dengan nisbah yang disepakati. Namun demikian mekanisme ini cukup
bermasalah pada proyek-proyek yang membutuhkan periode minimal untuk menghasilkan
keuntungan. Hal ini juga bermasalah dalam kasus proyek yang operasinya sedang berjalan
(going concern).

5. Pemisahan Kepemilikan dan Agency Problem

Agency problem akan berkurang dalam bentuk musyarakah karena masing-masing modal
mitra (musyarik) juga dipertaruhkan. Selain itu, kemitraan modal sendiri (ekuitas) akan
meminimalkan masalah asimetri informasi karena semua mitra akan memiliki hak untuk
berpartisipasi dalam pengelolaan proyek investasi mereka. Namun demikian, kontrak bisnis
berbentuk musyarakah ini kehilangan daya tariknya dari sudut pandang penyedia dana karena
terdapat kewajiban yang tidak terbatas bagi semua mitra. Berbeda dengan perusahaan modern
yang menerapkan ketentuan kewajiban yang terbatas bagi penyedia dana sehingga membuat
perusahaan lebih mudah untuk memperoleh dana.

Agency problem dapat juga ditemui pada perusahaan modern, tetapi jauh lebih rendah
daripada kontrak Mudharabah. Dalam hal ini pemegang saham khawatir bahwa manajer tidak
bekerja untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham atau hanya bekerja untuk kepentingan
sendiri. Agency problem ini muncul ketika manajer, sebagai agen dari pemegang saham,
memiliki konflik kepentingan dengan para pemegang saham.
BAB 3
KEBIJAKAN DAN PENENTUAN TUJUAN PERUSAHAAN SYARI'AH

PERUSAHAAN DALAM ISLAM

Perusahaan dalam fungsinya untuk memproduksi barang-barang yang diperlukan.


masyarakat dan memperoleh keuntungan maksimum dari usana tersebut, maka akan mengalami
berbagai permasalahan. Adapun masalah yang pokok yang harus dipecahkan oleh produsen
adalah bagaimana komposisi dari faktor-faktor produksi yang digunakan dan untuk masing-
masing faktor produksi tersebut berapakah jumlah yang akan digunakan Dalam memecahkan
masalah ini dua aspek yang perlu diperhatikan:

1. Komposisi faktor produksi yang bagaimana bagi seorang Muslim untuk menciptakan
tingkat produksi yang tinggi atau;

2. Komposisi faktor produksi yang bagaimana bagi seorang Muslim untuk meminimumkan
biaya produksi yang dikeluarkan untuk mencapai suatu tingkat produksi tertentu.

PROFIT OPTIMUM MERUPAKAN TUJUAN PERUSAHAAN

Organisasi yang bisa dikatakan sebagai bentuk perusahaan menurut Syed Othman Al-
Habshi seperti: PT, persekutuan, perusahaan pribadi dan bentuk lainnya seperti perusahaan di
bidang pertanian, bangunan, pertambangan, kerajinan, transportasi, servis, dan lain-lain. Al-
Habshi juga menemukan konsep dari seorang produsen dimana peran produsen sebagai produsen
itu sendiri adalah menghasilkan barang kemudian menyalurkan sesuai dengan perencanaan awal.
Sebuah perencanaan dalam perusahaan ketika menghasilkan barang merupakan suatu yang
spesifi kasi kepada semua faktor seperti dalam menghasilkan barang. Berkaitan dengan hal ini,
maka diperlukannya sebuah teknik mungkin atau tidak mungkinnya dalam memproduksi barang.

Al-Habshi menjelaskan tentang teknik efisiensi terletak pada proses produksi barang Dia
hanya membatasi pembatasannya dengan technical efficient produk bersih. Oleh karena itu,
perusahaan bermaksud untuk memproduksi barang yang lebih banyak. Dalam kriteria ekonomi,
suatu sistem produksi dikatakan lebih efisien bila memenuhi kriteria:

1. Meminimalkan biaya untuk memproduksi jumlah barang yang sama.

2. Mengoptimalkan produksi dengan biaya yang sama

PROFIT OPTIMAL

Dalam teori ekonomi konvensional profit maksimal merupakan tujuan dasar atau utama
suatu perusahaan. Perusahaan yang bertujuan selalu memaksimalkan keuntungan sering disebut
dengan perusahaan yang berperilaku rasional. Hal ini menunjukkan apakah perusahaan suatu
penentuan harga (persaingan sempurna), sebuah pasar monopoli' atau duopoly dan lain-lain. Al-
Habshi mengangkat dua kasus yang berkaitan dengan hal ini. Pasar persaingan sempurna adalah
suatu pasar yang ditandai oleh tidak adanya sama sekali persaingan yang bersifat pribadi diantara
perusahaan-perusahaan individu, dimana dalam pasar persaingan sempurna para individu tidak
bisa mempengaruhi harga jual di pasar, dan pasar ini menunjukkan sebuah pasar yang baik. Para
ahli ekonomi memberikan teori bahwa persaingan perusahaan sempurna harus menggunakan
teknik efisiensi dalam proses produksi, pada tingkat output dalam produksi akan menjadi titik
dimana biaya marginal sama dengan biaya pendapatan (Marginal Revenue= MR). Guna
mencapai output yang maksimal maka perusahaan-perusahaan mengimbangi hasil marginal
dengan biaya marginal. Kemudian profit adalah perbedaan antara total revenue dan total cost,
profit maksimal ditunjukkan dengan MC = MR.° Jadi apabila profit ingin dioptimalkan lebih
banyak barang yang dihasilkan, misalnya MR lebih besar dari MC. Apabila MC (Marginal Cost)
= MR (Marginal Revenue), maka perluasan output dengan satu kesatuan tambahan akan
menimbulkan kerugian yang disebut super normal, disebabkan karena MC meningkat melampaui
MR.

Di dalam pasar monopoli, harga tidak dimunculkan, perusahaan lebih cenderung


mendikte harga, perusahaan bisa merubah produknya, perusahaan juga bisa menentukan
banyaknya pengeluaran yang diinginkan dalam memproduksi barang. Dalam pasar monopoli ini
dimana pengeluaran produksi" akan menjadi titik kenaikan suku bunga di dalam MR kurang dari
MC. Perbedaannya disini adalah perusahaan cenderung menetapkan harga sebelumnya.

PROFIT NORMAL DAN PROFIT TIDAK NORMAL

Al-Habshi mendefinisikan profit normal sebagai tingkat keuntungan ketika biaya rata-
rata sama dengan pendapatan. Profit normal ini mencakup keuntungan pengusaha dal. faktor
produksi. Dengan kata lain ketika sebuah perusahaan memperoleh profit normal maka semua
faktor produk mencakup di dalamnya proses produksi mendapatkan hak bagiannya sesuai
dengan margin yang didapat.

Sedangkan profit tidak normal, dibagi menjadi dua yaitu profit super norma dan profit
subnormal. Profit super normal diperoleh ketika penghasilan ata rata melebihi biaya rata-rata,
dan ketika penghasilan rata-rata kurang dari biaya rata-rata maka perusahaan dikatakan
memperoleh profit subnormal atau rugi Jadi dalam perusahaan yang menginginkan profit super
normal, maka perlu melebihi dari profit normal. Dalam hal ini, perlu ada kerjasama untuk setiap
taktor produksi, atau nilai produk tambahannya sangat diperlukan untuk lebih meningkat sesuai
dengan produk yang direncanakan.

Tujuan Perusahaan Menurut Perspektif Islam

Secara spesifik Siddiqi (1972) mengungkapkan perlunya dalam memperoleh profit


maksimal, namun dia juga menyebutkan bahwa perlunya konsep "suka sama suka" di dalam
Islam akan mengerahkan pada keadilan masyarakat dan "memperhatikan kesejahteraan orang
lain" harus menjadikan tujuan utama. Lebih rinci dia menyebutkan beberapa macam tujuan
kegiatan produksi, seperti:

1. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sendiri secara wajar.


2. Pemenuhan kebutuhan masyarakat.
3. Persediaan terhadap kemungkinan-kemungkinan di masa mendatang.
4. Persediaan bagi generasi yang akan datang.
5. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah

Demikian juga yang diungkapkan oleh AlI-Habshi, bahwa Islam tidak menginginkan adanya
eksploitasi dalam mencari keuntungan, lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Islam menganjurkan
pada umatnya untuk meraih kebaikan hidup dunia dan akhirat. Inilah yang mendorong umat
Islam untuk beraktifitas bekerja dalam mencari rizki Allah, terutama dalam hal perdagangan
untuk mencari keuntungan sebagai karunia Allah.

KEBERAGAMAAN TUJUAN PERUSAHAAN

Dari berbagai bentuk tujuan perusahaan, bisa digunakan fungsi variasi untuk menjelaskan
variabel Al-Habshi membuat persamaan dari tujuan perusahaan dengan simbol F yang mana
mewakili dari variabel "falah" sebab tujuan akhir seorang Muslim adalah perlunya konsep
"falah" atau sukses di dunia dan akhirat. Untuk persamaannya lebih rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut:

F=f(X1, X2, X3, Z,.X,)

Dimana:

F = Falah (kemenangan)
X1 = Profit optimum
X2 = Harga yang adil
X3 = Output optimum
Z = Zakat yang dikeluarkan

Dimana profit, harga, output, zakat variabel-variabel itu dapat diukur dan X adalah variable yang
tidak dapat diukur, seperti berkah.

IMPLIKASI EKONOMI

Setelah diteliti tujuan dari perusahaan, Al-Habshi berkomentar sebagai berikut:

1. Dengan banyaknya ragam sasaran atau tujuan perusahaan, dan dipaksakan membuat fungsi
matematik atas ajaran lslam, maka hasilnya fungsi berisi tentang keseimbangan
2. Dari penelitian, perusahaan seharusnya mampu memperoleh kekayaan yang sewajarnya
3. Para konsumen di dalam masyarakat Islam cenderung ingin menghasilkan barang lebih
banyak dan harganya lebih murah, keuntungan yang berlebihan dalam artian super normal
profit.
4. Dengan cara diproduksinya barang-barang akan diharapkan bisa memenuhi keperluan dasar
5. Secara umum, kesejahteraan masyarakat tidak hanya dibebankan kepada keadaan, namun
harus dicapai dari kerjasama antar pengusaha.

TATA KELOLA PERUSAHAAN DALAM ISLAM

Prinsip hak-hak kepemilikan dalam Islam dengan jelas memberikan kerangka yang
komprehensif untuk mengidentifikasi, mengakui, menghormati, dan melindungi kepentingan dan
hak setiap individu, masyarakat, negara, dan perusahaan. Dalam hal hak hak kepemilikan, Islam
menyatakan bahwa Allah adalah pemilik tunggal atas harta dan manusia hanyalah wakil dan
pemelihara. Hal tersebut menunjukkan adanya pengakuan untuk menggunakan dan mengelola
harta tersebut sesuai dengan aturan syari'ah.

Tata kelola perusahaan secara Islam berdasarkan model berorientasi stakeholder Dalam
model ini menyajikan kandungan dua konsep dasar prinsip-prinsip syari'ah, yakni prinsip hak
milik dan prinsip kerangka kontrak. Tata kelola setiap perusahaan dalam Islam diatur oleh
syari'ah bagi semua stakeholder termasuk pemegang saham, manajemen, dan stakeholder lain
seperti karyawan, para pemasok, para pemodal, dan masyarakat.

Perbedaan konsep tata kelola perusahaan syari'ah dan barat adalah berbeda. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari gaya dan struktur tata kelola perusahaan. Dalam: aspek met
epistemologis (filosofis), Islam menolak rasionalitas dan rasionalisme sebagai filosof aspek meto
tata kelola perusahaan syari'ah dan menggantinya dengan taunid.

RELEVANSI TUJUAN PERUSAHAAN DAN TATA KELOLA PERUSAHAAN

Tata kelola perusahaan merupakan salah satu elemen pokok dalam setiappengembangan
perusahaan karena memainkan peran untuk merancang dan menyebarluaskan prinsip keadilan,
akuntabilitas, dan transparansi. Konsep tata kelola dari Barat, baik model Anglo-Amerika yang
mengemukakan sistem shareholder value ataupun model Eropa yang mengunggulkan sistem
stakeholder value, telah menjadi topik perdebatan yang terus berlanjut selama lebih dari satu
abad. Namun, perlu dicermati juga bahwa tidak banyak ditemukan pembahasan atau literatur
yang mengulas masalah tata kelola perusahaan dari perspektif Islam. Hal ini cukup menjadi
petunjuk agar setiap perusahaan Islam, terutama lembaga keuangannya, perlu memiliki model
tata kelola yang solid dan strategi yang tepat agar mempercepat penerapan tata kelola perusahaan
yang efektif dan kuat sesuai paradigm Islam.

Konsep tata kelola perusahaan dari perspektif Islam tidak banyak berbeda berbeda
dengan definisi konvensional karena hal tersebut mengacu pada sebuah sistem, yaitu gan
perueaa melind berkenaan dengan persoalan konsep pengambilan keputusan yang lebih luas den
haan diarahkan dan dikendalikan agar memenuhi tujuan perusahaan dengan melind kepentingan
dan hak semua stakeholder:. Namun demikian, paradigma Islam memperlihat perbedaan
karakteristik atau ciri-ciri dibandingkan dengan sistem konvensional nemperlihatkan
menggunakan dasar pemikiran (premis) epistemologi sosial-ilmiah Islam yang didasar pada
ketauhidan Allah.

Secara umum diketahui bahwa tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimalkan
nilai kesejahteraan pemegang saham. Jika demikian, maka hal ini menandakan bahwva
perusahaan tersebut, termasuk juga perusahaan Islam yang memiliki tujuan tersebut, dalam
praktiknya masih mengadopsi tata kelola perusahaan model Anglo-Saxon. Dalam konteks tata
kelola perusahaan Islam, terdapat beberapa studi yang telah dilakukan khususnya pada lembaga
keuangan Islam dan ditemukan model tata kelola perusahaan alternatif. Studi tersebut menyataan
bahwa perusahaan Islam dapat mengambil model yang sama sekali berbeda atau membuat versi
modifikasi dari model stakeholder ente sebagai alternatif kerangka tata kelola perusahaan. Studi
yang pertama mengacu pada model tata kelola perusahaan berdasarkan prinsip konsultasi yang
menegaskan bahwa semua stakeholder memiliki tujuan yang sama, yaitu tauhid atau keesaan
Allah. Studi selanjutnya mengadopsi sistem nilai; stakeholder dengan beberapa modifikasi."
Dalam konteks Islam, kepentingan stakeholder bukan hanya seputar return finansial atau
memaksimalkan keuntungan tetapi kepentingan tersebutjuga meliputi unsur etika, syari'ah, dan
prinsip tauhid.

Anda mungkin juga menyukai